• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Penunggu Pasien - Indrio Budi Bagus Laksono BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Penunggu Pasien - Indrio Budi Bagus Laksono BAB II"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Perilaku Penunggu Pasien

Perilaku adalah respon atau reaksi orang terhadap rangsangan atau

stimulus dari luar (Notoatmodjo, 2003). Perilaku adalah Pengumpulan dari

pengetahuan, sikap, dan tindakan, sedangkan sikap merupakan reaksi

seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar dan dari dalam dirinya

perubahan perilaku dalam seseorang dapat terjadi melalui proses belajar

(Sarwono, 1999).

Dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia dapat dikelompokkan

menjadi 3 macam, yaitu perilaku dalam bentuk pengetahuan, bentuk sikap, dan

bentuk tindakan nyata. Perbuatan ketiga bentuk perilaku itu dikembangkan

berdasarkan tahapan tertentu yang dimulai dari pembentukan pengetahuan

(kognitif), sikap (afektif), dan ketrampilan (psikomotor), yang dalam proses

pendidikan kesehatan menjadi pola perilaku baru.

1. Teori Perubahan Perilaku.

Menurut Notoadmodjo (2003), teori-teori yang berhubungan dengan

perubahan perilaku antara lain:

a. Teori stimulus organisme (SOR).

Teori ini di dasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perilaku

tergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan

(2)

b. Teori Festinger (disonance theory).

Teori ini berkonsep imbalance concep (tidak seimbang), yang berarti

keadaan cognitive dissonance (ketidakseimbangan) psikologis yang

diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai

keseimbangan kembali. Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena

dalam individu terdapat dua elemen kognisi yang saling bertentangan,

yakni pengetahuan, pendapat.

c. Teori fungsi

Teori ini menyatakan bahwa perubahan perilaku tergantung pada

kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan

perubahan perilaku seseorang adalah stimulus yang dapat dimengerti

dalam konteks kebutuhan orang tersebut

d. Teori Kurt Lewin

Teori ini menyatakan bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang

seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong driving process dan

kekuatan-kekuatan penahan restaining forcess. Perilaku ini dapat

berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan

tersebut di dalam diri seseorang sehingga ada 3 kemungkinan terjadi

perubahan perilaku pada diri seseorang, yaitu:

1) Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat.

2) Kekuatan-kekuatan penahan menurun.

3) Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan

(3)

2. Faktor-faktor perilaku.

Notoatmodjo (2003), dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor predisposisi,

faktor pendukung dan faktor penguat.

a. Faktor predisposisi (predisposing factor).

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor yang

mempermudah terjadinya perilaku seseorang antara lain:

1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indra yaitu penglihatan, penginderaan, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2003). Tingkatan pengetahuan dalam domain

kognitif menurut Notoatmodjo (2003) meliputi:

a) Tahu (know).

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali recall sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu

(4)

b) Memahami (comprehension)

Memahami merupakan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara besar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan.

c) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya real.

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai sebagai aplikasi atau

penggunaan metode dalam situasi nyata.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e) Sintesis (syntesis)

Sintesis ini menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

(5)

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2) Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku tertutup.

Sikap itu masih merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang

terbuka sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

(Notoatmodjo, 2003).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan :

a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap.

c) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

(6)

d) Bertanggung jawab ( responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3) Kepercayaan

Kepercayaan sering atau diporoleh dari orang tua. Seseorang

menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu.

4) Nilai

Nilai-nilai di dalam masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup

yang pada umumnya disebut kebudayaan ini terbentuk dalam waktu

yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama.

b. Faktor-faktor pemungkin (enamblingfactor).

Faktor ini yang terwujud dalam lingkungan fisik , ketersediaan

sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya :

air bersih , tempat buang sampah , tempat buang tinja, ketersediaan

makanan bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan

kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit , poliklinik , posyandu ,

polindes ,posobat desa ,dokter atau bidan swastadan sebagainya. Untuk

mendukung perilaku hidup sehat.

c. Faktor- faktor penguat (reinforcing factor).

Faktor ini yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas

kesehatan, atau petugas yang lain, yang kelompok referensi dari perilaku

(7)

bentuk pelatihan bagi tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas

kesehatan agar sikap dan perilaku petugas atau tokoh agama dan tokoh

masyarakatdapat menjadi teladan, contoh, atau acuan bagi masyarakat

tentang hidup sehat (berperilaku hidup sehat). (Notoatmodjo, 2003)

3. Bentuk-bentuk perubahan perilaku.

Menurut Notoatmodjo (2003), bentuk perubahan perilaku sangat

bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam

pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO, perubahan perilaku dapat

dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

a. Perubahan alamiah (Natural change).

Perilaku manusia selalu berubah, sebagai perubahan ini disebabkan

karena kejadian alamiah.

b. Perubahan terencana (Planned change).

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh

subyek.

c. Kesediaan untuk berubah (Readdiness to change).

Kesediaan seseorang untuk menerima inovasi, baik secara cepatmaupun

perlahan dapat terjadi karena kesediaan seseorang untukberubah.

4. Perilaku Kesehatan.

Perilaku kesehatan adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi

individu dengan lingkungan, khusunya menyangkut pengetahuan dan sikap

tentang kesehatan, serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

(8)

respon seseorang (organisne) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan

minuman serta lingkungan (Notoatmodjo, 2002).

5. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku.

Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk

menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya

pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui

bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau

mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang

lain, kesadaran masyarakat diatas disebut kesadaran atau pengetahuan

masyarakat tentang kesehatan. Lebih dari itu, pendidikan kesehatan pada

akhirnya bukan hanya mencapai kesehatan pada masyarakat saja, namun

yang lebih penting adalah mencapai perilaku kesehatan. Kesehatan bukan

hanya diketahui atau didasari knowledge dan disikapi attitude melainkan

harus dikerjakan atau dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari practice

(Notoatmodjo, 2003).

B.Pendidikan Kesehatan.

1. Definisi pendidikan kesehatan.

Pendidikan kesehatan adalah proses membuat orang mampu

meningkatkan kontrol dan memperbaiki kesehatan individu. Kesempatan

(9)

tentang kesehatan dan melakukan perubahan-peubahan secara sukarela

dalam tingkah laku individu (Entjang, 1991).

Menurut Effendi (1997), pendidikan kesehatan merupakan sejumlah

pengalaman yang pengaruh menguntungkan secara kebiasaan, sikap dan

pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan perseorangan,

mayarakat dan bangsa. Kesemuannya ini, dipersiapkan dalam rangka

mempermudah diterimannya secara sukarela perilaku yang akan

meningkatkan dan memelihara kesehatan. Unsur program kesehatan dan

kedokteran yang didalamnya terkandung rencana untuk merubah perilaku

perseorangan dan masyarakat dengan tujuan untuk membantu tercapainya

program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan peningkatan

kesehatan.

Dapat dirumuskan bahwa secara konsep, pendidikan kesehatan adalah

upaya untuk mempengaruhi, dan atau mempengaruhi orang lain, baik

individu, kelompok, atau masyarakat, agar melaksanakan perilaku hidup

sehat.Sedangkan secara operasional, pendidikan kesehatan merupakan suatu

kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan

praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka

sendiri(Notoatmodjo, 2003).

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan.

Pendidikan kesehatan memiliki beberapa tujuan antara lain pertama,

tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam

(10)

aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kedua,

terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga dan masyarakat yang

sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan social sehingga

dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian. Ketiga, menurut WHO

tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku perseorangan

dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan (Suliha, 2002).

Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang mampu

menerapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri, mampu memahami apa

yang dapat mereka lakukan terhad apa masalahnya, dengan sumber daya

yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar, dan mampu

memutuskan kegiatan yang tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat

dan kesejahteraan masyarakat (Mubarak, 2009).

Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dan WHO,

tujuan pendidikan kesehatana dalah meningkatkan kemampuan masyarakat

untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik secara fisik,

mental dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial,

pendidikan kesehatan disemua program kesehatan, baik pemberantasan

penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan

kesehatan, maupun program kesehatan lainnya (Mubarak, 2009).

Pendidikan kesehatan mencuci tangan pada penunggu pasien yang

ada pada rumah sakit tersebut tujuannya adalah agar penunggu pasien bisa

cuci tangan memakai sabun dengan benar, memperoleh pengetahuan dan

(11)

perilaku mencuci tangan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan

fisik, mental, dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi maupun

sosialnya.

3. Metode Pendidikan Kesehatan.

Penyampaian pendidikan kesehatan harus menggunakan cara tertentu,

materi juga harus disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat bantu

pendidikan disesuaikan agar dicapai suatu hasil yang optimal. Untuk sasaran

kelompok, metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran

individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda dengan sasaran

individual dan sebagainya.

a. Metode pendidikan individu.

Dalam pendidikan kesehatan, metode pendidikan yang bersifat

individual ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau seseorang

yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi.

Bentuk pendekatan antara lain:

1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling).

Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif,

setiap masalah yang duhadapi oleh klien dapat dikorek, dan dibantu

penyelesaiannya

2) Interview (wawancara).

Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali

informasi mengapaia tidak atau belum menerima perubahan, untuk

(12)

mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum

maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam.

b. Metode pendidikan kelompok.

Dalam memilih pendidikan kelompok, harus mengingat besarnya

kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk

kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok kecil.

Efektivitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran

pendidikan.

1. Kelompok besar, penyuluhan lebih dari 15 orang, dengan metode

antara lain :

a) Ceramah : metode yang baik untuk sasaran yang berpendidikan

tinggi maupun rendah.

b) Seminar : metode ini sangat cocok untuk sasaran kelompok besar

dengan pendidikan menengah keatas. Seminar adalah suatu

penyajian (presentasi) dari satu ahli dari beberapa ahli tentang

suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat

dimasyarakat.

2. Kelompok kecil, apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang.

Metode-metode yang cocok yaitu diskusi kelompok, curah pendapat

(brainstorming), bola salju (snowballing), kelompok kecil

(bruzzgroup), memainkanperanan (role play) dan permainan simulasi

(13)

c. Metode pendidikan masa.

Metode pendidikan (pendekatan) massa untuk mengkomunikasikan

pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya

masa atau publik, maka cara yang paling tepat adalah pendekatan massa.

Tanpa membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status

social, tingkat pendidikan dan sebagainya.

Pada umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung.

Biasanya mengguanakan atau melalui media massa. Beberapa contoh

metode antar alain ceramah umum (publicspesking), pidato-pidato

diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun

radio, simulasi, tulisan-tulisan dimajalah atau Koran dan

billboardyangdipasangdipinggirjalan,spandukposterdansebagainya

(Notoatmodjo, 2005).

4. Alat bantu atau media pendidikan kesehatan.

Menurut Syaiful Sagala (2011) metode demonstrasi adalah

pertunjukkan tentang suatu proses atau benda sampai pada penampilan

tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh

peserta secara nyata atau tiruan. Peragaan suatu proses dapat dilakukan oleh

guru sendiri atau dibantu beberapa peserta dapat pula dilakukan oleh

sekelompok peserta.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Demonstrasi

Setiap metode yang digunakan untuk pembelajar terdapat kelebihan

(14)

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain ( 2010 ), metode demonstrasi

mempunyai kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut :

a. Kelebihan Metode Demonstrasi

1) Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkrit,

sehingga menghindari verbalisme.

2) Peserta lebih mudah memahami apa yang dipelajari.

3) Proses pengajaran lebih menarik.

4) Peserta dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara

teori dengan kenyataan, dan mencobanya melakukannya sendiri.

b. Kekurangan Metode Demonstrasi

1) Metode ini memerlukan keterampilan Observer secara khusus,

karena tanpa ditunjang dengan hal itu, pelaksanaan demonstrasi

akan tidak efektif.

2) Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak

selalu tersedia dengan baik.

3) Demonstrasi memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang

di samping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin

terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain.

Media pendidikan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan,

alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan.

(15)

saluran (channel) untuk menyampaikan informasi kesehatan dan karena

alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan

kesehatan bagi masyarakat dan klien (Notoatmodjo, 2003).

Salah satu tujuan menggunakan alat bantu yaitu menimbulkan minat,

mencapai sasaran yang banyak, merangsang sasaran pendidikan untuk

meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain, untuk

mempermudah penyampaian, penerimaan informasi oleh sasaran

pendidikan, mendorong keinginan orang untuk mengetahui dan menegakkan

pengertian yang diperoleh (Notoatmodjo, 2003).

Menurut para ahli, indera indra yang paling banyak menyalurkan

pengetahuan kedalam otak adalah mata. Kurang lebih 75% sampai 87% dari

pengetahuan manusia diperoleh disalurkan melalui mata. Sedangkan 13%

sampai 25% lainnya tersalur melalui indera lain. Dari sini dapat disimpulkan

bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan

penerimaan informasi atau bahan pendidikan (Notoatmodjo, 2003).

Pada garis besarnya hanya ada tiga macam alat bantu pendidikan (alat

peraga), antara lain:

a. Alat bantu melihat (visual ) yang berguna dalam membantu menstimulasi

indra mata (penglihatan) yang berguna dalam membantu pendidikan.

b. Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip dan sebagainya.

c. Alat-alat yang tidak diproyeksikan :

1) Dua dimensi, gambar peta, bagan dan sebagainya.

(16)

3) Alat-alat bantu dengar, yaitu alat dapat membantu untuk

menstimulasikan indera pendengar pada waktu proses penyampaian

bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya : piring hitam, radio, pita

suara dan sebagainya.

4) Alat bantu lihat dengar, seperti TV dan video cassette. Alat-alat bantu

pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA)

(Notoatmodjo,2003).

C.Mencuci Tangan.

1. Definisi cuci tangan.

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu

secaramekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air.

Kesehatan dan kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah

mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta

meminimalisasi kontaminasi silang (Tietjen, 2004).

2. Jenis Cuci Tangan

a. Cuci Tangan Biasa

Cuci tangan biasa adalah proses pembuangan kotoran dan debu secara

mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakaisabun dan air

mengalir.

b. Cuci Tangan Basah

Cuci tangan basah adalh menghilangkan kotoran, debu dan organisme

(17)

Tujuannya untuk mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme dari

kedua belah tangan. Cuci tangan bisa dengan sabun biasa dan air dan

diikuti dengan pengunaan penggosok dengan bahan dasar alkohol tanpa

air yang mengamdung klorheksidin menunjukan pengurangan yang

lebih besar pada jumlah mikrobial pada tangan (Tietjen, 2004).

Terminologi cuci tangan di bidang kedokteran diartikan sebagai

kegiatan asepsis yang mertujuan mengurangi flora transien (mikroorganisme

yang sebenarnya tidak hidup normal di bagian tubuh namun tidak patogen

pada individu dengan daya tahan tubuh baik). Terdapat dua bagian besar

mikroorganisme yang ditemukan pada kulit, yaitu mikroorganisme yang

memeng normal terdapat pada kulit dan mikroorganisme yang bersifat

kontaminan sementara. Flora residen yang merupakan flora normal kulit

mempunyai fungsi patogenik yang rendah, sedangkan flora yang transien

dikulit merupakan penyebab paling sering infeksi nosokomial akibat

transmisi silang di rumah sakit (Pittlet, 2001).

Mencuci tangan yang diduga terkontaminasi setelah merawat atau

memegang pasien dapat di lakukan dengan menggunakan berbagai materi,

diantaranya (Pittlet, 2001).

a. Sabun.

Bahan ini dapat menyingkirkan beberapa mikroba secara mekanis.

Mencuci tangan menggunakan air yang dicampur dengan sabun dapat

membantu melepaskan debu, bakteri, protein, dan sekresi minyak dari

(18)

Mencuci tangan menggunakan air panas dengan temperatur yang nyaman

dikulit terbukti lebih efektif dalam membersihkan tangan. Hal ini

disebabkan kemampuan air panas dalam melarutkan berbagai substansi

seperti debu, minyak, dan zat kimia, bukan karena kemampuan air panas

yang dapat membunuh kuman. Temperatur air yang paling efektif

membunuh kuman adalah 1000, sedangkan temperatur air paling nyaman

untuk mencuci tangan adalah sekitar 450 (Pittet, 2001).

b. Alkohol.

Alkohol memiliki aktifitas paling baik dan paling cepat dalam

membunuh bakteri dari semua jenis antiseptik. Bahan ini juga dipilih

untuk hand-rubbing dan bisa disebut desinfektan tangan tanpa air

(waterless hand desinfection). Menggosok tangan dengan alkohol baik

sebagai upaya desinfeksi tangan karena alkohol memilih spektum

antimikroba yang optimal (aktif melawan semua bakteri, virus, dan

jamur), tidak membutuhkan wastafel atau tempat khusus untuk

menggunakannya, ketersediaan mudah dan kerjanya cepat (Pittet, 2001).

3. Manfaat dari mencuci tangan.

a. Mencegah infeksi nosokomial.

Cuci tangan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit

merupakan salah satu langkah prefentif untuk mencegah infeksi

nosokomial. Mencuci tangan menggunakan sabun maupun menggunakan

pencuci tangan berbasis alkohol efektif dalam mengurangi konsentrasi

(19)

trasmisivirus dari tenaga kesehatan kepada pasien, maupun dengan

sesama tenaga kesehatandapat dicegah. Cuci tangan juga salah satu

intervensi non-farmakologis dalam mencegah penyebaran influensa

(Tietjen, 2004).

b. Mencegah penularan penyakit infeksi.

Cuci tangan merupakan cara efektif dan sederhana sebagai upaya

pencegahan penularan penyakit infeksi. Hal tersebut disebabkan cuci

tangan dapat mencegah seseorang terpajan dengan mikroorganisne

penyebab penyakit infeksi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Sandora, seorang dokter divisi penyakit menular di rumah sakit anak

Boston, menunjukan bahwa kasus diare turun hingga 59% setelah

anak-anak di rumah sakit tersebut mencuci tangan dengan menggunakan

cairanantiseptik (Tietjen, 2004).

4. Tahap cuci tangan.

Menurut WHO ada 2 metode cuci tangan yaitu Handwash dan dengan handrub, sedangkan langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

Handwash, 7 langkah yang di perlukan dalam cuci tangan adalah sebagai

berikut :

a. Bilas tangan dengan air secukupnya lalu ambil sabun dan usapkan

sampai ke telapak tangan.

b. Ratakan dengan kedua telapak tangan dan gosok telapak tangan yang

(20)

c. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari dengan berlawanan arah

bergantian

d. Gosok sela-sela jari bergantian dengan searah

e. Gosokan punggung jari dengan gerakan setengah memutar bolak balik

f. Gosok ibu jari dan sela jari telunjuk dan ibu jari bagian bawah dengan

gerakan melingkar bergantian

g. Bersihkan ujung jari dengan telapak tangan bergantian

Sedangkan langkah-langkah mencuci tangan dengan alkohol ada 7

langkah sebagai berikut :

a. Tuangkan alkohol/handscrab secukupnya sampai ke telapak tangan.

b. Ratakan dengan kedua telapak tangan dan gosok telapak tangan yang

satu dengan yang lain dua arah

c. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari dengan berlawanan arah

bergantian

d. Gosok sela-sela jari bergantian dengan searah

e. Gosokan punggung jari dengan gerakan setengah memutar bolak balik

f. Gosok ibu jari dan sela jari telunjuk dan ibu jari bagian bawah dengan

gerakan melingkar bergantian

g. Bersihkan ujung jari dengan telapak tangan bergantian.

D.Kerangka Teori

Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa perilaku seseorang dilatar

(21)

(predisposing faktor) meliputi pengetahuan (dapat diperoleh melalui

pendidikan, paparan media masa, hubungan sosial dan pengalaman), sikap,

kepercayaan, tradisi, nilai dan sebagainya, faktor yang pendukung (enabling

faktor) meliputi ketersediaan sumber-sumber atau fasilitas, faktor yang

memperkuat atau pendorong (reinforcing faktor) meliputi sikap dan perilaku

petugas atau tokoh masyarakat. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sebagai

faktor usaha intervensi perilaku mencuci tangan harus diarahkan kepada

ketigafaktor pokok tersebut.

Bagan 2.1

Sumber: Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003).

Faktor predisposisi:

1. Sikap petugas kesehatan 2. Perilaku petugas kesehatan

(22)

E.Kerangka Konsep

Wasis (2008) mengemukakan bahwa kerangka konsep adalah kerangaka

hubungan antara konsep yan ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang

akan dilakukan. Pengembangan konsep dilakukan dengan dua pendekatan yaitu

dengan melihat hubungan variabel dependen-independen dan melalui

pendekatan input-output.

Variabel dependen Variabel independen

Bagan 2.2 Kerangka Konsep.

F. Hipotesis.

Hipotesis adalah sebuah pernyataan sederhana mengenai perkiraan

hubungan antar variable-variabel yang sedang dipelajari. Hal tersebut sering

kali disebut sebagai dugaan yang diperhitungkan atau dipikirkan seperti untuk

jawaban pertanyaan studi. Dugaan tersebut harus didukung dengan teori yang

ada dan temuan riset terdahulu. Didalam pernyataan hipotesis, suatu kondisi

pendahuluan disebut sebagai variable independen dikaitkan dengan terjadinya

kondisi efek lain, disebut variable dependen ( Patricia & Arthur, 2002). Pendidikan kesehatan dengan

metode demonstrasi cuci tangan

(23)

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

Ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi cuci tangan

terhadap kebenaran cara cuci tangan penunggu pasien di Ruang Menur RSUD

Referensi

Dokumen terkait

• Untuk data dalam bentuk tabel, seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut ini, dimensi pertama array digunakan untuk menyatakan nama Program Studi dan dimensi kedua untuk

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

[r]

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Hasil Evaluasi Pencantuman ―Huruf Teratur, Tidak Berdesak-Desakan, Jelas, Mudah Dibaca; Tidak Menggunakan Latar Belakang (Gambar, Warna, Hiasan) yang Mengaburkan

mengoptimalkan hal tersebut, pemerintah Jateng dapat mengawinkan tren pariwisata syari’ah dengan basis pariwisata religi.. Namun realitasnya, walaupun kuantitas okupasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran whole brain teaching dapat meningkatkan prestasi belajar matematika

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,