• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Body Image Pada Remaja Putri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Body Image Pada Remaja Putri"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KONSUMTIF DENGAN

BODY IMAGE

PADA REMAJA PUTRI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

TIURMA YUSTISI SARI

041301029

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

Hubungan antara Perilaku Konsumtif dengan

Body Image

pada

Remaja Putri.

ABSTRAK

Hadipranata (dalam Lina & Rosyid, 1997) mengatakan bahwa remaja putri memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berperilaku konsumtif dibandingkan dengan remaja putra. Selain itu, Reynold, Scott, dan Warshaw (1973) juga menambahkan bahwa remaja putri berusia antara 16 sampai dengan 19 tahun membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan menunjang penampilan diri seperti: sepatu, pakaian, kosmetik dan asesoris serta alat-alat yang dapat membantu memelihara kecantikan dan penampilan dirinya.

Body image merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya berupa penilaian positif atau negatif (Cash dan Pruzinsky, 2002). Media massa mempengaruhi perkembangan body image remaja putri. Media massa, baik tayangan iklan di televisi maupun majalah yang banyak menampilkan figur-figur ideal remaja dan menawarkan produk-produk remaja akan mempengaruhi remaja tersebut sehingga remaja akan mudah sekali untuk tertarik dan menjadi konsumtif terhadap penampilan mereka. Remaja putri akan menjadi lebih boros untuk membelanjakan uang sakunya untuk membeli barang-barang yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan akan kecantikan dan penampilan dirinya (Tanoto, 1999).

Jenis penelitian ini adalah korelasional dengan tujuan untuk melihat hubungan antara perilaku konsumtif dengan body image pada remaja putri. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik aksidental dan jumlah subyek penelitian adalah sebanyak 99 orang remaja putri pada rentang usia 16 sampai 19 tahun.

Metode analisa data yang digunakan adalah analisa regresi linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku konsumtif dan body image pada remaja putri (p = 0.000).

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih karunia-Nya yang telah memberkati, memberi kekuatan dan penyertaan sampai selamanya. Ia mengizinkan suka dan duka terjadi untuk mendatangkan kebaikan dalam mempersiapkan penulis menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dan segala sesuatu diizinkan-Nya terjadi untuk menunjukkan bahwa Ia senantiasa baik. Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berjudul “Hubunngan antara perilaku konsumtif dengan body image pada remaja putri”. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulismengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas sumatera utara.

2. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.si psikolog, selaku dosen pembimbing skripsi.

Terima kasih atas kesabaran, ketelitian, dan bimbingan serta waktu yang ibu luangkan. sehingga penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya. 3. Ibu Rodiatul Hasanah Siregar, M.psi, psi, selaku dosen pembimbing

akademik. Terima kasih buat nasehat, tuntunan dan ketulusan yang Ibu berikan.

4. Bapak Ferry Novliadi, M.si, Kak Cherly, M.si selaku dosen penguji.

(4)

5. Staff dan pegawai, Terimakasih atas pelayanan yang diberikan kepada

mahasiswa, sehingga birokrasi bisa berjalan dengan semestinya.

6. Seluruh Staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Terimaskasih atas masukan-masukan dalam mempersiapkan skripsi ini pada waktunya.

7. Orangtua, Abang Erick, Adik Eka dan seluruh keluarga, yang telah

mendukung saya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Terima kasih buat Mama dan Bapak yang selalu mendoakan dan memberikan kasih sayang yang berlimpah hingga penulis tak pernah merasa kekurangan.

8. Secara keseluruhan angkatan 2004 terutama untuk Hotpascaman selaku

teman seperjuangan dalam skripsi, Nurmayani, Grace, Ichin, Winida, Nova, Julia, dan Johan yang telah memberi semangat bagi penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Seluruh isi skripsi ini menjadi tanggung jawab penulis. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.

Medan, Juli 2009

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 9

1.Manfaat teoritis... 9

2. Manfaat praktis... 10

E. Sistematika Penulisan... 10

BAB II LANDASAN TEORI... 12

A. Perilaku Konsumtif... 12

1. Pengertian Perilaku Konsumtif... 12

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku Konsumtif 14 3. Pengukuran Perilaku Konsumtif... 16

B. Body Image... 19

1. Pengertian Body Image... 19

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Body Image... 20

3. Pengukuran Body Image... 22

C. Remaja Putri... 23

1. Pengertian Remaja... 23

2. Pengertian Remaja Putri... 25

(6)

E. Hipotesa... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 30

A. Identifikasi Variabel Penelitian... 30

B. Definisi Operasional... 30

1. Perilaku Konsumtif... 30

2. Body Image... 31

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel... 33

1. Populasi dan Sampel... 33

2. Teknik Pengambilan Sampel... 34

3. Jumlah Sampel Penelitian... 34

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 34

1. Skala Perilaku Konsumtif... 35

2. Skala Body Image... 37

E. Uji Coba Alat Ukur... 38

1. Validitas Alat Ukur... 38

2. Uji Daya Beda... 39

3. Reliabilitas... 39

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 40

1. Hasil Uji Coba Skala Perilaku Konsumtif... 40

2. Hasil Uji Coba Body Image... 42

G. Prosedur Penelitian... 43

1. Tahap Penyusunan Alat Ukur... 43

2. Tahap Pelaksanaan peneliitan... 44

3. Tahap pengolahan data... 44

H Metode Analisis Data... 44

1. Uji Normalitas Sebaran... 44

(7)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN... 46

A. Analisa Data... 46

1. Gambaran Umum Responden... 46

2. Hasil Penelitian... 47

a). Hasil Uji Asumsi... 47

1). Uji Normalitas... 47

2). Uji Linieritas... 48

b). Hasil Uji Hipotesa... . 49

c). Hasil Analisa Data……….. 49

d). Deskripsi data penelitian……… 51

1). Variabel Perilaku Konsumtif……….. 51

2). Variabel Body Image……….. 54

B. Pembahasan... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 59

A. Kesimpulan... 59

B. Saran... 60

1. Saran metodologis... 60

2. Saran praktis... 61

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Bentuk Kuisioner Perilaku Konsumtif……….. 35

Tabel 2. Cetak Biru Skala Perilaku Konsumtif Sebelum Uji Coba……… 36

Tabel 3. Cetak Biru Skala Body image Sebelum Uji Coba... 37

Tabel 4. Penyebaran Aitem Skala Perilaku KonsumtifSetelah Uji Coba.. 41

Tabel 5. Cetak Biru Skala Perilaku KonsumtifSetelah Uji Coba... 41

Tabel 6. Penyebaran Aitem Skala Body Image Setelah Uji Coba... 42

Tabel 7. Cetak Biru Skala Body Image Setelah Uji Coba... 43

Tabel 8. Gambaran Responden Berdasarkan Usia... 46

Tabel 9. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test……….. 47

Tabel 10. Linieritas Hubungan Variabel Perilaku Konsumtif dan Body Image 48 Tabel 11. Korelasi antara perilaku konsumtif dan body image……… 49

Tabel 12. Hasil analisa regresi………. 50

Tabel 13. Kriteria Kategorisasi variabel Perilaku Konsumtif dan Body Image 51 Tabel 14. Deskripsi Data Penelitian Perilaku Konsumtif……… 52

Tabel 15. Kategorisasi Perilaku Konsumtif Berdasarkan Mean Empirik… 52 Tabel 16. Kategorisasi Perilaku Konsumtif Berdasarkan Mean Hipotetik.. 53

Tabel 17. Deskripsi Data Penelitian Body Image……….. 54

Tabel 18. Kategorisasi Body Image Berdasarkan Mean Empirik………… 55

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Data Try Out

Lampiran B : Uji Daya Beda dan Reliabilitas Aitem

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada mulanya belanja hanya merupakan suatu konsep yang menunjukkan

suatu sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan untuk sehari-hari dengan jalan menukarkan sejumlah uang sebagai pengganti barang tersebut. Akan tetapi, pada saat ini konsep belanja itu sendiri telah berkembang sebagai sebuah cerminan gaya hidup dan rekreasi di kalangan masyarakat. Belanja merupakan suatu gaya hidup tersendiri, yang bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang (Haris, 2005).

Dewasa ini berbagai macam produk ditawarkan kepada konsumen. Produk-produk ini bukan hanya barang yang dapat memuaskan kebutuhan seseorang, tetapi terutama produk yang dapat memuaskan kesenangan konsumen. Informasi mengenai produk, baik melalui iklan, promosi langsung maupun penjualan secara langsung, berkembang semakin bervariasi, gencar dan menggunakan teknologi yang mutakhir dan canggih. Kebiasaan dan gaya hidup orang juga berubah dalam jangka waktu yang relatif singkat menuju kearah kehidupan mewah dan cenderung berlebihan, yang ujung-ujungnya menimbulkan pola hidup konsumtif (Lina & Rosyid, 1997).

(11)

sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros, yang dikenal dengan istilah perilaku konsumtif (Anonymous, 2008)

Amstrong (2008) mengatakan bahwa konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif, sehingga orang yang konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut. Lebih dahulu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Lina & Rosyid, 1997) memberikan batasan konsumtivisme yaitu kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas, dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan.

Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Lina dan Rosyid (1997) yang menyatakan bahwa predikat konsumtif biasanya melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan yang rasional, sebab pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan. Sedangkan Anggarasari (1997) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan.

(12)

Sumartono (2002) yang mengatakan bahwa perilaku konsumtif begitu dominan dikalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar .

Engel, Blackwell dan Miniard (1995) mengatakan bahwa terbentuknya perilaku konsumtif pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku konsumtif adalah kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan sekelompok orang yang sangat mempengaruhi perilaku individu. Seseorang akan melihat kelompok referensinya dalam menentukan produk yang dikonsumsinya. Hal tersebut diperkuat oleh Howkins, Coney dan Bert (1980) yang mengatakan bahwa kelompok referensi merupakan faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku konsumtif, dimana kelompok referensi merupakan suatu kelompok yang memiliki nilai-nilai dan pandangan yang digunakan oleh suatu individu yang termasuk didalamnya sebagai suatu landasan untuk perilakunya. Didalam suatu kelompok referensi terbentuk konformitas yang biasanya dipandang sebagai suatu tindakan dimana individu mengikuti keinginan kelompoknya dan tidak berpikir ataupun bertindak sebagai dirinya sendiri. Lebih lanjut, Sumartono (2002) mengatakan bahwa perilaku konsumen yang terbentuk dalam kelompok referensi remaja akan mempengaruhi perilaku membeli remaja yang menjadi bagian dari kelompok referensi tersebut.

(13)

terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya dan sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.

Monks, dkk. (1995) mengatakan bahwa pada umumnya konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam pakaian, berdandan, gaya rambut, tingkah laku, kesenangan musik, dalam pertemuan dan pesta. Remaja selalu ingin berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain terutama teman sebaya, sehingga remaja kebanyakan membelanjakan uangnya untuk keperluan tersebut.

Hadipranata (dalam Lina & Rosyid, 1997) mengatakan bahwa remaja putri memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berperilaku konsumtif dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini perkuat oleh Kefgen dan Specht (dalam Phares, 1976) yang menyatakan bahwa dalam hal jumlah uang yang dibelanjakan, remaja putri membelanjakan uangnya hampir dua kali lebih banyak daripada remaja pria. Selain itu, Reynold, Scott, dan Warshaw (1973) juga menambahkan bahwa remaja putri berusia antara 16 sampai dengan 19 tahun membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan menunjang penampilan diri seperti: sepatu, pakaian, kosmetik dan asesoris serta alat-alat yang dapat membantu memelihara kecantikan dan penampilan dirinya.

(14)

terhadap penampilan diri ini tidak hanya dibatasi pada pakaian dan assesoris saja, akan tetapi rambut, bentuk dan ukuran tubuh, wajah, kulit dan kuku juga merupakan hal yang sangat penting bagi remaja putri (Reynolds & Wells, 1977).

Dacey dan Kenny (1997) mengatakan bahwa remaja putri sangat memperhatikan penampilan mereka. Kaum Feminimisme (dalam Dacey & Kenny, 1997) menambahkan bahwa remaja putri saat ini lebih menyadari bahwa penampilan fisik mereka merupakan aset yang paling penting bagi mereka. Hal tersebut disebabkan karena mereka menempatkan penilaian yang besar terhadap penampilan mereka dan kebanyakan remaja putri merasa tidak puas terhadap penampilan mereka.

Moitra (2008) mengatakan bahwa remaja putri sering merasa tidak puas terhadap penampilan mereka disebabkan karena adanya perubahan bentuk fisik yang dramatis pada masa remaja. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Levine dan Smolak (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) yang mengatakan bahwa perubahan fisik yang terjadi pada remaja putri disertai dengan bertambahnya berat badan sekitar 50 pon dimana didalamnya meliputi 20-30 pon lemak, yang terletak disekitar daerah pinggang, paha, panggul dan bokong, sehingga mereka sering merasa tidak puas terhadap dua atau lebih dari bagian tubuh mereka seperti paha dan pinggang. Perasaan kurang puas terhadap bagian tubuh dan berat badan ini yang disebut dengan body image dissatifaction (Marcia, 1966).

(15)

”Saya Rien, usia 16 tahun. Saya sering minder dengan tubuh dan penampilan saya. Kalau akan pergi, saya menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk memilih baju dan berdandan. Tetapi tetap tidak pede dengan hasilnya. Saya pernah bergabung dengan sekolah modelling. Setelah beberapa lama ikut latihan, saya semakin merasa tidak sempurna. Kayaknya tubuh saya nggak pas dengan penampilan saya. Teman-teman saya bilang saya sudah oke, tapi sayanya yang nggak merasa oke. Ini lumayan mengganggu saya. Waktu saya habis memikirkan bagaimana penilaian teman-teman pada penampilan saya dibandingkan konsentrasi pada pelajaran atau hal-hal penting lainnya” (Sucahyani, 2007).

Bertambahnya berat badan yang dramatis pada remaja putri mengakibatkan remaja putri mempersepsikan bahwa diri mereka tersebut dalam kategori gemuk, yang pada kenyataannya ukuran berat badan sudah sesuai dengan tinggi badan mereka sehingga remaja putri lebih sering melakukan diet untuk mengurangi berat badan mereka (Dacey & Kenny, 1997). Cara pandang individu terhadap berat badannya disebut dengan pengkategorian ukuran tubuh, yang merupakan salah satu aspek body image oleh Cash (2000). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Rosen dan Gross di U.S (dalam Dacey & Kenny, 1997) yang meliputi 1.373 putra dan putri sekolah menengah atas dalam ras, daerah dan latar belakang ekonomi yang berbeda-beda menunjukan bahwa remaja putri menghabiskan waktu mereka 4 kali lebih banyak dibandingkan pria untuk mencoba mengurangi berat badan mereka.

(16)

Sedangkan, Grogan (1999) mendefenisikan body image adalah:

“A person`s perceptions, thoughts and feelings about his or her body.” (Grogan, 1999: 1) Body image adalah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang tentang tubuhnya.

Lebih lanjut, Shilder (dalam Grogan, 1999) mendefinisikan body image sebagai berikut:

“The picture of our own body which we form in our mind, that is to say, the way in which the body appears to ourselves.”

(Grogan, 1999: 1) Body image adalah gambaran mengenai tubuh seseorang yang terbentuk dalam pikiran individu itu sendiri, atau dengan kata lain gambaran tubuh individu menurut individu itu sendiri.

Pentingnya body image bagi remaja putri tidak terlepas dari adanya provokasi media, baik itu media cetak maupun media elektronik. Media hampir selalu menampilkan ikon wanita kurus dan berkulit mulus untuk menarik perhatian orang secara visual, baik iklan, film, maupun tenaga penjualan, sehingga banyak remaja putri yang melakukan berbagai macam cara untuk mencapai tubuh ideal yang diinginkannya, seperti operasi plastik, sedot lemak, diet ketat, olahraga berlebihan,dan lain-lain. Selain itu, ikon wanita kurus dan berkulit putih yang ditampilkan oleh media mengakibatkan remaja putri cenderung membandingkan dirinya dengan wanita yang ada pada media tersebut dan seringkali membuat remaja putri tersebut merasa tidak puas dengan tubuhnya (Widyarini, 2005).

(17)

sering menggambarkan standar kecantikan remaja putri adalah yang bertubuh kurus. Hal ini mempengaruhi body image remaja putri tersebut, sehingga banyak remaja putri yang percaya bahwa wanita yang bertubuh kurus merupakan wanita yang cantik dan sehat. Lebih lanjut, Tiggeman (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa majalah-majalah wanita terutama majalah fashion, film dan televisi (termasuk tayangan khusus anak-anak) menyajikan gambar model-model yang kurus sebagai figur yang ideal sehingga menyebabkan banyak remaja putri merasa tidak puas dengan dirinya dan mengalami gangguan makan.

Media massa secara terus menerus memunculkan figur-figur yang ideal. Hal ini banyak mempengaruhi pandangan remaja putri tentang tubuh ideal yang diharapkannya, termasuk remaja putri di Indonesia. Tayangan-tayangan di televisi, seperti iklan dan sinetron yang sebagian besar menunjukkan bahwa wanita cantik adalah wanita yang langsing, berkulit putih bersih, serta berambut lurus dan hitam akan mempengaruhi penilaian remaja putri di Indonesia terhadap tubuhnya (Hernita, 2006).

(18)

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini ingin membuktikan adanya hubungan antara perilaku konsumtif dan body image pada remaja putri. Perilaku konsumtif diukur berdasarkan pada indikator-indikator perilaku konsumtif yang dikemukakan oleh Sumartono (2002), seperti membeli produk karena kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi dan memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan. Sedangkan, Body image pada remaja putri diukur dengan menggunakan aspek-aspek body image oleh Cash (2000), yang terdiri atas beberapa aspek, yaitu evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan area tubuh, kecemasan menjadi gemuk dan pengkategorian ukuran tubuh.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan antara perilaku konsumtif dengan body image pada remaja putri.

C. Tujuan Penelitian

(19)

D. Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat yang diterapkan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada berbagai bidang psikologi, diantaranya adalah Psikologi Industri dan Organisasi dan Psikologi Perkembangan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi para remaja putri agar tidak berperilaku konsumtif dan merasa puas terhadap penampilan fisiknya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan kepada setiap pihak yang terlibat dapam penelitian ini agar dapat mencegah terjadinya perilaku konsumtif.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan proporsal Penelitian Praktikum Laboratorium Psikologi Sosial ini adalah:

BAB I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori

(20)

menjabarkan tentang perilaku konsumtif, body image, dan remaja putri.

BAB III Metode Penelitian

Pada bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel, dan metode pengumpulan data, alat ukur yang digunakan, uji validitas, uji daya beda aitem, dan reliabilitas, prosedur penelitian serta metode analisis data.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi gambaran umum dari subyek penelitian, analisa data dan pembahasan sesuai dengan hipotesa penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Konsumtif

1. Pengertian Perilaku Konsumtif

Sachari (1984) mengatakan bahwa perilaku konsumtif terjadi karena masyarakat mempunyai kecenderungan materialistik, hasrat yang besar untuk memiliki benda-benda tanpa memperhatikan kebutuhannya.

Hempel (1996), menggambarkan perilaku konsumtif sebagai adanya ketegangan antara kebutuhan dan keinginan manusia. Secara psikologis perilaku konsumtif ditandai dengan emosi yang tinggi, terkadang tidak disadari, dan tidak logika (Callebaut, dkk., 2002).

Dahlan (dalam Lina & Rosyid, 1997) mengatakan perilaku konsumtif ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh semua keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata. Hal ini diperkuat oleh Anggarasari (1997) yang mengatakan bahwa perilaku konsumtif ditandai dengan tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan.

(22)

ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang yang menggunakan produk tersebut. Sedangkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan.

Demikian pula, Asry (2006) mengatakan bahwa konsumtif menjelaskan mengenai keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Konsumtif juga biasanya digunakan untuk menunjukan perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok (Arsy, 2006).

(23)

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku Konsumtif

Engel, Blackwell dan Miniard (1995) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku konsumtif, adalah:

1) Kebudayaan

Budaya dapat didefinisikan sebagai hasil kreativitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Kebhinekaan kebudayaan akan membentuk pasar dan perilaku yang berbeda-beda. 2) Kelas Sosial

Kelas sosial mempengaruhi perilaku konsumen dalam cara seseorang menghabiskan waktu mereka, produk yang dibeli dan berbelanja. Pernyataan ini diperkuat oleh Swastha dan Handoko (1987) yang mengatakan bahwa interaksi seseorang dalam kelas sosial tertentu akan berpengaruh langsung pada pendapat dan selera orang tersebut, sehingga akan mempengaruhi pemilihan produk atau merk barang.

3) Kelompok Referensi

Kelompok referensi merupakan sekelompok orang yang sangat mempengaruhi perilaku individu. Seseorang akan melihat kelompok referensinya dalam menentukan produk yang dikonsumsinya.

4) Situasi

(24)

5) Keluarga

Keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk dalam pembentukan keyakinan dan berfungsi langsung dalam menetapkan keputusan konsumen dalam membeli dan menggunakan barang atau jasa..

6) Kepribadian

Kepribadian didefenisikan sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat yang terdapat dalam diri individu yang sangat mempengaruhi perilakuknya. Kepribadian sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk.

7) Konsep Diri

Konsep diri dapat mempengaruhi persepsi dan perilaku membeli seseorang. Terdapat beberapa tipe konsumen dalam memenuhi konsep diri yaitu konsumen yang berusaha memenuhi konsep diri yang disadari, konsumen yang berusaha memenuhi konsep diri idealnya dan konsumen yang memenuhi konsep diri menurut orang lain sehingga akan mempengaruhi perilaku membelinya.

8) Motivasi

Motivasi merupakan pendorong perilaku seseorang, tidak terkecuali dalam melakukan pembelian atau penggunaan jasa yang tersedia di pasar.

9) Pengalaman Belajar

(25)

stimulus yang berupa informasi-informasi yang diperolehnya. Informasi tersebut dapat berasal dari pihak lain ataupun diri sendiri (melalui pengalaman). Hasil dari proses belajar tersebut dipakai konsumen sebagai referensi untuk membuat keputusan dalam pembelian

10) Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan suatu konsep yang paling umum dalam memahami perilaku konsumen. Gaya hidup merupakan suatu pola rutinitas kehidupan dan aktivitas seseorang dalam menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup menggambarkan aktivitas seseorang, ketertarikan dan pendapat seseorang terhadap suatu hal.

(26)

3. Pengukuran Perilaku Konsumtif

Pengukuran perilaku konsumtif menggunakan indikator perilaku konsumtif menurut Sumartono (2002), yaitu :

a. Membeli produk karena iming-iming hadiah.

Remaja membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut.

b. Membeli produk karena kemasannya menarik.

Konsumen remaja sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik.

c. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.

Konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar remaja selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain. Remaja membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri.

d. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau

kegunaanya).

(27)

e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.

Remaja mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain. f. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang

mengiklankan.

Remaja cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Remaja juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figur produk tersebut.

g. Membeli produk dengan harga mahal untuk meningkatkan rasa percaya diri.

Remaja sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan tersebut dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan Cross (dalam Hurlock,1997) juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri.

h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).

(28)

B. Body image

1. Pengertian Body image

Grogan (1999) mendefenisikan body image sebagai:

“A person`s perceptions, thoughts and feelings about his or her body.” (Grogan, 1999: 1) Body image adalah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang tentang tubuhnya..

Shilder (dalam Grogan, 1999) mengartikan body image sebagai:

“The picture of our own body which we form in our mind, that is to say, the way in which the body appears to ourselves.”

(Grogan, 1999: 1) Body image adalah gambaran mengenai tubuh seseorang yang terbentuk dalam pikiran individu itu sendiri, atau dengan kata lain gambaran tubuh individu menurut individu itu sendiri.

Menurut Thompson, dkk. (1999), body image adalah evaluasi terhadap ukuran tubuh seseorang, berat ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah kepada penampilan fisik, dimana evaluasi ini dibagi menjadi tiga area yaitu komponen persepsi, yang secara umum mengarah kepada keakuratan dalam mempersepsi ukuran (perkiraan terhadap ukuran tubuh), komponen subyektif yang mengarah pada kepuasaan, perhatian, evaluasi kognitif dan kecemasan serta komponen perilaku, yang memfokuskan kepada penghindaran individu terhadap situasi yang mengakibatkan ketidaknyamaan terhadap penampilan fisiknya sendiri

(29)

diperkuat oleh Schlundt dan Johnson (dalam Simanjuntak, 2005) yang mengemukakan bahwa body image merupakan suatu gambaran mental yang dimiliki setiap orang baik pria maupun wanita mengenai tubuhnya. Body image menunjuk pada perasaan yang dialami tentang tubuh dan bentuk tubuh berupa penilaian positif dan negatif.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka disimpulkan bahwa body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran dan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik. Gambaran mental tersebut berbicara tentang keakuratan dalam mempersepsi ukuran tubuh, evaluasi berbicara tentang apa yang dirasakan individu, seperti kepuasannya terhadap tubuhnya, perhatian dan kecemasan terhadap tubuh, dan sikap berupa penilaian positif atau negatif terhadap tubuh.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Body image

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan body image menurut Cash dan Pruzinsky (2002) adalah :

a. Media Massa

(30)

yang bertubuh kurus, mulus, memiliki payudara yang besar dan berambut kuat dan mengkilau, sebagai figur yang ideal sehingga menyebabkan banyak remaja putri merasa tidak puas dengan dirinya dan mengalami gangguan makan.

Media massa mempengaruhi perkembangan body image remaja putri melalui berbagai cara yang dikaitkan dengan adanya perbandingan sosial, dimana remaja putri cenderung membandingkan diri mereka dengan model-model yang sering ditampilkan melalui media yang dikategorikan menarik.

b. Keluarga

Menurut teori pembelajaran sosial, orang tua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi body image anak-anaknya melalui pemodelan, umpan balik dan instruksi.

c. Hubungan Interpersonal

(31)

3. Pengukuran Body image

Pengukuran body image menggunakan aspek-aspek menurut Cash (2000) yang terdiri dari:

a. Evaluasi penampilan

Mengukur perasaan menarik atau tidak menarik, kepuasaan atau ketidakpuasan yang secara intrinsik terkait pada kebahagiaan atau ketidakbahagiaan, kenyamanan dan ketidaknyamanan terhadap penampilan secara keseluruhan.

b. Orientasi penampilan

Mengukur banyaknya usaha yang dilakukan individu untuk memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya.

c. Kepuasan area tubuh

Mengukur kepuasan atau ketidakpuasaan individu terhadap area-area tubuh tertentu. Adapun area-area tersebut adalah wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tampilan otot, berat, ataupun tinggi badan.

d. Kecemasan menjadi gemuk

Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam aktivitas sehari-hari seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.

e. Pengkategorian ukuran tubuh

(32)

C. REMAJA PUTRI

1. Pengertian Remaja

Chaplin (1997) mengatakan bahwa adolescence merupakan masa remaja, yaitu periode antara pubertas dengan masa dewasa. Sedangkan Hall (dalam Dacey & Kenny, 1997) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu tahap perkembangan yang dikarakteristikkan sebagai “storm and stress’, tahap dimana remaja sangat dipengaruhi oleh suasana hati dan remaja tidak dapat dipercaya.

Lebih Lanjut, Santrock (1998) mengatakan bahwa remaja diartikan sebagai periode transisi perkembangan antara anak-anak dan dewasa, yang meliputi perubahan biologis, kognitif dan sosial emosi. Sedangkan Piaget, (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dalam masyarakat dewasa.

WHO (dalm Sarwono, 2005) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 (tiga) kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut.

Remaja adalah suatu masa ketika:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat individu mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada

(33)

Umumnya, masa remaja berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa anak duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja itu sendiri maupun bagi keluarga, atau lingkungannya (Ali, 2004).

Menurut Calon (dalam Monks, 2001), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa, tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak. Hurlock (1999) mengatakan bahwa awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13/14 tahun sampai 16/17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16/17 tahun sampai 18, yaitu usia matang secara hukum. Sedangkan Mappiare (dalam Mubin & Cahyadi, 2006), mengatakan bahwa masa remaja berlangsung antara usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria.

(34)

2. Pengertian Remaja Putri

Dacey dan Kenny (1997) mengatakan bahwa remaja putri dimulai ketika seorang wanita mengalami menstruasi yang pertama, dimulai pada usia 10 tahun, tumbuhnya rambut pubic, tumbuhnya payudara, dan mulai khawatir terhadap penampilan fisiknya.

Lebih lanjut, Zulkifli (2005) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan remaja putri adalah ketika seorang anak perempuan mendapatkan menstruasi (datang bulan) yang pertama. Remaja putri dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 19 tahun. Sedangkan Mappiare (dalam Mubin & Cahyadi, 2006), mengatakan bahwa remaja putri adalah remaja yang berusia antara usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang terjadi pada wanita.

3. Perkembangan Fisik Remaja Putri

Perkembangan fisik remaja ditandai dengan adanya suatu periode yang disebut pubertas. Masa pubertas berlangsung secara bertahap dan dicirikan denga semakin berkembangannya fungsi-fungsi organis serta fungsi-fungsi psikis pada anak perempuan. Proses organis yang paling penting pada masa pubertas ialah kematangan seksual (Kartono, 1992).

(35)

disekitar pinggul, paha dan perut. Hal senada diungkapkan oleh Zulkifli (2005) yang mengatakan bahwa kematangan seksual yang terjadi pada anak perempuan berupa munculnya menstruasi yang pertama, penimbunan lemak yang membuat payudara mulai tumbuh, pinggul mulai melebar dan pahanya mulai membesar.

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami perubahan yang sangat cepat, lebih cepat dibandingkan dengan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pernyataan ini diperkuat oleh Levine dan Smolak (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) yang mengatakan bahwa perubahan fisik yang terjadi pada remaja putri disertai dengan bertambahnya berat badan sekitar 50 pon yang meliputi 20-30 pon lemak, yang terletak disekitar daerah pinggang, paha, pinggul dan bokong. Perubahan fisik ini yang akan mempengaruhi body image remaja putri tersebut.

D. Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Body image Pada Remaja Putri.

Lina dan Rosyid (1997) menyatakan bahwa predikat konsumtif biasanya melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan yang rasional, sebab pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan, tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan. Pernyataan ini diperkuat oleh Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi.

(36)

perusahaan (Jatman, 1987). Hal ini diperkuat oleh Mangkunegara (2005) yang mengatakan bahwa bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial, karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya dan sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.

Monks, dkk. (1995) mengatakan bahwa pada umumnya konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam pakaian, berdandan, gaya rambut, tingkah laku, kesenangan musik, dalam pertemuan dan pesta. Remaja selalu ingin berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain terutama teman sebaya, sehingga remaja kebanyakan membelanjakan uangnya untuk keperluan tersebut.

Hadipranata (dalam Lina & Rosyid, 1997) mengatakan bahwa remaja putri memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berperilaku konsumtif dibandingkan dengan remaja putra. Sebelumnya, Reynold, Scott, dan Warshaw (1973) mengatakan bahwa remaja putri berusia antara 16 sampai dengan 19 tahun membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan menunjang penampilan diri seperti: sepatu, pakaian, kosmetik dan asesoris serta alat-alat yang dapat membantu memelihara kecantikan dan penampilan dirinya.

(37)

terhadap penampilan diri ini tidak hanya dibatasi pada pakaian dan assesoris saja, akan tetapi rambut, bentuk dan ukuran tubuh, wajah, kulit dan kuku juga merupakan hal yang sangat penting bagi remaja putri (Reynolds & Wells, 1977). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Dacey dan Kenny (1997) yang mengatakan bahwa remaja putri sangat memperhatikan penampilan mereka. Lebih lanjut, Kaum Feminimisme (dalam Dacey & Kenny, 1997) menjelaskan bahwa remaja putri saat ini lebih menyadari bahwa penampilan fisik mereka merupakan aset yang paling penting bagi mereka, disebabkan karena remaja putri menempatkan penilaian yang besar terhadap penampilannya.

(38)

yang bertubuh kurus. Hal ini dapat mempengaruhi body image remaja putri tersebut melalui berbagai cara, sehingga banyak remaja putri yang percaya bahwa wanita yang bertubuh kurus merupakan wanita yang cantik dan sehat (Cash dan Pruzinsky, 2002).

Lebih dahulu, Tanoto (1999), mengatakan bahwa media massa, baik tayangan iklan di televisi maupun majalah yang banyak menampilkan figur-figur ideal remaja dan menawarkan produk-produk remaja akan mempengaruhi remaja tersebut sehingga remaja akan mudah sekali untuk tertarik dan menjadi konsumtif terhadap penampilan mereka. Remaja putri akan menjadi lebih boros untuik membelanjakan uang sakunya untuk membeli barang-barang yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan akan kecantikan dan penampilan dirinya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini ingin membuktikan adanya hubungan antara perilaku konsumtif dan body image pada remaja putri.

E. Hipotesa

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah: Variabel I : Perilaku Konsumtif

Variabel II : Body image

B. Definisi Operasional

1. Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif merupakan pola perilaku individu dalam mengkonsumsi barang yang lebih mementingkan faktor keinginan untuk mendapatkan kesenangan daripada untuk memenuhi kebutuhan. Perilaku ini juga mencakup suatu tindakan penggunaan produk yang tidak tuntas namun sudah menggunakan produk lain. Barang-barang yang dibeli berupa barang-barang yang dapat merawat diri dan menunjang penampilan diri seperti sepatu, pakaian, kosmetik dan assesoris.

Perilaku konsumtif akan diukur dengan menggunakan skala perilaku konsumtif berdasarkan indikator perilaku konsumtif oleh Sumartono (2002), yaitu:

a. Membeli produk karena iming-iming hadiah.

(40)

c. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.

d. Membeli produk atas pertimbangan harga.

e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.

f. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang

mengiklankan produk.

g. Membeli produk dengan harga mahal untuk meningkatkan rasa percaya diri.

h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis.

Semakin tinggi skor total yang diperoleh subyek maka menggambarkan semakin tinggi perilaku konsumtif dan sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subyek maka menggambarkan semakin rendah perilaku konsumtif individu.

2. Body image

(41)

Body image akan diukur dengan menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Cash (2000), terdiri dari:

a. Evaluasi penampilan

Mengukur perasaan menarik atau tidak menarik, kepuasaan atau ketidakpuasan yang secara intrinsik terkait pada kebahagiaan atau ketidakbahagiaan, kenyamanan dan ketidaknyamanan terhadap penampilan secara keseluruhan. Skor tinggi menunjukkan kepuasan individu terhadap penampilannya.

b. Orientasi penampilan

Mengukur banyaknya usaha yang dilakukan individu untuk memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya. Skor tinggi menunjukkan individu menginvestasikan waktu yang banyak dalam memperbaiki dan meningkatkan penampilannya.

c. Kepuasan area tubuh

Mengukur kepuasan atau ketidakpuasaan individu terhadap area-area tubuh tertentu. Adapun area-area tersebut adalah wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tampilan otot, berat, ataupun tinggi badan. Skor tinggi menunjukkan kepuasan individu terhadap area-area tubuh tertentu.

d. Kecemasan menjadi gemuk

(42)

membatasi pola makan. Skor tinggi menunjukkan adanya kecemasan menjadi gemuk.

e. Pengkategorian ukuran tubuh

Mengukur bagaimana seseorang memandang dan melabel berat badannya. Skor tinggi menunjukan bahwa individu positif dalam memandang berat badannya.

Semakin tinggi skor total yang diperoleh subyek maka menggambarkan semakin positif body image individu dan sebaliknya semakin rendah skor total subyek maka menggambarkan semakin negatif body image individu.

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakterisrik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki obyek atau subyek tersebut. Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2004).

Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Remaja putri

(43)

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik aksidental yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila sesuai dengan karakteristik populasi (Sugiyono, 2004).

3. Jumlah Sampel Peneliian

Berdasarkan statistika bahwa jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak (Azwar, 2005). Oleh karena itu, Jumlah total subyek yang diambil untuk penelitian ini adalah sebesar 99 orang remaja putri. Untuk uji coba diambil sampel sebanyak 86 orang. Semua subyek disesuaikan dengan karakteristik populasi dari penelitian.

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala, yang menurut Azwar (2005) skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu.

(44)

1. Skala Perilaku Konsumtif

Skala perilaku konsumtif disusun berdasarkan indikator-indikator dari perilaku konsumtif. Pada pelaksanaannya, terlebih dahulu subyek diberikan kuisioner berupa 8 (delapan) pernyataan yang mewakili 8 (delapan) indikator perilaku konsumtif yang diungkapkan oleh Sumartono (2002). Kuisioner direspon dengan pilihan jawaban “Ya” dan “Tidak”. Apabila subyek memilih 4 (empat) atau lebih pada jawaban “Ya” dari 8 (delapan) pernyataan kuisioner tersebut, menunjukan bahwa subyek termasuk dalam kategori konsumtif dan akan dilanjutkan dengan mengisi skala respon.

3. Saya membelanjakan uang yang lebih banyak untuk membeli produk-produk yang membuat saya tampil cantik.

4. Saya akan berbelanja produk yang memberikan diskon yang menarik

5. Saya senang berbelanja produk-produk dengan merek terkenal agar tampak keren

6. Saya senang membeli produk-produk yang dipromosikan oleh artis terkenal.

7. Percaya diri saya meningkat ketika membeli dan menggunakan produk yang mahal.

8. Saya senang menggunakan produk dengan merek yang berganti-ganti

(45)

SL=4, SR=3, KD = 2, JR=1. Jumlah aitem total untuk skala ini adalah 40 aitem. Aitem-aitem yang terdapat pada skala ini mengungkap 8 (delapan) indikator dari perilaku konsumtif yang telah ditetapkan oleh Sumartono (2002). yakni: Membeli produk karena iming-iming hadiah, membeli produk karena kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi, membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaanya), membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi, dan mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).

Adapun cetek biru yang digunakan dalam penyusunan skala yang mengukur perilaku konsumtif adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Cetak Biru Skala Perilaku Konsumtif Sebelum Uji Coba

NO Indikator Perilaku Konsumtif Aitem Jlh.

1 Membeli produk karena iming-iming hadiah 1, 24, 26, 35, 40 5 2 Membeli produk karena kemasannya menarik 5, 6, 15, 21, 31 5 3 Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan

gengsi

3, 11, 12, 13, 32 5

4 Membeli produk atas pertimbangan harga 9, 17, 18, 25, 27 5 5 Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol

status

10, 16, 23, 36, 39 5

(46)

2. Skala Body image

Skala body image disusun berdasarkan aspek-aspek body image oleh Cash (2000). Untuk mengukur body image pada remaja putri, maka pada penelitian ini digunakan skala model Likert. Skala ini terdiri dari pernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan mendukung dan tidak mendukung. Nilai setiap pilihan bergerak dari 1 sampai 4, bobot penilaian untuk pernyataan mendukung, yaitu SS= 4, S=3, TS=2, STS=1. Sedangkan untuk bobot pernyataan tidak mendukung, penilaiannya adalah SS= 1, S= 2, TS= 3, STS= 4.

Jumlah aitem total untuk skala ini adalah 70 aitem yang terdiri dari 35 aitem yang mendukung dan 35 aitem yang tidak mendukung. Aitem-aitem yang terdapat pada skala ini mengungkap 5 (lima) dimensi dari MBSRQ-AS (Multidimensional Body Self-Relation Questionnaire-Appearance Scales) oleh Cash, yakni: evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan area tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh.

Tabel 3. Cetak Biru Skala Body image Sebelum Uji Coba No. Dimensi Body image Aitem

Mendukung

AitemTidak mendukung

Jumlah

1. Evaluasi penampilan 3,7,10,11,18,20,67 4,48,50,51,52,60,65 14

2. Orientasi penampilan 30,36,37,39,56,69,70 1,5,13,16,25,32,58 14

3. Kepuasan area tubuh 40,41,42,45,55,63,68 12,19,22,31,35,33,61 14

(47)

E. Uji Coba Alat Ukur

Sifat reliabel dan valid diperlihatkan oleh tingginya reliabilitas dan validitas hasil ukur suatu tes. Suatu alat ukur yang tidak reliabel atau tidak valid akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan subyek atau individu yang dikenai tes tersebut (Azwar, 2004).

1. Validitas alat ukur

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat tes atau instrumen pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut mampu menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2004).

(48)

2. Uji Daya Beda

Parameter yang paling penting dalam seleksi aitem skala psikologi yang mengukur atribut afektif ialah daya beda aitem. Daya beda aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2005).

Prinsip kerja yang dijadikan dasar untuk melakukan seleksi aitem-aitem adalah memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh skala sebagai keseluruhan. Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem (Azwar, 2005).

Koefisien korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien korelasi product-moment Pearson. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor aitem dengan skor skala berarti semakin tinggi daya beda aitem tersebut. Bila koefisien korelasinya rendah mendekati nol berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur skala, daya bedanya tidak baik (Azwar, 2005).

3. Uji Reliabilitas

(49)

di antara individu lebih ditentukan oleh faktor kesalahan daripada faktor perbedaan sesungguhnya (Azwar, 2005)

Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien alpha dari Cronbach dengan bantuan SPSS versi 15.0 yang nantinya akan menghasilkan reliabilitas dari skala perilaku konsumtif dan body image.

Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx`) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi relabilitas. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas. Dalam pengukuran psikologi, koefisien reliabilitas yang mencapai angka rxx` = 1 tidak pernah dijumpai (Azwar, 2005).

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur

1. Hasil Uji Coba Skala Perilaku Konsumtif

(50)

Tabel 4. Penyebaran Aitem Skala Perilaku KonsumtifSetelah Uji Coba

NO Indikator Perilaku Konsumtif Aitem Jlh.

1 Membeli produk karena iming-iming hadiah 1, 24, 26, 35, 40 5 2 Membeli produk karena kemasannya menarik 6, 15, 31 3 3 Membeli produk demi menjaga penampilan diri

dan gengsi

3, 11, 12, 13, 32 5

4 Membeli produk atas pertimbangan harga 9, 17, 25. 3 5 Membeli produk hanya sekedar menjaga

simbol status

10, 16, 23, 36, 39 5

6 Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan

Aitem-aitem yang memenuhi kriteria tersebut disusun kembali sehingga menjadi susunan skala yang digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.

Adapun susunannya tampak pada tabel cetak biru skala penelitian perilaku konsumtif sebagai berikut:

Tabel 5. Cetak Biru Skala Perilaku KonsumtifSetelah Uji Coba

NO Indikator Perilaku Konsumtif Aitem Jlh.

1 Membeli produk karena iming-iming hadiah 1, 19, 21, 29, 34 5 2 Membeli produk karena kemasannya menarik 5, 12, 25 3 3 Membeli produk demi menjaga penampilan diri

dan gengsi

3, 9, 10, 11, 26 5

4 Membeli produk atas pertimbangan harga 7, 14, 20. 3 5 Membeli produk hanya sekedar menjaga

simbol status

(51)

6 Memakai produk karena unsur konformitas dengan interval kepercayaan 95% dan harga kritis indeks diskriminasi aitem (rix) adalah 0.325. Jumlah aitem yang diuji cobakan adalah sebanyak 70 aitem. Aitem-aitem yang memenuhi kriteria bergerak dari rix = 0.325 sampai dengan rix = 0.768, yaitu berjumlah 52 aitem. Reliabilitas (rxx`) skala body image adalah 0.960.

Tabel 6. Penyebaran Aitem Skala Body image Setelah Uji Coba

No. Dimensi Body image Aitem Mendukung

AitemTidak mendukung

Jumlah

1. Evaluasi penampilan 3,7,10,11,18,20,67 48,50,51,52,60,65 13

2. Orientasi penampilan 30,36,39,56,70 5,13,32 8

3. Kepuasan area tubuh 40,41,45,63. 19,31,33,35,61 8

4. Kecemasan menjadi gemuk 2,6,8,9,17,27. 34,44,60,62,64. 10

5. Pengkategorian Ukuran Tubuh

14,43,47,49,53,57,59 23,24,26,28,29,38 13

Jumlah 29 23 52

(52)

Adapun susunannya tampak pada tabel cetak biru skala penelitian perilaku konsumtif sebagai berikut:

Tabel 7. Cetak Biru Skala Body image Setelah Uji Coba

No. Dimensi Body image Aitem Mendukung

AitemTidak mendukung

Jumlah

1. Evaluasi penampilan 2,5,8,9,13,14,51 36,38,39,40,49,50 13

2. Orientasi penampilan 21,27,29,42,52 3,10,23 8

3. Kepuasan area tubuh 30,31,34,48 22,24,26,46 8

4. Kecemasan menjadi gemuk 1,4,6,7,12,18 25,33,45,47 10

5. Pengkategorian Ukuran Tubuh

11,32,35,37,41,43,44 15,16,17,19,20,28 13

Jumlah 29 23 52

G. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan menurut tahap-tahap berikut ini:

1. Tahap Penyusunan Alat Ukur

(53)

reliabilitas. Aitem-aitem yang memenuhi kriteria disusun kembali dalam bentuk skala, yang digunakan untuk penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah diujicobakan, selanjutnya penelitian dilakukan dengan memberikan alat ukur kepada remaja putri secara aksidental yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila sesuai dengan karakteristik populasi yang sesuai dengan karakteristik sampel. Kemudian peneliti menjumpai langsung subyek tersebut untuk memberikan alat ukur penelitian yang berupa skala. Pengambilan data berlangsung dari tanggal 13 – 19 Juni 2009.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah kedua skala terkumpul, data-data tersebut dioleh dengan menggunakan fasilitas komputrisasi SPSS versi 15.0 for windows. Data yang diperoleh diharapkan menunjukkan ada hubungan antara perilaku konsumtif dengan body image pada remaja putri

H. Metode Analisa Data

(54)

1. Uji normalitas sebaran.

Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel yakni perilaku konsumtif dan body image telah terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Data penelitian dapat dikatakan terdistribusi secara normal apabila nilai p ≥ 0.05 dan dikatakan tidak terdistribusi secara normal apabila nilai p < 0.05.

2. Uji linearitas.

(55)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. ANALISA DATA

Pada bab ini akan diuraikan analisa data dan pembahasan hasil berdasarakan data yang diperoleh. Analisa data mencakup gambaran umum responden dan hasil penelitian.

1. Gambaran Umum Responden

Responden pada penelitian ini adalah remaja putri sebanyak 99 orang. Dari 99 orang remaja putri, maka diperoleh gambaran responden sebagai berikut:

Tabel 8. Gambaran Responden Berdasarkan Usia

Usia (Tahun) N Persentase

16 17 17.2%

17 26 26.3%

18 24 24.2%

19 32 32.3%

Jumlah 99 100%

(56)

Berdasarkan tabel 8, juga dapat dilihat bahwa jumlah responden yang paling banyak berada pada usia 19 tahun.

2. Hasil Penelitian

Berikut akan dipaparkan mengenai hasil penelitian yang meliputi hasil uji asumsi, hasil analisa data, dan deskripsi data penelitian.

a. Hasil Uji Asumsi

1). Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel menyebar secara normal. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik one sample Kolmogorov-Smirnov Test. Persyaratan data disebut terdistribusi secara normal apabila nilai signifikansi atau p > 0.05 pada uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov (Triton, 2006). Hasil uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini:

Tabel 9. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test No. Variabel N

Kolmogorov-Smirnov Z

Signifikansi (p)

Keterangan 1. Perilaku

Konsumtif

99 1.032 0.237 Terdistribusi

Normal

2. Body image 99 0.586 0.882 Terdistribusi

Normal

(57)

atau p > 0.05, maka diketahui bahwa data body image pada 99 orang reponden adalah normal, atau memenuhi persyaratan uji normalitas.

2). Uji Linieritas

Pengujian linieritas dimaksudkan untuk mengetahui linieritas hubungan antara variabel body image dengan variabel perilaku konsumtif. Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan uji analisa regresi yang akan menghasilkan nilai F untuk menunjukkan bahwa variabel perilaku konsumtif memiliki hubungan linier dengan variabel body image. Dua variabel dikatakan memiliki hubungan yang linier apabila nilai signifikansi atau p < 0.05. Hasil uji linieritas dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini:

Tabel 10. Linieritas Hubungan Variabel Perilaku Konsumtif dan Body image

Variabel df F Sig. (p) Keterangan

body image dengan perilaku konsumtif 1 13.534 0.000 Linier

(58)

b. Hasil Uji Hipotesa

Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui apakah hipotesa penelitian diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis yang berbunyi “ada hubungan negatif antara perilaku konsumtif dengan body image pada remaja putri” dilakukan dengan teknik korelasi Pearson. Hipotesa dinyatakan diterima apabila nilai signifikansi atau p < 0.05. Hasil uji hipotesa dapat dilihat berdasarkan tabel 11 berikut ini:

Tabel 11. Korelasi antara perilaku konsumtif dan body image

Variabel N Korelasi

Pearson

Sig. (p)

Keterangan

Korelasi antara perilaku konsumtif dengan body image

99 -0.350 0.000 Hipotesa diterima

Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa uji hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi Pearson menghasilkan nilai p = 0.000 atau p < 0.05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang berbunyi “ada hubungan negatif antara perilaku konsumtif dengan body image pada remaja putri” dinyatakan diterima.

c. Hasil Analisa Data

(59)

Metode yang akan digunakan adalah metode analisa regresi linier. Hasil analisa regresi linier dapat dilhat pada tabel berikut ini:

Tabel 12. Hasil analisa regresi

R R Square F Sig.

0,350 0.122 13.534 0.000

Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa hasil uji analisa regresi menghasilkan nilai p = 0.000 atau p < 0.05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa model persamaan regresi yang diajukan dapat diterima. Berdasarkan tabel 12 juga dapat dilihat besarnya nilai korelasi pearson yang menunjukkan nilai -0.350. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara perilaku konsumtif dengan body image yang berarti semakin positif body image maka semakin rendah perilaku konsumtif, dan sebaliknya semakin negatif body image maka semakin tinggi perilaku konsumtif pada remaja putri.

(60)

d. Deskripsi Data Penelitian

Berdasarkan deskripsi data penelitian dapat dilakukan pengelompokan yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Azwar (2005) menyatakan bahwa kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor subyek penelitian terdistribusi normal.

Kriterianya terbagi atas lima kategori yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

Tabel 13. Kriteria Kategorisasi variabel Perilaku Konsumtif dan Body image

Variabel Kriteria Jenjang Kategori

( + 1.5 SD) < X Sangat Tinggi ( + 0.5 SD) < X < ( + 1.5 SD) Tinggi

( – 0.5 SD) < X < ( + 0.5 SD) Sedang ( – 1.5 SD) < X < ( – 0.5 SD) Rendah Perilaku Konsumtif

X < ( – 1.5 SD) Sangat Rendah ( + 1.5 SD) < X Sangat Tinggi ( + 0.5 SD) < X < ( + 1.5 SD) Tinggi

( – 0.5 SD) < X < ( + 0.5 SD) Sedang ( – 1.5 SD) < X < ( – 0.5 SD) Rendah Body image

X < ( – 1.5 SD) Sangat Rendah

Dalam penelitian ini peneliti mengkategorikan data penelitian berdasarkan mean hipotetik dan mean empirik.

1). Variabel Perilaku Konsumtif

(61)

data penelitian perilaku konsumtif berdasarkan mean empirik dan hipotetik dapat dilihat pada tabel 14 dibawah ini:

Tabel 14. Deskripsi Data Penelitian Perilaku Konsumtif

Skor empirik Skor Hipotetik Variabel Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD Perilaku Konsumtif 46 104 68.28 12.03 34 136 85 17

Berdasarkan tabel 14 maka dapat dilihat bahwa besarnya mean empirik (µe) yang diperoleh dari skala perilaku konsumtif sebesar 68.28 dengan standard deviasi empirik (SDe) sebesar 12.03 dan mean hipotetik (µh) sebesar 85 dengan standar deviasi hipotetik (SDh) sebesar 17. Nilai mean empirik (µe) dan standar deviasi empirik (SDe) digunakan untuk membuat kategorisasi perilaku konsumtif berdasarkan mean empirik dan Nilai mean hipotetik (µh) dan deviasi empirik (SDh) digunakan untuk membuat kategorisasi perilaku konsumtif berdasarkan mean hipotetik.

Gambaran kategorisasi perilaku konsumtif berdasarkan mean empirik dapat dilihat pada tabel 15 dibawah ini:

Tabel 15. Kategorisasi Perilaku Konsumtif Berdasarkan Mean Empirik

Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

86.33< X Sangat Tinggi 10 10.1%

74.29<X<86.33 Tinggi 20 20.2% 62.26<X<74.29 Sedang 34 34.34% 50.23<X<62.26 Rendah 30 30.3% Perilaku

Konsumtif

(62)

Berdasarkan tabel 15 diketahui bahwa jumlah responden yang tergolong kedalam kategori perilaku konsumtif sangat tinggi sebanyak 10 orang (10.1%), responden yang tergolong kedalam kategori perilaku konsumtif tinggi sebanyak 20 orang (20,2%), responden yang tergolong kedalam kategori perilaku konsumtif sedang sebanyak 34 orang (34.34%), responden yang tergolong kedalam kategori perilaku konsumtif rendah sebanyak 30 orang (30.3%), dan responden yang tergolong kedalam kategori perilaku konsumtif sangat rendah sebanyak 5 orang (5.05%). Berdasarkan gambaran tersebut maka dapat diketahui bahwa rata-rata skor perilaku konsumtif reponden terletak pada kategori sedang.

Gambaran kategorisasi perilaku konsumtif berdasarkan mean hipotetik dapat dilihat pada tabel 16 dibawah ini:

Tabel 16. Kategorisasi Perilaku Konsumtif Berdasarkan Mean Hipotetik

Variabel Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

110.5< X Sangat Tinggi - -

93.5<X<110.5 Tinggi 3 3.03

79.5<X<93.5 Sedang 22 22.22

59.5<X<76.5 Rendah 50 50.5

Perilaku Konsumtif

X<59.5 Sangat Rendah 24 24.24

Gambar

Tabel 1. Bentuk Kuisioner
Tabel 2. Cetak Biru Skala Perilaku Konsumtif Sebelum Uji Coba
Tabel 3. Cetak Biru Skala Body  image Sebelum Uji Coba
Tabel 4. Penyebaran Aitem Skala Perilaku Konsumtif Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal inilah yang menyebabkan kebanyakan remaja putri melakukan diet untuk menurunkan berat badan agar mendapatkan tubuh yang ideal (kurus), walaupun sebenarnya tidak tahu

Hasil korelasi antara penilaian terhadap tayangan iklan televisi dengan perilaku konsumtif pada kasus di Desa Cibodas menunjukkan bahwa ternyata penilaian

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Kepercayaan Diri ... Pengertian percaya diri ... Pengaruh kepercayaan diri

Perilaku konsumtif pada remaja putri tidak terlepas dari pengaruh kelompok dalam mengkonsumsi barang serta untuk menunjang penampilan diri yang terkait dengan harga

Seperti didalam sebuah penelitian Elliott (2009) menyatakan salah seorang dari subjekpenelitiannya mengatakan bahwa “sahabat saya menggunakan apa yang orang lain

saya“ (wawancara pada tanggal 4 Oktober 2014). Dalam membeli produk X tersebut, remaja putri yang masih tergantung dengan orang tua dalam menghidupi kebutuhannya,

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara minat membaca majalah remaja dengan gaya hidup konsumtif pada remaja putri.. Subyek

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Putri- ana (2004) yang berjudul Hubungan Citra Diri dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja Putri di SMU 3 Jambi, bahwa orang-orang