• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Data statistik telah menjadi kebutuhan publik untuk lingkup yang lebih luas. Pengguna data statistik kini tak hanya instansi-instansi pemerintahan saja, tetapi juga pelaku bisnis, organisasi masyarakat, para pengamat, dan masyarakat umum. Dengan mengamati data statistik, para pengguna dapat melakukan banyak hal, mulai dari mengeksplorasi data yang ada, mengekstraksi informasi, memahami tren yang terjadi, hingga meramalkan suatu fenomena yang akan terjadi di masa depan. Hal tersebut tentunya sangat penting jika dikaitkan dengan kegiatan evaluasi dan perencanaan, baik itu oleh pemerintah maupun pihak-pihak lain yang membutuhkan, sesuai dengan Pasal 3 dan 4 UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik serta pertimbangan presiden dalam mengeluarkan PP No. 86 Tahun 2007 tentang Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik (BPS) adalah lembaga pemerintah non-departemen yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang statistik, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 PP No. 86 tahun 2007. Data hasil kegiatan statistik tersebut kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, serta dipublikasikan melalui media cetak dan online.

Seiring berkembangnya teknologi, penyajian data statistik pun mengalami perkembangan. Data statistik tidak hanya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik saja, tetapi juga divisualisasikan menggunakan peta. Bahkan saat ini juga digunakan peta interaktif berbasis online untuk lebih memudahkan pengguna dalam mengakses dan mengeksplorasi data yang ada. Hal ini seperti yang telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap1. Penyajian data statistik dengan metode seperti ini lebih memudahkan pengguna dalam memahami data yang ada. Di samping itu,

(2)

hubungan antar data juga dapat dilihat dengan lebih jelas, terutama dalam kaitannya dengan aspek spasial, serta mendukung untuk melakukan eksplorasi.

Namun, visualisasi data statistik menggunakan peta interaktif belum dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas. Padahal dalam misi Badan Pusat Statistik telah disebutkan dengan jelas bahwa Badan Pusat Statistik berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan informasi statistik bagi semua pihak2. Secara jelas telah disebutkan pula pada Pasal 20 UU No. 16 Tahun 1997 bahwa penyelenggara kegiatan statistik wajib memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat untuk mengetahui dan memperoleh manfaat dari data statistik yang tersedia. Hal ini lah yang kemudian menjadi dasar dilakukannya kegiatan aplikatif pembuatan peta interaktif untuk visualisasi data statistik di Kabupaten Banyumas. Diharapkan hasil dari kegiatan aplikatif ini dapat meningkatkan kinerja Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas dalam menyediakan data statistik yang terpadu, akurat, dan mutakhir, sesuai dengan Pasal 2 UU No. 16 Tahun 2007 tentang Statistik, baik itu untuk pemerintah maupun masyarakat umum.

I.2. Lingkup Kegiatan

Cakupan kegiatan aplikatif ini terbatas pada pembuatan purwarupa peta interaktif untuk visualisasi data statistik Kabupaten Banyumas. Purwarupa yang dibuat nantinya masih dapat dikembangkan sesuai kebutuhan. Purwarupa ini juga dapat dipublikasikan via online, tetapi dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh pengembang perangkat lunak yang digunakan dan dengan persetujuan instansi terkait. Purwarupapeta interaktif yang dimaksud mencakup:

1. Penyajian data spasial berupa peta administrasi Kabupaten Banyumas dengan unit geografis desa. Ada dua jenis peta yang akan dibuat, yaitu choropleth map

dan proportional symbol map.

2. Penyajian data statistik dalam grafik, diagram, dan tabel. 3. Interaksi dengan pengguna berupa:

a. Sebagai antarmuka peta yang terhubung dengan data terkait, yakni ketika dilakukan click atau mouse over maka akan menunjukkan data terkait

(3)

b. Dapat dilakukan zooming dan panning

c. Memiliki fitur animasi time-series yang menunjukkan data dari tahun ke tahun

d. Pengguna dapat melakukan pengaturan secara manual mengenai tampilan peta

e. Pengguna dapat mengunduh data, baik data spasial maupun data atribut Data yang digunakan adalah data statistik kependudukan Kabupaten Banyumas untuk tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012, dengan sejumlah indikator, yaitu: (1) jumlah penduduk; (2) kepadatan penduduk; (3) jumlah penduduk laki-laki; (4) jumlah penduduk perempuan; (5) rasio jenis kelamin; (6) jumlah kelahiran; (7) jumlah kematian; (8) crude birth rate; dan (9) crude death rate. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas. Perangkat lunak yang digunakan adalah StatPlanet Plus. Perangkat lunak tersebut bersifat free atau gratis untuk digunakan secara offline dan dengan tujuan non-profit.

I.3. Tujuan

Tujuan dari dilakukannya kegiatan aplikatif ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat peta interaktif untuk visualisasi data statistik kependudukan Kabupaten Banyumas degan unit spasial desa

2. Memberikan alternatif penyajian data bagi Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas

I.4. Manfaat

Manfaat dari dilakukannya kegiatan aplikatif ini adalah sebagai berikut:

1. Memudahkan pihak-pihak yang membutuhkan untuk mengeksplorasi dan memahami data statistik kependudukan Kabupaten Banyumas

2. Memudahkan akses data bagi pengguna data statistik kependudukan Kabupaten Banyumas

3. Meningkatkan kinerja Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas dalam menyediakan dan menyajikan data statistik Kabupaten Banyumas

(4)

I.5. Landasan Teori

I.5.1. Visualisasi

Visualisasi adalah proses di mana data diolah dan disajikan dalam bentuk gambar (Visvalingam, 1994). Pengertian ini menunjukkan bahwa visualisasi bukan hal yang sederhana. Ada kegiatan pengolahan dan penyajian data yang harus dilakukan secara seksama dan terencana. Hal ini diperkuat oleh MacEachren dan Kraak (1997) yang menyatakan bahwa penyajian informasi dengan cara-cara yang inovatif sangat bergantung pada visualisasi. Visualisasi dilakukan dengan tujuan untuk membantu semua orang dalam memahami informasi dan menginterpretasi arti dari informasi tersebut. Selain itu, visualisasi juga bertujuan untuk menganalisis informasi mengenai hubungan antar data secara grafis (Lucieer, 2004).

I.5.1.1. Visual thinking dan visual communication Di Biase (1990) menyebutkan bahwa ada empat tingkatan visualisasi. Keempat tahapan berkaitan dengan proses ilmu pengetahuan, yakni (1) eksplorasi; (2) konfirmasi; (3) sintesis; dan (4) presentasi. Eksplorasi merupakan kegiatan mengamati data dan informasi yang tersedia dari berbagai sudut pandang guna menentukan pertanyaan penelitian dan hipotesis. Konfirmasi adalah kegiatan pembuktian hipotesis melalui cara-cara tertentu. Sintesis adalah kegiatan mengintegrasikan antara hasil eksplorasi dengan hasil konfirmasi guna menentukan solusi terbaik dari pertanyaan yang diajukan. Presentasi adalah kegiatan menyajikan dan mengkomunikasikan solusi yang ditemukan kepada masyarakat luas.

Di Biase (1990) menggambarkan empat tingkatan visualisasi tersebut dalam suatu diagram (Gambar I.1). Dalam diagram tersebut, terdapat sebuah kurva yang menunjukkaan seberapa banyak jumlah penyajian kartografis yang dibutuhkan dalam tiap-tiap tingkatan. Kurva tersebut dimulai dari jumlah yang tak hingga pada proses eksplorasi, hingga akhirnya menjadi satu penyajian tunggal pada proses presentasi.

Keempat tingkatan visualisasi tersebut kemudian digolongkan menjadi dua. Proses (1) dan (2) merupakan visual thinking yang terfokus pada usaha memahami data yang ada. Tujuan utama dari visual thinking adalah untuk mengungkapkan hal-hal baru yang belum diketahui sebelumnya. Dalam hal-hal ini, peta dapat dimanfaatkan

(5)

untuk mengamati data dari sudut pandang yang lebih informatif, utamanya dari aspek spasial. Roberts (2008) menyebutkan bahwa wawasan dalam visual thinking dapat ditemukan atau dibentuk melalui interaksi. Pernyataan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa diperlukan pemahaman dan pengembangan kartografi interaktif dalam rangka melakukan visual thinking di era teknologi seperti sekarang.

Sementara itu, proses (3) dan (4) merupakan visual communication. Visual communication terfokus pada bagaimana seseorang menyampaikan pesan tertentu yang merupakan hasil dari visual thinking kepada masyarakat umum. Roth (2013) menjelaskan bahwa peta adalah salah satu media yang dapat digunakan dalam visual communication. Pembuat peta dapat mendesain suatu peta sedemikian rupa dengan memanfaatkan aturan-aturan kartografis guna menyampaikan ide, gagasan, atau pesan tertentu kepada para pengguna peta.

Gambar I.1. Diagram tingkatan visualisasi Sumber: Di Biase (1990)

Berdasarkan diagram yang diajukan oleh Di Biase (1990), MacEachren (1994) mengajukan sebuah kubus yang menggambarkan kerangka dasar kartografi (Gambar I.2). Terdapat tiga indikator penggunaan peta yang direpresentasikan dalam tiga sumbu kubus tersebut, yaitu: (1) penemuan pengetahuan baru atau penyajian pengetahuan yang telah ditemukan; (2) penggunaan secara privat atau publik; dan (3) tingkat interaksi antara manusia dan peta. Dalam kubus tersebut, visual thinking

(6)

berada di salah satu sudut yang menunjukkan sifat penemuan pengetahuan, penggunaan peta secara privat, dan tingkat interaksi antara manusia dan peta tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu komponen dari visual thinking adalah pemanfaatan sistem yang dapat mengakomodasi interaksi antara manusia dan peta. Dengan kata lain, penggunaan peta interaktif memiliki peranan penting dalam visual thinking, terutama sejak berkembangnya teknologi terkait peta digital.

Gambar I.2. Posisi visual thinking dalam kubus kartografi Sumber: MacEachren (1994)

Peta interaktif yang dibuat dalam kegiatan aplikatif ini mengacu pada tujuan untuk eksplorasi data. Berdasarkan pemaparan di atas, maka peta interaktif tersebut dapat mendukung kegiatan visual thinking. Meski peta interaktif ini diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat umum (publik), bukan berarti hal ini tidak sejalan dengan apa yang telah disebutkan MacEachren (1994) mengenai konsep visual thinking

dalam kubus kartografi. Pemanfaatan yang dilakukan oleh para pengguna tidak sama. Tujuan penggunaan peta pun sangat beragam. Tidak ada hubungan yang erat antara satu pengguna dengan pengguna lain. Masing-masing pengguna bersifat independen dan unik. Dengan kata lain, para pengguna memanfaatkan peta secara privat, tetapi tetap dengan tujuan yang sama, yaitu menemukan pengetahuan baru (revealing unknowns).

(7)

I.5.1.2. Tahapan visualisasi Jenks dan Coulson (1963) menyebutkan bahwa setidaknya ada tiga tahapan dalam visualisasi. Ketiga tahapan tersebut adalah:

1. Menentukan jenis peta

Ada beberapa jenis teknik visualisasi yang dapat dilakukan. Untuk visualisasi data tematik dalam bentuk peta, dikenal beberapa teknik berikut: a. Choropleth Map

Choropleth map adalah peta yang menyajikan data atribut dalam bentuk warna. Tiap-tiap warna memiliki arti yang berbeda dan merepresentasikan informasi tertentu. Jenis peta ini baik untuk tipe data nominal, ordinal, interval, maupun rasio.

Choropleth map menggunakan unit-unit geografis sebagai pembeda antara satu data dengan data lainnya. Misalnya dalam Gambar I.3 unit geografis yang digunakan adalah negara bagian. Karena terbatas pada unit-unit geografis tertentu, maka choropleth map terkadang kurang dapat merepresentasikan kondisi nyata. Ketelitiannya sangat bergantung pada unit geografis yang digunakan.

Gambar I.3.Contoh peta berjenis Choropleth Map

Sumber:courses.washington.edu b. Proportional Symbol Map

Proportional symbol map adalah peta yang menyajikan data tematik menggunakan simbol dengan ukuran tertentu. Ukuran simbol

(8)

merepresentasikan data tertentu. Sebagai contoh adalah Gambar I.4 di mana simbol yang digunakan adalah lingkaran. Nilai dari data tiap negara dikonversikan menjadi jari-jari lingkaran. Luas lingkaran bergantung pada nilai masing-masing negara.

Gambar I.4.Contoh peta berjenis Proportional Symbol Map

Sumber: StatSilk (2013a)

Penggunaan proportional symbol map sangat sesuai untuk data berjenis ordinal dan rasio. Namun, penyajiannya perlu diperhatikan dengan seksama karena terkadang untuk wilayah-wilayah yang banyak objeknya, simbol yang digunakan justru saling bertumpukan sehingga menyulitkan dalam melakukan interpretasi, seperti di wilayah Eropa pada Gambar I.4.

2. Menentukan jumlah kelas

Jumlah kelas ditentukan dengan memperhatikan tujuan dari dibuatnya peta dan distribusi data yang ada. Semakin banyak jumlah kelas, maka semakin teliti pula hasil yang didapatkan. Namun, di sisi lain, semakin banyak jumlah kelas juga akan semakin mengurangi kemudahan dalam membaca peta. Oleh karena itu, perlu ditentukan jumlah kelas yang paling optimal.

3. Melakukan klasifikasi

Ada banyak metode klasifikasi yang dapat digunakan. Sebagai contoh adalah metode break points, frequency diagram, cumulative frequency diagram, equal steps, dan quantile. Masing-masing akan menghasilkan klasifikasi yang berbeda. Pada suatu kasus, suatu metode dapat menjadi sangat baik untuk digunakan. Namun, metode tersebut bisa saja menjadi tidak sesuai jika digunakan pada kasus yang lain.

(9)

Pada kegiatan aplikatif ini, model klasifikasi yang dilakukan adalah

manual classification (klasifikasi manual). Model ini melakukan klasifikasi secara non-otomatis dan non-matematis. Hasil klasifikasi yang dilakukan memiliki kelemahan karena distribusi data yang tidak merata. Model ini dipilih atas dasar pertimbangan yang lebih mengutamakan faktor interpretasi visual. Hal ini didukung oleh kelebihan model klasifikasi manual, yaitu batas antara interval data dapat didefinisikan secara jelas, misalnya 10.000, 8.000, 6.000, dan seterusnya.

I.5.1.3. Visualisasi data statistik Ada dua hal yang perlu dilakukan dalam melakukan visualisasi data statistik (Kraak dan Ormeling, 2003). Kedua hal tersebut yaitu:

1. Penilaian validitas data

Penilaian validitas data dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan mengenai kapan data didapatkan, dengan cara apa data didapatkan, dan apa tujuan dari pengumpulan data. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menunjukkan tingkat kepercayaan dan akurasi data.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka data yang digunakan dalam kegiatan aplikatif ini pun perlu dinilai validitasnya. Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah seluruh data statistik berasal dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas. Karena berasal dari Badan Pusat Statistik, maka tentunya pertanyaan-pertanyaan mengenai kapan data didapatkan, dengan cara apa data didapatkan, dan apa tujuan dari pengumpulan data dapat dijawab dengan mudah. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa data yang digunakan memiliki tingkat validitas yang cukup tinggi.

2. Menentukan karakteristik data

Data yang didapatkan dikategorikan sesuai dengan sifat dasarnya. Sifat dasar yang dimaksud di sini adalah apakah data tersebut berupa titik, garis, atau luasan. Dengan mengetahui sifat dasar data, maka dapat ditentukan metode visualisasi yang paling sesuai. Dalam kaitannya dengan data yang digunakan dalam kegiatan aplikatif ini, sifat dasar dari data tersebut adalah luasan. Hal ini mengingat bahwa data tersebut merepresentasikan nilai dari suatu unit wilayah (dalam hal ini desa atau kelurahan).

(10)

Berdasarkan variabel skalanya, data dapat dikategorikan menjadi data nominal, data ordinal, data interval, dan data rasio. Dalam kaitannya dengan peta, masing-masing data tersebut memiliki karakteristik tersendiri sehingga penyajiannya pun berbeda-beda. Berikut adalah penjelasan mengenai keempat jenis data tersebut.

a. Data Nominal

Data nominal adalah jenis ukuran data yang paling sederhana. Jenis data ini tidak menunjukkan tingkatan antar nilainya. Sebagai contoh adalah kode provinsi, yaitu 32 (Jawa Barat), 33 (Jawa Tengah), 34 (DIY), dan seterusnya. Kode provinsi 32 tidak lebih tinggi dari 33 dan 34 ataupun sebaliknya. Ciri-ciri lainnya adalah tidak dapat dilakukan operasi matematika. Kode provinsi 33 dikurangi kode provinsi 32 tidak sama dengan kode provinsi 01.

b. Data Ordinal

Data ordinal adalah data yang memiliki sifat menunjukkan urutan atau tingkatan. Namun, tingkatan tersebut juga tidak dapat dilakukan operasi matematika. Sebagai contoh adalah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kepala daerah yang dinilai dengan Sangat Percaya (3), Percaya (2), dan Tidak Percaya (1). Operasi matematika tidak berlaku, sebagai contoh 1 + 2 ≠ 3 (Tidak Percaya + Percaya ≠ Sangat Percaya).

c. Data Interval

Data interval adalah data yang memiliki rentang tertentu. Pada data interval, nilai nol mutlak tidak ada. Contohnya adalah suhu lingkungan yang dapat menggunakan skala Celsius ataupun Fahrenheit. Nilai nol pada skala Celsius tidak sama dengan nilai nol pada skala Fahrenheit. d. Data Rasio

Data rasio hampir sama dengan data interval. Yang membedakan adalah data rasio memiliki nilai nol mutlak. Sebagai contoh adalah curah hujan. Curah hujan memiliki rentang tertentu untuk klasifikasi curah

(11)

hujan tinggi, sedang, dan rendah, dengan nilai nol yang mutlak yakni tidak ada hujan.

I.5.1.4. Variabel visual Dalam melakukan visualisasi berbentuk peta, dikenal istilah variabel visual yang merujuk pada aspek-aspek yang dapat digunakan untuk merepresentasikan data. Bertin (1983) menyebutkan enam variabel visual, yaitu:

1. Ukuran 4. Pola 2. Value 5. Orientasi 3. Warna 6. Bentuk

Beberapa literatur seperti pada Riyadi (1994) menambahkan variabel visual lain, yakni posisi (x, y). Dengan demikian, terdapat tujuh variabel visual yang umum digunakan untuk merepresentasikan data.

Masing-masing variabel sesuai jika digunakan untuk tipe data tertentu dan bisa saja tidak sesuai untuk tipe data lainnya. Sebagai contoh, variabel ukuran lebih cocok untuk tipe data ordinal daripada nominal. Pada prakteknya, sebuah objek di permukaan bumi tidak selalu hanya disimbolkan dengan menggunakan satu variabel visual saja. Terkadang ditemukan pula penggunaan beberapa variabel visual secara bersama-sama untuk merepresentasikan sebuah objek. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman pengguna peta terhadap apa yang disajikan di dalam peta. 1.5.1.5. Sifat pemahaman Dalam kaitannya dengan perancangan simbol, perlu diperhatikan pula mengenai sifat pemahaman dari simbol tersebut. Sifat pemahaman merupakan aspek tertentu dari suatu penggunaan variabel visual yang menonjolkan pengertian tertentu terhadap objek yang disimbolkan (Riyadi, 1994).

Masih dari sumber yang sama, Riyadi menyebutkan setidaknya terdapat empat sifat pemahaman, yaitu:

1. Asosiatif

Varibel visual yang memiliki sifat asosiatif memberi pemahaman kepada pengguna peta bahwa simbol-simbol yang disajikan memiliki tingkat kepentingan yang sama.

(12)

2. Selektif

Variabel visual dengan sifat selektif menyebabkan pengguna peta dapat membedakan suatu simbol dengan simbol lainnya secara cepat.

3. Order

Variabel visual dikatakan memiliki sifat order jika simbol yang disajikan memiliki tingkatan tertentu.

4. Kuantitatif

Variabel visual yang bersifat kuantitatif menghasilkan simbol-simbol yang dapat dibedakan berdasarkan suatu jumlah yang jelas.

Hubungan antara sifat pemahaman dengan variabel visual selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel I.1. Variabel visual dan sifat pemahamannya Sifat

Pemahaman Posisi Bentuk Orientasi Warna Tekstur Value Ukuran

Asosiatif ●● ●● ●● ●● ● ▬ ▬

Selektif ▬ ▬ ● ●●● ●● ●● ●●

Order ▬ ▬ ▬ ▬ ● ●●● ●●

Kuantitatif ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ ●●●

Keterangan: ●●● = Sangat Kuat; ●● = Kuat; ● = Cukup; ▬ = Jelek Sumber: Riyadi (1994)

I.5.2. Peta berbasis web

Peta berbasis web (online) dapat dikategorikan menjadi dua, yakni peta statik dan peta dinamik (Kraak dan Brown, 2000). Perbedaan mendasar dari kedua jenis peta tersebut adalah kemampuannya dalam menampilkan data. Peta berjenis statik hanya menampilkan data yang telah diatur sedemikian rupa oleh pembuat peta. Pengguna tidak dapat memberikan input terhadap peta yang disajikan.

Berbeda dengan peta statik, peta dinamik memiliki kemampuan untuk merespon input yang diberikan oleh pengguna peta. Input yang diberikan pengguna kemudian diproses dan disajikan secara langsung. Outputnya adalah peta yang telah mengalami perubahan sesuai dengan input yang diberikan oleh pengguna peta.

(13)

Kedua jenis peta di atas dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu peta “view only” dan peta interaktif. Klasifikasi ini didasarkan pada tingkat interaksi peta dengan pengguna. Peta berjenis “view only” hanya menampilkan peta saja, sama seperti peta-peta konvensional pada umumnya. Peta interaktif mampu mendukung interaksi yang lebih banyak antara pengguna dan peta. Pengguna dapat mengatur tampilan peta dengan melakukan zooming, panning, dan hyperlink ke informasi lain yang terkait. Secara umum, klasifikasi peta berbasis web dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

Gambar I.5. Klasifikasi peta berbasis web Sumber: Kraak dan Brown (2000)

I.5.3. StatPlanet Plus

StatPlanet adalah perangkat lunak untuk pembuatan peta interaktif dan visualisasi data. Perangkat lunak ini dikembangkan oleh StatSilk, sebuah perusahaan dari Australia yang didirikan oleh Frank van Capelle. Misi utama dari dikembangkannya perangkat lunak ini adalah untuk menjadikan analisis data sebagai proses yang mudah, efisien, dan menyenangkan (Statsilk, 2013b).

StatPlanet Plus adalah pengembangan dari StatPlanet. StatPlanet Plus memiliki fitur yang lebih lengkap daripada StatPlanet. Fitur-fitur yang ada dalam StatPlanet Plus adalah (Statsilk, 2013b):

Peta Berbasis

Web

Peta Statik

View Only

Interaktif

Peta

Dinamik

View Only

Interaktif

(14)

1. Visualisasi

Visualisasi data pada StatPlanet Plus dapat berupa peta, tabel, maupun diagram dan grafik. Pengguna dapat membuat choropleth map dan/atau proportional symbol map, sesuai dengan data yang digunakan. Data juga dapat ditampilkan sebagai diagram, baik itu diagram batang, garis, maupun scatterplot, atau dalam bentuk tabel.

2. Seleksi area

Pengguna dapat melakukan pemilihan objek-objek spasial yang ada di peta untuk melihat data dari objek-objek tersebut. Objek-objek yang terpilih kemudian dapat pula dikelompokkan secara terpisah sehingga data tersebut dapat saling dibandingkan.

3. Animasi temporal

Data yang bersifat time series dapat dianimasikan perubahannya secara temporal. Tampilan peta juga berubah-ubah mengikuti animasi time series dari data terkait.

4. Zooming dan panning

Untuk memperjelas tampilan pada area-area tertentu, pengguna dapat melakukan pembesaran (zooming) dan penggeseran (panning). Zooming

dilakukan dengan menggerakkan scroll pada mouse, sedangkan panning

dilakukan dengan melakukan dragging menggunakan mouse pada muka peta. 5. Kustomisasi

Jika merasa kesulitan dalam mengamati visualisasi data pada muka peta, pengguna dapat melakukan pengaturan warna dan tampilan dari muka peta. Untuk data yang bersifat interval, pengguna juga dapat mengatur interval kelasnya sesuai keperluan.

6. Export data

StatPlanet Plus memungkinkan pengguna untuk mengakses data dengan melakukan export data. Data yang diunduh dapat berupa data spasial (berbentuk JPEG atau PNG) ataupun data atribut (berbentuk file CSV).

(15)

Perbandingan kelengkapan fitur dan harga antara StatPlanet dengan StatPlanet Plus dapat dilihat pada Tabel I.2.dan Tabel I.3.

Tabel I.2.Perbandingan kelengkapan fitur pada StatPlanet dan StatPlanet Plus

Feature StatPlanet StatPlanet Plus

Indicator limit 5 none

Shapefile map support no yes

Custom Flash map support no yes

Export (maps, graphs, tables) no yes

Custom Logo no yes

Statistics (st.dev, range, etc) no yes

Graph types 4 6

Raster maps no yes

Advanced tables no yes

Add-on modules no yes

Sumber: Statsilk (2013a)

Tabel I.3.Perbandingan harga StatPlanet dan StatPlanet Plus

Purpose StatPlanet StatPlanet Plus

Web version: non-commercial free 395 USD

Web version: commercial free 595 USD

Desktop version: non-commercial free free

Desktop version: commercial free 595 USD

Sumber: Statsilk (2013a)

I.5.4. Fungsionalitas dan usabilitas

Fungsionalitas adalah bagaimana suatu sistem dapat memenuhi kebutuhan pengguna (Goodwin, 1987). Sistem yang dapat menyediakan fungsi-fungsi yang bermanfaat bagi pengguna akan lebih banyak digunakan daripada yang tidak sesuai kebutuhan pengguna. Hal ini menjadikan fungsionalitas sebagai hal yang harus dipertimbangkan secara matang oleh para pengembang atau pembuat sistem. Perlu

(16)

dilakukan riset untuk mengetahui apa yang dibutuhkan pengguna dan apakah sistem yang dikembangkan telah memenuhi kebutuhan tersebut.

Seiring berkembangnya waktu, paradigma mengenai pemenuhan kebutuhan pengguna mengalami sedikit perubahan. Pengembangan sistem tidak lagi terfokus pada bagaimana menyediakan fungsi-fungsi secara lengkap, tetapi juga bagaimana membuat fungsi-fungsi tersebut dapat digunakan dengan mudah. Hal ini merujuk pada istilah usabilitas yang dikemukakan oleh Nielsen (1994). Suatu sistem yang menyediakan fungsi-fungsi dengan sangat banyak tidak akan bermanfaat jika pengguna mengalami kesulitan dalam menggunakannya.

Sementara itu, Bevan (1995) menambahkan bahwa usabilitas adalah ukuran untuk menilai apakah pengguna dapat mencapai tujuannya dengan menggunakan sistem tertentu. Menurut Bevan (1995), pengguna yang dimaksud dalam konteks ini bukan pengguna secara umum, melainkan pengguna tertentu sesuai dengan sasaran pembuatan sistem. Secara tidak langsung, maka pembuatan sistem juga harus mempertimbangkan siapa sasaran pengguna. Hal ini sesuai dengan Goodwin (1987), yang menyatakan bahwa proses pembuatan desain sistem memerlukan pemahaman mengenai sasaran pengguna, tingkat keahlian pengguna, estimasi lama pemakaian sistem oleh pengguna, dan bagaimana perubahan kebutuhan pengguna seiring meningkatnya pemahaman pengguna terhadap sistem.

Goodwin (1987) menyebutkan bahwa usabilitas merupakan hal yang kompleks dan tidak mudah, tetapi investasi untuk meningkatkan usabilitas adalah sama pentingnya dengan investasi untuk fungsionalitas. Kegagalan dalam pertimbangan usabilitas dapat menyebabkan kegagalan sistem. Usabilitas memiliki peran yang penting terhadap fungsionalitas, yakni dengan membuat fungsi-fungsi yang tersedia menjadi mudah diakses dan digunakan.

Gambar

Gambar I.1. Diagram tingkatan visualisasi  Sumber: Di Biase (1990)
Gambar I.2. Posisi visual thinking dalam kubus kartografi  Sumber: MacEachren (1994)
Gambar I.3. Contoh peta berjenis Choropleth Map  Sumber: courses.washington.edu
Gambar I.4. Contoh peta berjenis Proportional Symbol Map  Sumber: StatSilk (2013a)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Lisensinya, SKB terdiri atas Surveyor Kadaster (SK) dan Asisten Surveyor Kadaster (ASK). Syarat mengikuti ujian SK: harus S1 Program Studi Survei dan pemetaan atau

Jarak rertikal batas belakang ruas 3 dorsal - wntral Diagonal bagian belakang ruas 3 rentral - ruas 1 dorsal Diagonal bagian belakang ruas 3 dorsal - ruas 1

Briefcase ini dilengkapi oleh material PCM yang membuat performanya ketika digunakan tetap baik dan dingin ditambah lagi dengan adanya 3 buah fan yang membuat udara

Menurut Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, SNI_03-1726-2002, eksentrisitas pusat massa terhadap pusat kekakuan yang harus ditinjau dalam analisa

Bukti lain yang mengindikasikan bahwa pola penyampaian dengan ceramah kurang cocok untuk digunakan dalam membina masyarakat minoritas muslim etnis Bali di Kabupaten

Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

012/008 SUNTER JAYA, TANJUNG PRIOK JAKARTA UTARA SURAT MENYURAT : JL.. GUNUNG SAHARI