• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING AKTIF NYERI PADA PENDERITA RHEUMATOID ARTHRITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING AKTIF NYERI PADA PENDERITA RHEUMATOID ARTHRITIS"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PENDERITA

RHEUMATOID ARTHRITIS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Herdian Wahyuni

039114003

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

Every drop of sweat, sacrifice, love, compassion, and life lessons

that my Family give..

and

All incredible persons that I have met

Thank

 

you

 

Always keep the faith  

in me

(5)

The miracle in life is to find HOPE from hopelessness

and to be Alive

(6)
(7)

Herdian Wahyuni

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri pada penderita rheumatoid arhtiris dengan pendekatan korelasional. Subyek penelitian ini adalah 33 penderita rheumatoid arthritis diperoleh menggunakan teknik

purposive sampling. Hipotesis yang diteliti adalah ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri pada penderita rheumatoid arthritis. Alat ukur penelitian menggunakan skala strategi koping aktif terdiri dari 21 item dengan reliabilitas (α) sebesar 0,933 dan skala dukungan sosial terdiri dari 31 item dengan reliabilitas (α) sebesar 0,941. Analisis korelasi Product-Moment Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri dengan bantuan program SPSS for Windows versi 15.00. Hasil analisis tersebut menunjukkan nilai korelasi antara dukungan sosial dan strategi koping aktif sebesar 0,364 dengan koefisien signifikansi p = 0,019 (p < 0,05), yang berarti adanya hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif pada penderita rheumatoid arthritis.

Kata Kunci : nyeri, rheumatoid arthritis, strategi koping aktif, dukungan sosial.

(8)

Herdian Wahyuni ABSTRACT

This study aimed to know the relationship between social support and active coping strategies of pain in patients with rheumatoid arthritis by correlation approach. The subjects were 33 patients with rheumatoid arthritis obtained using purposive sampling technique. The hypothesis was there was a positive correlation between social support and active coping strategies. The data was revealed by the scale active coping strategies consisted 21 items with reliability (α) of 0,933 and the social support scale consisted 31 items with reliability (α) of 0,941. Statistical analysis Pearson Product-Moment was used to analyze the correlation between social support and active pain coping strategies and with help by SPSS for Windows version 15.00. The result shown correlation between social support and active coping strategies was 0,364 with coefficient of significance p = 0,019 (p < 0.05) that means there was significant positive relationship between social support with active coping strategies of pain in patients with rheumatoid arthritis.

Keywords : pain, rheumatoid arthritis, active coping strategies, social support.

(9)
(10)

Puji syukur kepada Tuhan, Bapa dan Bunda Maria yang senantiasa memberikan anugerah, kekuatan, pembelajaran dan kelancaran dalam penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan pada waktunya.

Karya tulis ini merupakan proses pendewasaan dan pembelajaran hidup bagi penulis. Pada akhirnya, karya ini dapat terselesaikan dengan bimbingan, dukungan moril dan materiil yang luar biasa dari setiap pribadi dalam kehidupan penulis.

Maka pada kesempatan yang istimewa ini, penulis dengan tulus ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk semua pribadi yang berperan dalam penulisan skripsi hingga terselesaikan, yaitu kepada :

1. Ibu A. Tanti AriniS.Psi M.Si selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas

kesempatan yang telah diberikan dan dorongan semangat untuk melanjutkan penulisan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih telah bersedia menyisihkan waktu, perhatian, bimbingan dan semua masukan selama mendampingi saya dalam berproses.

2. Ibu Dra. Lusia Darmanastiti, MS dan Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani yang

telah membantu saya membuat lebih baik dan lebih paham tentang skripsi ini. 3. Kedua orangtua, Bapak Rawan Wahyudi dan Ibu Susianti. Terima kasih

untuk semua doa, kasih sayang, semangat dan pengorbanan yang sangat berharga dalam hidup saya.

(11)

Terima kasih.

5. Simbah Sutimah yang senantiasa berdoa untuk menguatkan saya.

6. Bu Lik Pertiwi Indriyani dan Bu Lik Anastasia Tri Hastuti, terima kasih

untuk perhatian, semangat, saran dan bantuan tenaga yang diberikan sehingga saya bisa lancar menyelesaikan skripsi.

7. Alm. Ik Hileria Yeniati ( Hoo Yek Ging ) dan Alm. Bu Lik Puruhita

Latini, kedua pribadi yang senantiasa terkenang dalam hidup ini.

8. Keluarga di Jakarta, Erick, Brigita, Budhe Nunung dan tante nDari, terima kasih untuk semua doa, harapan dan keyakinan yang senantiasa menyemangatkan.

9. Cicik Anastasia Diana yang memberi semangat “Keep the Faith”, koko

Benyamin yang membantu dalam teknis komputer dan juga Yakobus Maleo

dengan “Smiling Face”nya. Thank you so much..

10. Serka Ucok Sudarmono, kakak yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu saya dalam penelitian ini.

11. Bapak Mulyanto dan Pakde Raharjo, terima kasih untuk dukungan moril

dan pengalaman hidup.

12. Om Sumarlan, pak Semidi dan pakde Ndung Broto untuk pengetahuan dan

keyakinan untuk berjuang.

13. DR. Dr. Nyoman Kertia Sp. PD – KR, Ibu Dra. Siti Rundasih Apt dan

segenap staf Apotek Dharma Husada yang telah bersedia membantu

(12)

14. Dr. Indra Darmawan Sp. PD, untuk pengarahan, penjelasan dan berbagai kemudahan dalam penelitian.

15. Agatha Dewan Ayu Budaya, Eka Dian Perwithasari dan Devita Marie

Astriana Marthin yang senantiasa mendukung saran, pengetahuan, semangat

dan keyakinan untuk lulus. Terima kasih telah rela direpotkan dengan ketidaktahuanku dalam segala hal terkait skripsi ini.

16. Aprinta, Ria, Vicky, Toa, Ronald, Martin, Beny, Yoko, Qinoy dan

teman-teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas semua bentuk dukungan yang diberikan.

17. Keramahan dan kehangatan yang senantiasa membantu dalam segala urusan administrasi, kuliah dan skripsi di Fakultas Psikologi yaitu Bu Nanik, Mas

Gandung, Pak Gie, Mas Muji dan Mas Doni.

18. Bapak Rahmat, Mbak Ani, Bapak Taufik dan Bapak Soleh yang turut

mendukung dalam pengetahuan tentang penelitian ini.

19. Semua pengalaman hidup berharga, yang diberikan oleh para responden

penelitian. Terima kasih atas kesediaan mengisi angket dan berbagi pengalaman kehidupan selama penelitian.

Yogyakarta, 28 Januari 2011

Herdian Wahyuni

(13)

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING………... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………... iv

HALAMAN MOTTO ………. v

HALAMAN PERNYATAAN……….. vi

ABSTRAK………... vii

ABSTRACT………. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………... ix

KATA PENGANTAR……….. x

DAFTAR ISI……… xiii

DAFTAR TABEL……… xvi

DAFTAR GAMBAR………... xvii

DAFTAR LAMPIRAN………... xviii

BAB I. PENDAHULUAN.………. 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah……… 6

C. Tujuan Penelitian………. 7

D. Manfaat Penelitian……….. 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..………. 8

A. Rheumatoid Arthritis……….……….…. 8

1. Pengertian Rheumatoid Arthritis …….………. 8

(14)

1. Pengertian Nyeri………. 11

2. Komponen dan Klasifikasi Nyeri.……….. 12

3. Dampak Nyeri pada penderita Rheumatoid Arthritis……. 14

C. Strategi Koping Aktif…..……… 16

1. Pengertian Koping Aktif Nyeri….………. 16

2. Bentuk Strategi Koping Aktif Nyeri……….. 17

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi………. 18

D. Dukungan Sosial………... 20

1. Pengertian Dukungan Sosial…….……….. 20

2. Sumber Dukungan Sosial…………..………. 21

3. Bentuk Dukungan Sosial………..…. 23

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi……… 24

5. Dukungan Sosial dalam Fungsi Adaptasi……….. 25

E. Hubungan Dukungan Sosial dengan Strategi Koping Aktif Nyeri……….……….. 26

F. Hipotesis Penelitian……… 28

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…... 30

A. Jenis Penelitian……….. 30

B. Identifikasi Variabel.………... 30

C. Definisi Operasional…….……….. 30

D. Subjek dan Teknik Sampling Penelitian..……….. 33

(15)

1. Validitas dan Seleksi Item……… 38

2. Reliabilitas………. 39

G. Metode Analisis Data……… 39

1. Uji Asumsi…..………. 40

2. Uji Hipotesis….……….. 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..…………. 42

A. Orientasi Kancah……….……… 42

B. Persiapan Penelitian ……….……….. 43

C. Pelaksanaan Penelitian………. 45

D. Hasil Seleksi Item……… 47

E. Hasil Analisis Data...……… 48

1. Deskripsi Data Penelitian………….………. 48

2. Uji Asumsi……… 49

3. Uji Hipotesis………. 50

F. Pembahasan……….... 52

BAB V. PENUTUP………..…..………. 55

A. Kesimpulan………... 55

B. Keterbatasan Penelitian………. 55

C. Saran………. 56

DAFTAR PUSTAKA……… 58

LAMPIRAN……….. 62

(16)

Tabel 1 Blue Print Skala Strategi Koping Aktif Nyeri... 35 Tabel 2 Blue Print Skala Dukungan Sosial……….. 37 Tabel 3 Tabulasi Data Subjek………. 45 Tabel 4 Distribusi Butir Skala Strategi Koping Aktif

setelah Seleksi Item……… 47 Tabel 5 Distribusi Butir Skala Dukungan Sosial

setelah Seleksi Item……… 48 Tabel 6 Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif……… 49 Tabel 7 Hasil Pengujian Korelasi Product Moment……… 51

(17)

Gambar 1. Skema Alur Pemikiran Penelitian ……….. 29

(18)

Lampiran A Skala Penelitian... 62

Lampiran B Tabulasi Data & Korelasi antar Item Skala... 71

Lampiran C Tabulasi Data & Reliabilitas Hasil Seleksi Item... 83

Lampiran D Hasil Uji Normalitas & Linearitas... 91

Lampiran E Hasil Olah Data... 95

Lampiran F Surat Izin Penelitian & Surat Keterangan Penelitian... 98

(19)

A. Latar Belakang

Tubuh manusia tercipta dari kerjasama organ-organ tubuh yang

menakjubkan. Salah satunya adalah sendi sebagai anggota sistem gerak tubuh.

Sendi mempunyai fungsi penting bagi tubuh yaitu berperan membantu tubuh

manusia melakukan suatu gerakan dengan luwes dan leluasa. Namun bagi

orang-orang yang menderita penyakit rheumatoid arthritis, gerakan yang mudah atau

sederhana menjadi hal yang sulit dilakukan karena dapat menimbulkan rasa nyeri.

Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit di mana persendian secara

simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan

seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Clair, dkk.,

2004). Nyeri yang dialami penderita dapat berupa rasa nyeri panas bersamaan

timbulnya peradangan dan rasa nyeri pegal-pegal maupun tajam saat sendi

digerakkan meski tanpa peradangan. Seseorang yang menderita rheumatoid

arthritis dapat mengalami gangguan nyeri selama hidupnya dengan intensitas

ringan hingga berat karena sifat nyeri penyakit ini termasuk kronis.

Penderita yang mengalami rasa nyeri yang hebat disertai kekakuan sendi,

membuatnya terbatasi dalam beraktivitas. Pengalaman nyeri yang terus menerus

dialami penderita memicu persepsi bahwa nyeri bukan hanya sekedar gejala

penyakitnya juga menimbulkan kecemasan dan ketakutan akan kondisi tubuhnya

(Nezu dkk,2003). Kecemasan kondisi tubuh cenderung membuat penderita

(20)

memandang nyeri sebagai beban berat dan dapat menjadi sangat berlebihan

terhadap sensasi kondisi tubuhnya. Kondisi ini akan semakin membatasi

kemampuan dan kemauan penderita dalam aktivitas gerak fisiknya. Aktivitas fisik

yang semakin terbatas berdampak pada aktivitas fungsional seperti kemampuan

bekerja dan berelasi sosial. Pengalaman nyeri ini membuat mereka rentan

mengalami ketidakberdayaan (Keefe dkk, 2005) dan depresi (Covic, 2003).

Menurut Parker & Wrigth dalam Nezu dkk., (2003) kondisi-kondisi emosional

negatif bisa memicu terjadinya nyeri dan semakin memperpanjang penderitaan

rasa nyeri.

Rasa nyeri telah menjadi keluhan utama yang menyita perhatian dan

stresor terbesar bagi penderita (Young,1992). Bahkan rasa nyeri dipandang

sebagai kunci penentu persepsi sehat secara umum oleh penderita dan pada ahli

kesehatan (Covic dkk.,2003). Penderita pun mengupayakan cara mengatasi

tekanan nyeri dan meningkatkan kesehatan mereka. Upaya penanganan dapat

melalui pengobatan medis dan secara psikologis.

Pengobatan medis merupakan langkah awal dilakukan penderita untuk

mengatasi nyeri ini melalui pengobatan medis. Meskipun telah banyak kemajuan

dalam pengobatan medis namun rasa nyeri ini belum dapat benar-benar

dihilangkan secara menyeluruh dan permanen (Keefe dkk., 2005). Bahkan untuk

jangka panjang penggunaan berlebihan obat-obatan ini dapat menimbulkan efek

samping yang buruk bagi kesehatan (Dirjen Kesehatan RI, 2000). Ketidakpastian

perkembangan penyakit dan hasil pengobatan medis dapat semakin meningkatkan

(21)

Pengobatan medis belum dapat memberikan penyembuhan secara total dan

penderita masih beresiko mengalami nyeri rematik kapan saja. Disamping

menjalani pengobatan medis, penderita rheumatoid arthritis tetap harus

menghadapi dan menangani nyeri beserta dampak emosional dalam keseharian

sepanjang hidupnya. Upaya penderita untuk menyesuaikan diri dengan mengatasi

masalah yang dihadapi disebut sebagai koping.

Koping individu yang menderita nyeri merupakan usaha melalui cara

penanganan yang membantu mengelola, mengurangi munculnya atau

meringankan sensasi nyeri dan meningkatkan pemulihan kesejahteraan serta

menjaga kesehatan diri hari demi hari (Zeidner & Endler, 1996). Penderita

melakukan koping dalam pelaksanaan cara atau strategi–strategi baik pikiran

maupun tindakan.

Pelaksanaan strategi koping setiap individu terkait dengan karakteristik

penyakit dan gejala penyakit yang diderita serta dipandang efektif terhadap

kondisi tersebut (Zautra & Manne dalam Nezu dkk, 2003). Stresor penderita

rheumatoid arthritis adalah rasa nyeri yang bergantung pada kondisi fisik dan

psikis berupa kognisi dan emosi pribadi (Melzack & Wall dalam Keefe dkk,

2005). Kondisi ini memerlukan kemampuan kontrol dalam diri untuk mengelola

nyeri dan kondisi emosional penderita.

Strategi koping aktif mengarah pada kecenderungan kontrol dalam diri

yang dipakai penderita untuk menangani penyakit kronis, khususnya rasa nyeri

pada penderita rheumatoid arthritis (Zeidner & Endler, 1996). Strategi koping

(22)

untuk tetap mampu menjalankan fungsinya dan tidak membiarkan rasa sakit itu

mengontrol kehidupannnya meski dengan kondisi akibat penyakit.

Berdasarkan penelitian pendahulu tentang strategi koping nyeri (Brown

dkk, 1989; Covic dkk, 2003; vanLankveld dkk, 1994; Keefe dkk 2005) penderita

yang melakukan strategi koping aktif memiliki tingkat rasa nyeri dan depresi lebih

ringan. Penggunaan strategi koping aktif membuat penderita merasa berdaya

untuk mengontrol dan mengurangi rasa nyerinya. Individu yang merasa dirinya

berdaya cenderung memaknai stresor lebih dapat terloreransi dan mengupayakan

penyelesaian masalah (Saltzman dkk, 2002).

Perilaku koping tidak hanya upaya pribadi, hasil penilaian tuntutan dan

tujuan tetapi tergantung juga pada penilaian sumber daya yang dimiliki (Hufboll

dalam Zeidner & Endler, 1996). Orang-orang yang berada pada situasi stres

mungkin akan meminta dan menerima bantuan dari orang-orang di sekitarnya

untuk membantu mereka menghadapi situasi tersebut. Saat merasa nyeri

terkadang penderita mengalami keterbatasan atau membatasi gerak sehingga

membutuhkan bantuan dari orang-orang terdekatnya. Tekanan emosional dapat

pula mendorong penderita meminta dukungan moril atau merasakan empati dari

orang lain. Dukungan dari orang lain untuk membantu mereka menghadapi situasi

tersebut disebut dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan sumber daya di

luar individu yang dapat digunakan membantu mengatasi konflik tuntutan dan

(23)

Dukungan sosial dapat berasal dari orang - orang di sekitar penderita yang

terlibat dalam kehidupan dan mampu menjalin relasi bermakna bagi penderita.

Bagi penderita rheumatoid arthritis, potensi dukungan dapat dirasakan dari

pasangan (suami atau istri) dan keluarga, penderita yang mempunyai kondisi yang

sama, dan paramedis yaitu dokter dan perawat (Logaraj, 2006).

Bentuk dukungan sosial yang diterima penderita dapat berupa dukungan

emosional, penghargaan, pendampingan dan informasi (Smet, 1994). Dukungan

sosial yang diterima penderita dapat membuat mereka merasa berharga, didukung,

dicintai, dan diterima. Kondisi ini dapat membantu penderita dalam penyesuaian

terhadap kondisi fisik dan tekanan psikis akibat penyakit.

Penelitan Druley & Townsend dalam Nezu dkk, (2003) menunjukkan

jalinan interaksi antara penderita dan pasangan hidupnya yang positif dapat

menurunkan gejala depresi yang dialami penderita. Interaksi dengan praktisi

kesehatan seperti dokter atau perawat yang baik mendorong penderita

memperoleh kontrol dalam penanganan gejala nyeri sehari-hari (Ryan dkk, 2003).

Dukungan yang diterima dari orang-orang tersayang bagi penderita dalam

pengalaman sakit yaitu dapat memprediksi nyeri berkurang, tekanan psikis dan

sosial berkurang (Danoff-Burg & Revenson, 2005). Dengan berinteraksi,

berkomunikasi, adanya penghargaan diri dan perhatian, maka akan mengurangi

rasa nyeri akibat penyakit rheumatoid arthritis (Logaraj, 2006).

Penelitian-penelitian yang hendak meneliti kemungkinan dukungan sosial

membantu pelaksanaan strategi koping berdasar pada asumsi Toith (1985). Toith

(24)

assisstance). Ketika menghadapi tekanan situasi kondisi, dukungan sosial

mungkin membantu individu mengubah pemaknaan terhadap situasi kondisi

tersebut, mengubah emosi dan sikap merespon stresor dan atau terhadap stresor

itu sendiri. Nasehat dan petunjuk dari orang lain dapat merubah penilaian

ancaman stresor dari kondisi sulit menjadi lebih teratasi; ditambah dukungan dari

orang terdekat menyediakan bantuan dalam mengidentifikasi strategi koping yang

adaptif dan pendampingan dalam pelaksanaan strategi tersebut (Burke dalam

Nezu dkk, 2003). Dukungan sosial dapat mengurangi tekanan emosional,

meningkatkan rasa berdaya dan motivasi untuk bertindak (Saltzman dkk, 2002).

Individu dengan tekanan emosional yang ringan, memaknai stresor lebih dapat

teratasi sehingga dirinya merasa berdaya untuk mentoleransi rasa nyeri, menekan

perasaan-perasaan negatif dan mengupayakan pikiran dan tindakan untuk

menghadapi masalah.

Penelitian ini tertarik untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial

dengan strategi koping nyeri pada penderita rheumatoid arthritis. Asumsi peneliti

bahwa ada kemungkinan semakin penderita merasakan dukungan sosial, ia

semakin semakin sering menggunakan strategi koping aktif.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif

(25)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemikiran yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini

bertujuan untuk membuktikan asumsi-asumsi yang telah dibangun yaitu:

1. Adanya hubungan antara dukungan sosial dan strategi koping aktif nyeri

pada penderita rheumatoid arthritis.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan wacana

mengenai strategi koping nyeri kronis, khususnya strategi koping aktif dan

dukungan sosial pada penderita rheumatoid arthritis. Selain itu, penelitian

diharapkan dapat bermanfaat memberikan tambahan kajian teori tentang

hubungan dukungan sosial dan strategi koping aktif rasa nyeri pada

penderita rheumatoid arthritis, mengingat selama ini strategi koping aktif

belum banyak diteliti.

2. Manfaat praktis

Wacana strategi koping aktif nyeri, dukungan sosial pada penderita

dan hubungannya diharapkan dapat menjadi masukan kepada penderita

rheumatoid arthritis, masyarakat yang salah satu anggotanya mengalami

penyakit ini maupun berbagai pihak yang berkecimpung dalam dunia

kesehatan khususnya program penanganan untuk menghadapi nyeri secara

(26)

A. Rheumatoid Arthritis

1. Pengertian Rheumatoid Arthritis

Penyakit rematik merupakan suatu kelompok penyakit yang mempengaruhi

daerah persendian, bagian lunak yang mengelilingi sendi dan sistem jaringan ikat.

Gejala khas dari penyakit rematik adalah pembengkakan pada sendi, kelemahan

otot dan gangguan gerak sendi (Young, 1992).

McCracken dalam Tamzuri (2007) mengatakan rheumatoid arthritis adalah

penyakit meradang kronik dari jaringan ikat berbagai sendi tubuh, tepatnya

peradangan pada membran sinovial yang mengelilingi dan melumasi sendi.

Junaidi (2006) menambahkan peradangan terjadi karena adanya patogenesis

autoimun berupa kelainan fungsional komplemen imun tubuh. Komplemen imun

tubuh adalah komplemen yang merespon dan melindungi jaringan tubuh dari

serangan substansi merugikan yang masuk ke tubuh seperti virus, bakteri atau

mikroba lain. Pada penyakit rheumatoid arthritis, komplemen imun ini justru

menyerang jaringan sendi tanpa sebab pasti (Mutschler, 1999). Sel darah putih

sebagai agen sistem imun, menjelajah masuk ke dalam membran jaringan sendi

dan menyebabkan peradangan. Peradangan ini menimbulkan rasa nyeri,

pembengkakan, kekakuan dan hilangnya fungsi persendian (Clair, dkk., 2004).

Rheumatoid Arthritis dapat menyerang segala lapisan kelompok umur, meski

demikian penyakit ini sering ditemukan pada kelompok usia tengah baya dan

menampakkan peningkatan populasi di kelompok lanjut usia. Rentang usai

(27)

potensial terkena penyakit ini antara 25-50 tahun. Kaum wanita beresiko tiga kali

lipat daripada kaum pria untuk terserang penyakit (Clair, dkk., 2004).

2. Gejala Klinis

Menurut Arthritis Foundation dalam Talley dkk (1994) gejala-gejala klinis

penyakit rheumatoid arthritis yaitu persendian hangat, empuk dan membengkak;

persendian yang terinfeksi memiliki pola simetris, persendian yang sering

terserang adalah sendi pergelangan tangan dan sendi jari-jari yang dekat dengan

tangan, dapat menjalar ke leher, pundak, lengan, pinggul, lutut, engkel, dan kaki.

Junaidi (2006) menambahkan peradangan sendi pada rheumatoid arthritis berpola

simetrik artinya jika suatu sendi pada bagian kiri tubuh meradang kemungkinan

besar sendi yang sama di bagian kanan tubuh akan meradang pula.

Gejala-gejala lain sebagai manifestasi peradangan berupa nyeri seperti

terbakar dan kaku sendi lebih dari 30 menit di pagi hari atau setelah beristirahat

lama, nyeri sendi muncul secara tidak terduga, demam, hilangnya nafsu makan,

penurunan berat badan, keletihan dan lemas tubuh sepanjang hari, rentang gerak

berkurang dan terbentuknya benjolan (nodus) di jaringan bawah kulit (Mutschler,

1999; Junaidi, 2006). Young (1992) memaparkan keluhan – keluhan yang paling

sering dilaporkan individu yang menderita rheumatoid arthritis adalah rasa nyeri,

(28)

Steinbracker (dalam Mutschler,1999) membagi tahapan sakit rheumatoid

arthritis dalam 4 stadium yaitu :

a. Stadium I, ditandai dengan pembengkakan simetrik persendian kecil

seperti di jari tangan, jari kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, siku,

pergelangan kaki; mengalami keterbatasan gerak yang menyebabkan nyeri dan

kekakuan di pagi hari. Persendian yang sering terlibat adalah sendi ibu jari dan

jari tengah.

b. Stadium II, persendian besar mulai terlibat, penderita mengeluh merasakan

nyeri sewaktu bergerak juga nyeri pada waktu istirahat. Jangka waktu kekakuan di

pagi hari meningkat menjadi sekitar 3 jam. Fungsi persendian lambat laun

menjadi terbatas.

c. Stadium III terjadi pembengkakan persendian yang menonjol, deformasi

persendian dengan pembengkokan poros, kekakuan sendi di pagi hari dapat

bertahan sampai 5 jam dan keterbatasan fungsi sendi semakin terbatas.

d. Stadium IV terjadi gejala-gejala lanjutan ankilosisi atau persendian

menjadi kaku, kecacatan dan kebutuhan akan perawatan intensif.

Penyakit rheumatoid arthritis atau biasa dikenal di masyarakat dengan istilah

penyakit radang sendi dialami oleh banyak warga masyarakat. Masyarakat

menganggap rheumatoid arthritis sebagai penyakit yang umumnya diderita oleh

orang tua. Karakteristik penyakit ini adalah rasa nyeri sewaktu bergerak,

kelemahan otot, hingga kekakuan sendi dengan perkembangan yang dapat

(29)

B. Nyeri

1. Pengertian Nyeri

Menurut Asosiasi Nyeri Internasional dalam Tamzuri (2007) nyeri adalah

suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan,

berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan baik secara aktual maupun

potensial atau menggambarkan keadaan kerusakan tersebut. Nyeri merupakan

sensasi ketidaknyamanan yang timbul sebagai bentuk penderitaan akibat persepsi

adanya kerusakan jaringan tubuh, ancaman dan fantasi luka ( Kozier dan Erb

dalam Tamzuri, 2007 ).

Sensasi nyeri menurut model Gate Control Theory merupakan pengalaman

multidimensional, berproses dinamis dan otak mempunyai peran penting sebagai

pengontrol (Melzack & Wall dalam Keefe dkk, 2005). Proses nyeri adalah proses

dinamik dan otak mempunyai peran penting. Otak bagian tengah yang

bertanggungjawab atas kognisi dan emosi dapat mempengaruhi sinyal nyeri dari

ujung saraf bagian yang terluka ke otak. Pusat otak ini mengaktifkan sistem

penurunan sensasi dengan menutup alur nyeri melalui semacam mekanisme buka

tutup pintu berlokasi di tulang belakang. Jika gerbang terbuka maka sensasi akan

semakin nyeri sebaliknya jika gerbang tertutup maka sensasi nyeri berkurang.

Faktor psikis seperti kecemasan dan bosan dapat membuka gerbang sehingga

meningkatkan sensasi nyeri sedangkan optimisme dan pengalihan pemikiran dapat

menutup gerbang sehingga sensasi nyeri cenderung berkurang (Sarafino, 1990).

Oleh sebab itu faktor psikis dapat pula mempengaruhi sensasi nyeri. Individu

(30)

perasaan emosional yang menyertai. Nyeri merupakan pengalaman subyektif dari

penderita yang merasakan nyeri sehingga rasa nyeri dapat dikontrol atau

dikendalikan oleh penderita (Clair, dkk., 2004).

Berdasarkan pemahaman di atas, peneliti menyimpulkan bahwa nyeri adalah

sensasi ketidaknyamanan yang dialami individu sebagai persepsi sensori adanya

kerusakan jaringan tubuh.

2. Komponen dan Klasifikasi Nyeri

a. Komponen Nyeri

Kozier dan Erb dalam Tamzuri (2007) memaparkan nyeri melibatkan 4

komponen yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain, yaitu :

i. Sensori menggambarkan sesuatu yang mendasari kerusakan jaringan tubuh

atau masalah kesehatan.

ii. Afeksi, menggambarkan perasaan-perasaan negatif yang timbul akibat

sensasi nyeri dan kerusakan jaringan tubuh. Contohnya perasaan tidak

nyaman, penderitaan, perasaan terganggu dan ketakutan.

iii. Kognisi, menggambarkan pemikiran evaluatif tentang masalah dan semua

situasi terkait yang terjadi saat itu, dan juga harapan akan masa depan.

(31)

b. Klasifikasi Nyeri

Carpenito dalam Tamzuri (2007) mengklasifikasikan nyeri menjadi 2 tipe

berdasarkan munculnya, durasi dan penyebab nyeri yaitu :

i. Nyeri Akut

Nyeri akut mengindikasikan adanya cedera atau penyakit pada tubuh.

Karakteristik nyeri akut adalah area nyeri biasanya dapat diidentifikasi, rasa

nyeri cepat berkurang atau hilang, sifatnya jelas atau nyata, dan mungkin

sekali untuk hilang dengan sendirinya. Rentang nyeri akut dapat teratasi

selama beberapa detik hingga kurang dari 6 bulan.

ii. Nyeri Kronik

Nyeri kronik umumnya timbul tidak teratur dan dapat menetap atau

berkelanjutan selama lebih dari 6 bulan setelah fase penyembuhan dari suatu

penyakit. Karakteristik nyeri ini tidak mudah diidentifikasi, intensitas nyeri

sukar diturunkan, rasa nyeri bervariasi ringan hingga berat biasanya

meningkat, dan kemungkinan kecil untuk sembuh atau hilang. Nyeri kronik

dikategorikan menjadi (1) Nyeri kronik Maligna yang berhubungan dengan

kanker, dan (2) Nyeri Kronik Non Maligna biasanya dikaitkan dengan nyeri

akibat kerusakan jaringan atau yang telah mengalami penyembuhan seperti

nyeri punggung belakang, ostheoarthritis, rheumatoid arthritis dan sakit

(32)

3. Dampak Nyeri Kronis bagi Penderita Rheumatoid Arthritis

Penyakit rheumatoid arthritis menimbulkan rasa sakit berupa nyeri kronis

yang tidak menentu, bervariasi dari ringan hingga berat, menyebabkan

ketidaknyamanan dalam diri penderita dan kemungkinan kecil untuk sembuh

sehingga menjadi bagian hidup penderita. Young (1992) mengatakan di antara

gejala-gejala tersebut intensitas dan durasi rasa nyeri yang timbul merupakan

gejala paling mengganggu dan menyita perhatian bagi penderita.

Persepsi individu merasakan nyeri bersifat personal sehingga menjadi

pengalaman yang subyektif dan sulit berbagi dengan orang lain namun juga dapat

dikendalikan orang individu tersebut (Clair, dkk., 2004). Rasa nyeri yang

berkepanjangan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan, menyakitkan

sehingga berakibat timbulnya gangguan emosi seperti kecemasan dan ketakutan

akan kondisi tubuh (Nezu dkk,2003; Smit & Zautra, 2008). Rasa nyeri dapat

membatasi aktivitas gerak fisik penderita dan melumpuhkan aktivitas fungsional

seperti kemampuan bekerja dan berelasi sosial bila terjadi berkepanjangan atau

kronis (vanLanveld dkk, 1994). Kecemasan penderita akan kondisi tubuh mereka

dapat semakin meningkat dengan ketidakpastian perkembangan penyakit ataupun

kekecewaan terhadap hasil pengobatan yang kadang tidak pasti dan terbatas (Clair,

dkk., 2004). Rasa nyeri yang hebat disertai kekakuan sendi menyebabkan

keterbatasan gerak fisik dalam aktivitas keseharian. Kondisi ini membuat mereka

rentan mengalami ketidakberdayaan (Keefe dkk, 2005) dan depresi (Covic, 2003).

Kondisi-kondisi emosional negatif ini bisa berdampak pemicu terjadinya nyeri

(33)

Kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi berpengaruh terhadap bias

persepsi akan sinyal nyeri. Penderita menjadi sangat perhatian terhadap sensasi

tubuh dan sinyal nyeri cenderung dipandang sebagai ancaman sehingga semakin

meningkatkan pengalaman dan intensitas nyeri. Interpretasi nyeri yang berlebihan

membuat penderita takut untuk melakukan aktivitas karena akan menimbulkan

nyeri (Ballantyre & Fishman, 2010).

Falvo dalam Radley (1994) menambahkan individu yang mengalami nyeri

kronis memiliki kecenderungan untuk menampilkan gejala chronic pain syndrome.

Individu ini sering mengalami perubahan perilaku seperti kecemasan atau depresi,

menarik diri dari aktivitas keseharian, berlebihan dalam penggunaan obat-obatan

dan keseringan dalam melakukan pelayanan kesehatan. Keterbatasan gerak fisik

penderita secara tidak langsung merubah peran fungsional kehidupan sehari-hari

dan tentunya membutuhkan tambahan dukungan dari orang lain untuk beraktivitas.

Penderita harus menghadapi kondisi ini dengan berupaya melakukan tindakan

– tindakan yang bertujuan mengendalikan rasa nyeri, gangguan emosi yang

menyertai dan meningkatkan kesehatan mereka sebagai bentuk penyesuaian

(34)

C. Koping Aktif Nyeri

1. PengertianKoping Aktif terhadap Nyeri Kronik

Menurut Asosiasi Psikologis Amerika (2004) koping adalah penggunaan

strategi kognisi dan perilaku untuk mengelola tuntutan situasi yang dinilai

membebani atau untuk mengurangi emosi negatif dan konflik yang ditimbulkan

oleh stresor. Moss & Billing (dalam Pratiwi, 2007) mengatakan koping aktif

terdiri dari strategi termasuk didalamnya usaha berupa perilaku yang menghadapi

secara langsung dengan tantangan dan usaha untuk mengatasi penilaian individu

terhadap suatu peristiwa. Dalam konteks model kekhususan penyakit dari Manne

& Zautra (dalam Nezu dkk, 2003), perilaku individu melakukan koping terkait

dengan karakteristik penyakit dan gejala penyakit yang diderita. Koping individu

yang menderita nyeri berusaha melalui cara penanganan yang membantu

mengurangi munculnya atau meringankan sensasi nyeri dan meningkatkan

pemulihan kesejahteraan serta menjaga kesehatan diri hari demi hari (Zeidner &

Endler, 1996)

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diungkapkan diatas, dapat

disimpulkan bahwa koping aktif yaitu usaha individu yang melibatkan kognitif

dan perilaku secara pro-aktif untuk mengelola nyeri dan tetap beraktivitas

(35)

2. Bentuk Strategi Koping Aktif terhadap Nyeri

Strategi koping nyeri merupakan cara pikiran dan tindakan yang berperan

merubah persepsi derajat nyeri dan kemampuan penderita menangani atau

mentoleransi nyeri dan melanjutkan aktivitas kesehariannya (Nezu dkk, 2003).

Penderita yang mengkoping aktif, menggunakan strategi-strategi dimana mereka

melibatkan diri untuk bertanggungjawab dalam menangani nyeri dan mengontrol

nyeri tersebut (Covic dkk, 2003).

Strategi-strategi koping terhadap nyeri yaitu:

a. Cognitive Distraction (Pengalihan perhatian) adalah usaha untuk

mengalihkan perhatian atau kesadaran penderita dari nyeri ke aktivitas,

objek atau peristiwa lain (Zeidner & Endler,1996; Blalock dkk.,1993).

Pengalihkan perhatian terhadap nyeri dikalangan penderita nyeri kronik

dapat menurunkan ketidakmampuan fisik (vanLankveld dkk., 1994) dan

meningkatkan kemampuan ketahanan terhadap kehebatan sensasi nyeri

(Novy, dkk, 1998).

b. Cognitive restructuring (restrukturisasi kognisi), yaitu usaha pikiran

menerima situasi sakit yang terjadi secara positif (Blalock dkk.,1993).

Usaha menerima situasi secara positif terhadap nyeri dapat melalui

interpretasi ulang sensasi nyeri dan menggunakan pernyataan diri yang

menenangkan (Novy, dkk, 1998; vanLankveld dkk., 1994). Upaya ini

berhubungan pula dengan meningkatkan optimisme mengurangi nyeri dan

(36)

c. Ignoring pain (Pengabaian rasa nyeri) adalah usaha untuk tetap

melanjutkan aktivitas dan mengesampingkan nyeri. Strategi ini

berhubungan dengan derajat nyeri yang lebih rendah dan meningkatkan

optimisme mengurangi rasa nyeri (Novy, dkk, 1998).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Srategi Koping Nyeri Aktif

Faktor-faktor yang mempengaruhi koping antara lain:

a. Penilaian terhadap sumber daya

Sumber daya yang dimiliki individu, baik bersifat internal maupun

ekternal akan mempengaruhi bagaimana koping dilakukan (Zeidner, 1996).

Sumber internal meliputi aspek personal seperti karakteristik kepribadian,

kecerdasan, kecemasan, watak, depresi, keuletan, pusat kontrol dan efikasi

diri. Berdasarkan beberapa penelitan dalam Nezu dkk (2003) penderita

yang memiliki efikasi diri yang tinggi, mampu melakukan suatu upaya,

cenderung merasakan nyeri lebih ringan, bergerak lebih fleksibel dan

nyaman.

Sumber eksternal meliputi uang, waktu, dan dukungan sosial.

Dukungan sosial berupa adanya dukungan yang dirasakan dari

orang-orang terdekat dapat membantu penderita dalam mengelola penyakitnya.

Penderita yang merasa dirinya didukung menunjukkan efektivitas

(37)

b. Karakteristik stresor

Berdasarkan model Stres-Koping Lazarus & Folkman (dalam Zeidner,

1996), karakteristik stresor berpengaruh terhadap pemaknaan, menilai dan

mengupayakan strategi menangani permasalahan yang dihadapi.

Karakteristik ini seperti tingkat nyeri, kekronisan penyakit yang diderita

dan lama waktu penderita menderita.

Penderita yang mengalami tingkat keparahan (kronis) fisik, cenderung

tidak melakukan srategi koping aktif akibat ketidakberdayaan fisik dan

ketergantungan terhadap pengobatan medis (Prokop dkk, 1991). Menurut

penelitian Kraamat dkk., (2003) lamanya waktu penderita terdiagnosa

menderita penyakit berpengaruh terhadap pemaknaan nyeri jangka panjang.

Semakin lama menderita penyakit rheumatoid arthritis mereka makin

sering menghadapi kekawatiran perkembangan penyakitnya sehingga

cenderung urung untuk bergerak atau beraktivitas.

(38)

D. Dukungan Sosial

1. Pengertian

Ganster dkk. (dalam Hapsari, 2004) menyatakan dukungan sosial sebagai

hubungan yang bersifat mendorong dan mempunyai nilai khusus bagi individu

yang menerimanya. Dukungan sosial berupa informasi dan tanggapan dari orang

lain bahwa seseorang dicintai, diperhatikan dan dihargai. Seseorang menerima

dukungan melalui interaksi dengan orang lain (Bishop dkk., 1994). Dalam

interaksi dengan orang yang terjalin komunikasi. Dukungan sosial merupakan

suatu bentuk komunikasi yang bersifat positif disertai rasa suka, rasa percaya, dan

respek yang sangat berarti bagi kehidupan orang lain (Hapsari, 2004).

Dukungan sosial sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan individu

mengingat individu adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan satu sama

lain. Kurang tersedianya dukungan sosial akan menjadikan individu merasa tidak

berharga dan terisolir. Keadaan tersebut memungkinkan terjadinya berbagai

masalah dalam kehidupan. Sebaliknya tersedianya dukungan sosial akan

memberikan pengalaman pada individu bahwa dirinya dicintai, dihargai dan

diperhatikan (Nietzel dkk, 2003).

Ketika seseorang mengalami pengalaman penuh tekanan, dukungan dari relasi

sosial mereka dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraannya (Coyne &

DeLongis, 1986). Selama proses tersebut melibatkan kesediaan dan pertukaran

aspek emosi, informasi atau instrumen dalam merespon persepsi kebutuhan akan

(39)

Menurut Kaplan dalam Hapsari (2004) dukungan sosial dipandang sebagai

rasa puas individu atas hubungan yang dipertahankan dengan orang lain dalam

jaringan sosial. Tingkat dukungan yang dirasakan oleh seseorang merupakan

suatu persepsi kualitas kepuasan atau intensitas yang dirasakan seseorang

(Hatchett dkk. 1997).

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah dukungan sosial merupakan persepsi

kepuasan yang bersifat menyokong dari orang-orang yang berarti ketika

menghadapi situasi penuh tekanan atau dalam aktivitas kehidupannya.

2. Sumber Dukungan Sosial

Kelompok orang di sekitar individu dan terlibat dalam kehidupannya disebut

sebagai jaringan sosial (Taylor, 1995). Jaringan sosial yang mampu menjalin

relasi bermakna bagi individu tersebut termasuk dalam sumber dukungan sosial.

Dukungan akan dirasakan artinya apabila diperoleh dari orang-orang yang berarti

dan dipercaya oleh individu tersebut dalam kehidupannya. Relasi bermakna ini

terutama terjalin selama proses pembentukan kepribadian (Hapsari, 2004).

Pada awalnya, dukungan sosial dapat diperoleh dari orang terdekat dalam

keluarga seperti pasangan hidup, anak ataupun anggota keluarga yang lain karena

hubungan ini paling intensif terjadi. Kemudian sumber dukungan berkembang ke

lingkup dimana terjadi proses sosialisasi lebih lanjut seperti teman, sahabat,

tetangga, rekan kerja atau komunitas tempat individu berada (Deaux &

(40)

Menurut Morison dkk, (2005) dukungan pun dapat dirasakan dalam relasi

yang memiliki derajat keterlibatan yang erat. Pada orang-orang yang mengalami

masalah kesehatan atau menderita suatu penyakit, praktisi kesehatan seperti

dokter atau perawat memungkinkan memberikan dukungan terkait dengan kondisi

tubuh penderita yaitu berhubungan dengan pelayanan medis (Hatchett dkk. 1997).

Dukungan akan dirasakan artinya apabila diperoleh dari orang-orang yang

sangat berarti dan dipercaya oleh individu tersebut dalam kehidupannya. Keadaan

ini akan menumbuhkan perasaan bahwa individu dicintai, dihargai dan

diperhatikan sehingga meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri. Studi

korelasi Thoits (1988) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat penerimaan

dukungan sosial menjadi semakin rendah simtom gangguan psikologis seperti

depresi, kecemasan atau somatisasi. Hal ini sependapat dengan penelitian Druley

& Townsend dalam Nezu dkk, (2003) memaparkan jalinan interaksi antara

penderita dan pasangan hidupnya yang positif dapat menurunkan gejala depresi

yang dialami penderita. Interaksi dengan praktisi kesehatan seperti dokter atau

perawat yang baik dapat menunjang kualitas hidup secara fisiologis dan

pengharapan hidup penderita dan mendorong penderita memperoleh kontrol

dalam penanganan gejala nyeri sehari-hari (Ryan dkk, 2003).

Menurut Myers dalam Hapsari (2004) ada 3 faktor penting yang mendorong

seseorang memberikan dukungan pada oranga lain yaitu:

a. Empati yaitu turut merasakan kesusahan orang lain dengan tujuan untuk

(41)

b. Norma dan nilai sosial yang memberikan bimbingan bagi individu untuk

berbuat baik pada orang lain.

c. Pertukaran sosial yaitu hubungan timbal balik perilaku sosial antara cinta,

pelayanan, informasi dan status.

3. Bentuk Dukungan Sosial

Suatu sumber dukungan memberikan dukungan melalui berbagai cara dan

bentuk dukungan. Taylor (1995) memaparkan dukungan sosial dapat terwujud

dalam 4 bentuk yaitu:

a. Informasi dapat berupa saran – saran, dan informasi yang berguna

membantu individu memahami dan pengartian situasi lebih baik.

b. Emosional yang perhatian, kehangatan dan kepedulian dari orang lain

yang menyakinkan individu bahwa dia berharga.

c. Penilaian berupa dukungan yang membantu individu memahami stres

lebih baik dan sumber daya atau strategi koping apa yang dapat digunakan.

d. Bantuan instrumental merupakan bantuan nyata yang berupa dukungan

materi seperti layanan, barang – barang dan finansial untuk menyelesaikan

masalah.

Selanjutnya oleh Smet (1994), dukungan sosial dibedakan atas dimensi dukungan:

a. Informasi : dapat berupa saran-saran, nasehat, pengarahan atau petunjuk

yang diperoleh dari orang lain sehingga individu dapat membatasi

masalahnya dan mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan

(42)

b. Emosional : adalah perhatian secara emosional yang berupa afeksi,

kepercayaan, kehangatan, kepedulian dan empati yang diberikan oleh

orang lain yang dapat meyakinkan individu bahwa dirinya diperhatikan

orang lain. Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan

nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial.

Dukungan dalam bentuk emosi dapat pula diberikan dengan umpan balik

dan penegasan.

c. Penghargaan : berisi penghargaan positif, pengakuan, dorongan maju atau

persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu. Dukungan ini akan

dapat memberikan seseorang dengan perasaan bahwa dirinya berarti dan

bernilai. Keadaan ini akan diperoleh seseorang dari hubungan yang dekat

dan saling percaya. Hubungan ini memberikan suatu kepastian kembali

bahwa dirinya diperhatikan dan disayangi.

d. Instrumental : merupakan bentuk nyata yang berupa dukungan materi

seperti pelayanan, pemberiaan barang-barang dan finansial. Bentuk

dukungan ini bisa mengurangi gangguan dengan memecahkan masalah

secara langsung atau dengan meningkatkan menyediakan waktu untuk

bersantai atau memperoleh hiburan.

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

a. Karakteristik penerima dukungan

Karakteristik penerima dukungan berperan dalam memandang dukungan

(43)

(Sarafino, 1995). Saat kondisi sakit, penderita cenderung kurang puas dan

kurang memperhatikan dukungan dari dokter (Lyon, 2006).

b. Jejaringan sosial penerima dukungan meliputi ukuran, komposisi,

keintiman dan frekuensi kontak.

5. Dukungan Sosial dalam Pendekataan Fungsi Adaptasi

Proses koping adalah pusat ketahanan terhadap stres dan penyesuaian diri.

Keuletan individu dalam menghadapi permasalahan berikut dampak akibatnya

melibatkan kerjasama dinamis antara sumber internal dan eksternal serta usaha

koping. Sumber eksternal seperti dukungan sosial menyediakan sandaran bagi

individu dalam melawan efek merugikan dari stress dan dapat melindungi

emosional individu saat masa krisis. Inilah fungsi dukungan sosial sebagai stres

buffering (Taylor,1995).

Dukungan sosial juga dapat sebagai sumber pembantu koping (coping

assisstance) (Thoith, 1985). Ketika menghadapi tekanan situasi kondisi, dukungan

sosial memungkinkan membantu individu mengubah pemaknaan terhadap situasi

kondisi tersebut, mengubah emosi dan sikap merespon stresor dan atau terhadap

stresor itu sendiri. Hal ini didukung penelitan Burke dkk dalam Nezu dkk (2003)

bahwa nasehat, petunjuk, perhatian dan penghargaan dari orang terdekat dapat

(44)

E. Hubungan Dukungan Sosial dengan Strategi Koping Aktif Nyeri pada

Penderita Rheumatoid Arthritis

Penyakit kronis memiliki pengaruh kuat terhadap kehidupan penderita, sebab

setelah mereka terdiagnosa menderita suatu penyakit kronis, mereka tidak lagi

dapat hidup dengan cara yang sama sebelum menderita jenis penyakit ini. Pada

penderita penyakit rheumatoid arthritis, nyeri merupakan stresor yang dipandang

paling problematik (Young, 1992) karena bersifat fluktuatif, dapat membatasi

aktivitas fisik maupun fungsional sehari-hari dan akan terus berlangsung

sepanjang hidup. Bahkan nyeri sering dianggap sebagai tolak ukur persepsi sehat

bagi penderita (Covic dkk.,2003).

Rasa nyeri merupakan sensasi dan keadaaan yang tidak menyenangkan. Rasa

nyeri kronik mengaktifasi emosi, dan pada keadaan tertentu, emosi yang

mengaktifasi nyeri (Tamzuri, 2007). Dengan demikian, emosi dan nyeri

merupakan fenomena yang tidak terpecahkan dari penyakit dan gangguan nyeri

kronik. Penderita rheumatoid arthritis cenderung mengalami tekanan emosi

seperti kecemasan dan depresi sebagai dampak nyeri berkepanjangan. Mereka pun

harus menghadapi kondisi ini dengan koping yaitu upaya melakukan

tindakan-tindakan yang bertujuan mengendalikan stresor akibat penyakit dan meningkatkan

kesehatan mereka (Zeidner & Endler, 1996). Strategi koping aktif terhadap nyeri

dipandang memiliki dampak terhadap toleransi nyeri sehingga membantu

penderita menyesuaikan diri lebih baik untuk jangka panjang.

Telah banyak penelitian dalam lingkup medis maupun psikologis yang

(45)

meningkatkan penerimaan terhadap penyakit dan mendukung terciptanya

penyesuaian psikis dan sosial individu. Kemampuan dukungan sosial dalam

mewujudkan penyesuaian yang lebih baik karena menurut Stress Buffering Model,

dukungan sosial berfungsi sebagai penyangga yaitu tindakan mendukung dapat

melindungi emosional individu di saat krisis, menyediakan sandaran bagi individu

dalam melawan efek merugikan dari stress (Taylor,1995).

Ketika seseorang berhadapan dengan situasi yang penuh tekanan, tekanan

emosi seperti depresi dan kecemasan mempengaruhi pemaknaan nyeri menjadi

lebih berat (Smit & Zautra, 2008). Dukungan sosial mampu membantu individu

dalam memaknai situasi, kondisi emosi maupun respon perilaku terhadap situasi

lebih netral (Nietzel dkk, 2003). Cohen dalam Nezu dkk (2003) menyatakan

dukungan sosial dapat mengurangi efek peristiwa hidup yang penuh tekanan baik

melalui sikap mendukung dari orang lain atau keyakinan akan ketersediaan

dukungan untuknya. Persepsi akan ketersediaan dukungan mengarah pada

pengurangan kecemasan dalam penilaian tekanan situasi yang mengancam.

Pemaknaan yang lebih baik terhadap stresor sehingga nyeri dipandang lebih

tertoleransi dan mendorong individu menentukan dan melakukan strategi koping

aktif.

Dengan demikian, dukungan sosial berhubungan dengan koping melalui

pelaksanaan strategi koping aktif terhadap rasa nyeri penderita rheumatoid

arthritis. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima penderita maka penderita

(46)

rendah dukungan sosial yang diterima maka penderita semakin jarang melakukan

strategi koping aktif nyeri.

F. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada hubungan antara dukungan sosial

dengan strategi koping aktif pada penderita penyakit rheumatoid arthritis”.

Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima penderita maka penderita semakin

sering menggunakan strategi koping aktif nyeri. Sebaliknya semakin jarang

dukungan sosial yang diterima maka penderita semakin berkurang melakukan

(47)

Skema Konsep Penelitian

Dukungan Sosial

Strategi koping aktif Mengurangi kecemasan terhadap

nyeri

(48)

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mendeteksi

sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi

pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi

(Suryabrata,2002). Permasalahan yang akan diuji dalam penelitian ini adalah ada

tidaknya hubungan antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri pada

penderita rheumatoid arthritis.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yakni variabel bebas

dan variabel tergantung.

1. Variabel Bebas : Dukungan Sosial

2. Variabel Tergantung : Strategi Koping Aktif Nyeri

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel penelitian ini adalah penjelasan mengenai

dukungan sosial dan koping terhadap nyeri seperti dijelaskan sebagai berikut :

1. Koping Aktif terhadap Nyeri

Koping aktif terhadap nyeri merupakan pikiran dan tindakan yang

dilakukan penderita untuk mengatasi nyeri dengan kemampuan pribadi sendiri

(49)

saat mereka mengalami nyeri. Koping aktif terhadap nyeri diukur dengan

menggunakan skala frekuensi strategi koping aktif. Subjek diminta untuk

menunjukkan seberapa sering mereka melakukan strategi koping aktif. Tinggi

rendahnya koping aktif nyeri dilihat dari skor total yang diperoleh. Semakin

tinggi skor total menunjukkan bahwa subjek melakukan koping aktif yang

semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor total subjek

menunjukkan bahwa koping aktif subyek semakin rendah.

Aspek-aspek strategi koping aktif berdasarkan (Zeidner &

Endler,1996),(Blalock dkk.,1993) melalui :

a. Cognitive Distraction (Pengalihan perhatian) adalah laporan subjek bahwa

saat nyeri dia mengalihkan perhatian dan konsentrasinya ke aktivitas,

objek atau peristiwa lain.

b. Cognitive restrucutring (Restrukturisasi kognisi) adalah laporan subjek

bahwa saat mengalami nyeri dia memunculkan pernyataan untuk

memaknai nyeri lebih positif atau untuk memberikan ketenangan emosional.

c. Ignoring Pain (Pengabaian rasa nyeri) adalah laporan subjek bahwa saat

nyeri dia tetap berusaha melanjutkan aktivitas dan mengesampingkan

(50)

2. Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah dukungan yang dirasakan subjek dari orang-orang

yang berarti (sumber dukungan) untuk menghadapi nyeri dalam aktivitas

kehidupannya. Sumber dukungan sosial penelitian ini adalah keluarga (baik

pasangan hidup maupun anggota keluarga) dan dokter.

Dukungan sosial diukur dengan menggunakan skala dukungan sosial. Skor

total yang diperoleh subjek menunjukkan tingkat tinggi rendahnya dukungan

sosial. Semakin tinggi skor total menunjukkan bahwa subjek memiliki

dukungan sosial yang semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah

skor total subjek menunjukkan bahwa dukungan sosial subjek semakin rendah.

Aspek -aspek dukungan sosial menurut Smet (1994) meliputi :

a. Dukungan Informasi adalah laporan subjek bahwa dia menerima informasi

yang diperlukan dari sumber dukungan dalam bentuk saran-saran, nasehat,

pengarahan atau petunjuk untuk dapat menguatkan emosional dan

mendukung mereka dalam menangani nyeri.

b. Dukungan Emosional adalah laporan subjek bahwa dia menerima

dukungan empati, kepedulian dan perhatian dari sumber dukungan.

c. Dukungan Penghargaan adalah laporan subjek bahwa dia merasakan

dukungan penghargaan positif, pengakuan, dorongan maju atau

persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu dari

(51)

d. Dukungan Instrumental adalah laporan subjek bahwa dia merasakan

dukungan tindakan atau bantuan nyata seperti pelayanan, pemberian

barang-barang dan finansial dari sumber dukungan untuk mengelola nyeri.

D. Subjek Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalam penelitian ini adalah

teknik Purposive Sampling yaitu bahwa sampel yang diambil berdasarkan

kriteria-kriteria dan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Hadi, 2004).

Adapun kriteria tersebut adalah :

1. Penderita Rheumatoid Arthritis

Seseorang yang telah dinyatakan menderita penyakit rheumatoid arthritis,

mengalami gejala klinis maksimum stadium III dengan pertimbangan pada

stadium ini penderita masih dapat melakukan aktivitas meski mengalami

nyeri. Ciri-ciri penderita ini adalah :

a. Pembengkakan simetrik persendian kecil seperti di jari tangan, jari

kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki;

b. Mengalami kekakuan di pagi hari dan nyeri akibat peradangan

maupun nyeri saat menggerakkan anggota tubuh.

c. Masih dapat menjalankan aktivitas fungsional sehari-hari meski

(52)

2. Tinggal bersama keluarga dan menjalani rawat jalan atau pemeriksaan

kesehatan di klinik rematik di Yogyakarta. Subjek yang tinggal bersama

keluarga dan menjalani perawatan dipandang menerima derajat

keterlibatan yang berarti dengan lingkungan sosialnya.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunkan metode skala.

Metode skala merupakan suatu metode penyelidikan dengan menggunakan daftar

pertanyaan berisikan aspek-aspek yang hendak diukur, yang harus dijawab oleh

orang-orang yang menjadi subjek penelitian (Suryabrata, 2002). Menurut Azwar

(2004) alasan yang digunakan dalam menggunakan metode skala ini yaitu karena

subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. Stimulusnya berupa

pertanyan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak

diukur melainkan mengungkap indikator perilaku atribut yang bersangkutan.

Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban yang benar ataupun salah.

Subjek diminta untuk memilih salah satu jawaban yang paling sesuai dengan

keadaan dirinya. Respon subjek terhadap pertanyaan tersebut dapat diberikan skor

dan kemudian dapat diinterpretasikan (Azwar, 1999).

Penelitian ini menggunakan dua jenis skala yaitu skala dukungan sosial dan

skala koping aktif.

1. Skala Strategi Koping Aktif

Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh (Zeidner &

(53)

a. Cognitive Distraction (Pengalihan perhatian) meliputi pengalihan perhatian

ke aktivitas, obyek atau peristiwa yang lain.

b. Cognitive restrucutring (Restrukturisasi kognisi) meliputi pikiran dan

pernyataan yang dimunculkan untuk menerima situasi yang terjadi secara

positif dan menenangkan emosi.

c. Ignoring Pain (Pengabaian rasa nyeri) meliputi tindakan melanjutkan

aktivitas dan mengesampingkan rasa nyeri

Tabel 1 Blue Print Skala Strategi Koping Aktif

Item No Aspek

Favorabel Unfavorabel

Jumlah %

1 Cognitive distraction 1,7,10,16,22,24 4,13,17,18,21,26 12 44,4%

2 Cognitive restrucutring 2,5,12,25 9,15,19,25 8 29,6%

3 Ignoring pain 6,11,20,27 3,8,4 7 25,9%

Jumlah Keseluruhan 14 13 27 100%

Pada aspek cognitive distraction memiliki proporsi yang lebih banyak. Hal

ini menurut Tamzuri (2007) distraksi memungkinkan lebih efektif dalam

penurunan nyeri karena proses ini dapat menghambat impuls nyeri ke otak.

Teknik distraksi lebih umum digunakan dalam perawatan penderita yang

mengalami nyeri di kalangan medis.

Pola dasar pengukuran skala koping aktif ini mengikuti pola Metode Skala

Likert. Pilihan jawaban memiliki 4 alternatif yaitu Tidak Pernah [TP],

(54)

sebagai berikut untuk skor kelompok Favorable Tidak Pernah [TP] skor 1,

Jarang[J] skor 2, Sering[S] skor 3 dan Sangat Sering [SS] skor 4 sedangkan

skor kelompok Unfavorabel Tidak Pernah [TP] skor 4, Jarang[J] skor 3,

Sering[S] skor 2 dan Sangat Sering [SS] skor 1. Semakin tinggi skor yang

diperoleh berarti koping aktif yang dimiliki subjek semakin tinggi dan

sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh berarti koping aktif yang

dimiliki subjek semakin rendah.

2. Skala Dukungan Sosial

Skala dukungan sosial disusun berdasarkan aspek -aspek dukungan yaitu :

a. Informasi meliputi saran-saran, nasehat, dan petunjuk yang dirasakan

diperoleh dari sumber dukungan.

b. Emosional meliputi kepedulian, empati, perhatian yang dirasakan dari

sumber dukungan .

c. Penghargaani meliputi penghargaan positif dan persetujuan terhadap

gagasan dan perasaan subjek dari sumber dukungan.

d. Instrumental meliputi bantuan keuangan, pemberian peluang waktu,

penyediaan sarana atau fasilitas, pelayanan, bantuan dalam

(55)

Tabel 2 Blue Print Skala Dukungan Sosial

Item No Aspek

Favorabel Unfavorabel Jumlah %

1 Dukungan Informasi 1,5,16,21,27,35

,42

8,10,13,33,

40,44 13 29,5%

2 Dukungan Emosional 6,11,23,26,32,

34

2,17,20,25

39,43 12 27,3%

3 Dukungan Penghargaan 3,14,18,24,29,

37

7,12,31,38

10 22,7%

4 Dukungan Instrumental 9,15,19,30,36 4,22,26,41 9 20,5%

Jumlah Keseluruhan 24 20 44 100%

Penyusunan butir skala dukungan sosial mengacu pada aspek dukungan

sosial dan sumber dukungan yang masih relevan dengan penelitian ini. Pada

aspek dukungan instrumental memiliki proporsi yang lebih sedikit. Hal ini

dengan pertimbangan dukungan instrumental khususnya dokter merupakan

bagian dari pelayanan dan tugas kewajiban sebagai seorang dokter sehingga

tampaknya kurang menonjol dibandingkan dukungan yang lain.

Metode yang digunakan dalam skala Dukungan Sosial ini mengikuti pola

Metode Skala Likert. Kriteria pilihan jawaban dari Sangat Sesuai [SS], Sesuai

[S], Tidak Sesuai [TS] dan Sangat Tidak Sesuai [STS]. Skor kelompok

Favorable, nilai 4 untuk [SS] hingga 1 untuk [STS], sebaliknya skor

kelompok Unfavorable, nilai 4 untuk Sangat Tidak Sesuai [STS] hingga 1

untuk Sangat Sesuai [SS]. Skor dukungan sosial merupakan skor total

(56)

berarti dukungan sosial yang dimiliki subjek semakin tinggi dan sebaliknya

semakin rendah skor yang diperoleh berarti dukungan yang dimiliki subjek

semakin rendah.

F. Pertanggungjawaban Alat Ukur

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dalam melaksanakan fungsi ukurnya (Suryabrata, 2002).

Validitas yang akan diestimasi dalam penelitian ini adalah validitas isi.

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian isi tes

atau item pada alat ukur dengan analisis rasional atau melalui professional

judgment (Azwar, 2004). Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam

validasi ini adalah sejauhmana item-item tes mewakili

komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur

(aspek representasi) dan sejauhmana item-item tes mencerminkan ciri

perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi).

2. Seleksi item

Seleksi item dalam penelitian ini dilakukan dengan uji korelasi item

total yaitu uji konsistensi antar item dengan tes secara keseluruhan.

Korelasi item total dilakukan untuk memilih item-item yang fungsi

ukurnya setuju dengan fungsi ukur tes yang dikehendaki (Azwar,1999).

Selanjutnya item-item diukur daya bedanya. Daya beda item menunjukkan

(57)

dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Daya beda item diperoleh

dengan cara mengkorelasikan skor aitem dengan skor total. Koefisien

korelasi item-total bergerak dari 0 sampai 1 dengan tanda positif atau

negatif. Batasan koefisien korelasi antara item dengan skor total biasa

digunakan 0,30 akan tetapi apabila jumlah item yang lolos tidak

mencukupi dapat diturunkan menjadi 0, 275 (Azwar, 2004).

3. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur

yang mempunyai makna kecermatan dalam pengukuran (Azwar, 2004).

Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode konsistensi internal

yang dihitung dengan menggunakan koefisien alpha Cronbach. Kriteria

yang digunakan untuk mengetahui reliabel atau tidaknya suatu alat ukur

adalah dengan membandingkan nilai koefisien alpha. Suatu alat ukur

dikatakan memiliki reliabilitas jika memiliki koefisien reliabilitas yang

berkisar antara 0,60 sampai 0,90 (Azwar, 2004).

G. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan

menggunakan teknik analisi korelasi product moment dari Pearson dengan

bantuan SPSS for Windows release 15.0. Sebelum melakukan uji hipotesis,

(58)

1. Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

penyimpangan atau gangguan terhadap variabel yang ada dalam model.

Uji prasyarat analisis korelasi yang dilakukan adalah uji normalitas dan

uji linearitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal tidaknya

sebaran atau distribusi data yang diperoleh (Hadi, 2004). Uji nornalitas

sebaran data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis

Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program komputer SPSS for

Windows release 15.0.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas ditunjukan untuk mengetahui pola hubungan linear

atau tidaknya variabel bebas dan tergantungnya (Suryabrata, 2002). Uji

linearitas dilakukan dengan menggunakan test of linearity. Linear

tidaknya variabel-variabel penelitian dapat dilihat dari nilai Fhitung dan

nilai signifikansi (p<0,05).

2. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara

dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri pada penderita

rheumatoid arthritis. Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan

(59)

bantuan SPSS for Windows release 15.0. Apabila nilai r yang didapat

positif maka jika satu variabel meningkat maka variabel yang lain juga

meningkat. Demikian sebaliknya, apabila nilai r yang didapat negatif

berarti jika satu variabel meningkat maka variabel yang lain menurun.

Hipotesis penelitian diterima jika koefisien korelasi r bertanda positif

(60)

A. Orientasi Kancah

Penelitian tentang dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri pada

penderita rheumatoid arthritis dilakukan dengan mengambil responden di dua

tempat, pertama di klinik praktek DR. Dr. Nyoman Kertia Sp.PD – KR berlokasi

di Apotek Dharma Husada, Jl. Gajah Mada No 40 Yogyakarta. Beliau adalah

dosen pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan dokter kepala

Sub Bagian Reumatologi, Bagian Penyakit Dalam RS Dr Sardjito Yogyakarta.

Apotek ini melayani pemeriksaan klinis penyakit dalam terutama konsultasi dan

pengobatan penyakit rematik, juga melayani penyediaan obat-obatan yang

diresepkan oleh Dr. Nyoman kepada pasien setelah menjalani pemeriksaan klinik.

Jadwal praktek Dr. Nyoman setiap hari Senin hingga Sabtu, dengan waktu praktek

Senin, Selasa, Kamis dan Jumat mulai pukul 14.00 WIB; Rabu mulai pukul 16.00

WIB dan Sabtu mulai pukul 13.00 WIB.

Lokasi kedua direncanakan bertempat di klinik Charitas yang merupakan

klinik praktek Dr. P. Budi Agung MM, di Jl. Pakuningratan 19 Yogyakarta.

Namun karena beliau mendapat tugas ke luar kota dalam waktu lama maka

peneliti mencari alternatif lain. Akhirnya peneliti mendapat bantuan dari kakak

peneliti, seorang anggota TNI AU, Serka Ucok Sudarmono untuk melakukan

penelitian di klinik praktek Dr. Dwi Indra Darmawan Sp. PD, komplek TNI AU.

Klinik praktek ini sekaligus rumah tinggal Dr. Indra bertempat di Blok G Lanud

(61)

Adi Sucipto. Beliau melayani konsultasi dan pemeriksaaan medis penyakit dalam,

hanya khusus anggota dan keluarga penerbang TNI AU. Jadwal praktek Dr. Indra

hari Senin hingga Sabtu, jam 9.00 WIB hingga jam 11.00 WIB dan sore jam 16.00

WIB hingga jam 18.00 WIB.

Beberapa alasan peneliti memilih kedua lokasi tersebut sebagai tempat

penelitian adalah 1) Jumlah penderita rheumatoid arthritis yang melakukan

pemeriksaan medis lebih rutin 2) Adanya kerjasama dan kemudahan dalam

prosedur penelitian.

B. Persiapan Penelitian

1. Perijinan Penelitian

Untuk dapat melakukan pengambilan data penelitian, peneliti

menggunakan surat perizinan yang dikeluarkan oleh pihak Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma dengan nomor 108c/D/KP/Psi/USD/XI/2010,

tertanggal 25 November 2010, pertama ditujukan kepada Kepala

Penanggungjawab Apotek Dharma Husada, Dra. Siti Rusindah, Apt pada

tanggal 27 November 2010.

Persiapan penelitian di klinik praktek Dr. Dwi Indra Darmawan Sp. PD

dimulai dengan menyerahkan surat ijin dengan nomor

108c/D/KP/Psi/USD/XI/2010 diajukan kepada Dr. Dwi Indra Darmawan Sp.

PD, melalui Serka Ucok Sudarmono pada tanggal 29 November 2010.

Selama menunggu tindak lanjut perijinan dari kedua tempat tersebut,

(62)

dan Dr. Dwi Indra Darmawan Sp.PD mengenai informasi tentang karakteristik

responden penelitian dan prosedur pengambilan data penelitian khususnya

waktu penelitan antar dua tempat sehingga lebih memudahkan penelitian. Dr.

Indra Darmawan Sp. PD meminta secara khusus untuk responden dari beliau,

agar peneliti menjaga kerahasiaan dalam lampiran penelitian. Setelah

mendapat ijin dari Kepala Penanggungjawab Apotek Dharma Husada dan Dr.

Dwi Indra Darmawan Sp. PD, maka peneliti dapat melakukan penelitian.

2. Persiapan Alat Ukur

Pada penelitian ini peneliti membuat sendiri alat ukurnya yaitu berupa

skala dukungan sosial dan strategi koping aktif nyeri. Peneliti menggunakan

skala terpakai (try-out terpakai) sehingga hanya satu kali saja menyebarkan

skala. Peneliti tidak melakukan uji coba alat ukur (try-out) tapi peneliti

meminta professional judgement yaitu dosen pembimbing untuk memastikan

bahwa item sudah sesuai dengan blue-print dan indikator perilaku yang

hendak diungkap, ditulis sesuai dengan kaidah penulisan yang benar.

Alasan peneliti menggunakan try-out terpakai karena keterbatasan waktu

yang diberikan oleh tempat penelitian dan sedikitnya jumlah sampel subjek

yang ditemukan dalam penelitian sehingga peneliti memutuskan untuk

Gambar

Tabel 1 Blue Print Skala Strategi Koping Aktif
Tabel 2 Blue Print Skala Dukungan Sosial
Tabel 3. Tabulasi Data Subjek
Tabel 4. Distribusi Butir Skala Strategi Koping Aktif
+4

Referensi

Dokumen terkait

TINDAKAN SUCTION ENDOTRACHEAL MENGGUNAKAN KANUL SIZE 10Fr DAN 12 Fr TERHADAP PENURUNAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN YANG TERPASANG DIRUANG ICU RSUD MARGONO.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) mengetahui sejauh mana peningkatan pemahaman siswa kelas VII SMP Kanisius Bambanglipuro Bantul pada materi gerak

Frank Lyman dalam Nurhadi (2007:101), mengemukakan bahwa model Think Pair and Share mampu mengubah asumsi bahwa model diskusi perlu diselenggarakan dalam

Dari hasil kajian dapat disimpulkasn sebagai berikut : (1) Di lihat dari gambaran pembangunan di Kabupaten Pandeglang, dilihat dari tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan

Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) sebagai salah satu pengembang dan produsen rami di Kabupaten Garut, Jawa Barat, telah melakukan terobosan dengan mencari

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka perlu dilakukan penelitian Analisis Keberadaan Bakteri Coliform dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek ekstrak etanol daun Lidah Mertua ( Sansevieria trifasciata Prain) terhadap penurunan kadar gula darah tikus putih jantan

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis struktur, perilaku dan kinerja ekonomi pola perusahaan inti rakyat (pola PIR-Sus, PIR-Trans, PIR-KUK) kelapa sawit di Sumatera