• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG NAFKAH KELUARGA

B. Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Islam

Diantara hak-hak istri yang wajib diberikan oleh seorang suami antara lain:

a. Mahar

Mahar adalah sesuatu yang diberikan oleh calon suami kepada calon istri, baik berupa uang maupun barang. Membayar mahar hukumnya wajib, namun tidak termasuk rukun nikah. Karena itu bila mahar tidak disebutkan dalam pelaksanaan akad nikah, maka pernikahannya tetap sah (Azzam.2009: 219).

Dalam Al-Qur’an, mahar dibahas pada surat An-Nisa ayat 4 yang artinya:

“berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita yang kalian nikahi

sebagaimana pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkannya kepada kalian sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu sebagai makanan

yang sedap lagi baik akibatnya”.

Dari ayat diatas menandakan bahwa mas kawin (mahar) sangat penting untuk diperhatikan, sehingga hukum Islam sendiri mewajibkan adanya mas kawin sebagai syarat kehalalan satu sama lain. Namun, mahar bukan berarti sebagai tebusan untuk perempuan yang akan kita nikah. Sebab dalam Al-Qur’an pun tidak mengatur

adanya kadar atau batasan mahar tersebut, ia bisa besar dan bisa kecil. Rasulullah SAW bersabda:

“sebaik-baik maskawin itu adalah yang termurah (gampang”. (hadits

26

Mas kawin merupakan kewajiban yang harus diberikan oleh suami kepada istrinya dan murni mejadi milik istri serta tidak ada campur tangan dari orang lain dalam kepemilikannya. Maskawin juga bisa digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup dimasa depan (Hamid.2004: 263)

b. Nafkah

Secara harfiah, nafkah adalah pengeluaran atau suatu yang dikeluarkan oleh seorang untuk orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya. Pengeluaran ini harus diberikan untuk keperluan-keperluan yang baik(Muhamad.2001: 110). Sebagaimana Firman Allah yang artinya:

“...dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para

ibu dengan cara yang maruf...”. (Q.S.Al-Baqarah: 233)

Nafkah merupakan hak berupa kebendaan yang meliputi makanan, lauk-pauk, alat-alat (sarana) untuk memebersihkan anggota tubuh, pakaian, perabot rumah, tempat tinggal, dan pembantu (jika diperlukan). Semua ini sebenarnya mencerminkan hal-hal yang menjadi kebutuhan dasar manusia. Segala keperluan dasar ini merupakan kewajiban suami yang wajib diberikan kepada istri sebagai haknya menurut cara-cara yang baik.

Amir Syarifudin (2006: 160) berpendapat, Adapaun hak-hak seorang istri yang didapat dari suaminya yang bukan harta benda adalah:

27

1) Mendapat pergaulan secara baik dan patut.

Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S.An-Nisa ayat 19 yang artinya:

“...pergaulilah mereka (istri-istrimu) secara baik kamu tidak

menyukai mereka (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (Q.S An-Nisa: 19)

Pergaulan yang baik dan patut meliputi menghormatinya,

bergaul dengan baik memperlakukan dengan wajar,

mendahulukan kepentingan yang memang patut didahulukan untuk melunakan hatinya, lebih-lebih bersikap menahan diri dari sikap yang kurang menyenangkan dari padanya atau bersabar untuk menghadapinya (Sabiq.1981: 80).

Diantar cara menghormati perempuan adalah dengan bersikap lemah lembut dan bersikap sabar. Cara lain sebagai wujud menghormati seorang istri adalah dengan cara mengangkat martabatnya setaraf dengan dirinya, tidak menyakiti hatinya sekalipun dengan kata-kata olokan. Yang terpenting perempuan itu tidaklah sempurna dan hendaklah seorang laki-laki itu menerima dia dengan segala kenyataannya (sabiq.1981: 102-103).

2) Didatangi dengan cara Mu‟asyarah bi al-ma‟ruf.

Sebagaimana kewajiban suami yang dibahas diatas, mendatangi berarti menggauli istri. Kebutuhan seksual seorang istri merupakan haknya dalam menjalani hidup berumah tangga.

28

Relasi seksual ini harus dengan cara Mu’asyarah bi al-ma’ruf

yaitu diantara keduanya harus saling memberi dan menerima, saling mengasihi dan menyayangi, tidak saling menyakiti, tidak saling memperlihatkan kebencian, dan masing-masing tidak saling mengabaikan hak atau kewajiban (Muhamad.2001: 112).

Dalam pelaksanaanya hubungan seksual harus dilakukan secara wajar dan tidak bersikap memaksa, melalui jalan yang wajar dan sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam dan tidak mengikuti gaya berhubungan intim yang aneh seperti anal atau oral sek yang secara aturan tidak diperbolehkan (muhamad.2001: 113).

3) Pembatasan kelahiran

Dalam islam disebutkan menyukai banyak anak karena ini sebagai tanda dari adanya kekuatan daya pertahanan terhadap umat-umat dan bangsa lain. Sebagaimana dikatakan bahwa kebesaran adalah terletak pada keturunan yang banyak, karena itu Islam mensyariatkan perkawinan (Sabiq.1981: 121).

Dalam Islam memang tidak membatasi kelahiran, baik itu dengan Azl atau dengan cara kontrasepsi. Namun jika orang tua tidak mampu membiayai anak yang jumlahnya banyak maka lebih baik memiliki anak sedikit namun terjamin kehidupanya. Karena anak yang lebih membahagiakan orang tua adalah bukan banyaknya anak saja, namun mempunyai anak yang berkualitas

29

akan lebih membahagiakan orang tua sekaligus mempunyai nilai lebih terhadap rasa puas sebagai orang tua (sabiq.1981: 122). 2. Kewajiban-kewajiban istri

Islam mengangkat nilai perempuan sebagai istri dan menjadikan pelaksanaan hak-hak istri sebagai jihad dijalan Alah SWT. Sebagai timbal balik dari pelaksanaan hak-hak yang wajib dipenuhi seorang suami terhadap istrinya, Islam mewajibkan kepada istri untuk melayani kebutuhan suaminya secara lahir maupun batin, manjaga nama baik dan kehormatan suami serta harta bendanya, mengabdi dengan taat kepada ajaran agama dan kepemimpinan suami sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Kewajiban-kewajiban ini tidak banyak dan tidak bersifat mendzalimi istri, jika dibandingkan dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh suaminya (Jamaluddin.2016: 77).

Kompilasi Hukum Islam juga mengatur mengenai kewajiban seorang istri terhadap suaminya, tepatnya pada pasal 83 yang berbunyi:

1. Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam. 2. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga

sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

Selain dalam Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang perkawinan Indonesia juga menjelaskan dalam pasal 34 ayat 2 yang berbunyi:

“istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.

Pasal tambahan tentang kewajiban isti diatas adalah pasal 79 ayat 1 yang berbunyi:

30

“suami adalah kepala rumah tangga keluarga dan istri ibu rumah tangga”.

Berdasarkan peraturan diatas bahwa istri sebagai penata rumah tangga yang dihuninya beserta isi dan perabotnya. Sehubungan dengan itu maka seorang istri hendaknya pandai-pandai menata rumah, juga membersihkan rumah supaya suasana rumah menjadi selalu nyaman untuk suami dan keluarga. kemudian, berbagai kewajiban seorang istri juga telah disinggung dalam hak seorang suami terhadap istrinya, karena pada dasarnya hak dan kewajiban merupakan unsur yang bersifat timbal balik.

Dokumen terkait