• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Earning Response Coefficient (ERC) - Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Csr), Firm Size, Dan Struktur Modal Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertamban

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Earning Response Coefficient (ERC) - Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Csr), Firm Size, Dan Struktur Modal Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertamban"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Earning Response Coefficient (ERC)

Studi peristiwa merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar atas suatu perisitiwa (event) yang informasinya dipublikasikan sebagai suatu pengumuman (Subekti, 2005). Studi tersebut bertujuan untuk mengukur hubungan atau pengaruh suatu peristiwa atau informasi dengan reaksi pasar. Jika suatu pengumuman mengandung informasi maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar dan reaksi pasar ditunjukan dengan adanya perubahan harga dari sekuritas yang besangkutan.

(2)

11 Asumsi yang menjadi landasan penelitian ERC adalah bahwa investor merespon secara berbeda terhadap informasi laba akuntansi sesuai dengan kredibilitas atau kualitas informasi laba akuntansi tersebut (Syafrudin, 2004). Laporan yang diumumkan dikatakan memiliki kandungan informasi jika jumlah lembar saham yang diperdagangkan menjadi lebih besar ketika earning diumumkan dibandingkan waktu lain (Beaver, 1968 dalam Subekti 2005). Jadi, dalam hal ini pasar akan bereaksi terhadap informasi yang diberikan oleh perusahaan baik itu informasi yang bersifat positif maupun negatif. Selama laporan keuangan dapat memberikan informasi yang akan dapat merubah harapan investor terhadap perusahaan, maka informasi tersebut akan terefleksi dalam volume perdagangan perusahaan dan perubahan harga saham.

Beberapa penelitian yang menyatakan bahwa respon pasar terhadap laba di masing-masing perusahaan dapat bervariasi dan tidak konstan. Beberapa penelti yang memiliki pendapat tersebut adalah Easton dan Zmijweski (1989) dan Collins dan Khotari (1989). Pihak lain yang mengatakan bahwa Earning Response Coefficient relative tidak berubah dan tetap, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kormendi dan Lipe (1987).

(3)

12 dan memiliki kesempatan bertumbuh yang tinggi. Sedangkan beta dan struktur modal berhubungan negatif terhadap ERC. Apabila nilai beta dan struktur modal semakin tinggi, maka nilai ERC akan semakin rendah (Scott, 2009). Peningkatan laba (sebelum bunga) bagi perusahaan high levered berarti bahwa kondisi perusahaan semakin baik bagi pemberi pinjaman dibandingkan bagi pemegang saham. Oleh karena itu, perusahaan yang high levered memiliki ERC yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang low levered. Infomativeness harga pasar saham perusahaan tersebut diproksi dengan ukuran perusahaan. Semakin besar perusahaan maka akan semakin banyak informasi perusahaan yang tersedia untuk publik sehingga nilai informativeness harga saham semakin tinggi. Nilai kandungan informasi perusahaan dan ERC berbanding terbalik sehingga jika nilai informativeness suatu perusahaan semakin tinggi, maka ERC akan semakin rendah.

(4)

13 2.1.2 Corporate Social Responsibility (CSR)

Tujuan utama emiten dalam menjalankan opersional perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang maksimal dari kegiatan operasional yang dilaksanakan. Hal ini menyebabkan perusahaan lalai dalam memperhatikan komunitas dan lingkungan. Pencemaran lingkungan, ketidaksejahteraan masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan, bencana alam yang terjadi akibat aktivitas perusahaan dan dampak negatif lainnya dari aktivitas perusahaan yang dirasakan oleh masyarakat terjadi akibat ketidakpedulian perusahaan terhadap hal-hal lain diluar kegiatan bisnisnya.

Secara global setelah penerbitan buku Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Businness karya John Elkington pada tahun 1998 melalui pengembangan konsep single bottom line yang hanya berorientasi pada profit menjadi konsep triple bottom line menambahkan unsure people dan planet sebagai faktor yang mempengaruhi profit yang menjadi tujuan utama perusahaan. Hal ini menimbulkan kesadaran masyakarat secara global dalam memahami apa-apa saja yang menjadi hak mereka dan hal-hal apa-apa saja yang menjadi tanggung jawab perusahaan.

(5)

14 Adisusilo (2011), menyatakan dari waktu ke waktu semakin banyak informasi alternative yang tersedia selain informasi akuntansi bagi investor di pasar modal. Informasi tersebut memberi pengaruh yang cukup besar kepada investor dalam memberi penilaian pada perusahaan. Dari sudut pandang ekonomi, perusahaan akan mengungkapkan suatu informasi jika informasi tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan (Verecchia, 1983 dalam Basalamah dan Jermias, 2005). Pengungkapan informasi CSR diharapkan memberikan informasi tambahan kepada para investor selain dari yang sudah tercakup dalam laporan keuangan.

Definisi CSR menurut World Bank dalam Public Policy for Corporate Social Responsibility tahun 2003 adalah “the commitment of business to contribute to sustainable economic development, working with employees, their

families, the local community and society at large to improve quality of life, in

ways that are both good for business and good for development”. Berdasarkan definisi World Bank tersebut, CSR diartikan sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja sama dengan pekerja, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat secara luas untuk meningkatkan kualitas hidup, dengan cara-cara yang baik untuk bisnis dan juga baik untuk pembangunan.

(6)

15 penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang.

Pada tanggal 20 Juli 2007 pemerintah mengesahkan Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur kewajiban perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility. Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 dalam pasal 1 butir 3 mendefinisikan tanggung jawab sosial sebagai komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

Pelaksaanaan CSR di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74, yang berbunyi:

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

(7)

16 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan diatur dengan aturan pemerintah.

Informasi mengenai pelaksanaan CSR masing-masing perusahaan bias dilihat dalam laporan tahunan (annual report) perusahaan. Laporan tahunan ini menyajikan informasi mengenai aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan perusahaan, perkembangan, kinerja dan pencapaian yang berhasil diraih perusahaan selama satu tahun. Selain itu, laporan tahunan juga memuat laporan keuangan perusahaan yang memberi informasi mengenai laba yang diperoleh perusahaan selama satu periode.

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting (Mathews, 1997) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara kesuluruhan.

2.1.3 Firm Size atau Ukuran Perusahan

(8)

17 berdasarkan total asset perusahaan mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Ardila (2012).

Ukuran perusahaan juga merupakan salah satu indikator dalam menilai pengalaman dan kemampuan tumbuhnya suatu perusahaan dan digunakan dalam menilai kemampuan dan tingkat risiko dalam mengelola investasi yang diberikan para Stockholder untuk meningkatkan kemakmuran mereka. Total aktiva perusahaan dapat menjadi tolak ukur tingkat kedewasaan perusahaan tersebut dimana perusahaan yang memiliki total aktiva besar dapat dikatakan perusahan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini perusahaan mempunyai prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, diprediksi relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan perusahaan kecil. Jika prospek perusahaan perusahaan baik karena lebih mampu menghasilkan laba maka akan dapat menarik investor untuk menanamkan dananya pada perusahaan tersebut.

Ukuran perusahaan mempengaruhi kebijakan hutang yang dipakai oleh perusahaan tersebut. Publik lebih banyak menerima informasi dari perusahaan besar dibanding dengan perusaan kecil, hal ini memberikan keuntungan tersendiri pada perusahaan besar. Namun untuk penggunaan hutang lebih banyak digunakan oleh perusahaan besar dibandingkan dengan perusahaan kecil.

(9)

18 pada perusahaan-perusahaan besar, akan meningkatkan Earning Response Coefficients dalam jangka panjang. Penelitian Naimah dan Utama (2003) dalam Adisusil (2012) menyatakan bahwa Earnings Response Coefficients ditemukan lebih besar pada perusahaan besar. Beberapa penelitian yang diungkapkan oleh Cho dan Jung (1991) mendukung adanya pengaruh positif antara Earnings Response Coefficient dan ukuran perusahaan..

2.1.4 Struktur Modal

Perusahaan tentu memerlukan modal dalam menjalankan aktifitas operasionalnya. Modal tersebut dapat diperoleh dari internal perusahaan maupun dari eksternal perusahaan. Dalam menentukan sumber dan jumlah modal yang akan dipakai dalam aktivitas operasionalnya perusahaan harus memiliki keputusan pendanaan yang baik.

Keputusan pendanaan atau keputusan atas struktur modal merupakan suatu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi utang, saham preferen dan saham biasa yang harus digunakan oleh perusahaan. Keputusan struktur modal secara langsung berpengaruh terhadap besarnya resiko yang ditanggung oleh pemegang saham beserta besarnya tingkat pengembalian atau tingkat keuntungan yang diharapkan (Brigham dan Houston, 2001). Oleh karena itu kebijakan pendanaan yang tepat harus diterapkan dalam setiap emiten.

(10)

19 dana dari peserta yang mengambil bagian dari perusahaan yang akan menjadi modal sendiri. Apabila perusahaan melakukan pinjaman kepada pihak di luar perusahaan maka akan timbul utang sebagai konsekuensi dari pinjamannya tersebut dan berarti perusahaan telah melakukan financial leverage. Semakin besar utang maka financial leverage juga akan semakin besar. Berarti resiko yang dihadapi perusahaan akan semakin besar karena utangnya tersebut.

Ketika perbandingan laba lebih besar dibandingakan beban bunga yang timbul akibat penggunaan hutang maka financial leverage dianggap menguntungkan. Sebaliknya financial leverage di anggap merugikan ketika laba yang diperoleh lebih kecil dari pada beban bunga yang timbul akibat penggunaan utangnya tersebut.

Beberapa teori yang berkaitan dengan stuktur modal adalah :

1. Miller & Modiglani (M&M) Proposition Theori

Miller & Modiglani (1958) menyatakan definisi operasional dari biaya modal dan dasar teori investasi. Dalam teori ini secara ekspilisit mengakui tidak adanya hubungan antara pendanaan dan investasi. Hal ini mengungkapkan bahwa antara perusahaan yang menggunakan dana hutang sebagai sumber pendanaan dan perusahaan yang tidak menggunakan hutang dalam pendanaan tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan.

(11)

20 Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001:81), “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat utang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Financial distress biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal menggunakan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan utang.

1. Pecking Order Theory

Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal.

2. Signaling Theory

(12)

21 menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham merupakan suatu signal bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila penawaran saham baru meningkat dibandingkan jumlah penawaran normal maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.

2.1.5 Teori Stakeholders

Teori ini menyatakan bahwa perusahaan harus mampu memperhatikan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) secara seimbang dan tidak hanyamemperhatikan kepentingan para pemegang saham (shareholders). Kemampuan perusahaan untuk melaksanakan hal ini sangat menentukan kesuksesan dan keberlangsungan hidup (sustainability) perusahaan dalam jangka panjang.

Menurut Meutia (2008) dalam Adisusilo (2011) teori stakeholders menjelaskan pengungkapan sosial perusahaan sebagai cara untuk berkomunikasi dengan stakeholders, dan memiliki 2 cabang yaitu:

(13)

22 menyatakan bahwa organisasi bertanggungjawab kepada semua stakeholders untuk mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan.

2. Cabang positive menjelaskan bahwa pengungkapan sosial perusahaan merupakan cara untuk mengelola hubungan organisasi dengan kelompok stakeholders yang berbeda. Semakin penting stakeholders bagi organisasi semakin besar usaha yang dilakukan untuk mengelola hubungan tersebut.

2.1.6 Teori Signaling

Signal atau isyarat adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan (Brigham dan Houston,2001). Menurut Brigham dan Houston (2001), Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.

(14)

23 information). Asymmetric information adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (lebih baik) tentang prospek perusahaan dibandingkan dengan yang dimiliki oleh investor (Brigham, 2011).

Berdasarkan teori signalling, informasi yang terkandung dalam laporan keuangan merupakan suatu sinyal yang dapat mempengaruhi nilai saham. Dengan demikian pihak manajemen cenderung selalu berupaya untuk menyampaikan informasi yang baik kepada pasar dan cenderung menyembunyikan kondisi perusahaan yang sebenarnya dengan tujuan menambah nilai perusahaan agar para shareholders atau investor menanamkan modal dalam perusahaan untuk membiayai proyek yang sedang dan akan dikerjakan serta memungkinkan adanya beberapa investor yang mendapatkan informasi lebih banyak tentang perusahaan dari pihak manajemen yang tidak oleh investor lainnya.

Asymmetric information ini pada kenyataannya justru mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan shareholders sehingga untuk mengatasinya perusahaan yang memiliki nilai yang tinggi perlu melakukan signalling melalui kebijakan akuntansi perusahaan. Menurut Jogiyanto (2000), ada beberapa penjelasan yang mendasari penyebaran informasi asimetris (asymmetric information) menjadi informasi simetris (symmetric information), yaitu :

1. Informasi privat disebarkan ke publik secara resmi melalui pengumuman oleh perusahaan emiten

(15)

24 3. Investor yang mendapat informasi secara privatakan melakukan tindakan

yang spekulatip (speculative behavior)

4. Teori ekspektasi rasional (rational expectation theory) menjelaskan bahwa investor yang tidak mendapatkan informasi tersebut akan melakukan transaksi dengan mengikuti transaksi yang dilakukan oleh investor yang mempunyai informasi dengan cara mengamati perubahan dari harga yang terjadi.

2.1.7 Teori Legitimasi

(16)

25 2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Earning Respons Coeficient yang telah dilakukan sebelumnya adalah :

1. Adisusilo (2011) meneliti tentang pengaruh pengungkapan informasi Corporate Social Responsibility terhadap Earning Response pada perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEJ) pada tahun 2009. Sampel penelitian yaitu berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, diperoleh sebanyak 39 perusahaan sebagai sample penelitian selama satu tahun. Pengujian dilakukan dengan menggunakan regresi berganda. Penelitian ini menyimpulkan adanya pengaruh yang signifikan dan negatif antara CSR terhadap ERC secara parsial.

2. Sri Mulyani dkk (2007) melakukan penelitian untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi earning response yang terdiri dari persistensi laba, struktur modal, risiko sistematik atau beta, kesempatan bertumbuh, ukuran perusahaan, dan kualitas auditor pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) tahun 2001-2005. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semua faktor mempengaruhi earning response, kecuali kualitas auditor yang tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Earning Response. Penelitian ini dilakukan terhadap 255 perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta.

(17)

26 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama periode 1995-2005. Sample yang di gunakan adalah 91 perusahaan yang dipilih menggunakn metode purposive sampling method. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa apabila menerapkan akuntansi konservatis memiliki Earning Response Coefficient yang lebih rendah dibanding yang tidak.

4. Mawarti (2007) menganalisis dan mengkaji pengaruh income smoothing terhadap earning response pada perusahaan manufaktur di BEJ. Populasi sasaran dalam peneliian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ sebelum tahun 2001, menerbitkan laporan keuangan per 31 Desember pada tahun 2004 sampai 2006, tersedia data mengenai harga saham selama periode estimasi dan periode pengamatan, tersedia data mengenai tanggal pengumuman laba dan tidak mengalami kerugian selama periode peneltian. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa tindak perataan laba memberikan pengaruh yang negatif terhadap reaksi pasar. 5. Retuningdiah (2010) melakukan penelitian untuk mengetahui perataan

(18)

27 variabel moderating bagi penelitian ini melainkan independent predictor tersendiri bagi reaksi pasar.

6. Ngadiman dan Hartini (2011) menganalis beberapa faktor yang mempengaruhi Earning Response, diantaranya ukuran perusahaan, persistensi laba, struktur modal, dan variabel indikator. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2009. Penelitian ini menggunakan metode analisi regresi berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukan Earning Response Coefficient dipengaruhi secara signifikan oleh perisitensi laba. Selain itu, ukuran perusahaan, struktur modal, dan variabel indicator tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Earning Response Coefficient.

(19)

28 Responsibility berpengaruh secara simultan terhadap Earning Response Coefficient.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1 Adisusilo

(2011)

Pengaruh Pengungkapan

Informasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Laporan Tahunan Terhadap Terdaftar di Bursa Efek Jakarta

Earning Response Coefficient struktur modal dan besar perusahaan

Pengaruh Income

Smoothing (Perataan

(20)

29

Earning Respone Pada Perusahaan

Manufaktur di Bursa Efek Jakarta (BEJ)

Variabel dependen

5. Retuningdiah

(2010)

Perataan Laba Terhadap Reaksi Pasar

Dengan Mekanisme GCG dan CSR Disclousure

Variabel dependen : Perataan laba dengan GCG dan

CSR Disclousure

sebagai variabel Modal dan Variabel Indikator Terhadap Koefisien Respon Laba Akuntansi

Perusahaan Yang

Terdaftar di BEI Untuk Tahun 2009

(21)

30

Yang Mempengaruhi Earning Response

Coefficient (Studi

Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index)

: persistensi laba, struktur modal,

(22)

31 2.3 Kerangka Konseptual dan Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Kerangka konseptual Earning Response Coefficient dalam penelitian ini dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu pengungkapan Corporate Social Responsibility , firm size dan kualitas auditor.

2.3.2 Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap ERC

Berdasarkan Legitimacy Theory menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan nilai-nilai sosial (social contract), maka pengungkapan tanggung jawab sosial Pengungkapan Corporate

Social Responsibility (X1)

Earning Response Coefficient

(Y) Firm Size

(X2)

(23)

32 akan mencerminkan akuntabilitas perusahaan terhadap sosial lingkungannya dan diharapkan dapat memberikan informasi tambahan kepada investor selain dari pada yang tercakup dalam laba akuntansi. Widiastuti (2002) dalam Adisusilo (2011) secara empiris menemukan adanya pengaruh signifikan dari luas pengungkapan sukarela tehadap ERC.

H1: Pengungkapan Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap ERC perusahaan pertambangan yang terdaftaf di BEI tahun 2013

2. Pengaruh Firm Size Terhadap ERC

Firm size dalam isu ERC digunakan sebagai proksi atas keinformatifan harga saham. Perusahaan besar dianggap mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan perusahaan kecil. Oleh karena itu, jika terdapat inovasi baru maka inovasi tersebut besar pengaruhnya terhadap laba perusahaan berskala kecil dibanding pada perusahaan besar. Sehingga secara statistik arahnya dapat negatif ataupun positif. Chaney dan Jeter (1991) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai korelasi signifikan positif dengan koefisien respon laba.

(24)

33 3. Pengaruh Struktur Modal Terhadap ERC

Perusahaan memilih hutang sebagai sumber pendanaanya akan menimbulkan beberapa konsekuensi dari pinjaman tersebut seperti pembayaran bunga dan pokok pinjaman. Oleh sebab itu, struktur modal menjadi pertimbangan bagi investor karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap return yang diterima oleh investor. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyani, et.al (2007) bahwa ERC berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Namun, hasil berbeda di temukan oleh Chandarin (2003), dan Jaswadi (2003) yang menyimpulkan bahwa struktur modal tidak berpengaruh terhadap ERC.

H3 : Struktur modal berpengaruh secara parsial terhadap ERC

4. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Firm Size dan Struktur Modal Terhadap ERC

Pengungkapan Corporate Social Responsibility mencerminkan akuntabilitas perusahaan terhadap lingkungannya yang diharapkan menjadi tambahan informasi dan nilai tambah bagi perusahaan. Sedangkan firm size dan struktur modal merupakan salah satu factor yang mempengaruhi investor dalam melakukan investasi selain laba tahunan.

Gambar

Kerangka konseptual Gambar 2.1 Earning Response Coefficient dalam penelitian ini

Referensi

Dokumen terkait

Sementara ruas jalan Teuku Umar berdasarkan hasil survei yang dilaksankan diperoleh volume arus lalu lintas maksimum pada ruas jalan Teuku Umar dengan panjang

Kondisi yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal

Dimensi yang memiliki korelasi tertinggi adalah dimensi Budaya terhadap variabel dimensi perbandingan merek memiliki nilai korelasi yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya

Dalam ha1 ini, pustakawan yang berperan sebagai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) membantu petugas ISSN (pustakawan dan arsiparis) menjawab pertanyaan

Bupati/Wakil Bupati, Pimpinan dan Anggota DPRD serta ASN/PNS Daerah dibebankan pada APBD Tahun Anggaran 2021 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Terkait dengan

penelitian menunjukkan bahwa syukur berhubungan dengan tingkat stress yang rendah artinya ketika individu mahasiswa dapat mewujudkan rasa syukurnya dalam sikap maka

Dari hasil respon sistem pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa sitem mengalami respon tunak yang sama yaitu 21 0 C, respon transien dari hasil simulasi lebih cepat

Berdasarkan uraian di atas yang memaparkan urgensi kemampuan kontrol diri khususnya dikaitkan dengan permasalahan fakta kecenderungan seksual bebas di kalangan