PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE NHT TERHADAP HASIL BELAJAR TEKNIK DASAR
PASSING
SEPAK BOL
A
Pratama Adhy Rusdyana, I Ketut Budaya Astra, Ni Made Sri Dewi Lestari
Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi
Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha,
Kampus Tengah Undiksha Singaraja, Jalan Udayana Singaraja-Bali Tlp. (0362)
32559
e-mail:
pratamaadhy01@gmail.com Astra_budaya@yahoo.com
gedeagungnara@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar teknik dasar passing (menggunakan kaki bagian dalam dan kaki bagian luar) sepak bola. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen sungguhan dengan menggunakan rancangan penelitian the randomized pretests-postest control group the same subjec design.Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 7 Singaraja tahun pelajaran 2016/2017 berjumlah 51 orang yang terdistribusi ke dalam dua kelas yaitu kelas VII B dan VII D. Pengundian kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan cluster random. Data hasil belajar dikumpulkan melalui tes objektif, observasi dan unjuk kerja. analisis data menggunakan Uji-t dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows. Pada kelompok eksperimen diperoleh nilai rata-rata 12.92 .Sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata 8.68 Angka signifikansi yang diperoleh melalui Uji t adalah p<0.05. Disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh signifikan terhadap peningkatan hasil belajar teknik dasar passing sepak bola . Dengan demikian disarankan kepada guru penjasorkes dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT karena terbukti berpengaruh signifikan terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Kata-kata kunci: Kooperatif, NHT, hasil belajar, sepak bola.
Abstract
This study aims to determine the effect of assembling cooperative learning model numbered head together (NHT) to the learning outcomes of basic techniques of passing (using the inner and outer foot) football. This study was a true-experimental research study using the randomized pretest posttest control group the same subject design. The research subject was students of class VII SMP Negeri 7 Singaraja academic year 2016/2017 amounted to 51 persons distributed into two classes: class VII B and class VII D. The draw of the experimental group and the control group was performed with simple random sampling. Data were collected through objektif tests, observation and performance tests. Data analysis using t-test with SPSS 16.0 for Windows. Based on the results of the study it was found that in the experimental group gained an average value of posttest-pretest 12.92. While in the control group gained an average value of posttest-pretest 8.68. Significance obtained through t-test was p<0.05. Concluded that the assembling cooperative learning model NHT has significant effect on the raising learning outcomes of basic techniques of passing (using the inner and outer foot) football. Thus, it is suggested for the Penjasorkes teachers to be able to implement cooperative learning model NHT type since it has strong significant influence toward the improvement of student’s learning achievement.
PENDAHULUAN
Peran suatu pendidikan merupakan salah satu masalah pokok pembelajaran terutama pada pendidikan formal di sekolah. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang pendekatannya semula berpusat pada guru (teacher centered), beralih berpusat pada siswa (student centered), metodologi yang semula di dominasi ekspositori berganti ke partisipatori dan pendekatan yang semula lebih bersifat tekstual, berubah menjadi kontekstual.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, perlu dilakukan peningkatan kualitas pembelajaran. Subadi (2011) menyatakan bahwa upaya meningkatkan kualitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh faktor siswa, alat pendukung terjadinya pembelajaran, dan lingkungan. Alat pendukung pembelajaran meliputi guru, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru merupakan alat pendukung pembelajaran karena guru bertugas mempersiapkan dan mengelola pembelajaran. Dalam hal ini guru diharapkan dapat menyiapkan model pembelajaran dengan baik dan tepat sehingga peserta didik lebih mudah membangun pemahamannya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran yang dipilih berpengaruh pada hasil belajar siswa. Siswa diharapkan dapat berperan penuh dalam proses pembelajaran dengan guru sebagai fasilitator.
Berdasarkan data nilai yang peneliti
dapatkan pada hari Jumat, tanggal 7
oktober 2016 di SMP Negeri 7
Singaraja ditemukan permasalahan
bahwa hasil belajar siswa dalam
pembelajaran
materi
bola
besar
(sepak bola) dapat di katakana masih
kurang. pada siswa kelas VII SMP
Negeri 7 Singaraja tahun pelajaran
2016/2017 ditemukan bahwa pada
siswa kelas VII B dan VII D SMP
Negeri 7 Singaraja dengan jumlah
siswa yang terdiri dari 26 orang
terdapat 0 siswa memperoleh nilai ≤60
(tidak tuntas), 14 siswa memperoleh
nilai 61-70 (tidak tuntas), 7 siswa
memperoleh nilai ≥71-78, (tuntas) dan
4 siswa memperoleh nilai ≥80 (tuntas).
Sedangkan pada kelas VII D yang
terdiri dari 25 oarang terdapat 0 siswa
memperoleh nilai ≤60 (tidak tuntas),
19 siswa memperoleh nilai 61-70
(tidak tuntas), 4 siswa memperoleh
nilai 71-78 (tuntas), dan 2 siswa
memperoleh nilai ≥80 (tuntas). Jadi
data Hasil belajar materi bola besar
(sepak bola) secara klasikal berada
pada
katagori
Tidak
Tuntas,
mengingat Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) Penjasorkes di SMP Negeri 7
Singaraja (78). Melihat kenyataan
tersebut maka peran guru penjasorkes
sebagai pendidik perlu mendapat
perhatian
khusus
dalam
mengimplementasikan
model
pembelajaran yang tepat, karena
dengan
implementasi
model
pembelajaran yang tepat akan dapat
memacu semangat para siswa di
dalam
mengikuti
pelajaran
dan
mendorong
siswa
untuk
mengembangkan antara pengetahuan
yang dimiliki dengan pengetahuan
yang didapat dari sekolah sehingga
para siswa akan bersikap aktif dalam
mengikuti proses pelajaran khususnya
pelajaran penjasorkes pada materi
teknik dasar
passing
sepak bola.
Dalam
meningkatkan
kualitas
pembelajaran teknik dasar
passing
sepak bola dengan menggunakan kaki
bagian dalam dan kaki bagian luar,
guru penjasorkes diharapkan mampu
menguasai dan menerapkanberbagai
macam model pembelajaran atau
teknik penyampaian materi yang tepat
dan menarik yang nantinya dapat
mendorong minat belajar, sehingga
siswa tidak merasa jenuh dan merasa
cepat bosan dalam mengikuti proses
pembelajaran.Model
pembelajaran
kooperatif
dikembangkan
menjadi
beberapa tipe, salah satunya adalah
Numbered Head Together
(NHT),
tepat
untuk
dapat
meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar.
Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Nur Fajrin (2014) yang menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar dribbling sepakbola yaitu sebesar23,53 %.Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Heryanto Nur Muhammad (2014) juga menemukan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap hasil belajar passing bawah bola voli pada siswa di SMK PGRI 2 Kota Pasuruan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar passing bawah bola voli yaitu sebesar 21,38%. Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe kooperatif tipe NHT telah terbukti melalui penelitian yang dilakukan oleh Hendri Marhadi (2014) dengan judul penelitian penerapan model pembelajran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) untuk mrningkatkan hasil belajar siswa kelas Vd SDN 184 Pekanbaru, berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, Made Agus Wijaya (2015) juga menemukan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan kartu gerak seri gerak dasar efektif meningkatkan keterampilan gerak dasar pada siswa Sekolah Dasar.
KAJIAN TEORI
a. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Pelaksanaan pembelajaran penjasorkes dengan aktivitas gerak sebagai sarana pencapaian tujuan harus selalu direncanakan dengan baik oleh guru Penjasorkes penyampaian informasi pada bagian awal pengajaran penjasorkes sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Penyampaian informasi itu memiliki dua macam tujuan, yaitu agar siswa mengetahui dan memahami apa yang dikerjakan, dan
memahami bagaimana cara
melakukannya.
Husdarta (2009:3) menyatakan,
Pendidikan jasmani dan kesehatan pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental serta emosional. juga memaparkan bahwa penjasorkes memperlakukan anak atau siswa sebagai sebuah kesatuan yang utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.
Prinsip dan pelaksanaan sistematika pembelajaran penjasorkes secara umum mengikuti tiga pola pembelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah) yaitu :”Pembelajaran Pendahuluan, Pembelajaran Inti, Penutup”.
1. Pembelajaran Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan guru.
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran,
b. Memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional;
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari,
d. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan
e. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
2. Pembelajaran Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar (KD) yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. 1. Eksplorasi
Eksplorasi adalah kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru. Dalam kegiatan eksplorasi yang dilakukan guru adalah:
a. Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber.
b. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain.
c. Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
d. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. e. Memfasilitasi peserta didik melakukan
percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
2. Elaborasi
Elaborasi adalah penggarapan secara tekun dan cermat. Dalam kegiatan elaborasi yang dilakukan oleh guru adalah:
a. Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna. b. Memfasilitasi peserta didik melalui
pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.
c. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.
d. Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif.
e. Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar.
f. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik
lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok.
g. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok.
h. Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan.
i. Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
3. Konfirmasi
Konfirmasi adalah pembenaran, penegasan, dan pengesahan sesuatu. Dalam kegiatan konfirmasi yang dilakukan oleh guru adalah:
a. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik.
b. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber.
c. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.
d. Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.
e. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengar menggunakan bahasa yang baku dan benar.
f. Membantu menyelesaikan masalah. g. Memberi acuan agar peserta didik
dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi.
h. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh.
i. Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
3. Kegiatan Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. Dalam kegiatan penutup yang dilakukan oleh guru adalah:
a. Bersama-sama dengan peserta
didik/sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran. b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi
terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.
c. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut
dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik.
e. Menyampaikan rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Menurut Joyce (dalam Trianto, 2007:5) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Adapun model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran (Suprijono, 2009:46-68) sebagai berikut: a) model pembelajaran langsung, b) model pembelajaran kooperatif, dan c) model pembelajaran berbasis masalah.
a. Model Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung atau direct instruction dikenal dengan sebutan active teaching. Penyebutan itu mengacu pada gaya mengajar di mana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkanya secara langsung kepada suluruh kelas.
b. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan
pertanyan-pertanyan serta
menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk
membantu peserta didik
menyelesaikan masalah yang dimaksud.
c. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkan konsep-konsep yang dicetuskan oleh Jerome Bruner. Konsep tersebut adalah belajar penemuan atau discovery learning. Proses belajar penemuan meliputi proses informasi, transformasi, dan evaluasi. Belajar penemuan menekankan pada berpikir tingkat tinggi. Belajar ini memfasilitasi peserta didik mengembangkan dialektika berpikir melalui induksi logika yaitu berpikir dari fakta ke konsep.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini. Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif karena model pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk berpikir kritis, melatih siswa untuk belajar bekerjasama dengan anggota lain dalam satu kelompok, dan dapat melatih siswa untuk belajar saling menghargai antar sesama, sehingga siswa secara otomatis memiliki kepribadian yang baik. Model pembelajaran kooperatif dapat dirasakan langsung oleh peserta didik karena telah diterapkannya pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sendiri (student centered), dimana peserta didiklah yang menemukan permasalahan serta dipecahkan bersama dengan peserta didik lainnya serta dibantu oleh guru. Disamping itu juga, melalui pembelajaran kooperatif, siswa akan memiliki rasa tanggung jawab dan mampu berkomunikasi yang baik dengan teman sebayanya.
“Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, dimana kelompok-kelompok kecil bekerja sama
untuk mencapai tujuan-tujuan bersama”(Santyasa, 2007:30).
Dalam pembelajaran kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik didalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberi penjelasan teman kelompok dengan baik, dan dapat melakukan diskusi kelompok. Pembelajaran belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran.
Menurut Trianto(2007:42), pembelajaran kooperatif bertujuan untuk: “(1) meningkatkan partisipasi siswa, (2)memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, dan (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya”. Jadi, model pembelajaran kooperatif merupakan model yang mengkondisikan siswa bekerja bersama untuk memperoleh tujuan bersama dalam kelompok-kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda.
Pembelajaran kooperatif bertitik tolak dari pandangan John Dewey dan Herberit Thelan (dalam Ibrahim, dkk, 2000:13) yang menyatakan bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Kerja kelompok kooperatif digambarkan oleh Dewey dan Thelan berjalan melampaui hasil belajar akademik. Mereka memandang tingkah laku kooperatif dan proses-proses sebagai bagian tak terelakkan dari usaha keras manusia, di atas merupakan dasar mana masyarakat demokratis dapat dibangun dan dipertahankan.
Menurut Ibrahim dkk (2000:11), “pembelajaran kooperatif akan menjadi sangat efektif jika materi pembelajaran tersedia lengkap di kelas, ruang guru, perpustakaan, ataupun dipusat media”. Terdapat lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (Santyasa, 2005:89-96) yaitu: “a) saling ketergantungan positif, b) interaksi tatap
muka, c) keterampilan-keterampilan kolaboratif, d) pemrosesan interaksi-interaksi kelompok, e) tanggung jawab individu”. Penjelasan dari kelima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
a. Saling Ketergantungan Secara Positif Saling ketergantungan secara positif adalah perasaan antar kelompok siswa untuk membantu setiap orang dalam kelompok tersebut. Cara-cara mempromosikan saling ketergantungan secara positif dalam kelompok meliputi: tujuan, penghargaan, peranan, sumber dan identitas.
b. Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi.
c. Keterampilan-keterampilan Kolaboratif Keterampilan-keterampilan kolaboratif yang baik adalah sangat penting tidak hanya untuk sukses di luar sekolah dengan teman dan keluarga, tetapi juga dalam karir. Guru memilih suatu keterampilan kolaboratif hendaknya lebih menekankan pada kesesuaian dengan karakteristik masing-masing pelajaran. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa akan terdapat keterampilan yang sama untuk beberapa pelajaran.
b. Pemrosesan Interaksi-interaksi Kelompok
Sebagai bagian dari masing-masing unit dimana pembelajaran kooperatif digunakan, waktu hendaknya direncanakan paling tidak sekali untuk para siswa mendiskusikan bagaimana sebaiknya kelompok mereka bekerja bersama. Pemrosesan interaksi kelompok memiliki dua aspek. Pertama, menjelaskan tentang keberfungsian kelompok. Kedua, kelompok akan mendiskusikan apakah interaksi mereka perlu diperbaiki. Pemrosesan interaksi kelompok ini membantu kelompok belajar
bagaimana berkolaborasi dengan lebih efektif, dimana dapat ditetapkan selama atau diakhir kegiatan.
c. Tanggung Jawab Individu
Satu hal yang paling umum bagi siswa bekerja dalam kelompok adalah bahwa beberapa anggota kelompok akan mengakhiri semua pekerjaan dan semua pembelajaran. Jadi, mendorong setiap orang dalam kelompok untuk berpartisipasi dan belajar merasakan bertanggung jawab secara individual untuk keberhasilan kelompok mereka. Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berfikir bersama merupakan jenis pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternative terhadap kelas tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser kagen pada tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2007). Pendekatan struktural tipe NHT, yang dikembangkan oleh Spencer Kagan terancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa sebagai alternatif terhadap struktural kelas tradisional. Menurut Nurhadi dkk (2004:67), “sebagai pengganti dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktural empat langkah berikut ini: “a) penomoran, b) pengajuan pertanyaan, c) berpikir bersam, d) pemberian jawaban”. a. Langkah 1: Penomoran
Guru membagi para siswa
menjadi beberapa
kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberikan mereka nomor sehingga setiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda. b. Langkah 2: Pengajuan Pertanyaan
Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
c. Langkah 3: Berpikir bersama
Para siswa berpikir bersama di masing-masing
kelompoknya untuk
menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
d. Langkah 4: Pemberian jawaban
Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.
Kelebihan
a. Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi secara
bersama dalam
menyelesaikan masalah yang di hadapi.
b. Siswa pandai maupun siswa
lemah sama-sama
memperoleh manfaat
melalui aktifitas belajar kooperatif.
c. Dapat memberikan
kesempatan kepada siswa
untuk menggunakan keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinan Kelemahan
a. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi
sehingga dapat
menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.
b. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.
c. Pengelompokan siswa memerlukan pengaturan
tempat duduk yang
berbeda-beda serta
membutuhkan waktu
Pembelajaran konvensional menekankan pada guru sebagai pusat informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Situasi kelas sebagian besar masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, serta pengguanaan model ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar mengajar. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional atau disebut juga model ceramah, karena sejak dulu model ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar.
Model pembelajaran konvensional merupakan model yang masih berpandagan pada paradigm lama. Model pembelajaran ini cenderung menganggap siswa sebagai objek bukan subjek. Siswa dianggap sebuah botol kosong yang harus
diisi terus menerus oleh
guru.“Pembelajaran konvensional cenderung dimulai dengan apersepsi, penyajian informasi, pemberian soal-soal dan tugas, kemudian membuat simpulan” (Suryosubroto, 2002:71).
Pembelajaran konvensional sering juga disebut sebagai pembelajaran tradisional. Siswa menjadi penerima pengetahuan yang pasif dan kebanyakan menghafal tanpa belajar untuk berfikir. Pada umumnya kegiatan pembelajaran bergantung pada pembicaraan guru yang menggunakan metode ceramah atau sebuah pertanyaan dan sebuah jawabannya hanya melibatkan daya ingat dasar dari pembelajar.
Menurut Coleman (dalam Santyasa, 2005:36) pembelajaran konvensional memiliki cirri-ciri, yaitu: (1) pemerolehan informasi (melalui sumber-sumber secara simbolik, seperti para guru atau membaca), (2) pengasimilasian atau pengorganisasian informasi sehingga suatu perinsip umum dimengerti, (3) penggunaan prinsip-prinsip umum pada kasus yang bersifat spesifik, dan (4) penerapan prinsip umum pada keadaan baru.
Namun, menurut Suryosubroto (2002:192) pendekatan model pembelajaran memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut: a) Setiap siswa mempunyai cara belajar atau
modalitas terbaik yang berbeda, tidak semua siswa bisa belajar dengan baik hanya dengan mendengarkan, b) sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, sehingga siswa akan cepat merasa bosan, c) cenderung tidak memerlukan yang kritis sehingga siswa hanya akan bersifat pasif, d) pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi, padahal kemampuan setiap siswa itu berbeda.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen sesungguhnya (true experimental). ”Penelitian eksperimen sungguhan bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental satu atau lebih kondisi perlakuan dan memperbandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan.” (Kanca, 2010: 86).
.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Singaraja tahun pelajaran 2017/2018 yang terdistribusi kedalam 2 kelas yaitu: kelas VII B berjumlah 26 orang dan kelas VII D berjumlah 25 orang, sehingga keseluruhan jumlah sampel penelitian adalah 51 orang. Dua kelas yang ada diundi untuk menetapkan kelas yang menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan data hasil belajar dilakukan dengan cara memberikan tes objektif, observasi, dan unjuk kerja. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Uji-t. Sebelum dilakukan uji-t terlebih dahulu data diuji normalitas dan homogenitasnya.
HASIL dan PEMBAHASAN
Data tentang hasil belajar teknik dasar passing sepak bola (menggunakan kaki bagian dalam dan kaki bagian luar) diperoleh melalui tes akhir (post test) dikurangi tes awal (pretest). Dari hasil
pengurangan pada kedua kelompok diperoleh rata-rata skor kelompok eksperimen = 12.92 sedangkan rata-rata skor kelompok kontrol = 8.68. Sebelum uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Untuk mengetahui normalitas sebaran data digunakan rumus Kolmogorov-Smirnov pada signifikansi 0,05. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.00 for Windows didapatkan hasil untuk nilai signifikansinya kedua kelompok adalah pada kelompok experimen signifikansinya 2.00 dan pada kelompok control signifikasinya 1.09 Untuk semua variabel signifikansi pada uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0,05. Dengan demikan maka semua sebaran data berdistribusi normal.
Berdasarkan hasil perhitungan homogenitas data menggunakan uji Levene’s ditunjukkan bahwa untuk hasil belajar teknik dasar passing sepak bola siswa harga F=
0.96
dengan taraf signifikansi 7.58 Dapat disimpulkan bahwa variansi pada setiap kelompok adalah sama (homogen).Berdasarkan hasil Uji t diperoleh nilai t = 3.039 dan nilai signifikansinya = 0.004. Hasil ini dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Adapun keputusan yang diambil adalah tolak Ho dan terima
Ha. hasil ini menyatakan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar teknik dasar passing sepak bola antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional.
Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Sudarso (2014) yang menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar dribbling sepak bola yaitu sebesar 23,53%. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rohmawati (2012) juga menemukan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap
peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Keceme 1 Kecamatan Sleman.
Pengaruh penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Nur Fajrin (2014) yang menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar dribbling sepakbola yaitu sebesar 23,53 %. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Heryanto Nur Muhammad (2014) juga menemukan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap hasil belajar passing bawah bola voli pada siswa di SMK PGRI 2 Kota Pasuruan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar passing bawah bola voli yaitu sebesar 21,38%.
Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe kooperatif tipe NHT telah terbukti melalui penelitian yang dilakukan oleh Hendri Marhadi (2014) dengan judul penelitian penerapan model pembelajran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) untuk mrningkatkan hasil belajar siswa kelas Vd SDN 184 Pekanbaru, berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh signifikan (p<0,05) terhadap peningkatan hasil belajar materi teknik dasar passing sepak bola kaki bagian dalam dan kaki bagian luar pada siswa kelas VII B SMP Negeri 7 Singaraja tahun pelajaran 2016/2017.
Berdasarkan hasil analis data dan pembahasan, maka dapat diajukan beberapa saran untuk proses pembelajaran dan penelitian lebih lanjut sebagai berikut.
1. Bagi guru Penjasorkes, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas.
2. Penelitian ini dilaksanakan pada pokok bahasan teknik dasar passing sepak bola kaki bagian dalam dan kaki bagian luar di kelas VII B SMP Negeri 7 Singaraja, sehingga untuk memperoleh bukti-bukti yang lebih umum dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT diharapkan peneliti lain untuk mencoba pada pokok bahasan lain untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam pembelajaran Penjasorkes secara lebih mendalam.
3. Penelitian ini hanya mengukur ada atau tidaknya pengaruh dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar teknik dasar passing sepak bola kaki bagian dalam dan kaki bagian luar tanpa meneliti lebih jauh arah pengaruh yang diberikan. Di waktu mendatang dapat dilakukan suatu penelitian untuk meneliti sejauh mana arah pengaruh yang diberikan oleh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar Penjasorkes siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Husdarta, 2009.
Manajemen Pendidikan
Jasmani
. Bandung: Alfabeta.
Kanca, I Nyoman. 2010. MetodologiPenelitian Pengajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha
Suryosubroto, B. 2002.
Proses Belajar
Mengajar di Sekolah
. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Santyasa, I W. 2007.
Belajar dan
Pembelajaran
. Buku Ajar (tidak
diterbitkan). Jurusan Pendidikian
Fisika,
Fakultas
MIPA,
IKIP
Negeri Singaraja
Sari, Sabrina Pratama dan Muhammad, Heryanto Nur.2014. “Pengaruh
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)Terhadap Hasil Belajar Passing Bawah Bola Voli (Studi Pada Siswa Kelas X TPM 1 SMK PGRI 2 Kota Pasuruan”. Tersedia pada http://ejournal.unesa.ac.id/ article/11056/68/article.pdf
(diakses pada 5 November 2016). Nur Fajrin, Yanuar. 2014. Pengaruh
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Nubered Head Together (NHT) Trehadap Hasil Belajar Dribling Sepak Bola (Studi Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Tarik Siduarjo). Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Volume 02 Nomor 02.
Tersedia pada
http://ejournal.unesa.ac.id/article/1 3067/68/article.pdf (diakses pada tanggal 12 Juni 2016).
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktif. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Pramulia, Yetti Marisa dan Sudarso. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Chest Pass Bola Basket (Studi Pada Siswa Kelas X SMKN 10 Surabaya)”. Tersedia pada http://ejournal.unesa.ac.id/index.ph p/jurnal-pendidikan-jasmani/article/ view/9995(diakses pada 5 November 2016).
Santiana, Ni Luh Putu Murtita. 2014. ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar di Desa Alasangker”. Tersedia pada http://ejournal.undiksha.ac.id/index .php/JJPGSD/article/view/3232 (diakses pada 5 November 2016). Wijaya, Made Agus. 2015. “Developing
Cooperative Learning Model In Primary School”. Tersedia pada http//pps.unj.ac.id/journal/ijer/articl
e/viewFile/150/149.pdf (diakses