• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH ANTARA DAERAH INDUK DAN DAERAH OTONOM BARU SETELAH PEMEKARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH ANTARA DAERAH INDUK DAN DAERAH OTONOM BARU SETELAH PEMEKARAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH ANTARA DAERAH INDUK DAN DAERAH OTONOM BARU SETELAH

PEMEKARAN

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:

ELMA SHERLY APRILIA B 200130250

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

(2)

i

HALAMAN PERSETUJUAN

PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH ANTARA DAERAH INDUK DAN DAERAH OTONOM BARU SETELAH

PEMEKARAN

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

ELMA SHERLY APRILIA B2001303250

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

(3)
(4)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 18 April 2017 Penulis

ELMA SHERLY APRILIA B200130250

(5)

1

PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH ANTARA DAERAH INDUK DAN DAERAH OTONOM BARU SETELAH

PEMEKARAN Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan kinerja keuangan antara daerah induk dan daerah otonom baru pada periode satu tahun, dua tahun, tiga tahun, empat tahun dan lima tahun setelah pemekaran. Variabel yang digunakan adalah rasio efisiensi, rasio kemandirian, rasio pengelolaan belanja, rasio derajat desentralisasi dan rasio belanja operasi. Pengujian data yang dilakukan meliputi statistik deskriptif dan uji normalitas. Pengujian hipotesis yang terdistribusi normal menggunakan uji beda t-test dan yang tidak terdistribusi tidak normal menggunakan uji beda Mann-Whitney. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada daerah yang dimekarkan tahun 2007, pada rasio kemandirian, rasio pengelolaan belanja dan rasio belanja operasi menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan tetapi pada rasio efisiensi dan derajat desentralisasi terdapat perbedaan. Daerah yang dimekarkan tahun 2008, pada rasio efisiensi, rasio pengelolaan belanja, rasio derajat desentralisasi dan rasio belanja operasi menunjukkan tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan, berbeda dengan rasio kemandirian yang menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan.

Kata kunci: Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, Efisiensi, Kemandirian, Pengelolaan Belanja, Derajat Desentralisasi dan Belanja Operasi.

ABSTRACT

This study aims to obtain empirical evidence about the performance differences between local government finances and new autonomous regions in the period of one year, two years, three years, four years and five years after separation. The variable used is the ratio of the efficiency, independence ratio, the ratio of expenditure management, the ratio of the degree of decentralization and the ratio of operating expenditure. Testing data include descriptive statistics and normality test to determine the different types of test used for hypothesis testing. hypothesis testing that distribution normal used T-test and that is not normal distribution using Mann-whitney. Results of the test show that the region whose seperated in 2007, in the independence ratio, expenditure management ratio, and operating expenses ratio show that there aren’t differencesin performance finances but in the efficiency ratio and degree of decentralization ratio show that there are differences . The region whose seperated in 2008, in the efficiency ratio, ratio of expenditure management ratio, degree of decentralization ratio and the operating expenses ratio show that there aren’t differences performance finances, different from independence ratio show that there are differences.

Keywords: Performance of Local Governments Finances, Efficiency, Independence, Expenditure Management, The Degree Decentralization and Operating Expenditures.

(6)

2 1. PENDAHULUAN

Otonomi daerah merupakan kebijakan yang memberikan kewenanangan yang lebih luas terhadap masing-masing pemerintah daerah untuk mengatur pengelolaan daerahnya (Adi, 2012). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menggariskan bahwa maksud dan tujuan pemberian otonomi daerah adalah memacu kesejahteraan, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab serta memperkuat persatauan dan kesatuan bangsa, peningkatan pelayanan publik dan daya saing daerah. Pemekaran daerah mengakibatkan munculnya daerah otonom baru yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan pelayanan terhadap masyarakat di daerah sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan memaksimalkan potensi yang dimiliki masing-masing daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (PP No. 78 Tahun 2007).

Pemekaran daerah timbul karena dilatarbelakangi oleh luasnya kondisi wilayah dalam suatu daerah, pemerataan ekonomi dan peningkatan kualitas layanan publik. Kebijakan pemekaran daerah yang ditetapkan pemerintah memiliki tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan seluruh aspek yang terdapat dalam pemerintah daerah. Manfaat yang diperoleh dalam pemekaran daerah antara lain, meratakan pertumbuhan ekonomi daerah hasil pemekaran, memaksimalkan potensi yang dimiliki setiap daerah sehingga terjadi pemerataan dalam pendapatan antara daerah induk dengan daerah hasil pemekaran (Agustino dan Yusoff, 2008). Pemekaran daerah dapat meningkatkan tingkat efisiensi pembangunan dalam suatu wilayah. hal ini terjadi karena masyarakat akan memperoleh kewenangan yang luas dalam mengelola potensi yang dimiliki di daerahnya, sehingga memberi dampak positif terhadap perekonomian daerahnya. Kinerja keuangan merupakan indikator keuangan yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan masa lalu untuk melihat hasil pencapaian sesuai yang direncanakan dan mengevaluasi

(7)

3

tren dalam akuntansi untuk entitas yang sama dalam suatu periode. Analisis terhadap dampak pemekaran antara daerah induk dengan daerah otonom baru memberikan hasil yang berbeda tergantung dari kinerja masing-masing daerah dalam menyeimbangkan segala aspek agar daerah otonom baru memiliki kemampuan yang sama dengan daerah induk, sehingga kesejahteraan masyarakatpun terjamin (BAPPENAS, 2008).

Evaluasi terhadap daerah pemekaran menunjukkan hasil yang tidak sesuai harapan. Banyaknya kendala yang tidak dapat terselesaikan mengakibatkan timbulnya ketimpangan ekonomi antara daerah induk dengan daerah hasil pemekaran. Masalah lain yang muncul antara lain rendahnya kinerja keuangan di daerah hasil pemekaran dibandingkan dengan kinerja daerah di daerah induk (Mastur, 2008; Riani dan Kaluge, 2011; BAPPENAS, 2008). Menurut Depdagri (2013), proses pemekaran daerah telah berjalan selama kurun waktu 15 tahun, tetapi berbagai permasalahan dan kendala kinerja belum dapat diselesaikan. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya ketersediaan infrastruktur di daerah hasil pemekaran, masih tingginya tingkat ketergantungan terhadap transfer dana bantuan dari daerah induk, pembagian potensi yang tidak merata dan kesejahteraan masyarakat di daerah hasil pemekaran masih tertinggal dengan kesejahteraan masyarakat di daerah induk. Menurut Depdagri (2013), proses pemekaran daerah telah berjalan selama kurun waktu 15 tahun, tetapi berbagai permasalahan dan kendala kinerja belum dapat diselesaikan. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya ketersediaan infrastruktur di daerah hasil pemekaran, masih tingginya tingkat ketergantungan terhadap transfer dana bantuan dari daerah induk, pembagian potensi yang tidak merata dan kesejahteraan masyarakat di daerah hasil pemekaran masih tertinggal dengan kesejahteraan masyarakat di daerah induk. Menurut Depdagri (2013), proses pemekaran daerah telah berjalan selama kurun waktu 15 tahun, tetapi berbagai permasalahan dan kendala kinerja belum dapat diselesaikan. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya ketersediaan infrastruktur di daerah hasil pemekaran, masih tingginya tingkat ketergantungan terhadap transfer dana bantuan dari daerah induk, pembagian

(8)

4

potensi yang tidak merata dan kesejahteraan masyarakat di daerah hasil pemekaran masih tertinggal dengan kesejahteraan masyarakat di daerah induk.

2. METODE PENELITIAN

2.1 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daerah Otonom Baru di Indonesia pada Tahun 1956-2016 dengan jumlah 542 pemerintah daerah yang terdiri dari 34 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih menggunakan kriteria tertentu yaitu:

1. Daerah otonom yang dimekarkan pada tahun 2007-2008;

2. Pemerintah daerah otonom yang menerbitkan Laporan Keauangan Pemerintah Daerah;

3. Pemerintah daerah otonom yang menyajikan informasi keuangan untuk pengujian variabel penelitian.

2.2 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh penulis dari Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pemekaran wilayah, data-data Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dari BPK RI pada tahun 2006-2015, data daerah otonom baru per provinsi di Indonesia dari Depdagri, serta buku-buku dan literatur yang sesuai permasalahan yang diteliti. Data Laporan Hasil Pemeriksaan yang diperoleh dari BPK yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2006-2013 yang berasal dari setiap pemerintah kabupaten/kota pada daerah induk dan daerah otonom baru.

2.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 2.3.1 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RK)

Halim (2012) menyatakan bahwa kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD)

(9)

5

dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lainnya misalnya bantuan pemerintah pusat (transfer pusat) maupun dari pinjaman. Kemandirian daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya rasio kemandirian. Semakin tinggi rasio kemandirian daerah, tingkat ketergantungan terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan sebaliknya.

Rasio Kemandirian Daerah =

2.3.2 Rasio Efisiensi Pendapatan Asli Daerah (RE)

Rasio efisiensi menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Pemerintah daerah dikatakan efisien jika rasio yang dicapai kurang dari satu atau dibawah 100%. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik (Pramono, 2014: 24).

Rasio Efisiensi PAD dapat dirumuskan dengan: Rasio Efisiensi PAD =

2.3.3 Rasio Pengelolaan Belanja (RPB)

Menurut Nanik (2012) Rasio Pengelolaan Belanja Rasio pengelolaan belanja menunjukan bahwa kegiatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah memiliki ekuitas antara periode yang positif yaitu belanja yang dilakukan tidak lebih besar dari total pendapatan yang diterima pemerintah daerah. Rasio ini menunjukan adanya surplus atau defisit anggaran. Surplus atau defisit yaitu selisih lebih/ kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode laporan.

Rasio pengelolaan belanja dapat dirumuskan dengan : Rasio Pengelolaan Belanja =

(10)

6

2.3.4 Rasio Derajat Desentralisasi (RDD)

Rasio yang menujukkan kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah. PAD merupakan penerimaan yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah serta lain-lain pendapatan yang sah (Mahmudi, 2007:126).

Derajat Desentralisasi dirumuskan dengan: Derajat Desentralisasi =

2.3.5 Rasio Belanja Operasi (RBO)

Perbandingan antara total belanja operasi dengan total belanja daerah. Rasio ini menginformasikan kepada pembaca laporan keuangan mengenai porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk belanja operasi. Pemerintah daerah dengan tingkat pendapatan tinggi cenderung memiliki porsi belanja operasi yang lebih inggi dibandingkan pemerintah daerah yang tingkat pendapatanya rendah. Rumus rasio belanja operasi dapat diukur dengan :

Rasio Belanja Operasi =

2.4 Metode Analisa Data

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif menggunakan alat analisis data berupa statistik deskripif dan pengujian hipotesis. Pengujian statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai nilai rata-rata (mean), nilai maksimum dan nilai minimum dari rasio kinerja keuangan seperti, rasio efisiensi, rasio kemandirian, rasio pengelolaan belanja, rasio derajat desentralisasi dan rasio belanja operasi. Setelah dilakukan analisis statistik deskriptif kemudian dilakukan analisis terhadap pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji apakah terdapat perbedaan antara dua kelompok atau antara beberapa kelompok yang terkait dengan variabel (Sekaran, 2006: 136). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan Uji beda t-test untuk data yang terdistribusi normal dan uji beda Mann-Whitney untuk data yang terdistribusi tidak normal.

(11)

7 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL

3.1.1 Uji Statistik deskriptif

Uji statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui ciri khusus atau karakteristik dari sample penelitian. Uji statistik deskriptif menunjukkan nilai minimum, maximum, mean dan standard deviation.

3.1.2 Uji normalitas

Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan Uji Kolmogrov – Smirnov. Dengan hasil uji normalitas dengan Kolmogrov – Smirnov didapatkan hasil data yang normal dan data yang tidak normal.

3.1.2.1 Uji beda T-test

Uji beda t-test dilakukan pada data yang terdistribusi normal atau data yang memiliki sig>0,05. Berdasarkan hasil uji beda t-test data yang menghasilkan sig>0,05 maka tidak terdapat perbedaan antara daerah induk dan otonom baru setelah pemekaran dan data yang menghasilkan sig<0,05 maka terdapat perbedaan antara daerah induk dan daerah otonom baru setelah pemekaran.

3.1.2.2 Uji beda Mann-Whitney

Uji beda mann-whitney dilakukan pada data yang terdistribusi tidak normal atau data yang memiliki sig<0,05. Berdasarkan hasil uji beda t-test data yang menghasilkan sig>0,05 maka tidak terdapat perbedaan antara daerah induk dan otonom baru setelah pemekaran dan data yang menghasilkan sig<0,05 maka terdapat perbedaan antara daerah induk dan daerah otonom baru setelah pemekaran.

(12)

8 3.2 Pembahasan

3.2.1 Pebedaan Antara Rasio Kemandirian Daerah Induk Dan Daerah Otonom.

Daerah yang dimekarkan tahun 2007

Pada tahun 2010-2012 tidak ada perbedaan antara rasio kemandirian daerah induk dan daerah otonom baru. Namun pada tahun 2013 terdapat perbedaan rasio kemandirian antara daerah induk dan daerah otonom baru. Sebaliknya di tahun 2014, kembali tidak terdapat perbedaan rasio kemandirian antara daerah induk dengan daerah otonom baru. Sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan rasio kemandirian daerah antara daerah induk denga daerah otonom baru.

Daerah yang dimekarkan tahun 2008

Pada tahun 2010-2014 tidak terdapat perbedaan rasio kemandirian antara daerah induk dan daerah otonom.

3.2.2 Perbedaan antara Rasio Efisiensi PAD Daerah Induk dan Daerah Otonom Baru.

Daerah yang dimekarkan tahun 2007

Pada tahun 2010 dan 2014 tidak ada perbedaan antara rasio efisiensi PAD daerah induk dan daerah otonom baru. Namun pada tahun 2012, 2012, dan 2013 terdapat perbedaan rasio kemandirian antara daerah induk dan daerah otonom baru. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rasio efisiensi PAD daerah induk dengan daerah otonom baru.

Daerah yang dimekarkan tahun 2008

Pada tahun 2010, 2011, 2012 dan 2014 tidak ada perbedaan antara rasio efisiensi PAD daerah induk dan daerah otonom baru. Namun pada tahun 2013 terdapat perbedaan rasio efisiensi antara daerah induk dan daerah otonom baru. Dapat disimpulkan bahwa

(13)

9

tidak terdapat perbedaan rasio efisiensi PAD daerah induk dengan daerah otonom baru.

3.2.3 Perbedaan antara Rasio Pengelolaan Belanja Daerah Induk dan Daerah Otonom Baru.

Daerah yang dimekarkan tahun 2007

Pada tahun 2010 dan 2013 ada perbedaan antara rasio pengelolaan belanja antara daerah induk dan daerah otonom baru. Namun pada tahun 2011, 2012, dan 2014 tidak terdapat perbedaan rasio pengelolaan belanja antara daerah induk dan daerah otonom baru. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rasio pengelolaan belanja daerah induk dengan daerah otonom baru. Daerah yang dimekarkan tahun 2008

Pada tahun 2010 ada perbedaan antara rasio pengelolaan belanja daerah induk dan daerah otonom baru. Namun pada tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014 tidak terdapat perbedaan rasio pengelolaan belanja antara daerah induk dan daerah otonom baru. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rasio pengelolaan belanja daerah induk dengan daerah otonom baru. 3.2.4 Perbedaan antara Rasio Derajat Desentralisasi Daerah Induk dan

Daerah Otonom Baru.

Daerah yang dimekarkan tahun 2007

Pada tahun 2010 dan 2013 tidak ada perbedaan antara rasio derajat desentralisasi antara daerah induk dan daerah otonom baru. Namun pada tahun 2011, 2012, dan 2014 terdapat perbedaan rasio derajat desentralisasi antara daerah induk dan daerah otonom baru. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rasio derajat desentralisasi daerah induk dengan daerah otonom baru.

Daerah yang dimekarkan tahun 2008

Pada tahun 2010, 2011, 2013 tidak ada perbedaan antara rasio derajat desentralisasi daerah induk dan daerah otonom baru. Namun pada tahun 2012 dan 2014 terdapat perbedaan rasio derajat

(14)

10

desentralisasi antara daerah induk dan daerah otonom baru. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rasio derajat desentralisasi daerah induk dengan daerah otonom baru.

3.2.5 Perbedaan antara Rasio Belanja Operasi Daerah Induk dan Daerah Otonom Baru.

Daerah yang dimekarkan tahun 2007

Pada tahun 2010, 2011, 2012, 2013 tidak ada perbedaan antara rasio belanja operasi antara daerah induk dan daerah otonom baru. Namun pada tahun 2014 terdapat perbedaan rasio belanja operasi antara daerah induk dan daerah otonom baru. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan belanja operasi daerah induk dengan daerah otonom baru.

Daerah yang dimekarkan tahun 2008

Pada tahun 2011, 2012, 2013,dan 2014 tidak ada perbedaan antara rasio belanja operasi daerah induk dan daerah otonom baru. Namun pada tahun 2010 terdapat perbedaan rasio belanja operasi antara daerah induk dan daerah otonom baru. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rasio belanja operasi daerah induk dengan daerah otonom baru.

4 PENUTUP 4.1 Simpulan

4.1.1 Data daerah pemekaran 2007

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, beberapa simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: Tidak terdapat perbedaan rasio kemandirian daerah antara daerah induk denga daerah otonom baru. Terdapat perbedaan rasio efisiensi PAD daerah induk dengan daerah otonom baru. Tidak terdapat perbedaan rasio pengelolaan belanja daerah induk dengan daerah otonom baru. Terdapat perbedaan rasio derajat desentralisasi daerah induk dengan daerah otonom baru. Tidak terdapat perbedaan rasio belanja operasi daerah induk dengan daerah otonom baru.

(15)

11

4.1.2 Data Pemekaran Tahun 2008

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, beberapa simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: Terdapat perbedaan rasio kemandirian PAD daerah induk dengan daerah otonom baru. Tidak terdapat perbedaan rasio efisiensi PAD daerah induk dengan daerah otonom baru. Tidak terdapat perbedaan rasio pengelolaan belanja daerah induk dengan daerah otonom baru. Tidak terdapat perbedaan rasio derajat desentralisasi daerah induk dengan daerah otonom baru. Tidak terdapat perbedaan rasio belanja operasi daerah induk dengan daerah otonom baru.

4.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan, sehingga perlu diperhatikan bagi peneliti-peneliti selanjutnya. Adapun keterbatasan penelitian yang ada adalah sebagai berikut: (1) Data LGF Realisasi serta LKPD yang digunakan tidak mencakup seluruh daerah yang dimekarkan pada tahun 2007-2008. Hal ini dikarenakan banyak pemerintah daerah yang belum menerbitkan LKPD serta menerbitkan data yang kurang lengkap pada LGF Realisasi. (2) Peneliti menggunakan variabel yang sudah digunakan oleh peneliti terdahulu, yaitu rasio kemandirian, rasio efisiensi daerah, rasio derajat desentralisasi, rasio pengelolaan belanja, dan rasio belanja operasi sehingga belum bisa membuktikan perbedaan kinerja keuangan daerah induk dan daerah otonom baru.

4.3 Saran

Atas dasar kesimpulan serta keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, maka penulis mengajukan rekomendasi sebagai berikut: (1) Untuk penelitian berikutnya diharapkan menambah periode penelitian yang lebih banyak, sehingga hasilnya akan lebih tergeneralisasi dan akurat. (2) Untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang sama diharapkan menambah variabel lain yang dapat

(16)

12

menggambarkan kinerja keuangan, sehingga hasil penelitian bisa memiliki kontribusi yang berbeda dengan penelitian terdahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Priyo Hari. 2010. Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Era Otonomi Dan Relevansinya Dengan Pertumbuhan Ekonomi (Studi Pada Kota/Kabupaten Se- Jawa Bali). Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin Vol. Xxi No. 1. Hal. 1-19.

Agustino, Leo dan Mohammad Agus Yusoff. 2008. Proliferasi Dan Etno-Nasionalisme Daripada Pemberdayaan Dalam Pemekaran Daerah Di Indonesia. Jurnal Ilmu Administrasi Dan Organisasi. Sept—Des 2008. Volume 15. Nomor 3. Issn 0854-3844. Hlm. 196-201.

Bappenas, Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007. Juli 2008. Halim, Abdul. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Cetakan Ketiga. Jakarta:

Salemba Empat.

Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Mastur. 2008. Implementasi Otonomi Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Qisti.

Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 Tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah.

Riani, Ida Ayu Purba dan David Kaluge. 2011. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Daerah Pemekaran Di Provinsi Papua. Jurnal Aplikasi Manajemen Volume 9 No. 3.

Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat.

Undang-Undang No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Wahyuni, Nanik. 2012. Analisis rasio untuk mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah kota malang.El Muhabasa: Jurnal Akuntansi Vol.1 No.1. www. Depdagri.co.id

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini adalah merupakan kajian berbentuk “Survey.” Populasi dalam kajian ini adalah terdiri daripada seluruh tenaga pengajar yang sedang mengajar di Institusi Latihan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan keterampilan mengajar guru, aktivitas siswa, dan keterampilan menulis karangan narasi melalui model cooperative

J&amp;T EXPRESS Mataram dalam melayani konsumen - Kemudahan penggunaan - Kualitas informasi - Layanan interaksi digital Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah larutan asam perendaman yang baik untuk pembuatan fish glue dari tulang ikan tenggiri adalah jenis

Tomogram Vs (Gambar 24c) memberikan anomali negatif pada daerah tersebut yang dapat diinterpretasikan bahwa daerah ini memiliki temperatur yang lebih tinggi dan

137 Hal ini dapat dimaknai bahwa penerapan istilah cabul baik yang diatur dalam Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Analisis data dilakukan dengan menggunakan hasil dari kuesioner PLIBEL Checklist untuk melakukan perancangan perbiakan stasiun kerja kritis yang kemudian hasil dari

Sensor Rotary Encoder yang akan digunakan pada tugas akhir ini adalah Sensor Rotary Encoder produk dari Autonics dengan tipe E50S8-100-3-N-5 yang berfungsi untuk