TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Teknik Pada Fakultas Teknik Universitas Teuku Umar
Disusu Oleh :
Nama : Khairul Anwar Nim : 07C10207021
Bidang : Manajemen Rekayasa & Sistem Produksi
J U R U S A N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S T E U K U U M A R M E U L A B O H
1 1.1. Latar Belakang
Usaha kecil di bidang makanan ringan semangkin berkembang dan terbukti mampu mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Namun, industri skala kecil banyak sekali mengalami permasalahan khususnya dalam proses pembuatan produknya. Proses produksi secara manual sering kali kita temukan dalam industri rumah tangga, ( Sagala, A. Baginda, 2012 ).
Menjalankan suatu pengembangan usaha tentu akan menghadapi beberapa resiko permasalahan yang dapat mempengaruhi hasil usahanya tersebut, apabila tidak diantisipasi maka bisa saja resiko permasalahan itu terjadi. Permasalahan itu terdapat dari faktor internal dan eksternal. (www.Ads.by kliksaya .com, 2011).
Resiko permasalahan internal, dalam menjalankan usaha pada setiap suatu kelompok usaha kecil, dibutuhkan suatu perangkat untuk mendukung jalanya usaha tersebut yaitu sumber daya manusia (SDM) yang handal sesuai dengan kebutuhan. Hubungan lingkungan kerja yang aman dan nyaman patut diperhatikan sehingga menjadi timbal balik dengan lingkungan fisik dan ekosistem yang kondusif.
tidak langsung akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi, yang pada akhirnya akan kalah dalam bersaing dipasar, (www.Ads.by kliksaya .com, 2011).
Jenis-jenis kue tradisional Aceh, sangat banyak di jumpain di kota-kota besar di Aceh yang bergerak dalam bidang industri kecil rumah tangga, dari kue kering hingga kue basah diantaranya adalah kue kembang loyang, kue sepit, kue bhoi, kue lempat, pisang sale, hingga kue karah, kue tradisional aceh yang cukup populer salah satunya adalah kue karah, (Ridha., Fahmi, 2012).
Kue karah adalah sejenis makanan ringan yang cukup populer dikalangan masyarakat Aceh, yang terbuat dari tepung beras, berbentuk segitiga sering juga berbentuk lipat dua. Masyarakat Aceh menjadikan kue ini juga sebagai bagian dari adat dan upacara-upacara tradisional, khususnya di Aceh Barat, pada upacara pernikahan dan juga acara-acara kematian. Misalnya, di Khanduri Peuet Ploeh. Namun, kue ini juga dikenal akrab oleh masyarakat di beberapa kabupaten lainya di Aceh, (www.acehpedia.org , 2012)
Selama proses produksi pembuatan kue karah yang secara manual dan tradisional, operator terlihat pada sikap postur kerja yang dilakukan pada posisi duduk jongkok didepan wadah penggorengan, sehingga operator mengalami temperatur suhu badan yang berlebihan akibat lingkungan kerja yang panas, dan juga keluhan pada bagian tangan, lengan, bahu dan pinggang, dikarenakan sikap kerja yang cukup lama dan di lakukan terus-menerus secara berulang lebih kurang 4-5 jam per hari, (Pengakuan operator pembuat kue karah, 14 May 2014)
dikarenakan adanya kontraksi otot selama melakukan proses tersebut. Otot-otot akan menegang dan pembuluh darah akan mengecil hingga menimbulkan keluhan
musculoskeletal. Keluhan ini berupa rasa nyeri pada bagian-bagian otot skeletal yang mendapat pembebanan yang melebihi batas kemampuan operator, (Suma’mur, 1993).
Agar seseorang dapat bekerja dengan baik maka perlu kenyamanan lingkungan tempat kerja, karena lingkungan kerja fisik yang tidak nyaman terutama bekerja pada tekanan panas dapat mengurangi kesehatan pekerja. Ketidaknyamanan kerja fisik mengakibatkan perubahan fungsional pada organ tubuh manusia. Kondisi panas yang berlebih-lebihan mengakibatkan rasa letih, kantuk, mengurangi kestabilan tubuh, yang pada akhirnya menimbulkan tingkat stres, (Grandjean, 1986)
Suhu panas berakibat menurunya prestasi kerja fikir dan penurunan sangat hebat sesudah 23C. suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan otak, mengganggu koordinasi saraf perasa dan saraf motoris, (suma’mur, 1996).
klorida. Keseimbangan air tubuh diatur oleh hormon antidiuretik (ADH) yang mempertahankan issosmotik plasma. Peningkatan osmolalitas plasma merangsang rasa haus maupun pelepasan ADH. Kehilangan air melalui keringat dapat terjadi pada temperatur yang tinggi. Keluarnya keringat berarti keluarnya air dan elektrolit yang pada akhirnya mempengaruhi kesetimbangan garam diatur oleh hormon aldosteron dengan tujuan mempertahankan volume ekstrasellular (hipovolemia) mengganggu curah jantung, mengurangi alir balik vena ke jantung, (Prece 1994).
Pengaruh bekerja terus-menerus secara berulang dalam jangka waktu yang lama dapat menaikan berat beban dan frekuensi yang tinggi, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kelelahan, karena otot menerima tekanan akibat beban kerja yang terus menerus secara berulang (repetitif), sehingga akan mengakibatkan rasa sakit yang berujung pada penurunan performans kerja. (Wignjosoebroto, Sritomo. 2000).
pinggang, (Sriwarno, A. Bagus 2008).
Kegiatan manual material handling yang dilakukan secara repetitif pernah diteliti oleh Muslimah, Etika, (2006). Penelitian lain yang membahas mengenai beban kerja adalah penelitian dari Wignjosoebroto, Sritomo (2008). Penelitian ini bertujuan untuk merancang peralatan kerja yang ergonomis untuk mengatasi keluhan sakit pada bagian leher, punggung, dan pinggang ketika bekerja dengan menggunakan peralatan yang sebelumnya.
Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia bekerja pada kondisi tidak nyaman dan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang di sebabkan penyakit atau yang di sebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300,000 kematian tejadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena akibat kerja dimana di pekirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan yang tidak aman dan nyaman, penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebagaimana pada grafik dibawah ini.
penyakit gijal. Selain penyebab kematian, masalah kesehatan lain terutama adalah ketulian , gangguan Musculoskeletal, gangguan reproduksi, ( International Labor Organization (ILO), 1999 ).
Berdasarkan hasil rekapitulasi data yang didapat dari Puskesmas Meureubo Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, terdapat 7 jenis penyakit terberat yang dialami pada tahun 2013 diantaranya adalah Common Cold, Sistem Jaringan Otot, ISPA ( Saluran Pernapasan ), Hypotensi, Lukak Lambng, Hypertensi, Penyakit Kulit. Sebagamana pada grfik dibawah ini.
Gambar 1.2. Grafik Jenis Penderita Penyakit Di Kecamatan Meureubo 2013 Berdasarkan gambar diatas, ada 7 jenis penyakit terberat yang di alami Masyarakat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat 2013, jenis dan keterangan penyakit tersebut adalah.
1. Common Cold, adalah penyakit flu yang mempengaruhi saluran pernafasan, dan memiliki gejala yang mirip seperti tenggorokan sakit, hidung tersumbat atau pun meler, hingga batuk.
keropos tulang ( Osteoporosis ), Nyeri otot, radang sendi, sakit pinggang, dan pegal-pegal di betis.
3. ISPA ( Saluran Pernapasan ), adalah singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, dimana melibatkan organ saluran pernapasan mulai dari hidung, sinus, laring hingga alveoli. Saluran pernafasan adalah organ tubuh yang memiliki fungsi menyalurkan udara atmosfer ke paru-paru begitu pula sebaliknya.
4. Hypotensi, adalah tekanan darah yang rendah sehingga tidak mencukupi untuk perfusi dan oksigenasi jaringan adekuat, Hipotensi timbul akibat penurunan curah jantung atau penurunan resitensi perifer
5. Lukak Lambung, merupakan penyakit yang terjadi apabila dinding lambung rusak akibat mukus yang menyelimutinya rusak. Hal ini di akibatkan sesorang menderita penyakit maag kronis, yang tidak segera diobati sehingga menyebabkan luka atau tukak lambung.
6. Hypertensi, adalah tekanan darah tinggi atau penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. 7. Penyakit Kulit, adalah suatu penyakit yang di akibatkan oleh adanya
kontraksi infeksi seperti, bakteri, alergi, virus dan daya tahan tubuh lemah, sehingga menimbulkan penyakit seperti, panu, kadas, kurab, kudis, eksim, hingga jerawat.
(www.google.com )
Mengacu kepada fenomena yang telah peneliti uraikan, maka peneliti tertarik untuk meneliti kasus tersebut dengan tema judul “RANCANGAN MESIN PEMBUAT KUE TRADISIONAL (KUE KARAH) SECARA ERGONOM (Studi Kasus Di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat)”. Pekerjaan pembuatan kue karah secara manual ini menarik untuk diteliti karena terlihat adanya sikap atau posisi kerja dan kondisi kerja tidak ergonomis dan tidak nyaman yang dirasakan operator akibat pekerjaan tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan penelitian ini adalah fasilitas kerja yang tidak nyaman sehingga menimbulkan keluhan Musculoskeletal rasa sakit pada otot skeletal karena posisi kerja yang terlalu rendah, menyebabkan sikap postur kerja operator dalam posisi duduk jangkok dan membungkuk di depan wadah penggorengan dengan temperatur suhu yang tinggi atau panas, dalam jangka waktu yang lama dan di lakukan secara terus menerus selama lebih kurang 4-5 jam kerja, serta berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja dan menurunkan produktifitas kerja operator pembuat kue karah.
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian tugas akhir ini adalah:
1. Bagi perusahaan, hasil dari penelitian dapat digunakan oleh perusahaan sebagai bahan pertimbangan mengenai usulan fasilitas kerja, rancangan mesin pembuatan kue karah.
2. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat agar mahasiswa dapat menerapkan prinsip-prinsip ergonomi yang telah dipelajari dalam merancang fasilitas kerja yang ergonomis.
3. Bagi fakultas Teknik, khususnya jurusan teknik Industri. Diharapkan dapat menjadi referensi dan sumber bacaan, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan kajian pembelajaran dan pengembangan penelitian selanjutnya.
1.5 Batasan Masalah dan Asumsi
Agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai, maka perlu dilakukan pembatasan masalah dan asumsi. Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian difokuskan pada operator pembuat kue karah 2. Penilaian postur kerja dilakukan dengan metode (QEC)
3. Dalam penelitian ini, kekuatan pengelasan, dan proses manufaktur yang digunakan untuk membuat mesin bantu ini tidak dibahas.
5. Tidak mempertimbangkan faktor psikologis dan sosial.
6. Pengukuran antropometri hanya dilakukan untuk beberapa dimensi tubuh yang dibutuhkan dalam merancang mesin.
Sedangkan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data, dalam keadaan baik. 2. Proses produksi berlangsung secara normal.
1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir
Agar lebih mudah untuk dipahami dan ditelusuri maka sistematika penulisan tugas sarjana ini akan disajikan dalam beberapa bab sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN
Menguraikan latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi penelitian serta sistematikan penulisan tugas akhir.
BAB II : LANDASAN TEORI
Menampilkan teori-teori yang relevan dengan pemecahan masalah atau pencapaian tujuan penelitian.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Menyajikan data hasil penelitian yang diperoleh dari perusahaan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pada pemecahan masalah.
BAB V : ANALISIS HASIL PEMECAHAN MASALAH
Menganalisis hasil pengolahan data yang dilakukan dan dilanjutkan dengan pemecahan masalah.
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
12
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu “ergon” berarti kerja dan “nomos” berarti aturan atau hukum alam dan dapat
didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan
kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,
manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi,
efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di
rumah, dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem
dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan
tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi
disebut juga sebagai “Human Factors”. Ergonomi juga digunakan oleh berbagai macam ahli/profesional pada bidangnya misalnya : ahli anatomi, arsitektur,
perancangan produk industri, fisika, fisioterapi, terapi pekerja, psikologi,
dan teknik industri, ( Eko Nurmianto, 2004 ).
Penerapan faktor ergonomi lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah
untuk desain dan evaluasi produk. Produk-produk ini haruslah dapat dengan
mudah diterapkan (dimengerti dan digunakan) pada sejumlah populasi
masyarakat tertentu tanpa mengakibatkan bahaya/resiko dalam penggunaannya.
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh
Secara menyeluruh termasuk peralatan kerja. Hubungan antara manusia
pekerja dan mesin serta peralatan-peralatan dan lingkungan kerja dapat dilihat
sebagai hubungan yang unik karena interaksi antara hal-hal di atas yang
membentuk sistem kerja tidak terlampau sederhana bahkan melibatkan berbagai
disiplin ilmu, salah satunya ilmu tentang tubuh manusia. Ilmu-ilmu terapan yang
banyak berhubungan dengan fungsi tubuh manusia adalah anatomi dan
fisiologi. Selain itu juga diperlukan pengetahuan dasar tentang sistem dan
fungsi kerangka otot dan dimensi tubuh manusia, ( Eko Nurmianto, 2004 ).
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah :
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya
pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja
fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas
kontrak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif
maupun setelah tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek
teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang
dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
2.1.1. Tipe-tipe Masalah Ergonomi
Masalah ergonomi dapat dikategorikan ke dalam bermacam-macam grup
a. Anthropometric
Antropometri berhubungan dengan dimensi antara ruang geometri
fungsional dengan tubuh manusia. Antropometri ini merupakan pengukuran dari
dimensi tubuh secara linier, termasuk berat dan volume, jarak jangkauan, tinggi
mata saat duduk, dan lain-lain. Masalah antropometri merupakan ketidaksesuaian
antara dimensi terhadap desain ruang dan sarana kerja. Pemecahan masalah ini
dengan memodifikasi desain dan menyesuaikan kenyamanan.
b. Cognitive
Masalah cognitive muncul ketika beban kerja berlebih atau berada di bawah kebutuhan proses. Keduanya dalam jangka waktu panjang maupun
dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan ketegangan. Pada sisi lain fungsi
ini tidak sepenuhnya berguna untuk pemeliharaan tingkat optimum.
Pemecahan masalah ini dengan melengkapkan fungsi manusia dan mesin.
c. Musculoskeletal
Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini. Hal
tersebut dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif. Pemecahan
masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi kerja atau mendesain
kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya sesuai kemampuan
manusia.
d. Cardiovaskular
Masalah ini diakibatkan oleh ketegangan sistem sirkulasi, termasuk
jantung. Jantung memompa lebih banyak darah ke otot untuk memenuhi
kembali pekerjaan untuk melindungi pekerja dan melakukan rotasi pekerjaan.
e. Psychomotor
Permasalahan dalam hal ini adalah ketegangan pada sistem psychomotor.
Pemecahannya adalah dengan menegaskan kebutuhan pekerjaan untuk
disesuaikan dengan kemampuan manusia dan menyediakan bantuan
performansi pekerjaan, ( Tarwaka, 2004 ).
2.2. Postur Kerja
Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja
yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja
sebaiknya postur dilakukan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi
timbulnya cedera dalam bekerja. Kenyamanan tercipta apabila pekerja telah
melakukan postur kerja yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat
ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja.
Untuk itu, perlu adanya suatu penilaian terhadap suatu postur kerja pekerja
untuk mengetahui sejauh mana postur ataupun sikap kerja pekerja mampu
mempengaruhi produktivitas dan kesehatan fisik pekerja. Penilaian terhadap
keefektifan postur kerja pekerja ini dapat dilakukan dengan berbagai metode,
yaitu:
1. Ovako Working Postures Analysis system (OWAS)
2. Rapid Upper Limb Assesment (RULA) 3. Rapid Entire Body Assesment (REBA)
2.3. Quick Exposure Check (QEC)
Quick Exposure Check (QEC) adalah suatu alat untuk penilaian terhadap
resiko kerja yang berhubungan dengan gangguan otot (work-related
musculoskeletal disorders/WMDs) di tempat kerja. QEC menilai gangguan resiko yang terjadi pada bagian belakang punggung (back), bahu/lengan (shoulder/arm), pergelangan tangan (hand/wrist), dan leher (neck), ( Li, Guangyan dan Peter Buckle, 2005 ).
Alat ini mempunyai fungsi utama sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi faktor resiko untuk WMDs
2. Mengevaluasi gangguan resiko untuk daerah/bagian tubuh yang berbeda-
beda.
3. Menyarankan suatu tindakan yang perlu diambil dalam rangka mengurangi
gangguan resiko yang ada.
4. Mengevaluasi efektivitas dari suatu intervensi ergonomi di tempat kerja.
5. Mendidik para pemakai tentang resiko musculoskeletal di tempat kerja. Penilaian QEC dilakukan kepada peneliti dan pekerja. Selanjutnya dengan
penjumlahan setiap skor hasil kombinasi masing-masing bagian diperoleh skor
dengan kategori level tindakan, (Li, Guangyan dan Peter Buckle, 2005 ).
Exposure Level (E) dihitung berdasarkan persentase antara total skor
Dimana :
X = total skor yang diperoleh dari penilaian terhadap postur
(punggung + bahu/lengan + pergelangan tangan + leher +
vibrasi + visual + langkah + stres).
Xmax = total skor maksimum postur kerja (punggung +
bahu/lengan + pergelangan tangan + leher).
Xmax adalah konstanta untuk tipe-tipe tugas tertentu. Pemberian skor
maksimum (Xmax = 162) apabila tipe tubuh adalah statis, termasuk duduk atau
berdiri dengan/tanpa pengulangan (repetitive) yang sering dan penggunaan tenaga/beban yang relatif rendah. Untuk pemberian skor maksimum (Xmax=176)
apabila dilakukan manual handling, yaitu mengangkat, mendorong, menarik, dan membawa beban. Adapun tabel-tabel dalam penilaian postur kerja dengan
menggunakan Quick Exposure Check (QEC) dapat dilihat pada Tabel 2.1, 2.2, dan 2.3.
Tabel 2.1. Penilaian Observer QEC
Tabel 2.1. Penilaian Observer QEC ( Lanjutan )
Sumber : www. hse.gov.uk
Tabel 2.2. Penilaian Pekerja QEC
Faktor Kode 1 2 3 4
Visual E diperlukan Tidak untuk melihat Diperlukan detail
Langkah F Tidak susah Kadang- kadang susah sering Lebih
susah
Tingkat stress G Tidak ada Kecil Sedang Tinggi
Sumber : www. hse.gov.uk
Penilaian skor QEC adalah dengan cara menghubungkan penilaian
pada bagian tubuh punggung, lengan, pergelangan tangan, dan leher.
Kemudian terdapat penilaian terhadap getaran, langkah, penglihatan dan tingkat
stres, (Li, Guangyan dan Peter Buckle, 2005 ).
Contoh :
Pada kuisioner QEC untuk penilaian skor pengamat diperoleh untuk postur
punggung yaitu A3 dengan kategori sangat bengkok kemudian pada penilaian
pekerja diperoleh untuk beban pengangkatan yang dilakukan secara manual
yaitu H3 dengan kategori sangat berat. Maka pada tabel isian QEC akan diperoleh
nilai 10, (Li, Guangyan dan Peter Buckle, 2005 ).
PUNGGUNG
Tabel 2.3. Nilai Level Tindakan QEC
Persentase
71-100% 124-176 4 Tindakan sekarang juga
Sumber : www. hse.gov.uk
2.3.1. Keuntungan dan Kekurangan Metode ( QEC )
juga beberapa kekurangan, yaitu ;
Keuntungan metode QEC :
1. Dapat mencakup sejumlah besar faktor fisik terhadap pekerjaan yang
memiliki resiko gangguan otot.
2. Mempertimbangkan kebutuhan dari pengguna dan dapat digunakan oleh
pengguna yang belum berpengalaman.
3. Mempertimbangkan kombinasi dan interaksi dari faktor resiko terhadap
pekerjaan dengan banyak stasiun kerja.
4. Memiliki tingkat sensitifitas dan kemudahan penggunaan yang baik.
5. Memiliki tingkat reliabilitas antar dan intra peneliti yang baik.
6. Mudah dipelajari dan cepat dipahami.
Kekurangan metode QEC :
1. Metode ini hanya berfokus kepada faktor-faktor tempat kerja fisik.
2. Skor penilaian antara hipotesis dengan tingkat tindakan yang disarankan
perlu divalidasi lebih lanjut.
3. Pelatihan tambahan mungkin diperlukan untuk pengguna pemula sebagai
peningkatan penilaian reliabilitas.
2.4. Perancangan
Perancangan secara umum dapat diartikan sebagai penggambaran,
perencanaan, dan pembuatan sketsa atau pengaturan dari beberapa elemen
terpisah ke dalam satu kesatuan yang utuh dan berfungsi. Perancangan dapat
1. Design by innovation, artinya perancangan dengan menggunakan ide perusahaan sendiri.
2. Design by imitation, artinya perancangan produk yang tidak menggunakan ide perusahaan sendiri, hanya meniru produk lain.
( Kim, K.Y.,Wang,Y. dan ,Muogboh,O.S, 2004 ).
Dalam sebuah kalimat, kata "perancangan" bisa digunakan baik sebagai
kata benda. Sebagai kata kerjanya yaitu merancang, dimana memiliki arti proses
untuk membuat dan menciptakan objek baru. Perancangan digunakan untuk
menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana,
proposal, atau berbentuk objek nyata. Proses perancangan pada umumnya
memperhitungkan aspek fungsi, estetik dan berbagai macam aspek lainnya, yang
biasanya datanya didapatkan dari riset, pemikiran, brainstorming, maupun dari perancangan yang sudah ada sebelumnya, (Kim, K.Y.,Wang,Y. dan
,Muogboh,O.S, 2004).
2.4.1. Metode Perancangan Produk
Metode perancangan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar,
yaitu metode kreatif dan metode rasional, (Cross, Nigel. 1994).
a. Metode Kreatif
Metode kreatif adalah metode perancangan yang bertujuan untuk
membantu merangsang pemikiran kreatif dengan cara meningkatkan produksi
gagasan, menyisihkan hambatan mental terhadap kreativitas, atau dengan cara
ditujukan untuk merangsang cara berpikir kreatif. Cara-cara yang terdapat dalam
metode ini antara lain:
1. Brainstorming
Brainstorming adalah metode kreatif yang paling banyak dipakai. Ini adalah suatu metode untuk menghasilkan ide dalam jumlah banyak, yang sebagian
besar kemudian akan dibuang, tapi beberapa ide yang menarik akan ditindak
lanjuti. Brainstorming biasanya dilakukan dalam suatu kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 8 orang yang beraneka ragam, tidak hanya para ahli tapi juga
mereka yang mengenal masalahnya. Tiap-tiap anggota memberikan idenya,
kemudian ketua kelompok mengumpulkan semua ide untuk dievaluasi.
2. Synectics
Pemikiran yang kreatif seringkali digambarkan pada pemikiran analogis,
pada kemampuan untuk melihat persamaan atau hubungan antara topik-topik
yang jelas perbedaannya. Penggunaan pemikiran analogis yang terbentuk
pada metode perancangan kreatif disebut sebagai Synetics. Seperti
Brainstorming, Synetics adalah suatu kelompok aktivitas dimana sikap kritis sangat berperan, dan anggota kelompok berusaha untuk membangun,
mengkombinasikan dan mengembangkan ide- ide penyelesaian kreatif dalam
menyelesaikan masalah. Synetics berbeda dengan brainstorming, dimana kelompok mencoba untuk bekerja bersama untuk memperoleh solusi
permasalahan, daripada membangkitkan banyak ide, (Cross, Nigel. 1994 ).
3. Perluasan Daerah Penelitian
mengasumsikan batasan yang lebih sempit dimana solusi dilihat. Teknik-teknik
kreatif adalah bantuan untuk memperluas daerah penelitian. Beberapa teknik
kreatif untuk memperluas area penelitian adalah transformation, random input,
Why? dan counter planning, (Cross, Nigel. 1994 ). 4. Proses Kreatif
Metode di atas dipakai untuk membangkitkan ide kreatif. Selain kreatif,
ide orisinil dapat muncul secara spontan tanpa penggunaan bantuan untuk berpikir
kreatif. Proses kreatif adalah munculnya suatu ide orisinal secara tiba-tiba.
b. Metode Rasional
Metode rasional menganjurkan suatu pendekatan sistematis dalam
perancangan. Tetapi metode rasional sering memiliki tujuan yang hampir sama
dengan metode kreatif, seperti memperluas daerah pencarian untuk mendapat
solusi potensial, atau memfasilitasi kelompok kerja dan kelompok pengambil
keputusan. Jadi tidak sepenuhnya benar bahwa metode rasional merupakan lawan
atau kebalikan dari metode kreatif. Beberapa perancang mencurigai metode
rasional, mereka khawatir jika metode ini dapat mengekang kreativitas,
(Cross, Nigel. 1994).
2.5. Teori Pengambilan Data ( Populasi dan Sampel )
Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita.
banyaknya pengamatan suatu populasi disebut ukuran populasi. Seandainya ada
600 siswa disekolah itu yang akan kita golongkan menurut golongan darahnya,
Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian (sampel
sendiri secara harafiah berarti contoh). Alasan perlunya pengambilan sampel
adalah sebagai berikut :
1. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.
2. Lebih cepat dan lebih mudah.
3. Memberi informasi yang lebih banyak.
4. Dapat ditangani lebih teliti.
(Moh.Nazir. 1983)
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak
mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus
valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin
diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya
orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur
sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh
dua pertimbangan:
1. Akurasi atau ketepatan yaitu tingkat ketidakadaan bias (kekeliruan)
dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada
dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya bias atau
kekeliruan adalah populasi.
2. Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat
presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi
2.5.1. Rumus Pengambilan Sampel Penelitian
Pada prinsipnya penggunaan rumus penarikan sampel penelitian
digunakan untuk mempermudah teknis penelitian. Contoh misalnya, bila populasi
penelitian terbilang sangat banyak atau mencapai jumlah ribuan atau wilayah
populasi terlalu luas, maka penggunaan rumus pengambilan sample tertentu
dimaksudkan untuk memperkecil jumlah pengambilan sampel atau mempersempit
wilayah populasi agar teknis penelitian menjadi lancar dan efisien. Salah satu
metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah menggunakan
rumus Slovin (Sevilla, 1960).
Rumus Slovin
N = ukuran populasi
2
d = galat pendugaan
Sebagai contoh, Jika yang akan kita teliti itu sebanyak 20.000 orang
karyawan, Dari jumlah populasi tersebut dengan tingkat kelonggaran
Tabel 2.4. Jenis penelitian dan Ukuran Sampel Minimum
No Jenis penelitian Ukuran Sampel Minimum
1 Deskriptif 10% dari populasi
2 Korelasi 30 subjek
3 Kausal-komperatif 30 subjek per kelompok
4 Eksperiman 50 subjek per kelompok
Sumber: Sumanto (1990) dalam Wirartha (2006)
2.6. Antropometri dalam Sistem Manusia-Mesin
Jika disadari bahwa perancangan suatu produk juga dilakukan oleh
manusia, maka perancangan sistem manusia-mesin juga tidak lepas dari faktor
- faktor manusia karena sebagian dari kesalahan-kesalahan kerja yang
terjadi disebabkan oleh rancangan produk yang tidak mempunyai kompatibilitas
dengan manusia yang menanganinya. Karena itu seorang perancang produk
mempunyai peran besar dalam mengurangi risiko bahaya akibat kesalahan kerja, (
Liliana Y.P. 2007 ).
Persoalan yang muncul berkaitan dengan desain peralatan adalah berkaitan
dengan antropometri orang Indonesia adalah kompatibilitasnya dengan
antropometri tenaga kerja Indonesia. Permasalahan ini timbul karena semuanya
itu didesain bukan oleh orang Indonesia dan tidak berdasarkan pada data
antropometri tenaga kerja Indonesia, meskipun akhirnya hasil rancangan tersebut
akan dioperasikan oleh orang Indonesia. Karena itu perlu dilakukan pengukuran
data antropometri orang Indonesia untuk menjawab permasalahan yang
Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada lingkungan harus
disesuaikan dengan manusia di lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis
akan menimbulkan berbagai dampak negatif bagi penggunanya, (Liliana Y.P.
2007 ).
Peranan ergonomi dalam sistem kerja adalah untuk melindungi tenaga
kerja dari pengaruh negatif akibat pemakaian peralatan atau mesin yang tidak
serasi dengan gerakan kerja manusia. Dalam hal ini, ergonomi membuat peralatan
sesuai dengan pengguna sehingga memungkinkan terjadinya sikap kerja yang
alamiah pada tenaga kerja. Kondisi ini dapat mengurangi timbulnya penyakit
akibat kerja dan bahaya kecelakaan. Dengan menerapkan prinsip ergonomi di
tempat kerja dapat mengurangi beban kerja, yang artinya tenaga kerja dapat
memaksimalkan sistem kerjanya. Dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang
sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi
dengan tujuan utama menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya, ( Liliana
Y.P. 2007 ).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan pekerja
adalah dengan memperbaiki fasilitas kerja yang tidak ergonomis dalam arti desain
yang tidak sesuai dengan antropometri pengguna. Melalui data antropometri akan
didapatkan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk
yang akan dirancang sesuai dengan pekerja yang akan menggunakan produk
tersbut. Dalam hal ini, perancang produk harus mampu mengakomodasikan
rancangannya tersebut. Secara umum, sekurang-kurangnya 90%-95% dari
populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai produk haruslah mampu
menggunakan dengan selayaknya, ( Liliana Y.P. 2007 ).
2.7. Antropometri
Istilah Antropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan
“metri” yang berarti ukuran. Antropometri dapat diartikan sebagai satu studi yang
berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada umumnya
memiliki bentuk, ukuran, berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan lainnya.
Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara
lain dalam hal :
o Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain)
o Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas, dan sebagainya.
o Perancangan produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, komputer. o Perancangan lingkungan kerja fisik.
( Sritomo Wignjosoebroto, 1995 ).
Pada dasarnya peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil referensi
dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasikan seluruh range
ukuran tubuh dari populasi yang akan memakainya. Kemampuan penyesuaian
(adjustability) suatu produk merupakan satu prasyarat yang sangat penting dalam proses perancangan, terutama untuk produk yang berorientasi ekspor, ( Sritomo
Beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia dan
seorang perancang produk harus memperhatikan faktor tersebut, yaitu :
a. Umur Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan
bertambah besar dengan bertambahnya umur sejak awal kelahiran sampai
dengan umur sekitar 20 tahunan.
b. Jenis kelamin (Sex) Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuh wanita, kecuali untuk
beberapa ukuran tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.
c. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan
memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.
d. Posisi tubuh (Posture). Posisi tubuh akan mempengaruhi terhadap ukuran tubuh oleh sebab itu.
e. Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya
persyaratan dalam seleksi karyawan/stafnya. Misalnya: buruh
dermaga/pelabuhan harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih
besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya.
Apalagi dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.
f. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk
perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu,
dan lain-lain).
g. Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang
berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam bentuk
akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.
h. Kehamilan (pregnancy), dimana kondisi semacam ini jelas akan
mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut
jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang
dirancang bagi segmentasi seperti ini.
2.7.1. Prinsip Dalam Penggunaan Data Antropometri
Perancangan suatu fasilitas kerja ataupun produk hendaknya
memperhatikan prinsip-prinsip perancangan yang ada, yaitu:
1. Prinsip perancangan fasilitas kerja bagi individu dengan ukuran yang
ekstrim. Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran
produksi, yaitu:
a. Bisa sesuai ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim
dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.
b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain
(mayoritas dari populasi yang ada).
( Sritomo Wignjosoebroto, 1995 ).
Untuk memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan
ditetapkan dengan cara :
a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan
produk umumnya didasarkan pada nilai persentil terbesar seperti 90th,
95th atau 99 persentil.
nilai persentil yang paling rendah (1st, 5th, 10th persentil) dari distribusi data antropometri yang ada.
Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk
ataupun fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5th persentil untuk dimensi
maksimum dan 95th persentil untuk dimensi minimumnya, ( Sritomo
Wignjosoebroto, 1995 ).
2. Prinsip perancangan fasilitas dengan ukuran rata-rata.
Masalah pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka
yang berada dalam ukuran rata-rata, ( Sritomo Wignjosoebroto, 1995 ).
Berdasarkan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses
perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa langkah-langkah
yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Anggota tubuh mana yang nantinya akan difungsikan untuk
mengoperasikan rancangan tersebut.
b. Menentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan
tersebut.
c. Menetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti, apakah rancangan
tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang
fleksibel (adjustable) atau ukuran rata-rata.
d. Pilih persentase populasi yang diikuti ; 90th, 95th, 99th atau nilai persentil yang lain yang dikehendaki.
e. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasi selanjutnya, tetapkan
data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan.
3. Prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan.
Beberapa bagian tertentu dari peralatan atau fasilitas dapat dirancang
sehingga alat dapat disesuaikan dengan individu pemakainya. Biasanya mencakup
persentil 5 wanita sampai persentil 95 pria dari karakteristik yang relevan.
Tabel 2.5. Antropometri Posisi Berdiri dan Posisi Duduk
No. Nama Dimensi
1 Tinggi tubuh posisi berdiri tegak 2 Tinggi mata posisi berdiri tegak 3 Tinggi bahu posisi berdiri tegak
4 Tinggi siku posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)
5 Tinggi kepalan tangan yang berjulur lepas posisi berdiri tegak 6 Tinggi tubuh posisi duduk
7 Tinggi mata posisi duduk 8 Tinggi bahu posisi duduk 9 Tinggi siku posisi duduk 10 Tebal atau lebar paha
11 Panjang paha diukur dari pantat sampai ujung lutut
12 Panjang paha diukur dari pantat sampai bagian belakang dari lutut/betis 13 Tinggi lutut diukur baik dalam posisi berdiri maupun duduk
14 Tinggi tubuh posisi duduk yang diukur dari lantai sampai paha 15 Lebar dari bahu
16 Lebar pinggul/pantat
17 Lebar dari dada (tidak tampak dalam gambar) 18 Lebar perut
19 Panjang siku diukur dari siku sampai ujung jari dalam posisi siku tegak Lurus 20 Lebar kepala
21 Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai ujung jari 22 Lebar telapak tangan
23 Lebar tangan posisi tangan terbentang lebar ke samping kiri-kanan 24 Tinggi jangkauan tangan posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai
dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas
25 Tinggi jangkauan tangan posisi duduk tegak (tidak ditunjukkan dalam gambar) 26 Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan, diukur dari bahu sampai ujung jari tangan Sritomo Wignjosoebroto, 1995
2.7.2. Dimensi Antropometri
Dimensi anthropometri merupakan ukuran tubuh pada posisi tertentu.
Data ini dapat dimanfaatkan guna menetapkan dimensi ukuran produk yang
akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan
1. Posisi Duduk Samping
a. Tinggi Duduk Tegak (TDT), cara pengukuran yaitu dengan mengukur
jarak vertikal dari permukaan alas duduk samping ujung atas
kepala. Subjek duduk tegak dengan mata memandang lurus ke depan
dan lutut membentuk sudut siku-siku.
b. Tinggi Bahu Duduk (TDT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak
vertikal dari permukaan alas duduk samping ujung tulang bahu yang
menonjol pada saat subjek duduk tegak.
c. Tinggi Mata Duduk (TMD), cara pengukuran yaitu mengukur jarak
vertikal dari permukaan alas duduk samping ujung mata bagian
dalam. Subjek duduk tegak dan memandang lurus ke depan.
d. Tinggi Siku Duduk (TSD), cara pengukuran yaitu mengukur jarak
vertikal dari permukaan alas duduk samping ujung bawah siku kanan.
Subjek duduk tegak dengan lengan atas vertikal di sisi badan dan
lengan bawah membentuk sudut siku-siku dengan lengan bawah.
e. Tebal Paha (TP), cara pengukuran yaitu mengukur sybjek duduk
tegak, ukur jarak dari permukaan alas duduk samping ke permukaan
atas paha.
f. Tinggi Popliteal (TPO), cara pengukuran yaitu mengukur jarak vertikal
dari lantai sampai bagian bawah paha.
g. pinggul Popliteal (PP), cara pengukuran yaitu mengukur subjek duduk
tegak dan ukur jarak horizontal dari bagian terluar pinggul sampai
membentuk sudut siku-siku.
h. Pinggul Ke Lutut (PKL), cara pengukuran yaitu mengukur subjek
duduk dan ukur horisontal dari bagian terluar pinggul sampai ke lutut.
Paha dan kaki bagian bawah membentuk sudut siku-siku.
2. Posisi Berdiri.
a. Tinggi Siku Berdiri (TSB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak
vertikal dari lantai ke titik pertemuan antara lengan atas dan lengan
bawah. Subjek berdiri tegak dengan kedua tangan tergantung secara
wajar.
b. Panjang Lengan Bawah (PLB), cara pengukuran yaitu mengukur
subjek berdiri tegak dan tangan di samping, ukur jarak dari siku sampai
pergelangan tangan.
c. Tinggi Mata Berdiri (TMB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak
vertikal dari lantai sampai ujung mata bagian dalam (dekat pangkal
hidung). Subjek berdiri tegak dan memandang lurus ke depan.
d. Tinggi Badan Tegak (TBT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak
vertikal telapak kaki sampai ujung kepala yang paling atas, sementara
subjek berdiri tegak dengan mata memandang lurus ke depan
e. Tinggi Bahu Berdiri (TBB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak
vertikal dari lantai sampai bahu yang menonjol pada saat subjek berdiri
tegak
f. Tebal Badan (TB), cara pengukuran yaitu mengukur berdiri tegak dan
horisontal.
3. Posisi Berdiri Dengan Tangan Kedepan.
a. Jangkauan Tangan (JT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak
horisontal dari punggung samping ujung jari tengah dan subjek berdiri
tegak dengan betis, pantat dan punggung merapat ke dinding, tangan
direntangkan secara horisontal ke depan.
4. Posisi Duduk Menghadap Kedepan
a. Lebar Pinggul (LP), cara pengukuran yaitu mengukur subjek duduk
tegak dan ukur jarakhorisontal dari bagaian terluar pinggul sisi kiri
samping bagian terluar pinggul sisi kanan
b. Lebar Bahu (LB), cara pengukuran yaitu mengukur jarak horisontal
antara kedua lengan atas dan subjek duduk tegak dengan lengan atas
merapat ke badan dan lengan bawah direntangkan ke depan.
5. Posisi Berdiri Dengan Kedua Lengan Direntangkan.
a. Rentangan Tangan (RT), cara pengukuran yaitu mengukur jarak
horisontal dari ujung jari terpanjang tangan kiri samping ujung jari
terpanjang tangan kanan. Subjek berdiri tegak dan kedua tangan
direntangkan horisontal ke samping sejauh mungkin.
2.7.3. Rumus Pengujian Data Antropometri
Ada beberapa rumus pengujian data antrapometri diantaranya adalah :
1. Uji Keseragaman Data
data. Dari uji keseragaman data dapat diketahui apakah data berasal dari satu
populasi yang sama. Uji keseragaman data dilakukan melalui tahap-tahap
perhitungan yaitu:
a. Menghitung harga rata-rata dari harga rata-rata sub grup dengan :
n X
X
i ……….( 2. 1 )Dimana ;
X = Nilai rata - rata
i
X = Nilai data
n = Jumlah data
b. Menghitung standar deviasi (SD), dengan:
Untuk sampel :
1
)
(
2
n
X
X
i
………..( 2.2 )Dimana:
= Standar deviasi:
X = Nilai rata - rata
i
X = Nilai data
n = Jumlah data
c. Nilai Maksimum dan Minimum
Nilai maksimum merupakan nilai yang paling besar diantara data yang
nilainya. Nilai minimum merupakan nilai yang paling kecil diantara data yang
diperoleh. Untuk mendapatkan nilai minimum juga sama dengan nilai maksimum.
d. Menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah
(BKB) dengan rumus:
k X
BKA dan BKB X k
………..(2.3)Jika X min > BKB dan Xmaks < BKA maka Data Seragam
Jika X min < BKB dan Xmaks > BKA maka Data Tidak Seragam
Dimana ;
= Standar deviasi:
X = Nilai rata - rata
k = Harga indek tingkat kepercayaan, yaitu :
Tingkat kepercayaan 0% - 68% harga k adalah 1
Tingkat kepercayaan 68% - 95% harga k adalah 2
Tingkat kepercayaan 95% - 100% harga k adalah 3
2. Uji Kecukupan Data
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data anthropometri yang telah
diperoleh dari pengukuran sudah mencukupi atau belum. Uji ini dipengaruhi
oleh:
a. Tingkat Ketelitian (dalam persen), yaitu penyimpangan maksimum dari
hasil pengukuran terhadap nilai yang sebenarnya.
b. Tingkat Keyakinan (dalam persen), yaitu besarnya keyakinan/besarnya
probabilitas bahwa data yang kita dapatkan terletak dalam tingkat
Rumus uji kecukupan data:
………( 2.4 )
Dimana:
N’ = jumlah pengukuran yang seharusnya dilakukan
N = jumlah pengukuran yang sudah dilakukan
S = Tingkat ketelitian
Dengan ketentuan :
Jika N’ < N, maka data pengamatan cukup
Jika N’ > N, maka data pengamatan kurang, dan perlu tambahan data.
Nilai S untuk ketelitian tertentu ditunjukan pada tabel 2.7. berikut :
Tabel 2.6. Tingkat Ketelitian
Tingkat ketelitian Nilai
5% 0,05
10% 0,1
Sumber : Winjosoebroto, S. 1995.
2.7.4. Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data Antropometri
Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai
persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau
lebih rendah dari nilai tersebut. Misalnya 95% populasi adalah sama dengan atau
lebih rendah dari 95 persentil. 5% dari populasi berada sama dengan atau lebih
rendah dari 5 persentil. Besarnya nilai persentil dapat ditentukan dari tabel teori
probabilitas distribusi normal. Adapun gambar kurva distribusi normal dan tabel
perhitungan persentil dapat dilihat pada Gambar 2.10, ( Poerwanto, 2008 ).
Gambar 2.2. Kurva DistribusiNormal.
Adapun pemakaian nilai-nilai percentiles yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data anthropometri dalam tabel 2.6. berikut:
2.7.5. Uji Kenormalan Data dengan Komlogorov Smirnov Test
Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi di bawah
0,05 berarti terdapat perbedaan yang signifikan, dan jika signifikansi di atas 0,05
maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Penerapan pada uji Kolmogorov
Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05 berarti data yang akan diuji
mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data
tersebut tidak normal.
Pada dasarnya uji normalitas merupakan perbandingan antara data yang kita
miliki dengan data berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang
sama dengan data kita. Data yang mempunyai distribusi yang normal merupakan
salah satu syarat dilakukannya parametric-test. Untuk data yang tidak mempunyai distribusi normal tentu saja analisisnya menggunakan non parametric-test.
Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi
normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score
dan diasumsikan normal. Terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang
akan diuji dengan data normal baku artinya data yang kita uji normal tidak
berbeda dengan normal baku, ( Andi, S. 2008 ).
Adapun yang diperbandingkan dalam suatu uji Kolmogorov-Smirnov
adalah distribusi frekuensi kumulatif hasil pengamatan dengan distribusi frekuensi
Langkah- langkah yang diperlukan dalam pengujian ini adalah:
1. Susun data dari hasil pengamatan mulai dari nilai pengamatan
terkecil sampai nilai pengamatan terakhir.
2. Kemudian susunlah distribusi frekuensi kumulatif relatif dari nilai
pengamatan tersebut, dan notasikanlah dengan Fa (X).
3. Hitunglah nilai Z dengan rumus :
X
Xi
Z ……….( 2.5 )
Dimana :
Z = satuan baku pada distribusi normal
Xi = data ke-i
X = nilai rata-rata
σ = standar deviasi
4. Hitung distribusi frekuensi kumulatif teoritis (berdasarkan area kurva
normal) dan notasikan dengan Fe (X).
5. Hitung selisih antara Fa (X) dengan Fe (X).
6. Statistik uji Kolmogorov-Smirnov ialah selisih absolut terbesar Fs(xi) dan
Ft(xi) yang juga disebut deviasi maksimum D, ditulis sebagai berikut :
) ( )
( i t i
s x F x
F
D maks = 1,2,3,….N……….( 2.6 )
7. Bandingkan nilai D yang diperoleh dengan Dα, maka kriteria
pengambilan keputusannya adalah:
2.8. Peta - Peta Kerja
Peta kerja atau sering disebut peta proses (process chart) merupakan alat komunikasi yang sistematis dan logis guna menganalisa proses kerja dari tahap
awal sampai akhir. Melalui peta proses ini dapat diperoleh informasi-informasi
yang diperlukan untuk memperbaiki metoda kerja, antara lain:
1. Benda kerja, berupa gambar kerja, jumlah, spesifikasi material, dimensi
ukuran pekerjaan, dan lain-lain.
2. Macam proses yang dilakukan, jenis dan spesifikasi mesin, peralatan
produksi, dan lain-lain.
3. Waktu operasi untuk setiap proses atau elemen kegiatan di samping total
waktu penyelesaiannya.
4. Kapasitas mesin ataupun kapasitas kerja lainnya yang dipergunakan.
Lewat peta-peta ini dapat dilihat semua langkah atau kejadian yang
dialami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk ke pabrik hingga sampai
akhirnya produk jadi dan siap dipasarkan. Apabila dilakukan studi yang seksama
terhadap suatu peta kerja, maka pekerjaan dalam usaha memperbaiki metode kerja
dari suatu proses produksi akan lebih mudah dilaksanakan. Perbaikan yang
mungkin dilakukan antara lain dapat menghilangkan operasi-operasi yang tidak
perlu, ( Sritomo, 1995 )
2.8.1. Lambang-Lambang yang Digunakan
lambang seperti pada Tabel 2.9. Selain lima lambang standar, terdapat juga
lambang aktivitas gabungan yang digunakan untuk mencatat kegiatan yang
memang terjadi selama proses berlangsung.
Tabel 2.8. Lambang-Lambang yang Digunakan
No. Lambang Arti Contoh
1. Lingkaran Operasi, benda kerja mengalami
perubahan sifat atau bentuk, baik fisik maupun kimiawi.
2. Segiempat Pemeriksaan, terjadi apabila
benda kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas.
Panah Transportasi, terjadi bila benda kerja, pekerja atau perlengkapan mengalami perpindahan tempat dan bukan bagian dari proses operasi. bubut ke mesin frais.
4. Huruf D Menunggu, terjadi apabila benda
kerja, pekerja atau perlengkapan tidak mengalami kegiatan
apa-5. Segitiga Penyimpanan, terjadi apabila
benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama.
Dokumen-dokumen apabila antara aktivitas dan pemeriksaan dilakukan secara bersamaan atau dilakukan pada suatu tempat kerja.
Perakitan benda kerja.
2.8.2. Macam-Macam Peta Kerja
Pada dasarnya peta-peta kerja yang ada sekarang bisa dibagi dalam dua
kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu:
1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja
keseluruhan.
2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja
setempat.
Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan apabila kegiatan
tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk
membuat produk yang bersangkutan. Sedangkan suatu kegiatan disebut kegiatan
kerja setempat, apabila kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang
biasanya hanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas. Hubungan
antara kedua macam kegiatan di atas akan terlihat bila untuk menyelesaikan suatu
produk diperlukan beberapa stasiun kerja, dimana satu sama lainnya saling
berhubungan, ( sultalaksana, I. Z, 2006 )
Hasil perbaikan keadaan sekarang dinyatakan dalam peta-peta kerja yang
menggambarkan cara yang diusulkan. Bila dibuat flowchart dari langkah-langkah untuk melakukan perbaikan kerja, masing-masing peta kerja yang termasuk dalam
kedua kelompok di atas, antara lain:
1. Peta kerja untuk menganalisis kegiatan kerja keseluruhan.
Yang termasuk peta kerja keseluruhan yaitu :
c. Peta Proses Perakitan (Assembly Process Chart) d. Peta Proses Kelompok Kerja (Gang Process Chart)
e. Diagram Aliran (Flow Diagram)
2. Peta-peta kerja untuk menganalisis kegiatan kerja setempat.
Yang termasuk peta kerja setempat yaitu :
a. Peta Pekerja dan Mesin (Man-Machine Chart)
b. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
( sultalaksana, I. Z, 2006 )
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini metodologi penelitian digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah pemecahan masalah. Tahapan-tahapan di dalam suatu penelitian, pengerjaannya harus dilakukan dengan cermat, kritis dan sistematis.
Hasil dari suatu tahapan merupakan masukan bagi tahapan selanjutnya, dan menguraikan sistem penelitian secara rinci dan tepat sasaran. Melakukan pengumpulan data baik melalui buku-buku maupun melalui studi pengamatan, melakukan sistem berdasarkan data untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan metode yang di ambil dalam penelitian ini, sampai dengan menarik kesimpulan dari permasalahan yang di teliti.
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk dalam metode penelitian deskriptif
(Deskriptif Research).
Dalam penelitian ini akan dilakukan indentifikasi ergonomi yang mengasilkan penilaian cara kerja apakah sudah sesuai dengan prinsip ergonomi atau belum. Metode yang digunakan adalah Quich Exposure Checklist (QEC).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sejak di keluarkanya SK pembimbing (TGA), dan direncanakan berakhir pada bulan September 2014. Secara kesrluruhan, waktu penelitian dapat dilihat tabel 3.1 dibawah ini.
Tabel. 3.1 Pelaksanaan Rencana Penelitian
Kegiatan
Indentifikasi dan Perumusan
Masalah Diskusi Ide Proposal Studi Pengamatan dan
Literatur Pembuatan Proposal Konsultasi Proposal Penyebaran Kuesioner Pengumpulan Data Primer dan
Skunder
Pembuatan kue karah merupakan perusahaan industri kecil makanan tradisional Aceh, kususnya di Aceh Barat dengan melihat kondisi postur kerja yang di alami oleh operator pembuat kue karah apakah sudah sesuai dengan prinsip ergonomi.
3.4. Identifikasi Variabel Penelitian
3.4.1. Variabel Independen
Variabel independen yang berpengaruh terhadap perancangan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Postur kerja
kerja aktual akan dinilai untuk menilai postur kerja yang dapat menimbulkan resiko cedera otot setelah itu akan dijadikan pertimbangan untuk memberikan usulan perancangan fasilitas baru yang sesuai dengan pola kerja operator yang lebih aman dan nyaman sehingga dapat meminimalkan resiko cedera otot.
2. Antropometri tubuh operator
Pengukuran data antropometri tubuh operator pembuat kue karah digunakan untuk mendapatkan dimensi dari bagian tubuh operator yang akan dijadikan dasar perancangan fasilitas kerja yang baru agar terjadi kesesuaian fasilitas kerja dengan dimensi tubuh operator pembuat kue karah.
3.4.2. Variabel Dependen
kerja yang sesuai dengan pola pembuatan kue karah dan sesuai dengan dimensi tubuh operator, diharapkan akan meminimalkan resiko cedera otot operator.
3.4.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu rancangan pikiran dalam melakukan penelitian yang teratur dan terarah. Kerangka konseptual menguraikan konsep berpikir sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah dengan bentuk diagram, yang memperhatikan hubungan antarvariabel keputusan untuk dapat dianalisis, ( Haryoko, Sapto, 2008 ).
Adapun kerangka konseptual untuk rancangan penelitian ini ditunjukkan pada gambar 3.1 sebagai berikut :
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan antara lain adalah: 1. Tabel postur kerja QEC untuk penilaian postur kerja operator.
2. Kamera handphone ASIAFONE digital 1600X1200 Optical Aspheric Lens
2 Megapixel.
3. Meteran siku, untuk menentukan batas titik pengukuran dimensi tubuh. 4. Meteran saku, untuk pengukuran dimensi tubuk secara vertikal dan
horizoltal ( tegak lurus ).
5. Meteran kain, untuk pengukuran dimensi lengkuk tubuh.
6. Stopwatch, Digunakan untuk mengambil data waktu siklus pembuatan kue
karah
3.6. Pengolahan Data
Data yang diperoleh berasal dari pengrajin kue tradisional yaitu pada proses pembuatan kue karah secara manual dan tradisional. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dilakukan pengolahan data, untuk dapat di gunakan dalam penelitian, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Data postur kerja operator, data ini dikumpulkan melalui pengamatan langsung di lapangan dengan mengambil sampel operator yang bekerja pada bagian pembuat kue karah dengan menggunakan daftar tabel isian postur kerja dengan metode QEC.
bantu kerja, dengan alat ukur meter dengan sampel operator yang bekerja di bagian pembuatan kue karah, yang meliputi data antropometri : uji keseragaman data, uji kecukupan data dan uji kenormalan data
3.7. Analisis dan Pemecahan Masalah
Analisis dan pemecahan masalah yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Analisis kondisi kerja aktual dengan cara melakukan analisis hasil postur kerja dengan metode QEC.
2. Perancangan fasilitas mesin kerja usulan. Dalam melakukan perancangan mesin kerja secara semi otomatis, yang menjadi pertimbangannya adalah dimensi dan bentuk yang ergonomi yang sama dengan pola kerja pembuatan kue karah dan sesuai dimensi operator.
3.7.1. Tahapan Pengolahan Data
3.7.2. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan rumus Slovin.
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat memiliki beberapa Desa di antaranya adalah Meureubo, Bakti Jaya, Balee, Bulo, Gunong Kleng, Langung, Mesjid Tuha, Pasi Aceh Baro, Pasi Aceh Tunong, Pasi Mesjid, Paya baro Ranto Panyang, Paya Peunaga, Peunaga Cut Ujung, Peunaga Pasi, Peunaga Rayeuk, Pucok Reudeup, Pulo Reungoh Ranto Panyang, Ranto Panyang Barat, Ranto Panyang Timur, Ranub Dong, Reudeup, Sumber Batu, Ujung Tanjong, Ujong Tanoh Darat, Ujong Drei.
Dari desa-desa tersebut terdapat beberapa usaha pengrajin kue tradisional (Kue Karah) yang aktif dan terdaftar di “ DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH ” di antaranya adalah desa Meureubo, Langung, Ujung Drien, Ujung Tanjung, Peunaga, jumlah populasi pengrajin kue tradisional (kue karah) di Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, terlihat pada tabel 3.2 dibawah ini.
Tabel 3.2. Data Pengrajin Kue tradisional (Kue Karah) Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
No Nama Desa Populasi Sampel
1 Meureubo 6 5 2 Langung 74 18 3 Ujung Drien 7 5 4 Ujung Tanjung 1 1 5 Peunaga 2 1
Total 90 30
Sumber : hasil pengolahan data
Contoh pengambilan data sampel desa langung dengan rumus slovin pada tingkat kelonggaran ketelian 20%.
Rumus Slovin : N
d 21N n
= n
3.96 18,7 18sampel 741 2 2 . 0 74
74
3.7.3. Proses Produksi Pembuatan Kue Karah Aktual
Pada proses produksi pembuatan kue karah yang secara manual atau tradisional memiliki berbagai tahapan produksi, berikut adalah Flow Process
Chart pembuatan kue karah aktual.
3.7.4. Perhitungan Produksi Kue Tradisional (Kue Karah)
Proses produksi pembuatan kue karah di lakukan selama 4-5 jam kerja dengan produksi 3 menit perunit produksi, berikut perhitungan produksi pembuatan kue karah yang di lakukan selama 4 jam kerja.
Produksi produk per/jam unit
menit
menit 30
2
60
Proses produksi produk kue karah selama 4 jam kerja
Produksi produk selama 4 jam kerja = 30 Unit X 4 Jam kerja = 120 Unit produksi
3.7.5. Pemecahan Masalah
Hasil dari analisis yang telah dilakukan, selanjutnya akan ditindak lanjuti dengan memberikan solusi atau pemecahan masalah yang berguna untuk mengatasi permasalahan yang ada sehingga dapat terelalisasi dengan semestinya.
3.7.6. Kesimpulan dan Saran
3.7.7. Gambaran Kegiatan Pembuatan Kue Karah
Pengambilan Adonan Ke Gudang Penyimpanan Cetakan
Mengambil Alat Cetakan
Mengetuk Alat Cetakan Dengan Alat Bantu
Gambaran Kegiatan Pembuatan Kue Karah (Lanjutan )
Melipat dan Membentuk Kue Dengan Alat Bantu
Mengangkat dan Meniriskan kue Ke Wadah Penirisan
Meniriskan kue
59
4.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang di lakukan pada penelitian ini merupakan data
primer dengan melalui pengisian penyebaran kuisioner pengamatan postur kerja
dengan QEC, pengukuran data antropometri dengan alat ukur meter, observasi
dan wawancara terhadap operator pada stasiun pembuatan kue karah dan juga di
lengkapi dengan data skunder, yaitu, data rekapitulasi kesehatan masyarakat yang
ada di puskesmaes Meureubo, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat,
pada lampiran A, dan data populasi pengrajin kue tradisional (kue karah) yang
terdapat di kantor dinas koperasi industri kecil dan menengah perindustrian dan
perdagangan Kabupaten Aceh Barat, pada lampiran B.
4.1.1. Elemen Kegiatan Pada Kondisi Aktual
Elemen kerja pada kondisi aktual pembuatan kue karah memiliki beberapa
jenis kegiatan yanag terdiri dari beberapa t ahapan proses pembuatan kue
karah, diantaranya adalah proses pengambilan adonan ke gudang penyimpanan
cetakan, mengambil alat cetakan, mengetuk alat cetakan dengan alat bantu,
meletakan alat cetakan kewadah penampungan adanan, melipat dan membentuk
kue dengan alat bantu, mengangkat dan meniriskan kue ke wadah penirisan,
meniriskan kue ke wadah penirisan dan penyimpanan, kegiatan tahapan-tahapan
Gambar 4.1. Blok Diagram Proses Pembuatan Kue Karah
Dari beberapa proses kerja pembuatan kue karah ini yang di lakukan
secara manual dan tradisional terlihat postur kerja yang tidak ergonomi, maka dari
itu akan dilakukan pengamatan dari postur kerja terhadap operator dengan metode
QEC untuk menilai level tindakan yang dilakukan oleh operator.
Untuk membuktikan adanya resiko kerja yang tidak ergonomi, maka
dilakukan penilaian postur kerja dengan menggunakan metode QEC. Penilaian
dapat menyebabakan munculnya resiko akibat kerja, hasil data dari kenyebaran
kuesionerQuick Exposure Check (QEC) dapat di lihat pada lampiran C.
4.1.2. Data Antropometri
Dalam perancangan mesin pembuat kue karah secara ergonomi, dibutuhkan
beberapa dimensi tubuh operator agar dapat disesuaikan dengan dimensi mesin
kue karah yang akan dirancang. Sehingga pada saat akan melakukan proses
produksi pembuatan kue karah dengan menggunakan mesin ini, tidak
menyebabkan resiko keluhan sakit otot, pengukuran dimensi tubuh dilakuakan
dengan alat ukur meter, pemilihan dimensi bagian tubuh yang akan diukur
ditentukan berdasarkan rancangan mesin yang akan dirancang untuk mendapatkan
postur kerja yang ergonomis serta aman dan nyaman.
Adapun dimensi antropometri yang diukur yaitu :
a. Tinggi Mata Berdiri (TMB) digunakan untuk menentukan tinggi batang
besi mesin.
b. Jangkauan Tangan (JT) digunakan untuk menentukan jarak jangkauan
tangan operator terhadap kontrol panel mesin.
c. Diameter Genggaman Tangan (DGT) digunakan untuk gengaman tangan
batang engkol besi dudukan mesin dan dudukan alas kompor.
Data dimensi tubuh yang diperlukan dalam perancangan mesin pembuat
Tabel 4.1. Data Antropometri 30 Operator Pembuat Kue Karah
Sumber : Hasil Dari Pengukuran Dimensi Tubuh 30 Operator
Data dimensi tubuh yang telah ada selanjutnya akan diolah dengan
melakukan beberapa pengujian yang terdiri dari uji keseragaman data, uji
kecukupan data dan uji kenormalan data, dimensi tubuh operator pembuat kue
4.2. Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini adalah pengolahan yang berkaitan
untuk merancang mesin pembuat kue tradisional (kue karah) secara ergonomi.
Berikut akan diuraikan secara lengkap pengolahan data dari tugas akhir ini.
4.2.1. Pengolahan Data Postur Kerja Dengan Metode QEC
Kegiatan kerja menunjukkan operator sedang pengambilan adonan ke gudang
penyimpanan cetakan secara manual dan tradisional. Gambaran kerja aktual pada
proses produksi pembuatan kue karah dapat di lihat pada gambar 4.2. di bawah
ini.
1. Pengambilan Adonan Ke Gudang Penyimpanan Cetakan
Gambar 4.2. Pengambilan Adonan Ke Gudang Penyimpanan Cetakan
Kuisioner QEC oleh pengamat dan pekerja pada kegiatan pengambilan
adonan ke gudang penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4.2, dan penilaian skor