• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Strategi Modeling Partisipan untuk Meningkatkan Keberanian Bertanya Siswa pada Guru di Kelas. Putri Diyanti 1 dan Sutijono 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Strategi Modeling Partisipan untuk Meningkatkan Keberanian Bertanya Siswa pada Guru di Kelas. Putri Diyanti 1 dan Sutijono 2"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Strategi Modeling Partisipan untuk Meningkatkan Keberanian Bertanya Siswa pada Guru di Kelas

Putri Diyanti1 dan Sutijono2

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektivan strategi modeling partisipan dalam konseling untuk meningkatkan keberanian bertanya siswa pada guru di kelas. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan menggunakan model one group pre-test design and post-test design. Subjek penelitian ini dilakukan pada 7 siswa dari 38 siswa yang ada pada kelas VII-E SMP Negeri 26 Surabaya tahun ajaran 2010-2011. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket keberanian bertanya pada guru di keas untuk mengetahui siswa yang mengalami kurang keberanian bertanya pada guru di kelas dan juga digunakan untuk mengukur hasil dari perlakuan strategi modeling partisipan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan keberanian bertanya antara sebelum dan sesudah penerapan konseling kelompok dengan strategi Modeling Partisipan pada siswa kelas VIII-E di SMP Negeri 26 Surabaya. Pada penelitian ini terdapat temuan yaitu selain siswa menjadi lebih berani mengajukan pertanyaan di kelas, siswa mampu menunjukkan adanya kemampuan untuk berdiskusi di kelas secara aktif. Kata kunci: Modeling Partisipan, Konseling kelompok, Keberanian Bertanya

1 Dosen Luar Biasa pada Prodi Prodi BK FIP UNIPA Surabaya 2 Staf Pengajar di prodi BK FIP Unesa

(2)

Pendahuluan

Dalam era globalisasi seperti saat ini kemajuan di bidang pendidikan berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Terkait kemajuan di bidang pendidikan, proses belajar mengajar di kelas pun ikut berkembang. Cara mengajar guru saat ini tidak seperti dulu yang hanya memberikan materi pada siswa tetapi saat ini guru menjadi fasilitator bagi siswa. Siswa dituntut mandiri dalam mengkaji materi pelajarannya dengan berdiskusi di dalam kelas mengenai materi yang dipelajari. Namun dengan kegiatan tersebut, kenyataan di lapangan tidak seperti yang diharapkan misalnya di sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang menggunakan implementasi pengajaran dan pembelajaran kontekstual yang salah satu unsurnya adalah berfikir tingkat lebih tinggi, maksudnya siswa di latih untuk berfikir kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu serta memecahkan suatu masalah. Dan salah satu komponen utama adalah dengan bertanya. Selain untuk nilai partisipasi siswa, bertanya dalam pembelajaran di pandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa.

Lebih lanjut menurut George Brown dan EC, Wragg ( diterjemahkan oleh Abdul Mukhid, 2009) menjelaskan bahwa seseorang bertanya karena dipengaruhi beberapa hal yaitu: a) Mencari informasi atau penyelesaian masalah;b) Keinginan untuk memenuhi keingintahuan atau mengatasi keresahan;c)Keinginan untuk mengadakan kontak dengan atau memperdalam pengertian.

Dijelaskan juga beberapa keuntungan bertanya yaitu membangkitkan minat dan keingintahuan mengenai suatu pokok bahasan, dapat memusatkan perhatian terhadap konsep, mampu menyerap dan mendalami informasi, membantu pengembangan kemampuan berfikir, dapat mengembangkan kemampuan refleksi dan berkomentar atau merespon anggota-anggota kelompok yang lain, baik murid-murid maupun guru-guru, serta dapat mengekspresikan minat yang betul-betul bersumber dari gagasan dan perasaan murid

Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa bertanya adalah untuk memperoleh jawaban yang lebih jelas atas sesuatu yang belum dimengerti atau belum dipahami (Parera,1993:15). Dari beberapa pendapat para ahli mengenai sebab-sebab dan keuntungan bertanya, dapat dipahami bahwa bertanya merupakan hal yang sangat positif dan menguntungkan bagi siswa. Keuntungan tersebut yaitu siswa menjadi lebih mudah untuk dapat memahami secara lebih mendalam tentang pelajaran-pelajaran yang kurang jelas bagi dirinya. Perlu juga diketahui bahwa kegiatan bertanya juga membutuhkan keberanian untuk melakukannya. Oleh karena itu keberanian siswa dalam bertanya pada guru harus segera dilatih supaya lebih berani.

Beberapa indikasi yang dialami siswa kelas VII SMP Negeri 26 Surabaya. Berdasarkan respon siswa yang telihat diam, menunduk atau hanya sekedar menjawab “Tidak ada”. Ketika guru memberikan kesempatan bertanya menunjukkan bahwa mereka kurang memiliki keberanian bertanya dikarenakan mereka belum tahu cara atau sikap yang benar dalam mengemukakan pertanyaan pada guru di kelas. Hal ini juga dikarenakan mereka belum terbiasa mengemukakan pertanyaan pada guru di kelas.

Sebaiknya kurang keberanian yang dialami siswa harus ditangani dengan segera karena jika tidak siswa akan mengalami hambatan untuk memahami secara lebih mendalam tentang pelajaran-pelajaran yang dirasa kurang jelas bagi siswa. Untuk meningkatkan perilaku tersebut, dapat digunakan strategi modeling partisipan dimana strategi ini dapat memotivasi seseorang dalam melakukan sesuatu karena ada contoh yang berhasil. Individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura(1969) menyatakan

(3)

bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung bisa pula diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Keberanian siswa untuk bertanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kemampuan untuk maju mencoba meminta keterangan dan memperoleh jawaban yang lebih jelas atas sesuatu yang belum dimengerti, memiliki keterampilan bertanya dan rasa percaya diri untuk meminta keterangan dan memperoleh jawaban yang lebih jelas atas sesuatu yang belum dimengerti. Kurang keberanian siswa dalam bertanya merupakan masalah yang harus diatasi dan perlu mendapatkan bantuan. Hal ini dikarenakan dapat menghambat siswa untuk memahami secara lebih mendalam tentang pelajaran-pelajaran yang dirasa kurang jelas baginya. Salah satu alternatif bantuan yang dapat diberikan kepada siswa yang mengalami kurang keberanian bertanya pada guru di kelas adalah dengan strategi modeling partisipan. Sesuai dengan pendapat Bandura, (dalam Gunarsa,2003:221), mengatakan bahwa pengambilan respon atau keterampilan baru dan memperlihatkan dalam perilakunya setelah memadukan apa yang diperoleh dari pengamatnya dengan perilaku baru yang dapat digunakan untuk menghasilkan keterampilan baru dalam hubungan sosial dan bahasa dengan perilaku yang tadinya kurang berani bertanya menjadi berani untuk bertanya. Dengan implementasi strategi modeling partisipan dalam konseling kelompok diharapkan dapat menimbulkan pengaruh positif terhadap keberanian bertanya siswa pada guru di kelas.

Keberanian Bertanya

“Keberanian adalah keadaan (sifat-sifat) berani, kegagahan mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dsb: tidak tahu (gentar,kecut).” (Moeliono,1995). Bertanya yang dilakukan siswa di kelas membutuhkan keberanian, karena tanpa keberanian kegiatan bertanya pada guru di kelas akan mengalami hambatan. Adapun pengertian bertanya adalah meminta keterangan (penjelasan): meminta supaya diberitahu (tentang sesuatu), kalau tidak tahu. (Mulyono,1995). Jadi bisa diartikan jika bertanya adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk meminta keterangan dan untuk memperoleh jawaban yang lebih jelas atas sesuatu yang belum dimengerti atau belum dipahami.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberanian bertanya adalah keadaan atau sifat-sifat yang ada pada setiap individu yang ditunjukan dengan adanya kemampuan untuk maju mencoba dengan rasa percaya diri dan mampu untuk mengatasi rasa takut ketika meminta keterangan dan memperoleh jawaban yang jelas atas sesuatu yang belum dipahami. Selain itu bertanya dalam pembelajaran di pandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa bertanya merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar karena siswa dapat menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

Modeling Partisipan

Modeling partisipan terdiri dari demonstrasi model, praktek terbimbing, dan pengalaman-pengalaman yang berhasil (Nursalim, dkk 2005).

Menurut Bandura, Jeffrey dan Gajdos 1975 (dalam Cormier & Cormier, 1985), “Modeling participant is an effective way to provide rapid reality testing, which provides the corrective experiences for change”

“Modeling is used to help client acquire desired response or to extinguish fears through observing the behavior of another person” (Parrott,2002)

(4)

Dari beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa modeling partisipan merupakan satu strategi yang digunakan dalam rangka perubahan perilaku terhadap hal-hal yang mengkhawatirkan dan menakutkan. Modeling Partisipan dapat memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu yang dianggapnya menakutkan karena ada contoh yang berhasil. Modeling partisipan merupakan cara yang efektif untuk mengadakan uji realitas yang cepat, yang memberikan pengalaman korektif untuk berubah. Dengan langkah-langkah modeling partisipan sbb :

1) Rasional

Prosedur ini digunakan untuk membantu konseli dalam mengatasi ketakutan dan perilaku baru. Dalam prosedur ini ada tiga hal utama yang harus konseli lakukan dengan bantuan konselor, yaitu : Pertama, konseli akan diperlihatkan model mendemonstrasikan perilaku baru yang akan ditiru, misalnya model mempraktekkan cara bersikap ketika akan memulai bertanya. Kedua, konseli akan mempraktekkan perilaku tersebut dengan bantuan konselor selama wawancara konseling berlangsung. Ketiga, konselor akan membantu konseli untuk melakukan kemampuan tersebut, di luar wawancara. Konseling yang memungkinkan konseli memperoleh keberhasilan. Jenis praktek ini akan membantu konseli menamilkan apa yang dirasa sulit dilakukan oleh klien.

2) Modeling

Komponen modeling dari modeling partisipan terdiri dari lima bagian : a) Perilaku sasaran

Langkah pertama yang harus dilakukan konselor adalah menentukan perilaku sasaran. Dalam penelitian ini yang menjadi sasaran perilaku adalah keterampilan bertanya siswa pada guru di kelas. Konselor dapat membagi kemampuan untuk berani bertanya dalam 3 kategori yaitu : (1) Kontak mata secara langsung dengan orang yang akan ditanyai, (2) Mencoba memulai bertanya tanpa mengalami kesalahan, (3) Memiliki kemampuan bertanya dengan etika yang berlaku.

b) Mengatur sub skill atau task dalam hirarkhi

Suatu hirakhi dimulai dari situasi yang paling sedikit ancamannya atau situasi yang paling tidak menakutkan, kemudian diskusi kemampuan atau situasi yang lebih kompleks dan yang lebih besar ancamannya.

c) Memilih model

Sebelum melaksanakan komponen modeling, perlu dilakukan seleksi terhadap model yang tepat. Kadang-kadang yang paling efesien adalah menggunakan konselor sebagai model. Keuntungan yang lebih besar diperoleh bila digunakan model yang agak serupa dengan konseli.

d) Instruksi sebelumnya bagi konseli

Sebelum demonstrasi model, untuk menarik perhatian konseli pada model, konselor harus memberi instruksi kepada konseli tentang apa yang akan dimodelkan. Konseli disuruh mencatat bahwa model akan dimintai tanggapan-tanggapan tertentu tanpa mengalami akibat yang merugikan. Misalnya konselor dapat mengatakan seperti : “Perhatikan cara orang ini melihat Anda secara langsung, pada saat Anda menanyakan hal yang tidak Anda pahami.”

e) Demonstrasi model

Dalam modeling partisipan, seorang model mendemonstrasikan satu bagian kemampuan sekaligus. Seringkali diperlukan demonstrasi yang diulang atas tanggapan yang sama. Model-model ganda memberikan keanekaragaman cara aktivitas yang ditampilkan dan mampu dipercaya pada gagasan bahwa akibat-akibat yan merugikan tidak akan terjadi.

(5)

Partisipan terbimbing atau penampilan adalah salah satu komponen pembelajaran yang paling penting untuk mengatasi situasi yang menakutkan, dan untuk memperoleh perilaku yang baru. Partisipasi ini ditujukan untuk “Pengangkatan kemampuan baru dan keyakinan, daripada membuka kekurangan” (Bandura,1977) (dalam blog Alfan, 2008)

Partisipasi terbimbing terdiri atas lima langkah sebagai berikut : a) Praktek Konseli

Setelah model mendemonstrasikan aktivitas atau perilaku bertanya pada guru di kelas, konseli diminta melakukan apa yang dimodelkan. Konselor meminta konseli menampilkan setiap aktivitas atau perilaku dalam hirarkhi,konseli menampilkan setiap aktivitas atau perilaku, mulai dengan langkah pertama dalam hirarkhi, sampai dia dapat melakukan dengan penuh terampil dan percaya diri.

b) Umpan Balik Konselor

Sebelum konseli mempraktekkan, konselor memberikan umpan balik verbal kepada konseli tentang penampilannya. Ada 2 bagian umpan balik : (a) menyanjung atau meneguhkan praktek yang berhasil, (b) usulan memperbaiki atau mengubah kesalahan.

c) Penggunaan Bantuan Induksi

Bantuan induksi merupakan bantuan yang mendukung (suportif) yang diatur oleh konselor untuk membantu konseli dalam melakukan tanggapan yang menakutkan atau sulit. Bantuan induksi dapat digunakan dalam sesi konseling, tetapi bantuan itu harus diterapkan dalam suasana yang mirip dengan yang dialami.

d) Penghilangan Bantuan Induksi

Bantuan induksi dapat ditarik secara bertahap. Misalnya terhadap konseli yang kurang berani bertanya, penggunaan empat bantuan induksi secara bertahap berkurang ketiga, kedua, dan satu. e) Praktek Konseli yang Diarahkan Pada diri

Dalam hal ini, konseli harus mampu melakukan aktivitas atau anggapan yang diharapkan tanpa bantuan atau ertolongan induksi. Masa praktek konseli yang diarahkan pada diri, memperkuat perubahan-perubahan dalam kepercayaan dan evaluasi diri dari konseli dan bisa mengarah ke perbaikan fungsi perilaku.

Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara mengkodekan perilaku yang ditiru kedalam kata-kata, tanda atau gambar dari pada hanya observasi sederhana (hanya melihat saja).

4) Pengalaman sukses atau penguatan

Komponen terakhir dari prosedur modeling partisipan adalah pengalaman-pengalaman keberhasilan (penguatan). Bandura,1976 (dalam Nursalim,dkk 2005) menyatakan bahwa perubahan-perubahan psikologis “ tak mungkin berjalan efektif jika konseli tidak mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.Pengalaman berhasil ditata dengan menyesuaikan program transfer pelatihan bagi masing-masing konseli (Alfan, 2008).

Program transfer pelatihan ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

a) Konselor dan konseli mengidentifikasi situasi dalam lingkungan konseli dimana konseli ingin melakukan tanggapan-tanggapan target.

b) Situasi-situasi ini diatur dalam hirarkhi, mulai dengan situasi yang mudah, aman dimana konseli mungkin berhasil dan berakhir dengan situasi yang lebih tak dapat diramalkan dan beresiko.

(6)

c) Konselor menyertai konseli masuk ke dalam lingkungan dan berlatih dengan masing-masing situasi dalam daftar modeling dan partisipasi terbimbing. Secara bertahap level partisipasi konselor dikurangi.

d) Konseli memberikan serangkaian tugas untuk melakukan dengan cara yang diarahkan pada diri. Tugas yang dimaksudkan adalah kehidupan yang lebih konsisten dalam melakukan suatu tindakan yang diinginkan, tanpa mengandalkan kelompok atau pemimpin yang mendukung. Dalam hal ini, konseli ditekankan untuk mandiri.

Metode

Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian adalah tujuh orang siswa kelas VII SMP Negeri 26 Surabaya yang memiliki skor kategori rendah dalam bertanya di kelas.

Bentuk rancangan pre-test dan post-test dalam satu kelompok. Adapun prosedur atau langkah-langkah dari rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pemberian pre-test untuk mengukur skor rendah keberanian bertanya siswa pada guru di kelas, (2) Memberikan treatment atau perlakuan kepada siswa yang memiliki skor rendah dalam keberanian bertanya pada guru di kelas dalam jangka waktu tertentu yakni implementasi modeling partisipan dalam konseling kelompok dan (3) Memberikan post-test untuk mengetahui adanya peningkatan skor keberanian bertanya siswa pada guru di kelas. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji tanda (sign test).

4. Hasil Penelitian NO SUBJEK SKOR TANDA PERBEDAAN PRE-TEST (X) POST-TEST (Y) (Y - X) 1 INP 90 114 + 2 AR 94 102 + 3 EAH 91 110 + 4 TMD 93 108 + 5 NBP 86 112 + 6 PEP 94 115 + 7 CN 91 114 +

(7)

Berdasarkan hasil analisis pre-test dan post-test dengan menggunakan uji tanda,Analisis data diperoleh ρ = 0,008 dengan taraf kesalahan α=5% atau 0,05 maka ρ < α. Adanya peningkatan skor setelah perlakuan terhadap konseli, INP (90; 114), AR (94; 102), EAH(91; 110), TMD (93; 108), NBP (86; 112), PEP (94;115), CN (91;114).Hal ini menunjukan bahwa ada peningkatan keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan di kelas antara sebelum dan sesudah konseling kelompok behavior dengan strategi modeling partisipan. Dengan demikian hipotesis penelitian yang berbunyi “Strategi konseling modeling partisipan dalam konseling kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan keberanian bertanya siswa di kelas VII SMP Negeri 26 Surabaya Tahun Ajaran 2010-2011”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Konseling kelompok dengan implementasi Modeling partisipan dapat meningkatkan keberanian bertanya siswa pada guru di kelas.

Ada sesuatu hal baru yang muncul dari penelitian ini, berdasarkan informasi dari guru BK, yakni selain siswa menjadi lebih berani bertanya, siswa mampu menunjukkan adanya kemampuan untuk berdiskusi di kelas secara aktif.

DAFTAR PUSTAKA

Alfan. 2008. “Pokok-pokok Pikiran Penerapan Teori Behavoral”, Jurnal Psikologi (Online), (http://dankalfabeta.wordpress.com/Vol.- , No.- , diakses 29 Agustus 2010).

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling&Psikoterapi. Bandung: PT.Refika Aditama. Cormier,W.H. dan Cormier L.S. 1985. Intervieng Strategies For Helpes Fundamental Skill an

Cognitif Behavioral Interventions.2 ed. Monterey, California: Publishing Company. Gunarsa, Singgih, D. 2003. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. Gunung Mulia.

Holstein, Herman.1986. Murid Belajar Mandiri. Bandung: CV Remaja Karya.

King, Larry dan Gilbert, Bill. 2007. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja. Jakarta: PT Gramedia Pustakan Utama.

Kurniawati, Endah. 2006. “Penggunaan Modeling Partisipan Untuk Membantu Penyesuaian Diri Siswa di Sekolah Kelas VII-6 SMPN 1 Prambon Nganjuk”. Skripsi Tidak diterbitkan. Surabaya: FIP Unesa.

Masrur MH, Abdullah. 2000. Membina Keberanian. Jatim: Putra Pelajar.

Moetodipuro, Sumantri. 1978. Keberanian Hiasan Pribadi. Jakarta: Gunung Jati.

Mufidah, Umi. 2007. “Keterampilan Menjelaskan dan Bertanya”. Jurnal Psikologi, (Online), Vol 17, No.1, (http://penabiru.blogspot.com, diakses 1 Agustus 2010).

Mukhid, Abdul. 2009. Bertanya Atau Menjadi Keledai. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. Mulyono dkk. 1995. Kamus Besar Bahas Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.

Nursalim, dkk. 2007. Konseling Kelompok. Surabaya: Unesa University Press.

Nursalim dan Suradi. 2002. Layanan Bimbingan dan Konseling. Surabaya: Unesa University Press.

Parera, Josh Daniel.1993. Keterampilan Bertanya dan Menjelaskan. Jakarta: Erlangga. Parrott, Les. 2002. Counseling and Psychotherapy. USA: Thompson.

Prayitno dan Amti, Erman. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Rahmansyah, Arif. 2004. “Pengaruh Penggunaan Teknik Modeling Partisipan terhadap Kecemasan Komunikasi Berbicara di Depan Umum pada Siswa Kelas kelas 1-E SMP Negeri 2 Surabaya”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: FIP Unesa.

(8)

Santrock, John W. 1995. Life-Span Development. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. Siegels, Sidney. 1992. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia.

Sudrajat, Akhmad. 2008. “Pendekatan Konseling Behavior”. Jurnal Bimbingan Konseling, (Online),Vol.-,No.-, (http://akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses 22 Mei 2010).

Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukidi dan Mundir. 2005. Metodologi Penelitian Membimbing dan Mengantar Kesuksesan Anda Dalam Dunia Penelitian. Surabaya: Insan Cendekia.

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penulisan Dan Penilaian Skripsi. Surabaya: Unesa University Press.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitik. Jakarta: Tim Prestasi Pustaka.

Winkel, W.S dan Hastuti, Sri. 2006. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: Media Abadi.

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan penjaminan mutu pada Fakultas Kedokteran Hewan dilakukan oleh SJMF yang berfungsi mengatur regulasi pendidikan dan  pengajaran sesuai dengan dokumen

Kepemilikan benda berbasis lahan yang bersertifkat merupakan obyek yang dapat dijadikan jaminan dan beralih hak, karena itu pemerintah perlu melindungi lahan yang dibuka

bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat efikasi siswa terhadap pada setiap kategori sekolah yang telah ditentukan sebelumnya. Analisis Statistik Deskriptif Teknik

(3) Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam suatu tahun pajak

Alasan yang mendasari penulis mengambil fokus penelitian atribut inovasi sektor publik dari program Besuk Kiamat yaitu (1) jarang sekali penelitian yang membahas tentang

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan metode microwave digestion dengan penambahan HN03 untuk analisis logam berat telah memenuhi semua persyaratan

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan sebelumnya, kajian ini mencoba untuk membahas data dan melakukan analisis dengan pendekatan studi perilaku dan teori perancangan kota

pembiayaan atau tidak. Penilaian karakter berkaitan dengan seifat dan perilaku seseorang, lancar tidaknya angsuran tergantung pada karakter seseorang. Apabila karakter