• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Peningkatan Kemampuan Penulisan

Karya Tulis Ilmiah

2.1.1 Hakikat Peningkatan

Kata dasar Peningkatan adalah tingkat memper oleh awalan pe dan akhiran an dalam kamus bahasa Indonesia Poerwadarminta (2006:1280-1281) kata tingkat berarti lapis dari sesuatu yang bersusun atau berlenggek-lenggek. Tingkatan berarti tinggi rendah martabat (kedudukan, jabatan, kemajuan, peradab an). Kata meningkat mempunyai arti 1) menginjak (tangga), 2) naik (dalam berbagai-bagai arti seperti meninggi,mengatas, membubung, 3) beralih kepada (peristiwa, masa, bulan), 4) menjadi bertambah ba nyak (hebat, sangat, genting). Sedangkan kata me ningkatkan mempunyai arti 1) menaikkan (derajat, taraf), mempertinggi, memperhebat, 2) mengangkat diri, memegahkan diri. Kata peningkatan mempu nyai arti proses, cara, perbuatan, mening katkan.

Disisi lain Nurhasanah dkk (2007:799) menya takan bahwa kata tingkat mempunyai arti 1) susu nan yang berlapis-lapis atau berlenggek-lenggek se perti lenggek rumah, tumpuan pada tangga; 2) tinggi rendah martabat (kedudukan, jabatan, kemajuan, peradaban); 3) batas waktu (masa).

Dalam penggunaan kalimat makna peningkat an adalah suatu proses, perbuatan maupun usaha kegiatan untuk menuju kearah yang lebih baik lagi dari pada sebelumya. Dari belum tahu menjadi tahu, dari belum bisa menjadi bisa, dari belum mampu menjadi mampu.

Dengan demikian pengertian peningkatan ada lah suatu usaha yang dilakukan oleh pembelajar (guru, instruktur, dosen, nara sumber) untuk mem bantu peserta didik (Siswa, peserta pelatihan, maha

(2)

8 siswa) menuju kepada situasi dan kondisi yang lebih baik.

2.1.2 Hakikat Kemampuan

Kata dasar kemampuan adalah mampu. Dalam kamus bahasa Indonesia Poerwadarminta (2006:742) mengemukakan bahwa:

“kata mampu mempunyai makna kuasa (sanggup melakukan sesuatu), dapat, berada yang berarti kaya. Sedangkan kata kemampuan mempunyai makna kesanggupan, kecakapan dan kekayaan.”

Sedangkan Robbins (Suratno, 2015:1), menya takan bahwa:

“kemampuan adalah kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya totalitas kemampuan dari seseorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor, yakni kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelek tual adalah kemam puan untuk men jalankan kegiatan mental. Kemampuan fisik adalah kemampuan yang diper lukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan bakat-bakat sejenis.”

Seseorang akan dikatakan mempunyai kemam puan manakala sanggup menjalankan tugas maupun tanggung jawab yang diemban dengan tuntas, disini berarti pekerjaan maupun tugas selesai dikerjakan sesuai dengan situasi dan kondisi.

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa kemampuan mempunyai makna kesanggupan yang diikuti oleh pemahaman seseorang dalam menyelesai kan sesuatu pekerjaan dapat selesai sesuai dengan harapan.

2.1.3 Hakikat Menulis

Kata dasar menulis adalah tulis, dalam kamus bahasa Indonesia Poerwadarminta (2006: 1304) kata tulis berarti batu, papan batu tempat menulis. Sedangkan kata menulis mempunyai arti membuat

(3)

9 huruf, melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan, menga rang cerita, membuat surat, menggambar, melukis dan membatik.

Sementara menurut Darwis (Windi Widiastuti, 2013:9) bahwa:

“menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa adalah kemampuan sese- orang dalam mengemu kakan gagasan, perasaan, dan pemikiran-pemiki rannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media tulisan.”

Sedagkan Brown (SriLestari, 2009:197) menge mukakan bahwa:

“menulis adalah gambaran grafis dari bahasa lisan, dan bahasa tertulis sama saja dengan bahasa lisan, satu-satunya perbedaan terletak pada lambang grafis daripada isyarat lain.”

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa menulis mempunyai makna melahirkan ide maupun gagasan yang berupa lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa sebagai alat komuni kasi dengan sesama sehingga pesan dapat dipahami seseorang yang membaca tulisan tersebut.

2.1.4 Hakikat Karya Tulis Ilmiah

Bambang Abduljabar (2014:3) menyatakan bah wa “karya tulis ilmiah adalah karya tulis ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta umum dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar.”

Disisi lain Supriyadi (2013:1) menyebutkan bahwa :

“Karya ilmiah dimaknai sebagai suatu karya tulis nonfiksi yang berisi gagasan, pemecahan masalah, pemikiran konseptual, hasil peng amatan, dan hasil penelitian yang disusun secara sistematis dengan dukungan fakta/ data, teori, dan bukti-bukti empiris yang meng gunakan bahasa Indonesia yang benar, lugas, efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan

(4)

10 kebenarannya secara objektif untuk kepen tingan akademik.”

Sedangkan Surya Dharma (2008:4) menyata- kan bahwa:

“karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu permasalahan. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan penyelidikan, penga matan, pengumpulan data yang diperoleh mela lui suatu penelitian. Karya tulis ilmiah melalui penelitian ini menggunakan metode ilmiah yang sistematis untuk memperoleh jawaban secara ilmiah terhadap permasalahan yang diteliti. Untuk memperjelas jawaban ilmiah berdasarkan penelitian, penulisan karya tulis ilmiah hanya dapat dilakukan sesudah timbul suatu masalah, yang kemudian dibahas melalui penelitian dan kesimpulan dari penelitian tersebut.”

Dari pendapat diatas tentang hakikat karya tulis ilmiah diatas, secara umum karya tulis merupakan tulisan hasil penelitian dengan meng gunakan metodologi ilmiah yang sistematis dengan dukungan fakta dan bukti yang dapat dipertang gungjawabkan.

Dengan demikian karya tulis ilmiah dapat diartikan sebagai hasil kajian/ penelitian yang didasari dan didukung dengan pengamatan, peninjau an, penelitian dalam bidang tertentu dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara obyektif yang dituangkan dalam sebuah tulisan/ laporan berdasarkan kaidah penulisan ilmiah yang benar.

2.1.5 Ciri-ciri Karya Ilmiah

Setiap hasil karya pasti mempunyai ciri-ciri tertentu, seperti halnya yang di kemukakan oleh Parlindungan Pardede (Sudirman Siahaan, 2012:3) bahwa:

“sekalipun karya ilmiah beragam jenisnya namun secara umum mempunyai ciri-ciri: (a) accurate

(5)

11

(keterangan yang diberikan didasarkan pada data faktual dan dapat diuji kebenarannya), (b) brief (ringkas dan tidak boleh bertele-tele, bahasanya lugas atau denotatif, mengi kuti kaidah-kaidah bahasa yang berlaku, kata dan ungkapan yang bermakna ganda harus dihindarkan), (c) clear (jelas dan tuntas serta berbagai aspek yang berkaitan dengan masalah dipaparkan secara proporsional), (d) ethical (ditulis secara etis, mengikuti notasi ilmiah secara ajeg/konsisten, seperti: pencantuman sumber informa siapabila dikutip dari sumber lain dengan menyebut kan nama sumber data atau informasi secara jujur,

dan (e) logical (logis dengan menggunakan cara berpikir analitik, deduktif, atau induktif; semua keterangan yang digunakan mempunyai alasan yang masuk akal).

Sardy S. (Sudirman Siahaan, 2012:3) manya takan bahwa suatu tulisan dapat dikatakan sebagai karya Ilmiah apabila memiliki ciri-ciri sebagai beri kut:

“a) menyajikan fakta atau fenomena secara objektif tentang alam, teknologi, sosial, dan seni/budaya secara sistematis dan logis, b) bersifat orisinil, kreatif, dan handal, c) mengguna kan metode ilmiah sesuai dengan konsensus ilmu pengetahuan selingkungbidang, d) teruji melalui verifikasi dan falsifikasi, baik untuk hasil peneli tian eksperimental, maupun non-eksperi mental, e) menghasilkan temuan/model terminologi /ko reksi baru/tesis atau teori, dan f) bermanfaat bagi kesejahteraan dan peradaban manusia. “

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa ciri-ciri karya ilmiah adalah sebagai berikut: a. fakta yang disajikan bersifat obyektif; b. bersifat murni/ asli; c. dalam penulisan karya tulis ilmiah ditulis dengan sistematis; d. Mengandung pandangan/ wa wasan yang didukung oleh pembuktian; e; menya jikan sebab-akibat dan pengertian/ pemaham an; f. Menghasilkan temuan baru yang bermanfaat bagi kesejahteraan manusia sesuai dengan bidang masing-masing.

(6)

12

2.2

In House Training

2.2.1 Pengertian In House Training

Abdurokhman (2014:7) menyatakan bahwa: “In House Training adalah pelatihan yang dilakukan bagi karyawan di tempat kerjanya dengan cara mengun dang pelatih yang professional.”

Sudarwan Danim (2013:30) menyebutkan bah wa:

“Pelatihan dalam IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal dikelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi peningkatan kompetensi guru melalui IHT dilaksanakan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian dalam meningkatkan kompetensi tidak harus dilaksanakan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi yang belum dimiliki oleh guru lain.”

Sementara Inyoman Sueta (2010:14) menyata kan bahwa: “ In-House Training adalah pelatihan yang terjadi atas permintaan suatu komunitas tertentu apakah itu lembaga profit ataupun non profit.” Di sisi lain Fitroh hanrahmawan (2010:85) mendefinisikan bahwa:

“In House Training adalah: upaya mening katkan keahlian dan keterampilan sese orang atau sekelompok orang dengan cara mendatangkan tenaga ahli /profesional /praktisi keinstitusi atau lembaga.”

Dengan demikian dari ungkapan-ungkapan diatas dapat digaris bawahi bahwa definisi In House training (IHT) menitik beratkan pada kegiatan pelatih an di lembaga/perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhan para peserta pelatihan.

Dari uraian tersebut diatas dapat dirangkum bahwa In House Trining (IHT) merupakan kegiatan pelatihan yang dilaksanakan dilembaga sekolah/ perusahaan, dengan memberdayakan narasumber/

(7)

13 instruktur dari dalam atau luar lembaga sekolah/ perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan seseorang sesuai dengan kebutuhan/ bidang pekerjaan para peserta pelatihan.

2.2.2 Pentingnya In House Training (IHT) Dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karya Tulis Ilmiah

Pasal 3 dan pasal 4 Peraturan Menteri pendidik an nasional Nomor 35 tahun 2010 menegaskan bahwa :

“Pasal 3 “Perangkat pelaksanaan jabatan fungsio nal guru dan angka kreditnya diselesaikan paling lambat tanggal 31 Desember 2012.” Pasal 4 “Penilaian kinerja guru yang didasarkan pada Peraturan Menteri ini berlaku secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2013.” (Muhammad Nuh, 2010:4)

Jelaslah bahwa penilaian kinerja guru yang didasarkan pada Peraturan Menteri ini berlaku secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2013. Muhamad Nuh (Permendiknas,2010:4). Sehubungan dengan hal tersebut diatas para guru dituntut mau dan mampu membuahkan hasil paling tidak salah satu hasil karya ilmiah yang berguna untuk dirinya sendiri, lingkungan sekolah dan para pendidik pada umumnya. Untuk mau dan mampu menulis karya ilmiah bagi para guru tersebut harus ada motifasi dan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan para guru di lembaga tersebut. Tindakan yang paling tepat adalah mengadakan kegiatan pelatihan bagi para guru. Pelatihan yang dipandang relevan adalah pelatihan internal (In House Training).

Seperti yang dikemukakan oleh Dag Roll Hansen (2012:6) bahwa:

“Having the necessary competence is crucial to any NSI. It can be built trough various kinds of training. The need for training must be identified based on

(8)

14

existing competence within the NSI. To work in a statistical institute you need a combination of practical and theoretical skills that you most often can not learn through formal education. Training staff to have the right skills hence often is a challenge This is why NSI often turn to in-house training to give their staff the training needed. Effective training may be particularly important when hiring new employees or when the tasks or the technology at hand are changing. In-house training is often a cost effective way of organising training. There are several reasons for this:

a. training can be scheduled at your convenience b. training is more focused, consistent and

relevant to your needs

c. travelling and accommodation costs are reduced Training courses may be designed and carried out by the NSI’s own employees, national experts or foreign experts. Internet-based training courses should also be considered.”

Kutipan diatas dapat diartikan bahwa: Memiliki kompetensi sangat diperlukan untuk kepentingan NSI. Hal ini dapat dibangun melalui beragam jenis pelatihan. Kebutuhan pelatihan harus diidentifikasi berdasarkan kompetensi yang ada dalam NSI. Untuk bekerja di Institut statistik Anda perlu suatu kombi nasi dari keterampilan praktis dan teoritis yang sering Anda temui yang dirasa sulit dalam proses belajar melalui pendidikan formal. Pelatihan staf untuk memiliki keterampilan yang tepat, oleh karena itu sering menjadi sebuah tantangan. Inilah sebab nya mengapa NSI sering berpaling kepelatihan inter nal untuk staf mereka memberikan pelatihan yang dibutuhkan. Pelatihan yang efektif mungkin sangat penting ketika memperkerjakan karyawan baru atau ketika tugas teknologi di tangan yang berubah. Pelatihan internal ini dengan biaya untuk mengorga nisasi sistem pelatihan. Ada beberapa alasan untuk hal tersebut antara lain sebagai berikut:

a. pelatihan dapat dijadwalkan pada kenyamanan Anda

(9)

15 b. pelatihan lebih terfokus, konsisten dan relevan

dengan kebutuhan Anda

c. biaya perjalanan dan akomodasi berkurang

Pelatihan kursus dapat dirancang dan dilaksanakan oleh karyawan NSI sendiri. Ahli nasional atau tenaga ahli bangsa asing. Kursus pelatihan berbasis Internet juga harus dipertimbangkan.

Begitu juga kegiatan pelatihan dengan model In House Training (IHT) yang diimplementasikan oleh Alfaris Sujoko (2012:53) menyatakan bahwa:

“Indikator pencapaian yang telah ditetapkan pada siklus/tahap 1 adalah 50% guru mempu nyai kemampuan sama dengan lebih kategori baik, dan hasil siklus 1 ada 56% guru yang mempunyai kemampuan sama dengan lebih kategori baik, maka peneliti menyimpulkan bah wa IHT dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengimplementasikan RPP bermuatan nilai-nilai PBKB di SMPK BPK PENABUR Cimahi.”

Pernyataan tersebut dapat digaris bawahi bahwa Kegiatan IHT pada siklus I dengan indikator 50% guru mempunyai kemampuan kategori baik. Dalam kenyataannya pencapaian indikator yang telah ditetapkan pada siklus I ada 56% guru mempunyai kemampuan sama dengan kategori baik.

Di sisi lain Muniroh Munawar Dkk (2013:12) dalam kegiatan penelitian dengan judul “Pengembang an Model Pembelajaran Inovatif Melalui Pendekatan

In House Training Berbasis Kearifan Budaya Lokal” menyimpulkan bahwa:

“adanya peningkatan kompetensi tutor/ pendi dik paud dalam merancang model pembelajaran yang inovatif berbasis kearifan budaya lokal, yaitu jika pada siklus I (asesmen awal) mempunyai nilai rata-rata antara 1 s.d 1,9 sedangkan pada siklus II mempunyai nilai rata-rata antara 2,7 s.d 3,6. Hasil nilai rata-rata-rata-rata tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkat an kemampuan guru dalam merancang model

(10)

16 pembelajaran inovatif berbasis kearifan budaya lokal melalui pendekatan in house training”

Dari pernyataan diatas dapat di ketahui bahwa kegiatan IHT yang telah diimplementasikan menun jukkan keberhasilan yang cukup diperhitungkan , hal ini dapat dilihat dari hasil siklus I dengan nilai rata-rata antara 1 s.d 1,9 dan pada siklus II dengan nilai rata-rata 2,7 s.d 3,6.

Dari beberapa pernyataan diatas dapat dipa- hami bahwa kegiatan pelatihan dengan model In House Training (IHT) mampu menunjukkan hasil yang sesuai dengan harapan serta kebutuhan peserta pelatihan, sehingga dapat dikatakan kegiatan pelatihan dengan model In House Training merupa kan wahana kegiatan yang mampu merubah mind set seseorang dengan membuahkan hasil yang sesuai dengan kebutuhan seseorang. Hal ini dikarenakan situasi dan kondisi prosesi kegiatan In House Training (IHT) yang dengan peserta terbatas satu lembaga/sekolah berbeda dengan pendidikan dan latihan dengan peserta banyak. Situasi yang dimak sud dalam kegiatan IHT antara lain:

a. peserta pelatihan dengan Instruktur lebih familier dan tidak merasa kecil hati,

b. pesertanya terbatas, sehingga antara peserta pelatihan dengan Instruktur ada waktu luang untuk komunikasi/tanya jawab sekitar materi pelatihan yang belum dipahami,

c. suasana ruangan kegiatan lebih nyaman (tidak gaduh,tidak gerah),

d. pembimbingan dari instruktur kepada peserta latihan berjalan dengan baik ,hasil yang diharap kan bisa tercapai , sehingga dapat membangun pelatihan yang berkelas.

Maka dari itu jelaslah bahwa In house Training (IHT) sangat penting untuk meningkatkan kemampuan guru dalam pengembangan keprofesian berkelanjut an khususnya dalam hal penulisan karya ilmiah.

(11)

17 2.2.3 Langkah-langkah kegiatan In House Training

(IHT)

Agar kegiatan In House Training lebih efektif, perlu adanya langkah-langkah pelatihan yang ma tang, seperti yang di ungkap kan oleh Dag Roll-Hansen (2012:17) sebagai berikut:

“The responsibilities and task of the in-house training organisation would be: 1. Identify training needs. This should be done both for the needs of the NSI and the individual employees. 2. Prioritise the training needs and develop a training plan. 3. Inform all the employees of training possibilities well ahead of time. 4. Develop routines for selecting participants for obligatory training. 5. Develop routines for applying to voluntary training, as well as routines for selecting among the applicants. 6. Identify the right person or institution to conduct the training. 7. Organise the training. 8. Evaluate the training.”

Kutipan di atas dapat diartikan bahwa: tugas dan tanggung jawab penyelenggara In-House Training

antara lain: 1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Hal ini harus dilakukan baik untuk kebutuhan NSI dan karyawan individu. 2. Prioritaskan kebutuhan pelatih an dan mengembangkan rencana pelatihan. 3. Menginformasikan kepada seluruh pegawai ten tang kemung kinan waktu pelaksanaan pelatihan. 4. Mengembang kan rutinitas untuk menyeleksi peserta wajib pelatihan. 5.Mengembangkan rutinitas untuk menggunakan pelatihan sukarela, sama seperti rutinitas menyeleksi diantara para pendaftar. 6. Mengidentifikasi orang atau lembaga yang tepat untuk memimpin pelatihan. 7. Mengatur pelatihan. 8. Mengevaluasi pelatihan.”

Sementara Goad (Fitroh Hanrahmawan, 2010: 81) mengemukakan siklus pelatihannya terdiri dari: 1) analisis kebutuhan pelatihan (analyze to determine training requirements), 2) desain pendekatan pelatih an (design the trainingapproach), 3) pengembangan materi pelatihan (develop the training materi als), 4) pelaksanaan pelatihan (conduct the training), dan 5)

(12)

18 evaluasi dan pemutakhiran pelatihan (evaluate and update the training).

Disisi lain Nurhasni Zaenal Abidin (2006:9) mengatakan bahwa Various aspects have been identified in every stages or steps in these approaches. There are obvious similarities in the steps namely: (1) analysing training context and recipient; (2) identifying training require ment; (3) creating objectives; (4) selecting program contents; (5) selecting resources; (6) determining budget and; (7) evaluating the program.

Kutipan diatas dapat diketahui bahwa: berba gai aspek telah diidentifikasi dalam setiap tahapan atau langkah-langkah dalam pendekatan ini. Ada kesamaan yang jelas dalam langkah-langkah yaitu: 1. menganalisis konteks pelatihan dan penerima; 2. mengidentifikasi kebutuhan pelatihan;

3. menentukan tujuan; 4. memilih isi program, 5. memilih sumber daya; 6. menentukan anggaran dan; 7. mengevaluasi program.”

Louis Genci (Mustofa Kamil, 2003:10) menge- mukakan model pelatihan empat langkah. Model ini mencakup empat langkah yang harus ditempuh dalam penyelenggaraan pelatihan.

“Langkah pertama, mengkaji alasan dan menetapkan program latihan. Kegiatan lainnya mencakup identifikasi kebutuhan, penentuan tujuan latihan, analisis isi latihan, dan pengorganisasian program latihan. Kedua, merancang tahapan pelaksanaan latihan. Kegiatannya mencakup penentuan pertemuan-pertemuan formal dan informal selama latihan (training sessions), dan pemahaman terhadap masalah-masalah pada peserta latihan. Ketiga, memilih sajian yang efektif. Kegiatannya mencakup pemilihan dan penentuan jenis-jenis sajian, pengkondisian lingkungan termasuk di dalamnya penggunaan sarana belajar dan alat bantu, dan penentuan media komunikasi.

Keempat, melaksanakan dan menilai hasil latihan. Kegiatan nya meliputi transformasi

(13)

19 pengetahuan dan keterampilan dan nilai berdasarkan program latihan, serta evaluasi tentang perubahan tingkah laku peserta setelah mengikuti program latihan.”

Berdasarkan beberapa pendapat tentang lang kah-langkah pelatihan diatas, dapat diketahui bahwa secara umum tahap pelatihan dalam siklusnya diawali dengan tahap perencanaan, tahap implemen tasi dan tahap evaluasi. Dalam implementasinya rata -rata diawali dengan analisis kebutuhan pelatihan kemudian desain pelatihan dan dilengkapi dengan pengembangan pelatihan serta penyelenggaraan pela tihan dan diakhiri dengan kegiatan evaluasi kegiatan pelatihan. Dalam implementasinya langkah-langkah tersebut diatas dapat dikatakan sebagai langkah standar yang digunakan dalam setiap penyeleng garaan pelatihan. Implementasi kegiatan pelatihan memerlukan pamahaman yang matang, waktu yang cukup serta keterlibatan berbagai elemen yang terga bung dalam implementasi kegiatan pelatihan, sehing ga dengan pendekatan sistem pengelolaan yang siste matis akan mewujudkan tujuan program yang diha rapkan.

Dari gambaran konsep langkah-langkah pela tihan diatas ada wacana baru untuk melengkapi langkah-langkah pelatihan. Sehingga meskipun telah ada beberapa pendapat tentang langkah-langkah pelatihan yang telah diuraikan diatas, peneliti tidak langsung mengadopsi salah satu model secara utuh, akan tetapi untuk menyesuaiakan dengan kegiatan pelatihan ini perlu adanya kolaborasi darai beberapa model langkah-langlah pelatihan yang ada.

Dalam implementasi kegiatan pelatihan ini peneliti mengkolaborasikan antara model Dag Roll-Hansen (2012:17), karena adanya gagasan untuk mengembangkan rutinitas memilih peserta pelatihan yang wajib diikutkan pelatihan dan menembangkan rutinitas untuk menerapkan pelatihan. Sedangkan Louis Genci (Mustofa Kamil, 2003:10) adanya gaga san pengkajian dasar dan alasan penyelenggaraan

(14)

20 pelatihan, Goad (Fitroh Hanrahmawan, 2010: 81), Nurhasni Zaenal Abidin (2006:9) yang masing-masing pendapatnya hampir sama, hanya ada perbe daan bahwa Nurhasni Zaenal Abidin salah satunya gagasan adalah menentukan anggaran kegiatan.

Dari hasil pengkolaborasian langkah-langkah pelatihan tersebut di atas, lahirlah langkah-langkah baru yang akan peneliti implementasikan dalam kegi atan In House Training (IHT).

Langkah-langkah pelatihan yang dimaksud sebagai berikut:

1. pengkajian undang-undang maupun peraturan pemerintah yang berlaku sebagai dasar penyeleng garaan pelatihan serta mengidentifikasi kesenjang an antara undang-undang/ peraturan pemerintah yang berlaku dengan lembaga sebagai pelaksana undang-undang/peraturan pemerintah.

2. menganalisis kebutuhan yang sesuai dengan kondisi lapangan;

3. menentukan jenis kegiatan pelatihan/desain pendekatan pelatihan;

4. penyusunan proposal sebagai langkah awal untuk pengajuan kegiatan kepada Instansi terkait serta, 5. penyusunan pedoman/panduan kegiatan pelatih

an bagi panitia, Instruktur, peserta;

6. Tahap Implementasi Pendidikan dan pelatihan. Pada tahap ini kegiatan yang diimplemantasi kan antara lain:

a. registrasi/daftar ulang peserta pelatihan,

b. pendistribusian fasilitas kegiatan pendidikan dan pelatihan termasuk buku panduan pelak sanaan kegiatan,

c. implementasi kegiatan pelatihan serta pengem bangan materi pelatihan (kegiatan inti)

7. evaluasi kegiatan pelaksanaan program yang meli puti:

a. evaluasi bagi panitia penyelenggara; b. evaluasi bagi nara sumber/instruktur; c. evaluasi bagi peserta pelatihan;

(15)

21 d. evaluasi sarana dan prasarana kegiatan pelatih

an.

2.3

Penelitian Tindakan

Adelman (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 142) menyimpulkan bahwa:

“penelitian tindakan merupakan suatu proses yang memberikan kepercayaan pada pengem bangan kekuatan berfikir reflektif, diskusi, penen tuan keputusan dan tindakan oleh orang-orang biasa,berpartisipasi dalam penelitian kolektif dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam kegiatannya.”

Disisi lain Suharsimi Arikunto (2010:33) me nyatakan bahwa :

“ Penelitian tindakan merupakan penelitian eksperimen berkesinambungan dan berkelanjut an. Alasan dilakukannya berkelanjutan karena penelitian tindakan bermaksud menguji proses, sehingga kenyamanan dan kelancaran proses tersebut dirasakan oleh siswa sebagai pembelajar an yang menyenangkan dan isinya enak ditang kap.”

Dirjen PMPTK Depdiknas (2009:15) menye butkan bahwa:

“penelitian tindakan merupakan penelitian eksperimen dengan ciri yang khusus.Jika dalam penelitian eksperimen peneliti ingin mengetahui akibat dari suatu perlakuan (treatment, tindakan, atau “sesuatu” yang dilakukan), maka pada penelitian tindakan, peneliti mencermati kajian nya pada proses dan akibat dari tindakan yang dibuatnya. Berdasar hasil pencermatan itulah, kemudian dilakukan tindakan lanjutan yang me rupakan perbaikan dari tindakan pertama (dise but sebagai siklus), untuk dapat memperoleh informasi yang mantap tentang dampak tindakan yang dibuatnya.”

Dari beberapa pendapat diatas dapat di ketahui bahwa definisi penelitian tindakan adalah Penelitian tindakan merupakan penelitian eksperi men berkesinambungan dan berkelanjutan, dengan maksud untuk menguji proses, sehingga proses

(16)

22 belajar dan mengajar dirasakan adanya kenyamanan dan kelancaran. sehingga siswa merasakan terjadi nya pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

2.4

Penelitian Yang Relevan

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, dicantumkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain diantaranya: Kegiatan In House Training (IHT) yang dilaksanakan di University Technological Nanyang Singapura. Dalam hal ini Tin Tun et.al (2009:89) menyatakan bahwa

“An in-house training programme has been deve loped and implemen ted in accordance with the training policy drawn up by the Institutional Biosa fety Commit- tee (IBC). The programme is expected to equip users with sound foundations for working safely in the BSL-3 laboratory. Continuing efforts to upgrade knowledge or skill in biosafety measures and nurturing appropriate safety practices are ultimate goals of the training programme.”

Program diklat telah dikembangkan dan dilak sanakan sesuai dengan kebijakan pelatihan yang disusun oleh Komite Kelembagaan Biosafety. Pro gram ini diharapkan untuk melengkapi pengguna dengan suara dasar untuk bekerja dengan aman di laboratorium BSL-3. Melanjutkan upaya untuk meng upgrade pengetahuan atau keterampilan dalam langkah-langkah biosafety dan memelihara praktik keamanan yang sesuai adalah tujuan akhir dari program pelatihan.

Harapan yang dihasilkan pada kegiatan pe latihan yan diungkapkan oleh oleh Tin Tun,et.al adalah peserta pelatihan tidak hanya memahami praktek biosafety dan prosedur untuk mengikuti, tetapi juga menerima budaya biosafety sebagai cara hidup ketika melakukan penelitian dengan bahan-bahan biologis yang berbahaya.

Kaitannya dengan penelitian sekarang adalah implementasi kegiatan pelatihan dengan model In House Training (IHT) menghasilkan bukan hanya

(17)

23 konsep saja tetapi juga mampu Menumbuh-kembang kan budaya akademik di lingkungan sekolah teruta ma di SD Negeri 1 Ngadirejo, sehingga ter cipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pen didikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sus tainable).

Begitu Fitroh Hanrahmawan melakukan pene litian dengan judul Revitalisasi Manajemen Pela tihan Tenaga Kerja (Studi Kasus Pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar). Dalam rangka mengejar kesen jangan kemampuan instruktur dengan perkembang an teknologi diperusahaan serta dalam upaya menja lin hubungan kemitraan dengan perusahaan, maka dilakukan kerjasama pengem bangan pelatihan de ngan metode OJT dan IHT.

Kegiatan yang dilakukan oleh Fitroh Hanrah mawan (2010:1) menunjukkan bahwa:

1) Perencanaan Program Pelatihan pada BLKI Maka ssar yang berfokus pada identifikasi ke butuhan pelatihan telah dilaksanakan sesuai alokasi dana proyek yang tersedia.

2) Pengembangan Program Pelatihan pada BLKI Makassar yang berfokus pada kerjasama pelatih an secara internal masih terjadi dikotomi jurusan serta ego sektoral dan kerjasama eksternal de ngan perusahaan kurang berkembang bahkan kerjasama program pemagangan berjenjang be lum ada lagi.

3) Pelaksanaan Program Pelatihan pada BLKI Maka ssar berfokus pada pelaksanaan pelatihan berba sis kompetensi (CBT) belum sepenuhnya dilaks anakan.

4) Evaluasi Pelatihan pada BLKI Makassar menun jukkan bahwa penilaian pelayanan pelatihan telah dilakukan namun hasilnya sebatas menjadi bahan koreksi dan perbaikan bagi manajemen. 5) Dukungan revitalisasi manajemen pelatihan pada

Balai Latihan Kerja Industri Makassar terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Makassar, me

(18)

24 nunjukkan bahwa BLKI Makassar sangat men dukung penyerapan tenaga kerja di Kota Makas sar.

Langkah-langkah penelitian yang digunakan adalah model yang dikemukakan oleh Goad dengan dimodifikasi sedikit perbedaanya pada kegiatan ana lisis atau identifikasi kebutuhan dimana menurut Goad merupakan kegiatan tersendiri, namun pada penelitian yang dilakukan oleh Fitroh Hanrahmawan disatukan menjadi salah satu indikator pada variabel perencanaan program pelatihan. Ketiga variabel lain yakni pengembangan, pelaksanaan dan evalusi pela tihan sama dengan teori dimaksud.

Relevansinya dengan penelitian sekarang bahwa dalam kegiatan pelatihan ini menggunakan langkah-langkah yang dikolaborasikan antara pakar yang satu dengan yang lainnya. Dan ada aspek tam bahan dalam langkah-langkah pelatihan tersebut.

Alfaris Sujoko (2012:54) melaksanakan peneli tian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Guru Mata Pelajaran melalui In-House Training”.

1. Berdasarkan analisis data dan hasil tindakan

disimpulkan bahwa pelaksanaan IHT signifikan dapat meningkatkan kemampuan guru mata pelajaran dalam mengimplementasikan RPP ber muatan PBKB di SMPK BPK PENABUR Cimahi.

2. Data yang diperoleh menunjukan 9 orang guru

tetap (GTY) yang dijadikan objek penelitian dan

setelah diadakan tindakan In House Training,

guru tersebut sudah mempunyai kemampuan da lam kategori sama dengan lebih baik dalam meng implementasikan RPP yang bermuatan PBKB.

3. Langkah-langkah IHT yang dapat meningkatkan

kemampuan guru mengimplementasikan nilaia-nilai PBKB di SMPK BPK PENABUR Cimahi adalah :

a) menjelaskan penyusunan RPP yang memasuk

(19)

25

b) penjelasan tentang konsep paikem yang identik

dengan pengimplementasian nilai-nilai PBKB.

c) penjelasan tentang pengajaran nilainilai PBKB

yang terintegrasi dalam mata pelajaran.

d) mendiskusikan model pembelajaran yang

berkonsep paikem dan menanamkan nilai-nilai PBKB.

e) mengadakan micro teaching ( simulasi) mengim

plementasikan nilai-nilai PBKB.

f) melakukan refleksi terhadap kegiatan in house

training

g) memberikan penilaian dan sharing terhadap 2

sampel dokumen dalam bentuk film pada saat guru diobservasi pada siklus 1, dan

h) memberikan contoh materi sisipan untuk

membantu pengenalan nilai-nilai PBKB

Relevansinya terhadap penelitian sekarang, bahwa dengan adanya kegiatan pelatihan dengan model In House Training (IHT), dengan menggunakan langkah-langkah kegiatan yang sesuai dengan ran cangan akan mampu merubah mind set peserta pelatihan. Sehingga disamping peserta pelatihan memperoleh konsep yang benar (pada peletihan ini penulisan karya tulis ilmiah) mampu melaksanakan penelitian dan menyusun laporan hasil penelitiannya sesuai dengan kaidah penulisan karya tulis yang benar.

Muniroh munawar dkk dengan judul: “Pengem bangan model pembelajaran inovatif melalui pende katan in house training berbasis kearifan budaya lokal“ pada Pos PAUD Binaan KKN IKIP PGRI Sema rang di Kota Semarang. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adanya meningkatkan kompe tensi tutor/ pendidik paud dalam merancang model pembelajaran yang inovatif berbasis kearifan budaya lokal, yaitu jika pada siklus I (asesmen awal) mem punyai nilai rata-rata antara 1 s.d 1,9 sedangkan pada siklus II mempunyai nilai rata-rata antara 2,7

(20)

26 s.d 3,6.Hasil nilai rata-rata tersebut menun jukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran inovatif berbasis kearifan budaya lokal melalui pendekatan in house training.

Dari uraian di atas tentang beberapa pelaksana an penelitian dengan In House training (IHT), maka dapat diyakini bahwa program kegiatan In House Training yang di desain sesuai dengan manajemen pelatihan maka pelatihan tersebut dapat menjadikan solusi untuk mengatasi kesenjangan dan memenuhi kebutuhan peserta pelatihan dengan maksimal. Program pelatihan dapat dikatakan efektif apabila setelah selesai mengikuti sebuah kegiatan pelatihan peserta pelatihan memiliki sikap yang lebih positif, terhadap pekerjaan yang menjadi bidangnya, lebih berpengetahuan dan lebih terampil dalam mengolah dan mengerjakan pekerjaan yang menjadi bidang nya. Ilmu yang diperoleh melalui kegiatan pelatihan bukan hanya untuk diri sendiri namun mampu mentransfer ilmunya kepada orang lain yang mem- butuhkan.

Dari uraian penelitian yang relevan dapat di ketahui bahwa pada setiap gagasan/pendapat para pakar tentu ada kelebihan dan kekurangan. Hal tersebut dapat di lihat pada tabel dibawah ini.

(21)

27 Tabel 2.1

Judul penelitian yang relevan beserta langkah-langkahnya

NO NAMA PENELITI JUDUL LANGKAH-LANGKAH A PENELI

TIAN RELEVAN

1 Tin Tun et.al

(2009:89) In-house BSL-3 User Training: Development and Implementation of Programme at the Nanyang Technological University in Singapore

1) Aturan-aturan hukum, peratur an, pedoman dan persya ratan Fasilitas;

2) Bio-budaya kesela mat an dan konsep;

3) Prosedur standar dan praktek laboratorium;

4) alat-alat laboratorium dan pe meliharaan; darurat;

5) Persyaratan adminis tratif; dan 6) Prosedur aplikasi/protokol yang

diadopsi pada fasilitas. 2 Norhasni Zaenal Abidin (2006: 15) The Practice of Training Program Design at Selected Training Institutes in Malaysia

1) menganalisis kon teks pelatihan dan peneri ma;

2) mengidentifikasi kebu tuhan pelatihan;

3) menentukan tujuan; 4) memilih isi program, 5) memilih sumber daya; 6) menentukan anggaran dan; 7) mengevaluasi program. 3 Fitroh Hanrahmawan (2010:90) Revitalisasi manajemen pelatihan tenaga kerja

(studi kasus pada balai latihan kerja industri makassar)

1) Analisis kebutuhan pelatihan (analyze to determine training requirements),

2) Desain pendekatan pelatihan (design the training approach), 3) Pengembangan materi pelatihan

(develop the training materi als), 4) Pelaksanaan pelatihan (conduct

thetrain ing), dan

5) Evaluasi dan pemuta khiran pelatihan (evaluate andupdate the training).”

4 Alfaris Sujoko Peningkatan Kemampuan Guru Mata Pelajaran melalui In-House Training

a) menjelaskan penyusunan RPP yang memasukan nilai-nilai PBKB b) penjelasan tentang konsep pai kem yang identik dengan peng implementasian nilai-nilai PBKB. c) penjelasan tentang peng ajaran

nilainilai PBKB yang terintegrasi dalam mata pelajaran.

d) mendiskusikan model pembel ajaran yang berkonsep paikem dan menanamkan nilai-nilai PBKB.

e) mengadakan micro tea ching ( simulasi) meng implementasikan nilai-nilai PBKB.

(22)

28 f) melakukan refleksi terhadap

kegiatan in house training

g) memberikan penilaian dan sha ring terhadap 2 sampel dokumen dalam bentuk film pada saat guru diobservasi pada siklus 1, dan h) memberikan contoh materi sisi

pan untuk membantu pengenal an nilai-nilai PBKB

5 Muniroh

munawar dkk Pengembangan Model Pembelajaran Inovatif Melalui Pendekatan In House Training Berbasis Kearifan Budaya Lokal

a. Kebutuhan nyataakan pelatih an

b. Perumusan tujuan pelatihan c. Pemilihan strategi dan metode

pelatihan, ada beberapa metode yang lazim digunakan da lam pelatihan, diantaranya: (a) Latih an dilapangan; (b) Simulasi; (c) Metode kasus; (d) Latihan man diri; (e) Seminar;

d. Penyusunan komposisi silabus e. Pembiayaan program latihan;

dan

f. Evaluasi program pe nataran / pelatihan.

B PENGGAGAS

1 Dag Roll-Hansen

(2012:17) In-house training in statistical organisations Some issues to consider and suggestions for courses

1. Mengidentifikasi kebutuhan pela tihan. Hal ini harus dilakukan baik untuk kebutuhan NSI dan karyawan individu.

2. Prioritaskan kebutuhan pelatih an dan mengembangkan rencana pelatihan.

3. Menginformasikan semua karya wan kemungkinan pelatihan diadakan lebih awal

4. Mengembangkan rutinitas memi lih peserta untuk wajib mengikuti pelatihan.

5. Mengembangkan rutinitas untuk menerapkan pelatihan sukarela, serta rutin untuk memilih di antara pelamar.

6. Identifikasi orang yang tepat atau lembaga untuk melakukan pela tihan 7. Mengorganisir pelatihan. 8. Mengevaluasi pelatihan. 2 Goad (Fitroh Hanrah mawan, 2010: 81)

- 1) Analisis kebutuhan pelatihan (analyze to determine training require ments),

2) Desain pendekatan pe latihan (design the training approach), 3) Pengembangan mate ri

pelatihan (develop the training materi als),

4) Pelaksanaan pelatihan (conduct thetraining), dan

(23)

29

pelatihan (evaluate andupdate the training).”

3 Nurhasni Zaenal Abidin (2006:9)

1. menganalisis konteks pelatihan dan penerima;

2. mengidentifikasi kebutuhan pelatihan;

3. menentukan tujuan; 4. memilih isi program, 5. memilih sumber daya; 6. menentukan anggaran dan; 7. mengevaluasi program 4 Louis Genci

(Mustofa Kamil,2003:1 0)

- 1. Langkah pertama,mengkaji alas an dan menetapkan program latihan.

Kegiatan lainnya mencakup 1) identifikasi kebutuh an, 2) Penentuan tujuan latihan, 3) Analisis isi latihan, dan 4) pengorganisasian pro gram latihan.

2. Kedua, merancang tahapan pe laksanaan latihan.

Kegiatannya mencakup

1) penentuan pertemuan-per temuan formal dan informal selama latihan ( training ses sions ), dan

2). Pemahaman terhadap masa lah-masalah pada peserta latihan.

3. ketiga memilih sajian yang efek tif.

Kegiatannya menca kup 1) pemilihan dan penentuan

jenis-jenis sajian,

2) pengkondisian ling kungan termasuk di dalamnya peng gunaan sarana belajar dan alat bantu, dan

3) penentuan media komu nikasi.

4. keempat, melaksanakan dan menilai hasil latihan.

Kegiatannya meliputi

1) transformasi penge tahuan dan keteram pilan dan nilai berdasarkan program latih an, serta

2) evaluasi tentang peru bahan tingkah laku peserta setelah mengi kuti program latihan

(24)

30

Sedangkan kelebihan dan kekurangannya

langkah-langkah kegiatan dari penelitian yang rele van diatas antara lain sebagai berikut:

Tabel 2.2

Kelebihan dan kekurangan langkah-langkah kegiatan dari penelitian

yang relevan NO NAMA

PENELITI KELEBIHAN KEKURANGAN A PENELI

TIAN RELEVAN

1 Tin Tun et.al

(2009:89) 1) Adanya Aturan-atur an hukum, peratur an, pedoman dan persyaratan Fasilitas;

2) Adanya prosedur standar

1. Belum ada rencana anggaran kegiatan,

2. Belum ada penyusunan propo sal,

3. Belum ada panduan pelaksa naan kegiatan.

2 Norhasni Zaenal Abidin (2006: 15)

- 1. Belum ada pengkajian undang-undang sebagai dasar peksa naan kegiatan,

2. Belum ada penyusunan propo sal,

3. Belum ada panduan pelaksana an kegiatan

3 Fitroh Hanrahmawa n (2010:90)

- 1) Belum ada peng kajian undang-undang sebagai dasar peksa naan kegiat an,

2) Belum ada rencana anggaran kegiatan,

3) Belum ada penyusunan propo sal,

4) Belum ada panduan pelaksana an kegiatan.

4 Alfaris

Sujoko - Langkah-langkah yang diguna kan oleh Alfaris Sujoko masih bersifat khusus pada kegiatan penyusunan RPP.

5 Muniroh munawar dkk

- 1. Belum ada pengkajian un dang-undang sebagai dasar peksana an kegiatan,

2. Belum ada penyu sunan proposal,

3. Belum ada panduan pelaksa naan kegiatan B PENGGA-GAS 1 Dag Roll-Hansen (2012:17) Mengembangkan ruti nitas untuk menerap kan pelatihan suka rela, serta rutin untuk memilih diantara pela mar.

1. Belum ada peng kajian undang-undang sebagai dasar peksa naan kegiat an,

2. Belum ada rencana anggaran kegi atan,

(25)

31

sal,

4. Belum ada panduan pelaksana an kegiatan. 2 Goad (Fitroh Hanrah mawan, 2010: 81)

- 1) Belum ada peng kajian undang-undang sebagai dasar peksa naan kegiatan,

2) Belum ada rencana anggaran kegiatan,

3) Belum ada penyusunan propo sal,

4) Belum ada panduan pelaksana an kegiatan.

3 Nurhasni Zaenal Abidin (2006:9)

1) Belum ada peng kajian undang-undang sebagai dasar peksana an kegiatan,

2) Belum ada penyusunan propo sal,

3) Belum ada panduan pelaksana an kegiatan. 4 Louis Genci (Mustofa Kamil,200 3:10) 1) pemahaman terhadap masa lah-masalah pada peserta latihan. 2) evaluasi tentang perubahan tingkah laku peserta setelah mengikuti program latihan.”

1) Belum ada rencana anggaran kegiatan,

2) Belum ada penyusunan propo sal,

3) Belum ada panduan pelaksana an kegiatan.

Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa lang kah-langlah pelatihan yang dikukuhkan oleh para pakar/penggagas tentunya ada kelebihan dan keku rangannya. Sehingga untuk menentukan suatu pe latihan yang efektif perlu adanya koleborasi antara langkah-langkah dari pendapat yang satu dengan pendapat yang lain. Sedangkan manakala langkah-langkah tersebut ada kelebihannya perlu diambil sebagai tambahan dalam penelitian sekarang, mana kala langkah-langkah tersebut ada kekurannya perlu adanya penambahan dari gagasan sendiri sebagai peneliti.

Dalam hal ini, langkah-langkah yang dikemu kakan oleh para pakar yang ada nilai kelebihannya adalah langkah-langkah yang dikemukakan oleh:

(26)

32 1. Tin-Tun et.al (2009:90), kelebihannya adalah:

1) aturan-aturan hukum, peraturan, pedoman dan persyaratan Fasilitas;

2) adanya prosedur standar”

2. Dag Roll-Hansen (2012:17), kelebihannya adalah:

1) mengembangkan rutinitas untuk menerap kan pelatihan sukarela, serta

2) rutin untuk memilih di antara pelamar.

3. Louis Genci (Mustofa Kamil,2003:10), kelebih annya adalah:

1) pemahaman terhadap masalah-masalah pa da peserta latihan.

2) evaluasi tentang perubahan tingkah laku pe serta setelah mengikuti program latihan.” Sedangkan kelemahan-kelemahan yang ada pada penelitian yang relevan ada pada penelitian yang dilaksanakan oleh Alfairs sujoko. Karena pada pelaksanaan penelitian dengan menggunakan kegiat an In House Training (IHT) langkah-langkahnya ma sih bersifat khusus dalam penulisan RPP.

Sehubungan dengan pembahasan tersebut di atas, dalam pelaksanaan ini peneliti menggunakan langkah-langkah pelatihan yang telah diuraikan di depan dengan penambahan beberapa aspek langkah-langkah yang merupakan salah satu aspek kelebihan yang ada dan dua aspek langkah-langkah kegiatan merupakan gagasan peneliti sendiri. Penambahan Langkah-langkah tersebut antara lain sebagai beri kut:

1) Pengkajian undang-undang/peraturan pemerintah 2) Penyusunan proposal sebagai langkah awal untuk

pengajuan kegiatan kepada Instansi terkait serta. 3) Penyusunan pedoman/panduan kegiatan pelatih

(27)

33

2.5

Kerangka Pikir

Berawal dari pengkajian permenegpan nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Guru dan Angka Kreditnya, Bab V pasal 11 sub c mengamanatkan bahwa: Unsur dan sub unsur kegiatan Guru yang dinilai angka kreditnya adalah: Pengembangan kepro fesian berkelanjutan, meliputi: 1). Pengembangan diri 2). publikasi Ilmiah 3). karya Inovatif. E.E Manginda an (2009:8). Kesenjangan yang ada yaitu rendahnya kemampuan penulisan karya tulis ilmiah bagi para tenaga pendidik SD Negeri 1 Ngadirejo, Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung, padahal untuk kenaikan tingkat harus ada dokumen laporan karya tulis ilmiah hasil penelitian/kajian. Sedangkan tenaga pendidik di SD Negeri 1Ngadirejo dalam ku run waktu 7 sampai 10 tahun belum bisa mengha silkan produk yang berupa laporan penelitian/kajian ilmiah yang sesuai dengan uncdang-undang maupun peraturan pemerintah yang berlaku.

Unsur dan sub unsur kegiatan Guru yang dinilai angka kreditnya adalah: Pengembangan kepro fesian berkelanjutan, meliputi: 1). Pengembangan diri: 2).publikasi Ilmiah 3). karya Inovatif.Dalam pem binaan dan pengembangan profesi guru Buku 5 (2010:5-6) di sebutkan bahwa Publikasi Ilmiah pada Kegiatan PKB terdiri dari tiga kelompok kegiatan. 1).Presentasi pada Forum Ilmiah, 2). Publikasi hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendi dikan formal. 3). Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan dan/atau pedoman guru. Publikasi ilmiah guru terdiri dari empat kelompok, yakni: (1) Laporan Hasil Penelitian, (2) Tinjauan Ilmiah, (3) Tulisan Ilmi ah Popular, (4) Artikel Ilmiah.

Semantara kondisi di lapangan masih belum ada kemauan dan kemampuan untuk melakukan kegiatan penulisan karya ilmiah yang dibutuhkan untuk persyaratan kenaikan pangkat kejenjang yang lebih tinggi. Atas dasar hal tersebut peneliti mengim plementasikan program kegiatan In House Training.

(28)

34 Karena dengan In House Training yang di desain sesuai dengan manajemen pelatihan akan mampu menjadi solusi dalam mengatasi masalah yang ada. Hal tersebut sangat beralasan karena:

a. Perencanaan penyusunan program kegiatan pela tihan diawali dengan pengkajian/pemahaman undang-undang maupun peraturan yang berlaku, selan jutnya di musyawarahkan dengan tenaga pendi- dik termasuk menganalisis kebutuhan yang diperlukan.

b. Pelaksanaan Program kegiatan pelatihan yang merupakan kegiatan inti dapat diwujudkan de- ngan:

1) kehadiran peserta pelatihan dalam setiap pertemuan,

2) semangat peserta pelatihan tumbuh dan berkembang dengan baik, hal ini terbukti bahwa dalam pelaksanaan kegiatan program kegiatan pelatihan terjadi komuniasi dua arah, setiap konsep baru yang belum dipa hami langsung bisa dikonfirmasikan kepada instruktur. Begitu pula instruktur siap merespon dan memberikan konsep yang diharapkan oleh peserta secara langsung. Ini berarti perubahan mind set pada peserta pelatihan sedikit demi sedikit akan berkem bang menjadi lebih baik.

3) kegiatan diskusi yang dilakukan oleh kelom pok, dapat dipantau langsung oleh instruk tur, permasalahan dan hambatan dalam setiap kelompok langsung dapat teratasi pula.

4) pada setiap akhir pertemuan kegiatan peser ta pelatihan dapat merasakan adanya peru bahan dengan bertambahnya pengetahuan, keterampilan yang didapatkan.

c. Evaluasi kegiatan (kondisi instruktur maupun peserta pelatihan, serta proses kegiatan pembel

(29)

35 ajaran) langsung dapat dikomunikasikan antara panitia penyelenggara, instruktur dan peserta pelatihan. Sehingga ketiga pihak langsung mengetahui kelebihan dan kekurangan pelaksana an program kegiatan tersebut.

Gambar 2.3 Kerangka Pikir

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa: 1) Kemampuan penulisan karya tulis ilmiah/ penyu

sunan laporan hasil penelitian tindakan kelas yang masih rendah perlu adanya penanaman konsep tentang penulisan KTI.

2) Untuk penanaman konsep KTI perlu diadakan tindakan yaitu Pendidikan dan latihan.

3) Pendidikan dan latihan yang mampu menjadi solusi adalah model In House Training (IHT)

4) Dengan kegiatan pendidikan dan latihan menggun akan model In House Training (IHT) kesenjangan dapat teratasi

Atas dasar hal tersebut peneliti menyatakan bahwa implementasi kegiatan pelatihan dengan model In House Training mampu meningkatkan

(30)

36 kemampuan penulisan karya ilmiah bagi guru SD Negeri 1 Ngadirejo Kecamatan Ngadirejo.

2.6

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir tersebut diatas peneliti dapat merumuskan hipotesis penelitian yaitu:

1. Penerapan program pelatihan In House training

diduga dapat meningkatkan penulisan karya ilmiah bagi guru-guru SD Negeri 1 Ngadirejo. 2. Penerapan program pelatihan In House Training

dapat meningkatkan kemampuan penulisan kar ya tulis ilmiah/penyusunan laporan hasil peneli tian tindakan kelas bagi guru-guru SD Negeri 1 Ngadirejo, jika dari 22 guru/peserta pelatihan In House Training ada 13 orang berhasil mampu menulis karya tulis ilmiah /penyusunan laporan hasil penelitian tindakan kelas dengan predikat cukup layak dan layak, sesuai dengan kaidah penulisan yang benar.

Gambar

Gambar 2.3  Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Mutu substansi terbitan berkala ilmiah sangat ditentukan oleh artikel yang dimuatnya, sehingga artikel sebaiknya merupakan tulisan yang didasarkan pada hasil penelitian

perusahaan ke dalam perkiraan buku besar. 3) Peringkasan merupakan kegiatan untuk meringkas transaksi. 4) Pelaporan adalah menyusun laporan keuangan yang terdiri dari

ISPA sering disebut sebagai penyakit musiman. Epidemik ISPA pada negara yang memiliki empat musim berlangsung pada musim gugur dan musim dingin, yakni sekitar bulan

Publikasi berulang dapat menunjukkan kompetensi untuk mempublikasikan hasil penelitian dan kajian ilmiah tentang suatu topik, dan berkontribusi terhadap reputasi jurnal

Uraian yang terdapat pada bab dua yaitu terdiri dari tinjauan pustaka, konsep dan landasan teori tentang Fungsi dan Makna Arak Putih dalam budaya masyarakat Tionghoa.. 2.1

Penemuan ilmiah terbaru menunjukkan bahwa nitric oxide berhubungan dengan skizofrenia, pada sebuah penelitian mengatakan bahwa keadaan psikosis yang terdiri dari

Penelitian ini menggunakan variabel tunggal yakni dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal dalam menjalani hemodialisa di RSUD Kota Semarang yang terdiri dari dukungan

Penelitian yang sekarang menggunakan empat indikator yeng terdapat dalam human capital yakni (1) Tingkat Pendidikan, (2) Pengalaman Audit, (3) Tingkat Kualifikasi