• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori - Egi Cahyaning Putri BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori - Egi Cahyaning Putri BAB II"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori 1. Persalinan

a. Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi kepala dalam kurung waktu 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin (Prawihardjo S, 2008; h.100).

Persalinan adalah proses penggerakan keluar janin, plasenta dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Berbagai perubahan terjadi pada sistem reproduksi wanita dalam hitungan hari dan minggu sebelum persalinan dimulai. Persalinan sendiri dapat dibahas dalam bentuk mekanisme yang terjadi selama proses dan tahapan yang dilalui wanita.(Bobak, Lowdermilk, dkk, 2005; h. 245)

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks karena adanya pergerakan janin keluar di ikuti dengan lahhirnya plasenta dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Persalinan terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu).

b. Sebab – sebab Mulainya Persalinan

Teori yang berkaitan dengan mulainnya kekuatan his yang memungkinkan terjadinya proses persalinan :

(2)

1) Teori keregangan

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. merupakan faktor yang dapat menganggu sirkulasi uteroplasenter.

2) Teori penurunan progesterone

Dua minggu sebelum persalinan di mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Hormon progesteron bekerja sebagai penegangan otot-otot polos di rahim. Penurunan progesteron akan menimbulkan his.

3) Teori oksitosin internal

Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah sensitivitas otot , sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dimulai.

4) Teori prostaglandin

(3)

c. Tahap – tahap Persalinan 1) Persalinan Kala I

Persalinan kala I adalah pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Proses ini berlangsung kurang lebih 18-24 jam, yang terbagi menjadi 2 fase, yaitu:

a) Fase laten (8 jam) dari pembukaan 0 cm sampai pembukaan 3 cm, dan fase aktif (7 jam) dari pembukaan serviks 3 cm sampai pembukaan 10 cm.

b) Fase aktif ini masih dibagi menjadi 3 fase lagi yaitu :

(1) Fase akselerasi, dimana dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm,

(2) Fase dilatasi maksimal, yakni dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari pembukaan 4 cm sampai dengan 9 cm.

(3) Fase deselerasi, dimana pembukaan 9 cm menjadi 10 cm. 2) Persalinan Kala II

(4)

mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada saat ada his. Jika dasar panggul sudah berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar his. Dengan kekuatan his dan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput dibawah simpisis dan dahi, muka, dagu melewati perineum. Setelah his istirahat sebentar, maka his akan mulai lagi untuk mengeluarkan badan bayi.

3) Persalinan Kala III

Dimulai dari segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

Ketika plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas tetapi belum keluar,maka perdarahan terjadi di belakang plasenta sehingga uteurus tidak dapat berkontraksi sepenuhnya karena plasenta masih di dalam. Kontraksi pada otot uterus merupakan mekanisme fisiologi yang menghentikan perdarahan. (Prawihardjo S, 2008, h; 115) 4) Persalinan Kala IV

Pada saat ini adalah waktu untuk pemantauan. Memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah plasenta lahir. (Prawihardjo S, 2008, h; 118)

Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah : a) Tingkat kesadaran penderita

b) Pemeriksaan tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi dan pernafasan

(5)

d) Terjadinya perdarahan.

Perdarahan dianggap masih normal jika jumlah tidak melebihi 400 sampai 500 cc.(Sumarah, Yani, Nining, 2008, h; 8)

d. Tanda – tanda Persalinan

Untuk mendiagnosa persalinan pastikan perubahan serviks dan kontraksi yang cukup :

1) Perubahan serviks, kepastian persalinan dapat ditentukan hanya jika serviks secara progresif menipis dan membuka.

2) Kontraksi yang cukup / adekuat, kontraksi dianggap adekuat jika : a) Kontraksi terjadi teratur, minimal 3 kali dalam 10 menit, setiap

kontraksi sedikitnya 40 detik

b) Uterus mengeras selama kontraksi, sehingga tidak bisa menekan uterus mengguanakan jari tangan.

(6)

Tabel 2.1 Karakteristik persalinan sesungguhnya dan persalinan semu

Persalina

Sesungguhnya Persalina Semu

Serviks menipis dan membuka Tidak ada perubahan pada serviks

Rasa nyeri dan interval teratur Rasa nyeri tidak teratur

Interval antara rasa nyeri yang secara perlahan semakin pendek

Tidak ada perubahan interval antara rasa nyeri yang satu dengan yang

lainnya Waktu dan kekuatan kontraksi

semakin bertambah

Tidak ada perubahan pada waktu dan kekuatan kontraksi

Dengan berjalan bertambah intensitas

Tidak ada perubahan rasa nyeri dengan berjalan

Ada hubungan antara tingkat kekuatan kontraksi dengan intensitas

nyeri

Tidak ada hubungan antara tingkat kekuatan kontraksi uterus dengan

intensitas rasa nyeri

Lendir darah sering tampak Tidak ada lendir darah

Ada penurunan bagian terendah janin

Tidak ada kemajuan penurunan bagian terendah janin

Kepala janin sudah terfiksasi di PAP diantara kontraksi

Kepala belum masuk PAP walaupun ada kontraksi

Pemberian obat penenang tidak menghentikan prose persalinan

sesungguhnya

Pemberian obat penenang yang efesien menghentikan rasa nyeri pada

persalinan semu

2. Ketuban Pecah Dini a. Definisi

(7)

Ketuban pecah dini di definisikan sebagai pecah ketuban sebelum waktunya, tanpa memperhatikan usia gestasi. Namun, dalam praktik dan dalam penelitian, pecah ketuban dini didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan. (Varney H, 2008; h.788). Pendapat HK Joseph dan S Nugroho (2010; h. 185) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan pada pembukaan < 4 cm. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban pada kehamilan yang telah viable dan 6 jam setelah itu tidak di ikuti dengan terjadinya persalinan. (M Achadiat, 2004; h.81)

Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur(Prawihardjo S,2008, h:677)

Dari pengertian – pengertian diatas disimpulkan pengertian ketuban pecah dini adalah ketuban pecah sebelum adanya pembukaan < 4 cm tanpa melihat usia gestasi. Pecahnya ketuban secara spontan pada sembarang usia kehamilan dan 6 jam sebelum adanya persalinan.

b. Etiologi

Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor – faktor yang berhubungan erat KPD, namun faktor – faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.

(8)

1) Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. 2) Serviks yang inkompetensia yaitu kondisi serviks yang kurang lentur

sehingga tidak mampu menahan kehamilan, kanalis servikalis yang selalu terbuka karena kelainan serviks uteri. Serviks yang inkompetensia disebabkan karena laserasi sebelumnya melalui ostium uteri internum atau merupakan suatu kelainan konginetal pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trisemester kedua atau awal trisemester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepse (Wiknjosastro, 2005; h.220)

3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan misalnya trauma, hidramnion, gemeli. Pada gemeli diketahui akan terjadi tekanan intra uterin sehingga kulit ketuban mudah pecah (Varney H, 2008; h.788).

4) Trauma yang di dapat, misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan KPD.

5) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

6) Faktor lain :

(9)

b) Faktor predisposisis antara kepala janin dan panggul ibu. c) Faktor merokok

d) Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C). Wanita yang memiliki jumlah asupan vitamin C yang kurang dari 10%memiliki dua kali resiko terjadinya ketuban pecah dini. (Siega-Riz A M, Promislow J H E, Savitz D A, Thorp J M, McDonald T.Vitamin C intake and the risk of preterm delivery)

c. Tanda dan Gejala

1) Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.

2) Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut merembes atau menetes dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.

3) Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai persalinan.

4) Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda – tanda infeksi yang terjadi. d. Diagnosa

1) Riwayat

a) Jumlah cairan yang hilang : ketuban pecah dapat menyebabkan pengeluaran cairan dalam jumlah besar atau rembes dalam jumlah kecil yang terus-menerus.

b) Tidak mampu mengontrol kebocoran cairan dengan senam kegel ; yang membedakan inkontinensia urine

(10)

d) Warna cairan : jernih atau keruh; jika bercampur mekonium: kuning atau hijau

e) Bau cairan: bau apak, berbeda dari bau urine

f) Senggama terakhir: semen yang keluar dari vagina dapat di sangka ciaran amnion.

2) Pemeriksaan Fisik

a) Pemeriksaan dengan spekulum steril

(1) Inspeksi genetalia eksternal untuk melihat adanya cairan. (2) Lihat adanya cairan yang mengalir dari ostium serviks. (3) Lihat genangan cairan amnion.

(4) Minta wanita untuk mengejan, tekan dengan lembut pada fundus atau angkat bagian presentasi perabdomen sehingga cairan bisa mengalir.

(5) Observasi cairan untuk mengetahui adanya lanugo atau verniks kaseosa.

(6) Lihat serviks untuk memperkirakan pembukaan jika pemeriksaan dalam tidak dilakukan.

(7) Lihat serviks untuk mengetahui adanya prolaps tali pusat atau ekstremitas janin.

b) Tes Laboratorium (1) Tes pakis positif

(2) Tes kertas nitrazin positif

(11)

jelas (pastikan untuk menyingkirkan penyebab lain oligohidramnion)

(4) Spesimen untuk kultur streptokokus grup B

(5) Kultur herpes, jika diindikasikan (Jan M Kriebs dan Carolyn L Geoger, 2005, h;398)

e. Komplikasi

Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah :

1) Komplikasi pada ibu :

a) Infeksi dalam persalinan

Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah dapat menyebabkan sepsis.

b) Infeksi pada masa nifas c) Partus lama

d) Perdarahan post partum

e) Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC) 2) Komplikasi pada janin :

a) Prematuritas

Masalah yang terjadi pada persalinan premature diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia, hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.

(12)

c) Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi) Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, partus lama, apgar score rendah, perdarahan intrakranial, respiratory distress.

d) Sindrom deformitas janin

Terjadi akibat oligohiramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat.

e) Morbiditas dan mortalitas perinatal (Marsha Kumaira, 2012, h;181)

f. Penatalaksanaan

Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.

(13)

berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya periode laten.

1) Terapi

a) Konsevatif

(1) Pasien di rawat di rumah sakit.

(2) Bila KPD > 6 jam, diberikan antibiotika (golongan penisilin seperti ampisilin atau amoksilin atau eritrosinsilin jika tidak tahan terhadap penisilin).

(3) Pada usia kehamilan <32-34 minggu, pasien di rawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

(4) Pada usia kehamilan < 32-34 minggu dimana air ketuban masih tetap keluar, maka dapat dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan pada usia 35 minggu (sangat tergantung dari kemampuan melakukan perawatan terhadap bayi premature).

(5) Bila terdapat kecenderungan infeksi, maka kehamilan harus segera diakhiri .

(6) Pada usia kehamilan 32-34 minggu dapat diberikan steroid untuk memacu pematangan paru janin.

b) Aktif

(1) Pada usia kehamilan aterm dilakukan induksi persalinan. Bila induksi persalinan induksi persalinan gagal lakukan seksio sesaria.

(14)

(3) Bila terdapat tanda – tanda infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi kombinasi dan persalinan segera diakhiri

(a) Pelvic score < 5, maka lakukan seksio sesaria.

(b) Pelvic score >5 , tetap lakukan induksi persalinan, usahakan persalinan pervaginam.

(c) Infeksi berat.

Tabel 2.2 :Skor pelvic menurut Bishop

Skor 0 1 2 3

Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak

Posisi serviks Kebelakang Searah

sumbu jalan lahir

Ke arah depan

Sumber,Wiknjosastro.2007.h;75

Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.

1) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu) (a) Pemberian Induksi

(15)

ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan. Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan yang berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin berkepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5, dilakukan pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

(b) Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatannya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.

(16)

konservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis.

(a) Pemberian tokolitik

Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan tocolitic agent diberikan juga bertujuan menunda proses persalinan. Agonis beta – adrenergikseperti salbutamol, terbutalin dan khususnya ritodrin merupakan tokolitik yang paling sering digunakan (Liu, David 2008; 164)

(b) Pemberian Kortikosteroid

Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid (deksametason 2x6 mg atau betametason 1x12 mg dalam 2 hari) pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid

(17)

masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau Dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

(c) Induksi Persalinan

(18)

B. Tinjauan Asuhan Kebidanan

1. Tinjauan Asuhan Kebidanan dengan Varney

Manajemen kebidanan menurut Varney proses penatalaksanaan terdiri dari tujuh langkah berurutan secara periodik disempurnakan. Proses penatalaksanaan di mulai dengan mengumpulkan data dasar cakup seluruh kerangka kerja yang dapat diaplikasikan pada setiap situasi. Kemudian, setiap langkah dapat dibagi menjadi tugas-tugas lebih spesifik dan bervariasi untuk disesuaikan dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir.

a. Langkah I

(19)

b. Langkah II

Langkah kedua bermula dari data dasar seperti menginterpretasi data untuk kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis serta kebutuhan perawatan kesehatan yang diidentifikasikan khusus. Kata masalah dan diagnosis sama – sama digunakan karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai sebuah diagnosis, tetapi tetap perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan rencana perawatan yang menyeluruh. Masalah sering klai berkaitan dengan bagaimana ibu menghadapi kenyataan tentang diagnosanya dan ini sering kali bisa diidentifikasi berdasarkan pengalaman bidan dalam mengalami masalah seseorang. Sebagai contoh, seorang wanita didiagnosis sedang hamil dan masalah yang berhubungan adalah ia tidak menginginkan kehamilannya. Contoh lain: seorang wanita berada pada trisemer tiga dan mengalami ketakutan menjelang bersalin dan melhirkan anak. Merasa takut tidak sesuai dengan kategori apapun dalam nomenklatur diagnostik standar, tetapi yang pasti, hal ini menciptakan masalah yang perlu digali lebih lanjut. Selanjutnya sebuah rencana harus dikembangkan untuk c. Langkah III

(20)

bidan harus memperkirakan alasan terjadinya distensi-berlebihan ( mis, polihidramnion, bayi besar untuk masa kehamilan, ibu diabetes gestasional,atau kehamilan kembar) dan kemudian mengambil langkah antisipasi, melakukan tindakan kewaspadaan dan kemudian mempersiapkan beberapa alternatif tindakan terhadap kemungkinan pendarahan pascapartum mendadak sebagai akibat atoni uterus karena distensi berlebihan. Pada keadaan bayi besar tunggal, bidan harus mengantisipasi dan bersiap terhadap kemungkinan distosia bahu dan kebutuhan bayi untuk mendapat tindakan resusitasi.

d. Langkah IV

Langkah empat mencerminkan kesinambungan proses penatalaksanaan, yang tidak hanya dilakukan selama perawatan primer atau kunjungan pranatal periodik, tetapi juga saat bidan melakukan keperawatan berkelanjutan bagi wanita tersebut, misalnya saat ia menjalani persalinan. Data baru yang diperoleh lalu dikaji dan kemudian evaluasi. Beberapa data mengindikasikan situasi kedaruratan, yang mengharuskan bidan mengambil tindakan secara cepat untuk mempertahankan nyawa ibu

e. Langkah V

(21)

berhubungan, tetapi juga menggembarkan petunjuk antisipasi bagi pasien tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Petunjuk antisipasi ini juga mencakup pendidikan dan konseling kesehatan semua rujukan untuk mengatasi masalah sosial, ekonomi, agama, keluarga, budaya, atau psikologis. Setiap hal yang berkaitan dengan aspek perawatan kesehatan dapat digunakan dalam rencana perawatan kesehatan. Sebuah rencana kesehatan harus menguntungkan baik bidan maupun pasien supaya dapat memberi perawatan kesehatan yang efektif, karena pasien dan keluarganya adalah pihak yang nantinya melaksanakan rencana yang telah dibuat bersama. Kesimpulannya setiap tugas yang dilakukan pada setiap langkah ditetapkan setelah dirumuskan dan didiskusikan bersama pasien atau keluarga untuk mengonfirmasi persetujuan atas nama pasien. f. Langkah VI

(22)

g. Langkah VII

Langkah untuk memeriksa apakah rencana perawatan yang dilakukan benar –benar mencapai tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan pasien seperti yang diidentifikasi pada langkah kedua tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan kesehatan. Rencana tersebut menjadi efektif bila bidan mengimplementasi semua tindakan dalam rencana. Apabila kita memandang proses penatalksanaan sebagai sebuah proses yang berkesinambungan, maka sangat penting untuk memperbaiki setiap perawatan yang tidak efektif dan kemudian rencana perawatan disesuaikan lagi. Proses penatalaksanaan sebagai sebuah rangkaian proses yang berkelanjutan untuk tenaga klinik dengan mudah berespons terhadap setiap perubahan aktual atau potensial pada kondisi pasien.

2. Tinjauan Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin dengan Ketuban Pecah Dini a. Pengkajian Tinjauan Asuhan Kebidanan Ibu

Cara melakukan anamnesis atau wawancara untuk menggali masalah kebidanan. Dalam wawancara diperolah gambaran umum status kesehatan dan data subjektif dari pasien yang meliputi :

1) Data Subjektif a) Umur

(23)

35 tahun lebih berkaitan dengan kondisi serviks yang kurang lentur. Karena kondisi serviks yang kurang lentur menyebabkan terjadinya KPD.

b) Keluhan utama

Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui yang dirasakan ibu saat ini yang berhubungan dengan ketuban pecah dini pada saat pengkajian, ibu mengatakan merasakan adanya air yang keluar dengan tiba – tiba dari jalan lahir ibu yang tidak bisa ditahan oleh ibu yang disertai bau yang khas. Sejak kapan ibu merasakan hal tersebut untuk memastikan terjadinya ketuban pecah berapa jam sebelum adanya persalinan (Varney)

c) Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan keluarga apakah ada penyakit penyerta kehamilan atau tidak, adanya riwayat kehamilan kembar, karena kehamilan kembar dapat meningkatkan tekanan intra uterin sehingga terjadi ketuban pecah dini (HK Joseph, S Nugroho, 2010; h.186)

d) Riwayat Obstetri (1) Riwayat haid

(24)

berikan atibiotik dan lakukan induksi (Khumaira M, 2012; h. 184).

(2) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu

Riwayat persalinan di tanyakan untuk mengetahui adakah riwayat pecahnya ketuban sebelum persalinan. Riwayat ketuban pecah dini salah satu faktor resiko dar ketuban pecah dini (HK Joseph, S Nugroho, 2011; h.186). (3) Riwayat kehamilan sekarang

Ditanyakan untuk mengetahui berapa kali melakukan pemeriksaan kehamilannya. Tujuannya untuk mendeteksi adanya faktor penyebab ketuban pecah dini, faktor yang dapat di deteksi selama pemeriksaan kehamilan adalah kehamilan kembar dan hidramnion yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini (HK Joseph, S Nugroho, 2011; h.186)

(4) Pola aktivitas sehari – hari (a) Pola nutrisi

(25)

(b) Pola seksual

Ditanyakan untuk mengetahui kapan ibu melakukan hubungan seksual dengan suami karena di dalam cairan sperma terdapat prostaglandin yang menyebabkan kontraksi uterus (Corwin JE, 2009; h.766). Sehingga menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. 2) Data Objektif

a) Pemeriksaan umum

Pemeriksaan umum terdiri dari pemeriksaan tanda – tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, respirasi ibu, dan denyut jantung janin setiap 4 jam sekali. Pemeriksaan suhu dan nadi dilakukan untuk mengetahui adakah infeksi atau tidak. Nadi dikaji karena berkaitan dengan kejadian takikardi. Karena jika adanya peningkatan suhu dan nadi merupakan tanda dari infeksi. Selain tanda vital lakukan pengukuran tinggi badan untuk mengetahui apakah ibu dengan panggul sempit atau tidak. Karena jika ibu memiliki panggul sempit untuk penatalaksanaannya dilakuakan seksio sesaria. (Varney H, 2007; h. 791)

b) Status present (1) Abdomen

(26)

(2) Genetalia untuk mengetahui keluarnya cairan ketuban atau bukan, karena ibu yang mengalami infeksi pada vagina merupakan faktor resiko ketuban pecah dini.

c) Status obstetri

(1) Inspeksi : dilakukan untuk melihat cairan ketuban yang keluar dari jalan lahir ibu, sedikit atau banyak. Pastikan cairan yang keluar adalah air ketuban, dengan mencium bau cairan amnion. Cairan amnion memiliki bau apek yang khas yang membedakannya dari urine (Varney H, 2008; h.789).

(2) Palpasi : untuk mengetahui letak janin normal atau tidak. Karena jika terdapat kelainan letak merupakan salah satu penyebab ketuban pecah dini. Letak lintang dapat menyebabkan ketuban pecah dini karena tidak adanya bagian terendah janin yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah(S Nugroho, 2010; h. 186). Untuk itu lakukan palpasi leopold :

(a) Leopold I menentukan tinggi fundus uteri dan menentukan bagian fundus kepala atau bokong.

(b) Leopold II menentukan bagian kanan dan kiri ibu, punggung dan ekstremitas janin

(c) Leopold III menentukan bagian terendah janin

(27)

d) Aukskultasi dilakukan untuk memantau denyut jantung janin. Untuk mengetahui kemungkinan terjadi takikardi pada janin yang di sebabkan karena infeksi pada ketuban pecah dini. Jika terjadinya infeksi maka berikan antibiotik.

e) Pemeriksaan dalam di gunakan untuk mengetahui kemajuan persalinan pada pasien KPD setiap 4 jam sekali.

f) Pemeriksaan penunjang (1) Pemeriksaan laboratorium

Memastikan bahwa cairan yang keluar adalah cairan ketuban menggunakan tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban. Kertas lakmus merah mengandung basa, sedangkan kertas lakmus merah yang berubah menjadi warna biru tandanya cairan tersebut bersifat basa. Seperti pada cairan amnion mengandung basa (S Nugroho, 2010; h.188)

(2) Pemeriksaan ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk mengetahui masih cukup atau tidak cairan amnionnya. Karena jika kekurangan cairan amnion dapat menyebabkan hipoksia pada janin (Khumaira M, 2012; h.182)

b. Interpretasi Data 1) Diagnosa

(28)

kesenjangan yang di alami oleh pasien. Ny...G...P...A...umur...tahun hamil...minggu dengan ketuban pecah dini.

a) Data subjektif

Ibu mengatakan umur...tahun, hamil ke... belum pernah keguguran dan ibu merasa khawatir karena keluarnya cairan dari jalan lahir, keluar sejak jam....

b) Data objektif

Data objektinya adalah ibu mengeluarkan cairan dari jalan lahir sejak..., belum keluar lendir darah, hari pertama haid terakhir.

(1) Suhu dikaji untuk mengetahui apakah suhu tubuh ibu normal atau lebih dari normal (> 380C), karena suhu yang meningkat merupakan tanda terjadinya infeksi.

(2) Nadi di hitung untuk mengetahui laju nadi yang berhubungan dengan adanya takikardi yang di sebabkan oleh infeksi vagina yang menyebabkan ketuban pecah dini.

(3) Tinggi badan di ukur untuk mengetahui tinggi badan ibu kurang dari 145 cm atau tidak, jika tinggi badan kurang dari sama dengan 145 cm tindakan penatalaksanaannya lakukan seksio sesaria pada ketuban pecah dini.

2) Masalah

(29)

c. Diagnosa Potensial

Pada ketuban pecah dini akan timbul komplikasi yang mendukung ketuban pecah dini baik pada ibu maupun pada bayi. Komplikasi yang timbul pada ketuban pecah dini dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal (Prawihardjo S, 2008; h.678).

d. Identifikasi Kebutuhan akan Tindakan Segera atau Kolaborasi dan Konsultasi

Tindakan segera yang dilakukan pada ketuban pecah dini adalah berikan antibiotik (ampicillin). Jika umur kehamilan 32 - 34 minggu, di rawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada

infeksi, tes busa negatif beri deksometason, observasi tanda – tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan tokolitik dan induksi setelah 24 jam. Dan jika usia kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila induksi gagal lakukan seksio sesaria (Prawihardjo S, 2008, h; 680).

e. Perencanaan

Rencana tindakan yang dilakukan pada ibu dengan ketuban pecah dini pada kala I sebagai berikut :

(30)

2) Berikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi (Prawihardjo S, 2008, h; 680).

3) Lakukan pemasangan infus menggunakan cairan RL.

4) Lakukan induksi dengan diberikan oksitosin pada cairan infus dan mengatur tetesan infus di mulai dari 8 tetes per menit setiap 15 menit naikkan 4 tetes hingga 20 tetes per menit.

5) Anjurkan ibu untuk di dampingi oleh suami atau keluarganya, karena dukungan dari suami dan keluarga di perlukan dalam proses persalinan (JNPK KR)

6) Berikan dukungan emosional pada ibu dan keluarga, agar menurangi rasa tegang untuk membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi (Depkes RI, 2008; h.79).

7) Berikan makan dan minum untuk menambah tenaga pada saat proses perasalinan dan kelahiran bayi. Berikan makanan yang mudah dan cepat di cerna, untuk cepat membentuk energi pada ibu saat persalinan. Untuk memberikan tenaga pada ibu saat meneran (JNPK-KR, 2008, hal;146).

8) Lakukan pemeriksaan tanda – tanda vital ibu setiap 4 jam sekali, untuk mengetahui adakah komplikasi pada ibu atau tidak seperti peningkatan suhu. Pemeriksaan pada janin adalah denyut jantung janin setiap 5-10 menit, untuk mengetahui ada tidaknya gawat janin (JNPK-KR, 2008, hal;146).

(31)

10) Hindari pemeriksaan dalam yang tidak di perlukan, karena pemeriksaan dalam yang terlalu sering dapat menyebabkan infeksi pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini (Varney, 2008, h ; 78). 11) Periksa pengeluaran cairan ketuban, kemungkinan terjadi

ketidaknormalan pada ibu dan janin.

12) Palpasi fundus uteri untuk mengetahui jumlah kontraksi dalam 10 menit.

13) Siapkan partus set, hecting set, dan resusitasi. f. Pelaksanaan

Pelaksanaan asuhan kebidanan ibu bersalin dengan ketuban pecah dini pada kala I sesuai dengan asuhan kebidanan pada langkah perencanaan diatas. Ketuban pecah dini yang terjadi pada umur kehamilan > 37 minngu berikan induksi untuk mempercepat persalinan dan mengurangi terjadinya infeksi juga di berikan antibiotika. Sedangkan jika umur kehamilan < 37 minggu di pertahankan kehamilannya dengan diberikan tokolitik dan kortikosteroid untuk pematangan paru janin.

g. Evaluasi

(32)

Kala II 1. Subjektif

Ibu mengatakan sudah ingin meneran, ibu merasakan ada tekanan pada anus dan ibu sudah merasa buang air besar (Depkes RI, 2008; h.77) 2. Objektif

Tanda gejala kala II yaitu dorongan meneran, tekanan pada anus, perenium menonjol, vulva dan spinter ani membuka. Adanya lendir darah dan pembukaan lengkap, kepala janin terlihat di introitus vagina (Depkes RI, 2008; h.77).

3. Assesment

Ny...G...P..A...umur...tahun, umur kehamilan... dalam persalinan kala II dengan ketuban pecah dini.

4. Planning

a. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap, anjurkan ibu untuk meneran seperti saat buang air besar, dagu menempel pada dada, dan mata membuka melihat perut ibu.

b. Memposisikan ibu agar nyaman dalam proses persalinan dengan posisi setengah duduk dan memeberikan kemudahan pada ibu untuk beristirahat pada saat tidak ada kontraksi.

c. Memeriksa denyut jantung janin setiap 5-10 menit untuk mengetahui ada tidaknya gawat janin.

d. Menganjurkan kepada keluarga atau suami untuk mendampingi ibu pada saat proses persalinan.

(33)

menhindari terjadinya robekan perenium, setelah kepala bayi lahir cek adakah lilitan tali pusat atau tidak, jika ada dan longgar maka longgarkan tetapi jika melilit terlalu kuat di lakukan pemotongan tali pusat. Setelah kepala bayi lahir tunggu putar paksi luar, setelah putar paksi luar menarik kepala bayi ke arah atas untuk melahirkan bahu bawah dan menarik ke bawah untuk melahirkan bahu atas, sangga susur dengan menelusuri badan bayi sampai badan bayi lahir semua.

f. Potong tali pusat bayi, gunakan 2 klem dengan jarak 3 cm dengan klem satu dengan yang lainnya kemudian potong tali pusat dan ikat dengan benang tali pusat.

Kala III 1. Subjektif

Ibu mengatakan senang dengan kelahiran bayinya. 2. Obyektif

Adanya tanda – tanda pelepasan plasenta yaitu adanya semburan darag, tali pusat memanjang dan uterus globuler.

3. Assesment

Ny...P...A...umur...tahun dalam persalinan kala III dengan ketuban pecah dini.

4. Planning

(34)

c. Lakukan penegangan tali pusat terkendali pada saat ada kontraksi. d. Lahirkan plasenta setelah ada tanda – tanda pelepasan plasenta.

e. Massase fundus uteri segera setelah bayi lahir untuk mencegah terjadinya perdarahan hingga kontraksinya baik. Pada pemberian induksi dapat menyebabkan terjadinya laserasi jalan lahir yang menyebabkan perdarahan karena kontraksi yang terlalu kuat.

Kala IV 1. Subjektif

Ibu mengatakan bahwa perut ibu sufah terasa mules. 2. Obyektif

Plasenta sudah lahir jam... kondisi tali pusat dan plasenta... jumlah perdarahan...tinggi fundus uteri...berapa jari di bawah pusat.

3. Assesment

Ny...P...A...umur...tahun dalam persalinan kala IV dengan ketuban pecah dini.

4. Planning

(35)

b. Memantau kontraksi uterus dan anjurkan ibu atau keluarga untuk melakukan massase dengan mengajarkan cara massase. Mencegah terjadinya perdarahan karena kontraksi yang kurang baik.

c. Memantau suhu tubuh ibu setiap 2 jam pertama setelah persalinan. d. Bersihkan ibu, bersihkan dan berekan alat, bersihkan diri penolong.

C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan

Landasan hukum yang digunakan oleh bidan dalam menjalankan asuhan kebidanan pada ibu bersalin adalah :

1. Peran fungsi dan kompetisi bidan :

a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.

b. Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan.

c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.

d. Melakukan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun. e. Mengevaluasi bersama klien asuhan yang telah dinerikan.

2. Kepmenkes

(36)

Pasal 9

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk melakukan pelayanan meliputi :

a. Pelayanan jesehatan ibu;

b. Pelayanan kesehatan anak; dan

c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana (IBI, 2006).

Pasal 10, ayat :

a. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa diantara dua kehamilan.

b. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi; 1. Pelayanan konseling masa pra hamil

2. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal 3. Pelayanan persalinan normal

4. Pelayanan ibu nifas normal 5. Pelayanan ibu menyusui, dan

6. Pelayanan konseling pada ,asa antara dua kehamilan.

c. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk :

1. Episiotomi

2. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II

3. Penanganan kegawat - daruratan, dilanjutkan dengan perujukan 4. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

(37)

6. Fasilitas/bimbingan inisiasi dan promosi air susu ibu eksklusif

7. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala II dan post partum 8. Penyuluhan dan konseling

9. Bimbingan pada kelompok ibu hamil

Gambar

Tabel 2.1 Karakteristik persalinan sesungguhnya dan persalinan semu
Tabel 2.2 :Skor pelvic menurut Bishop

Referensi

Dokumen terkait

Pada IKM keramik putaran mesin yang digunakan sekitar 40 rpm sampai 60 rpm. Sedangkan pada penelitian ini, putaran mesin dapat diatur dengan menggunakan inverter

Untuk tujuan ini, baik Fakultas maupun Sekolah menyediakan sumber daya akademik maupuan sumber daya pendukung akademik (laboratorium, studio, perpustakaan), bukan

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,

Pada bagian tubuh manakah saudara merasakan keluhan nyeri/panas/kejang/mati4. rasa/bengkak/kaku/pegal?.. 24 Pergelangan

Edukasi pada program acara Asyik Belajar Biologi dalam Mata Pelajaran. IPA

Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Minahasa Menurut Jenis Pendapatan (juta rupiah), 2012-2015. Sumber: Kabupaten Minahasa Dalam Angka

(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP yang

[r]