• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDA RAHMAWATI SINAGA NIM F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDA RAHMAWATI SINAGA NIM F"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

0

PERBEDAAN KOMPETENSI GURU BERDASARKAN STATUS KEPEGAWAIAN DAN SEKOLAH DALAM

LINGKUNGAN PENDIDIKAN SMU DI WILAYAH SUKOHARJO

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :

INDA RAHMAWATI SINAGA

NIM F 100 050 054

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2010

(2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tempat pendidikan formal dilakukan di sekolah. Di sekolah kegiatan belajar mengajar antara siswa dan guru terjadi interaksi. Pembelajaran guru akan berhasil apabila terjadi interaksi pendidikan (interaksi edukatif). Guru menyampaikan materi pelajaran, siswa mampu menerima materi pelajaran. Keberhasilan siswa dalam pembelajaran dipengaruhi oleh kualitas atau keprofesionalan guru.

Mada (2009) menyatakan bahwa kualitas guru mendesak untuk diperbaiki. Pasalnya, kualitas guru amat mempengaruhi kualitas peserta didik. Pakar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Surabaya Yatim Rianto menuturkan, berbagai penelitian menunjukkan faktor guru mempengaruhi kualitas lulusan siswa hingga 85 persen. Sebaliknya banyak penelitian menunjukkan kualitas guru SD belum baik. Kualitas guru bekum baik karena masih banyak guru tidak menguasai metode-metode pengajaran. Guru hanya tahu metode pembelajaran versi monolog. Penguasaan beragam metode amat dibutuhkan. Hal itu antara lain mengingat murid mempunyai kebutuhan berbeda sehingga harus dipenuhi dengan cara berbeda.

Raditya (2008) mengungkapkan penelitiannya di sejumlah sekolah di Madura menunjukkan bahwa 70 persen guru (informan penelitian) menganggap proses pembelajaran di sekolah perlu diikuti dengan metode kekerasan. Tujuannya agar siswa menjadi patuh dan disiplin. Penelitian ini pun semakin menguatkan hasil riset Yayasan Semai Jiwa Amini (2007) yang menunjukkan 10 persen guru

(3)

2

melakukan kekerasan fisik sebagai bagian dari hukuman. Sepuluh persen guru berpendapat bahwa hukuman fisik adalah cara efektif menegur siswa. Sedangkan 27,5 persen guru beranggapan bahwa kekerasan tidak akan berdampak kepada psikologis siswa. Ini menyiratkan satu makna penting bahwa masih banyak guru di sekolah yang menganggap kekerasan adalah bagian penting dalam proses pendidikan. Segala perilaku kekerasan yang dilakukan para siswa merupakan cerminan dari pendampingan dan perhatian guru dan orangtua yang sangat rendah.

Harman (2008) berpendapat bahwa kasus satuan Densus 88 dalam kasus pembocoran soal ujian nasional. Karena iba terhadap murid-murid yang tidak mampu mengerjakan ujian nasional bahasa Inggris, beberapa guru di Deli Serdang, Sumatra Utara, mengubah jawaban untuk menolong murid mereka. Namun, iba yang selintas beraroma manusiawi itu akhirnya membawa mereka berurusan dengan Densus 88. Dua perkara mencuat secara eksesif dalam kasus guru yang jatuh ke tangan Densus 88 ini. Pertama, ujian nasional yang terus menimbulkan pro dan kontra menjadi teror yang tidak saja menakutkan para murid dan orang tua, tetapi juga guru. Guru-guru diteror kegagalan siswa mereka, siswa diteror ketidaklulusan, dan para orang tua diteror kegagalan anak-anak mereka di bangku sekolah. Melakukan kecurangan dalam UN tentu ”mencederai kesucian lembar jawaban UN” sebagaimana dikatakan Menteri Pendidikan Nasional. Namun, tetap melanggengkan kebijakan UN seperti sekarang juga mencederai kesucian martabat guru yang jika diteruskan akan berakibat fatal bagi kelangsungan pendidikan di negeri ini dalam jangka panjang.

Atas dasar permasalahan guru tentang ketidakmampuan guru dalam menggunakan berbagai metode, tindak kekerasan yang dilakukan oleh guru pada

(4)

3

siswa, dan kasus tertangkapnya sebgaian guru oleh satuan Densus 88 dalam kasus pembocoran soal ujian nasional merupakan permasalahan-permasalahan yang menunjukkan kurangnya kemampuan atau kompetensi guru dalam keprofesiannya sebagai pendidik.

Mulyasa (2007) menyatakan bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. Kompetensi guru menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Guru berkompetensi menciptakan suasana pendidikan yang amat menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis merupakan tuntutan yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurangnya penguasaan guru dalam berbagai metode menimbulkan persepsi negatif siswa terhadap kualitas guru dalam mengajar. Sebagai pendidik, seorang guru bukan hanya mengkomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan. Pada dasarnya mendidik adalah proses menumbuhkembangkan kepribadian seseorang menjadi pribadi yang positif dan dapat menguntungkan bagi pihak yang bersangkutan. Minat dalam diri siswa dapat ditumbuhkan oleh guru akan memudahkan proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dalam mencapai tujuan diperlukan kualitas guru.

Sepuluh dari kompetensi guru adalah menguasai bahan, mengelola program pembelajaran, mengelola kelas, menggunakan media, menguasai landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa, mengelola bimbingan dan penyuluhan, mengenal dan mampu menyelenggarakan administrasi sekolah, menguasai prinsip-prinsip kompetensi guru (Rahayu, 2008).

(5)

4

Guru sebagai ujung tombak dalam kenyataannya sekarang ini kinerja kurang baik. Ketidak mampuan guru daam menggunakan metode, sikap guru yang kurang pedagogis, dan sikap memberikan jawaban ujian kepada siswa dapat menurunkan prestasi belajar siswa dan memberikan teladan yang kurang bermoral kepada siswa menjadikan guru dijadikan sasaran kesalahan masyarakat. Masyarakat menilai kinerja guru gagal membina anak didik yang bermoral dan memiliki prestasi. Di sisi lainnya, sikap sebagian kecil guru yang arogan mendidik anak dengan hukuman fisik membuat citra guru semakin menurun. Memang semua kesalahan yang menurunkan kredibilitas guru menurun bukan dari faktor guru saja, faktor tersebut dapat dipengaruhi oleh siswa. Akan tetapi, pandangan negatif terhadap kinerja guru tetap dipertanyakan. Hal ini dapat terjadi karena guru sebagai orang yang mencerdaskan anak didik sebagai tunas-tunas bangsa dituntut keprofesionalannya sebagai seorang pendidik yang memiliki kinerja tinggi sehingga dapat menciptakan anak didik yang berkualitas (Riwandi, 2008).

Peningkatan kualitas yang berkaitan dengan kompetensi guru itu harus beriringan dengan peningkatan kesejahteraan karena keduanya bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan demikian, guru akan menjadi profesi yang utuh dan terhormat, bukan lagi sebagai profesi kelas dua yang identik dengan "kekurangan" dalam konteks ekonomi dan profesionalisme (Rahman, 2008).

Pemerintah menanggapi kualitas guru untuk meningkatkan kompetensi dengan menetapkan Sispendiknas 2003, Bab XI tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pasal 40 ayat (2), dengan tegas menyatakan bahwa guru diharapkan menjalankan kewajibannya untuk: a) menciptakan suasana pendidikan yang amat

(6)

5

menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; b) mempunyai komitmen secara profesional dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan; c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukannya sesuai kepercayaan yang diberikan kepadanya (Raditya, 2008)

Masalah kompetensi guru merupakan masalah penting. Oleh sebab itu, diperlukan upaya-upaya tambahan untuk menyebarluaskannya. Salah satu hambatan potensial yang akan dihadapi adalah kenyataan bahwa masih banyak guru yang kurang menyadari akan tanggung jawab dan kurang memiliki kemampuan sesuai dengan bidang yang ditekuni. Agar dapat menghasilkan program kinerja yang produktif diperlukan suatu pandangan yang luas yang menempatkan unsur manusia sebagai titik sentralnya. Di sini peran guru menjadi menentukan sebagai prasyarat utama keberhasilan upaya kinerja guru yaitu dukungan dan komitmen terhadap upaya-upaya guna meningkatkan pendidikan secara konsisten dan profesional (Anwar, 2008).

Salah satu faktor penyebab kompetensi guru menurun karena kurangnya guru memahami komponen kompetensi yang harus dimiliki. Kemampuan memahami komponen kompetensi sebagai tanggung jawab guru satu dengan lainnya berbeda. Perbedaan tanggung jawab guru berdasarkan status kepegawaian atau jabatan. Status kepegawaian guru dibedakan atas guru yang sudah diangkat menjadi pegawai negeri dan guru yang masih magang atau guru honorer. Guru dengan yang sudah memiliki status pegawai negeri diharuskan untuk memiliki dedikasi dan tanggung jawab tinggi terhadap profesinya. Berbeda dengan guru yang masih berstatus magang atau honorer, pekerjaan yang dibebankan lebih ringan sehingga tanggung jawab yang dimiliki lebih kecil.

(7)

6

Di sisi lainnya, jenis sekolah dibedakan atas sekolah swasta dan sekolah negeri. Karyawan sekolah swasta dan sekolah negeri dituntut untuk memiliki kemampuan sesuai profesinya sebagai guru. Guru swasta bertanggung jawab kepada pimpinan yayasan dan guru negeri bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah. Sebagian besar orang tua akan memilihkan sekolah anaknya ke negeri. Apabila ke sekolah negeri tidak diterima, baru orang tua memasukkan ke sekolah swasta.

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang dapat disimpulkan terjadi permasalahan kinerja guru sekarang ini rendah karena guru kurang menyadari profesinya sebagai pendidik, pembimbing, dan teladan bagi anak didik. Guru yang kurang menyadari akan profesinya sebagai pendidik dipengaruhi oleh minat dan kemampuan sebagai pendidik belum maksmal. Di sisi lain, hasil kerja guru dalam mendidik anak kurang berhasil. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peristiwa kenakalan-kenakalan yang dilakukan anak didik di luar sekolah dan sikap guru yang arogan dengan memberikan hukuman fisik pada anak didik.

Atas dasar permasalahan di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan kompetensi guru berdasarkan status kepegawaian dan sekolah dalam lingkungan pendidikan SMU di Wilayah Sukoharjo.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan ini dimaksudkan untuk mengetahui:

1. Untuk mengetahui perbedaan kompetensi guru honorer dan guru pegawai negeri dalam Lingkungan Pendidikan SMU di Wilayah Sukoharjo.

2. Untuk mengetahui perbedaan kompetensi guru di sekolah swasta dan negeri dalam Lingkungan Pendidikan SMU di Wilayah Sukoharjo.

(8)

7

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi lembaga pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan bahan pertimbangan bagi lembaga pendidikan bahwa kepuasan kerja merupakan faktor penting untuk meningkatkan kinerja pendidik sehingga dapat menghasilkan anak didik yang berkualitas.

2. Bagi guru

Dapat memberikan tambahan wawasan bagi guru untuk mengetahui tentang keprofesian sebagai guru dapat diketahui melalui kinerja dan kepuasan guru sebagai pendidik dan pembimbing anak didik sehingga guru dapat meningkatkan kompetensi sebagai guru dan menciptakan kualitas pendidikan yang tinggi.

3. Bagi peneliti lain

Bagi peneliti lain diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam meneliti masalah yang sama.

Referensi

Dokumen terkait

Agar quadcopter dapat bernavigasi dari satu titik ke titik yang lain,. dilakukan pencarian sudut heading dan

Berbagai permasalahan pun muncul saat ini, yaitu: beban kerja staf CSSD merangkap sebagai petugas sekuler dan staf administrasi atau pekarya di unit OK, proses

Banyaknya beban kerja yang diterima seorang karyawan didalam perusahaan membuat seorang karyawan tersebut mempunyai banyak tanggung jawab dan peran yang harus

68 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Kencana 69 STIKES Widya Dharma Husada Tangerang. 70 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budhi Luhur Cimahi 71 Sekolah Tinggi Ilmu

(2) Hipotesis 2 dari penelitian ini diterima, yaitu dari hasil regresi linier berganda menunjukkan bahwa dari 8 variabel yaitu SPOt, SPOt-1, DSPOt, DSPOt-1,

Luasnya hutan yang membentang karena letak desa Lubuk Kembang Bunga yang termasuk kawasan hutan Taman Nasional tesso Nilo membuat tidak menutup kemungkinan untuk

Niat Menggunakan dengan item pernyataan saya lebih sering menggunakan mobile banking BRI di masa depan memiliki tanggapan yang baik dari sebagian besar responden,

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu: 1) presentasi kelas, materi dalam proses pembelajaran model kooperatif tipe STAD,