• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Riaswati Adi BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Riaswati Adi BAB I"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Awal mula penulis memilih judul ini adalah berdasar pengalaman dan pengamatan penulis di salah satu madrasah di Purbalingga, di mana kepala madrasah tersebut menurut penulis belum menjadi kepala madrasah yang profesional dan belum bisa menjadi panutan atau teladan bagi bawahannya. Padahal seorang pemimpin, dalam hal ini kepala madrasah akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Kata ‘menjadi kepala madrasah profesioanal’ ini saya dapat dari judul bukunya Mulyasa. Yang penulis lihat dari kehadiran kepala madrasah yang hampir selalu terlambat sehingga membuat guru-guru di madrasah tersebut juga berangkatnya melebihi jam masuk madrasah dan membuat siswa terhambat untuk belajar.

(2)

membina, melaksanakan serta mengendalikan madrasah dan sumber daya manusia yang ada di dalamnya, termasuk Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) (Wahjosumidjo, 2008: 81).

Dengan demikian, kepala madrasah merupakan hal yang penting dalam suatu lembaga pendidikan yakni madrasah, maju mundurnya mutu madrasah sangat tergantung dari kepala madrasah dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu, kepala madrasah dituntut untuk memiliki visi dan wawasan yang luas tentang madrasah serta kemampuan profesional yang memadai dalam bidang perencanaan, kepemimpinan, manajerial, dan supervisi pendidikan. Ia juga harus memiliki kemampuan untuk membangun kerjasama yang harmonis dengan berbagai pihak yang terkait dengan program pendidikan di madrasah/madrasah. Singkatnya, kepala madrasah harus mampu berperan sebagai: educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator yang sering disingkat dengan EMASLIM

(Mulyasa, 2011:98).

Kepala madrasah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan madrasah yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan madrasah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Kepala madrasah dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektivitas kinerjanya (Mulyasa, 2011:98).

(3)

berkompeten lagi dengan arahan dan motivasi dari kepala madrasah, karena seorang kepala madrasah menjadi teladan bagi bawahannya.

Menurut Daulay (2006:74) guru adalah salah satu diantara faktor pendidikan yang memiliki peranan yang paling strategis, sebab gurulah sebetulnya ‘pemain’ yang paling menentukan di dalam terjadinya proses belajar mengajar. Di tangan guru yang cekatan fasilitas dan sarana yang kurang memadai dapat diatasi, tetapi sebaliknya di tangan guru yang kurang cakap, sarana dan fasilitas yang canggih tidak banyak memberi manfaat.

Seperti yang dikutip Nata dari Usman, bahwa para ahli pendidikan pada umumnya memasukan guru sebagai pekerja profesional, yaitu pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Abuddin Nata, 2003:141).

(4)

mudah menerima pelajaran yang disampaikan. Termasuk Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) yang selama ini pembelajaran agama Islam dianggap oleh siswa sebagai pelajaran yang membosankan.

Kompetensi-kompetensi tersebut sebagaimana tercantum dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional (Musfah, 2011:30).

Dalam penelitian ini, penulis mengambil salah satu dari keempat kompetensi tersebut yakni kompetensi profesional. Hal ini dikarenakan supaya dalam penelitian ini lebih fokus. Mutu siswa dan pendidikan bergantung pada mutu guru, terlebih guru agama karena guru agama merupakan orang yang membimbing dan membina para siswa terutama dalam penanaman akhlak. Ilmu agama adalah ilmu yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari untuk bekal akhirat.

Nata mengemukakan bahwa jika seluruh komponen pendidikan dan pengajaran tersebut dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, maka mutu pendidikan dengan sendirinya akan meningkat dan sebaliknya (Abuddin Nata, 2003:146).

(5)

Biasanya guru yang akan dikambing hitamkan jika ada siswa yang moralnya merosot. Masyarakat menganggap bahwa selama ini pendidikan agama di madrasah-madrasah dianggap kurang bahkan tidak berhasil. Ini tercermin masih banyak siswa yang belum bisa mengamalkan ajaran Islam yang telah dipelajari di madrasah dalam kehidupan sehari-harinya dengan baik dan benar.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan Azyumardi Azra (2006:74) bahwasanya banyak orang berpendapat merosotnya akhlak, moral, dan etika peserta didik disebabkan karena gagalnya pendidikan agama di madrasah. Perlu diakui bahwa pada batas tertentu, pendidikan agama memang memiliki kelemahan sehingga tidak cukup fungsional untuk membentuk akhlak, moral, dan bahkan kepribadian peserta didik.

Belakangan ini penulis banyak mendengar keluhan orang tua berkenaan dengan ulah perilaku remaja yang sukar dikendalikan, nakal, keras kepala, berbuat keonaran, maksiat, dan mabuk-mabukan.

Kejadian di atas sungguh amat disayangkan dan telah mencoreng dunia pendidikan, padahal seharusnya agama menjadi penerang dan pengontrol emosi. Para remaja (pelajar) seharusnya dapat menunjukan akhlak yang baik sebagai hasil didikan di madrasah terlebih didikan ajaran agama, justru malah sebaliknya yakni menunjukan tingkah laku yang tidak terpuji.

(6)

Islam. Sehingga ia mampu mengamalkan syariat Islam secara benar sesuai pengetahuan agama.

Sehingga kemerosotan-kemerosotan moral di atas dan lainnya diharapkan tidak terulang kembali di masa mendatang karena sudah dibekali dengan pengetahuan agama yang kuat.

Demikianlah seyogyanya guru termasuk Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) selalu berkembang dalam setiap dimensinya yang beragam melalui belajar dari banyak hal setiap waktu dan di mana pun. Menarik untuk disimak penjelasan Hammerness, et al, dalam How Teachers Learn and

Develop berikut ini, “Guru berkembang dalam beragam dimensi. Guru

berkembang sebagai profesional, sebagai ilmuwan dan praktisi dalam konteks mata pelajaran, sebagai agen perubahan, sebagai pengasuh dan penyokong siswa, dan sebagai agen moral” (Musfah, 2011:55-56).

Kementerian Agama RI (2006:1) madrasah merupakan pendidikan umum yang berciri khas agama Islam dan dikelola oleh Kementerian Agama. Lembaga pendidikan tersebut menyelenggarakan pendidikan melalui jalur formal dengan jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu: Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA).

(7)

Sesuai dengan kurikulum khusus untuk madrasah tsanawiyah, maka Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) di madrasah/madrasah tersebut terbagi dalam beberapa mata pelajaran yang terdiri dari: Guru Akidah Akhlak, Fikih, Al Qur’an Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab serta ditambah Kemuhammadiyahan (Soehendro, 2007:5).

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Manajemen Kepala Madrasah dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Islam di MTs Muhammadiyah 03 Bandingan Kejobong Purbalingga Tahun Pelajaran 2014/2015”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah Manajemen Kepala Madrasah dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Islam di MTs Muhammadiyah 03 Bandingan Kejobong Purbalingga Tahun Pelajaran 2014/2015?

C. Tujuan Penelitian

(8)

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Manfaat Teoritis

Untuk menambah khasanah wawasan keilmuan terutama tentang manajemen kepala madrasah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Kepala Madrasah

Sebagai bahan masukan dan perbaikan kepala MTs Muhammadiyah 03 Bandingan Kejobong Purbalingga dalam menjalankan kepemimpinannya menjadi lebih baik lagi.

b. Bagi Guru Pendidikan Agama Islam

Referensi

Dokumen terkait

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Undang - Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Pasal 2 ayat (1) mengatur mengenai pengertian Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga

Pada sistem e-supply chain management dibutuhkan fungsi lain yang digunakan pada sistem, maka dari itu terdapat perubahan dan penambahan fungsi yaitu kelola pesanan,

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Perbedaan pengaturan hak kesehatan buruh yang diselenggarakan oleh Jamsostek dan BPJS Kesehatan adalah dari segi asas dan prinsip penyelenggaraan; sifat kepesertaan; subjek

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

pengaruh atau tidaknya Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) terhadap Return Saham perusahaan Manufaktur yang terdaftar di JII periode 2013-2015

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata