• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan juga selaras dengan hak dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan juga selaras dengan hak dan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan juga selaras dengan hak dan wewenang serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri segala sesuatu yang berkaitan dengan jalannya roda pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan menyelenggarakan suatu sistem manajemen pemerintahan yang baik, khususnya di penerimaan pajak, oleh karena itu perlu adanya suatu badan pengawas penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh badan pengawas yang bersifat intern.

Penyelengaraan pengawasan intern tersebut yaitu secara umum meliputi pengendalian intern yang merupakan bagian dari masing - masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional bagi perusahaan atau organisasi swasta maupun pemerintah. Perusahaan ataupun organisasi swasta dan pemerintah pada umumnya menggunakan sistem pengendalian intern untuk mengarahkan operasi perusahaan, organisasi swasta maupun pemerintah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan sistem.

Menurut Suryanajaya (2012:7), diperlukannya pengawasan yang bersifat intern ini karena banyak masalah yang timbul dalam penyelenggaraan

(2)

2

pemerintahan yang menjadi isu nasional dalam beberapa tahun terakhir. Masalah yang pertama adalah adanya opini tidak memberikan pendapat (disclaimer) dan tidak wajar (adverse) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang mengakibatkan menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dalam mengelola keuangan. Masalah yang kedua adalah terkait dengan penyerapan anggaran yang lambat dan relatif rendah, baik di tingkat pusat maupun daerah, sehingga hal ini dapat mengakibatkan terhambatnya laju pertumbuhan ekonomi dan juga pelaksanaan program pemerintah dalam meningkatkan lapangan pekerjaan dan menurunkan tingkat kemiskinan. Selain itu, masalah korupsi yang masih marak di lingkungan pemerintah atau pejabat publik juga turut menjadi penyebab diperlukannya pengawasan dalam menjalankan roda pemerintahan.

Dalam hasil survai yang dilakukan oleh KPMG dalam “KPMG, 1998 Fraud Survey” sebagaimana dikutip oleh Amin Wijaya Tunggal (2000:13) yakni ada enam penyebab terjadinya kecurangan (fraud), antara lain: (1) lemahnya sistem pengendalian intern, (2) manajemen mengabaikan pengendalian intern, (3) kolusi diantara para pegawai dan pihak ketiga, (4) kolusi diantara para pegawai atau manajemen, (5) kurangnya pengendalian terhadap manajemen oleh komisaris, dan (6) lemah atau tidak adanya kebijakan etika korporasi. Berdasarkan survei tersebut menunjukkan bahwa pengendalian intern merupakan faktor utama atas terjadinya kecurangan di dalam suatu organisasi. Bahkan selalu ada keterkaitan antara pengendalian intern dengan penyebab-penyebab terjadinya

(3)

3

kecurangan yang lain, seperti kolusi diantara para pegawai, atau juga hubungan antara manajemen dengan komisaris.

Secara umum pengendalian intern menurut COSO (1992:9) adalah suatu kumpulan proses yang dipengaruhi board of directors, manajemen dan juga pegawai lainnya, yang dirancang sedemikian rupa sehingga mampu memberikan keyakinan bahwa dapat dicapainya tujuan - tujuan yang berkaitan dengan: (a) dapat dipercayainya laporan keuangan, (b) efektivitas san efisiensi operasi, dan (c) ketaatanterhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Widjayanto Nugroho (2001:168) pengendalian intern adalah pengendalian yang mempunyai dua fungsi utama yaitu: (1) memberikan rasa aman terhadapsumber daya organisasi dari penyalahgunaan, (2) mendorong efisiensi operasi organisasi sehingga kebijaksanaan ataupun tujuan yang telah digariskan dapat tercapai.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas secara umum mengenai pengendalian intern yaitu merupakan suatu proses yang terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan oleh orang-orang untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu yang saling berkaitan sehingga dengan adanya penerapan pengendalian intern yang baik dalam setiap kegiatan operasi perusahaan atau organisasi swasta maupun pemerintah, diharapkan tidak akan terjadi tindakan-tindakan penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan atau organisasi swasta atapun pemerintah.

Sedangkan Sistem Pengendalian Intern secara khusus pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Sistem Pengendalian Intern ini dilandasi

(4)

4

pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan yang mana harus dapat memberikan keyakinan yang memadai. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian, maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah baik pusat maupun daerah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Dalam implementasinya pengendalian internal pada hakekatnya adalah segala upaya yang dilakukan dalam suatu organisasi untuk mengarahkan seluruh kegiatan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif,efisien dan ekonomis, segala sumber daya dimanfaatkan dan dilindungi, data dan informasi serta laporan dapat dipercaya dan disajikan secara wajar,serta ditaatinya segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankanasetnegara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

(5)

5

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber-sumber penerimaan daerah berasal dari:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu: a. Hasil pajak daerah;

b. Hasil retribusi daerah;

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. PAD lainnya yang sah.

2. Dana Perimbangan. 3. Pendapatan lain-lain.

Hal ini menunjukkan bahwa salah satu sumber pendapatan daerah adalah pajak daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Pajak daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), memiliki posisi yang cukup vital bagi penerimaan daerah. Di sisi lain, Kabupaten Sleman sebagai salah satu daerah yang mengalami perkembangan wilayah dari tahun ke tahun yang cukup pesat, memiliki potensi penerimaan Pajak Daerah yang sangat besar. Oleh karena itu pajak daerah harus dikelola dengan baik agar dapat memberikan kontribusi yang optimal pada keuangan daerah dan dapat memberi pelayanan yang baik bagi masyarakat.

(6)

6

Untuk tahun 2012, pajak daerah yang dipungut melalui pajak hotel dan restoran memberikan sumbangan yang besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesuai informasi yang disampaikan oleh Bupati Sleman, Bapak Sri Purnomo, sepanjang tahun 2012 hingga bulan Oktober tercatat kontribusi pajak hotel sebesar Rp 29,38 miliar, dan pajak restoran Rp 15,86 miliar, atau sudah mencapai target realisasi yang ditentukan, sedangkan untuk realisasi PAD mencapai Rp 235,48 miliar atau 97,71% dari target realisasi (sumberberita online: http://suaramerdeka.com, 20 Desember 2012). Sedangkan tahun lalu, pajak hotel mampu menyumbang Rp 41.502.758.585 dari target yang seharusnya Rp 32.000.000.000, dan pajak restoran juga mengalami peningkatan, dari target perolehan pajak restoran sebesar Rp 17.500.000.000, pemerintah Kabupaten Sleman mampu menghimpun hingga Rp 21.044.463.950 atau sekitar 120,25%.

Mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 11 Tahun 2012, PBB-P2 sepenuhnya menjadi wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman, sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2 ayat (2). Hingga September tahun 2013 ini realisasi PBB-P2 Sleman masih sebesar Rp 28,3 miliar dari target realisasi Rp 71 miliar atau hanya 39,5% (sumber berita online: http://ekbis.sindonews.com/, 13 September 2013). Dengan perkembangan pembangunan di wilayah Kabupaten Sleman yang cukup pesat, potensi penerimaan PBB-P2 di Kabupaten Sleman ini juga tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, realisasi penerimaan PBB-P2 mencapai Rp. 38,91 Milyar. Tahun 2009, mencapai Rp. 40,88 Milyar. Walaupun

(7)

7

di tahun 2010, terjadi musibah erupsi merapi, namun realisasi penerimaan PBB-P2 mampu mencapai Rp. 44,15 Milyar. Untuk tahun 2011, realisasi penerimaan PBB-P2 mencapai Rp. 46,21 Milyar. Sedangkan pada tahun 2012 yang lalu, penerimaan PBB-P2 mencapai 48,189 Milyar atau 104,04 % dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 46,31 Milyar (sumber: http:slemankab.go.id, 8 Maret 2013). Sebelum tahun 2013, PBB-P2 ini dipungut oleh pemerintah pusat, namun semenjak diberlakukannya Perda Kabupaten Sleman Nomor 11 Tahun 2012, PBB-P2 sepenuhnya dipungut oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. Dengan target penerimaan sebesar Rp 45.000.000.000, pemerintah Kabupaten Sleman mampu mengumpulkan PBB-P2 sebesar Rp 57.609.592.471 atau sekitar 128,02% dari target keseluruhan.

Namun, di sisi lain ada fakta menarik bahwa hingga awal tahun 2012Kabupaten Sleman menjadi wilayah dengan tunggakan pajak tertinggi di Provinsi DIY, yakni sekitar Rp 160 miliar, dengan porsi tunggakan PBB-P2 sekitar Rp 40-50 miliar, dengan catatan tunggakan tersebut merupakan akumulasi dari tunggakan sejak tahun 2002 atau selama 10 tahun terakhir (sumber berita: Harian Seputar Indonesia, 22 Maret 2012). Hal ini juga harus dijadikan perhatian khusus bagi pemerintah Kabupaten Sleman.

Pendapatan daerah yang salah satunya diperoleh dari pajak daerah tersebut harus dilakukan pengawasan oleh aparat pengawas secara fungsional yang dilaksanakan oleh badan pengawas pemerintahan yang sudah diatur sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2009, salah satu unsur pembantu Bupati

(8)

8

dalam pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah Inspektorat Kabupaten. Dengan tingginya pendapatan pajak daerah yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Sleman, pengawasan ini sangat diperlukan dalam pelaksanaannya, baik itu mulai dari hulu hingga hilirnya. Pengawasan yang dijalankan secara optimal dapat mencegah atau memperbaiki adanya kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian, penyelewengan dan lainnya, yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan, sehingga dapat diketahui sampai sejauh mana tujuan pengawasan dapat dicapai dengan maksimal. Pengawasan secara kontinyu juga diharapkan dapat membantu merealisasikan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Namun, Inspektorat Kabupaten juga masih menemui banyak permasalahan. Menurut Ardeno Kurniawan, SE, Ak., salah satu Auditor Inspektorat Kabupaten Sleman pada tiga tahun terakhir menemukan adanya beberapa kelemahan di dalam laporan keuangan pemerintah daerah terutama terkait dengan sistem pengendalian antara lain berupa kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan keuangan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja serta kelemahan struktur pengendalian intern. Salah satu yang membuat kondisi tersebut agak ironis adalah kelemahan tersebut adanya tren peningkatan pada setiap semesternya sejak tahun 2009. Dari ketiga kelemahan tersebut, kelemahan di dalam pengendalian akuntansi dan pelaporan keuangan memberikan dampak tertinggi bagi laporan keuangan pemerintah yang buruk. Hal ini merupakan problem besar bagi pemerintah daerah. Salah satu kelemahan di dalam sistem pencatatan akuntansi

(9)

9

dan pelaporan keuangan adalah adanya pencatatan transaksi yang tidak akurat atau bahkan transaksi yang tidak dicatat, aset tetap yang belum diinventarisasi hingga pencatatan persediaan yang tidak tertib. Kondisi ini tentu akan menyulitkan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dalam menyusun laporan keuangan pemerintah daerah yang andal (sumber:

http://inspektorat.slemankab.go.id, selasa 9 Juli 2013). Selain itu,

penyelenggaraan pengusutan terhadap indikasi tindak penyimpangan juga masih banyak kendala. Dilihat dari sisi obyektivitasnya dalam mengungkap masalah tindak penyelewengan tersebut, tentu Inspektorat Kabupaten juga masih harus diteliti lebih lanjut, mengingat Inspektorat Kabupaten merupakan bagian integral dari Pemerintah Kabupaten Sleman itu sendiri. Fakta tersebut menunjukkan bahwa ada permasalahan dalam pelaksanaan pemerintahan, terutama terkait dengan pengawasan atau dari sistem pengendalian intern, yang dalam hal ini Inspektorat Kabupaten sebagai lembaga pengawasan intern dari pemerintah Kabupaten Sleman.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi dengan judul:

“PERAN INSPEKTORAT DALAM MENGAWASI PELAKSANAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PENGELOLAAN PAJAK DAERAH (Studi Kasus Pada Inspektorat Kabupaten Sleman)”

(10)

10 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Apa peran Inspektorat Kabupaten Sleman dalam sistem pengendalian intern pengelolaan pajak daerah?

b. Bagaimana hasil sistem pengendalian intern yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Sleman dalam pengelolaan pajak daerah? c. Apa tindakan yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Sleman dalam

menindaklanjuti temuan-temuan yang ada dalam pengelolaan pajak daerah?

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penulisan ini yaitu pada kinerja Inspektorat Kabupaten di daerah Kabupaten Sleman dalam pengendalian intern penerimaan pajak daerah dilihat dari besarnya penerimaan pajak Hotel, Restoran dan PBB-P2 daerah Kabupaten Sleman yang dipungut oleh Dinas Pendapatan Daerah, dengan menggunakan acuan dasar unsur-unsur sistem pengendalian intern menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008, yakni lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan.

(11)

11 1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan dan batasan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui peran Inspektorat Kabupaten Sleman dalam sistem pengendalian intern pengelolaan pajak daerah.

b. Untuk mengetahui hasil dari implementasi sistem pengendalian intern yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Sleman dalam pengelolaan pajak daerah.

c. Untuk mengetahui tindakan yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Sleman dalam menindaklanjuti temuan-temuan dalam pengelolaan pajak daerah.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu akuntansi pada khususnya, terlebih dalam bidang konsentrasi akuntansi pemerintahan yang terkait dengan kinerja dari Inspektorat Kabupaten.

b. Untuk menambah bahan referensi dan bahan masukan untuk penelitian selanjutnya.

(12)

12 2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan bagi Inspektorat Kabupaten dalam melaksanakan tanggungjawab terkait pengendalian interndalam penerimaan pajak daerah di Kabupaten Sleman.

1.6. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan 2 (dua) macam cara pengumpulan informasi/data:

1. Studi Pustaka

Dalam studi kepustakaan, penulis mengumpulkan informasi/data dari berbagai buku yang ada hubungannya dengan kinerja Inspektorat Kabupaten Sleman, penerimaan pajak dari Hotel, Restoran dan PBB-P2, serta Akuntansi Pemerintahan.

2. Studi Lapangan

Dalam studi lapangan penulis melakukan pengumpulan data dengan datang langsung ke Inspektorat Kabupaten Sleman, dan juga Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sleman.

1.6.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif yaitu mengenai pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten dalam hal penerimaan pajak yang dilakukan di pemerintah Kabupaten Sleman.

(13)

13

Sedangkan data dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Data Primer

Data primer diperoleh melalui penelitian yang langsung dilakukan ke objek yang ditentukan melalui wawancara langsung secara terbuka kepada responden.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui kepustakaan dengan cara membaca dan menelaah buku-buku, makalah dan semua bentuk tulisan yang berhubungan dengan obyek penelitian.

1.6.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Berdasarkan data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder, setelah dikumpulkan, diseleksi dan disempurnakan, kemudian dilakukan pengolahan data yaitu dengan cara data dikumpulkan diperiksa dan diteliti kembali. Kemudian data yang telah diteliti tersebut diklasifikasikan sesuai dengan permasalahannya masing-masing.

Selanjutnya dilakukan analisis data secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan deduktif yaitu cara berfikir dengan menarik kesimpulan dari data-data yang bersifat umum ke data-data yang bersifat khusus dan pendekatan induktif yaitu cara menarik kesimpulan dari data yang bersifat khusus kedata-data yang

(14)

14

bersifat umum. Dari analisis data tersebut, diperoleh pengetahuan baru dan disusun dengan bentuk skripsi.

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Metode analisis kualitatif bertujuan untuk memperoleh keterangan dari berbagai informasi dari informan:

a. Obyektif

Kategori yang digunakan dalam analisis harus diberi batasan yang tepat. Obyektivitas juga diartikan apabila kategori tersebut digunakan oleh orang lain untuk melakukan analisis yang sama akan menghasilkan jawaban atau kesimpulan yang sama.

b. Sistematis

Merupakan penulisan isi yang dianalisis dengan mendasarkan pada perencanaan formal yang telah ditentukan sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut dilakukan agar siswa tidak hanya menguasai teori saja (akademik) namun juga siswa dapat mengembangkan bakatnya juga. Ektrakurikuler juga menjadi tempat

Kurang te r dapatnya ra lasi yang lnik antara llparat yang ber- wenang dalnm pe laksrulaan Ipeda!. ~1 nya unsur pem ungut Ipeda yang satu menyalahkan unaur pemungut

K egawatdaruratan yang dapat muncul pada penderita luka bakar salah satunya adalah asidosis metabolik dimana terjadi ketidakseimbangan asam basa yang disebabkan

Dalam penelitian ini, penulis mengevaluasi jaringan dan interaksi tim sukses Caleg X Dapil Y pada pileg 2019 melalui Social Network Analysis dengan tools Ucinetdraw

Secara keseluruhan dari hasil sintesis abu layang menjadi material mirip zeolit telah berhasil dilakukan, hal ini terlihat dengan adanya peningkatan sifat fisikokimiawi mineral

garis B), profil B’ (hilangnya lung sliding dengan garis B), profil C (konsolidasi paru yang ekuivalen dengan gambaran garis pleura yang tebal dan

Risalah RUPS yang telah dibuat wajib dituangkan ke dalam akta Pernyataan Keputusan Rapat atau yang disebut dengan akta PKR yang dibuat oleh notaries sesuai dengan

NIM Nama Lengkap Praktikan Romb... NIM Nama Lengkap