• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori - UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DALAM BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI KEPAHLAWANAN DAN PATRIOTISME MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DI KELAS IV SD NEGERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori - UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DALAM BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI KEPAHLAWANAN DAN PATRIOTISME MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DI KELAS IV SD NEGERI"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kemandirian Belajar

a. Pengertian Kemandirian dan Kemandirian dalam belajar Pengertian Kemandirian

Kata mandiri Rusman (2011:353) mengandung arti tidak tergantung kepada orang lain, bebas, dan dapat melakukan sendiri. Aspek yang ditekankan berusaha sendiri terlebih dahulu dalam melakukan suatu hal. Kata mandiri sering kali diterapkan untuk pengertian dan tingkat kemandirian yang berbeda-beda, tergantung dari pendapat masing-masing individu dalam mengartikan kemandirian. Seperti menurut Mudjiman (2011:1) kemandirian merupakan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Aspek yang ditekankan yaitu motivasi/keinginan dalam menguasai suatu permasalahan.

(2)

mengajarnya. Peserta didik yang mandiri bisa melayani kebutuhannya sendiri sekaligus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Peserta didik yang mandiri akan dapat memenuhi segala sesuatu sendiri, sehingga memiliki tanggung jawab atas setiap tindakannya dalam mengambil suatu keputusan.

Jadi dapat disimpulkan kemandirian adalah suatu sikap yang mencerminkan kegiatan belajar aktif, tidak tergantung kepada orang lain, yang berbekal pada pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki, bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Kemandirian dalam belajar menurut Wedemeyer (Rusman, 2011: 354) perlu diberikan kepada peserta didik supaya mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri. Sikap-sikap tersebut perlu dimiliki peserta didik karena hal tersebut merupakan ciri kedewasaan orang terpelajar.

Menurut Knowless, Panen (Rusman, 2011: 356) Peserta didik yang yang belajar mandiri tidak boleh menggantungkan diri dari bantuan, pengawasan, dan arahan orang lain termasuk guru/instrukturnya, secara terus menerus. Peserta didik harus mempunyai kreativitas dan inisiatif sendiri, serta mampu bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya.

(3)

dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Sedangkan menurut Rusman (2011:357) belajar mandiri merupakan kemampuan yang tidak banyak berkaitan dengan pembelajaran apa, tetapi lebih berkaitan dengan bagaiman proses belajar tersebut dilaksanakan. Kegiatan belajar mandiri merupakan salah satu bentuk kegiatan belajar yang lebih menitik beratkan pada kesadaran belajar seseorang atau lebih banyak menyerahkan kendali pembelajaran kepada diri siswa sendiri.

Belajar mandiri bukan berarti harus belajar sendiri (Rusman 2011:358) belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif dengan ataupun tanpa guru. Sebagai seorang yang mandiri, siswa tidak harus mengetahui semua hal, tetapi tidak juga diharapkan menjadi siswa yang jenius yang tidak membutuhkan bantuan orang lain.

Berdasarkan pendapat para pakar di atas sehingga disimpulkan kemandirian dalam belajar adalah belajar yang tidak harus sendiri, dan tidak pula selalu menggantungkan belajarnya kepada orang lain, tetapi lebih menekankan pada proses belajar yang berdasarkan kesadaran belajar seseorang atau lebih banyak menyerahkan kendali pembelajaran pada diri siswa sendiri, mampu berinisiatif sendiri dengan atau tanpa seorang guru.

b. Teori Kemandirian

(4)

membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri”, maka pembahasan mengenai

kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Sehingga dapat

dipahami kemandirian atau otonomi adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.

Sedangkan kemandirian menurut Mustari (2011:94) adalah suatu sifat yang harus dibentuk orang tua dalam membangun kepribadian anak-anak mereka.

c. Ciri-Ciri Kemandirian

Menurut Moore, Rusman (2011: 354) berpendapat bahwa ciri umum suatu proses pembelajaran mandiri ialah adanya kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan tujuan, sumber, dan evaluasi belajarnya, karena itu, program pembelajaran mandiri dapat diklasifikasikan berdasarkan besar kecilnya kebebasan (otonomi) yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan program pembelajarannya. Seperti yang tertulis dalam jurnalnya

(5)

Tingkat kemandirian Moore, Rusman (2011: 354) pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut.

1. Otonomi dalam menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan pembelajaran itu ditentukan oleh peserta didik, oleh guru/instruktur atau oleh guru/instruktur dan peserta didik? Semakin besar kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan tujuan pembelajarannya, berarti semakin besar kesempatan peserta didik untuk belajar sesuai dengan kebutuhan belajarnya, semakin besar pula kesempatan peserta didik untuk bersikap mandiri.

2. Otonomi dalam belajar. Siapakah yang menentukan bahan belajar atau media yang akan dipakai dalam belajar? Apakah semuanya ditentukan oleh guru/instruktur, oleh peserta didik, atau oleh guru/instruktur dan peserta didik? Kalau peserta didik dapat ikut menentukan bahan ajar, media belajar, dan cara-cara belajar yang akan digunakan untuk mencapai tujuan itu, berarti peserta didik telah diberi kesempatan untuk bersikap mandiri.

(6)

Robert Havighurst (Desmita, 2009: 186) membedakan kemandirian atas tiga bentuk kemandirian, yaitu:

1. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain

2. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.

3. Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain.

Menurut Moore (Rusman, 2011: 366) karakter kemandirian adalah sebagai berikut:

1. Sudah mengetahui dengan pasti apa yang ingin dia capai dalam kegiatan belajarnya.

2. Sudah dapat memilih sumber belajar sendiri dan mengetahui ke mana dia dapat menemukan bahan-bahan belajar yang diinginkan. 3. Sudah dapat menilai tingkat kemampuan yang diperlukan untuk

melaksanakan pekerjaannya atau untuk memecahkan permasalah yang dijumpainya dalam kehidupannya.

Tingkatan dan karakteristik kemandirian menurut Lovinger, (Sunaryo Kartadinata, 1988), (Desmita 2009: 187) yaitu:

(7)

a. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain

b. Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik

c. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype).

d. Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games

e. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.

Tingkat kedua, adalah tingkatan konfirmastik. Ciri-cirinya: a. Peduli terhadap penampilan diri dan penampilan sosial b. Cenderung berpikir stereotype dan klise

c. Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal

d. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian e. Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya instrospeksi f. Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-cirinya eksternal

g. Takut tidak diterima kelompok

h. Tidak sensitif terhadap keindividualan i. Merasa berdosa jika melanggar aturan

Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-cirinya: a. Mampu berpikir alternatif

(8)

e. Memikirkan cara hidup

f. Penyesuaian terhadap situasi dan peranan

Tingkat keempat, adalah tingkat seksama (conscientious). Ciri-cirinya:

a. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal

b. Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan c. Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri

maupun orang lain.

d. Sadar akan tanggung jawab

e. Mampu melakukan kritik dan penilaian diri f. Peduli akan hubungan mutualistik

g. Memiliki tujuan jangka panjang

h. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial i. Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analistis Tingkat kelima, adalah tingkat individualitas. Ciri-cirinya: a. Peningkatan kesadaran individualitas

b. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan

c. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain d. Mengenal eksistensi perbedaan individual

(9)

h. Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan

b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri dan orang lain

c. Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial d. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan e. Toleran terhadap ambiguitas

f. Peduli akan pemahaman diri (self-fulfilment)

g. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal h. Responssif terhadap kemandirian orang lain

i. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain

j. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan penuh keceriaan

Sedangkan menurut Mujiman (2011:10) ciri-ciri kemandirian adalah sebagai berikut:

a. Penahapan: ada 5 penahapan dalam belajar mandiri, yaitu tahap masuknya rangsangan yang menarik perhatian pembelajar, tahap tumbuhnya niat untuk merespons rangsangan, tahap pembuatan keputusan atau tahap penumbuhan motivasi, tahap pelaksanaan tindakan belajar, dan tahap evaluasi

(10)

Pada tahap ini pembelajar menerima rangsangan dari dalam ataupun dari luar dirinya yang berupa masalah untuk dipecahkan, atau kebutuhan untuk dipenuhi.

Tahap tumbuhnya niat belajar untuk menguasai kompetensi

Niat belajar timbul apabila pembelajar tertarik kepada bahan yang diajarkan oleh instruktur

Tahap pembuatan keputusan

Memiliki niat untuk belajar belum menjamin pembelajar akan melakukan kegiatan belajar

Tahap melaksanakan keputusan

Bila jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu positif, ia akan memutuskan untuk belajar.

Tahap evaluasi

Setelah keputusan untuk belajar (atau tidak belajar) dijalankan, pembelajar melakukan evaluasi

b. Piramid tujuan: Telah disinggung di atas bahwa dalam belajar mandiri terbentuk struktur tujuan belajar berbentuk piramid.

c. Sumber dan media belajar: Belajar mandiri dapat menggunakan berbagai sumber dan media belajar.

(11)

e. Waktu belajar: Belajar mandiri dapat dilaksanakan disetiap waktu yang dikehendaki pembelajar, di antara waktu yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain.

f. Tempo dan irama belajar: Kecepatan belajar dan intensitas kegiatan belajar ditentukan sendiri oleh pembelajar sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kesempatan yang tersedia.

g. Cara belajar: Pembelajar memiliki cara belajar yang tepat untuk dirinya sendiri.

h. Evaluasi hasil belajar: Evaluasi hasil belajar mandiri dilakukan oleh pembelajar sendiri.

i. Refleksi: Refleksi merupakan penilaian terhadap proses pembelajaran yang telah dijalani.

j. Konteks sistem pembelajaran: Dengan mengingat batasan belajar mandiri yang telah dikemukakan, konteks sistem belajar dimana pembelajar mandiri melakukan kegiatan belajarnya dapat berupa sistem pendidikan tradisional ataupun sistem-sistem lain yang lebih progresif.

k. Status konsep belajar mandiri: Konsep belajar mandiri, memberikan latihan kemampuan belajar mandiri kepada para siswanya.

d. Fungsi Kemandirian

(12)

1. Menyadari bahwa hubungan antara pengajar dengan dirinya tetap ada, namun hubungan tersebut diwakili oleh bahan ajar atau media belajar

2. Mengetahui konsep belajar mandiri

3. Mengetahui kapan ia harus minta tolong, kapan ia membutuhkan bantuan atau dukungan

4. Mengetahui kepada siapa dan dimana ia dapat atau harus memperoleh bantuan/dukungan

Peneliti menyimpulkan bahwa kemandirian dalam belajar dapat meningkatkan kedisiplinan siswa dalam mengatur kegiatan belajar yang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah dibuat siswa, selain itu juga dapat memacu siswa dalam mengeksplor kemampuan yang dimiliki.

Upaya-upaya pengembangan kemandirian peserta didik Desmita (2009:190)

1. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai

2. Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah

3. Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan, mendorong rasa ingin tahu mereka

(13)

2. Pengertian Belajar

Belajar menurut Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya

Belajar menurut Sagala (2010:13) terjadi bila tampak tanda-tanda bahwa perilaku manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran. Perhatian utama dalam belajar adalah perilaku verbal dari manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran. Perhatian utama dalam belajar adalah perilaku verbal dari manusia, yaitu kemampuan manusia untuk menangkap informasi mengenai ilmu pengetahuan yang diterimanya dalam belajar.

Belajar menurut Smith et al. (1986:197)

We define learning as a change in behavior or a potential behavior that occurs as a result of experience. the learning is actually a construct referring to some hypothesized change that occurs within the organism as the result of experience. We can't see this internal process; all we can see is some change in performence. Jadi Smith et al. (1986:197) mendefinisikan belajar sebagai perubahan dalam perilaku atau perilaku potensial yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman. pembelajaran sebenarnya adalah membangun mengacu pada beberapa perubahan hipotesis yang terjadi dalam organisme sebagai hasil pengalaman, yang tidak bisa melihat proses internal, akan tetapi bisa dilihat dengan beberapa perubahan dalam kinerja.

(14)

terus-menerus, bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi. Sedangkan belajar menurut Syah (2010: 90) adalah sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif

Berdasarkan pendapat para pakar seperti telah disebutkan pada awal penjelasan tentang belajar, maka peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri manusia berdasarkan suatu pengalaman-pengalaman dalam diri manusia dari suatu pembelajaran yang dilakukan, mampu menangkap segala bentuk informasi ilmu pengetahuan yang diterima dalam belajar.

3. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi dan Prestasi Belajar Pengertian Prestasi belajar

(15)

manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan manusia.

Prestasi belajar Ahmadi dan Supriyono (2004:138) yang dicapai seseorang individu merupakan hasil interaksi antara beberapa faktor yang mempengaruhi baik dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya Tes prestasi belajar

Tes Prestasi Belajar menurut Benyamin S. Bloom dkk. (Azwar, 2009: 8) membagi kawasan belajar yang mereka sebut sebagai tujuan pendidikan menjadi tiga bagian yaitu kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotor.

Azwar (2009:9) Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap performansi maksimal subjek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal di kelas, tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian masuk perguruan tinggi.

(16)

Komponen dalam melakukan evaluasi yaitu memilih dan membangun dan mengelola jumlah instrumen serta informasi yang dibutuhkan menjadi sebuah prestasi menjadi sebuah instrumen yang menjadi acuan dalam menentukan program yang akan dievaluasi.

Morris dan Gibbon (1966:11) The Prespective of the Formative Evalutor, the formative evaluator’s major responsibility concerning achievement is to make progress checks throughout the course of the program and to ensure that students are learning what is expected and keeping to the anticipated pace.

Menurut Morris dan Gibbon (1966:11) Para prespektif dari Evalutor Formatif, memiliki tanggung jawab utama sebagai evaluator formatif anak tentang prestasi yaitu untuk membuat cek kemajuan sepanjang perjalanan program dan untuk memastikan bahwa siswa belajar sesuai dengan yang diharapkan dan mempertahankan laju prestasi dan dapat diantisipasi hal-hal yang mengganggu laju prestasi. Target utama dari informasi ini adalah staf program dan perencana. Karena keseriusan mereka dalam program ini yang menentukan, anggota staf biasanya tidak bersikeras demonstrasi keunggulan teknis instument, namun akan membuktikan keberhasilan instrumen melalui tindakan.

(17)

Dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah prestasi belajar IPS, adalah hasil belajar IPS yang diukur melalui tes pada materi kepahlawanan dan patriotisme. Prestasi belajar dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Jadi dapat disimpulkan prestasi belajar IPS, adalah prestasi belajar yang diperoleh siswa selama melakukan tes dari materi yang diajarkan oleh guru, dan hasilnya berupa nilai atau angka.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Prestasi belajar yang dicapai seseorang individu menurut Ahmadi dan Supriyono (2004:138) merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi sebaik-baiknya.

Faktor internal:

1. Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.

2. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh yang terdiri atas:

a. Faktor Interaktif yang meliputi:

1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.

(18)

b. Faktor non interaktif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

3. Faktor kematangan fisik maupun psikis. Yang tergolong faktor eksternal, ialah: 1. Faktor sosial yang terdiri atas:

a. Lingkungan keluarga b. Lingkungan sekolah c. Lingkungan masyarakat d. Lingkungan kelompok

2. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.

3. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim 4. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan

Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar.

4. Pengetian Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu sosial menurut The leading national association of social studies education profesionals in the National Council for the Social Studies (NCSS). In November 1992 the House of Delegates of the NCSS adopted the definition of the field (Minuts of the 36th Delegate Assembly." 19903), Savage dan Armstrong (1996:9)

(19)

well as appropiate content from the humanities, mathematies, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse democratic society in a interdependent world. (p194)

Nasional asosiasi terkemuka pendidikan studi profesionals di Dewan Nasional untuk Ilmu Sosial (NCSS) sosial. Pada November 1992 Dewan Delegasi dari NCSS mengadopsi definisi lapangan (minuts Majelis Delegasi 36 "19903), Savage dan Armstrong (1996: 9)

Ilmu sosial adalah studi terintegrasi dari ilmu sosial dan humaniora untuk mempromosikan kompetensi kewarganegaraan. Dalam program sekolah, studi sosial menyediakan terkoordinasi. Studi Syistematic gambar pada discriplines seperti antropology, archaeologhy, ekonomi, geografi, hukum sejarah, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, serta konten-konten sesuai jika dari humaniora, mathematies, dan ilmu alam. Tujuan utama dari penelitian sosial adalah untuk membantu kaum muda mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan informasi dan beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga suatu masyarakat demokratis beragam budaya dalam dunia yang saling tergantung. (p194)

Istilah “Ilmu Pengetahuan Sosial”, disingkat IPS menurut Sapriya (2011:19), merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik

dengan istilah “Social Studies” dalam kurikulum persekolahan di negara

lain. Nama “IPS” yang lebih dikenal social studies di negara lain

(20)

Menurut Sapriya (2011:48) ilmu pengetahuan sosial pada hakekatnya dapat dipandang dari segi pengetahuan (Knowladge), ketrampilan (skiills) dan dimensi nilai dan sikap (values and attitudes), dimensi tindakan (action). Keempat dimensi tersebut bersifat saling terkait. Yang berarti bahwa proses belajar mengajar IPS seharusnya mengandung keempat dimensi IPS tersebut. Dimensi yang telah disebutkan antara lain :

IPS sebagai pengetahuan (Knowladge) yaitu IPS sebagai pengetahuan mencakup (1) fakta, (2) konsep, dan (3) generalisasi yang dipahami oleh siswa, dalam pembelajaran IPS. IPS sebagai ketrampilan (skiills) yaitu ketrampilan meneliti, ketrampilan berpikir, ketrampilan berpartisipasi sosial dan ketrampilan berkomunikasi. IPS sebagai nilai dan sikap (values and attitudes) yaitu seperangkat keyakinan atau prinsip perilaku yang telah mengabdi dalam diri seseorang atau kelompok masyarakat tertentu yang terungkap ketika berfikir atau bertindak. IPS sebagai dimensi tindakan (action) yaitu percontohan kegiatan dalam memecahkan masalah, berkomunikasi dengan anggota masyarakat, pengambilan keputusan.

(21)

5. Pembelajaran IPS di SD

Pembelajaran IPS di SD meliputi beberapa bidang kajian salah satunya yaitu Kepahlawanan dan Patriotisme menurut Indrastuti dkk. (2010:85) sebagai berikut:

Kepahlawanan merupakan sikap yang mencontoh sifat-sifat pahlawan seperti berani, rela berkorban dan siap berjuang demi bangsa dan negara. Patriotisme merupakan sikap rela berkorban demi tanah air Indonesia.

Sikap kepahlawanan dan patriotisme hendaknya membekas di dalam jiwa kita dan tampak dalam perilaku kita sehari-hari. Sikap kepahlawanan dan jiwa patriotisme mengandung nilai-nilai sebagai berikut:

a. Keberanian

Merupakan modal dasar para tokoh pejuang kita dalam melawan penjajah.

b. Kebenaran

Para pejuang berjuang untuk membela kebenaran demi kepentingan bangsa dan negara.

c. Cinta Tanah Air

(22)

d. Rela berkorban

Semangat rela berkorban para pejuang tidak diragukan lagi, merka rela mengorbankan harta benda, jiwa, dan raganya.

e. Ketegasan

Ketegasan sangat penting dalam menerapkan semangat patriotisme dalam berjuang, ketegasan berdasarkan kebenaran dan keadilan.

f. Pantang Menyerah

Para pejuang gigih dan pantang menyerah dalam melakukan perjuangan, semangat perjuangan terus dilakukan tanpa putus asa.

g. Bertanggung jawab

Sikap bertanggung jawab telah dibuktikan oleh para pejuang selama melakukan perjuangan.

Materi Kepahlawanan dan Patriotisme

Standar Kompetensi : 1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi

Kompetensi Dasar : 1.6. Meneladani kepahlawan-an dan patriotisme tokoh-tokoh di lingkung-annya

Indikator :

(23)

Memberi contoh rela berkorban dalam kehidupan sehari-hari Menjelaskan sikap positif terhadap para pahlawan dalam membela bangsa dan negara

Menghargai para pahlawan bangsa dengan memingingat jasa-jasa mereka

6. Cooperative Learning

a. Pengertian Cooperative Learning

Cooperative Learning menurut Borich (2011:364) Cooperative learning instills in learners important behaviors that prepare them to reason and perform in an adult world (Greeno,2006: Jacobs, power, & Loh, 2002; Johnson, 2005)

Pembelajaran kooperatif dalam perilaku pada peserta didik penting, karena untuk mempersiapkan mereka tampil dalam dunia orang dewasa (Greeno, 2006:Jacobs, listrik, & Loh, 2002; Johnson, 2005).

Pembelajaran kooperatif Kunandar (2009:359) adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang saling menimbulkan permusuhan.

(24)

mempersiapkan pada anak untuk terampil dalam menuju kedewasaannya.

b. Komponen dalam cooperative learning activity menurut Borich (2011:365)

Teacher-Student Interaction. One purpose of teacher-student interaction during cooperative learning is to promote independent thinking.The cooperative classroom focus on getting learners to think for themselves,independently of the text. Guru-Siswa Interaksi. Salah satu tujuan dari interaksi guru-siswa selama pembelajaran kooperatif adalah untuk mendorong pemikiran mandiri. Fokus koperasi kelas untuk mendapatkan peserta didik untuk berpikir sendiri, terpisah dari teks. Jadi dalam pembelajaran kooperatif lebih ditekankan pada kemampuan siswa untuk mempunyai gagasan sendiri yang tidak tergantung lagi pada buku teks.

Student-Student Interaction. Interaction among students in

cooperative learning groups is intense and prolonged, In

cooperative learning groups, students gradually take

responsibility for each other's learning.

(25)

Task specialization and materials. Cooperative learning

typically uses task specialization, or division of labor, to break a

large task into smaller subparts on which separate groups work

Tugas spesialisasi dan bahan, Pembelajaran kooperatif biasanya menggunakan spesialisasi tugas, atau pembagian kerja, untuk memecah tugas besar menjadi lebih kecil yang sub-bab kelompok terpisah bekerja. Jadi dalam pembelajaran kooperatif ada pembagian tugas pada masing-masing anggota kelompok, agar tugas menjadi lebih ringan dalam pengerjaan.

Role expectations and responsibilities. The success of a

cooperative learning activity depends on your communication of

role expectations and responsibilities and your modeling of

them

Peran dan tanggung jawab harapan. Keberhasilan kegiatan

pembelajaran kooperatif tergantung pada komunikasi, harapan peran dan tanggung jawab dan pemodelan yang akan diberikan pada peserta didik. Jadi guru harus kreatif dalam memberikan suatu rancangan pembelajaran, agar dapat mengaktifkan semua siswa sehingga siswa mengetahui tugas-tugasnya masing-masing.

Unsur-unsur pembelajaran kooperatif menurut Kunandar (2009:359) a. Saling ketergantungan positif

(26)

b. Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog c. Akuntabilitas Individual

Meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok, tetapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap suatu materi pembelajaran dilakukan secara individual

d. Ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi

Pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi

c. Ciri-ciri Cooperative Learning

Bannet (Isjoni, 2012: 60) lima unsur dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok yaitu:

1. Possitive Interdepence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya.

(27)

hubungan timbal balik yang bersifat positif sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran.

3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok sehingga siswa termotivasi untuk membantu temannya, karena tujuan dalam pembelajaran kooperatif adalah menjadikan setiap anggota kelompoknya menjadi lebih kuat pribadinya.

4. Membutuhkan keluwesan, sikap siswa atau perilaku bersama kadang-kadang harus diperhatikan guru atau membantu diantara sesama, dalam struktur kerjasama yang teratur di dalam kelompoknya yang terdiri dari dua orang atau lebih yang keberhasilan kerjanya sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

5. Meningkatkan ketrampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok), yaitu tujuan terpenting yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran kooperatif adalah siswa belajar ketrampilan bekerjasama dan berhubungan ini adalah ketrampilan yang penting dan sangat diperlukan dalam masyarakat.

(28)

1. Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa

Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar

2. Menyajikan Informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

3. Mengorganisasi Siswa ke Dalam Kelompok-kelompok Belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

4. Membimbing Kelompok Bekerja dan Belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

5. Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil belajarnya. 6. Memberikan Penghargaan

(29)

7. Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) a. Pengertian Numbered Heads Together (NHT)

Teknik belajar mengajar kepala bernomor (Numbered Heads) dikembangkan oleh Spencer Kagon (Lie, 2008: 59). Teknik ini memberikan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini biasa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagen (Kunandar, 2009: 368) dengan melibatkan para siswa dalam meriview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pembelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas.

Model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama, Trianto (2011:82) adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Heads Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh

(30)

Pembelajaran dengan menggunakan metode Numbered Heads Together diawali dengan Numbering menurut Suprijono (2011:92). Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Berilah kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Head Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

b. Langkah-langkah Numbered Heads Together (NHT)

Menurut Spencer Kagen (Kunandar, 2009: 368) sebagai berikut:

(31)

2. Langkah 2: Pengajuan pertanyaan (Questioning), yaitu guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. 3. Langkah 3: Berpikir bersama (Head Together), yaitu para siswa

berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut

4. Langkah 4: Pemberian jawaban (Answering), yaitu guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban utuk seluruh kelas.

Menurut Ibrahim, et al. (Taniredja dkk, 2010: 102) secara rinci, keempat langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Pendahuluan

Langkah 1: Penomoran

1. Kegiatan ini diawali dengan membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 3 sampai 5 siswa, kemudian setiap siswa diberi label nomor (antara 1 sampai 5).

2. Menginformasikan materi pelajaran yang akan dibahas serta mengaitkan dengan materi pelajaran sebelumnya.

(32)

4. Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin tahu tentang konsep-konsep materi pelajaran yang akan dibahas.

b. Kegiatan Inti

1. Langkah 2: Mengajukan pertanyaan

a. Menjelaskan materi pelajaran secara singkat b. Mengajukan pertanyaan untuk seluruh kelompok 2. Langkah 3: Berpikir bersama

a. Seluruh siswa dalam kelompoknya masing-masing memikirkan jawaban pertanyaan yang diajukan guru

b. Menyatakan pendapat jawaban (bisa dalam bentuk LKS) dibawah bimbingan guru dan memastikan bahwa anggota kelompoknya sudah mengetahui jawabannya.

3. Langkah 4: Menjawab pertanyaan

a. Guru memanggil salah satu nomor dari salah satu kelompok secara acak.

b. Siswa yang dipanggil nomornya dalam kelompok yang bersangkutan mengacungkan tangannya.

c. Siswa yang dipanggil nomornya mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas dan ditanggapi oleh kelompok lain.

(33)

namun apabila jawaban masih salah maka guru memberikan penjelasan tentang jawaban yang betul.

e. Guru memberikan pujian kepada siswa atau kelompok yang menjawab betul.

c. Penutupan

1. Guru memberikan umpan balik

2. Guru membimbing siswa menyimpulkan materi pelajaran 3. Siswa diberi tugas pekerjaan rumah atau mengerjakan kuis

secara individu.

Selanjutnya dalam evaluasi hasil belajaran dan penghargaan kelompok menggunakan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT), berpedoman penilaian dalam STAD dengan

langkah-langkah menurut Slavin (2009:159) sebagai berikut: 1. Skor Peningkatan

a. Langkah 1: Menetapkan skor dasar

Setiap siswa diberikan skor berdasarkan skor-skor kuis yang lalu.

b. Langkah 2: Menghitung skor kuis terkini

Siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan dengan pelajaran terkini.

c. Langkah 3: Menghitung skor peningkatan

(34)

atau melampaui skor dasar mereka dengan menggunakan skala yang ditentukan pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Skala Poin Kemajuan

No Skor tes terkini Skor 5 Pekerjasama sempurna (tanpa

memperlihatkan skor dasar)

30 poin

2. Penghargaan skor tim/kelompok

Langkah 1: Penentuan skor tim/kelompok

Skor tim dihitung dengan menambahkan skor peningkatan tiap-tiap individu anggota tim membagi dengan jumlah anggota tim tersebut.

Langkah 2: Penghargaan atas prestasi tim

(35)

Tabel 2.2 Penghargaan Kelompok

Rata-rata tim Penghargaan

0-5 -

6-15 Tim Baik (Good Team) 16-20 Tim Hebat (Greet Team) 21-30 Tim Super (Super Team)

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budiarti Fauziah (2011) yang berjudul Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar IPA Materi Gaya dan Gerak melalui cooperative learning tipe NHT (Numbered Heads Together) bahwa dari pertemuan awal pada siklus 1 sampai dengan

(36)

Perbedaan dari penelitian Budiarti Fauziah (2011), dengan penelitian yang akan saya lakukan yaitu, penelitian Budiarti Fauziah (2011), variabel yang ditingkatkan yaitu motivasi dan pretasi dengan model pembelajaran cooperative learning tipe NHT (Numbered Heads Together). Sedangkan yang

akan saya tingkatkan yaitu terdiri dari dua variabel juga hanya saja yang ditingkatkan yaitu, karakter kemandirian belajar dan prestasi belajar menggunakan model cooperative learning tipe NHT (Numbered Heads Together).

Penelitian Budiarti Fauziah (2011), menggunakan angket untuk pengumpulan data non tes dalam menilai motivasi belajar siswa. Sedangkan dalam penelitian yang akan saya lakukan untuk data non tes menggunakan skala sikap untuk menilai kemandirian belajar siswa. Penelitian Budiarti Fauziah (2011), menggunakan data non tes berupa wawancara yang dilakukan pada siswa di akhir siklus II. Sedangkan dalam penelitian yang akan saya lakukan, alat pengumpul data non tes wawancara dilakukan pada guru dan siswa dilakukan di akhir siklus I dan siklus II.

(37)

dalam menjawab soal dilakukan dengan maju ke depan dan meletakan jawaban pada pohon ilmu, sehingga kemandirian belajar siswa akan lebih mudah terlihat. Tak lupa saya juga Penelitian yang akan saya lakukan juga memberikan penghargaan berupa poin jamur pada setiap siswa yang dapat menjawab soal LKS dengan benar, sehingga akan memacu kemandirian siswa dalam menjawab soal LKS sesuai dengan nomor yang diperoleh.

C. Kerangka Berpikir

Kemandirian merupakan faktor yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, dan dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Pada umumnya siswa dalam belajar diperlukan kemandirian terkait dengan jam belajar di sekolah yang sedikit sedangkan materi yang harus dikuasai siswa cukup banyak. Maka siswa dituntut belajar dengan mandiri, sehingga akan meningkatkan pengetahuan siswa dan prestasi belajar siswapun akan meningkat. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku berdasarkan hasil pengalamannya, baik hasil pengalaman sendiri ataupun hasil pengalaman interaksi dengan lingkungannya. Agar prestasi belajar baik maka dibutuhkan kemandirian dalam belajar, maka kemandirian belajar siswa harus selalu ditingkatkan, karena kemandirian dan presatsi belajar memiliki hubungan yang saling berkaitan.

(38)

mengajar, yang salah satunya dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar yang digunakan guru.

Numbered Heads Together merupakan salah satu tipe cooperative

learning. Pembelajarannya siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil,

yang kemudian bekerjasama dalam satu kelompok untuk menelaah materi yang telah diajarkan oleh guru dan mengecek sejauh mana tingkat pemahaman siswa terkait dengan materi yang telah diajarkan, siswa saling bekerjasama secara cooperative dalam satu kelompok untuk memecahkan soal berdasarkan dengan materi yang telah diajarkan guru. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan kurang, bila perlu juga berdasarkan pada ras, suku, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda.

Kegiatan belajar menggunakan model pembelajaran ini membuat siswa senang dalam mengikuti pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kemandirian siswa dalam belajar, sehingga siswa akan dapat belajar sendiri tanpa harus bertumpu pada guru, terutama mata pelajaran IPS yang nantinya akan meningkatkan prestasi belajar siswa tersebut.

(39)

sikap kemandirian untuk melihat tingkat kemandirian siswa dalam belajar, dari hasil tersebut dapat dilihat peningkatan kemandirian belajar siswa dan prestasi belajar siswa.

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis merupakan suatu hasil sementara dari suatu permasalahan yang akan dipecahkan. Berdasarkan kerangka berpikir di atas, hipotesis tindakan kelas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melalui pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan kemandirian belajar IPS pada materi Kepahlawanan dan Patriotisme bagi siswa kelas IV SD Negeri 2 Pageralang.

Gambar

Tabel 2.1 Skala Poin Kemajuan
Tabel 2.2 Penghargaan Kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan berdasarkan kondisi fisik alami lokasi penelitian yang dianalisis berdasarkan parameter kajian bahaya kebakara hutan dan

(2) Di KJA Gundil Situbondo prevalensi ektoparasit pada ikan Kerapu Cantang yaitu Benedenia sebesar 100% dan Dactylogyrus sebesar 0% serta intensitas ektoparasit

Dengan  diterbitkannya  kepufusan  ini,  maka  Keputusan  Rektor  Nomer  129/SK/KOllPP/2006  tentang  Penyelenggaraan  Program  Jalur  Cepat  pada  Pendidikan 

Apa yang Anda lakukan ketika tidak mempunyai uang untuk bermain

BERBAHAN MOCAF, BIT DAN KOLANG-KALING ” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan

Dari data yang didapat, penulis mencoba untuk menganalisa hal-hal apa saja yang mempengaruhi kepuasan konsumen dalam memilih Alfamart Minimarket dengan menggunakan 8 dimensi

Tengki ketika musim kemarau yang disediakan untuk satu dusun. Akan tetapi ketika musim hujan air yang digunakan untuk kehidupan. sehari-hari adalah air hujan.. Kondisi Demografis

Namun siapa saja yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah yang menimpa umat terdahulu, seperti