• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA KERTANEGARA KABUPATEN PURBALINGGA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA KERTANEGARA KABUPATEN PURBALINGGA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

i

PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB

PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS

DI DESA KERTANEGARA KABUPATEN PURBALINGGA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

A. Badrul Anwar

NIM : 21113011

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

iii

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : A. Badrul Anwar

NIM : 21113011

Judul : PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB

PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga)

dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 08 Mei 2018 Pembimbing,

Drs. Badwan, M.Ag

(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Kertanegara

Kabupaten Purbalingga)

Oleh: A. Badrul Anwar

NIM : 21113011

telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 14 Agustus 2018, dan

telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang : Muh. Hafidz, M.Ag.

Sekretaris Sidang : Drs. Badwan, M.Ag.

Penguji I : Dr. Ilyya Muhsin, M.Si.

Penguji II : Luthfiana Zahriani, S.H.,M.H.

Salatiga, 18 Agustus 2018

Dekan Fakultas Syari’ah

Dr. Siti Zumrotun, M.Ag NIP. 19670115 199803 2 002 KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARI’AH

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : A. Badrul Anwar

NIM : 21113011

Fakultas : Syari’ah

Program Studi : Hukum Keluarga Islam

Judul Skripsi : PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB

PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga)

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah dan tidak keberatan untuk dipubikasikan oleh pihak IAIN Salatiga tanpa menuntut konsekuensi apapun.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dan jika pada kemudian hari terbukti karya saya ini bukan karya sendiri maka saya sanggup menanggung semua konsekuensinya.

Salatiga, 08 Maret 2018 Yang menyatakan

(6)

vi

MOTTO

“LAKUKAN APAPUN YANG SEKIRANYA KAMU DAPAT IKHLAS UNTUK MELAKUKANNYA (EMHA AINUN NAJIB)”

“JIKA SAAT KAMU TERLAHIR MENANGIS DAN BANYAK ORANG SENANG AKAN KELAHIRANMU, MAKA BUATLAH MEREKA

(7)

vii x

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Toha Syafa’at dan Ibu Khafifah yang selalu memberi semangat, dukungan, doa, dan kasih sayang yang tak terbatas.

2. Kepada kakek Tamami beserta istri yang selalu mendoakan saya, dan memberi dukungan untuk semangat menjalani proses pendidikan.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirobbil‟alamiin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah dan taufiq-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul

”PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga)” tanpa halangan yang berarti.

Shawalat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya suritauladan. Beliau merupakan sosok pencerah kehidupan di dunia maupun di akhirat nanti dan semoga kita semua senantiasa mendapatkan

Syafaatnya min hadza ila yaumil qiyamah, Aamiin Yaa Robbal’alamin.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga; 2. Dr. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah;

3. Sukron Ma’mun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam;

4. Drs. Badwan, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas dan sabar membimbing, mengarahkan, serta mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya sehingga skripsi ini terselesaikan;

5. Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat;

(9)

ix

immaterial hingga saat ini. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah ada;

8. Sahabat-sahabat dan teman-teman khususnya sahabat dan teman seperjuangan di Ahwal Al-Syakhshiyyah ( Hukum Keluarga Islam) angkatan 2013 atas segala bantuan, semangat, dan hiburannya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini;

9. Teman gamer saya, Zaid, Dika, Mujib, dan Apid yang selalu memberikan hiburan disela-sela waktu mengerjakan karya ini, tak lupa kepada teman-teman group rebana Ar-Raudhoh Salatiga yang selalu memberikan semangat serta motivasi agar cepat menyelesaikan kuliahnya, dan doaku kepada temanku semua semoga kita sukses di dunia dan akhirat, Aamiin.

10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta kepada pembaca pada umumnya. Aamiin.

Salatiga, 08 Mei 2018 Penulis

(10)

x

ABSTRAK

Anwar, A. Badrul. “Problematika Nafkah Sebagai Penyebab Perceraian Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Kertanegara Kabupaten

Purbalingga)” . Skripsi. Fakultas Syari’ah. Program Studi Hukum Keluarga

Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Drs. Badwan M.Ag.

Kata Kunci: Problematika Nafkah, Perspektif Hukum Islam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: problem mengenai penerapan konsep nafkah keluarga islam oleh keluaraga di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga, upaya apa saja yang telah dilakukan oleh keluarga sebagai respon dalam menghadapi problem seputar nafkah keluarga, dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pengadilan Agama dalam mempertahankan keutuhan keluarga yang mengajukan perceraian karena mengalami problem dalam pemenuhan nafkah.

Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan yang bertempat di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga dengan subjek penelitiannya adalah Keluarga di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Dan untuk menguji hasil temuan data tersebut maka peneliti menganalisa data dengan menggunakan deskriptif analitis.

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

LEMBAR BERLOGO ... . ii

NOTA PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN ...iv

PERNYATAANKEASLIAN TULISAN ...v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...vi

KATA PENGANTAR ...vii

ABSTRAK ...x

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...4

C. Tujuan Penelitian ...5

D. Manfaat Penelitian ...6

E. Tinjauan Pustaka ...7

F. Metode Penelitian ...10

G. Sistematika Penulisan Penelitian ...15

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG NAFKAH KELUARGA ...17

A. Hak dan Kewajiban Suami Menurut Hukum Islam ...17

1. Hak-hak Suami ...18

(12)

xii

B. Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Islam ...25

1. Hak-hak Istri ...25

2. Kewajiban-kewajiban Istri ...29

C. Hak dan Kewajiban Bersama Suami Istri ...30

1. Hak Bersama Antara Suami dan Istri ...30

2. Kewajiban Bersama Antara Suami Istri ...32

D. Konsep Nafkah Keluarga Menurut Hukum Islam ...33

1. Pengertian Nafkah ...33

2. Sebab-sebab Diwajibkannya Nafkah ...34

3. Bentuk-bentuk Nafkah ...36

4. Kadar Nafkah Yang Harus Diberikan Oleh Suami ...37

5. Waktu Wajib Nafkah ...37

E. Permasalahan Yang Sering Terjadi Seputar Nafkah ...39

BAB III HASIL PENELITIAN ...42

A. Gambaran Umum Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga ...42

1. Letak Geografis Desa Kertanegara ...42

2. Struktur Organisasi Desa Kertanegara ...44

3. Jumlah Penduduk Desa Kertanegara ...44

B. Gambaran Umum Subjek Penelitian ...46

1. Keluarga Bapak Teguh dan Ibu Sanginah ...46

2. Keluarga Bapak Tugiman dan Ibu Rubinah ...47

3. Keluarga Bapak Yusrin dan Ibu Nur Herlina ...48

(13)

xiii

C. Hasil Wawancara ...50

1. Keluarga Bapak Teguh Wahyono dan Ibu Sanginah ...50

2. Keluarga Bapak Tugiman dan Ibu Rubinah ...53

3. Keluarga Bapak Yusrin dan Ibu Nur Herlina ...55

4. Keluarga Bapak Sugeng dan Ibu Daryati ...57

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN ...61

1. Analisis Problem Nafkah Keluarga Teguh Wahyono dan Sanginah, Serta Upaya Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga ...61

2. Analisis Problem Nafkah Keluarga Tugiman dan Rubinah, Serta Upaya Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga ...65

3. Analisis Problem Nafkah Keluarga Yusrin dan Nur Herlina, Serta Upaya Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga...6

4. Analisis Problem Nafkah Keluarga Sugeng dan Daryati, Serta Upaya Yang Dilakukan Oleh Pihak Keluarga dan Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga ...72

BAB V PENUTUP ...76

A. Kesimpulan ...76

B. Saran ...77

DAFTAR PUSTAKA ...79

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Transliterasi arab-latin

2. Daftar Nilai SKK

3. Riwayat Hidup Penulis

4. Lembar Konsultasi

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan amat penting bagi kehidupan manusia, perseorangan

maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki

dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai

makhluk yang berkehormatan. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam

suasana damai dan rasa kasih sayang antara suami istri. Anak keturunan yang

dihasilkan dari perkawinan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan

sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan

berkehormatan (Basyir,1995 :9). Sebagaimana Firman Allah :

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda

bagi kaum yang berfikir”.

Menurut Hasan (2011 :9) perkawinan ialah akad yang menghalalkan

pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan karena ikatan

(16)

2

seorang perempuan yang bukan mahram. Sebagaimana fiman Allah yang

artinya :

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yatim (bagaimana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar

kamu tidak berbuat zalim.”

Menurut Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan,

mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan batin antara seorang pria dan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga

atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha

Esa. Jika penulis ambil kesimpulan bahwa pada dasarnya perkawinan

merupakan ikatan yang dibuat antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan sebagai jalan yang sah dalam membentuk hubungan rumah tangga

dengan tujuan mencapai kehidupan yang kekal dan bahagia.

Setelah adanya akad perkawinan maka timbul suatu hak dan

kewajiban, menurut Hasan (2011 :153) bahwa hak dan kewajiban suami istri

adalah hak-hak istri yang merupakan kewajiban suami dan kewajiban suami

yang menjadi hak istri. Para fuqaha dalam masalah ini berpendapat apabila

akad nikah telah berlangsung secara sah, maka konskuensi yang harus

dilaksanakan oleh pasangan suami istri adalah memenuhi hak dan

kewajibannya (Kisyik,1996 :120). Beberapa kewajiban tersebut antara lain :

1. Hak istri yang wajib dipenuhi oleh suaminya

2. Hak suami yang wajib dipenuhi oleh istrinya

(17)

3

Salah satu hak yang wajib dipenuhi oleh seorang suami terhadap

istrinya adalah bertanggung jawab sepenuhnya untuk memberikan nafkahnya

(Kisyik, 1996 :128). Nafkah merupakan semua kebutuhan dan keperluan yang

berlaku menurut keadaan dan tempat, seperti makanan, pakaian, rumah dan

sebagainya (Rasjid,2010 :421). Sebagaimana firman Allah :

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.

dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak

akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”

Ketentuan nafkah dalam undang-undang no 1 tahun 1974 terdapat pada

pasal 34 ayat (1) yang berbunyi suami wajib melindungi isterinya dan

memberikan segala keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan

kemampuannya. Sedangkan dalam kompilasi hukum islam ketentuan nafkah

terdapat pada bagian ketiga pasal 80 ayat (2) yang berbunyi suami wajib

melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup

berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Jika kita lihat antara

keduanya tidak ada perbedaan mengenai nafkah ini.

Desa Kertanegara merupakan salah satu Desa bagian dari Kecamatan

Kertanegara Kabupaten Purbalingga. Terletak disebelah timur Kecamatan

Karanganyar dan sebelah barat dari Kecamatan Karang Moncol. Desa dengan

jumlah penduduk kurang lebih 7000 jiwa dimana masyarakatnya mayoritas

(18)

4

dan aluminium. Namun untuk sekarang ini profesi tersebut sudah jarang

sekali ditemui dikarenakan modal serta bahan yang kurang mencukupi.

Sebagai alternatif lain masyarakat lebih memilih sebagai petani padi dan

merantau menjadi pekerja di Kota-kota besar.

Realita yang terjadi sekarang ini, mencari pekerjaan tidaklah mudah

apalagi bagi mereka yang hidup di lingkungan pedesaan dengan ketrampilan

yang terbatas. Seringkali kurang dalam mencukupi kebutuhan keluarganya,

akibatnya jika tidak bisa saling memahami dengan kondisi keluarganya maka

akan terjadi pertengkaran diantara anggota keluarganya, dan tidak sedikit dari

mereka yang lebih memilih perceraian.

Dari latar belakang diatas maka penulis mempunyai ketertarikan untuk

meneliti problem nafkah seperti apa yang menyebabkan perceraian di

kalangan keluarga di Desa Kertanegara. Sebagai tindak lanjut dalam hal ini

penulis akan melakukan penelitian kepada keluarga di Desa Kertanegara

dengan judul “PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis menentukan

(19)

5

1. Apa problem yang dihadapi oleh keluarga di Desa Kertanegara

Kabupaten Purbalingga dalam menerapkan konsep nafkah menurut

hukum Islam?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh keluarga sebagai respon dalam

menghadapi problem nafkah keluarga?

3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama dalam

mempertahankan keutuhan rumah tangga yang meghadapi problem

nafkah keluarga ?

C. Tujuan Penelitian

Sebagaimana lazimnya sebuah karya tulis yang berorientasi terhadap

pengembangan keilmuan maka penelitian ini mempunyai tujuan penelitian,

adapaun penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui problem apa saja yang dialami dalam penerapan

konsep nafkah keluarga islam oleh keluaraga di Desa Kertanegara

Kabupaten Purbalingga.

2. Untuk mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan oleh keluarga

sebagai respon dalam menghadapi problem seputar nafkah keluarga.

3. Untuk mengetahui apa saja upaya-upaya yang telah dilakukan oleh

Pengadilan Agama dalam mempertahankan keutuhan keluarga yang

(20)

6 D. Manfaat Penelitian

a. Kegunaan Teoritis :

a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khazanah

keilmuan serta mampu memberikan pemahaman hal yang baru pada

anggota keluarga mengenai konsep nafkah kelurga serta

problem-problem dalam pemenuhan nafkah keluarga menurut hukum Islam.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan refrensi bagi

peneliti-peneliti selanjutnya khususnya tentang problematika nafkah

keluarga menurut hukum Islam.

b. Kegunaan Praktis :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tersendiri

khususnya bagi keluarga di Desa Kertanegara Kabupaten

Purbalingga.

b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kajian

keilmuan bagi akademisi, khususnya bagi mahasiswa Institut Agama

(21)

7 E. Tinjauan Pustaka

Topik penelitian nafkah keluarga dalam suatu masyarakat sudah

banyak baik dalam bentuk Tesis, Skripsi maupun yang telah dipublikasikan

dalam bentuk jurnal ilmiah, diantaranya sebagai berikut :

Pertama, terdapat di dalam Tesisnya Darmawati (2014) berjudul

“Nafkah Dalam Rumah Tangga Persektif Hukum Islam (Studi Kasus di

Kelurahan Gunung Sari Makasar)”. Fokus penelitian ini pada pemenuhan nafkah keluarga dengan hasil bahwa nafkah dalam rumah tangga perspektif

hukum islam di kelurahan Gunung Sari Makasar sesuai dengan konsep hukum

Islam, dimana suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai kepala rumah

tangga yang memunyai tugas masing-masing. Tidak ada larangan bagi istri

ikut mencari nafkah diluar selama izin dari suami dan tidak keluar dari

koridor Islam. Namun terdapat dua dampak jika dilihat dari sisi positif dan

negatif istri ikut mencari nafkah, pertama sisi negatifnya seorang istri akan

lebih sedikit mempunyai waktu mengurus tugas rumah tangga, sisi positifnya

seorang istri akan membantu perekonomian keluarga serta istri tidak

terkekang dengan masalah bahwa tugas wanita hanyalah kasur, sumur, dan

dapur.

Kedua, terdapat di dalam Skripsinya Nasekhuddin (2014) berjudul

“Keikutsertaan Istri Dalam Pemberian Nafkah Rumah Tangga Menurut Hukum Islam”. Penelitian ini terfokus pada pandangan hukum Islam terhadap

keikutsertaan istri dalam memenuhi nafkah keluarga. Hasil dari penelitian

(22)

8

merupakan hal yang istimewa, tetapi sekaligus tanggung jawab yang tidak

kecil. Walaupun kewajiban mencari nafkah untuk anak dan istri dibebankan

pada suami, tetapi hendaknya istri membantu memenuhi kebutuhan tersebut,

kemudian nafkah yang diberikan istri kepada suami dihitung hutang suami

kepada istri dan ketika suami telah mempunyai uang sebagai pengganti maka

wajib untuk menggantinya kecuali istri ridla.

Ketiga, terdapat di dalam Skripsinya Hasan As’ari (2012) berjudul

“Pelaksanaan Nafkah Keluarga Oleh Istri Ditinjau Menurut Hukum Islam”.

Penelitian ini fokus pada pandangan hukum islam terhadap pemenuhan

nafkah keluarga yang dilakukan oleh istri. Dari peneltian tersebut dihasilkan

bahwa kewajiban menafkahi adalah suami. Dalam hal mencari nafkah istri

hanyalah membantu meringankan kebutuhan rumah tangga. Adapun dampak

yang terjadi dalam keluarga yaitu kurang dihargainya sebagai kepala rumah

tangga .

Keempat, terdapat di dalam Skripsinya Okta Vinna Abri Yanti (2017)

berjudul “Hak Nafkah Istri Dan Anak Yang Dilalaikan Suami Dalam

Perspektif Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Desa Purwodadi 13A

Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah)”. Penelitian ini fokus pada faktor-faktor penyebab suami melalaikan nafkah istri dan anak serta

bagaimana tinjauan dalam kompilasi hukum Islam. Dari penelitian tersebut

dihasilkan bahwa penyebab suami tidak memberi nafkah karena faktor

keluarga, istri tidak menghargai kerja keras suami, istri selalu mengeluh tidak

(23)

9

kurang dalam hal ibadah keagamaan. Selanjutnya tinjauan dalam kompilasi

hukum Islam mengenai kelalaian suami dalam memberi nafkah dijelaskan

dalam pasal 80.

Selanjutnya yang terakhir terdapat di dalam Jurnah Ilmiahnya,

Syamsul Bahri berjudul “Konsep Nafkah Dalam Hukum Islam”. Kesimpulan

dari kajiannya adalah pemberian nafkah merupakan kewajiban yang tidak

boleh dilanggar dan harus dipenuhi oleh suami bagi istrinya dan orang tua

terhadap anaknya. Kewajiban nafkah ini diatur dalam surat al Baqarah ayat

233 dan juga al Hadits. Adapun pemenuhan nafkah yang menjadi belanja

tersebut adalah berupa kebutuhan pokok, seperti makanan, tempat tinggal,

pendidikan, dan lainnya. Menyangkut kadar ataupun ukuran pemberian

nafkah tidak dibatasi, hal tersebut dilihat dari kemampuan si pemberi nafkah.

Dilihat dari beberapa penelitian terdahulu terdapat kesamaan antara

penelitian yang dilakukan oleh Darmawati, Nasekhuddin, Hasan As’ari, Okta Vinna Abri Yanti dan Syamsul Bahri yaitu fokus penelitian mengenai nafkah

keluarga, dan mengenai perbedaan yang akan peneliti tindak lanjuti yaitu

seputar Problematika Nafkah yang menjadi sebab perceraian Persepktif

Hukum Islam dikalangan masyarakat Desa Kertanegara Kabupaten

Purbalingga.

Dalam penelitian ini, penulis lebih memfokuskan pada problematika

nafkah keluarga dikalangan masyarakat Desa Kertanegara Kabupaten

Purbalingga. Pemfokusan ini meliputi peran suami sebagai kepala keluarga

(24)

10

menyikapi permasalahan-permasalahan yang timbul akibat adanya nafkah

keluarga menurut hukum Islam, dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh

Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga dalam mempertahankan keutuhan

rumah tangga yang mengalami problem nafkah yang samai pada jenjang

perceraian.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini disusun mengunakan pendekatan yuridis normatif,

yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan

kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Selanjutnya, Jenis

penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif yang secara umum

bersifat deskriptif. Dimaksudkan dari deskriptif ini untuk mendapatkan

gambaran baik, jelas serta dapat memberikan data secara cermat tentang

obyek yang diteliti. Dimaksudkan untuk memperoleh semua hal yang

berkaitan dengan problem-problem nafkah keluarga masyarakat Desa

Kertanegara Kabupaten Purbalingga.

2. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penellitian ini adalah Desa Kertanegara Kabupaten

Purbalingga dengan subjek penelitiannya yaitu keluarga yang mengalami

problem mengenai pemenuhan nafkah keluarga, dan bertempat tingga di

Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga. kemudian penulis dalam hal

(25)

11 3. Sumber Data

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber

primer, yakni sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut

(Amirin, 1990 :132). Macam-macam data primer antara lain:

1) Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasinya tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.

Jadi seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman

tentang latar belakang penelitian. Seorang informan berkewajiban

secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya

bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan

dengan kesukarelaannya ia dapat memberikan pandangan dari segi

orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan

kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat

(Moeloeng,2002 :90). Yang menjadi informan dalam penelitian

ini adalah keluarga yang menghadapi problem nafkah yang

menyebabkan perceraian, yaitu keluarga yang tinggal di Desa

Ketanegara Kabupaten Purbalingga.

2) Dokumen

Dokumen adalah bahan tertulis ataupun film (Moeloeng,2002

:161). Sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah

(26)

12

(Moeloeng,2002 :113). Dalam penelitian ini setiap bahan tertulis

berupa data-data yang ada dalam keluarga Desa Kertanegara

Kabupaten Purbalingga.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang

bukan asli memuat informasi atau data tersebut (Amirin, 2002 :132).

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif

adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan

sebagai instrument. Format yang disusun berisi item-item tentang

kejadian dan tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Arikunto,

2006: 229).

Observasi adalah jalan dimana peneliti melakukan pengamatan

terhadap subjek penelitiannya. Metode ini penulis gunakan sebagai

langkah awal untuk mengetahui kondisi objek penelitian. Objek dari

penelitian ini yaitu keluarga Desa Kertanegara Kabupaten

Purbalingga dengan mengamati kegiatan para anggota keluarga di

desa tersebut.

Penulis melakukan observasi secara langsung di lapangan yaitu di

Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga, teknisnya penulis secara

langsung mendatangi pihak yang bersangkutan dan bertanya jawab

(27)

13

dilakukan oleh pihak keluarga sebagai tanggapan terhadap problem

yang ada, serta menanyakan bagaimana upaya yang dilakukan oleh

Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga sebagai respon problem

yang mereka hadapi ketika melakukan proses ersidangan perceraian.

b. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh

pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara

(Arikunto, 1998: 145).

Dalam hal ini penulis melakukan dialog dengan anggota keluarga

Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga untuk mendapatkan

informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan rumusan masalah.

Adapun beberapa keluarga yang menjadi objek wawancara yaitu

pertama keluarga Bapak Teguh Wahyono dan Ibu Sanginah, keduan

adalah keluarga Bapak Yusrin dan Ibu Nur Herlina, selanjutnya

pasangan Bapak Tugiman dan Ibu Rubinah, dan yang terakhir

keluarga Bapak Sugeng dan Ibu Daryati.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable

yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998: 236).

Dalam penelitian ini dokumentasi yang dimaksud adalah

(28)

14

aktivitas keluarga Desa Kertanegara Kabupaten Purbalingga yang

diperoleh dati web, vidio, koran, dan dokumentasi pribadi.

Dokumentasi yang penulis gunakan dalam penyusunan penelitian

ini adalah salinan putusan perceraian oleh pihak Pengadilan Agama

Kabupaten Purbalingga, foto kopi Akta cerai, dan foto Kartu Tanda

Pengenal milik keluarga yang menjadi objek penelitian.

5. Analisa Data

Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya

agar diperoleh data yang matang dan akurat (Moeloeng, 2011: 288).

Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa

kualitatif yaitu analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian

disajikan dalam bentuk uraian, yakni setelah penulis berhasil

mengumpulkan data-data objek penelitian yang diperlukan, kemudian

penulis menganalisis data-data tersebut yang selanjutnya disajikan dalam

bentuk uraian.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian,

karena dari data itulah nantinya akan muncul beberapa fakta. Fakta-fakta

ini nanti digunakan penulis sebagai bahan pembahasan. Dalam hal ini

penulis menggunakan metode triangulasi, yaitu pendekatan multimetode

yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan data. Ide dasarnya

(29)

15

sehingga diperoleh kebenaran data tingkat tinggi jika didekati dari

berbagai sudut pandang.

Penerapan yang penulis lakukan dilapangan yaitu dengan cara

menggali berita dari pihak keluarga yang bersangkutan, baik suami istri

maupun bapak dan ibu dari suami istri tersebut, “dengan catatan masih ada”. Selain itu penulis juga mengambil sumber dari tetangga sekitar subjek penelitian dan selanjutnya kemudian penulis menanyakan

langsung kepada Ketua RT sekitar, dimaksudkan untuk memperoleh

kebenaran mengenai hal tersebut.

G. Sistematika Penulisan Penelitian

Untuk memberikan kejelasan dan penelitian yang sistematis skripsi

ini dibagi menjadi bab dan sub bab. Sistematikanya dalah sebagai

berikut:

BAB pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.

Selanjutnya pada BAB kedua berisi Kajian Teori. Dalam bab ini

diuraikan tentang penjelasan mengenai hak dan kewajiban suami istri,

konsep nafkah keluarga serta gambaran permasalahan yang sering terjadi

dalam keluarga seputar pemenuhan nafkah keluarga.

Selanjutnya pada BAB ketiga diuraikan mengenai Hasil Penelitian.

(30)

16

Purbalingga, gambaran umum subjek penelitian, dan hasil wawancara

dengan subjek penelitian.

Selanjutnya pada BAB keempat membahas Analisis Hasil Penelitian.

Dalam bab ini diuraikan analisis hasil penelitian ditinjau dari hukum Islam.

Yang terakhir pada BAB kelima yaitu Penutup. Bab ini berisi

mengenai kesimpulan dan saran - saran yang diperoleh dari hasil penelitian

(31)

17 BAB II

KAJIAN TEORI TENTANG NAFKAH KELUARGA

A. Hak dan Kewajiban Suami Menurut Hukum Islam

Sebagai salah satu akad atau transaksi, perkawinan tentunya

mempunyai konskuensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak yang

bersangkutan, dalam hal ini adalah suami dan istri. Hak dan kewajiban harus

dilandasi oleh beberapa prinsip antara lain kesamaan, keseimbangan, dan

keadilan antara keduanya (Nasekhuddin.2004: 16). Sebagaimana Firman

Allah:

“Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya,

menurut cara yang ma‟ruf”. (Q.S.Al-Baqarah: 228)

Keseimbangan ini juga diatur dalam Undang-undang Perkawinan pasal

31 ayat 1, hal yang sama juga terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

79 ayat 2 yaitu:

“Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami

dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam

masyarakat”.

Dari dua aturan diatas, mendahulukan menyebut hak atas kewajiban,

hal ini merupakan penegasan terhadap hak sekaligus pentingnya

memperhatikan atas hak tersebut. Hak dan kewajiban seorang suami adalah

(32)

18 1. Hak-hak suami

Muhammad Azzam (2009: 221) dalam bukunya Fikih Munakahat

menjelaskan hak seorang suami yang harus didapatkan dari seorang istri

adalah:

a. Mematuhi suami

Daiantara hak suami atas istrinya adalah ditaati selama tidak

mengarah pada perilaku maksiat (Azzam.2009: 221). Sebagaimana

sabda Nabi:

قلالخا ةيصعم فى قولخلم ةعاطلا

Tidak ada kepatuhan terhadap makhluk yang maksiat kepada pencipta”. (HR. Al-Bukhari)

Rasulullah SAW menganjurkan agar para istri patuh terhadap

suami, karena hal tersebut dapat membawa maslahat dan kebaikan.

Rasulullah menjadikan ridla suami sebagai penyebab masuk surga.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“wanita manapun yang wafat dan suaminya ridla atasnya maka ia

masuk surga.(HR. Turmudzi)

Hak suami merupakan kewajiban seorang istri dan hak suami

yang dipatuhi termasuk dalam kebaktian istri kepadanya, hal ini juga

dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 83 yang berbunyi:

“Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin

kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam”.

Kepatuhan ini juga termasuk seorang istri tidak mendurhakai

(33)

19

“Jika seorang laki-laki mengajak istrinya ketempat tidurnya, tetapi ia

tidak mau datang, suami semalaman murka atasnya, maka malaikat

melaknat kepadanya sampai pagi”. (HR. Muttafaq Alaih)

Sesungguhnya Islam telah memberikan berbagai macam hak

kepada seorang suami atas istrinya berupa kepatuhan seorang istri

pada suaminya, bekerja keras untuk melaksanakan segala perintah

suaminya selama tidak perintah untuk maksiat. Dan hendaknya

seorang istri menjaga kehormatan suaminya atas jiwanya sendiri dan

harta benda suaminya. Seorang istri juga tidak melakukan perbuatan

dosa yang bisa membuat hati suaminya tidak enak (Hamid.2004:

303).

b. Memelihara kehormatan dan harta suami

Hak suami agar istri tidak menerima masuknya seseorang

tanpa izinnya, dimaksudkan agar ketentraman hidup rumah tangga

tetap terpelihara. Ketentuan tersebut berlaku apabila orang yang

datang itu bukan mahram istri, apabila orang yang datang adalah

mahramnya seperti ayah, saudara, paman, dan sebagainya dibenarkan

menerima kedatangan mereka tanpa izin suami (Basyir.1996: 59).

Rasulullah memuji seorang istri yang menjaga kehormatan dan

harta suami dikala suami tidak dirumah, serta menjanjikan kebaikan

yang banyak bagi istri, menjadikan perhiasan dunia yang paling baik

dan sebagai sebab kebahagiaan dan ketenangan (Hamid.2010: 99).

Selain menjaga kehormatan suami, seorang istri juga

(34)

20

pengeluarannya selama masih dalam batas ketaatan kepada suaminya.

Istri tidak diperkenankan membelanjakan sesuatu atau memberi

seseorang dari harta suaminya kecuali dengan izin suaminya dan

yakin bahwa ia rela untuk urusan itu (Al-Shabbagh.1994: 51).

Sebagaimana sabda Nabi:

“Wanita tidak boleh membelanjakan sesuatu dari rumah suaminya kecuali dengan izinnya”.

c. Berhias untuk suami

Hak lain yang didapat seorang suami dari istrinya adalah

berdandan karena suami dengan berbagai perhiasan yang menarik.

Seperti perhiasan yang terlihat semakin indah akan membuat suami

senang dan merasa cukup, tidak perlu melakukan hal yang haram

(Azzam.2009: 306).

Mempercantik diri dengan cara berdandan dan memakai

wangi-wangian merupakan bagian yang dapat membuat suami

berlapang dada dan membahagiakan pandangan. Ketika istrinya

dengan dandanan yang memukau, memakai pakaian yang indah

dipandang mata, memakai wangi-wangian, merias wajah sehingga

terlihat cantik maka suami akan merasa senang dan bahagia serta

menyebabkan ketenangan ketika memandangnya.

Selain itu, untuk mewujudkan kebahagiaan dalam kehidupan

suami istri, Islam mengajarkan seorang istri muslimah agar berhias

mempercantik diri untuk suaminya. Hal itu merupakan bagian dari

(35)

21 d. Menjadi partner suami

Allah telah mewajibkan seorang suami bertempat tinggal

bersama istri secara syar‟i di tempat yang layak bagi sesamanya dan

sesuai dengan kondisi ekonomi suami, dan istri wajib menyertainya di

tempat tinggal tersebut. Istri tidak boleh keluar dari rumah kecuali

dengan izin suaminya, kecuali jika ia keluar untuk berziarah atau

menjenguk kedua orang tua yang sakit, atau keluarga lainnya ketika

ia merasa aman dan tidak menimbulkan fitnah karena hal tersebut

termasuk silaturahim dan menjaga hubungan silatirahim itu wajib,

suami tidak boleh mencegah kewajiban tersebut. Tetapi alangkah

baiknya jika hal tersebut dengan ridha suami (Azzam. 2009: 229).

Sebagaimana Firman Allah yang artinya:

“tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal

menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka

untuk menyempitkan (hati) mereka” (Q.S. Ath-Thalaq: 6)

Pada intinya seorang istri harus menjadi pendamping (partner)

seorang suami dengan baik, tidak memberatkan suami dan tidak

menyusahkannya. Ridha seorang suami merupakan hal utama yang

harus dituju oleh seorang istri, keridhaan suami terhadap tingkah laku

seorang istri merupakan ladang pahala baginya.

2. Kewajiban-kewajiban Suami

Selanjutnya kewajiban suami yang harus diperoleh seorang

(36)

22

a. Membimbing, melindungi dan memberikan pendidikan agama pada

istri

Hal ini dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 80

Ayat 1-3 yang berbunyi:

(1) Suami adalah pembimbing, terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetap mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama.

(2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

Hal serupa juga terdapat dalam Undang-undang no. 7 tahun

1974 tentang Perkawinan, tepatnya pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi:

“Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya”.

Dengan sebuah pernikahan akan menyempurnakan separuh

pengalaman agama bagi istri juga suami. hidup dalam pernikahan

suami berkewajiban membimbing istrinya untuk mengamalkan

agamanya (Halim.2000: 116).

Dengan demikian suami wajib mengajarkan agama terhadap

istrinya, baik itu tentang ibadah wajib maupun tentang pengetahuan

agama yang jika dilihat akan bermanfaat bagi kehidupan sang istri

dan akan membantu terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis,

(37)

23 b. Mencukupi kebutuhan istri

Mencukupi kebutuhan istri dapat dikatakan sebagai pemberian

nafkah yang disinggung dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 80

Ayat 4-7 sebagai syarat yang mengikuti kewajiban tersebut, yang

berbunyi:

(4) sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;

b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak;

c. biaya pendidikan bagi anak.

(5) kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada Ayat (4) huruf a dan b atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.

(6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b. (7) kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur

apabila istri nusyuz.

Yang termasuk juga kewajiban dalam mencukupi kebutuhan

istri adalah kewajiban suami untuk menyediakan tempat kediaman,

Kompilasi Hukum Islam mengaturnya tersendiri dalam pasal 81

sebagai berikut:

a. suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau bekas istri yang masih dalam iddah. b. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk

istri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.

c. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram, tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.

(38)

24

Firman Allah tentang pemberian tempat tinggal terdapat dalam

Q.S.At-Thalaq ayat 6 yang artinya:

“tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal

menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka karena ingin untuk menyempitkan mereka. Jika mereka hamil berikan mereka belanja sampai lahir kandungan mereka. Jika mereka menyusahkan untukmu (anakmu) berilah upah (imbalannya). Bermusyawarahlah kamu dengan sebaik-baiknya. Tetapi jika kamu kepayahan hendaklah (carilah) perempuan

lain yang akan menyusukannya”.

c. Memuaskan istri

Kewajiban suami selanjutnya adalah memuaskan istri dengan

hubungan seksual. Pendapat ibnu Qudamah yang dikutip dalam fiqh

munakahat berbunyi: “berhubungan seks wajib bagi suami jika tidak

ada udzur”. Alasannya nikah disyari’atkan untuk kemaslahatan suami

istri dan menolak bencana bagi mereka. Suami melakukan hubungan

untuk menolak gejolak syahwat istri, sebagaimana juga untuk

menolak gejolak syahwat suami. Alasan tersebut menjadi suatu

keharusan dan nikah adalah solusi mereka bersama (Azzam.2009:

219).

Senada dengan pendapat madzhab maliki yang juga

mengatakan bahwa suami wajib menggauli istri selama tidak ada

halangan. Berbeda dengan madzhab Syafi’i yang berpendapat bahwa kewajiban suami menyetubuhi istrinya hanya sekali selama mereka

masih menjadi suami istri. Lain dengan madzhab Hambali yang

menyatakan bahwa suami wajib menggauli istrinya paling tidak sekali

(39)

25

B. Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Islam

1. Hak-hak Istri

Diantara hak-hak istri yang wajib diberikan oleh seorang suami

antara lain:

a. Mahar

Mahar adalah sesuatu yang diberikan oleh calon suami kepada

calon istri, baik berupa uang maupun barang. Membayar mahar

hukumnya wajib, namun tidak termasuk rukun nikah. Karena itu bila

mahar tidak disebutkan dalam pelaksanaan akad nikah, maka

pernikahannya tetap sah (Azzam.2009: 219).

Dalam Al-Qur’an, mahar dibahas pada surat An-Nisa ayat 4 yang artinya:

“berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita yang kalian nikahi

sebagaimana pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkannya kepada kalian sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu sebagai makanan

yang sedap lagi baik akibatnya”.

Dari ayat diatas menandakan bahwa mas kawin (mahar) sangat

penting untuk diperhatikan, sehingga hukum Islam sendiri

mewajibkan adanya mas kawin sebagai syarat kehalalan satu sama

lain. Namun, mahar bukan berarti sebagai tebusan untuk perempuan

yang akan kita nikah. Sebab dalam Al-Qur’an pun tidak mengatur adanya kadar atau batasan mahar tersebut, ia bisa besar dan bisa kecil.

Rasulullah SAW bersabda:

“sebaik-baik maskawin itu adalah yang termurah (gampang”. (hadits

(40)

26

Mas kawin merupakan kewajiban yang harus diberikan oleh

suami kepada istrinya dan murni mejadi milik istri serta tidak ada

campur tangan dari orang lain dalam kepemilikannya. Maskawin juga

bisa digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup dimasa depan

(Hamid.2004: 263)

b. Nafkah

Secara harfiah, nafkah adalah pengeluaran atau suatu yang

dikeluarkan oleh seorang untuk orang-orang yang menjadi tanggung

jawabnya. Pengeluaran ini harus diberikan untuk keperluan-keperluan

yang baik(Muhamad.2001: 110). Sebagaimana Firman Allah yang

artinya:

“...dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para

ibu dengan cara yang maruf...”. (Q.S.Al-Baqarah: 233)

Nafkah merupakan hak berupa kebendaan yang meliputi

makanan, lauk-pauk, alat-alat (sarana) untuk memebersihkan anggota

tubuh, pakaian, perabot rumah, tempat tinggal, dan pembantu (jika

diperlukan). Semua ini sebenarnya mencerminkan hal-hal yang

menjadi kebutuhan dasar manusia. Segala keperluan dasar ini

merupakan kewajiban suami yang wajib diberikan kepada istri

sebagai haknya menurut cara-cara yang baik.

Amir Syarifudin (2006: 160) berpendapat, Adapaun hak-hak

seorang istri yang didapat dari suaminya yang bukan harta benda

(41)

27

1) Mendapat pergaulan secara baik dan patut.

Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S.An-Nisa ayat 19

yang artinya:

“...pergaulilah mereka (istri-istrimu) secara baik kamu tidak

menyukai mereka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (Q.S An-Nisa: 19)

Pergaulan yang baik dan patut meliputi menghormatinya,

bergaul dengan baik memperlakukan dengan wajar,

mendahulukan kepentingan yang memang patut didahulukan

untuk melunakan hatinya, lebih-lebih bersikap menahan diri dari

sikap yang kurang menyenangkan dari padanya atau bersabar

untuk menghadapinya (Sabiq.1981: 80).

Diantar cara menghormati perempuan adalah dengan

bersikap lemah lembut dan bersikap sabar. Cara lain sebagai

wujud menghormati seorang istri adalah dengan cara mengangkat

martabatnya setaraf dengan dirinya, tidak menyakiti hatinya

sekalipun dengan kata-kata olokan. Yang terpenting perempuan

itu tidaklah sempurna dan hendaklah seorang laki-laki itu

menerima dia dengan segala kenyataannya (sabiq.1981:

102-103).

2) Didatangi dengan cara Mu‟asyarah bi al-ma‟ruf.

Sebagaimana kewajiban suami yang dibahas diatas,

mendatangi berarti menggauli istri. Kebutuhan seksual seorang

(42)

28

Relasi seksual ini harus dengan cara Mu’asyarah bi al-ma’ruf yaitu diantara keduanya harus saling memberi dan menerima,

saling mengasihi dan menyayangi, tidak saling menyakiti, tidak

saling memperlihatkan kebencian, dan masing-masing tidak

saling mengabaikan hak atau kewajiban (Muhamad.2001: 112).

Dalam pelaksanaanya hubungan seksual harus dilakukan

secara wajar dan tidak bersikap memaksa, melalui jalan yang

wajar dan sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam dan tidak

mengikuti gaya berhubungan intim yang aneh seperti anal atau

oral sek yang secara aturan tidak diperbolehkan (muhamad.2001:

113).

3) Pembatasan kelahiran

Dalam islam disebutkan menyukai banyak anak karena ini

sebagai tanda dari adanya kekuatan daya pertahanan terhadap

umat-umat dan bangsa lain. Sebagaimana dikatakan bahwa

kebesaran adalah terletak pada keturunan yang banyak, karena itu

Islam mensyariatkan perkawinan (Sabiq.1981: 121).

Dalam Islam memang tidak membatasi kelahiran, baik itu

dengan Azl atau dengan cara kontrasepsi. Namun jika orang tua

tidak mampu membiayai anak yang jumlahnya banyak maka

lebih baik memiliki anak sedikit namun terjamin kehidupanya.

Karena anak yang lebih membahagiakan orang tua adalah bukan

(43)

29

akan lebih membahagiakan orang tua sekaligus mempunyai nilai

lebih terhadap rasa puas sebagai orang tua (sabiq.1981: 122).

2. Kewajiban-kewajiban istri

Islam mengangkat nilai perempuan sebagai istri dan menjadikan

pelaksanaan hak-hak istri sebagai jihad dijalan Alah SWT. Sebagai timbal

balik dari pelaksanaan hak-hak yang wajib dipenuhi seorang suami

terhadap istrinya, Islam mewajibkan kepada istri untuk melayani

kebutuhan suaminya secara lahir maupun batin, manjaga nama baik dan

kehormatan suami serta harta bendanya, mengabdi dengan taat kepada

ajaran agama dan kepemimpinan suami sepanjang tidak bertentangan

dengan hukum Islam. Kewajiban-kewajiban ini tidak banyak dan tidak

bersifat mendzalimi istri, jika dibandingkan dengan kewajiban yang harus

dipenuhi oleh suaminya (Jamaluddin.2016: 77).

Kompilasi Hukum Islam juga mengatur mengenai kewajiban

seorang istri terhadap suaminya, tepatnya pada pasal 83 yang berbunyi:

1. Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam. 2. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga

sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

Selain dalam Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang

perkawinan Indonesia juga menjelaskan dalam pasal 34 ayat 2 yang

berbunyi:

“istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.

Pasal tambahan tentang kewajiban isti diatas adalah pasal 79 ayat 1 yang

(44)

30

“suami adalah kepala rumah tangga keluarga dan istri ibu rumah tangga”.

Berdasarkan peraturan diatas bahwa istri sebagai penata rumah

tangga yang dihuninya beserta isi dan perabotnya. Sehubungan dengan itu

maka seorang istri hendaknya pandai-pandai menata rumah, juga

membersihkan rumah supaya suasana rumah menjadi selalu nyaman

untuk suami dan keluarga. kemudian, berbagai kewajiban seorang istri

juga telah disinggung dalam hak seorang suami terhadap istrinya, karena

pada dasarnya hak dan kewajiban merupakan unsur yang bersifat timbal

balik.

C. Hak dan Kewajiban Bersama Suami Istri

1. Hak bersama antara suami dan istri meliputi:

a. Kehalalan bersenang-senang (Bersetubuh)

Masing-masing suami istri berhak bersenang-senang dengan

pasangannya karena memenuhi dorongan fitrah dan mencari

keturunan. Hak ini berserikat antara suami istri, tidak tergambarkan

secara akal jika bersenang-senang tersebut hanya terjadi dari salah

satu dari mereka bukan yang lain. Haram salah satu dari mereka yang

mengharamkan pasangannya melakukan hak ini (Azzam.2009: 231).

Ulama madzhab hanafi berpendapat, istri boleh menuntut

suami untuk melakukan persetubuhan, karena kehalalan suami bagi

istri merupakan hak istri, begitu pula sebaliknya. Jika istri menuntut

(45)

31

berpendapat bahwa melakukan persetubuhan adalam kewajiban suami

terhadap istri jika tidak ada uzur( Nasekhuddin. 2014: 30).

b. Haram melakukan perkawinan

Sebab akad yang sah mengakibatkan haramnya perkawinan

antara istri yang haram dinikahi oleh ayah suaminya, datuknya,

anaknya dan cucu-cucunya, begitu pula ibu istrinya, anak

perempuannya, dan seluruh cucunya haram dinikahi oleh suaminya

(Azzam.2009: 240).

c. Saling mewarisi

Sebab akad yang sah mengakibatkan hak saling mewarisi

antara suami istri. Jika suami meninggal istri dapat mewarisi dan jika

istri meninggal suamipun dapat mewarisinya sebagaimana dijelaskan

dalam ilmu faraidh (Azzam.2009: 240).

d. Sahnya menasabkan anak kepada suami

Kapan akad sah, maka ditetapkan hak masing-masing mereka

dalam melahirkan keturunan, membesarkan anak-anak, dan

menisbatkan keturunan kepada mereka (Azzam.2009: 241). Imam

Al-Ghazali berpendapat, keturunan haknya bapak saja, baginya

mempunyai hal melarang jika mau, tanpa seizin istri. Pera ulama

menganggap lemah pendapat tersebut, dibuktikan dengan sabda

Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ad-Dailami dari Said Al-Khudri

yang artinya:

“barangsiapa yang meninggalkan menikah karena takut banyak

(46)

32

Segolongan fuqaha’, diantaranya Ibnu Hibban dan Ibnu Hazm

berpendapat, haramnya mencegah kelahiran anak, mereka

memenangkan hak umat pada anak daripada hak kedua orangtua.

Mereka berpendapat, “Azel itu memutuskan keturunan yang dituntut

pernikahan secara syara” (Azzam.2009: 242).

2. Kewajiban bersama antara suami istri

Kewajiban bersama suami istri dalam berbagai sumber Islam bisa

dijabarkan sebagai berikut:

Dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam pasal 77 dan pasal 78,

berikut bunyi pasal 77:

a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat.

b. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agama.

d. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

e. Jika suami istri melalaikan kewajiban masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.

Kompilasi Hukum Islam pasal 78 berbunyi:

a. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

b. Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditentukan oleh suami istri bersama.

Dalam Undang-undang perkawinan tahun 1974, tepatnya pada pasal 33

yang berbunyi:

“suami istri wajib saling cinta mencintai hormat menghormati, setia, dan

(47)

33

Dari dua peraturan diatas dapat ditasik kesimpulan bahwa kewajiban

bersama antara suami istri adalah saling menyayangi, saling menghormati,

saling memberi, setia, dan mengasuh serta merawat anak-anak dengan

sebaik-baiknya.

D. Konsep Nafkah Keluarga Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Nafkah

Secara etimologi, nafkah berasal dari bahasa arab yakni dari suku

kata anfaqa-yunfiqu-infaqan. Dalam kamus arab indonesia, secara

etimologi kata nafkah diartikan sebagai “hak menafkahkan dan atau

membelanjakan (Yunus.1989 : 463).

Secara harfiah, nafkah adalah pengeluaran atau suatu yang

dikeluarkan oleh seorang untuk orang-orang yang menjadi tanggung

jawabnya. Pengeluaran ini harus diberikan untuk keperluan-keperluan

yang baik(Muhamad.2001: 110).

Sayyid Sabiq (1981: 421) mendefinisikan nafkah adalah semua

kebutuhan dari keperluan yang berlaku menurut keaadaan dan tempat,

seperti makanan, pakaian, rumah dan sebagainya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nafkah

merupakan semua kebutuhan yang wajib diberikan kepada seseorang

yang menjadi tanggung jawabnya meliputi semua keperluan hidup seperti

makanan, pakaian, rumah dan sebagainya dengan tujuan untuk memenuhi

(48)

34 2. Sebab-sebab diwajibkannya nafkah.

Kewajiban nafkah dipengaruhi oleh tiga sebab antara lain:

a. Zaujiyyah

Suami diwajibkan memberi nafkah dikarenakan adanya

perkawinan yang sah, pemberian ini diberikan kepada istri yang

taat (tidak nusyuz), baik berupa makanan, pakaian, tempat tinggal

maupun perkakas rumah tangga dan kebutuhan lainnya sesuai

dengan masing-masing lingkungan dan kekuatan suami

(Rasjid.:399). Sebagaiman firman Allah yang artimya:

“... dan mereka (istri) memiliki hak (nafkah) yang seimbang

dengan kewajibannya menurut cara yang patut....” (QS. Al

-Baqarah: 228).

Ayat diatas merupakan penjelasan nafkah bagi seorang

dikarenkan keta’atannya. Seorang istri yang tidak taat tidak

berhak atas nefkahnya dari seorang suami (rasjid.: 400).

b. Qarabah

Qorobah adalah hubungan kekerabatan, dalam hal ini para

fuqaha berbeda pendapat. Kalangan Malikiyah menilai qarabah

yang wajib nafkah hanya pada hubungan orangtua dan anak

(walid wal walad). Kalangan syafi’iyah menilai qarabah dalam hubungan orangtua dan anak, dan hubungan cucu dan kakek

(ushul dan furu‟). Hanafiyah menilai qarabah dalam konteks

mahramiyah, tidak terbatas ushul dan furu‟, sehingga meliputi

(49)

35

kalangan madzhab hambali memahami qarabah dalam konteks

hubungan waris fardh dan ashabah, meliputi ushul, furu‟,

hawasyiy, dan dzawil arham yang berada pada jalur nasab

(Erfani.:6).

Syarat wajibnya belanja atas bapak atau ibu kepada

anaknya apabila si anak masih kecil dan miskin, atau besar dan

miskin namun tidak kuat berusaha. Kewajiban ini juga berlaku

untuk anak ketika kedua orang tuanya tidak lagi kuat berusaha

dan tidak mempunyai harta (Rasjid.: 399).

Merujuk pendapat pemberian nafkah anak kepada

orangtua menurut madzhab hanafi dan syafi’i bahwa ketidak

mampuan bekerja tidak merupakan syarat kewajiban memberi

nafkah kepada para ayah dan para kakek. Para anak tetap wajib

memberikan nafkah kepada mereka. Sedangkan orang-orang

selain ayah dan kakek yang sanggup bekerja, tidak ada kewajiban

memberi nafkah kepada mereka (mughniyah.: 433).

Luasnya cakupan qarabah sebagai objek nafkah harus

dipahami dalam konteks yang relatif, yaitu menghendaki syarat

kesanggupan pihak yang berkewajiban nafkah. Sehingga ketidak

terpenuhan syarat itu akan menyebabkan tidak adanya tanggup

jawab nafkah dan tidak menimbulkan konskuensi hukum lainya

(50)

36 c. Milk

Sebab kepemilikan atas sesuatu, dalam hal ini pemilik

budak. Dalam konteks kekinian, sebab milik ini dapat dipahami

dalam konteks yang luas, yaitu hubungan kepemilikan seseorang

terhadap sesuatu yang hidup, termasuk jasa pembantu,

memelihara hewan, tumbuhan dan lain-lain (Erfani.: 6).

Inti dari sebab-sebab nafkah diatas adalah kesamaan yang

mendasar, yaitu posisi laki-laki sebagai penanggung jawab

nafkah. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya:

“...dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada

para ibu dengan cara ma‟ruf...”. (QS.Al-Baqarah: 233)

Kemudian kewajiban dari seorang suami dalam

memberikan nafkah yang terbaik untuk keluarganya, sejauh yang

dimiliki dan diusahakannya. Sebagaimana firman Allah yang

artinya:

“hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuanya. Dan orang yang disempitkan (kekurangan) resekinya hendaklah memberi nafkah sesuai dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadanya, Allah tidak memberikan beban kepada seseorang kecuali sesuai dengan apa yang diberikan Allah. Semoga Allah akan memberikan kelapangan setelah

kesempitan”. (QS.Ath-Thalaq: 7)

3. Bentuk-bentuk nafkah

Bentuk-bentuk nafkah ini telah dijelaskan dalam kewajiban

seorang suami dengan berbagai dasarnya baik berupa ayat al-Qur’an maupun Undang-undang. Para ulama fiqih menyimpulkan bahwa nafkah

(51)

lauk-37

pauk, pakaian, tempat tinggal, pembantu (jika diperlukan), alat-alat rumah

tangga dan kebutuhan rumah tangga lainnya (Muhammad. 2001: 123).

Sementara untuk alat-alat kecantikan bukan merupakan kewajiban

suami. Keculai sebatas menghilangkan bau badan istri. Hal ini selaras

dengan pendapat imam Nawawi dari madzhab Syafi’i yang menyatakan

bahwa suami tidak berkewajiban memberikan nafkah untuk biaya alat

kecantikan mata, kutek, minyak wangi dan alat-alat kecantikan lainnya

yang semuanya dimaksudkan untuk menambah gairah

seksual.(Muhamad.2001: 123).

Para ulama madzhab berpendapat bahwa biaya bersalin dan

pengobatan yang ringan, seperti malaria dan sakit mata termasuk ke

dalam nafkah. Akan tetapi pengobatan sejenis operasi yang membutuhkan

biaya besar harus dipisahkan atau dilihat dari keadaan materi suami

maupun istri (Mughniyah.1996: 424-425).

4. Kadar nafkah yang harus diberikan oleh suami

Perkiraan nafkah sesuai dengan kemampuan suami, sebagaimana

firman Allah yang artinya:

“hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberikan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan

sesudah kesempitan”. (QS.Ath-Thalaq: 7)

Seorang suami dalam menafkahkan hartanya selain tidak boleh

(52)

38

hartanya. Dalam menafkahkan harta harus berpegang teguh kepada

firman Allah yang artinya:

dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelajaran itu) ditengah-tengah anatara yang demikian”. (QS.Al-Furqan: 67)

Dari ayat al-Qur’an diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tolak ukur pemberian nafkah sesuai dengan kemampuan suami. Seorang suami

dianjurkan menafkahi istinya sewajarnya, artinya tidak terlalu sedikit

maupun terlalu banyak, akan tetapi sesuai dengan kebutuhan rumah

tangganya.

5. Waktu wajib nafkah

Menurut Ibnu Hazm suami-suami berkewajiban menafkahi istrinya

sejak terjadinya akad nikah, baik suami yang mengajaknya hidup serumah

atau tidak, baik istri masih dalam buaian atau berbuat nusyuz, kaya atau

kafir, mempunyai orang tua atau sudah yatim, gadis atau janda, semua itu

disesuaikan dengan keadaan dan kesanggupan suami (Sabiq.1982:85).

Namun para ulama madzhab berpendapat bahwa istri yang melakukan

nusyuz tidak berhak atas nafkah (Mughniyah.1996: 402).

Pada masa iddah wanita cerai memiliki hak tempat tinggal ynag

menjadi kewajiban suaminya, selama dia menunggu iddah suaminya.

Seorang laki-laki tidak berhak mengusirnya dan mengeluarkannya kecuali

dia melakukan perbuatan keji yang nyata seperti zina dan nusyuz.

Sebagian ulama juga berpendapat bahwa istri berhak atas tempat tinggal

(53)

39

Menurut imam Malik mencukupi nafkah keluarga merupakan

kewajiban dari seorang suami setelah membayar mahar dan berlaku adil

kepada istri (berlaku bagi yang berpoligami). Kelau terjadi perpisahan

antara suami dan istri, baik karena cerai atau meninggal dunia maka harta

asli istri tetap menjadi milik istri dan harta asli milik suami tetap menjadi

milik suami, menurut madzhab Maliki waktu berlakunya pemberian

nafkah wajib apabila suami sudah mengumpuli istri.

Jadi, nafkah diberikan ketika sudah terjadi akad yang sah antara

suami dan istri. Madzhab Mailiki berpendapat wajib memberi nafkah

setelah mengumpuli istrinya, dan akan menjadi tidak wajib ketika seorang

istri cerai atau istri telah meninggal dunia.

E. Permasalahan Yang sering Terjadi Seputar Nafkah Keluarga

Menurut Ummu Sufyan (2007: 32) nafkah bagi istri termasuk

kewajiban pokok seorang suami. Hal ini berdasarkan hadits Hakim bin

Muawiyah al-Qusyairi, yang artinya:

“aku bertanya: ya Rasulullah, pakah hak istri atas setiap kami? Beliau

menjawab: kamu memberinya makan ketika kamu mendapati makan, memberinya pakaian ketika kamu mendapat pakaian, jangan memukul mukanya, jangan menjelek-jelekan dan jangan meninggalkannya selain di

rumah”

Nafkah merupakan hal penting yang harus terpenuhi dalam kehidupan

rumah tangga, namun terkadang masalah nafkah ini menjadi sumber

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi, Jakarta: Program Studi Pendidikan Ekonomi, Konsentrasi Pendidikan Administrasi Perkantoran, Jurusan Ekonomi dan Administrasi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

2 Atfal M (2016) (16) Hubungan Pengetahuan dan Praktek Penjamah Makanan terhadap Kualitas Bakteriologi pada Peralatan Makan Rumah Makan di Kabupaten Tegal Survey dengan

Ketika pemerintah menerapkan liberalisasi perdagangan beras maka pasar beras Indonesia terintegrasi dengan pasar beras internasional dan harga beras dalam negeri akan

perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan bahwa mempunyai. reaksi pasar

Pegawai yang tidak masuk kerja, terlambat masuk bekerja, dan atau.. pulang sebelum waktunya tanpa alasan yang sah dianggap tidak

Pada tahap persiapan, praktikan menyiapkan seluruh kebutuhan dan administrasi yang diperlukan untuk mencari tempat PKL. Dimulai dengan pengajuan surat permohonan PKL

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tekanan anggaran waktu, tekanan ketaatan, dan pengalaman auditor terhadap audit judgment kepada auditor yang ada di Kantor