• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

9

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang memiliki keterkaitan dengan penelitian terhadap tuturan performative yang kemudian digunakan untuk menganalisis data pada bab tiga. Teori-teori yang dimaksud adalah sebagai berikut.

2.1 Pragmatik

Pragmatik merupakan salah satu cabang linguistik yang menganalisis tentang hubungan antara penutur dan mitra tutur. Morris (1938: 6) mendefinisikan pragmatik sebagai berikut:

“Pragmatics is an analysis about the relation between signs and interpreters.”

Berdasarkan definisi Morris tersebut dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah analisis tentang hubungan tanda atau lambang, syarat dengan orang yang menafsirkannya.

Pragmatik merupakan salah satu cabang linguistik (Levinson, 1983: 202). Pragmatik adalah kajian yang berasal dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Batasan lain yang dikemukakan oleh Levinson menyatakan pragmatik adalah kajian tentang kemampuan bahasa mengaitkan kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.

(2)

Yule (1996: 3) “Pragmatics is concerned with the study of meaning as communicated by a speaker (or writer) and interpreted by a listener (or reader).”

Menurut Yule pragmatik berkaitan dengan ilmu yang mempelajari makna tuturan yang dikomunikasikan oleh penutur (penulis) dan makna apa yang diinterpretasikan oleh mitra tutur (pembaca). Dengan kata lain pragmatik adalah ilmu yang berkaitan dengan kemampuan mitra tutur menginterpretasikan makna sebuah tuturan. Kemudian, Levinson mengaitkannya dengan konteks, mendefinisikan pragmatik sebagai berikut:

Levinson (1983: 21) “Pragmatic is the study of the relations between language and context that are basic to an account of language understanding.”

Dari beberapa pendapat para ahli bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana tuturan dimaknai oleh mitra tutur dikaitkan dengan konteks.

1.2 Tuturan

Tuturan merupakan suatu yang dituturkan, ucapan, ujaran (KBBI Depdiknas, 2005: 1231). Tuturan adalah suatu ujaran dari seorang penutur kepada mitra tutur yang sedang berkomunikasi.

Pada tindak tutur ilokusi, Searle dalam artikel “How Performative Work” (1989) menyatakan bahwa:

“An utterance is a declaration, if the successful performance of the speech act is sufficient to bring about the fit between words and world, to make the propositional content true.”

(3)

Searle menyatakan bahwa tuturan merupakan pernyataan, jika berhasil dalam kelangsungan tindak tutur itu cukup untuk mewujudkan kesesuaian antara kata-kata dan kejadian tertentu, untuk membuat konten proposisi yang benar.

1.2.1 Klasifikasi Tuturan

Dilihat dari Austin dalam Saeed (1997: 47) menyatakan bahwa tuturan dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis yaitu constative dan performative.

“Austin proposed that utterances can be classified as performative and constative.”

Berikut penjelasannya.

2.2.1.1 Tuturan Constative

Tuturan constative adalah tuturan yang melakukan tindakan yang sama tetapi tidak mengandung kata kerja performative dan secara eksplisit tuturan tersebut menggambarkan tindak tutur yang dimaksudkan. Austin (1962: 45) mendefinisikan tuturan constative sebagai berikut:

“Constative utterances are performing the same act but do not contain a performative verb that explicitly describes the intended speech act. The hearer is left to infer the speaker‟s intention.”

Huang (2005: 95) menjelaskan constative adalah tuturan-tuturan tertentu yang tidak menunjukkan tindakan. Tidak mengandung kata kerja performative yang akan mengarahkan pihak lain untuk melakukan suatu tindakan.

Contoh:

(1) I‟m sorry.

Dari tuturan di atas, tuturan yang melakukan tindakan dalam hal ini meminta maaf, dan tidak mengandung kata kerja performative.

(4)

Menurut Austin, tuturan constative ini digunakan hanya dalam deskripsi dan pernyataan.

“Constative are certain utterances which do not denote an action. The do not contain a performative verb that would direct the other party to perform an action. As Austin says, these constatives are used only in descriptions and assertions.” (Huang, 2005: 95)

Contoh tuturan constative:

Performative Constative

(2) I promise I‟ll be there. I‟ll be there. (3) I admit I was foolish. I was foolish. (4) I order you to sit down. You must sit down. (5) I warn you, this gun is loaded. This gun is loaded.

Dalam penelitian ini penulis memfokuskan analisis data pada tuturan performative dalam tindak tutur ilokusi. Berikut merupakan penjelasan dari tuturan performative dalam tindak tutur ilokusi tersebut.

2.2.1.2 Tuturan Performative

Bila diperhatikan pendapat Austin (1975: 5, 116, 121, 139) “Illocutionary act is an utterance which has „performative‟ just in case it is issued in the course of the „doing of an action‟.” Dengan jelas terlihat bahwa bila tindak tutur ilokusi dilihat sebagai suatu tindakan, tindakan tersebut memiliki performative.

Contoh:

(5)

Dari tuturan di atas, maka bila ucapan ini dianggap sebagai suatu tindakan yaitu berjanji maka tindakan tersebut akan mengandung performative. Yang dimaksud dengan mengandung performative yaitu penutur mengucapkan sekaligus melakukan tindakan „berjanji‟, penutur berjanji bahwa penutur memang bersungguh-sungguh akan menepati janjinya.

Seperti yang dinyatakan oleh Geoffrey Leech (1993: 280) tuturan performative adalah tuturan yang tidak dievaluasi sebagai benar atau salah, tetapi sebagai tepat atau tidak tepat.

“Performative utterances are some utterances not only perform a speech act over and above simple assertion, they also simultaneously describe the speech act itself.”

Huang (2005: 95), kemudian menjelaskan

“As Austin defines it, Performatives are those sentences that denote an action. When the interlocutor wants his listener or reader to perform an action, he just uses certain words in a certain context that direct the other party to perform that intended action.”

Austin mendefinisikan, tuturan performative adalah tuturan yang berupa kalimat-kalimat yang menunjukkan tindakan. Ketika penutur berkeinginan agar mitra tuturnya melakukan tindakan tertentu penutur tersebut cukup hanya menggunakan kata-kata tertentu dalam konteks tertentu pula. Hal ini dilakukan untuk mengarahkan mitra tutur melakukan tindakan yang dimaksudkannya. Contoh:

(7) I order you to sit down. (8) I admit I was foolish.

(6)

Pada kalimat di atas dijelaskan bahwa I order you to sit down dan I admit I was foolish merupakan tuturan performative karena ditunjukkan oleh orang pertama „I‟ sebagai subjek, kemudian ada tindakan yang sedang dilakukan yaitu „memerintah‟ dan „mengaku‟.

Adapun ciri-ciri tindakan performative yang diungkapkan oleh Austin ialah subjek harus orang pertama, bukan orang kedua atau ketiga, dan yang kedua ada tindakan sedang atau akan dilakukan. Dalam menentukan ciri-ciri tuturan performative, Austin hanya melihat aspek gramatikal saja. Syarat-syarat tersebut kemudian diperbaharui oleh Searle sebagai berikut:

1. Penutur harus memiliki niat yang sungguh-sungguh dalam mengemukakan tuturannya.

2. Penutur harus yakin bahwa penutur mampu melakukan tindakan itu atau mampu melakukan apa yang dinyatakan dalam tuturannya.

3. Tuturan harus memprediksikan tindakan yang akan dilakukan, bukan yang telah dilakukan.

4. Tuturan harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh kedua belah pihak yaitu penutur dan mitra tutur.

Jika tuturan tidak memenuhi keempat syarat tersebut, maka tuturan tersebut dikatakan invalid (infelicition).

Performative verb merupakan verba yang terdapat di dalam tuturan performative. Dengan adanya verba performative dalam tindak tutur ilokusi, maka tuturan tersebut hampir dapat dipastikan adalah tuturan performative. Dengan

(7)

demikian, dapat dijelaskan bahwa seseorang yang sedang menuturkan tuturan performative sekaligus melakukan tindakan.

Menurut Austin dalam Saeed (1997: 209-210) performative verb merupakan verba yang secara eksplisit merujuk kepada tindak tutur.

“Performative verb is a verb that explicitly names the speech act.”

Yule (1996: 51) menyatakan bahwa “It is an expression of the type where there is a slot for a verb that explicitly names the illocutionary acts being performed”. Artinya suatu ekspresi yang menunjukkan tindakan ilokusi yang dilakukan. Such a verb can be called a performative verb (Vp). Yule (1996: 51) mendefinisikan performative verb sebagai berikut:

“Performative verb which is intended as indicating devise of illocutionary force is a verb that explicitly names the speech act. Commonly, speakers do not always „perform‟ their speech acts so explicitly, but they sometimes describe the speech act being performed.” Artinya performative verb adalah verba dalam performative yang dimaksudkan untuk menunjukkan dan merancang kekuatan ilokusi yaitu kata kerja yang secara eksplisit disebutkan oleh tindak tutur. Umumnya, penutur tidak selalu „melakukan‟ tindak tutur secara eksplisit, tetapi mereka kadang-kadang menggambarkan tindak tutur yang dilakukan.

Contoh performative verb: (9) “I apologize” (10) “I believe you”

Dari contoh di atas verba “apologize” dan “believe” merupakan jenis performative verb.

(8)

Dapat disimpulkan dari uraian di atas bahwa performative verb merupakan kata kerja utama yang digunakan dan dimunculkan pada tuturan performative untuk membuat kekuatan dalam tindak tutur ilokusi.

Austin dalam Saeed (1997: 209-210) menyatakan bahwa tuturan performative diklasifikasi menjadi dua jenis yaitu explicit performative dan implicit performative. Explicit performative adalah tindak tutur yang mengandung performative verb, sedangkan implicit performative adalah tindak tutur yang tidak mengandung performative verb.

a. Explicit Performative

Explicit performative adalah tuturan performative yang berupa kalimat dengan memiliki subjek orang pertama yaitu „I‟ dan „We‟, kemudian bentuk kalimatnya simple present yang membuat kekuatan pada tindak tutur ilokusi secara eksplisit atau langsung bahwa penutur menuturkan sesuatu kepada mitra tutur secara langsung untuk mendapatkan tujuannya.

Menurut Austin (1997: 209) penentuan tuturan performative ada di dalam hal formula gramatikal.

“The formula has a first person singular subject and an active verb in the simple present tense that makes explicit the illocutionary act that the speaker intends to accomplish in uttering the sentence.”

Austin menyatakan yang dimaksud dengan formula gramatikal adalah memiliki subjek orang pertama dan kata kerja aktif di dalam bentuk kalimat simple present yang membuat tindak tutur ilokusi secara eksplisit yaitu bahwa penutur bermaksud untuk mencapai dalam mengucapkan kalimat.

(9)

Contoh explicit performative:

(11) I order you to clean up this table.

Penjelasan dari kalimat di atas, kalimat di atas merupakan bentuk tuturan explicit performative karena mempunyai subjek orang pertama yaitu „I‟, mempunyai performative verb yaitu „order‟, dan berbentuk simple present sentence.

b. Implicit Performative

Implicit performative merupakan tuturan performative yang berupa kalimat yang tidak mempunyai subjek, tidak memunculkan performative verb, tetapi secara tidak langsung bertujuan untuk menjelaskan performative verb tersebut. Menurut Austin (seperti dikutip oleh Palmer, 1991: 162) pada tuturan yang bersifat implicit performative, bentuk kata kerja aktif seperti berterima kasih (thank), berjanji (promise), meminta maaf (apologize), dan lain-lain tidak muncul.

Tuturan performative yang bersifat implicit performative yaitu bahwa penutur menuturkan sesuatu kepada mitra tutur secara tidak langsung bertujuan untuk mencapai apa yang telah penutur tuturkan.

Contoh implicit performative: (12) Clean up this table. (13) Leave the room!

Penjelasan dari contoh tuturan di atas yaitu tuturan (12) dan (13) merupakan tuturan implicit performative karena penutur menuturkan kepada mitra tutur bahwa penutur secara tidak langsung memerintah „to order‟ mitra tutur.

(10)

2.3 Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan salah satu teori pragmatik. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Austin pada tahun 1965 sebagai materi perkuliahan yang kemudian dibukukan pada tahun yang sama dengan judul “How to do things with words”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh Searle pada tahun 1969 dengan menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Speech Acts: An Essay in the Philosophy of Language”. Searle berpendapat bahwa komunikasi bukan sekedar lambang, kata atau kalimat, tetapi produk atau hasil dari lambang, frasa atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur “the performance of speech acts”. Unsur yang paling kecil pada suatu proses komunikasi adalah tindak tutur seperti menyatakan, membuat pertanyaan, memberi perintah, menguraikan, menjelaskan, minta maaf, berterima kasih, mengucapkan selamat dan lain-lain.

Austin (1975: 3) “Speech act is a technical term in linguistics and the philosophy of language.”

Menurut Austin tindak tutur adalah suatu kegiatan yang diungkapkan melalui tuturan yang mengandung arti tindakan yang menjelaskan maksud penutur terhadap mitra tuturnya. Contoh:

(14) “I need the salt.”

Dari contoh di atas dapat disimpulkan, penutur menuturkan tuturan tersebut kepada mitra tutur tidak hanya menuturkan tetapi juga meminta kepada mitra tutur agar mengambilkan garam.

(11)

2.3.1 Jenis-jenis Tindak Tutur

Austin dalam Saeed (1997: 211) membagi tindak tutur menjadi tiga jenis tindakan, yaitu lokusi, illokusi, dan perlokusi. Berikut penjelasan mengenai ketiga jenis tindak tutur tersebut.

2.3.1.1Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu. Austin dalam Saeed (1997: 211) menyatakan bahwa tindak tutur lokusi adalah “by which meants as the act of saying something that makes sense in a language” maksudnya sebagai tindakan menyatakan sesuatu yang masuk akal dalam bahasa. Austin mencontohkan dengan

(15) “I am tired.”

Dari contoh di atas dapat dijelaskan, tuturan tersebut tidak mengandung maksud lain selain menginformasikannya. Penutur hanya menceritakan bahwa penutur sedang lelah tanpa ada maksud lain.

2.3.1.2Tindak Tutur Ilokusi

Berbeda dengan tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi adalah tindakan melalui tuturan. Diungkapkan oleh Austin dalam Saeed (1997: 211) tindak tutur ilokusi didefinisikan “performance of an act in saying something”. Dari pendapat ini jelas terlihat bahwa dalam tindak tutur ilokusi terdapat tindakan melalui tuturan. Austin mencontohkan dengan

(12)

Dalam tuturan tersebut, penutur tidak hanya menginformasikan bahwa udara panas dalam tuturannya, tetapi penutur juga meminta agar mitra tutur menyalakan AC atau membukakan jendela.

Kekuatan ilokusi terletak pada maksud dari penutur, misalnya penyampaian informasi (informing), perintah (ordering), dan peringatan (warning). Dalam bertutur, penutur sekaligus melakukan tindakan. Contoh tindak tutur ilokusi:

(17) “That‟s our home.”

Dari contoh tuturan di atas, penutur tidak hanya menginformasikan bahwa itu adalah rumah kami dalam tuturannya, tetapi penutur juga menunjukan rumah penutur kepada mitra tutur.

Dalam bertutur, penutur sekaligus melakukan tindakan ilokusi dalam menggunakan ungkapan tertentu untuk merujuk sehingga memiliki kekuatan ilokusi. Tindak tutur ilokusi dapat berupa pernyataan (statement), konfirmasi (confirmation), penyangkalan (denial), prediksi (prediction), janji (promise), permintaan (request), dan sebagainya. Contoh:

(18) “By 2050, there will be no more oil left in the world.” (19) “We‟re going to London.”

(20) “Would you make me a cup of coffee?”

Tuturan (18) menunjukkan bahwa penutur memprediksikan sesuatu di tahun 2050 kepada mitra tutur. Ketika penutur menuturkan “By 2050, there will be no more oil left in the world” maka penutur memprediksikan dengan bukti dan ilmu pengetahuannya kepada mitra tutur bahwa minyak di dunia lambat tahun akan semakin sedikit. Tuturan (19) menunjukkan bahwa penutur berjanji kepada

(13)

mitra tutur. Ketika penutur menuturkan “We‟re going to London” maka penutur berjanji kepada mitra tutur dan melakukan janjinya tersebut bahwa penutur akan pergi ke London. Tuturan (20) menunjukkan bahwa penutur menyatakan permintaan. Ketika penutur menuturkan “Would you make me a cup of coffee?” maka penutur meminta kepada mitra tutur agar membuatkan secangkir kopi.

Sejalan dengan Austin, Yule (1996: 48) mendefinisikan tindak tutur ilokusi sebagai

“Illocutionary act, an act is performed via the communicative force of an utterance.”

Menurut Yule tindak tutur ilokusi merupakan suatu tindakan yang dilakukan melalui gaya komunikatif dari tuturan.

2.3.1.3Tindak Tutur Perlokusi

Ketika tuturan yang diucapkan penutur memberi efek atau daya pengaruh terhadap perasaan, pikiran maupun perilaku mitra tuturnya, maka tindak tutur tersebut dikenal dengan istilah perlokusi seperti pendapat Austin (1962: 114) berikut ini:

“The achieving of certain effect by saying something.” Contoh tindak tutur perlokusi:

(21) “It is hot here.”

Dari contoh di atas dapat dijelaskan bahwa pada tindak tutur ilokusi terkandung makna lain dibaliknya yaitu meminta mitra tutur melakukan sesuatu untuk membuat ruangan menjadi tidak panas. Apabila tuturan tersebut berdampak kepada mitra tutur, misalnya mitra tutur akan secara refleks mengambil remote

(14)

AC dan menyalakan AC tersebut, efek tuturan berupa tindak perintah yang dilakukan oleh mitra tutur ini yang disebut dengan tindak perlokusi.

Selanjutnya, Searle (1975: 10-15) mengklasifikasi tindak tutur ilokusi ke dalam lima jenis, yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif.

2.3.2 Klasifikasi Tindak Tutur Ilokusi

Telah dijelaskan bahwa tindak tutur ilokusi diklasifikasi ke dalam lima jenis, sebagai berikut representatif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif. Berikut merupakan penjelasan mengenai kelima jenis tindak tutur tersebut.

2.3.2.1 Tindak Tutur Representatif

Tindak tutur representatif adalah jenis tindak tutur yang bertujuan untuk mengikat penutur terhadap suatu permasalahan, terhadap kebenaran atau keadaan yang sedang dibicarakan. Searle (1975: 10) mendefinisikan tindak tutur representatif sebagai berikut:

“The point or purpose of members of the representative class is to commit the speaker (in varying degrees) to something‟s being the case, to the truth of the expressed proposition.”

Menurut Yule menyatakan bahwa tindak tutur representatif merupakan salah satu jenis tindak tutur yang bertujuan untuk menyatakan bahwa apakah penutur percaya dengan permasalahan atau tidak. Yule (1996: 53) mendefinisikan tindak tutur representatif sebagai berikut

“Representatives are those kinds of speech acts that state what the speaker believes to be the case or not.”

(15)

Tindak tutur jenis ini berupa ungkapan untuk menyatakan (asserting), menyimpulkan (conclusion), menggambarkan (description), mengeluh (complain), melaporkan (report), menuntut (demand), mengakui (admit), menyebutkan, memberi kesaksian, dan berspekulasi.

Contoh tindak tutur representatif: (22) “It was a warm sunny day.”

(23) “The name of British queen is Elizabeth.”

Tuturan (22) menunjukkan bahwa penutur menyatakan udaranya panas karena waktu siang lebih lama, penutur dan mitra tutur percaya terhadap tuturan yang sedang dituturkan karena “It was a warm sunny day” merupakan suatu kebenaran. Tuturan (23) menunjuukkan bahwa penutur menyatakan bahwa nama ratu Inggris yaitu Elizabeth, penutur dan mitra tutur percaya terhadap tuturan yang sedang dituturkan karena “The name of British queen is Elizabeth” merupakan suatu kebenaran.

2.3.2.2 Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Searle (1975: 11) mendefinisikan tindak tutur direktif sebagai berikut:

“The illocutionary point of this consist in the fact that by speaker to get the hearer to do something.”

Artinya bahwa poin ilokusi dari tindak tutur direktif adalah fakta bahwa penutur menginginkan mitra tutur untuk melakukan sesuatu.

Menurut Yule (1996: 54) menyatakan bahwa tindak tutur ekspresif menyatakan keinginan. Tindak direktif disebut juga dengan tindak tutur impositif.

(16)

“They express what the speaker wants.”

Tindak tutur jenis ini dapat berupa ungkapan untuk memerintah (commanding), mengajak (inviting), meminta izin (asking permit), menyarankan (advising) namun dapat juga dilakukan dengan cara mengancam (treating), memaksa (insisting), melarang (forbidding), meminta bantuan (helping), memohon, mengundang, mendesak, menyuruh, menagih, menantang, dan memberi aba-aba.

Contoh tindak tutur direktif:

(24) “Could you lend me a pen, please?” (25) “Don‟t touch that.”

Tuturan (24) menunjukkan bahwa penutur memohon kepada mitra tutur agar meminjamkan bolpoinnya. Ketika penutur menuturkan “Could you lend me a pen, please?” maka penutur juga sedang melakukan tindakan memohon terhadap mitra tuturnya dan menginginkan mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu. Tuturan (25) menunjukan bahwa penutur melarang mitra tuturnya agar tidak menyentuh itu. Kedua tuturan tersebut di atas termasuk dalam tindak tutur ilokusi direktif karena penutur menginginkan mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu dengan tuturan tersebut.

2.3.2.3 Tindak Tutur Komisif

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam tuturannya. Searle (1975: 11) mendefinisikan tindak tutur komisif sebagi berikut:

“Commissives are those illocutionary acts whose points is to commit the speaker (again in varting degrees) to some future course of action.”

(17)

Artinya tindak tutur komisif adalah tuturan ilokusi yang menitikberatkan pada komitmen penutur terhadap tindakannya di masa yang akan datang.

Menurut Yule (1996: 54) menyatakan bahwa tindak tutur komisif dapat dituturkan oleh penutur sebagai dirinya sendiri, atau penutur sebagai bagian dari sebuah kelompok.

“The commissive can be performed by the speaker alone, or by a speakers as a member of a group.”

Tindak tutur yang termasuk ke dalam jenis komisif adalah berjanji (promises), mengancam (threats), menolak (refusals), bersumpah (pledges) dan menyatakan kesanggupan.

Contoh tindak tutur komisif: (26) “I‟ll be back.”

(27) “I‟m going to get it right next time.”

Tuturan (26) menunjukkan bahwa penutur berjanji kepada mitra tutur. Ketika penutur menuturkan “I‟ll be back” maka penutur berjanji kepada mitra tutur dan melakukan janjinya tersebut bahwa penutur akan kembali. Tuturan (27) menunjukkan bahwa penutur menyatakan kesanggupan kepada mitra tutur. Kedua tuturan tersebut di atas termasuk dalam tindak tutur ilokusi direktif karena tuturan ilokusi yang menitikberatkan pada komitmen penutur terhadap tindakannya di masa yang akan datang.

(18)

2.3.2.4 Tindak Tutur Ekspresif

Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu. Tindak tutur ini disebut juga dengan tindak tutur evaluatif.

Searle (1975: 12) “The illocutionary point of this class is to express the psychological state specified in the sincerity condition about a state of affairs specified in the propositional content.”

Menurut Searle tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang mengekspresikan sikap dan emosi penutur terhadap proposisinya. Sedangkan menurut Yule (1996: 53) menyatakan bahwa tindak tutur ekspresif merupakan jenis tindak tutur mengenai perasaan penutur.

“Expressive are those kinds of speech acts that state what the speaker feels.”

Tindak tutur ekspresif dapat berupa ungkapan untuk rasa senang (pleasure), sakit (pain), suka (likes), benci (dislike), bahagia (joy), nyaman (comfort), sedih (sorrow), meminta maaf (excuses), memuji (praise), mengucapkan terima kasih (thanks), memberi selamat (congratulate), mengeluh, menyanjung, menyalahkan, dan mengkritik.

Contoh tindak tutur ekspresif: (28) “I‟m really sorry.” (29) “This beer is disgusting.”

Tuturan (28) mengindikasikan rasa penyesalan penutur yang dapat disebabkan karena telah berbuat suatu kesalahan. Ketika penutur menuturkan “I am really sorry” maka penutur juga sedang melakukan tindakan meminta maaf terhadap mitra tuturnya. Tuturan (29) mengindikasi rasa benci penutur terhadap minuman bir. Ketika penutur menuturkan “This beer is disgusting”, penutur

(19)

sekaligus melakukan tindakan tidak suka minuman bir yang diberikan oleh mitra tutur. Kedua tuturan tersebut di atas termasuk dalam tindak tutur ilokusi ekpresif karena sama-sama menyatakan keadaaan psikologis yang sedang dirasakan oleh penutur baik itu yang disebabkan oleh pengalaman penutur sendiri ataupun berdasarkan pengalaman yang dialami oleh mitra tuturnya.

2.3.2.5 Tindak Tutur Deklaratif

Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Searle (1975: 3) mendefinisikan tindak tutur deklaratif sebagai berikut:

“It is the defining characteristic of this class that the successful performance of one of its member brings about the correspondence between the propositional content and reality.”

Searle menyatakan bahwa mengenai tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang mengubah kenyataan sesuai dengan proposisi deklarasi.

Yule (1996: 53) menyatakan bahwa tindak tutur deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui ucapan penutur dan mitra tutur.

“Declarations are those kinds of speech acts that change the world via their utterance.”

Tuturan yang termasuk ke dalam jenis tuturan deklaratif dapat berupa ungkapan untuk memaafkan, mengampuni, menghukum, menamai, membatalkan, mengizinkan, memecat, mengucilka, mengabulkan, mengangkat, menunjuk, memutuskan dan mengesahkan.

Contoh tindak tutur deklaratif:

(20)

(31) Referee: “You‟re out!”

Pada contoh (30) pendeta menuturkan “I now pronounce you as husband and wife” mengubah status seorang pria sebagai suami dan seorang wanita sebagai istri. Kemudian pada contoh (31) tuturan yang diucapkan wasit “You‟re out!” mengubah keadaan seorang pemain sehingga seorang pemain tidak bisa melanjutkan permainannya tersebut. Adanya perubahan status dan keadaan merupakan ciri-ciri dari tindak tutur deklaratif.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Terdapat perbedaan kinerja keuangan bank umum swasta nasional Indonesia periode sebelum dan sesudah krisis ekonomi global dilihat dari rasio Capital Adequacy

Dalam tipe pembelajaran teknologi dengan kombinasi pihak internal dan eksternal, dominasi pihak eksternal ditentukan oleh kemampuan SDM perusahaan dalam melakukan pembelajaran

 Pricing: Delta price antara harga bahan bakar minyak dengan bahan bakar dari energi baru (gas/steam) serta energi terbarukan yang belum mampu mendorong konsumen untuk beralih

mengemukakan bahwa diameter dan kecepatan pertumbuhan koloni jamur Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama adalah berbeda nyata menurut

Dosen pembimbing memberikan masukan, baik berupa kritik maupun saran setiap kali praktikan selesai praktik mengajar. Berbagai metode dan media pembelajaran dicoba

Keberadaan kampus – kampus besar di Perkotaan Yogyakarta yang terbilang populer juga memberikan dampak terhadap perkembangan kegiatan ekonomi di Perkotaan

Minat beli ulang konsumen Verde Resto And Lounge Bandung sudah dalam kategori baik, item pernyataan yang mendapatkan persentase tanggapan paling besar adalah saya

Transaksi pihak yang memiliki hubungan istimewa merupakan transaksi antara klien dan suatu pihak yang memiliki hubungan istimewa. Transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan