• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT TERHADAP HASIL BELAJAR TEKNIK DASAR PASSING SEPAK BOLA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT TERHADAP HASIL BELAJAR TEKNIK DASAR PASSING SEPAK BOLA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE NHT TERHADAP HASIL BELAJAR TEKNIK DASAR

PASSING

SEPAK BOL

A

Pratama Adhy Rusdyana, I Ketut Budaya Astra, Ni Made Sri Dewi Lestari

Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha,

Kampus Tengah Undiksha Singaraja, Jalan Udayana Singaraja-Bali Tlp. (0362)

32559

e-mail:

pratamaadhy01@gmail.com Astra_budaya@yahoo.com

gedeagungnara@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar teknik dasar passing (menggunakan kaki bagian dalam dan kaki bagian luar) sepak bola. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen sungguhan dengan menggunakan rancangan penelitian the randomized pretests-postest control group the same subjec design.Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 7 Singaraja tahun pelajaran 2016/2017 berjumlah 51 orang yang terdistribusi ke dalam dua kelas yaitu kelas VII B dan VII D. Pengundian kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan cluster random. Data hasil belajar dikumpulkan melalui tes objektif, observasi dan unjuk kerja. analisis data menggunakan Uji-t dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows. Pada kelompok eksperimen diperoleh nilai rata-rata 12.92 .Sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh nilai rata-rata 8.68 Angka signifikansi yang diperoleh melalui Uji t adalah p<0.05. Disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh signifikan terhadap peningkatan hasil belajar teknik dasar passing sepak bola . Dengan demikian disarankan kepada guru penjasorkes dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT karena terbukti berpengaruh signifikan terhadap peningkatan hasil belajar siswa.

Kata-kata kunci: Kooperatif, NHT, hasil belajar, sepak bola.

Abstract

This study aims to determine the effect of assembling cooperative learning model numbered head together (NHT) to the learning outcomes of basic techniques of passing (using the inner and outer foot) football. This study was a true-experimental research study using the randomized pretest posttest control group the same subject design. The research subject was students of class VII SMP Negeri 7 Singaraja academic year 2016/2017 amounted to 51 persons distributed into two classes: class VII B and class VII D. The draw of the experimental group and the control group was performed with simple random sampling. Data were collected through objektif tests, observation and performance tests. Data analysis using t-test with SPSS 16.0 for Windows. Based on the results of the study it was found that in the experimental group gained an average value of posttest-pretest 12.92. While in the control group gained an average value of posttest-pretest 8.68. Significance obtained through t-test was p<0.05. Concluded that the assembling cooperative learning model NHT has significant effect on the raising learning outcomes of basic techniques of passing (using the inner and outer foot) football. Thus, it is suggested for the Penjasorkes teachers to be able to implement cooperative learning model NHT type since it has strong significant influence toward the improvement of student’s learning achievement.

(2)

PENDAHULUAN

Peran suatu pendidikan merupakan salah satu masalah pokok pembelajaran terutama pada pendidikan formal di sekolah. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang pendekatannya semula berpusat pada guru (teacher centered), beralih berpusat pada siswa (student centered), metodologi yang semula di dominasi ekspositori berganti ke partisipatori dan pendekatan yang semula lebih bersifat tekstual, berubah menjadi kontekstual.

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, perlu dilakukan peningkatan kualitas pembelajaran. Subadi (2011) menyatakan bahwa upaya meningkatkan kualitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh faktor siswa, alat pendukung terjadinya pembelajaran, dan lingkungan. Alat pendukung pembelajaran meliputi guru, kurikulum, sarana dan prasarana. Guru merupakan alat pendukung pembelajaran karena guru bertugas mempersiapkan dan mengelola pembelajaran. Dalam hal ini guru diharapkan dapat menyiapkan model pembelajaran dengan baik dan tepat sehingga peserta didik lebih mudah membangun pemahamannya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran yang dipilih berpengaruh pada hasil belajar siswa. Siswa diharapkan dapat berperan penuh dalam proses pembelajaran dengan guru sebagai fasilitator.

Berdasarkan data nilai yang peneliti

dapatkan pada hari Jumat, tanggal 7

oktober 2016 di SMP Negeri 7

Singaraja ditemukan permasalahan

bahwa hasil belajar siswa dalam

pembelajaran

materi

bola

besar

(sepak bola) dapat di katakana masih

kurang. pada siswa kelas VII SMP

Negeri 7 Singaraja tahun pelajaran

2016/2017 ditemukan bahwa pada

siswa kelas VII B dan VII D SMP

Negeri 7 Singaraja dengan jumlah

siswa yang terdiri dari 26 orang

terdapat 0 siswa memperoleh nilai ≤60

(tidak tuntas), 14 siswa memperoleh

nilai 61-70 (tidak tuntas), 7 siswa

memperoleh nilai ≥71-78, (tuntas) dan

4 siswa memperoleh nilai ≥80 (tuntas).

Sedangkan pada kelas VII D yang

terdiri dari 25 oarang terdapat 0 siswa

memperoleh nilai ≤60 (tidak tuntas),

19 siswa memperoleh nilai 61-70

(tidak tuntas), 4 siswa memperoleh

nilai 71-78 (tuntas), dan 2 siswa

memperoleh nilai ≥80 (tuntas). Jadi

data Hasil belajar materi bola besar

(sepak bola) secara klasikal berada

pada

katagori

Tidak

Tuntas,

mengingat Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) Penjasorkes di SMP Negeri 7

Singaraja (78). Melihat kenyataan

tersebut maka peran guru penjasorkes

sebagai pendidik perlu mendapat

perhatian

khusus

dalam

mengimplementasikan

model

pembelajaran yang tepat, karena

dengan

implementasi

model

pembelajaran yang tepat akan dapat

memacu semangat para siswa di

dalam

mengikuti

pelajaran

dan

mendorong

siswa

untuk

mengembangkan antara pengetahuan

yang dimiliki dengan pengetahuan

yang didapat dari sekolah sehingga

para siswa akan bersikap aktif dalam

mengikuti proses pelajaran khususnya

pelajaran penjasorkes pada materi

teknik dasar

passing

sepak bola.

Dalam

meningkatkan

kualitas

pembelajaran teknik dasar

passing

sepak bola dengan menggunakan kaki

bagian dalam dan kaki bagian luar,

guru penjasorkes diharapkan mampu

menguasai dan menerapkanberbagai

macam model pembelajaran atau

teknik penyampaian materi yang tepat

dan menarik yang nantinya dapat

mendorong minat belajar, sehingga

siswa tidak merasa jenuh dan merasa

cepat bosan dalam mengikuti proses

pembelajaran.Model

pembelajaran

kooperatif

dikembangkan

menjadi

beberapa tipe, salah satunya adalah

Numbered Head Together

(NHT),

(3)

tepat

untuk

dapat

meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar.

Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Nur Fajrin (2014) yang menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar dribbling sepakbola yaitu sebesar23,53 %.Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Heryanto Nur Muhammad (2014) juga menemukan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap hasil belajar passing bawah bola voli pada siswa di SMK PGRI 2 Kota Pasuruan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar passing bawah bola voli yaitu sebesar 21,38%. Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe kooperatif tipe NHT telah terbukti melalui penelitian yang dilakukan oleh Hendri Marhadi (2014) dengan judul penelitian penerapan model pembelajran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) untuk mrningkatkan hasil belajar siswa kelas Vd SDN 184 Pekanbaru, berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, Made Agus Wijaya (2015) juga menemukan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan kartu gerak seri gerak dasar efektif meningkatkan keterampilan gerak dasar pada siswa Sekolah Dasar.

KAJIAN TEORI

a. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Pelaksanaan pembelajaran penjasorkes dengan aktivitas gerak sebagai sarana pencapaian tujuan harus selalu direncanakan dengan baik oleh guru Penjasorkes penyampaian informasi pada bagian awal pengajaran penjasorkes sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengajaran. Penyampaian informasi itu memiliki dua macam tujuan, yaitu agar siswa mengetahui dan memahami apa yang dikerjakan, dan

memahami bagaimana cara

melakukannya.

Husdarta (2009:3) menyatakan,

Pendidikan jasmani dan kesehatan pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental serta emosional. juga memaparkan bahwa penjasorkes memperlakukan anak atau siswa sebagai sebuah kesatuan yang utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya.

Prinsip dan pelaksanaan sistematika pembelajaran penjasorkes secara umum mengikuti tiga pola pembelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah) yaitu :”Pembelajaran Pendahuluan, Pembelajaran Inti, Penutup”.

1. Pembelajaran Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan guru.

a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran,

b. Memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional;

c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari,

d. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan

e. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.

2. Pembelajaran Inti

Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar (KD) yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

(4)

sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. 1. Eksplorasi

Eksplorasi adalah kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru. Dalam kegiatan eksplorasi yang dilakukan guru adalah:

a. Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber.

b. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain.

c. Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.

d. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. e. Memfasilitasi peserta didik melakukan

percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

2. Elaborasi

Elaborasi adalah penggarapan secara tekun dan cermat. Dalam kegiatan elaborasi yang dilakukan oleh guru adalah:

a. Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna. b. Memfasilitasi peserta didik melalui

pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.

c. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.

d. Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif.

e. Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar.

f. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik

lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok.

g. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok.

h. Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan.

i. Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

3. Konfirmasi

Konfirmasi adalah pembenaran, penegasan, dan pengesahan sesuatu. Dalam kegiatan konfirmasi yang dilakukan oleh guru adalah:

a. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik.

b. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber.

c. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

d. Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.

e. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengar menggunakan bahasa yang baku dan benar.

f. Membantu menyelesaikan masalah. g. Memberi acuan agar peserta didik

dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi.

h. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh.

i. Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

3. Kegiatan Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. Dalam kegiatan penutup yang dilakukan oleh guru adalah:

(5)

a. Bersama-sama dengan peserta

didik/sendiri membuat

rangkuman/simpulan pelajaran. b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi

terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.

c. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut

dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik.

e. Menyampaikan rencana

pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Menurut Joyce (dalam Trianto, 2007:5) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Adapun model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran (Suprijono, 2009:46-68) sebagai berikut: a) model pembelajaran langsung, b) model pembelajaran kooperatif, dan c) model pembelajaran berbasis masalah.

a. Model Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung atau direct instruction dikenal dengan sebutan active teaching. Penyebutan itu mengacu pada gaya mengajar di mana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkanya secara langsung kepada suluruh kelas.

b. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan

pertanyan-pertanyan serta

menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk

membantu peserta didik

menyelesaikan masalah yang dimaksud.

c. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkan konsep-konsep yang dicetuskan oleh Jerome Bruner. Konsep tersebut adalah belajar penemuan atau discovery learning. Proses belajar penemuan meliputi proses informasi, transformasi, dan evaluasi. Belajar penemuan menekankan pada berpikir tingkat tinggi. Belajar ini memfasilitasi peserta didik mengembangkan dialektika berpikir melalui induksi logika yaitu berpikir dari fakta ke konsep.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini. Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif karena model pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk berpikir kritis, melatih siswa untuk belajar bekerjasama dengan anggota lain dalam satu kelompok, dan dapat melatih siswa untuk belajar saling menghargai antar sesama, sehingga siswa secara otomatis memiliki kepribadian yang baik. Model pembelajaran kooperatif dapat dirasakan langsung oleh peserta didik karena telah diterapkannya pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sendiri (student centered), dimana peserta didiklah yang menemukan permasalahan serta dipecahkan bersama dengan peserta didik lainnya serta dibantu oleh guru. Disamping itu juga, melalui pembelajaran kooperatif, siswa akan memiliki rasa tanggung jawab dan mampu berkomunikasi yang baik dengan teman sebayanya.

“Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, dimana kelompok-kelompok kecil bekerja sama

(6)

untuk mencapai tujuan-tujuan bersama”(Santyasa, 2007:30).

Dalam pembelajaran kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik didalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberi penjelasan teman kelompok dengan baik, dan dapat melakukan diskusi kelompok. Pembelajaran belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran.

Menurut Trianto(2007:42), pembelajaran kooperatif bertujuan untuk: “(1) meningkatkan partisipasi siswa, (2)memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, dan (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya”. Jadi, model pembelajaran kooperatif merupakan model yang mengkondisikan siswa bekerja bersama untuk memperoleh tujuan bersama dalam kelompok-kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda.

Pembelajaran kooperatif bertitik tolak dari pandangan John Dewey dan Herberit Thelan (dalam Ibrahim, dkk, 2000:13) yang menyatakan bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Kerja kelompok kooperatif digambarkan oleh Dewey dan Thelan berjalan melampaui hasil belajar akademik. Mereka memandang tingkah laku kooperatif dan proses-proses sebagai bagian tak terelakkan dari usaha keras manusia, di atas merupakan dasar mana masyarakat demokratis dapat dibangun dan dipertahankan.

Menurut Ibrahim dkk (2000:11), “pembelajaran kooperatif akan menjadi sangat efektif jika materi pembelajaran tersedia lengkap di kelas, ruang guru, perpustakaan, ataupun dipusat media”. Terdapat lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (Santyasa, 2005:89-96) yaitu: “a) saling ketergantungan positif, b) interaksi tatap

muka, c) keterampilan-keterampilan kolaboratif, d) pemrosesan interaksi-interaksi kelompok, e) tanggung jawab individu”. Penjelasan dari kelima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.

a. Saling Ketergantungan Secara Positif Saling ketergantungan secara positif adalah perasaan antar kelompok siswa untuk membantu setiap orang dalam kelompok tersebut. Cara-cara mempromosikan saling ketergantungan secara positif dalam kelompok meliputi: tujuan, penghargaan, peranan, sumber dan identitas.

b. Interaksi Tatap Muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi.

c. Keterampilan-keterampilan Kolaboratif Keterampilan-keterampilan kolaboratif yang baik adalah sangat penting tidak hanya untuk sukses di luar sekolah dengan teman dan keluarga, tetapi juga dalam karir. Guru memilih suatu keterampilan kolaboratif hendaknya lebih menekankan pada kesesuaian dengan karakteristik masing-masing pelajaran. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa akan terdapat keterampilan yang sama untuk beberapa pelajaran.

b. Pemrosesan Interaksi-interaksi Kelompok

Sebagai bagian dari masing-masing unit dimana pembelajaran kooperatif digunakan, waktu hendaknya direncanakan paling tidak sekali untuk para siswa mendiskusikan bagaimana sebaiknya kelompok mereka bekerja bersama. Pemrosesan interaksi kelompok memiliki dua aspek. Pertama, menjelaskan tentang keberfungsian kelompok. Kedua, kelompok akan mendiskusikan apakah interaksi mereka perlu diperbaiki. Pemrosesan interaksi kelompok ini membantu kelompok belajar

(7)

bagaimana berkolaborasi dengan lebih efektif, dimana dapat ditetapkan selama atau diakhir kegiatan.

c. Tanggung Jawab Individu

Satu hal yang paling umum bagi siswa bekerja dalam kelompok adalah bahwa beberapa anggota kelompok akan mengakhiri semua pekerjaan dan semua pembelajaran. Jadi, mendorong setiap orang dalam kelompok untuk berpartisipasi dan belajar merasakan bertanggung jawab secara individual untuk keberhasilan kelompok mereka. Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berfikir bersama merupakan jenis pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternative terhadap kelas tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser kagen pada tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2007). Pendekatan struktural tipe NHT, yang dikembangkan oleh Spencer Kagan terancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa sebagai alternatif terhadap struktural kelas tradisional. Menurut Nurhadi dkk (2004:67), “sebagai pengganti dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktural empat langkah berikut ini: “a) penomoran, b) pengajuan pertanyaan, c) berpikir bersam, d) pemberian jawaban”. a. Langkah 1: Penomoran

Guru membagi para siswa

menjadi beberapa

kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberikan mereka nomor sehingga setiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda. b. Langkah 2: Pengajuan Pertanyaan

Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.

c. Langkah 3: Berpikir bersama

Para siswa berpikir bersama di masing-masing

kelompoknya untuk

menggambarkan dan

meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.

d. Langkah 4: Pemberian jawaban

Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

Kelebihan

a. Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi secara

bersama dalam

menyelesaikan masalah yang di hadapi.

b. Siswa pandai maupun siswa

lemah sama-sama

memperoleh manfaat

melalui aktifitas belajar kooperatif.

c. Dapat memberikan

kesempatan kepada siswa

untuk menggunakan keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinan Kelemahan

a. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi

sehingga dapat

menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.

b. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.

c. Pengelompokan siswa memerlukan pengaturan

tempat duduk yang

berbeda-beda serta

membutuhkan waktu

(8)

Pembelajaran konvensional menekankan pada guru sebagai pusat informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Situasi kelas sebagian besar masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, serta pengguanaan model ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar mengajar. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional atau disebut juga model ceramah, karena sejak dulu model ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar.

Model pembelajaran konvensional merupakan model yang masih berpandagan pada paradigm lama. Model pembelajaran ini cenderung menganggap siswa sebagai objek bukan subjek. Siswa dianggap sebuah botol kosong yang harus

diisi terus menerus oleh

guru.“Pembelajaran konvensional cenderung dimulai dengan apersepsi, penyajian informasi, pemberian soal-soal dan tugas, kemudian membuat simpulan” (Suryosubroto, 2002:71).

Pembelajaran konvensional sering juga disebut sebagai pembelajaran tradisional. Siswa menjadi penerima pengetahuan yang pasif dan kebanyakan menghafal tanpa belajar untuk berfikir. Pada umumnya kegiatan pembelajaran bergantung pada pembicaraan guru yang menggunakan metode ceramah atau sebuah pertanyaan dan sebuah jawabannya hanya melibatkan daya ingat dasar dari pembelajar.

Menurut Coleman (dalam Santyasa, 2005:36) pembelajaran konvensional memiliki cirri-ciri, yaitu: (1) pemerolehan informasi (melalui sumber-sumber secara simbolik, seperti para guru atau membaca), (2) pengasimilasian atau pengorganisasian informasi sehingga suatu perinsip umum dimengerti, (3) penggunaan prinsip-prinsip umum pada kasus yang bersifat spesifik, dan (4) penerapan prinsip umum pada keadaan baru.

Namun, menurut Suryosubroto (2002:192) pendekatan model pembelajaran memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut: a) Setiap siswa mempunyai cara belajar atau

modalitas terbaik yang berbeda, tidak semua siswa bisa belajar dengan baik hanya dengan mendengarkan, b) sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, sehingga siswa akan cepat merasa bosan, c) cenderung tidak memerlukan yang kritis sehingga siswa hanya akan bersifat pasif, d) pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama dan tidak bersifat pribadi, padahal kemampuan setiap siswa itu berbeda.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen sesungguhnya (true experimental). Penelitian eksperimen sungguhan bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental satu atau lebih kondisi perlakuan dan memperbandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan.” (Kanca, 2010: 86).

.

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Singaraja tahun pelajaran 2017/2018 yang terdistribusi kedalam 2 kelas yaitu: kelas VII B berjumlah 26 orang dan kelas VII D berjumlah 25 orang, sehingga keseluruhan jumlah sampel penelitian adalah 51 orang. Dua kelas yang ada diundi untuk menetapkan kelas yang menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan data hasil belajar dilakukan dengan cara memberikan tes objektif, observasi, dan unjuk kerja. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Uji-t. Sebelum dilakukan uji-t terlebih dahulu data diuji normalitas dan homogenitasnya.

HASIL dan PEMBAHASAN

Data tentang hasil belajar teknik dasar passing sepak bola (menggunakan kaki bagian dalam dan kaki bagian luar) diperoleh melalui tes akhir (post test) dikurangi tes awal (pretest). Dari hasil

(9)

pengurangan pada kedua kelompok diperoleh rata-rata skor kelompok eksperimen = 12.92 sedangkan rata-rata skor kelompok kontrol = 8.68. Sebelum uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Untuk mengetahui normalitas sebaran data digunakan rumus Kolmogorov-Smirnov pada signifikansi 0,05. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.00 for Windows didapatkan hasil untuk nilai signifikansinya kedua kelompok adalah pada kelompok experimen signifikansinya 2.00 dan pada kelompok control signifikasinya 1.09 Untuk semua variabel signifikansi pada uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0,05. Dengan demikan maka semua sebaran data berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil perhitungan homogenitas data menggunakan uji Levene’s ditunjukkan bahwa untuk hasil belajar teknik dasar passing sepak bola siswa harga F=

0.96

dengan taraf signifikansi 7.58 Dapat disimpulkan bahwa variansi pada setiap kelompok adalah sama (homogen).

Berdasarkan hasil Uji t diperoleh nilai t = 3.039 dan nilai signifikansinya = 0.004. Hasil ini dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Adapun keputusan yang diambil adalah tolak Ho dan terima

Ha. hasil ini menyatakan bahwa terdapat

perbedaan hasil belajar teknik dasar passing sepak bola antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Sudarso (2014) yang menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar dribbling sepak bola yaitu sebesar 23,53%. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rohmawati (2012) juga menemukan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap

peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Keceme 1 Kecamatan Sleman.

Pengaruh penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar telah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Nur Fajrin (2014) yang menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar dribbling sepakbola yaitu sebesar 23,53 %. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Heryanto Nur Muhammad (2014) juga menemukan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh terhadap hasil belajar passing bawah bola voli pada siswa di SMK PGRI 2 Kota Pasuruan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar passing bawah bola voli yaitu sebesar 21,38%.

Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe kooperatif tipe NHT telah terbukti melalui penelitian yang dilakukan oleh Hendri Marhadi (2014) dengan judul penelitian penerapan model pembelajran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) untuk mrningkatkan hasil belajar siswa kelas Vd SDN 184 Pekanbaru, berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berpengaruh signifikan (p<0,05) terhadap peningkatan hasil belajar materi teknik dasar passing sepak bola kaki bagian dalam dan kaki bagian luar pada siswa kelas VII B SMP Negeri 7 Singaraja tahun pelajaran 2016/2017.

Berdasarkan hasil analis data dan pembahasan, maka dapat diajukan beberapa saran untuk proses pembelajaran dan penelitian lebih lanjut sebagai berikut.

1. Bagi guru Penjasorkes, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas.

(10)

2. Penelitian ini dilaksanakan pada pokok bahasan teknik dasar passing sepak bola kaki bagian dalam dan kaki bagian luar di kelas VII B SMP Negeri 7 Singaraja, sehingga untuk memperoleh bukti-bukti yang lebih umum dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT diharapkan peneliti lain untuk mencoba pada pokok bahasan lain untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam pembelajaran Penjasorkes secara lebih mendalam.

3. Penelitian ini hanya mengukur ada atau tidaknya pengaruh dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar teknik dasar passing sepak bola kaki bagian dalam dan kaki bagian luar tanpa meneliti lebih jauh arah pengaruh yang diberikan. Di waktu mendatang dapat dilakukan suatu penelitian untuk meneliti sejauh mana arah pengaruh yang diberikan oleh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar Penjasorkes siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Husdarta, 2009.

Manajemen Pendidikan

Jasmani

. Bandung: Alfabeta.

Kanca, I Nyoman. 2010. Metodologi

Penelitian Pengajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Singaraja : Universitas Pendidikan Ganesha

Suryosubroto, B. 2002.

Proses Belajar

Mengajar di Sekolah

. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Santyasa, I W. 2007.

Belajar dan

Pembelajaran

. Buku Ajar (tidak

diterbitkan). Jurusan Pendidikian

Fisika,

Fakultas

MIPA,

IKIP

Negeri Singaraja

Sari, Sabrina Pratama dan Muhammad, Heryanto Nur.2014. “Pengaruh

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)Terhadap Hasil Belajar Passing Bawah Bola Voli (Studi Pada Siswa Kelas X TPM 1 SMK PGRI 2 Kota Pasuruan”. Tersedia pada http://ejournal.unesa.ac.id/ article/11056/68/article.pdf

(diakses pada 5 November 2016). Nur Fajrin, Yanuar. 2014. Pengaruh

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Nubered Head Together (NHT) Trehadap Hasil Belajar Dribling Sepak Bola (Studi Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Tarik Siduarjo). Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Volume 02 Nomor 02.

Tersedia pada

http://ejournal.unesa.ac.id/article/1 3067/68/article.pdf (diakses pada tanggal 12 Juni 2016).

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktif. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Pramulia, Yetti Marisa dan Sudarso. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Chest Pass Bola Basket (Studi Pada Siswa Kelas X SMKN 10 Surabaya)”. Tersedia pada http://ejournal.unesa.ac.id/index.ph p/jurnal-pendidikan-jasmani/article/ view/9995(diakses pada 5 November 2016).

Santiana, Ni Luh Putu Murtita. 2014. ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar di Desa Alasangker”. Tersedia pada http://ejournal.undiksha.ac.id/index .php/JJPGSD/article/view/3232 (diakses pada 5 November 2016). Wijaya, Made Agus. 2015. “Developing

(11)

Cooperative Learning Model In Primary School”. Tersedia pada http//pps.unj.ac.id/journal/ijer/articl

e/viewFile/150/149.pdf (diakses

Referensi

Dokumen terkait

Bapak Zulkarnain, M.Ag selaku PA (Penasehat Akademis) penulis selama berada di bangku perkuliahan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Bapak para dewan

Bambu juga memiliki daya serap karbon yang cukup tinggi untuk mengatasi. persoalan CO 2 di udara, selain juga merupakan tanaman yang cukup

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menempuh Gelar Sarjana ( S1 ) pada Program Studi Pendidikan Matematika.

Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan yang tercantum dalam Halaman III DIPA diisi sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan.. Tanggung jawab terhadap penggunaan anggaran

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil

[r]

STO Panyabungan – SITE Pagaran Tonga diperoleh : Untuk kabel G655C secara teori maupun secara pengukuran menggunakan OTDR menunjukkan nilai redaman dan nilai margin daya yang

[r]