PENDERITA
RHEUMATOID ARTHRITIS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Herdian Wahyuni
039114003
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Every drop of sweat, sacrifice, love, compassion, and life lessons
that my Family give..
and
All incredible persons that I have met
Thank
you
Always keep the faith
in me
The miracle in life is to find HOPE from hopelessness
and to be Alive
Herdian Wahyuni
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri pada penderita rheumatoid arhtiris dengan pendekatan korelasional. Subyek penelitian ini adalah 33 penderita rheumatoid arthritis diperoleh menggunakan teknik
purposive sampling. Hipotesis yang diteliti adalah ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri pada penderita rheumatoid arthritis. Alat ukur penelitian menggunakan skala strategi koping aktif terdiri dari 21 item dengan reliabilitas (α) sebesar 0,933 dan skala dukungan sosial terdiri dari 31 item dengan reliabilitas (α) sebesar 0,941. Analisis korelasi Product-Moment Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri dengan bantuan program SPSS for Windows versi 15.00. Hasil analisis tersebut menunjukkan nilai korelasi antara dukungan sosial dan strategi koping aktif sebesar 0,364 dengan koefisien signifikansi p = 0,019 (p < 0,05), yang berarti adanya hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif pada penderita rheumatoid arthritis.
Kata Kunci : nyeri, rheumatoid arthritis, strategi koping aktif, dukungan sosial.
Herdian Wahyuni ABSTRACT
This study aimed to know the relationship between social support and active coping strategies of pain in patients with rheumatoid arthritis by correlation approach. The subjects were 33 patients with rheumatoid arthritis obtained using purposive sampling technique. The hypothesis was there was a positive correlation between social support and active coping strategies. The data was revealed by the scale active coping strategies consisted 21 items with reliability (α) of 0,933 and the social support scale consisted 31 items with reliability (α) of 0,941. Statistical analysis Pearson Product-Moment was used to analyze the correlation between social support and active pain coping strategies and with help by SPSS for Windows version 15.00. The result shown correlation between social support and active coping strategies was 0,364 with coefficient of significance p = 0,019 (p < 0.05) that means there was significant positive relationship between social support with active coping strategies of pain in patients with rheumatoid arthritis.
Keywords : pain, rheumatoid arthritis, active coping strategies, social support.
Puji syukur kepada Tuhan, Bapa dan Bunda Maria yang senantiasa memberikan anugerah, kekuatan, pembelajaran dan kelancaran dalam penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan pada waktunya.
Karya tulis ini merupakan proses pendewasaan dan pembelajaran hidup bagi penulis. Pada akhirnya, karya ini dapat terselesaikan dengan bimbingan, dukungan moril dan materiil yang luar biasa dari setiap pribadi dalam kehidupan penulis.
Maka pada kesempatan yang istimewa ini, penulis dengan tulus ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk semua pribadi yang berperan dalam penulisan skripsi hingga terselesaikan, yaitu kepada :
1. Ibu A. Tanti AriniS.Psi M.Si selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas
kesempatan yang telah diberikan dan dorongan semangat untuk melanjutkan penulisan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih telah bersedia menyisihkan waktu, perhatian, bimbingan dan semua masukan selama mendampingi saya dalam berproses.
2. Ibu Dra. Lusia Darmanastiti, MS dan Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani yang
telah membantu saya membuat lebih baik dan lebih paham tentang skripsi ini. 3. Kedua orangtua, Bapak Rawan Wahyudi dan Ibu Susianti. Terima kasih
untuk semua doa, kasih sayang, semangat dan pengorbanan yang sangat berharga dalam hidup saya.
Terima kasih.
5. Simbah Sutimah yang senantiasa berdoa untuk menguatkan saya.
6. Bu Lik Pertiwi Indriyani dan Bu Lik Anastasia Tri Hastuti, terima kasih
untuk perhatian, semangat, saran dan bantuan tenaga yang diberikan sehingga saya bisa lancar menyelesaikan skripsi.
7. Alm. Ik Hileria Yeniati ( Hoo Yek Ging ) dan Alm. Bu Lik Puruhita
Latini, kedua pribadi yang senantiasa terkenang dalam hidup ini.
8. Keluarga di Jakarta, Erick, Brigita, Budhe Nunung dan tante nDari, terima kasih untuk semua doa, harapan dan keyakinan yang senantiasa menyemangatkan.
9. Cicik Anastasia Diana yang memberi semangat “Keep the Faith”, koko
Benyamin yang membantu dalam teknis komputer dan juga Yakobus Maleo
dengan “Smiling Face”nya. Thank you so much..
10. Serka Ucok Sudarmono, kakak yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu saya dalam penelitian ini.
11. Bapak Mulyanto dan Pakde Raharjo, terima kasih untuk dukungan moril
dan pengalaman hidup.
12. Om Sumarlan, pak Semidi dan pakde Ndung Broto untuk pengetahuan dan
keyakinan untuk berjuang.
13. DR. Dr. Nyoman Kertia Sp. PD – KR, Ibu Dra. Siti Rundasih Apt dan
segenap staf Apotek Dharma Husada yang telah bersedia membantu
14. Dr. Indra Darmawan Sp. PD, untuk pengarahan, penjelasan dan berbagai kemudahan dalam penelitian.
15. Agatha Dewan Ayu Budaya, Eka Dian Perwithasari dan Devita Marie
Astriana Marthin yang senantiasa mendukung saran, pengetahuan, semangat
dan keyakinan untuk lulus. Terima kasih telah rela direpotkan dengan ketidaktahuanku dalam segala hal terkait skripsi ini.
16. Aprinta, Ria, Vicky, Toa, Ronald, Martin, Beny, Yoko, Qinoy dan
teman-teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas semua bentuk dukungan yang diberikan.
17. Keramahan dan kehangatan yang senantiasa membantu dalam segala urusan administrasi, kuliah dan skripsi di Fakultas Psikologi yaitu Bu Nanik, Mas
Gandung, Pak Gie, Mas Muji dan Mas Doni.
18. Bapak Rahmat, Mbak Ani, Bapak Taufik dan Bapak Soleh yang turut
mendukung dalam pengetahuan tentang penelitian ini.
19. Semua pengalaman hidup berharga, yang diberikan oleh para responden
penelitian. Terima kasih atas kesediaan mengisi angket dan berbagi pengalaman kehidupan selama penelitian.
Yogyakarta, 28 Januari 2011
Herdian Wahyuni
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING………... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………... iv
HALAMAN MOTTO ………. v
HALAMAN PERNYATAAN……….. vi
ABSTRAK………... vii
ABSTRACT………. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………... ix
KATA PENGANTAR……….. x
DAFTAR ISI……… xiii
DAFTAR TABEL……… xvi
DAFTAR GAMBAR………... xvii
DAFTAR LAMPIRAN………... xviii
BAB I. PENDAHULUAN.………. 1
A. Latar Belakang………. 1
B. Rumusan Masalah……… 6
C. Tujuan Penelitian………. 7
D. Manfaat Penelitian……….. 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..………. 8
A. Rheumatoid Arthritis……….……….…. 8
1. Pengertian Rheumatoid Arthritis …….………. 8
1. Pengertian Nyeri………. 11
2. Komponen dan Klasifikasi Nyeri.……….. 12
3. Dampak Nyeri pada penderita Rheumatoid Arthritis……. 14
C. Strategi Koping Aktif…..……… 16
1. Pengertian Koping Aktif Nyeri….………. 16
2. Bentuk Strategi Koping Aktif Nyeri……….. 17
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi………. 18
D. Dukungan Sosial………... 20
1. Pengertian Dukungan Sosial…….……….. 20
2. Sumber Dukungan Sosial…………..………. 21
3. Bentuk Dukungan Sosial………..…. 23
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi……… 24
5. Dukungan Sosial dalam Fungsi Adaptasi……….. 25
E. Hubungan Dukungan Sosial dengan Strategi Koping Aktif Nyeri……….……….. 26
F. Hipotesis Penelitian……… 28
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…... 30
A. Jenis Penelitian……….. 30
B. Identifikasi Variabel.………... 30
C. Definisi Operasional…….……….. 30
D. Subjek dan Teknik Sampling Penelitian..……….. 33
1. Validitas dan Seleksi Item……… 38
2. Reliabilitas………. 39
G. Metode Analisis Data……… 39
1. Uji Asumsi…..………. 40
2. Uji Hipotesis….……….. 40
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..…………. 42
A. Orientasi Kancah……….……… 42
B. Persiapan Penelitian ……….……….. 43
C. Pelaksanaan Penelitian………. 45
D. Hasil Seleksi Item……… 47
E. Hasil Analisis Data...……… 48
1. Deskripsi Data Penelitian………….………. 48
2. Uji Asumsi……… 49
3. Uji Hipotesis………. 50
F. Pembahasan……….... 52
BAB V. PENUTUP………..…..………. 55
A. Kesimpulan………... 55
B. Keterbatasan Penelitian………. 55
C. Saran………. 56
DAFTAR PUSTAKA……… 58
LAMPIRAN……….. 62
Tabel 1 Blue Print Skala Strategi Koping Aktif Nyeri... 35 Tabel 2 Blue Print Skala Dukungan Sosial……….. 37 Tabel 3 Tabulasi Data Subjek………. 45 Tabel 4 Distribusi Butir Skala Strategi Koping Aktif
setelah Seleksi Item……… 47 Tabel 5 Distribusi Butir Skala Dukungan Sosial
setelah Seleksi Item……… 48 Tabel 6 Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif……… 49 Tabel 7 Hasil Pengujian Korelasi Product Moment……… 51
Gambar 1. Skema Alur Pemikiran Penelitian ……….. 29
Lampiran A Skala Penelitian... 62
Lampiran B Tabulasi Data & Korelasi antar Item Skala... 71
Lampiran C Tabulasi Data & Reliabilitas Hasil Seleksi Item... 83
Lampiran D Hasil Uji Normalitas & Linearitas... 91
Lampiran E Hasil Olah Data... 95
Lampiran F Surat Izin Penelitian & Surat Keterangan Penelitian... 98
A. Latar Belakang
Tubuh manusia tercipta dari kerjasama organ-organ tubuh yang
menakjubkan. Salah satunya adalah sendi sebagai anggota sistem gerak tubuh.
Sendi mempunyai fungsi penting bagi tubuh yaitu berperan membantu tubuh
manusia melakukan suatu gerakan dengan luwes dan leluasa. Namun bagi
orang-orang yang menderita penyakit rheumatoid arthritis, gerakan yang mudah atau
sederhana menjadi hal yang sulit dilakukan karena dapat menimbulkan rasa nyeri.
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit di mana persendian secara
simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Clair, dkk.,
2004). Nyeri yang dialami penderita dapat berupa rasa nyeri panas bersamaan
timbulnya peradangan dan rasa nyeri pegal-pegal maupun tajam saat sendi
digerakkan meski tanpa peradangan. Seseorang yang menderita rheumatoid
arthritis dapat mengalami gangguan nyeri selama hidupnya dengan intensitas
ringan hingga berat karena sifat nyeri penyakit ini termasuk kronis.
Penderita yang mengalami rasa nyeri yang hebat disertai kekakuan sendi,
membuatnya terbatasi dalam beraktivitas. Pengalaman nyeri yang terus menerus
dialami penderita memicu persepsi bahwa nyeri bukan hanya sekedar gejala
penyakitnya juga menimbulkan kecemasan dan ketakutan akan kondisi tubuhnya
(Nezu dkk,2003). Kecemasan kondisi tubuh cenderung membuat penderita
memandang nyeri sebagai beban berat dan dapat menjadi sangat berlebihan
terhadap sensasi kondisi tubuhnya. Kondisi ini akan semakin membatasi
kemampuan dan kemauan penderita dalam aktivitas gerak fisiknya. Aktivitas fisik
yang semakin terbatas berdampak pada aktivitas fungsional seperti kemampuan
bekerja dan berelasi sosial. Pengalaman nyeri ini membuat mereka rentan
mengalami ketidakberdayaan (Keefe dkk, 2005) dan depresi (Covic, 2003).
Menurut Parker & Wrigth dalam Nezu dkk., (2003) kondisi-kondisi emosional
negatif bisa memicu terjadinya nyeri dan semakin memperpanjang penderitaan
rasa nyeri.
Rasa nyeri telah menjadi keluhan utama yang menyita perhatian dan
stresor terbesar bagi penderita (Young,1992). Bahkan rasa nyeri dipandang
sebagai kunci penentu persepsi sehat secara umum oleh penderita dan pada ahli
kesehatan (Covic dkk.,2003). Penderita pun mengupayakan cara mengatasi
tekanan nyeri dan meningkatkan kesehatan mereka. Upaya penanganan dapat
melalui pengobatan medis dan secara psikologis.
Pengobatan medis merupakan langkah awal dilakukan penderita untuk
mengatasi nyeri ini melalui pengobatan medis. Meskipun telah banyak kemajuan
dalam pengobatan medis namun rasa nyeri ini belum dapat benar-benar
dihilangkan secara menyeluruh dan permanen (Keefe dkk., 2005). Bahkan untuk
jangka panjang penggunaan berlebihan obat-obatan ini dapat menimbulkan efek
samping yang buruk bagi kesehatan (Dirjen Kesehatan RI, 2000). Ketidakpastian
perkembangan penyakit dan hasil pengobatan medis dapat semakin meningkatkan
Pengobatan medis belum dapat memberikan penyembuhan secara total dan
penderita masih beresiko mengalami nyeri rematik kapan saja. Disamping
menjalani pengobatan medis, penderita rheumatoid arthritis tetap harus
menghadapi dan menangani nyeri beserta dampak emosional dalam keseharian
sepanjang hidupnya. Upaya penderita untuk menyesuaikan diri dengan mengatasi
masalah yang dihadapi disebut sebagai koping.
Koping individu yang menderita nyeri merupakan usaha melalui cara
penanganan yang membantu mengelola, mengurangi munculnya atau
meringankan sensasi nyeri dan meningkatkan pemulihan kesejahteraan serta
menjaga kesehatan diri hari demi hari (Zeidner & Endler, 1996). Penderita
melakukan koping dalam pelaksanaan cara atau strategi–strategi baik pikiran
maupun tindakan.
Pelaksanaan strategi koping setiap individu terkait dengan karakteristik
penyakit dan gejala penyakit yang diderita serta dipandang efektif terhadap
kondisi tersebut (Zautra & Manne dalam Nezu dkk, 2003). Stresor penderita
rheumatoid arthritis adalah rasa nyeri yang bergantung pada kondisi fisik dan
psikis berupa kognisi dan emosi pribadi (Melzack & Wall dalam Keefe dkk,
2005). Kondisi ini memerlukan kemampuan kontrol dalam diri untuk mengelola
nyeri dan kondisi emosional penderita.
Strategi koping aktif mengarah pada kecenderungan kontrol dalam diri
yang dipakai penderita untuk menangani penyakit kronis, khususnya rasa nyeri
pada penderita rheumatoid arthritis (Zeidner & Endler, 1996). Strategi koping
untuk tetap mampu menjalankan fungsinya dan tidak membiarkan rasa sakit itu
mengontrol kehidupannnya meski dengan kondisi akibat penyakit.
Berdasarkan penelitian pendahulu tentang strategi koping nyeri (Brown
dkk, 1989; Covic dkk, 2003; vanLankveld dkk, 1994; Keefe dkk 2005) penderita
yang melakukan strategi koping aktif memiliki tingkat rasa nyeri dan depresi lebih
ringan. Penggunaan strategi koping aktif membuat penderita merasa berdaya
untuk mengontrol dan mengurangi rasa nyerinya. Individu yang merasa dirinya
berdaya cenderung memaknai stresor lebih dapat terloreransi dan mengupayakan
penyelesaian masalah (Saltzman dkk, 2002).
Perilaku koping tidak hanya upaya pribadi, hasil penilaian tuntutan dan
tujuan tetapi tergantung juga pada penilaian sumber daya yang dimiliki (Hufboll
dalam Zeidner & Endler, 1996). Orang-orang yang berada pada situasi stres
mungkin akan meminta dan menerima bantuan dari orang-orang di sekitarnya
untuk membantu mereka menghadapi situasi tersebut. Saat merasa nyeri
terkadang penderita mengalami keterbatasan atau membatasi gerak sehingga
membutuhkan bantuan dari orang-orang terdekatnya. Tekanan emosional dapat
pula mendorong penderita meminta dukungan moril atau merasakan empati dari
orang lain. Dukungan dari orang lain untuk membantu mereka menghadapi situasi
tersebut disebut dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan sumber daya di
luar individu yang dapat digunakan membantu mengatasi konflik tuntutan dan
Dukungan sosial dapat berasal dari orang - orang di sekitar penderita yang
terlibat dalam kehidupan dan mampu menjalin relasi bermakna bagi penderita.
Bagi penderita rheumatoid arthritis, potensi dukungan dapat dirasakan dari
pasangan (suami atau istri) dan keluarga, penderita yang mempunyai kondisi yang
sama, dan paramedis yaitu dokter dan perawat (Logaraj, 2006).
Bentuk dukungan sosial yang diterima penderita dapat berupa dukungan
emosional, penghargaan, pendampingan dan informasi (Smet, 1994). Dukungan
sosial yang diterima penderita dapat membuat mereka merasa berharga, didukung,
dicintai, dan diterima. Kondisi ini dapat membantu penderita dalam penyesuaian
terhadap kondisi fisik dan tekanan psikis akibat penyakit.
Penelitan Druley & Townsend dalam Nezu dkk, (2003) menunjukkan
jalinan interaksi antara penderita dan pasangan hidupnya yang positif dapat
menurunkan gejala depresi yang dialami penderita. Interaksi dengan praktisi
kesehatan seperti dokter atau perawat yang baik mendorong penderita
memperoleh kontrol dalam penanganan gejala nyeri sehari-hari (Ryan dkk, 2003).
Dukungan yang diterima dari orang-orang tersayang bagi penderita dalam
pengalaman sakit yaitu dapat memprediksi nyeri berkurang, tekanan psikis dan
sosial berkurang (Danoff-Burg & Revenson, 2005). Dengan berinteraksi,
berkomunikasi, adanya penghargaan diri dan perhatian, maka akan mengurangi
rasa nyeri akibat penyakit rheumatoid arthritis (Logaraj, 2006).
Penelitian-penelitian yang hendak meneliti kemungkinan dukungan sosial
membantu pelaksanaan strategi koping berdasar pada asumsi Toith (1985). Toith
assisstance). Ketika menghadapi tekanan situasi kondisi, dukungan sosial
mungkin membantu individu mengubah pemaknaan terhadap situasi kondisi
tersebut, mengubah emosi dan sikap merespon stresor dan atau terhadap stresor
itu sendiri. Nasehat dan petunjuk dari orang lain dapat merubah penilaian
ancaman stresor dari kondisi sulit menjadi lebih teratasi; ditambah dukungan dari
orang terdekat menyediakan bantuan dalam mengidentifikasi strategi koping yang
adaptif dan pendampingan dalam pelaksanaan strategi tersebut (Burke dalam
Nezu dkk, 2003). Dukungan sosial dapat mengurangi tekanan emosional,
meningkatkan rasa berdaya dan motivasi untuk bertindak (Saltzman dkk, 2002).
Individu dengan tekanan emosional yang ringan, memaknai stresor lebih dapat
teratasi sehingga dirinya merasa berdaya untuk mentoleransi rasa nyeri, menekan
perasaan-perasaan negatif dan mengupayakan pikiran dan tindakan untuk
menghadapi masalah.
Penelitian ini tertarik untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial
dengan strategi koping nyeri pada penderita rheumatoid arthritis. Asumsi peneliti
bahwa ada kemungkinan semakin penderita merasakan dukungan sosial, ia
semakin semakin sering menggunakan strategi koping aktif.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemikiran yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini
bertujuan untuk membuktikan asumsi-asumsi yang telah dibangun yaitu:
1. Adanya hubungan antara dukungan sosial dan strategi koping aktif nyeri
pada penderita rheumatoid arthritis.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan wacana
mengenai strategi koping nyeri kronis, khususnya strategi koping aktif dan
dukungan sosial pada penderita rheumatoid arthritis. Selain itu, penelitian
diharapkan dapat bermanfaat memberikan tambahan kajian teori tentang
hubungan dukungan sosial dan strategi koping aktif rasa nyeri pada
penderita rheumatoid arthritis, mengingat selama ini strategi koping aktif
belum banyak diteliti.
2. Manfaat praktis
Wacana strategi koping aktif nyeri, dukungan sosial pada penderita
dan hubungannya diharapkan dapat menjadi masukan kepada penderita
rheumatoid arthritis, masyarakat yang salah satu anggotanya mengalami
penyakit ini maupun berbagai pihak yang berkecimpung dalam dunia
kesehatan khususnya program penanganan untuk menghadapi nyeri secara
A. Rheumatoid Arthritis
1. Pengertian Rheumatoid Arthritis
Penyakit rematik merupakan suatu kelompok penyakit yang mempengaruhi
daerah persendian, bagian lunak yang mengelilingi sendi dan sistem jaringan ikat.
Gejala khas dari penyakit rematik adalah pembengkakan pada sendi, kelemahan
otot dan gangguan gerak sendi (Young, 1992).
McCracken dalam Tamzuri (2007) mengatakan rheumatoid arthritis adalah
penyakit meradang kronik dari jaringan ikat berbagai sendi tubuh, tepatnya
peradangan pada membran sinovial yang mengelilingi dan melumasi sendi.
Junaidi (2006) menambahkan peradangan terjadi karena adanya patogenesis
autoimun berupa kelainan fungsional komplemen imun tubuh. Komplemen imun
tubuh adalah komplemen yang merespon dan melindungi jaringan tubuh dari
serangan substansi merugikan yang masuk ke tubuh seperti virus, bakteri atau
mikroba lain. Pada penyakit rheumatoid arthritis, komplemen imun ini justru
menyerang jaringan sendi tanpa sebab pasti (Mutschler, 1999). Sel darah putih
sebagai agen sistem imun, menjelajah masuk ke dalam membran jaringan sendi
dan menyebabkan peradangan. Peradangan ini menimbulkan rasa nyeri,
pembengkakan, kekakuan dan hilangnya fungsi persendian (Clair, dkk., 2004).
Rheumatoid Arthritis dapat menyerang segala lapisan kelompok umur, meski
demikian penyakit ini sering ditemukan pada kelompok usia tengah baya dan
menampakkan peningkatan populasi di kelompok lanjut usia. Rentang usai
potensial terkena penyakit ini antara 25-50 tahun. Kaum wanita beresiko tiga kali
lipat daripada kaum pria untuk terserang penyakit (Clair, dkk., 2004).
2. Gejala Klinis
Menurut Arthritis Foundation dalam Talley dkk (1994) gejala-gejala klinis
penyakit rheumatoid arthritis yaitu persendian hangat, empuk dan membengkak;
persendian yang terinfeksi memiliki pola simetris, persendian yang sering
terserang adalah sendi pergelangan tangan dan sendi jari-jari yang dekat dengan
tangan, dapat menjalar ke leher, pundak, lengan, pinggul, lutut, engkel, dan kaki.
Junaidi (2006) menambahkan peradangan sendi pada rheumatoid arthritis berpola
simetrik artinya jika suatu sendi pada bagian kiri tubuh meradang kemungkinan
besar sendi yang sama di bagian kanan tubuh akan meradang pula.
Gejala-gejala lain sebagai manifestasi peradangan berupa nyeri seperti
terbakar dan kaku sendi lebih dari 30 menit di pagi hari atau setelah beristirahat
lama, nyeri sendi muncul secara tidak terduga, demam, hilangnya nafsu makan,
penurunan berat badan, keletihan dan lemas tubuh sepanjang hari, rentang gerak
berkurang dan terbentuknya benjolan (nodus) di jaringan bawah kulit (Mutschler,
1999; Junaidi, 2006). Young (1992) memaparkan keluhan – keluhan yang paling
sering dilaporkan individu yang menderita rheumatoid arthritis adalah rasa nyeri,
Steinbracker (dalam Mutschler,1999) membagi tahapan sakit rheumatoid
arthritis dalam 4 stadium yaitu :
a. Stadium I, ditandai dengan pembengkakan simetrik persendian kecil
seperti di jari tangan, jari kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, siku,
pergelangan kaki; mengalami keterbatasan gerak yang menyebabkan nyeri dan
kekakuan di pagi hari. Persendian yang sering terlibat adalah sendi ibu jari dan
jari tengah.
b. Stadium II, persendian besar mulai terlibat, penderita mengeluh merasakan
nyeri sewaktu bergerak juga nyeri pada waktu istirahat. Jangka waktu kekakuan di
pagi hari meningkat menjadi sekitar 3 jam. Fungsi persendian lambat laun
menjadi terbatas.
c. Stadium III terjadi pembengkakan persendian yang menonjol, deformasi
persendian dengan pembengkokan poros, kekakuan sendi di pagi hari dapat
bertahan sampai 5 jam dan keterbatasan fungsi sendi semakin terbatas.
d. Stadium IV terjadi gejala-gejala lanjutan ankilosisi atau persendian
menjadi kaku, kecacatan dan kebutuhan akan perawatan intensif.
Penyakit rheumatoid arthritis atau biasa dikenal di masyarakat dengan istilah
penyakit radang sendi dialami oleh banyak warga masyarakat. Masyarakat
menganggap rheumatoid arthritis sebagai penyakit yang umumnya diderita oleh
orang tua. Karakteristik penyakit ini adalah rasa nyeri sewaktu bergerak,
kelemahan otot, hingga kekakuan sendi dengan perkembangan yang dapat
B. Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Menurut Asosiasi Nyeri Internasional dalam Tamzuri (2007) nyeri adalah
suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan,
berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan baik secara aktual maupun
potensial atau menggambarkan keadaan kerusakan tersebut. Nyeri merupakan
sensasi ketidaknyamanan yang timbul sebagai bentuk penderitaan akibat persepsi
adanya kerusakan jaringan tubuh, ancaman dan fantasi luka ( Kozier dan Erb
dalam Tamzuri, 2007 ).
Sensasi nyeri menurut model Gate Control Theory merupakan pengalaman
multidimensional, berproses dinamis dan otak mempunyai peran penting sebagai
pengontrol (Melzack & Wall dalam Keefe dkk, 2005). Proses nyeri adalah proses
dinamik dan otak mempunyai peran penting. Otak bagian tengah yang
bertanggungjawab atas kognisi dan emosi dapat mempengaruhi sinyal nyeri dari
ujung saraf bagian yang terluka ke otak. Pusat otak ini mengaktifkan sistem
penurunan sensasi dengan menutup alur nyeri melalui semacam mekanisme buka
tutup pintu berlokasi di tulang belakang. Jika gerbang terbuka maka sensasi akan
semakin nyeri sebaliknya jika gerbang tertutup maka sensasi nyeri berkurang.
Faktor psikis seperti kecemasan dan bosan dapat membuka gerbang sehingga
meningkatkan sensasi nyeri sedangkan optimisme dan pengalihan pemikiran dapat
menutup gerbang sehingga sensasi nyeri cenderung berkurang (Sarafino, 1990).
Oleh sebab itu faktor psikis dapat pula mempengaruhi sensasi nyeri. Individu
perasaan emosional yang menyertai. Nyeri merupakan pengalaman subyektif dari
penderita yang merasakan nyeri sehingga rasa nyeri dapat dikontrol atau
dikendalikan oleh penderita (Clair, dkk., 2004).
Berdasarkan pemahaman di atas, peneliti menyimpulkan bahwa nyeri adalah
sensasi ketidaknyamanan yang dialami individu sebagai persepsi sensori adanya
kerusakan jaringan tubuh.
2. Komponen dan Klasifikasi Nyeri
a. Komponen Nyeri
Kozier dan Erb dalam Tamzuri (2007) memaparkan nyeri melibatkan 4
komponen yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain, yaitu :
i. Sensori menggambarkan sesuatu yang mendasari kerusakan jaringan tubuh
atau masalah kesehatan.
ii. Afeksi, menggambarkan perasaan-perasaan negatif yang timbul akibat
sensasi nyeri dan kerusakan jaringan tubuh. Contohnya perasaan tidak
nyaman, penderitaan, perasaan terganggu dan ketakutan.
iii. Kognisi, menggambarkan pemikiran evaluatif tentang masalah dan semua
situasi terkait yang terjadi saat itu, dan juga harapan akan masa depan.
b. Klasifikasi Nyeri
Carpenito dalam Tamzuri (2007) mengklasifikasikan nyeri menjadi 2 tipe
berdasarkan munculnya, durasi dan penyebab nyeri yaitu :
i. Nyeri Akut
Nyeri akut mengindikasikan adanya cedera atau penyakit pada tubuh.
Karakteristik nyeri akut adalah area nyeri biasanya dapat diidentifikasi, rasa
nyeri cepat berkurang atau hilang, sifatnya jelas atau nyata, dan mungkin
sekali untuk hilang dengan sendirinya. Rentang nyeri akut dapat teratasi
selama beberapa detik hingga kurang dari 6 bulan.
ii. Nyeri Kronik
Nyeri kronik umumnya timbul tidak teratur dan dapat menetap atau
berkelanjutan selama lebih dari 6 bulan setelah fase penyembuhan dari suatu
penyakit. Karakteristik nyeri ini tidak mudah diidentifikasi, intensitas nyeri
sukar diturunkan, rasa nyeri bervariasi ringan hingga berat biasanya
meningkat, dan kemungkinan kecil untuk sembuh atau hilang. Nyeri kronik
dikategorikan menjadi (1) Nyeri kronik Maligna yang berhubungan dengan
kanker, dan (2) Nyeri Kronik Non Maligna biasanya dikaitkan dengan nyeri
akibat kerusakan jaringan atau yang telah mengalami penyembuhan seperti
nyeri punggung belakang, ostheoarthritis, rheumatoid arthritis dan sakit
3. Dampak Nyeri Kronis bagi Penderita Rheumatoid Arthritis
Penyakit rheumatoid arthritis menimbulkan rasa sakit berupa nyeri kronis
yang tidak menentu, bervariasi dari ringan hingga berat, menyebabkan
ketidaknyamanan dalam diri penderita dan kemungkinan kecil untuk sembuh
sehingga menjadi bagian hidup penderita. Young (1992) mengatakan di antara
gejala-gejala tersebut intensitas dan durasi rasa nyeri yang timbul merupakan
gejala paling mengganggu dan menyita perhatian bagi penderita.
Persepsi individu merasakan nyeri bersifat personal sehingga menjadi
pengalaman yang subyektif dan sulit berbagi dengan orang lain namun juga dapat
dikendalikan orang individu tersebut (Clair, dkk., 2004). Rasa nyeri yang
berkepanjangan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan, menyakitkan
sehingga berakibat timbulnya gangguan emosi seperti kecemasan dan ketakutan
akan kondisi tubuh (Nezu dkk,2003; Smit & Zautra, 2008). Rasa nyeri dapat
membatasi aktivitas gerak fisik penderita dan melumpuhkan aktivitas fungsional
seperti kemampuan bekerja dan berelasi sosial bila terjadi berkepanjangan atau
kronis (vanLanveld dkk, 1994). Kecemasan penderita akan kondisi tubuh mereka
dapat semakin meningkat dengan ketidakpastian perkembangan penyakit ataupun
kekecewaan terhadap hasil pengobatan yang kadang tidak pasti dan terbatas (Clair,
dkk., 2004). Rasa nyeri yang hebat disertai kekakuan sendi menyebabkan
keterbatasan gerak fisik dalam aktivitas keseharian. Kondisi ini membuat mereka
rentan mengalami ketidakberdayaan (Keefe dkk, 2005) dan depresi (Covic, 2003).
Kondisi-kondisi emosional negatif ini bisa berdampak pemicu terjadinya nyeri
Kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi berpengaruh terhadap bias
persepsi akan sinyal nyeri. Penderita menjadi sangat perhatian terhadap sensasi
tubuh dan sinyal nyeri cenderung dipandang sebagai ancaman sehingga semakin
meningkatkan pengalaman dan intensitas nyeri. Interpretasi nyeri yang berlebihan
membuat penderita takut untuk melakukan aktivitas karena akan menimbulkan
nyeri (Ballantyre & Fishman, 2010).
Falvo dalam Radley (1994) menambahkan individu yang mengalami nyeri
kronis memiliki kecenderungan untuk menampilkan gejala chronic pain syndrome.
Individu ini sering mengalami perubahan perilaku seperti kecemasan atau depresi,
menarik diri dari aktivitas keseharian, berlebihan dalam penggunaan obat-obatan
dan keseringan dalam melakukan pelayanan kesehatan. Keterbatasan gerak fisik
penderita secara tidak langsung merubah peran fungsional kehidupan sehari-hari
dan tentunya membutuhkan tambahan dukungan dari orang lain untuk beraktivitas.
Penderita harus menghadapi kondisi ini dengan berupaya melakukan tindakan
– tindakan yang bertujuan mengendalikan rasa nyeri, gangguan emosi yang
menyertai dan meningkatkan kesehatan mereka sebagai bentuk penyesuaian
C. Koping Aktif Nyeri
1. PengertianKoping Aktif terhadap Nyeri Kronik
Menurut Asosiasi Psikologis Amerika (2004) koping adalah penggunaan
strategi kognisi dan perilaku untuk mengelola tuntutan situasi yang dinilai
membebani atau untuk mengurangi emosi negatif dan konflik yang ditimbulkan
oleh stresor. Moss & Billing (dalam Pratiwi, 2007) mengatakan koping aktif
terdiri dari strategi termasuk didalamnya usaha berupa perilaku yang menghadapi
secara langsung dengan tantangan dan usaha untuk mengatasi penilaian individu
terhadap suatu peristiwa. Dalam konteks model kekhususan penyakit dari Manne
& Zautra (dalam Nezu dkk, 2003), perilaku individu melakukan koping terkait
dengan karakteristik penyakit dan gejala penyakit yang diderita. Koping individu
yang menderita nyeri berusaha melalui cara penanganan yang membantu
mengurangi munculnya atau meringankan sensasi nyeri dan meningkatkan
pemulihan kesejahteraan serta menjaga kesehatan diri hari demi hari (Zeidner &
Endler, 1996)
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diungkapkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa koping aktif yaitu usaha individu yang melibatkan kognitif
dan perilaku secara pro-aktif untuk mengelola nyeri dan tetap beraktivitas
2. Bentuk Strategi Koping Aktif terhadap Nyeri
Strategi koping nyeri merupakan cara pikiran dan tindakan yang berperan
merubah persepsi derajat nyeri dan kemampuan penderita menangani atau
mentoleransi nyeri dan melanjutkan aktivitas kesehariannya (Nezu dkk, 2003).
Penderita yang mengkoping aktif, menggunakan strategi-strategi dimana mereka
melibatkan diri untuk bertanggungjawab dalam menangani nyeri dan mengontrol
nyeri tersebut (Covic dkk, 2003).
Strategi-strategi koping terhadap nyeri yaitu:
a. Cognitive Distraction (Pengalihan perhatian) adalah usaha untuk
mengalihkan perhatian atau kesadaran penderita dari nyeri ke aktivitas,
objek atau peristiwa lain (Zeidner & Endler,1996; Blalock dkk.,1993).
Pengalihkan perhatian terhadap nyeri dikalangan penderita nyeri kronik
dapat menurunkan ketidakmampuan fisik (vanLankveld dkk., 1994) dan
meningkatkan kemampuan ketahanan terhadap kehebatan sensasi nyeri
(Novy, dkk, 1998).
b. Cognitive restructuring (restrukturisasi kognisi), yaitu usaha pikiran
menerima situasi sakit yang terjadi secara positif (Blalock dkk.,1993).
Usaha menerima situasi secara positif terhadap nyeri dapat melalui
interpretasi ulang sensasi nyeri dan menggunakan pernyataan diri yang
menenangkan (Novy, dkk, 1998; vanLankveld dkk., 1994). Upaya ini
berhubungan pula dengan meningkatkan optimisme mengurangi nyeri dan
c. Ignoring pain (Pengabaian rasa nyeri) adalah usaha untuk tetap
melanjutkan aktivitas dan mengesampingkan nyeri. Strategi ini
berhubungan dengan derajat nyeri yang lebih rendah dan meningkatkan
optimisme mengurangi rasa nyeri (Novy, dkk, 1998).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Srategi Koping Nyeri Aktif
Faktor-faktor yang mempengaruhi koping antara lain:
a. Penilaian terhadap sumber daya
Sumber daya yang dimiliki individu, baik bersifat internal maupun
ekternal akan mempengaruhi bagaimana koping dilakukan (Zeidner, 1996).
Sumber internal meliputi aspek personal seperti karakteristik kepribadian,
kecerdasan, kecemasan, watak, depresi, keuletan, pusat kontrol dan efikasi
diri. Berdasarkan beberapa penelitan dalam Nezu dkk (2003) penderita
yang memiliki efikasi diri yang tinggi, mampu melakukan suatu upaya,
cenderung merasakan nyeri lebih ringan, bergerak lebih fleksibel dan
nyaman.
Sumber eksternal meliputi uang, waktu, dan dukungan sosial.
Dukungan sosial berupa adanya dukungan yang dirasakan dari
orang-orang terdekat dapat membantu penderita dalam mengelola penyakitnya.
Penderita yang merasa dirinya didukung menunjukkan efektivitas
b. Karakteristik stresor
Berdasarkan model Stres-Koping Lazarus & Folkman (dalam Zeidner,
1996), karakteristik stresor berpengaruh terhadap pemaknaan, menilai dan
mengupayakan strategi menangani permasalahan yang dihadapi.
Karakteristik ini seperti tingkat nyeri, kekronisan penyakit yang diderita
dan lama waktu penderita menderita.
Penderita yang mengalami tingkat keparahan (kronis) fisik, cenderung
tidak melakukan srategi koping aktif akibat ketidakberdayaan fisik dan
ketergantungan terhadap pengobatan medis (Prokop dkk, 1991). Menurut
penelitian Kraamat dkk., (2003) lamanya waktu penderita terdiagnosa
menderita penyakit berpengaruh terhadap pemaknaan nyeri jangka panjang.
Semakin lama menderita penyakit rheumatoid arthritis mereka makin
sering menghadapi kekawatiran perkembangan penyakitnya sehingga
cenderung urung untuk bergerak atau beraktivitas.
D. Dukungan Sosial
1. Pengertian
Ganster dkk. (dalam Hapsari, 2004) menyatakan dukungan sosial sebagai
hubungan yang bersifat mendorong dan mempunyai nilai khusus bagi individu
yang menerimanya. Dukungan sosial berupa informasi dan tanggapan dari orang
lain bahwa seseorang dicintai, diperhatikan dan dihargai. Seseorang menerima
dukungan melalui interaksi dengan orang lain (Bishop dkk., 1994). Dalam
interaksi dengan orang yang terjalin komunikasi. Dukungan sosial merupakan
suatu bentuk komunikasi yang bersifat positif disertai rasa suka, rasa percaya, dan
respek yang sangat berarti bagi kehidupan orang lain (Hapsari, 2004).
Dukungan sosial sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan individu
mengingat individu adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan satu sama
lain. Kurang tersedianya dukungan sosial akan menjadikan individu merasa tidak
berharga dan terisolir. Keadaan tersebut memungkinkan terjadinya berbagai
masalah dalam kehidupan. Sebaliknya tersedianya dukungan sosial akan
memberikan pengalaman pada individu bahwa dirinya dicintai, dihargai dan
diperhatikan (Nietzel dkk, 2003).
Ketika seseorang mengalami pengalaman penuh tekanan, dukungan dari relasi
sosial mereka dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraannya (Coyne &
DeLongis, 1986). Selama proses tersebut melibatkan kesediaan dan pertukaran
aspek emosi, informasi atau instrumen dalam merespon persepsi kebutuhan akan
Menurut Kaplan dalam Hapsari (2004) dukungan sosial dipandang sebagai
rasa puas individu atas hubungan yang dipertahankan dengan orang lain dalam
jaringan sosial. Tingkat dukungan yang dirasakan oleh seseorang merupakan
suatu persepsi kualitas kepuasan atau intensitas yang dirasakan seseorang
(Hatchett dkk. 1997).
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah dukungan sosial merupakan persepsi
kepuasan yang bersifat menyokong dari orang-orang yang berarti ketika
menghadapi situasi penuh tekanan atau dalam aktivitas kehidupannya.
2. Sumber Dukungan Sosial
Kelompok orang di sekitar individu dan terlibat dalam kehidupannya disebut
sebagai jaringan sosial (Taylor, 1995). Jaringan sosial yang mampu menjalin
relasi bermakna bagi individu tersebut termasuk dalam sumber dukungan sosial.
Dukungan akan dirasakan artinya apabila diperoleh dari orang-orang yang berarti
dan dipercaya oleh individu tersebut dalam kehidupannya. Relasi bermakna ini
terutama terjalin selama proses pembentukan kepribadian (Hapsari, 2004).
Pada awalnya, dukungan sosial dapat diperoleh dari orang terdekat dalam
keluarga seperti pasangan hidup, anak ataupun anggota keluarga yang lain karena
hubungan ini paling intensif terjadi. Kemudian sumber dukungan berkembang ke
lingkup dimana terjadi proses sosialisasi lebih lanjut seperti teman, sahabat,
tetangga, rekan kerja atau komunitas tempat individu berada (Deaux &
Menurut Morison dkk, (2005) dukungan pun dapat dirasakan dalam relasi
yang memiliki derajat keterlibatan yang erat. Pada orang-orang yang mengalami
masalah kesehatan atau menderita suatu penyakit, praktisi kesehatan seperti
dokter atau perawat memungkinkan memberikan dukungan terkait dengan kondisi
tubuh penderita yaitu berhubungan dengan pelayanan medis (Hatchett dkk. 1997).
Dukungan akan dirasakan artinya apabila diperoleh dari orang-orang yang
sangat berarti dan dipercaya oleh individu tersebut dalam kehidupannya. Keadaan
ini akan menumbuhkan perasaan bahwa individu dicintai, dihargai dan
diperhatikan sehingga meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri. Studi
korelasi Thoits (1988) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat penerimaan
dukungan sosial menjadi semakin rendah simtom gangguan psikologis seperti
depresi, kecemasan atau somatisasi. Hal ini sependapat dengan penelitian Druley
& Townsend dalam Nezu dkk, (2003) memaparkan jalinan interaksi antara
penderita dan pasangan hidupnya yang positif dapat menurunkan gejala depresi
yang dialami penderita. Interaksi dengan praktisi kesehatan seperti dokter atau
perawat yang baik dapat menunjang kualitas hidup secara fisiologis dan
pengharapan hidup penderita dan mendorong penderita memperoleh kontrol
dalam penanganan gejala nyeri sehari-hari (Ryan dkk, 2003).
Menurut Myers dalam Hapsari (2004) ada 3 faktor penting yang mendorong
seseorang memberikan dukungan pada oranga lain yaitu:
a. Empati yaitu turut merasakan kesusahan orang lain dengan tujuan untuk
b. Norma dan nilai sosial yang memberikan bimbingan bagi individu untuk
berbuat baik pada orang lain.
c. Pertukaran sosial yaitu hubungan timbal balik perilaku sosial antara cinta,
pelayanan, informasi dan status.
3. Bentuk Dukungan Sosial
Suatu sumber dukungan memberikan dukungan melalui berbagai cara dan
bentuk dukungan. Taylor (1995) memaparkan dukungan sosial dapat terwujud
dalam 4 bentuk yaitu:
a. Informasi dapat berupa saran – saran, dan informasi yang berguna
membantu individu memahami dan pengartian situasi lebih baik.
b. Emosional yang perhatian, kehangatan dan kepedulian dari orang lain
yang menyakinkan individu bahwa dia berharga.
c. Penilaian berupa dukungan yang membantu individu memahami stres
lebih baik dan sumber daya atau strategi koping apa yang dapat digunakan.
d. Bantuan instrumental merupakan bantuan nyata yang berupa dukungan
materi seperti layanan, barang – barang dan finansial untuk menyelesaikan
masalah.
Selanjutnya oleh Smet (1994), dukungan sosial dibedakan atas dimensi dukungan:
a. Informasi : dapat berupa saran-saran, nasehat, pengarahan atau petunjuk
yang diperoleh dari orang lain sehingga individu dapat membatasi
masalahnya dan mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan
b. Emosional : adalah perhatian secara emosional yang berupa afeksi,
kepercayaan, kehangatan, kepedulian dan empati yang diberikan oleh
orang lain yang dapat meyakinkan individu bahwa dirinya diperhatikan
orang lain. Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan
nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial.
Dukungan dalam bentuk emosi dapat pula diberikan dengan umpan balik
dan penegasan.
c. Penghargaan : berisi penghargaan positif, pengakuan, dorongan maju atau
persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu. Dukungan ini akan
dapat memberikan seseorang dengan perasaan bahwa dirinya berarti dan
bernilai. Keadaan ini akan diperoleh seseorang dari hubungan yang dekat
dan saling percaya. Hubungan ini memberikan suatu kepastian kembali
bahwa dirinya diperhatikan dan disayangi.
d. Instrumental : merupakan bentuk nyata yang berupa dukungan materi
seperti pelayanan, pemberiaan barang-barang dan finansial. Bentuk
dukungan ini bisa mengurangi gangguan dengan memecahkan masalah
secara langsung atau dengan meningkatkan menyediakan waktu untuk
bersantai atau memperoleh hiburan.
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
a. Karakteristik penerima dukungan
Karakteristik penerima dukungan berperan dalam memandang dukungan
(Sarafino, 1995). Saat kondisi sakit, penderita cenderung kurang puas dan
kurang memperhatikan dukungan dari dokter (Lyon, 2006).
b. Jejaringan sosial penerima dukungan meliputi ukuran, komposisi,
keintiman dan frekuensi kontak.
5. Dukungan Sosial dalam Pendekataan Fungsi Adaptasi
Proses koping adalah pusat ketahanan terhadap stres dan penyesuaian diri.
Keuletan individu dalam menghadapi permasalahan berikut dampak akibatnya
melibatkan kerjasama dinamis antara sumber internal dan eksternal serta usaha
koping. Sumber eksternal seperti dukungan sosial menyediakan sandaran bagi
individu dalam melawan efek merugikan dari stress dan dapat melindungi
emosional individu saat masa krisis. Inilah fungsi dukungan sosial sebagai stres
buffering (Taylor,1995).
Dukungan sosial juga dapat sebagai sumber pembantu koping (coping
assisstance) (Thoith, 1985). Ketika menghadapi tekanan situasi kondisi, dukungan
sosial memungkinkan membantu individu mengubah pemaknaan terhadap situasi
kondisi tersebut, mengubah emosi dan sikap merespon stresor dan atau terhadap
stresor itu sendiri. Hal ini didukung penelitan Burke dkk dalam Nezu dkk (2003)
bahwa nasehat, petunjuk, perhatian dan penghargaan dari orang terdekat dapat
E. Hubungan Dukungan Sosial dengan Strategi Koping Aktif Nyeri pada
Penderita Rheumatoid Arthritis
Penyakit kronis memiliki pengaruh kuat terhadap kehidupan penderita, sebab
setelah mereka terdiagnosa menderita suatu penyakit kronis, mereka tidak lagi
dapat hidup dengan cara yang sama sebelum menderita jenis penyakit ini. Pada
penderita penyakit rheumatoid arthritis, nyeri merupakan stresor yang dipandang
paling problematik (Young, 1992) karena bersifat fluktuatif, dapat membatasi
aktivitas fisik maupun fungsional sehari-hari dan akan terus berlangsung
sepanjang hidup. Bahkan nyeri sering dianggap sebagai tolak ukur persepsi sehat
bagi penderita (Covic dkk.,2003).
Rasa nyeri merupakan sensasi dan keadaaan yang tidak menyenangkan. Rasa
nyeri kronik mengaktifasi emosi, dan pada keadaan tertentu, emosi yang
mengaktifasi nyeri (Tamzuri, 2007). Dengan demikian, emosi dan nyeri
merupakan fenomena yang tidak terpecahkan dari penyakit dan gangguan nyeri
kronik. Penderita rheumatoid arthritis cenderung mengalami tekanan emosi
seperti kecemasan dan depresi sebagai dampak nyeri berkepanjangan. Mereka pun
harus menghadapi kondisi ini dengan koping yaitu upaya melakukan
tindakan-tindakan yang bertujuan mengendalikan stresor akibat penyakit dan meningkatkan
kesehatan mereka (Zeidner & Endler, 1996). Strategi koping aktif terhadap nyeri
dipandang memiliki dampak terhadap toleransi nyeri sehingga membantu
penderita menyesuaikan diri lebih baik untuk jangka panjang.
Telah banyak penelitian dalam lingkup medis maupun psikologis yang
meningkatkan penerimaan terhadap penyakit dan mendukung terciptanya
penyesuaian psikis dan sosial individu. Kemampuan dukungan sosial dalam
mewujudkan penyesuaian yang lebih baik karena menurut Stress Buffering Model,
dukungan sosial berfungsi sebagai penyangga yaitu tindakan mendukung dapat
melindungi emosional individu di saat krisis, menyediakan sandaran bagi individu
dalam melawan efek merugikan dari stress (Taylor,1995).
Ketika seseorang berhadapan dengan situasi yang penuh tekanan, tekanan
emosi seperti depresi dan kecemasan mempengaruhi pemaknaan nyeri menjadi
lebih berat (Smit & Zautra, 2008). Dukungan sosial mampu membantu individu
dalam memaknai situasi, kondisi emosi maupun respon perilaku terhadap situasi
lebih netral (Nietzel dkk, 2003). Cohen dalam Nezu dkk (2003) menyatakan
dukungan sosial dapat mengurangi efek peristiwa hidup yang penuh tekanan baik
melalui sikap mendukung dari orang lain atau keyakinan akan ketersediaan
dukungan untuknya. Persepsi akan ketersediaan dukungan mengarah pada
pengurangan kecemasan dalam penilaian tekanan situasi yang mengancam.
Pemaknaan yang lebih baik terhadap stresor sehingga nyeri dipandang lebih
tertoleransi dan mendorong individu menentukan dan melakukan strategi koping
aktif.
Dengan demikian, dukungan sosial berhubungan dengan koping melalui
pelaksanaan strategi koping aktif terhadap rasa nyeri penderita rheumatoid
arthritis. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima penderita maka penderita
rendah dukungan sosial yang diterima maka penderita semakin jarang melakukan
strategi koping aktif nyeri.
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada hubungan antara dukungan sosial
dengan strategi koping aktif pada penderita penyakit rheumatoid arthritis”.
Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima penderita maka penderita semakin
sering menggunakan strategi koping aktif nyeri. Sebaliknya semakin jarang
dukungan sosial yang diterima maka penderita semakin berkurang melakukan
Skema Konsep Penelitian
Dukungan Sosial
Strategi koping aktif Mengurangi kecemasan terhadap
nyeri
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mendeteksi
sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi
pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi
(Suryabrata,2002). Permasalahan yang akan diuji dalam penelitian ini adalah ada
tidaknya hubungan antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri pada
penderita rheumatoid arthritis.
B. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yakni variabel bebas
dan variabel tergantung.
1. Variabel Bebas : Dukungan Sosial
2. Variabel Tergantung : Strategi Koping Aktif Nyeri
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional variabel penelitian ini adalah penjelasan mengenai
dukungan sosial dan koping terhadap nyeri seperti dijelaskan sebagai berikut :
1. Koping Aktif terhadap Nyeri
Koping aktif terhadap nyeri merupakan pikiran dan tindakan yang
dilakukan penderita untuk mengatasi nyeri dengan kemampuan pribadi sendiri
saat mereka mengalami nyeri. Koping aktif terhadap nyeri diukur dengan
menggunakan skala frekuensi strategi koping aktif. Subjek diminta untuk
menunjukkan seberapa sering mereka melakukan strategi koping aktif. Tinggi
rendahnya koping aktif nyeri dilihat dari skor total yang diperoleh. Semakin
tinggi skor total menunjukkan bahwa subjek melakukan koping aktif yang
semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor total subjek
menunjukkan bahwa koping aktif subyek semakin rendah.
Aspek-aspek strategi koping aktif berdasarkan (Zeidner &
Endler,1996),(Blalock dkk.,1993) melalui :
a. Cognitive Distraction (Pengalihan perhatian) adalah laporan subjek bahwa
saat nyeri dia mengalihkan perhatian dan konsentrasinya ke aktivitas,
objek atau peristiwa lain.
b. Cognitive restrucutring (Restrukturisasi kognisi) adalah laporan subjek
bahwa saat mengalami nyeri dia memunculkan pernyataan untuk
memaknai nyeri lebih positif atau untuk memberikan ketenangan emosional.
c. Ignoring Pain (Pengabaian rasa nyeri) adalah laporan subjek bahwa saat
nyeri dia tetap berusaha melanjutkan aktivitas dan mengesampingkan
2. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah dukungan yang dirasakan subjek dari orang-orang
yang berarti (sumber dukungan) untuk menghadapi nyeri dalam aktivitas
kehidupannya. Sumber dukungan sosial penelitian ini adalah keluarga (baik
pasangan hidup maupun anggota keluarga) dan dokter.
Dukungan sosial diukur dengan menggunakan skala dukungan sosial. Skor
total yang diperoleh subjek menunjukkan tingkat tinggi rendahnya dukungan
sosial. Semakin tinggi skor total menunjukkan bahwa subjek memiliki
dukungan sosial yang semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah
skor total subjek menunjukkan bahwa dukungan sosial subjek semakin rendah.
Aspek -aspek dukungan sosial menurut Smet (1994) meliputi :
a. Dukungan Informasi adalah laporan subjek bahwa dia menerima informasi
yang diperlukan dari sumber dukungan dalam bentuk saran-saran, nasehat,
pengarahan atau petunjuk untuk dapat menguatkan emosional dan
mendukung mereka dalam menangani nyeri.
b. Dukungan Emosional adalah laporan subjek bahwa dia menerima
dukungan empati, kepedulian dan perhatian dari sumber dukungan.
c. Dukungan Penghargaan adalah laporan subjek bahwa dia merasakan
dukungan penghargaan positif, pengakuan, dorongan maju atau
persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu dari
d. Dukungan Instrumental adalah laporan subjek bahwa dia merasakan
dukungan tindakan atau bantuan nyata seperti pelayanan, pemberian
barang-barang dan finansial dari sumber dukungan untuk mengelola nyeri.
D. Subjek Penelitian
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalam penelitian ini adalah
teknik Purposive Sampling yaitu bahwa sampel yang diambil berdasarkan
kriteria-kriteria dan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Hadi, 2004).
Adapun kriteria tersebut adalah :
1. Penderita Rheumatoid Arthritis
Seseorang yang telah dinyatakan menderita penyakit rheumatoid arthritis,
mengalami gejala klinis maksimum stadium III dengan pertimbangan pada
stadium ini penderita masih dapat melakukan aktivitas meski mengalami
nyeri. Ciri-ciri penderita ini adalah :
a. Pembengkakan simetrik persendian kecil seperti di jari tangan, jari
kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki;
b. Mengalami kekakuan di pagi hari dan nyeri akibat peradangan
maupun nyeri saat menggerakkan anggota tubuh.
c. Masih dapat menjalankan aktivitas fungsional sehari-hari meski
2. Tinggal bersama keluarga dan menjalani rawat jalan atau pemeriksaan
kesehatan di klinik rematik di Yogyakarta. Subjek yang tinggal bersama
keluarga dan menjalani perawatan dipandang menerima derajat
keterlibatan yang berarti dengan lingkungan sosialnya.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunkan metode skala.
Metode skala merupakan suatu metode penyelidikan dengan menggunakan daftar
pertanyaan berisikan aspek-aspek yang hendak diukur, yang harus dijawab oleh
orang-orang yang menjadi subjek penelitian (Suryabrata, 2002). Menurut Azwar
(2004) alasan yang digunakan dalam menggunakan metode skala ini yaitu karena
subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. Stimulusnya berupa
pertanyan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak
diukur melainkan mengungkap indikator perilaku atribut yang bersangkutan.
Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban yang benar ataupun salah.
Subjek diminta untuk memilih salah satu jawaban yang paling sesuai dengan
keadaan dirinya. Respon subjek terhadap pertanyaan tersebut dapat diberikan skor
dan kemudian dapat diinterpretasikan (Azwar, 1999).
Penelitian ini menggunakan dua jenis skala yaitu skala dukungan sosial dan
skala koping aktif.
1. Skala Strategi Koping Aktif
Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh (Zeidner &
a. Cognitive Distraction (Pengalihan perhatian) meliputi pengalihan perhatian
ke aktivitas, obyek atau peristiwa yang lain.
b. Cognitive restrucutring (Restrukturisasi kognisi) meliputi pikiran dan
pernyataan yang dimunculkan untuk menerima situasi yang terjadi secara
positif dan menenangkan emosi.
c. Ignoring Pain (Pengabaian rasa nyeri) meliputi tindakan melanjutkan
aktivitas dan mengesampingkan rasa nyeri
Tabel 1 Blue Print Skala Strategi Koping Aktif
Item No Aspek
Favorabel Unfavorabel
Jumlah %
1 Cognitive distraction 1,7,10,16,22,24 4,13,17,18,21,26 12 44,4%
2 Cognitive restrucutring 2,5,12,25 9,15,19,25 8 29,6%
3 Ignoring pain 6,11,20,27 3,8,4 7 25,9%
Jumlah Keseluruhan 14 13 27 100%
Pada aspek cognitive distraction memiliki proporsi yang lebih banyak. Hal
ini menurut Tamzuri (2007) distraksi memungkinkan lebih efektif dalam
penurunan nyeri karena proses ini dapat menghambat impuls nyeri ke otak.
Teknik distraksi lebih umum digunakan dalam perawatan penderita yang
mengalami nyeri di kalangan medis.
Pola dasar pengukuran skala koping aktif ini mengikuti pola Metode Skala
Likert. Pilihan jawaban memiliki 4 alternatif yaitu Tidak Pernah [TP],
sebagai berikut untuk skor kelompok Favorable Tidak Pernah [TP] skor 1,
Jarang[J] skor 2, Sering[S] skor 3 dan Sangat Sering [SS] skor 4 sedangkan
skor kelompok Unfavorabel Tidak Pernah [TP] skor 4, Jarang[J] skor 3,
Sering[S] skor 2 dan Sangat Sering [SS] skor 1. Semakin tinggi skor yang
diperoleh berarti koping aktif yang dimiliki subjek semakin tinggi dan
sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh berarti koping aktif yang
dimiliki subjek semakin rendah.
2. Skala Dukungan Sosial
Skala dukungan sosial disusun berdasarkan aspek -aspek dukungan yaitu :
a. Informasi meliputi saran-saran, nasehat, dan petunjuk yang dirasakan
diperoleh dari sumber dukungan.
b. Emosional meliputi kepedulian, empati, perhatian yang dirasakan dari
sumber dukungan .
c. Penghargaani meliputi penghargaan positif dan persetujuan terhadap
gagasan dan perasaan subjek dari sumber dukungan.
d. Instrumental meliputi bantuan keuangan, pemberian peluang waktu,
penyediaan sarana atau fasilitas, pelayanan, bantuan dalam
Tabel 2 Blue Print Skala Dukungan Sosial
Item No Aspek
Favorabel Unfavorabel Jumlah %
1 Dukungan Informasi 1,5,16,21,27,35
,42
8,10,13,33,
40,44 13 29,5%
2 Dukungan Emosional 6,11,23,26,32,
34
2,17,20,25
39,43 12 27,3%
3 Dukungan Penghargaan 3,14,18,24,29,
37
7,12,31,38
10 22,7%
4 Dukungan Instrumental 9,15,19,30,36 4,22,26,41 9 20,5%
Jumlah Keseluruhan 24 20 44 100%
Penyusunan butir skala dukungan sosial mengacu pada aspek dukungan
sosial dan sumber dukungan yang masih relevan dengan penelitian ini. Pada
aspek dukungan instrumental memiliki proporsi yang lebih sedikit. Hal ini
dengan pertimbangan dukungan instrumental khususnya dokter merupakan
bagian dari pelayanan dan tugas kewajiban sebagai seorang dokter sehingga
tampaknya kurang menonjol dibandingkan dukungan yang lain.
Metode yang digunakan dalam skala Dukungan Sosial ini mengikuti pola
Metode Skala Likert. Kriteria pilihan jawaban dari Sangat Sesuai [SS], Sesuai
[S], Tidak Sesuai [TS] dan Sangat Tidak Sesuai [STS]. Skor kelompok
Favorable, nilai 4 untuk [SS] hingga 1 untuk [STS], sebaliknya skor
kelompok Unfavorable, nilai 4 untuk Sangat Tidak Sesuai [STS] hingga 1
untuk Sangat Sesuai [SS]. Skor dukungan sosial merupakan skor total
berarti dukungan sosial yang dimiliki subjek semakin tinggi dan sebaliknya
semakin rendah skor yang diperoleh berarti dukungan yang dimiliki subjek
semakin rendah.
F. Pertanggungjawaban Alat Ukur
1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dalam melaksanakan fungsi ukurnya (Suryabrata, 2002).
Validitas yang akan diestimasi dalam penelitian ini adalah validitas isi.
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian isi tes
atau item pada alat ukur dengan analisis rasional atau melalui professional
judgment (Azwar, 2004). Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam
validasi ini adalah sejauhmana item-item tes mewakili
komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur
(aspek representasi) dan sejauhmana item-item tes mencerminkan ciri
perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi).
2. Seleksi item
Seleksi item dalam penelitian ini dilakukan dengan uji korelasi item
total yaitu uji konsistensi antar item dengan tes secara keseluruhan.
Korelasi item total dilakukan untuk memilih item-item yang fungsi
ukurnya setuju dengan fungsi ukur tes yang dikehendaki (Azwar,1999).
Selanjutnya item-item diukur daya bedanya. Daya beda item menunjukkan
dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Daya beda item diperoleh
dengan cara mengkorelasikan skor aitem dengan skor total. Koefisien
korelasi item-total bergerak dari 0 sampai 1 dengan tanda positif atau
negatif. Batasan koefisien korelasi antara item dengan skor total biasa
digunakan 0,30 akan tetapi apabila jumlah item yang lolos tidak
mencukupi dapat diturunkan menjadi 0, 275 (Azwar, 2004).
3. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur
yang mempunyai makna kecermatan dalam pengukuran (Azwar, 2004).
Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode konsistensi internal
yang dihitung dengan menggunakan koefisien alpha Cronbach. Kriteria
yang digunakan untuk mengetahui reliabel atau tidaknya suatu alat ukur
adalah dengan membandingkan nilai koefisien alpha. Suatu alat ukur
dikatakan memiliki reliabilitas jika memiliki koefisien reliabilitas yang
berkisar antara 0,60 sampai 0,90 (Azwar, 2004).
G. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan
menggunakan teknik analisi korelasi product moment dari Pearson dengan
bantuan SPSS for Windows release 15.0. Sebelum melakukan uji hipotesis,
1. Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
penyimpangan atau gangguan terhadap variabel yang ada dalam model.
Uji prasyarat analisis korelasi yang dilakukan adalah uji normalitas dan
uji linearitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal tidaknya
sebaran atau distribusi data yang diperoleh (Hadi, 2004). Uji nornalitas
sebaran data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis
Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program komputer SPSS for
Windows release 15.0.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas ditunjukan untuk mengetahui pola hubungan linear
atau tidaknya variabel bebas dan tergantungnya (Suryabrata, 2002). Uji
linearitas dilakukan dengan menggunakan test of linearity. Linear
tidaknya variabel-variabel penelitian dapat dilihat dari nilai Fhitung dan
nilai signifikansi (p<0,05).
2. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara
dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri pada penderita
rheumatoid arthritis. Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan
bantuan SPSS for Windows release 15.0. Apabila nilai r yang didapat
positif maka jika satu variabel meningkat maka variabel yang lain juga
meningkat. Demikian sebaliknya, apabila nilai r yang didapat negatif
berarti jika satu variabel meningkat maka variabel yang lain menurun.
Hipotesis penelitian diterima jika koefisien korelasi r bertanda positif
A. Orientasi Kancah
Penelitian tentang dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri pada
penderita rheumatoid arthritis dilakukan dengan mengambil responden di dua
tempat, pertama di klinik praktek DR. Dr. Nyoman Kertia Sp.PD – KR berlokasi
di Apotek Dharma Husada, Jl. Gajah Mada No 40 Yogyakarta. Beliau adalah
dosen pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan dokter kepala
Sub Bagian Reumatologi, Bagian Penyakit Dalam RS Dr Sardjito Yogyakarta.
Apotek ini melayani pemeriksaan klinis penyakit dalam terutama konsultasi dan
pengobatan penyakit rematik, juga melayani penyediaan obat-obatan yang
diresepkan oleh Dr. Nyoman kepada pasien setelah menjalani pemeriksaan klinik.
Jadwal praktek Dr. Nyoman setiap hari Senin hingga Sabtu, dengan waktu praktek
Senin, Selasa, Kamis dan Jumat mulai pukul 14.00 WIB; Rabu mulai pukul 16.00
WIB dan Sabtu mulai pukul 13.00 WIB.
Lokasi kedua direncanakan bertempat di klinik Charitas yang merupakan
klinik praktek Dr. P. Budi Agung MM, di Jl. Pakuningratan 19 Yogyakarta.
Namun karena beliau mendapat tugas ke luar kota dalam waktu lama maka
peneliti mencari alternatif lain. Akhirnya peneliti mendapat bantuan dari kakak
peneliti, seorang anggota TNI AU, Serka Ucok Sudarmono untuk melakukan
penelitian di klinik praktek Dr. Dwi Indra Darmawan Sp. PD, komplek TNI AU.
Klinik praktek ini sekaligus rumah tinggal Dr. Indra bertempat di Blok G Lanud
Adi Sucipto. Beliau melayani konsultasi dan pemeriksaaan medis penyakit dalam,
hanya khusus anggota dan keluarga penerbang TNI AU. Jadwal praktek Dr. Indra
hari Senin hingga Sabtu, jam 9.00 WIB hingga jam 11.00 WIB dan sore jam 16.00
WIB hingga jam 18.00 WIB.
Beberapa alasan peneliti memilih kedua lokasi tersebut sebagai tempat
penelitian adalah 1) Jumlah penderita rheumatoid arthritis yang melakukan
pemeriksaan medis lebih rutin 2) Adanya kerjasama dan kemudahan dalam
prosedur penelitian.
B. Persiapan Penelitian
1. Perijinan Penelitian
Untuk dapat melakukan pengambilan data penelitian, peneliti
menggunakan surat perizinan yang dikeluarkan oleh pihak Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dengan nomor 108c/D/KP/Psi/USD/XI/2010,
tertanggal 25 November 2010, pertama ditujukan kepada Kepala
Penanggungjawab Apotek Dharma Husada, Dra. Siti Rusindah, Apt pada
tanggal 27 November 2010.
Persiapan penelitian di klinik praktek Dr. Dwi Indra Darmawan Sp. PD
dimulai dengan menyerahkan surat ijin dengan nomor
108c/D/KP/Psi/USD/XI/2010 diajukan kepada Dr. Dwi Indra Darmawan Sp.
PD, melalui Serka Ucok Sudarmono pada tanggal 29 November 2010.
Selama menunggu tindak lanjut perijinan dari kedua tempat tersebut,
dan Dr. Dwi Indra Darmawan Sp.PD mengenai informasi tentang karakteristik
responden penelitian dan prosedur pengambilan data penelitian khususnya
waktu penelitan antar dua tempat sehingga lebih memudahkan penelitian. Dr.
Indra Darmawan Sp. PD meminta secara khusus untuk responden dari beliau,
agar peneliti menjaga kerahasiaan dalam lampiran penelitian. Setelah
mendapat ijin dari Kepala Penanggungjawab Apotek Dharma Husada dan Dr.
Dwi Indra Darmawan Sp. PD, maka peneliti dapat melakukan penelitian.
2. Persiapan Alat Ukur
Pada penelitian ini peneliti membuat sendiri alat ukurnya yaitu berupa
skala dukungan sosial dan strategi koping aktif nyeri. Peneliti menggunakan
skala terpakai (try-out terpakai) sehingga hanya satu kali saja menyebarkan
skala. Peneliti tidak melakukan uji coba alat ukur (try-out) tapi peneliti
meminta professional judgement yaitu dosen pembimbing untuk memastikan
bahwa item sudah sesuai dengan blue-print dan indikator perilaku yang
hendak diungkap, ditulis sesuai dengan kaidah penulisan yang benar.
Alasan peneliti menggunakan try-out terpakai karena keterbatasan waktu
yang diberikan oleh tempat penelitian dan sedikitnya jumlah sampel subjek
yang ditemukan dalam penelitian sehingga peneliti memutuskan untuk