• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KORELASI RASIO-AIR-POWDER DAN KADAR ABU TERBANG TERHADAP KINERJA BETON HVFA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KORELASI RASIO-AIR-POWDER DAN KADAR ABU TERBANG TERHADAP KINERJA BETON HVFA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KORELASI RASIO-AIR-POWDER DAN KADAR ABU TERBANG

TERHADAP KINERJA BETON HVFA

Bernardinus Herbudiman 1, dan Taufik Akbar 2

1Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung, Jl. PHH. Mustofa 23 Bandung 40124 e-mail: herbudiman@itenas.ac.id; herbudimanb@yahoo.com

2Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung, Jl. PHH. Mustofa 23 Bandung 40124

ABSTRAK

Beton high volume fly ash (HVFA) merupakan beton ramah lingkungan dengan memanfaatkan limbah abu terbang dalam jumlah yang relatif besar sekaligus mereduksi secara signifikan penggunaan semen. Untuk merancang komposisi campuran beton HVFA dengan target kekuatan tekan tertentu, belum tersedia metoda khusus dan masih mengandalkan banyaknya jumlah trial mix yang didasarkan pada referensi penelitian sebelumnya. Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji secara eksperimental korelasi antara berbagai variasi kadar abu terbang pada dua varian rasio-air-powder dengan kinerja beton yang dihasilkan, serta menyusun kurva serta formula sederhana yang selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan awal perancangan komposisi campuran dengan dengan target kekuatan tekan tertentu. Penelitian ini menggunakan dua varian rasio-air-powder (w/p) yaitu 0,45 dan 0,35. Pada masing-masing varian w/p dibuat campuran dengan variasi kadar fly ash sebagai pengganti semen sebesar 30, 40, 50 dan 60% dari total berat powder. Superplasticizer ditambahkan untuk mendapatkan nilai slump yang diinginkan. Masing-masing campuran terdiri dari 3 benda uji beton silinder yang berukuran 10x20cm. Parameter kinerja yang dikaji adalah workabilitas (slump) dan kuat tekan beton pada umur 28 hari. Sebagai tambahan, penelitian ini juga melihat pengaruh lama waktu perendaman terhadap kinerja kekuatan tekan beton. Penggunaan kadar fly ash sebanyak 60% akan mereduksi kekuatan tekan beton hingga 50%. Kuat tekan dapat meningkat hingga 70,5% dengan cara memperkecil nilai w/p dari 0,45 menjadi 0,35. Kurva acuan korelasi antara kuat tekan beton versus kadar abu terbang untuk dua varian w/p juga dapat disusun. Dengan menggunakan kedua kurva ini, komposisi campuran beton dengan target kekuatan tekan tertentu dapat dirancang dengan varian minor yang lebih fokus tanpa melibatkan sejumlah besar trial mix.

Kata kunci: beton HVFA, rasio-air-powder, abu terbang, kurva acuan komposisi campuran.

1.

PENDAHULUAN

Bahan baku utama beton yaitu semen, agregat dan air. Dari ketiga bahan tersebut, semen adalah bahan yang paling mahal dan proses produksinya menghasilkan emisi karbondioksida yang relatif besar. Industri semen menyumbang 6% - 7% dari total karbon dioksida. Perkembangan teknologi beton saat ini mengarah kepada pengembangan material yang ekonomis dan ramah lingkungan, namun dengan tetap memperhatikan kualitas dan kekuatannya. Dalam beton dengan kadar abu terbang tinggi (high volume fly ash, HVFA), pengurangan semen dalam jumlah relatif besar dan pemanfaatan limbah abu terbang (fly ash) dengan kadar tinggi menjadi cara yang cukup efektif untuk menghasilkan beton yang ekonomis dan ramah lingkungan.

Beton HVFA adalah beton yang kadar fly ash mencapai 50% atau lebih dari berat total binder (Mehta, 2002). Beton HVFA ini memiliki kuat tekan yang rendah pada awal umur beton namun akan terjadi peningkatan kekuatan yang cukup signifikan ketika berumur 28 dan 56 hari.

Pengurangan semen dan pemanfaatan abu terbang dalam jumlah besar mengakibatkan perancangan komposisi campuran beton HVFA berbeda dengan perancangan komposisi beton normal. Saat ini, perancangan komposisi beton HVFA masih mengandalkan trial mix karena panduan perancangan belum tersedia seperti perancangan beton normal. Dengan melakukan trial mix untuk berbagai kadar abu terbang pada beberapa kadar rasio air-powder (w/p) diharapkan dapat dilakukan kajian korelasi parameter tersebut terhadap kuat tekan beton yang dihasilkan, tentunya dengan tetap memperhatikan beberapa batasan seperti asal dan kondisi material abu terbang serta agregat yang digunakan. Kurva korelasi tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai acuan awal (preliminary) dalam melakukan perancangan komposisi atau merencanakan trial mix agar lebih terarah.

Penelitian ini juga hendak mengamati trial mix yang dapat menghasilkan beton stuktural, mengetahui sejauh mana penurunan kuat tekan beton setiap penambahan kadar fly ash dalam campuran, mengetahui sejauh mana

(2)

peningkatan kuat tekan dengan memperkecil nilai w/p. Selain kinerja kekuatan, penelitian ini juga mengamati kinerja workabilitas campuran, serta pengaruh waktu perendaman (curing) terhadap kinerja kekuatan tekan.

2.

BETON HVFA

Abu terbang adalah hasil sisa dari pembakaran batu bara yang digunakan untuk pembangkit tenaga listrik. Abu terbang itu sendiri terdiri dari silikat dioksida (SiO2), aluminium (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO). Material

ini mengandung senyawa yang memiliki sifat yang sama dengan semen jika dicampur dengan kapur dan air. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat. Abu terbang yang digunakan sebagai pengganti sebagian penggunaan semen pada beton dapat membuat beton lebih kuat, tahan lama, dan mengurangi dampak lingkungan. Abu terbang memiliki kegunaan untuk meningkatkan kekuatan, memperlambat waktu ikat, dan mengurangi panas hidrasi dari semen, sehingga kemungkinan terjadinya cracking dapat dikurangi.

Selama ini terdapat 2 jenis abu terbang yaitu abu terbang tipe C dan abu terbang tipe F. Abu terbang tipe C dihasilkan dari pembakaran batu bara muda, sedangkan abu terbang tipe F dihasilkan dari pembakaran batu bara antrasit. Abu terbang tipe C memiliki karakteristik ringan dan berwarna lebih terang dari abu terbang tipe F. Kebanyakan percobaan yang dilakukan menggunakan standar ASTM C618 yaitu abu terbang tipe F dengan persentase 15%-20% dari berat total binder dan abu terbang tipe C dengan persentase 25%-35% dari berat total binder pada beton. Penggunaan abu terbang dengan kadar 50% bahkan lebih dari berat total binder dapat meningkatkan workabilitas, kekuatan maksimum, dan ketahanan dari beton tersebut.

Beton HVFA diharapkan membutuhkan biaya yang lebih murah dari beton normal, meningkatkan kekuatan, dan memperpanjang waktu ikat 2-3 jam sehingga dapat memberikan waktu yang lebih lama untuk pekerjaan pengecoran. Beton HVFA memiliki kekurangan yaitu proses hardening yang lebih lama dibandingkan beton konvensional, sehingga membuat pengguna beon HVFA tidak bisa memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melepas bekisting dan melakukan perawatan pada beton tesebut. Beton HVFA memiliki kuat tekan yang rendah pada awal umur beton, namun terjadi peningkatan kekuatan yang cukup berarti pada umur 28 dan 56 hari.

Malhotra memelopori riset penggunaan abu terbang dalam proporsi cukup besar (hingga 60-65 persen dari total semen Portland yang dibutuhkan) sebagai bahan pengganti sebagian semen dalam proses pembuatan beton. Pengaruh utama terhadap penggunaan abu terbang adalah pemakaian air dan workabilitas.

Pembuatan beton HVFA juga perlu diperhatikan semen yang digunakan karena saat ni sudah ada semen yang telah mengandung abu terbang. Semen yang belum mendapatkan tambahan bahan lainnya adalah semen OPC (Ordinary Portland Cement) sedangkan semen PCC (Portland Composite Cement) telah mengalami penambahan abu terbang. Abu terbang yang terdapat dalam semen perlu diperhatikan karena akan membuat banyaknya fly ash yang digunakan sebagai pengganti semen akan berlebih dari yang direncanakan sebelumnya.

Mehta (2002) menyampaikan hasil trial mix beton HVFA yang dilakukannya seperti tampak pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil rancangan campuran high volume fly ash concrete (Mehta, 2002)

Strength level Low Moderete High Beton normal

28 hari 20 MPa 30 MPa 40 MPa 32 MPa Rancangan campuran Air (kg/ 120 – 130 115 – 125 100 – 120 208.33 Semen (kg/ 100 – 130 150 – 160 180 – 200 373.00 Abu terbang (kg/ 125 – 150 180 – 200 200 – 225 w/c ratio 0.4 – 0.45 0.33 – 0.35 0.3 – 0.32 0.56 Kerikil max 19mm (kg/ 1100-1200 1100-1200 1100-1200 1182.13 Pasir (kg/ 800-900 800-900 800-900 636.53

Superplasticizer Ditambahkan sesuai slump rencana -

Dari Tabel 1 tampak bahwa beton HVFA memerlukan superplasticizer dalam proses pengecoran. Semakin banyak abu terbang yang ditambahkan sebagai pengganti semen akan diikuti oleh berkurangnya pemakaian air guna mendapatkan kuat tekan yang tinggi.

(3)

Beberapa bangunan yang telah dibuat menggunakan beton HVFA yang ditunjukan pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pemakaian abu terbang diatas 50% dari total binder masih mendapatkan beton yang bersifat struktural, tetapi tidak diketahui berapa banyak air, agregat kasar dan agregat halus yang digunakan.

Tabel 2. Bangunan memakai high volume fly ash concrete No Nama bangunan Kelas

abu terbang Jumlah abu terbang (kg/ Jumlah Semen (kg/ Mutu Beton (MPa) % abu terbang

1 Concrete blok untuk satelit komunkasi

di Ottawa – Kanada (1987) Kelas F 193 151 46 (91 hari) 56%

2 Landasan parkir di komplek hotel dan

perkantoran, Haliax Canada (1988) Kelas F 220 180 50 (120 hari) 55% 3 Tempat kerja pekerja seni, Vancouver

Canada (2001) Kelas F 195 195 41 (28 hari) 50%

4 Peningkatan struktur tahan gempa Barker - Hall University of Caliornia Berkeley USA (2001)

Kelas F 197 160 38 (28 hari) 55%

5 Perkerasan jalan beton, Punjab India

(2002) Kelas F 225 225 41 (28 hari) 50%

Ranganath (2003) menyampaikan hasil penelitiannya berupa pertumbuhan kekuatan tekan beton untuk berbagai kadar abu terbang, seperti tampak pada Tabel 3. Sedangkan Burden (2006) menyampaikan hasil penelitiannya berupa kekuatan tekan beton dengan kadar abu terbang 50% untuk dua jenis rasio-air-powder (w/p).

Tabel 3. Hasil uji kuat tekan (Ranganath, 2003)

Kadar abu terbang (%)

Kekuatan tekan (MPa) 0 25 40 56

1 day 27,8 26.2 18.1 10.0

3 day 41.4 33.5 30.1 26.9

7 day 46.1 43.5 42.6 41.6

28 day 61.6 59.2 60.4 57.7

182 day 62.6 60.9 62.1 64.5

Tabel 4. Hasil uji kuat tekan (Burden, 2006)

Kadar fly ash 50 %

W/P Kuat Tekan, MPa ( hari)

1 3 7 14 28

0,4 26.6 30.5 34.3 38.4 36.3

0,34 22.0 38.1 44.6 46.1 45.9

3.

METODOLOGI PENELITIAN

Perancangan komposisi campuran beton dilakukan secara trial dengan tahapan sebagai berikut: 1) menentukan rasio air-powder (w/p), dalam penelitian ini ditentukan sebesar 0,35 dan 0,45; 2) menentukan nilai slump, yaitu 60-180 mm; 3) mennetukan ukuran maksimum agregat, yaitu 20 mm; 4) memperkirakan kebutuhan air bebas; 5) menghitung kandungan powder; 6) menghitung volume agregat kasar; 7) menghitung kadar abu terbang yang berkisar 30%, 40%, 50%, dan 60% dari powder; 8) memperkirakan kadar superplasticizer untuk mempertahankan slump rencana; dan 9) menghitung jumlah agregat halus. Komposisi campuran untuk kadar abu terbang dengan kadar abu terbang 60%, 50%, 40%, dan 30% berturut-turut ditunjukkan pada Tabel 5, 6, 7, dan 8.

(4)

Tabel 5. Komposisi campuran dengan kadar abu terbang 60%

Tabel 6. Komposisi campuran dengan kadar abu terbang 50%

Tabel 7. Komposisi campuran dengan kadar abu terbang 40%

Tabel 8. Komposisi campuran dengan kadar abu terbang 30%

Benda uji menggunakan silinder berdiameter 100 mm dan tinggi 200 mm berjumlah 3 buah untuk setiap varian trial mix. Seluruh agregat berada dalam kondisi jenuh kering permukaan (SSD) sebelum dicampur. Beton segar diuji slump untuk mengamati workabilitas, seperti tampak pada Gambar 1a . Beton dirawat dengan direndam dengan dua jenis durasi, yaitu 7 dan 28 hari. Seluruh benda uji diuji kekuatan tekan pada umur 28 hari dan hasil pengujiannya tampak pada Gambar 1b.

No. Material Kadar (% powder) Berat (kg/m3) w/p 0,45 Berat (kg/m3) w/p 0,35 1. Powder - 300 371.43 1a Abu terbang 60* 180 222,86 1b. Semen 40* 120 148,57 2. Superplasticizer 2* 6 7,43 3. Agregat Halus - 815,35 764,04 4. Agregat Kasar - 1105,85 1105,85 5. Air - 135 130

No. Material Kadar (% powder) Berat (kg/m3) w/p 0,45 Berat (kg/m3) w/p 0,35 1. Powder - 300 371.43 1a Abu terbang 50* 150 185,72 1b. Semen 50* 150 185,72 2. Superplasticizer 1,5* 4,5 4,45 3. Agregat Halus - 819.79 769,54 4. Agregat Kasar - 1105,85 1105,85 5. Air - 135 130

No. Material Kadar (% powder) Berat (kg/m3) w/p 0,45 Berat (kg/m3) w/p 0,35 1. Powder - 300 371,43 1a Abu terbang 40* 120 148,57 1b. Semen 60* 180 222,86 2. Superplasticizer 2* 6 7,43 3. Agregat Halus - 824,24 775,05 4. Agregat Kasar - 1105,85 1105,85 5. Air - 135 130

No. Material Kadar (% powder) Berat (kg/m3) w/p 0,45 Berat (kg/m3) w/p 0,35 1. Powder - 300 342,86 1a Abu terbang 30* 90 102,86 1b. Semen 70* 210 240,00 2. Superplasticizer 2* 6 7,43 3. Agregat Halus - 828,686 829,96 4. Agregat Kasar - 1105,85 1105,85 5. Air - 135 120

(5)

Gambar 1. Uji slump campuran dan hasil uji kuat tekan silinder beton

4.

HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian rata-rata kekuatan tekan 28 hari dari tiga silinder beton uji untuk berbagai kadar abu terbang pada rasio air-powder 0,35 dan 0,45 ditunjukkan pada Gambar 2. Dari Gambar 2 tampak kecenderungan penurunan kekuatan tekan seiring dengan penambahan kadar abu terbang.

Gambar 2. Hasil uji kekuatan tekan untuk berbagai kadar abu terbang

Selanjutnya dilakukan penjejakan kurva (trendline) pada Gambar 2 untuk mendapatkan kurva pendekatan seperti tampak pada Gambar 3. Kurva ini dapat digunakan sebagai acuan awal (preliminary) untuk perancangan komposisi campuran beton HVFA guna mendapatkan kuat tekan beton yang diinginkan dengan kadar abu terbang yang ingin digunakan.

Untuk melakukan validasi terhadap kurva acuan tersebut, maka dilakukan penjejakan pada kadar abu terbang 0%. Menurut persamaan kurva pada Gambar 3, maka didapatkan nilai kekuatan tekan beton pada w/p 0,45 adalah 38,05 MPa dan pada w/p 0,35 adalah 53,41 MPa. Jika mengacu pada metoda SNI dengan menggunakan kurva hubungan faktor air-semen (f.a.s) dan kuat tekan, maka didapatkan prediksi kuat tekan 43,5 MPa untuk f.a.s 0,45 dan 56 MPa untuk f.a.s 0,35. Hal ini menunjukkan perbedaan 12,5% dan 4,6%. Jika mengacu pada metoda ACI dengan menggunakan tabel hubungan faktor air-semen (f.a.s) dan kuat tekan, maka didapatkan prediksi kuat tekan 37,5

(6)

MPa untuk f.a.s 0,45 dan 47,3 MPa untuk f.a.s 0,35. Hal ini menunjukkan perbedaan 1,5% dan 12,9%. Perbedaan yang relatif kecil ini memberikan gambaran tingkat akurasi kurva acuan yang diusulkan dalam penelitian ini.

Gambar 3. Kurva acuan untuk preliminary trial mix

Penelitian ini mencatat besarnya kenaikan kekuatan tekan beton untuk setiap kadar abu terbang, jika memperkecil rasio air-powder (w/p) dari 0,45 menjadi 0,35 seperti tampak pada Tabel 9.

Tabel 9. Kenaikan kuat tekan beton umur 28 hari dengan memperkecil rasio w/p Kadar Kekuatan tekan, MPa Kenaikan abu terbang w/p 0.45 w/p 0.35 kekuatan tekan

30% 16.45 24.99 52,0%

40% 11.74 19.22 63.7%

50% 9.43 18.16 92.6%

60% 7.63 13.24 73.6%

Penelitian ini juga mencatat pengaruh durasi perendaman saat curing beton. Khusus pada campuran dengan kadar abu terbang 50% dengan rasio air-powder 0,35 didapatkan kekuatan tekan rata-rata beton umur 28 hari yang berbeda. Untuk masa perendaman 27 hari, kekuatan tekan beton rata-rata adalah 18,16 MPa. Sedangkan untuk masa perendaman 7 hari, kekuatan tekan beton rata-rata adalah 21,49 MPa. Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan mencapai 18,3%. Perbedaan ini memberikan gambaran potensi peningkatan kekuatan tekan beton dengan mengubah durasi perendaman. Kondisi beton yang lebih kering berpotensi meningkatkan kekuatan tekannya. Potensi peningkatan ini juga dapat diterapkan pada kurva acuan preliminary trial mix pada Gambar 3.

5.

KESIMPULAN

Terdapat kecenderungan penurunan kekuatan tekan seiring dengan penambahan kadar abu terbang. Besarnya penurunan kekuatan tekan berkisar antara 23,1% hingga 53,6% untuk setiap penambahan kadar abu terbang 10%. Kurva dengan dua lajur rasio air-powder (w/p) 0,45 dan 0,35 pada interval kadar abu terbang 30% hingga 60% dapat digunakan sebagai kurva pendekatan acuan awal (preliminary) untuk perancangan komposisi campuran beton HVFA guna mendapatkan kuat tekan beton yang diinginkan dengan kadar abu terbang yang ingin digunakan.

(7)

Usaha memperkecil rasio air-powder (w/p) dari 0,45 menjadi 0,35 dapat menaikkan kekuatan tekan beton untuk setiap kadar abu terbang dengan persentase kenaikan berkisar antara 52% hingga 92,6%.

Kondisi beton yang lebih kering berpotensi meningkatkan kekuatan tekannya. Perendaman 7 hari pada masa curing, dapat meningkatkan kekuatan beton hingga 18,3% dibandingkan perendaman 27 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Burden, D. (2006). The Durability of Concrete Containing High Levels of Fly Ash. Brunswick: University of New Brunswick.

Chakraborty, A.K. (2005). HVFAC for Structural Applications . Howrah: Bengal Engineering and Science University.

Mehta, P.K. (2002). Greening of the Concrete Industry for Sustainable Development. California: University of California, Berkeley, USA.

(8)

Gambar

Tabel 2. Bangunan memakai high volume fly ash concrete  No  Nama bangunan  Kelas
Tabel 5. Komposisi campuran dengan kadar abu terbang 60%
Gambar 1. Uji slump campuran dan hasil uji kuat tekan silinder beton
Tabel 9. Kenaikan kuat tekan beton umur 28 hari dengan memperkecil rasio w/p  Kadar  Kekuatan tekan, MPa  Kenaikan  abu terbang  w/p 0.45  w/p 0.35  kekuatan tekan

Referensi

Dokumen terkait

Dari simulasi yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa perencanaan microcell dengan metode cell splitting yang disertai physical tuning yang tepat dapat

a) Penelitian yang dilakukan oleh (Lehman, 1992) menginterpretasikan adanya perilaku stereotype maskulin merupakan faktor kunci keberhasilan dari kantor akuntan

Dari hasil identifikasi karakteristik ukuran butir dan mineral liat pada kejadian longsor dapat disimpulkan bahwa ukuran butiran didominasi oleh ukuran 0,5mm dengan

Kasus seperti ini dapat dilihat dalam kasus Nani Handayani yang mana banyak dari mereka yang melek aksara merasa tidak nyaman ketika melihat adanya salah tulis dalam ayat

Data sekunder yang ber kaitan dengan per ancangan bangunan JFC Center yang sesuai dengan per masalahan utama yang muncul, yaitu per masalahan ter mal sehingga pada

Seluruh warga Kasepuhan Cipta Mulya , baik yang tinggal di dalam maupun di luar Kampung Cipta Mulya, memiliki kewajiban untuk patuh kepada pimpinan mereka, yakni ketua

Dalam pennganggaran modal disitu kita membahas materi mengenai penjatahan modal (capital rationing) dimana penjatahan modal itu memiliki fungsi untuk memilih grup/proyek yang

Jenis jamur kayu yang mampu beradaptasi dengan baik pada substrat sampah organik adalah jenis jamur tiram merah dengan sampah organik yang langsung diambil dari masyarakat dan terus