HARITARU, Ruang Terbuka Abu-abu dan Ruang Terbuka Hijau
Ratri Septina Saraswati
Saat sedang mencari standart jalur pedestrian di internet saya menemukan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 9 tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Non Hijau Di Wilayah Kota/ Kawasan Perkotaan. Dalam pedoman ini disebutkan
bahwa secara umum ruang terbuka publik di perkotaan terdiri dari Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH). Ruang terbuka baik RTH maupun RTNH memang
memiliki peranan penting dalam penataan ruang kota, maka ketentuan mengenai hal tersebut
perlu diatur. Tujuan dari pedoman ini adalah menjaga ketersediaan ruang terbuka dengan
perkerasan sebagai tempat untuk berbagai aktivitas, selain yang berupa RTH; menciptakan
keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan
masyarakat; dan mengoptimalkan fungsi ruang terbuka di wilayah perkotaan sebagai aktivitas sosial dan budaya.
Teringat bahwa bulan November adalah masa peringatan Hari Tata Ruang Nasional maka
pedoman ini perlu dibaca lebih lanjut. Ternyata di dalamnya terdapat contoh-contoh yang
membuat saya terhenyak. Terjawab sudah, mengapa cara mempercantik taman hijau dan lahan
terbuka di perkotaan khususnya di kota tempat saya tinggal, menggunakan perkerasan beton
terus melenggang tanpa hambatan. Berbeda dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 5 tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan. RTNH vs RTH.
Dalam Pedoman RTNH ini disebutkan strategi desain ditujukan untuk perencanaan bangunan,
jalan, area parkir, lapangan dan taman dengan rencana pengendalian air hujan. LID
menggunakan strategi konvensional yaitu dengan mengeksploitasi setiap permukaan
infrastruktur (alami dan diperkeras) dengan melakukan fungsi hidrologi yang
bermanfaat. Permukaan digunakan untuk menahan, menampung, menyimpan, menyaring
aliran air hujan.
Sungguh mengerikan bahwa sistem yang kemudian banyak dipilih adalah perkerasan permukaan beton. Bahkan memperbanyak lapisan beton pada permukaan tanah yang berhak dibiarkan terbuka atau ditanami rumput. Bangga dengan menanam pondasi untuk
tonggak-tonggak beton ketimbang mendatangkan pohon-pohon besar untuk dibiarkan tumbuh menjadi
peneduh hingga puluhan tahun mendatang. Sehingga Ruang Terbuka Non Hijau dapat dinamai
Okelah, permukaan beton diperbolehkan karena kuat dan mudah perawatannya. Tapi betulkan
syarat yang mengikutinya juga sudah benar-benar diterapkan? Betonisasi permukaan tanah
yang tidak tembus air harus ditunjang rekayasa saringan air hujan seperti bio-retention cells, filter strips, dan tree box filters yang harus ditebus dengan harga mahal. Semuanya dijelaskan rinci dalam pedoman ini. Tetapi teknologi ini jauh lebih mahal dibandingkan sistem
konvensional menyusun keping-keping beton yang dikenal sebagai paving block dan grass
block kualitas 'heavy duty' yang kuat dilindas kendaraan besar sekalipun. Keuntungannya
adalah permukaan ini memiliki sela-sela sehingga memberi kesempatan rumput dapat tumbuh
dan air bisa langsung terserap ke dalam tanah.
Bisakah teknologi bio-retention cells memberikan kesejukan yang merupakan efek langsung dari tanaman hijau yang sangat dibutuhkan kawasan perkotaan? Bisakah permukaan taman
abu-abu meredam panas matahari seperti permukaan rumput hijau, dan menyumbangkan
oksigen bagi penduduk yang memanfaatkan ruang terbuka kota?
Permukaan beton akan menahan panas lebih lama daripada permukaan berpori terutama bila
dibandingkan perukaan yang ditumbuhi tanaman hijau. Dan ruang terbuka perkotaan tidak
perlu berdain dengan jalan raya yang butuh kekuatan untuk beban lalu-lintas yang berat
maupun statis, tetapi menciptakan ruang terbuka perkotaan yang menunjang keseimbangan
lingkungan alam.
sumber bacaan :
1. Permen Pu Nomor 5 tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Per kotaan
2. Permen Pu Nomor 9 tahun 2009 tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau Di Wilayah Kota/ Kawasan Perkotaan