PENGARUH FIRM SIZE TERHADAP EARNINGS RESPONSE COEFFISIENT
(ERC) DENGAN VOLUNTARY DISCLOUSURE SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)
Oleh :Ratna Wijayanti Daniar Paramita, SE.MM Dosen Tetap Akuntansi STIE Widya Gama Lumajang
Earnings information is the most responded by investors because it provides a description of the company’s performance, but information alone is sometimes not enough profit to serve as the basis for decision making of investors because it is possible the information is biased, to measure the level of profit, can use a variable Earnings Response Coefficient (ERC.) The strong market reaction to earnings information reflected in the high earnings response coefficients (Earnings Response Coefficient) or ERC, if earnings are reported to have a response force (power of response). then that reported earnings quality.
The purpose of this study was to identify the effects of direct and indirect size, and earnings response disclousure voluntary coeffisient (ERC)
This research examined 20 manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange-year period 2005-2009. Statistical methods used to test the hypothesis is Structural Equation Model (SEM) with AMOS version 18.
The empirical results of this research: The results of this study proves there is no significant effect of Size with Earnings Response Coefficient (ERC). Similarly, for the effect of the Size to voluntary disclousure have significant positive results. Against the influence of voluntary disclousure to Earning Response Coefficient (ERC) have positive test results significantly. Voluntary disclosure in this study an intervening variable for the indirect effect between the size of Earnings Response Coefficient (ERC). The persistence of earnings as a control variable to the Earnings Response Coefficient (ERC) have no significant relationship.
Keywords: Earnings Response Coefficient (ERC,) size, voluntary disclousure, persistensi.
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Laba (earning) merupakan ukuran kinerja atau keberhasilan bagi suatu perusahaan dan digunakan oleh investor dan kreditur untuk pertimbangan pengambilan keputusan melakukan investasi atau memberikan tambahan kredit dan menjadi perhatian pihak-pihak tertentu terutama dalam menaksir kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan
kepada mereka, serta dapat dipergunakan untuk memperkirakan prospeknya di masa depan. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan.
Dalam manajemen keuangan sering dilakukan penelitian mengenai hubungan antara return saham dengan laba untuk mengetahui sejauh mana tingkat hubungan
keduanya. Penelitian untuk masalah ini banyak yang menggunakan angka laba sebagai variabel yang dependen yang diregesikan dengan return saham sebagai variabel independen yang dihitung dengan berbagai metode. Selain menggunakan angka laba, ada juga metode lain yang bisa digunakan untuk mengukur laba, yaitu dengan menggunakan variabel
Earning Response Coefficient (ERC.) Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba tercermin dari tingginya koefisien respon laba (Earnings Response Coefficient) atau ERC, Jika laba yang dilaporkan memiliki kekuatan respon
(power of response). maka menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas.
Studi yang dilakukan oleh Beaver dkk (1969) menunjukkan bahwa laba memiliki kandungan informasi yang tercermin dalam harga saham. Sedangkan Lev dan Zarowin (1999) dalam Etty (2008) menggunakan
Earning Response Coefficient (ERC) sebagai alternatif untuk mengukur value relevance
informasi laba. Rendahnya Earning Response
Coefficient (ERC) menunjukkan bahwa
laba kurang informatif bagi investor untuk membuat keputusan ekonomi.
Kebutuhan akan pembandingan laba antar perusahaan dan untuk memahami perbedaaan kualitas yang digunakan sebagai penilaian yang didasarkan pada laba, maka perlu dilakukan pengukuran atas kualitas. Kualitas laba tidak mempunyai ukuran yang mutlak, namun terdapat pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang dapat digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas laba.
Berawal dari penelitian yang dilakukan oleh Beaver dkk (1969), sejak tahun 1980 berkembang penelitian yang mengamati beberapa faktor yang mempengaruhi
volatilitas dan besaran koefisien respon
laba. Penelitian tentang Earning Response Coefficient (ERC) selalu dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi ERC. Beberapa faktor yang diidentifikasi
mempengaruhi perilaku koefisien respon laba yaitu risiko sistematik (Collins dan Kothari, 1989; Lipe, 1990), pertumbuhan (Collins dan Kothari, 1989), persistensi laba (Kormendi dan lipe,1987; Collins dan Kothari, 1989; Lipe, 1990), ukuran perusahaan (Collins, Kothari, dan Rayburn,1987), Cho dan Jung (1991) melakukan meta analisis mengenai teori dan bukti empiris atas koefisien respon laba. Analisis yang dilakukan meliputi kerangka teoritis, isu metodologi, dan studi empiris atas koefisien respon laba. Dari analisis yang dilakukan terungkap beberapa masalah antara lain mengenai masih adanya pengaruh ukuran perusahaan atas koefisien respon laba.
Penelitian tentang hubungan luas pengungkapan sukarela dengan Earning
Response Coefficient (ERC) masih jarang
dilakukan dengan hasil yang tidak konsisten. Lang dan Lundholm (1993) dalam Etty (2008) menguji faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan menemukan bahwa perusahaan yang mempunyai korelasi return
dan earnings rendah lebih banyak melakukan pengungkapan, dengan kata lain Earning
Response Coefficient (ERC) berhubungan
negatif dengan luas pengungkapan.
Selain pengungkapan sukarela yang terbukti mempengaruhi Earning Response
Coefficient (ERC), peneliti lain mencoba
mengaitkan size dengan Earning Response Coefficient (ERC) (Easton dan Zmijewski,1989 dalam Etty 2008).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh secara langsung maupun tidak langsung size terhadap
Earning Response Coefficient (ERC) dengan menggunakan voluntary disclousure sebagai variabel intervening.
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Teori Keagenan
Teori keagenan (Agency theory)
bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang
(agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama.
Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja yang dimaksud adalah kontrak kerja antara pemilik modal dengan manajer perusahaan. Dimana antara agent dan principal
ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki.
Manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi (agency cost).. Biaya agensi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang
saham. (Horne, 2005: 482)
Jensen dan Meckling (1976) telah mengembangkan suatu perlakuan analitis terhadap hubungan manajer dan pemilik. Dalam temuannya, ada konflik kepentingan jika seorang manajer memiliki saham yang
lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah saham perusahaan, yang menimbulkan agency problem. Kepemilikan sebagian menyebabkan manajer tidak mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kemakmuran pemilik untuk mengatasi agency problem ini dibutuhkan tambahan biaya yang disebut agency cost. Signaling Theory dan Asimetri Informasi
Signaling theory membahas permasalahan mengenai Asimetri informasi. Teori ini didasarkan pada premis bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut. Jadi, ada informasi yang tidak simetri (asymmetric information)
antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah. Dengan kata lain, terjadi pertanda atau sinyal
(signaling).
Asimetri informasi terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh satu pihak dengan pihak yang lain. Teori keagenan (agency teori) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemegang saham sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham
dan stakeholder lainnya. Jadi, asimetri
informasi timbul karena satu pihak memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki oleh pihak lain. Teori sinyal menjelaskan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar. Dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk.
Teori Pasar Efisien
Dalam konteks ini yang dimaksud dengan pasar adalah pasar modal (capital market) dan pasar uang. Suatu pasar dikatakan efisien apabila tidak seorangpun, baik investor individu maupun investor institusi, akan mampu memperoleh return tidak normal (abnormal return), setelah disesuaikan dengan risiko, dengan menggunakan strategi perdagangan yang ada. Artinya, harga-harga yang terbentuk di pasar merupakan cerminan dari informasi yang ada atau “stock prices reflect all available information”. Ekspresi yang lain menyebutkan bahwa dalam pasar yang efisien harga-harga aset atau sekuritas secara cepat dan utuh mencerminkan informasi yang tersedia tentang aset atau sekuritas tersebut.
Fama (1970) mengkategorikan hipotesis pasar efisien menjadi tiga bentuk yakni pasar efisien lemah, pasar efisien setengah kuat, dan pasar efisien sangat kuat. Teori hipotesa pasar setengah kuat melandasi tentang value relevance informasi laba (pengaruh pengumuman laba terhadap reaksi investor). value relevance informasi laba membuktikan bahwa laba memiliki relevance value yang diketahui dari pengaruhnya terhadap reaksi investor yang digambarkan dalam harga saham. Semakin besar laba maka reaksi invetor akan semakin tinggi. untuk mengukur value relevance informasi laba atau untuk mengetahui hubungan laba terhadap retur saham dapat diukur menggunakan earning response coeffisient (ERC).
Earnings Response Coefficient (ERC) Kualitas laba dapat diindikasikan sebagai kemampuan informasi laba memberikan respon kepada pasar. Dengan kata lain, laba yang dilaporkan memiliki kekuatan respon
(power of response). Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba yang tercermin dari tingginya earnings response coefficients
(ERC), menunjukkan laba yang dilaporkan
berkualitas. Scott (2000), Cho and Jung (1991) dalam Etty (2008) menyatakan bahwa Earning Response Coefficient (ERC)
mengukur seberapa besar return saham dalam merespon angka laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang mengeluarkan sekuritas tersebut. Dengan kata lain Earning Response Coefficient (ERC) adalah reaksi atas laba yang diumumkan (published) oleh perusahaan. Reaksi ini mencerminkan kualitas dari laba yang dilaporkan perusahaan. Dan tinggi rendahnya Earning Response Coefficient (ERC) sangat ditentukan kekuatan responsif yang tercermin dari informasi (good/ bad news) yang terkandung dalam laba. Earning Response Coefficient (ERC) merupakan salah satu ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba (Collins et al. 1984)
Pengertian Koefisien Respon Laba
(Earnings Response Coefficient) menurut Cho dan Jung (1991) adalah sebagai berikut :
“Koefisien Respon Laba didefinisikan sebagai efek setiap dolar unexpected earnings
terhadap return saham, dan biasanya diukur dengan slopa koefisien dalam regresi abnormal returns saham dan unexpected earning.”
Firm size (Ukuran Perusahaan)
Dalam penelitian Fitriani (2001) terdapat tiga alternatif yang digunakan untuk menghitung size perusahaan, yaitu total asset, penjualan bersih dan kapitalisasi pasar. Dalam penelitian Fitriani (2001) size perusahaan diukur dengan total aktiva, karena menurutnya total aktiva lebih menunjukan size perusahaan dibandingkan dengan kapitalisasi pasar.
Pengaruh firm size terhadap Earning Response Coefficient (ERC)
Penelitian yang menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap koefisien respon laba menemukan hasil yang ekuivokal. Beberapa penelitian yang diungkapkan dalam Cho dan
Jung (1991) mendukung adanya hubungan hubungan positif antara koefisien respon laba dan ukuran perusahaan (Collins et al., 1987; Shevlin dan Shores, 1990). Namun Collins dan Kothari (1989) menggunakan ukuran sebagai variabel tambahan dalam regresinya, mendapatkan bukti bahwa ukuran perusahaan tidak memberikan tambahan kekuatan penjelas atas perbedaan koefisien respon laba. Shevlin dan Shores (1990) dalam Cho dan Jung (1991) memberikan penjelasan bahwa kemungkinan hal ini terjadi karena ukuran perusahaan memproksikan beberapa aspek sekaligus dalam hubungan laba dan return. Penelitian yang menyimpulkan adanya hubungan positif antara ukuran perusahaan dan koefisien respon laba, didasarkan argumentasi bahwa semakin luas informasi yang tersedia mengenai perusahan besar memberikan bentuk konsensus yang lebih baik mengenai laba ekonomis. Semakin banyak informasi tersedia mengenai aktivitas perusahaan besar, semakin mudah bagi pasar untuk menginterpretasikan informasi dalam laporan keuangan.
Collins dan Kothari (1989) dalam Etty (2008), menemukan bahwa ukuran perusahaan berhubungan negatif dengan Earning Response
Coefficient (ERC). Hasil penelitian Etty
(2008) mengungkapkan Ukuran perusahaan (size firm) dalam isu Earning Response Coefficient (ERC) digunakan sebagai proksi keinformatifan harga saham. Penelitian memasukkan variabel size sebagai variabel kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap Earning Response
Coefficient (ERC). Semakin besar ukuran
perusahaan akan mempunyai informasi yang lebih dari perusahaan yang kecil. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Chaney dan Jeter (1991) dan Collins dan Kothari (1989).
Pengaruh size terhadap voluntary disclousure.
Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusaahaan kecil. Terdapat beberapa penjelasan mengenai hal tersebut. Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan lebih besar daripada perusahaan kecil (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Fitriani, 2001). Perusahaan besar mungkin akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.
Suripto (1998) meneliti tentang karateristik perusahaan terhadap luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan. Variabel independen yang digunakan size, Leverage, ratio likuiditas, basis, waktu daftar, penerbitan sekuritas, dan kelompok industri perusahaan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa secara individu hanya size dan penerbitan sekuritas yang memiliki pengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela, faktor lain tidak berhasil dibuktikan.
Voluntary Diclousure (Pengungkapan Sukarela)
Pengertian Pengungkapan Sukarela
menurut Meek dkk. (1995) dalam Gulo (2000)
adalah sebagai berikut : ”Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajeman perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lain yang relevan untuk pembuatan keputusan para pemakai laporan tahunan. Karena perusahaan memiliki keleluasan dalam melakukan pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan sehingga menimbulkan adanya keragaman atau variasi luas pengungkapan sukarela antar perusahaan.”
Botosan (1997) dalam Andhariani (2004:44) untuk mengukur kelengkapan pengukuran dapat dinyatakan dalam bentuk Indeks Kelengkapan Pengungkapan, dimana perhitungan indeks kelengkapan
pengungkapan dilakukan sebagai berikut:
a) Memberikan skor untuk setiap pengungkapan, yaitu skor 1 bagi pengungkapan informasi sekilas, skor 2 untuk pemberian informasi yang lebih terinci dan makimum 3 bagi perusahaan yang memberikan informasi dengan penjelaan data kuantitatif yang mendukung, untuk memperoleh skor pengungkapan maksimum.
b) Skor yang diperoleh setiap perusahaan dijumlahkan untuk mendapatkan skor total pengungkapan.
c) Menghitung indeks pengungkapan
(IDX) dengan cara membagi skor total
pengungkapan dengan skor pengungkapan maksimum.
Semakin banyak butir yang diungkapkan oleh perusahaan, semakin banyak pula angka indeks yang diperoleh perusahaan tersebut. Perusahaan dengan angka indeks yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut melakukan praktek pengungkapan secara lebih komprehensif dibandingkan dengan perusahaan yang angka indeks lebih kecil.
Pengaruh Voluntary disclousure terhadap Earning Response Coefficient (ERC)
Beberapa peneliti mencoba untuk menguji apakah terdapat pengaruh luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan terhadap Earning Response Coefficient (ERC).
Penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti (2002) menghasilkan kesimpulan bahwa luas pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap Earning Response Coefficient (ERC),
dan kesimpulan ini tetap konsisten setelah memasukkan variabel-variabel kontrol yang dianggap mempengaruhi Earning Response
Coefficient (ERC). Namun, hasil dari uji
sensitivitas dengan menggunakan model return fundamental menunjukkan bahwa luas ungkapan sukarela berpengaruh negatif
terhadap Earning Response Coefficient (ERC), walaupun tidak signifikan
Adhariani (2005) melakukan penelitian
terhadap 90 perusahaan manufaktur menghasilkan kesimpulan bahwa voluntary disclosures level berpengaruh positif terhadap
Earning Response Coefficient (ERC). Etty
(2008) menyatakan hasil penelitian bahwa pengaruh pengungkapan sukarela dengan
Earning Response Coefficient (ERC)
mennunjukkan temuan yang sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan, misalnya Widiastuti (2002), Adhariani
(2005) dan Nugrahanti (2006), Etty (2008)
juga berpendapat bahwa luas pengungkapan sukarela berpengaruh positif terhadap Earning Response Coefficient (ERC).
Persistensi Laba
Persistensi laba akuntansi menurut Scott (2003) adalah revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa depan (expected future earnings) yang diimplikasi oleh laba akuntansi tahun berjalan (current eamings).
Semakin tinggi persistensi laba maka semakin tinggi Earning Response Coefficient
(ERC), hal ini berkaitan dengan kekuatan
laba. Persistensi laba mencerminkan kualitas laba perusahaan dan menunjukkan bahwa perusahaan dapat mempertahankan laba dari waktu ke waktu. Etty (2008) menunjukkan bahwa persistensi laba sebagai variabel kontrol Earning Response Coefficient (ERC)
menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan Kerangka Konseptual
Secara ringkas kerangka konseptual yang menjelaskan pengaruh Leverage, size secara langsung ataupun melalui voluntary disclosure
yang mempengaruhi Earning Response Coefficient (ERC), dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
H 1 H 4 H 2 H 3
Easton & Zmijewski (1989) Chaney & Jeter (1991) Collins & Kothari (1989)
Fitriani, 2010 Marwata, 2001 Gunawan, 2000 Andhriani (2005) Widiastuti (2002) Nugrahanti (2006 Voluntary Disclousure Earning Response Coeffiicient / ERC Persistensi laba Size
Sumber data: diolah.
Hipotesis
Berdasarkan bukti empiris atas beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan kerangka konseptual, hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
H1 : Terdapat pengaruh positif signifikan antara Size terhadap Earning ResponseCoefficient (ERC)
H2 : Terdapat pengaruh positif signifikan antara Size terhadap Voluntary disclousure
H3 : Terdapat pengaruh positif signifikan antara Voluntary disclousure terhadap
Earning Response Coefficient (ERC)
H4 : Pengaruh signifikan size melalui
Voluntary disclosure terhadap Earning Response Coefficient (ERC)
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang untuk menjelaskan pengaruh variabel eksogen berupa Leverage dan size terhadap variabel endogen berupa Earning Respose Coefficient (ERC) secara langsung atau secara tidak langsung melalui variabel intervening voluantry disclousure, dengan variabel kontrol Persitensi laba.
Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini dapat dijelaskan definisi operasionalnya pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1
Operasional Variabel dan Skala Pengukuran
Variabel Indikator Instrumen Skala Pen-gukuran
1. Variabel endogen Earnings Re-sponse Coef-ficient (ERC) (Y) • Cumulative Abnormal Return (CAR) • Unexpected E a r n i n g s (UE) • Retur Tau -nan (R)
ERC diperoleh dari regresi antara
CAR dan UE Ratio
2. Variabel Intervening Voluntary disclosures (pengungka-pan sukarela) (Z) • Skor total pengungka-pan • Skor Pen-gungkapan maksimum
Menurut Botosan (1997), Penguku-ran luas pengungkapan sukarela menggunakan indeks (disclosures index), diperoleh dengan:
IDX = Skor Total Pengungkapan Skor Pengungkapan Maksimum
Komponen pengungkapan infor-masi keungan yang harus dilapor-kan:
• Latar belakang perusahaan • Informasi non keuangan • Informasi proyeksi masa depan
perusahaan
• Analisis manajemen
Dengan total skor 140
Ratio
3. Variabel eksogen b. Size firm
(ukuran
peru-sahaan) (X1)
• Total aktiva Logaritma Natural (Ln) Total
Ak-tiva Ratio
4. Variabel kontrol
P e r s i s t e n s i
laba • Laba perusahaan - (Kormendi & Lipe, 1987) Slope regresi atas
Xit = a + bXit-1 + Et
Xit = laba perusahaan i pada periode t
Xit-1 = laba perusahaan i pada periode t-1
b = persistensi laba
Ratio
Sumber data: data diolah
Populasi Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi penelitian ini meliputi seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling
method. Pada teknik ini sampel yang diambil adalah sampel yang memiliki kriteria-kriteria tertentu agar dapat mewakili populasinya. Perusahaan yang dijadikan sampel harus memenuhi kriteria-kriteria berikut:
1. Perusahaan yang sahamnya tetap aktif
beroperasi mulai tahun 2005 sampai bulan
Desember 2009, serta mempublikasikan laporan keuangan audited secara rutin. 2. Perusahaan yang tidak pernah mengalami
delisting dari BEI selama periode estimasi. 3. Perusahaan tidak menghentikan
aktivitasnya di pasar bursa, tidak menghentikan operasinya dan tidak melakukan penggabungan usaha serta tidak berubah status sektor industrinya. 4. Perusahaan tidak mengalami kerugian
selama periode estimasi.
5. Memiliki data lengkap yang digunakan
sebagai variabel dalam penelitian ini dan secara konsisten dilaporkan di BAPEPAM Dari kriteria sampel diatas dapat diketahui perusahaan yang bisa dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah seperti yang tampak pada tabel 2:
Tabel 2
Proses Penarikan Sampel
No. Keterangan PerusahaanJumlah 1. Perusahaan manufaktur yang listed di BEI tahun
2009 173
2. Tidak menerbitkan laporan keuangan pada tahun tertentu dalam tahun penelitian (11) 3. Mengalami kerugian pada tahun tertentu dalam
ta-hun penelitian (34)
4. Data untuk variabel penelitian tidak lengkap (108)
5. Total Sampel Perusahaan 20
Sumber data: Data BEI, diolah
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi tidak langsung yaitu teknik dokumenter data sekunder, berupa pengambilan data laporan keuangan, data laporan tahunan, data harga pasar saham dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang diperoleh melalui BEI di Pojok BEI Universitas Jember.
Selanjutnya data yang diperoleh
dilakukan evalusi dengan cara cross sectional approach dan time-series analysis. Cross Sectional Approach yaitu suatu cara mengevaluasi dengan jalan membandingkan dengan perusahaan lain, sedangkan cara time-series analysis melakukan evaluasi dengan jalan membandingkan laporan keuangan perusahaan dari satu periode dengan periode lainnya.
Rencana Analisis Data
Rencana analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan model persamaan struktural (SEM) dengan apliksi Analisys of Moment Structure (AMOS) version 18. Dalam penelitian ini model struktural yang digunakan berupa variabel manifes (tanpa variabel laten).
Ferdinand (2006 p.626) menyatakan bahwa sebuah permodelan yang lengkap terdiri dari measurement model dan struktural model.
Untuk membuat permodelan yang lengkap ada tujuh langkah yang harus dilakukan dengan menggunakan SEM, yaitu:
1. Mengembangkan model berdasarkan teori
2. Penggunaan diagram alur untuk menunjukkan hubungan kausalitas
3. Konversi diagram alur kedalam serangkaian persamaan struktural dan spesifikasi model pengukuran.
4. Pemilihan matriks input dan teknik estimasi atas model yang dibangun
5. Menilai problem identifikasi
6. Evaluasi model
7. Interprestasi dan modifikasi model Kriteria yang digunakan untuk perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H0: Tidak ada pengaruh yang nyata (signifikan) antar variabel
H1: Ada pengaruh yang nyata (signifikan) antar variabel.
P-value dalam penelitian ini
0,05). Dalam proses uji hipotesa jika p > 0,05
artinya H0 diterima maka hipotesis memiliki arti tidak terdapat pengaruh yang nyata atau signifikan antar variabel dalam hipotesa, dan sebaliknya.
Pada pengujian intervening,
dasar pengambilan keputusan adalah membandingkan koefisien pengaruh tidak langsung dengan koefisien pengaruh langsung. Koefisien pengaruh langsung dua variabel pada tabel Standardiedz Direct Effect dikalikan. Kemudian hasilnya akan dibandingkan, jika koefisien pengaruh tidak langsung (Indirect Effect) lebih besar / sama dengan koefisien pengaruh langsung (Dirrect Effect), maka variabel yang diuji merupakan variabel intervening, dan sebaliknya.
HASIL PENELITIAN Ukuran Sampel
Sampel perusahaan manufaktur dalam penelitian ini sebanyak 20 perusahaan selama
5 tahun berturut-turut, sehingga didapatkan
pooling data dengan unit analisis yaitu: n =
20 x 5 = 100. Dengan demikian asumsi besar
n yang dikehendaki metode analisis dengan SEM-AMOS, yaitu n > 100 pada penelitian ini telah terpenuhi (Singgih, 2011).
Structural Equation Model
Hasil analisis full model dengan menggunakan SEM dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.
Structural Equation Model
Sumber data: Data penelitian diolah dengan AMOS 18
Berikut adalah hasil uji kesesuaian model yang diperoleh dari model yang digunakan sesuai dengan uji kesesuaian statistik beserta cut off valuenya yang digunakan dalam menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak, seperti disajikan pada tabel 3:
Tabel 3
Uji Kesesuaian Statistik
Goodness of Fit
Index Cut-Off Value Hasil Model Chi-Squere < 3,343 * 30,970 Probabilitas > 0,05 0,000 GFI > 0,9 ,882 NFI > 0,9 ,599 CFI > 0,9 ,579 CMIN/DF < 2 30,970/df
Sumber data: Output Amos 18, diolah
*) Nilai Chi_Square pada df=1 dengan tingkat
signifikan 0,05 (p=5%) Uji Normalitas Data
Nilai Critical Ratio yang digunakan
adalah + 1,96 dengan tingkat signifikasi 0.05 (p-value 5%). Suatu distribusi data dapat
dikatakan normal apabila nilai C.R. skewnes maupun kurtosis berada pada kisaran nilai kritis tabel -1,96 sampai 1,96.
Tabel 4
Hasil Pengujian Normalitas Data Assessment of normality (Group number 1)
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r. persistensi 20,790 63,070 -1,235 -5,040 1,883 3,844
SIZE 21,750 70,460 -,428 -1,748 ,429 ,876
disclousure 27,310 66,450 -,257 -1,049 -,614 -1,254
ERC 31,790 71,420 ,606 2,473 -,114 -,233
Multivariate ,195 ,141
Sumber data: Output Amos 18
Hasil pengujian data menunjukan nilai cr kurtosis 0,195 artinya bahwa secara
keseluruhan atau multivariat distribusi data normal karena berada dalam kisaran antara -1,96 sampai 1,96. Jika secara multivariat
sebaran data normal, maka normal juga secara
univariat sehingga asumsi normalitas data terpenuhi.
Asumsi Outlier
Evaluasi terhadap adanya multivariate outliers dilakukan sebab meskipun data yang dianalisis menunjukkan tidak adanya outliers
pada tingkat univariate, namun di antara observasi-observasi itu dapat menjadi outliers
bila sudah digabungkan dalam suatu model struktural. Dari hasil pengujian terhadap 100 data diketahui tidak terdapat data yang
mempunyai nilai p1 atau p2 kurang dari 0,05.
Sehingga tidak ditemukan permasalahan
outlier.
Uji Multikolinerity atau Singularity
Untuk melihat apakah terdapat
multicoloniarity atau singularity dalam
sebuah kombinasi variabel, dengan menggunakan AMOS 18 dapat dideteksi atau mengamati determinan matriks covariance.
Hasil pengujian pada pada penelitian ini menunjukkan nilai determinan matriks covariance = 40581879,313. Hasil ini
mengidentifikasikan nilai yang jauh dari nol (sangat besar), dengan demikian maka asumsi
multicoloniarity atau singularity terpenuhi karena tidak terdapat multikolonierity atau Singularity dalam data penelitian.
Hasil Pengujian Multikolinerity atau Singularity dapat diuraikan secara rinci pada
tabel 5 berikut:
Tabel 5
Sampel Covariances
Sample Covariances (Group number 1)
persis-tensi SIZE disclousure ERC persistensi 95,012
SIZE 41,856 99,001
disclousure 55,522 28,673 98,995
ERC 18,803 -,676 36,711 94,991
Sumber data: Hasil Amos 18, data diolah.
Uji Model / Uji Hipotesis
Nilai estimasi dan probalilitas yang dihasilkan terhadap uji struktural modal seperti yang tampak pada tabel 6 dan tabel 7:
Tabel 6
Regression Weight (default model)
Esti-mate S.E. C.R. P Label disclousure SIZE ,290 ,096 3,011 ,003 ERC disclousure ,395 ,094 4,185 *** ERC persistensi ,025 ,102 ,247 ,805
ERC SIZE -,132 ,104 -1,271 ,204 Sumber data: Output Amos 18.
Tabel 7
Standardized Regression Weight (default model)
Estimate disclousure SIZE ,290
ERC disclousure ,405
ERC persistensi ,025
ERC SIZE -,135
Sumber data: Output Amos 18. Tabel 8
Hasil Perumusan Hipotesis Secara langsung Hipotesis Direct Path Analisis Hasil
H1 SIZE ERC Tidak signifikan H2 SIZE DISCLOUSURE Positif, signifikan H3 DISCLOUSURE ERC Positif, signifikan PERSISTENSI ERC Tidak signifikan Sumber data: data diolah dari tabel 8
Sedangkan untuk mengetahui hasil perumusan hipotesis hubungan secara tidak langung dari hasil AMOS 18, terlihat pada text output: standardiedz direct effect, standardized indirect effect dan total effect.
Hipotesis 4, untuk pengaruh variabel size terhadap variabel Earning Response Coefficient (ERC) melalui variabel intervening disclousure diperoleh hasil yang signifikan.
Tabel 9
Hasil Perumusan Hipotesis Secara tidak langsung
Hubungan
Langsung Hubungan Tidak Langsung Hasil per-hitungan Nilai *) Keter-angan
SIZE
ERC SIZE DISCLOUSURE DISCLOUSURE ERC ( 0 , 2 9 0 ) (0,405) = 0,117 0,117 Signifikan
Sumber data: data diolah dari tabel 4.21 *) dari tabel: Standardiedz Indirect Effect
Terdapat pengaruh positif signifikan antara Size terhadap Earning Response Coefficient (ERC)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Size
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
Earning Response Coefficient (ERC). Hal ini ditandai dengan nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,204 yang artinya p-value jauh diatas
0,05 yang berarti hipotesis yang menduga
terdapat pengaruh yang signifikan antara size
terhadap Earning Response Coefficient (ERC)
tidak terbukti.
Hasil penelitian dapat diartikan bahwa besar kecilnya perusahaan tidak mempengaruhi terhadap koefisien respon laba atau dengan asumsi lain bahwa ukuran perusahaan tidak signifikan dalam menjelaskan Earning
Response Coefficient (ERC). Semakin
banyak informasi tersedia mengenai aktivitas perusahaan besar, semakin mudah bagi pasar untuk menginterpretasikan informasi dalam laporan keuangan.
Terdapat pengaruh positif signifikan antara Size terhadap voluntary disclousure
Hasil pengujian hipotesis terhadap pengaruh size terhadap voluntary disclousure
juga diperoleh hasil yang signifikan yaitu dengan nilai p-value 0,003 yaitu nilai p-value
dibawah 0,05. Nilai koefisien korelasi yang
ditunjukkan pada nilai estimate pada tabel 7 adalah sebesar positif 0,290. Nilai tersebut
masih berada dibawah 0,5 namun hal ini
dapat diartikan adanya korelasi antara variabel
size dengan voluntary disclousure meskipun rendah.
Estimate pada regresion weigtht dapat diketahui pengaruh variabel size terhadap variabel voluntary disclousure: 0,290 x 0,290 = 0,084. Artinya bahwa pengaruh variabel size terhadap variabel voluntary disclousure adalah:
0,084 x 100% = 9% atau juga berarti variabel
voluntary disclousure 9% dipengaruhi oleh
variabel size.
Hal ini dapat dimaknai bahwa secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan
kecil. Karena hanya 9% yang dipengaruhi
oleh ukuran perusahaan maka ada banyak faktor yang bisa memberikan pengaruh kepada perusahaan untuk menyajikan pengungkapan sukarela secara lebih luas. Artinya bahwa perusahaan yang besar tidak selalu memberikan pengungkapan sukarela secara luas, hal ini dikarenakan manajemen beranggapan meningkatnya keluasan pengungkapan sukarela akan menyebabkan berkurangnya berketidakpastian yang akan berpengaruh pada menurunnya keinformatifan laba. Dengan kata lain, investor akan lebih mendasarkan prediksi laba di masa yang akan datang pada informasi yang diberikan pada pengungkapan sukarela.
Terdapat pengaruh positif signifikan antara voluntary disclousure terhadap
Earning Response Coefficient (ERC)
Terhadap pengujian hipotesis pengaruh voluntary disclousure terhadap Earning Response Coefficient (ERC) diperoleh hasil yang signifikan yaitu dengan nilai p-value
adalah 0,000 artinya p-value dibawah 0,05.
Artinya H0 ditolak, hal ini diartikan hipotesis yang menduga terdapat pengaruh yang positif signifikan antara voluntary disclousure dengan
Earning Response Coefficient (ERC) terbukti. Nilai koefisien korelasi yang ditunjukkan
pada nilai estimate pada tabel 7 adalah sebesar
0,405. Nilai tersebut tidak terlalu jauh dari nilai 0,5 dan hal ini dapat diartikan adanya
korelasi antara variabel voluntary disclousure dengan Earning Response Coefficient (ERC).
Berdasarkan hasil Estimate pada
regresion weigtht dapat diketahui pengaruh variabel voluntary disclousure terhadap variabel Earning Response Coefficient (ERC)
adalah: 0,395 x 0,395 = 0,156. Artinya
pengaruh dari variabel voluntary disclousure
terhadap variabel Earning Response Coefficient (ERC) adalah: 0,156 x 100% = 16% atau dapat dimaknai variabel Earning Response Coefficient (ERC) 16% dipengaruhi
oleh voluntary disclousure.
Semakin luas pengungkapan sukarela maka akan semakin tinggi respon pemegang saham terhadap laba perusahaan. Dengan kata lain laba yang dilaporkan memiliki kekuatan respon. Reaksi ini mencerminkan kualitas dari laba yang dilaporkan perusahaan. Sedangkan kekuatan responsif terhadap informasi yang disajikan sangat dipengaruhi oleh luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan.
Terdapat pengaruh size melalui voluntary disclosure terhadap Earning Response Coefficient (ERC)
Berdasarkan hasil perhitungan pengaruh langsung antara variabel size terhadap variabel disclousure (0,290) dan pengaruh langsung antara variabel disclousure terhadap variabel
Earning Response Coefficient (ERC) (0,405)
maka diperoleh hasil (0,117).
Hasil ini signifikan dengan pengaruh langsung yang ditunjukkan pada hasil
standardized indirect effect pengaruh size
terhadap Earning Response Coefficient (ERC)
sebesar (0,117). Artinya bahwa disclousure merupakan variabel intervening untuk pengaruh tidak langsung antara variabel
size terhadap variabel Earning Response
Coefficient (ERC).
Hasil tersebut memberikan penjelasan bahwa pengaruh ukuran perusahaan terhadap kekuatan respon laba dipengaruhi oleh tingkat keluasan pengungkapan sukarela perusahaan. Perusahaan besar yang memberikan informasi laba akan semakin mendapat respon dari pemegang saham jika didukung oleh keluasan pengungkapan sukarela perusahaan. Dengan kata lain. semakin besar perusahaan maka akan semakin tinggi indeks kelengkapan pengungkapan sukarela sehingga laba yang dilaporkan perusahaan akan semakin mendapat respon dari pemegang saham.
Pengujian variabel kontrol: Persistensi laba terhadap Earning Response Coefficient (ERC)
Hasil pengujian terhadap variabel kontrol
persistensi laba diperoleh hasil p-value (0,805) hasil ini jauh diatas 0,05 artinya diperoleh hasil
yang tidak signifikan untuk variabel kontrol
perisitensi laba terhadap Earning Response Coefficient (ERC). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Etty (2008) yang juga menyatakan persitensi bukan merupakan variabel kontrol terhadap Earning Response Coefficient (ERC).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan:
1. Hasil penelitian ini membuktikan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Size terhadap Earning Response Coefficient (ERC), sementara Etty (2008) menyatakan terdapat pengaruh negatif signifikan antara variabel tersebut.
2. Diperoleh hasil yang positif signifikan untuk pengujian pengaruh antara Size
terhadap voluntary disclousure. Hasil pengujian inipun sejalan dengan Suripto (1999) dan Fitriani (2001).
3. Terhadap pengaruh antara voluntary disclousure terhadap Earning Response
Coefficient (ERC) diperoleh hasil pengujian yang positif signifikan. Hasil pengujian ini sejalan dengan Widistuti
(2002), Adhariani (2005), Nugrahanti
(2006) dan Etty (2008).
4. Bahwa Voluntary disclosure merupakan variabel intervening untuk hubungan tidak langsung antara size terhadap
Earning Response Coefficient (ERC)
merupakan hasil pengujian hipotesis yang peneliti tidak menemukan peneliti sebelumnya untuk pengujian yang sama.
5. Penempatan persistensi laba sebagai variabel kontrol terhadap Earning Response Coefficient (ERC) memberikan hasil yang tidak signifikan, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Etty (2008).
Saran:
1. Penelitian berikutnya perlu mempertimbangkan penggunaan pendekatan pooled cross-sectional
(Teets dan Wasley, 1996) agar dapat meningkatkan jumlah sample dan meningkatkan daya generalisasi, karena beberapa penelitian yang meneliti tentang Earning Response Coefficient
(ERC) lebih banyak yang menggunakan
Time series, seperti halnya penelitian ini. 2. Kecilnya pengaruh size terhadap
voluntary disclousure mengindikasikan ada banyak faktor yg tidak diteliti dalam penelitian ini yang bisa mempengaruhi luas pengungkapan sukarela, termasuk perlunya penempatan variabel kontrol pada voluntary disclousure.
DAFTAR PUSTAKA
Adhariani. (2004) Tingkat Keluasan Pengungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan dan Hubungannya
Dengan Current Earnings Response Coefficient (ERC)”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol 2, No.1
: 24-57
Ainun dan Fuad Rachman. (2000) Analisis Hubungan antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe Kepemilikan Perusahaan. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.
115 No.I pp.70-82
Ali, A. Dan P. Zarowin. (1992) Permanent vs. Transitory Components of Annual Earnings and Estimation Error in Earning Response Coefficients. Journal of Accounting and Economics,
15, 249-64
Waseem Alim,. (2010) Rasio leverage
keuangan. Wiki artikle
Almilia, Luciana, dan Retrinasari, Ikka. (2007) Analisis Pengungkapan Karateritik Perusahaan Terhadap Kelengkapan pengungkapan dalam Laporan Tahunan
Perusahaan Manufaktur Yang terdaftar
di BEI. Proceding Seminar Nasional, Jakarta.
Ambarwati, Sri,. (2008) Earnings Response Coefficient (ERC). Akuntanbilitas, vol.7 no.2 hal:128-134
Bringham, F Eugene and Joel F Houston. (2001) Financial Management. Edisi kedelapan, Jakarta. Erlangga.
Chandrarin, G., (2002) The Impact of Accounting Methods of Translation Gains (Losses) on the Earnings Response Coefficients. Proceeding Articles on SNA 5 24-35.
Cho, L.Y., and K. Jung. (1991). Earnings Response Coefficients: A Synthesis of Theory and Empirical Evidence. Journal of Accounting Literature,
Vol.10. pp 85-116.
Departemen Keuangan RI, BAPEPEM. (2006). Keputsan Nomor: KEP-134/BL/2006, tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan tahunan bagi emiten atau perusahaan publik.
Ferdinand, Augusty,. (2006) SEM Dalam Penelitian Manajemen. Edisi 2. FE-Undip.
¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬Financial Accounting Standards Boards,. (2000)
Statement of Financial Accounting Concept Number 2: Qualitatif Characteristics of Accounting Information. Stanford, Conecticut.
Fitriani. (2001) Signifikasi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib Dan Sukarela Pada Laporan Keuangan
Perusahaan Publik Yang Terdaftar
Di Bursa Efek Jakarta. Makalah Simposium Nasional Akuntansi IV,
Bandung. : Universitas Padjajaran dan
Ikatan Akuntan Indonesia pp.133-154. Gulo, Y., (2000) Analisis Efek luas
Pengungkapan Sukarela Dalam Laporan TahunanTerhadap Cost of Equiiy Capital Perusahaan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 2, No. I,
April, 45-62.
Gultom, Corry. (2008) Pengaruh kebijakan
leverage, kebijakan deviden dan
EPS terhadap nilai perusahaan pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi 47.
Horne, Jemes. (2005) Financial Manajemen,
Prinsip-prinsip manajemen keuangan. Salemba Empat.
Kwan, Tan En. (2002) Pengaruh Koefiien Respon Laba Akuntansi Terhadap Harga Saham Dalam Masa Krisis Ekonomi di Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi, November 2002, Vol.2. No.1.
Jensen-Meckling. (1976) The Agency Theory Of The Firm : Managerial Behavior, Agency Cost And Ownership Structure
Journal of Financial Economics 3 :
305-360
Manwata. (2000) Hubungan antara Karakteristik Pemsahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela Dalam Laporan tahunan Pemsahaan di Indonesia. Tesis S2, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Mulyani, Sri., Nur F.Asik, dan Andayani,. (2007) Faktor-faktor yang mempengaruhi Earnings Response Coefficient (ERC) pada perusahaan yang terdaftar di BEI. JAAI vol.1, no.1 hal:35-45
Murwaningsari, Etty. (2008) Beberapa faktor yang memepengaruhi Earnings Response Coefficient (ERC).
Simposium Nasional Akuntansi (SNA) ke XI, Pontianak.
Moradi,Mehdi.Salehi, Mahdi. Erfanian, Zakiheh. (2010) A Study of Financial Leverage on ERC Throught Out Income Approach: Iranian Evidance. IRABF, 2010, Vol 2. No.2 page 104-116. Naimah, Zahroh, Sidharta Utama. (2006)
Pengaruh ukuran perusahaan, pertumbuhan laba dan profitabilitas perusahaan terhadap Earnings Response Coefficient Dan koefisient respon nilai buku ekuitas. Simposium Nasional IX
Nugrahanti, Yeterina Widi. (2006) Hubungan
Antara Luas Ungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan Dengan Earnings Response Coefficient Dan Volume Perdagangan Pada Saat Pengumuman Laba. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol
XII No.2 : 152-171.
Riyanto,Bambang. (1995) Dasar-dasar
pembelanjaan perusahaan. Edisi
keempat, cetakan pertama.Yogyakarta.
BPFE.
Samsul,Mohamad. (2006) Pasar modal dan manajemen portofolio. Erlangga, Jakarta
Santoso, Singgih,. (2011) SEM-Konsep dan Aplikasi Dengan Amos 18.Elex Media komputindo.
Sayekti,Yosefa, dan Wondabio L. Sensi.
(2007) Pengaruh CSR disclousure terhadap Earnings Response Coefficient. Simposium Nasional IX.
Scott, William R., (2010) Financial Accounting Theory. Second edition. Canada: PrenticeHall.
Suripto, Bambang,. (1999) The Firm Characteristic Effect To Extent Of Voluntary Disclosure In The
Annual Report. Simposium Nasional
Akuntansi, II : 1-17
Susilowati, Christine,. (2008) Faktor-faktor penentu ERC. Jurnal Ilmiah akuntansi
Vol.7, November 2008 hlm 146-161. Widiastuti, Harjanti,. (2002) Pengaruh
Luas Ungkapan Sukarela Terhadap Reaksi Investor. Simposium Nasional Akuntansi VI: 1314-1326.
______________ (2002) Pengaruh Luas Ungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan Terhadap Earnings Response
Coefficient (ERC). SNA 5, Surabaya.