• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

9 A. Tinjauan teori

1. Kelengkapan Imunisasi a. Pengertian imunisasi

Pencegahan penyakit secara primer dapat dilakukan melalui vaksinasi sebagai upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau kejadian yang mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat (Ranuh, 2008). Imunisasi dianjurkan diberikan sesegera mungkin setelah bayi lahir apabila terjadi prevalensi yang tinggi pada suatu Negara, misalnya Indonesia prevalensi TBC tinggi sehingga dapat segera diberikan imunisasi BCG (Khosim, 2003).

Imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibody secara pasif, sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari system imun di dalam tubuh. Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu immunoglobulin yang non spesifik atau gamaglobulin dan immunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit tertentu atau baru saja mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu (Ranuh, 2008).

(2)

Imunisasi merupakan aplikasi prinsip-prinsip imunobiologi yang paling terkenal dan paling berhasil terhadap kesehatan manusia. Nama vaksin diambil dari kata vaksinia, virus cacar sapi yang digunakan oleh Jenner 200 tahun yang lalu. Vaksinia merupakan upaya ilmiah pertama untuk mencegah penyakit infeksi cacar (variola) yang dilakukan tanpa pengetahuan sama sekali mengenai virus dan imunobiologi (Wahab, 2002).

Antigen vaksin harus mampu merangsang terjadinya ekspansi klon sel T dan / atau B tertentu untuk menghasilkan populasi sel memori. Sel memori ini memungkinkan pertemuan berikutnya dengan antigen yang sama dan dapat merangsang timbulnya respons primer. Respons primer sering terlalu lambat untuk mencegah timbulnya penyakit berat (Ranuh, 2008).

Vaksinasi sangat tergantung pada respons imun spesifik, maka keberhasilan vaksinasi sangat tergantung pada dihasilkannya preparat antigenik patogen yang aman untuk diberikan, merangsang jenis imunitas yang tepat dan dengan harga yang dapat dijangkau oleh populasi yang menjadi tujuan vaksinasi (Wahab, 2002).

b. Jenis dan macam imunisasi

1) Jenis / Macam Imunisasi Dasar pada Anak (Ranuh, 2003): a) BCG

(3)

(2) Penyebab : Bakteri Bacillus Calmette Guerrin

(3) Kandungan : Bacillus Calmette-Guerrin yang dilemahkan b) DPT/DT

(1) Perlindungan Penyakit : Difteri (infeksi tenggorokan), Pertusis (batuk rejan) dan Tetanus (kaku rahang).

(2) Penyebab : Bakteri difteri, pertusis dan tetanus.

(3) Kandungan : Pertusis Toxin (PT), Filamentous hemagglutinin (FHA), Pertactine 69-kDa OMP, aglutinogen, adenylcyclase, tracheal cytotoxin

(4) Efek samping yang mungkin : Demam, ruam kulit, diare c) Polio

(1) Perlindungan Penyakit : Poliomielitis / Polio (lumpuh layuh) yang menyababkan nyeri otot, lumpuh dan kematian.

(2) Penyebab : virus polio picornaviridae P1, P2, dan P3. (3) Kandungan : kanamisin, virus tipe 1, CCID50, eritromisin d) Campak / Measles

(1) Perlindungan Penyakit : Campak / Tampek (2) Penyebab : virus campak (paramyxovirus). (3) Kandungan : TCID50

e) Hepatitis B

(1) Perlindungan Penyakit : Infeksi Hati / Kanker Hati mematikan

(4)

(2) Penyebab : virus KHS

(3) Kandungan : HBIg, HbsAg (+)

2) Jenis / Macam Imunisasi Vaksin yang Dianjurkan pada Anak (Wahab dan Julia, 2002):

a) MMR

Perlindungan Penyakit : Campak, gondongan dan campak Jerman

Waktu Pemberian :

I. Umur / usia 1 tahun 3 bulan II. Umur / usia 4-6 tahun b) Hepatitis A

(1) Perlindungan Penyakit : Hepatitis A (Penyakit Hati) (2) Penyebab : Virus hepatitis A

Waktu Pemberian : I. Umur / usia > 2 tahun.

II. 6 – 18 bulan setelah dosis pertama. c) Typhoid & parathypoid

(1) Perlindungan Penyakit : Demam Typhoid (2) Penyebab : Bakteri Salmonela thypi Waktu Pemberian :

I. Tergantung situasi dan kondisi d) Varisella (Cacar Air)

(5)

(2) Penyebab : Virus varicella-zoster Waktu Pemberian :

I. Umur / usia 10 s/d 12 tahun 1 kali dan di atas 13 tahun 2 kali dengan selang waktu 4 s/d 8 minggu.

c. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar pada balita

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dalam bentuk terpisah, Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek

Umur Vaksin 0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan HB1 BCG, Polio 1 DPT1, HB2, Polio 2 DPT2, HB3, Polio3 DPT3, Polio 4 Campak

d. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar

Definsi kelengkapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat atau segala sesuatu yang sudah tersedia dengan lengkap (Poerwadarminta, 2007). Kelengkapan Imunisasi adalah alat atau segala sesuatu yang tersedia dengan lengkap untuk membuat zat anti untuk mencegah penyakit (Suparyanto, 2011).

(6)

Menurut Suparyanto (2011), faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar adalah :

a) Pendidikan

Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Bahwa penggunaan posyandu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dapat membuat orang menjadi berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak secara rasional sehingga latar belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2007).

Pendidikan terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri : belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri yang ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha, dan didasari bukan karena kebetulan (Notoadmodjo, 2007). Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Ibu dengan pendidikan yang relatif tinggi cenderung memiliki kemampuan untuk menggunakan sumber daya keluarga yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah, karena pengetahuan makanan yang bergizi

(7)

sering kurang dipahami oleh ibu yang tingkat pendidikannya rendah, sehingga memberi dampak dalam mengakses pengetahuan khususnya dibidang kesehatan untuk penerapan dalam kehidupan keluarga terutama pada pengasuh anak balita (Notoadmodjo, 2007).

Ruang lingkup pendidikan terdiri dari pendidikan informal, non formal dan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan informal berlangsung tanpa organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang diangkat atau ditunjuk sebagai pendidik, tanpa suatu program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, dan tanpa evaluasi yang formal berbentuk ujian. Sementara itu pendidikan non formal meliputi berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara terorganisasi terutama generasi muda dan orang dewasa, yang tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga masyarakat yang produktif. Sedangkan pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu seperti terdapat di sekolah atau universitas (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Undang-undang Republik Indonesia tentang pendidikan No 20 Tahun 2003, jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Pendidikan dasar yaitu jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

(8)

pendidikan menengah seeperti SD, MI, SMP, dan MTS atau bentuk lain yang sederajat. Sementara itu pendidikan menengah yaitu lanjutan pendidikan dasar yang terdiri dari pendidikan menengah kejuruan seperti SMA, MA, SMK, dan MAK atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan terbagi menjadi 3 meliputi faktor umur, faktor tingkat sosial ekonomi dan faktor lingkungan. Faktor umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin bertambah umur pendidikan yang didapat akan lebih banyak. Baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non formal yang diinginkan adalah terjadinya perubahan kemampuan, penampilan atau perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap atau ketrampilannya (Notoatmodjo, 2007). Faktor tingkat sosial ekonomi ini sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan perbaikan pelayanan kesehatan yang diinginkan oleh masyarakat. Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang bagus dan bermutu. Sedangkan faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam pendidikan seseorang. Seperti contoh orang yang berada dalam

(9)

lingkungan keluarga yang mendukung serta mengutamakan pendidikan mereka akan lebih termotivasi untuk belajar. Sehingga pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang keluarganya tidak mendukung untuk merasakan bangku sekolah (Notoatmodjo, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Danuri (2005) tentang hubungan antara karakteristik, pengetahuan dan sikap ibu batita dengan kelengkapan status imunisasi di Desa Ambowetan Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kelengkapan status imunisasi (p = 0,008).

b) Pendapatan atau Penghasilan

Mulyanto dan Dieter (dalam Syamsul, 2002), pendapatan adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang di sumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga, dalam kehidupan sehari-hari pendapatan erat kaitannya dengan gaji, upah, serta pendapatan lainnya yang di terima seseorang setelah orang itu melakukan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pendapatan keluarga dipengaruhi oleh pekerjaan. Semakin rendah pendapatan keluarga semakin tidak mampu lagi ibu dalam membelanjakan bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas maupun kuantitasnya, sebagai ketersediaan pangan di tingkat keluarga tidak mencukupi (Syamsul, 2002).

(10)

Pendapatan per kapita (per capita income) keluarga adalah pendapatan rata-rata dalam suatu keluarga pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu keluarga pada suatu periode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan keseluruhan anggota keluarga pada periode tertentu dibagi dengan jumlah anggota keluarga pada periode tersebut. Ternyata tingginya pendapatan keluarga, tidak menjamin pendapatan per kapitanya juga tinggi. Hal ini terjadi karena faktor jumlah anggota keluarga juga sangat menentukan tinggi rendahnya pendapatan per kapita (Budiono, 2004).

Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan di wilayah kabupaten Demak maka tingkat pendapat didasarkan pada upah minimum regional (UMR) kabupaten Demak. Berdasarkan Keputusan Gubernur nomor 561.4/73/2011 tentang upah minimum pada 35 kabupaten kota di provinsi Jawa Tengah tahun 2012 yang menyebutkan bahwa UMR untuk Kabupaten Demak sebesar Rp.893.000,-.

Penelitian yang dilakukan oleh Mardani (2008) tentang beberapa faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar di Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ditemukan hasil bahwa penelitian menunjukkan ada 8 faktor yang mempunyai kaitan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi,

(11)

yaitu kondisi bayi, jumlah anak balita yang diasuh, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, pendidikan formal ibu/suami, tingkat penghasilan keluarga, penyuluhan imunisasi dan jarak ke tempat pelayanan imunisasi.

c) Pengetahuan

Terbatasnya pengetahuan ibu tentang imunisasi bayi ini mengenai manfaat dan tujuan imunisasi maupun dampak yang akan terjadi jika tidak dilaksakannya. Imunisasi bayi akan mempengaruhi kesehatan bayi. Hal ini sesuai dengan teori dan pendorong. Daya pendorong adalah semacam naluri tetap hanya satu dorongan kekuatan yang luas terhadap satu arah yang umum. Dalam pendorong dengan mengimunisasikan bayinya, salah satunya adalah pengetahuan dimana pengetahuan tersebut ditemukan dalam media elektronik (TV, Radio), media massa (Koran majalah).

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran dan dipengaruhi faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor dari luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosian budaya (Poerwadarminta, 2002). Sementara itu menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

(12)

manusia dipengaruhi dari mata (penglihatan) dan telinga (pendengaran).

Cara memperoleh pengetahuan ada 2 yaitu dengan cara tradisional dan dengan cara modern. Cara tradisional terbagi dalam beberapa macam diantaranya cara coba dan salah, dimana cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan. Cara kekerasan atau otoriter pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoriter atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris atau penalarannya sendiri. Berdasarkan pengalaman pribadi, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. Melalui jalan pikiran dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya melalui induksi maupun deduksi. Cara modern yaitu dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan, kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan diklasifikasi kemudian akhirnya diambil kesimpulan umum (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tahu (know)

(13)

diartikan sebagai mengingat suatu materi tentang apa yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam tingkatan tahu adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur yaitu menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan mengatakan. Memahami (comprehention) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang paham suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang di pelajari.

Tingkat pengetahuan ketiga adalah aplikasi (application) yang diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real. Aplikasi diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain. Analisis (analysis) sebagai tingkat pengetahuan yang keempat adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan (Notoatmodjo, 2007).

(14)

Sintesis (syntesis) sebagai tingkat pengetahuan yang kelima menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun farmasi baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau ruusan yang telah ada. Kemudian tingkatan yang terakhir yaitu evaluasi (evaluation) yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, kriteria-kriteria ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007), meliputi tingkat pendidikan dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan hal-hal-hal-hal baru tersebut. Informasi seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak juga akan akan memberikan dampak terhadap pengetahuan yang lebih jelas. Budaya juga sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi-informasi yang diperoleh belum sesuai dengan budaya yang ada dan budaya yang dianut. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang adalah pengalaman dimana pengalaman umumnya dikaitkan dengan umur

(15)

dan pendidikan individu yaitu semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, pengalaman akan lebih luas.

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan Waridjan (dalam Arikunto, 2009) kategori pengetahuan dapat digolongkan menjadi pengetahuan baik jika kategori jawaban benar antara 80%-100%, pengetahuan sedang jika jawaban benar antara 65%-79% dan katgeori pengetahuan kurang jika jawaban benar kurang dari 65%.

Penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan (2003) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada balita umur 12-18 bulan di Kelurahan Harjosari - I Kecamatan Medan - Amplas Tahun 2003 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar balita. Penelitian lain yang dilakukan oleh Albertina (2009) tentang kelengkapan Imunisasi dasar anak balita dan faktor-faktor yang berhubungan di Poliklinik Anak beberapa rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2008 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan orang tua dengan kelengkapan imunisasi.

d) Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku yang

(16)

tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Gerungan (1996) dikutip oleh Sunaryo (2002), attitude diartikan dengan sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan objek tadi. Sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu (Sunaryo, 2002).

Sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, menurut Notoatmodjo (2007).

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (obyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat

(17)

dilihat dari kesadaran dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena itu suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi bersikap. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4) Bertanggung Jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari orang lain.

(18)

Menurut Azwar (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain :

1) Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut membantu dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Pada umumya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformasi atau searah dengan orang lain yang dianggap penting. 3) Pengaruh kebudayaan.

Seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan, dengan demikian kebudayaan yang diikutinya mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap orang tersebut.

4) Media massa.

Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang, sehingga terbentuklah arah sikap yang tertentu.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama.

Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.

(19)

6) Pengaruh faktor emosional.

Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2010). 7) Pendidikan

Kurangnya pengetahuan seseorang akan mudah terpengaruh dalam bersikap.

8) Faktor sosial dan ekonomi

Keadaan sosial ekonomi akan menimbulkan gaya hidup yang berbeda-beda.

9) Kesiapan fisik (status kesehatan)

Pada umumnya fisik yang kuat terdapat jiwa sehat. 10) Kesiapan psikologis / jiwa

Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara psikologis disekelilingnya (Azwar, 2010).

Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku manusia adalah pengungkapan (assesmant) atau pengukuran (measurement) sikap. Sikap merupakan respons evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun negatif. Sikap mempunyai arah,

(20)

artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya positif (Azwar, 2010).

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable.

Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah

(21)

isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2010).

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Azwar, 2010) : T = 50+10 ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − s X X Keterangan :

X : Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi skor T

X : Mean skor kelompok

s : Deviasi standar skor kelompok

Hasil penelitian Zakiyah (2007) tentang hubungan pengetahuan, sikap ibu tentang imunisasi dan dukungan keluarga dengan kelengkapan imunisasi DPT pada bayi umur 6-11 bulan di Desa Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal, hasil penelilitan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap ibu tentang imunisasi dengan kelengkapan imunisasi DPT pada bayi umur 6-11 bulan di Desa Taman Gede Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal

e) Motif

Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan (Suparyanto, 2011).

(22)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Banyudono Kabupaten Boyolali, hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelengkapan imunisasi.

f) Pengalaman

Sesuai dengan kategori hidonisme (Bahasa Yunani) yang berarti kesukaran, kesenangan, atau kenikmatan. Dalam hal ini semua orang akan menghindari hal-halyang sulit dan mengusahakan atau mengandung resiko berat. Jika kegiatan imunisasi tetap berjalan dengan baik misalnya, bayi menangis saat menunggu giliran yang lama, tubuh menjadi panas setelah diimunisasi. Hal ini dapat mempengaruhi ibu untuk mengimunisasikan bayinya (Suparyanto, 2011).

g) Pekerjaan

Teori kebutuhan (teori Maslow) mengemukakan nilanya 5 tingkat kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkat ilmiah yang kemudian dijadikan pengertian guna dalam mempelajari motivasi manusia. Kelima tingkatan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, kebutuhan aktivitas diri. Ibu yang mempunyai pekerjaan itu demi mencukupi kebutuhan keluarga (kebutuhan pertama) akan mempengaruhi kegiatan imunisasi yang termasuk kebutuhan rasa

(23)

aman dan perlindungan sehingga ibu lebih mengutamakan pekerjaan dari pada mengantarkan bayinya untuk di imunisas (Suparyanto, 2011).

h) Dukungan keluarga

Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari lingkungan kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap pembentukan sikap sangat besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anggota keluarga yang lain. Jika sikap keluarga terhadap imunisasi kurang begitu respon dan bersikap tidak menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan imunisasi. Maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena tidak ada dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).

i) Fasilitas Posyandu

Fasilitas merupakan suatu saran untuk melancarkan pelaksanaan fungsi (Suparyanto, 2011).

j) Lingkungan

Kehidupan dalam suatu lingkungan mutlak adanya interaksi sosial hubungan antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi. Lingkungan rumah dan masyarakat dimana individu melakukan interaksi sosial merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar seperti jarak pelayanan kesehatan, tempat pelayanan imunisasi, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang menunjang pelayanan imunisasi dasar (Panjaitan, 2003).

(24)

k) Tenaga kesehatan

Petugas kesehatan berupaya dan bertanggung jawab, memberikan pelayanan kesehatan pada individu dan masyarakat yang profesional akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Sehingga diharapkan ibu mau mengimunisasikan bayinya dengan memberikan atau menjelaskan pentingnya imunisasi (Suparyanto, 2011).

B. Kerangka Teori

Mengacu pada tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Keterangan :

Variabel yang diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Suparyanto (2011) Kelengkapan imunisasi anak Pendapatan atau Penghasilan Sikap Fasilitas Posyandu Lingkungan Tenaga Kesehatan Pendidikan Pengetahuan Motif Pengalaman Pekerjaan Dukungan Keluarga

(25)

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis penelitian

1. Ada hubungan antara faktor pendidikan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa Sumberejo Kecamatan Mranggen Demak.

2. Ada hubungan faktor pendapatan perkapita dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa Sumberejo Kecamatan Mranggen Demak.

3. Ada hubungan faktor pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa Sumberejo Kecamatan Mranggen Demak.

4. Ada hubungan faktor sikap ibu tentang imunisasi dasar dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi usia 9 – 11 bulan di Desa Sumberejo Kecamatan Mranggen Demak.

Pendidikan ibu Pendapatan perkapita Pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar Sikap ibu tentang

imunisasi dasar

Kelengkapan imunisasi dasar bayi usia 9 – 11 bulan

Gambar

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dalam bentuk  terpisah, Bayi Lahir di RS/RB/Bidan Praktek
Gambar 2.1 Kerangka Teori  Sumber : Suparyanto (2011) Kelengkapan imunisasi anak  Pendapatan atau Penghasilan  Sikap   Fasilitas Posyandu  Lingkungan   Tenaga Kesehatan  Pendidikan   Pengetahuan  Motif  Pengalaman  Pekerjaan  Dukungan Keluarga
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Pengambilan air dari mata air Cipager yang digunakan untuk daerah layanan Dusun Palutungan, Dusun Malaraman dan Dusun Cisantana, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur

Berdasarkan potensi, prospek, serta masalah/ isu daya saing dan nilai tambah yang ada di industri berbasis kelapa sawit tersebut, maka perlu untuk menyusun penguatan dan

Dari hasil pengujian sistem penggunaan teknologi computer vision yang digunakan untuk mengenali sampah dibawah laut bisa dimplementasikan dengan menguji jenis

Jika konsentrasi kontaminan berada pada nilai yang lebih besar dari baku mutu level bahaya maka harus dengan segera dilakukan pembersihan

Borcun ifası borçlunun sorumlu tutulamaya- cağı sebeplerle imkânsızlaşırsa, borç sona erer (B seçe- neği doğrudur). İmkansızlık meydana gelmişse ihbar etme veya süre

Berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh SU ketentuan yang lebih tepat mengatur tindak pidan tersebut ada di Pasal 98 ayat (1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Buddha Maitreya atas berkat, rahmat, kasih, serta bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul

Berdasarkan dari permasalahan yang telah dikemukakan diatas, terlihat bahwa pelaksanaan kewarisan yang dilaksanakan oleh kebanyakan masyarakat Desa Gunung Raja