• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - IZANATUL LAILY MAULIDAH BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - IZANATUL LAILY MAULIDAH BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Ketika era globalisasi menyebabkan informasi semakin mudah diperoleh, negara berkembang dapat segera meniru kebiasaan negara barat yang dianggap sebagai cermin perilaku modern. Akibatnya banyak terjadi pergeseran pola hidup dalam masyarakat, terutama bagi yang tinggal di daerah perkotaan. Perubahan pola hidup tersebut dapat terlihat dari kebiasaan masyarakat yang lebih sering mengkonsumsi makanan siap saji (fast food), memiliki kebiasaan merokok, mengkonsumsi minuman beralkohol, bekerja dengan berlebihan, kurang berolah raga, serta rentan mengalami stres (Wijayakusuma, 2005).

Adanya perubahan pola hidup yang terjadi pada masyarakat Indonesia diiringi pula dengan perubahan pola penyakit yang diderita. Bermula dari penyakit infeksi dan rawan gizi, kini mulai banyak masyarakat yang menderita penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) (Susiana, 2006).

(2)

Namun dengan adanya perubahan pola hidup yang terjadi terutama pada orang muda yang tinggal di perkotaan, pada saat ini ada kecenderungan penyakit jantung koroner dapat diderita oleh pasien dibawah usia 40 tahun. Hal ini tentu dapat menimbulkan peningkatan jumlah penderita jantung di Indonesia.

Hasil survei kesehatan nasional pada tahun 2001 menunjukkan bahwa 26,3 persen penyebab kematian adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, kemudian diikuti dengan penyakit infeksi, pernafasan, pencernaan serta kecelakaan lalu lintas (Susiana, 2006). Sementara WHO menyebutkan bahwa penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomer satu di Indonesia. Hampir satu dari lima kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tersebut. Pada tahun 2011, penyakit jantung koroner telah menyebabkan kematian 243.048 orang Indonesia. Dari setiap 100 ribu orang Indonesia yang masih hidup, rata-rata 150 orang akan meninggal karena penyakit jantung koroner per-tahunnya (Siantoro, 2014).

Kasus penyakit jantung koroner di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Hal tersebut seperti yang terjadi di RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara, dimana penderita penyakit tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2014.

(3)

Siantoro (2014) mengungkapkan bahwa penyakit jantung koroner terjadi karena adanya penyempitan pembuluh darah akibat atheroma atau tumpukan kolesterol. Penumpukan tersebut dimulai dari masa kanak-kanak dan terus terakumulasi. Kecepatan proses penumpukan tersebut dapat berbeda pada setiap orang, tergantung dari perilaku dan gaya hidup. Faktor lain yang dapat menentukan kecepatan penumpukan atheroma adalah cardiovascular reactivityi (CVR) atau seberapa sering, besar dan lamanya kenaikan tekanan darah dan denyut jantung seseorang. Denyut jantung dan tekanan darah yang sering meningkat secara drastis dan sulit turun menyebabkan jaringan pembuluh darah cepat rusak. Jaringan yang rusak tersebut akan menumpuk dan kemudian menyumbat pembuluh darah sehingga dapat memicu serta memperparah penyakit jantung koroner.

(4)

Pratiwi (2009) mengungkapkan gejala psikologis yang dialami penderita jantung koroner ditunjukkan semenjak pertama kali individu divonis mengalami penyakit jantung koroner. Yaitu subjek akan merasa terkejut (shock), selanjutnya akan timbul rasa kecemasan (anxiety) karena ancaman kekambuhan atau bahkan kematian yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Individu juga akan merasa tidak berdaya karena tidak dapat melakukan apapun dan merasa sesuatu yang buruk akan menimpa, serta merasa kegiatannya dibatasi dari akibat penyakit jantung. Pada individu yang lain akan merasa bosan, kesepian, bahkan merasa diasingkan oleh lingkungan.

Kondisi mental negatif seperti kecemasan, perasaan tidak berdaya, hilangnya minat, kurangnya inisiatif, mempunyai perasaan hampa, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa tidak berarti, serba bosan dan selalu memikirkan tentang kematian menjadikan kebermaknaan hidup menjadi masalah berikutnya yang muncul. Kondisi tersebut merupakan bentuk dari hilang atau berkurangnya kebermaknaan hidup pada seseorang (Frankl dalam Koeswara, 1992).

Bastaman (2007) mengungkapkan makna hidup ada dalam kehidupan itu sendiri dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan dan tak menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan. Ungkapan seperti “makna dalam derita” (meaning in suffering) atau „hikmah

dalam musibah” (blessing in disguise) menunjukkan bahwa dalam

(5)

dipenuhi maka kehidupan yang berguna, berharga dan berarti (meaningfull) akan dirasakan. Sebaliknya bila hasrat ini tak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan yang dirasakan menjadi tidak bermakna (meaningless). Penderita penyakit jantung koroner yang mengalami berbagai keterbatasan harus tetap mampu memiliki makna hidup di dalam penderitaan, serta mampu mengambil hikmah dan pelajaran hidup dari musibah yang sedang terjadi. Sehingga individu dapat merasakan hidup yang bermakna.

Menurut Bastaman (2005), kebermaknaan hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness). Orang yang menghayati hidup bermakna ketika berada dalam situasi yang tidak menyenangkan atau mengalami penderitaan maka akan menghadapi dengan sikap tabah serta sadar bahwa senantiasa ada hikmah yang “tersembunyi” di balik penderitaan.

(6)

Fitzgerald (1998) mengungkapkan bahwa perasaan cinta dan kasih sayang terhadap orang lain, keinginan untuk membantu dan berbagi, serta kecenderungan untuk bertindak positif berdasarkan rasa apresiasi dan kehendak baik, meliputi intensi menolong dan membalas kebaikan orang lain, merupakan komponen dalam kebersyukuran.Menurut Emmons dkk, (2007), dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan tidak hanya menunjukkan keadaan mental yang lebih positif (misalnya antusias, tekun, dan penuh perhatian), tetapi juga lebih murah hati, peduli, dan membantu orang lain. Sehingga kebersyukuran dapat dilihat sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan makna di dalam kehidupan.

Gumelar (2008) menjelaskan dalam penelitiannya mengenai kebersyukuran pada Mahasiswa Universitas Islam Indonesia, mengungkapkan bahwa individu yang bersyukur tidak akan merasa tersesat dalam hidup dan dinyatakan mempunyai perasaan meluap-luap. Hal ini sudah memenuhi konsep hidup bermakna yaitu hidup bersemangat, penuh gairah dan tidak mudah bosan serta tidak merasa hampa. Individu yang bersyukur juga mempunyai kecendrungan untuk menghargai kebahagiaan kecil sekalipun sehingga jika mengalami penderitaan atau musibah, tetap bersikap tabah serta sadar bahwa selalu ada hikmah dibalik musibah itu yang juga merupakan salah satu indikator hidup yang bermakna.

(7)

kehidupan, serta membuat hidup menjadi lebih bahagia. Hal tersebut dapat menunjang rasa penghargaan diri (self esteem) dan kebergunaan diri (self worth). Praktek bersyukur juga bertentangan dengan emosi negatif dan bahkan mengurangi atau menghalangi munculnya perasaan marah akibat penyakit yang dideritanya. Frankl (dalam Bastaman, 2007) mengungkapkan bahwa sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah dari hal-hal tragis yang tidak mungkin dielakkan lagi merupakan sumber dari hidup yang bermakna.

(8)

Subjek mengaku jika sekarang subjek tidak bisa lagi melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat seperti dulu. Subjek juga mengatakan, bahwa rasa sakit tersebut akan muncul jika subjek sedang stress dan banyak pikiran. Menurut subjek, kini subjek merasa tidak berdaya karena tidak dapat membantu istrinya bekerja. Subjek juga merasa bersalah karena subjek menjadi ketergantungan terhadap orang lain, khususnya istri dan anak-anaknya. Namun subjek mengaku jika sedang tidak kambuh, subjek selalu membantu pekerjaan istrinya dan masih mencari nafkah untuk keluarganya. Karena menurut subjek, sebagai kapala keluarga subjek harus tetap bertanggungjawab terhadap istri dan anak-anaknya. Subjek mengaku bahwa subjek yakin akan sembuh, mengingat segala usaha pengobatan yang telah subjek lakukan. Dan kondisinya lebih baik bila dibandingkan ketika subjek sebelum melakukan operasi.

(9)

subjek menyadari bahwa bukan hanya subjek saja yang menderita penyakit jantung. Subjek mulai menyadari bahwa sakit jantung yang dialaminya adalah karena akibat dari pola hidupnya yang tidak sehat. Dimana sebelum menderita penyakit jantung, subjek mengaku sangat jarang berolah raga dan senang mengkonsumsi makanan berlemak, walaupun subjek bukanlah seorang perokok.

Subjek mengaku bahwa subjek sering merasa cemas setelah tahu bahwa dirinya menderita penyakit jantung koroner. Subjek sering merasa takut jika berada di rumah sendirian, karena khawatir penyakit jantungnya akan kambuh. Subjek mengatakan jika terkadang subjek merasa sangat tersiksa dengan keadannya saat ini yang tidak bisa lagi melakukan aktivitas berat. Subjek juga merasa terkekang karena keluarga selalu mengatur pola hidup subjek. Namun subjek mengaku bahwa subjek bersyukur masih diberikan umur panjang oleh Allah, walaupun subjek mengalami sakit jantung. Subjek mengaku jika subjek merasa lebih beruntung dari pada orang lain yang mengalami sakit jantung di usia yang lebih muda dari subjek. Hal tersebut membuat subjek lebih mendekatkan diri kepada Allah. Menurut subjek, subjek mulai menerima keadaannya dan selalu memperbanyak ibadah untuk bekal jika sewaktu-waktu subjek dipanggil oleh sang Pencipta.

(10)

subjek bisa mengalami penyakit jantung. Subjek merasa bahwa pola hidupnya sudah cukup sehat, dan subjek tidak pernah membayangkan sebelumnya jika subjek akan menderita penyakit jantung. Subjek mengatakan bahwa banyak yang berubah sejak subjek divonis menderita jantung koroner, antara lain sikap keluarga subjek yang overprotective terhadap subjek. Dimana subjek sangat diatur dalam hal pola makan dan pola tidur. Menurut subjek, sekarang dia tidak sebebas saat sebelum divonis jantung. Subjek yang bekerja di sebuah bank swasta mengatakan bahwa subjek terbiasa tidur larut malam untuk menyelesaikan pekerjaan. Namun sekarang subjek tidak bisa lagi melakukan hal tersebut, sehingga mengakibatkan subjek kurang produktif dalam bekerja. Sehingga mulai muncul permasalahan baru dalam pekerjaannya.

(11)

orang banyak. Subjek mengatakan bahwa subjek tidak suka bertemu orang banyak karena akan ada yang menanyakan tentang kondisi kesehatannya.

Menurut subjek, seharusnya subjek tidak menderita penyakit jantung koroner. Subjek mengatakan jika kadang timbul rasa ingin protes terhadap Tuhan atas apa yang terjadi pada dirinya. Mengingat subjek merasa bahwa pola hidup yang subjek jalani sudah cukup sehat, sementara itu subjek merasa bahwa usianya masih cukup muda untuk bisa mengalami jantung koroner. Subjek mengatakan bahwa pengobatan yang sedang subjek jalani adalah karena adanya dorongan dari anak dan istrinya. Menurut subjek, subjek yakin jika usianya sudah ada yang menentukan. Sehingga walaupun menjalani pengobatan atau tidak, jika sudah datang waktunya maka subjek akan meninggal juga.

(12)

Dari uraian di atas, maka peneliti merasa perlu mengkaji permasalahan yang terjadi pada penderita jantung koroner dengan judul “hubungan kebersyukuran dan kebermaknaan hidup pada penderita jantung

koroner di RSUD hj. Anna Lasmanah Banjarnegara”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan kebersyukuran dan kebermaknaan hidup pada pasien jantung koroner di rumah sakit hj. Anna Lasmanah Banjarnegara?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kebersyukuran dan kebermaknaan hidup pada pasien jantung koroner di Poliklinik Dalam RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan keilmuan di bidang psikologi, khususnya bidang psikologi klinis.

2. Manfaat praktis

(13)

diberikan pelatihan kebersyukuran untuk dapat meningkatkan makna hidup pasien jantung koroner.

b. Bagi penderita jantung koroner dapat dijadikan masukan untuk lebih dapat bersyukur, sehingga mampu mencapai kebermaknaan dalam menjalani hidup.

Gambar

Tabel 1 Jumlah penderita penyakit jantung koroner

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sudiyono dan BambangAntoko (2008), hybridsystem merupakan sebuah konsep penggabungan dua atau lebih sumber energi untuk tercapainya sebuah efisiensi dalam berbagai

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak etanol Centella asiatica pre sampai post hatching terhadap osifikasi tulang dan

Meskipun demikian, pada kenyataannya tidak semua konsep budaya organisasi dapat diterapkan dengan baik pada Group of Magazine ada hal-hal yang menjadi penyebab adanya

Akan tetapi hak cipta juga dapat didaftarkan, namun tidak menjadi kewajiban bagi pencipta untuk mendaftarkan asil karya ciptaanya (Atsar, 2017). Pendaftaran hak cipta ini

Maksud  Iqbal  di  atas  adalah  bahwasannya  insan  itu  harus  berani mengambil inisiatif yang lebih baik agar dapat menjadi pelopor  atau  pemimpin  alam 

Algoritma rough set yang memiliki atribut kondisi Waktu Pengisian Air, Delivery, Kebersihan, dan Harga dapat digunakan untuk menganilisa kepuasan pelanggan terhadap

Jika amplitudo ( A) diperbesar tanpa redaman (tidak ada energi yang hilang) maka aliran energi menjadi semakin besar... Jika jarak dari sumber digandakan maka

Maka dari itu, penulis mengadakan suatu penelitian untuk dapat memahami lebih lanjut tentang Evaluasi Kinerja BPBD Kabupaten Badung dan faktor pendukung serta penghambat