• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TEKANAN KEMPA TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK BAMBU LAMINASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TEKANAN KEMPA TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK BAMBU LAMINASI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Media Teknik Sipil, Volume XI, Juli 2011 ISSN 1412-0976

70

PENGARUH TEKANAN KEMPA TERHADAP KERUNTUHAN

LENTUR BALOK BAMBU LAMINASI

Agus Setiya Budi1)

1)Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS, Jl. Ir Sutami 36 A Solo Email : ashetya@yahoo.com

Abstrak

Pesatnya pertumbuhan perumahan telah mengakibatkan penggunaan kayu secara besar-besaran yang dapat membahayakan kelestarian hutan. Sehingga perlu bahan alternatif lain sebagai pengganti kayu, salah satunya adalah bambu. Bambu dapat digunakan sebagai material pengganti kayu karena bambu memiliki beberapa keunggulan bila dibanding dengan kayu, terutama mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Agar supaya diperoleh ukuran balok bambu yang sesuai dengan kebutuhan struktural, diperlukan teknik pengolahan bambu yaitu teknik bambu laminasi. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh tekanan kempa terhadap kapasitas lentur balok laminasi bambu Peting. Balok laminasi dibuat dari bambu Peting dengan dimensi 60x120x2600 mm.; jenis perekat yang digunakan Urea Formaldehyde (UF) dan Melamine Formaldehyde (MF), dimensi bilah yang digunakan 15x5 mm dan 25x5 mm; dan tekanan pengempaan yang digunakan 1,5 MPa dan 2,5 MPa. Pengujian balok laminasi dilakukan dengan sistem pembebanan four point pada bentang 2400 mm, diatas tumpuan sendi-rol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pemakaian tekanan kempa 2,5 MPa, mempunyai kekuatan menahan beban maksimum dan tegangan lentur masing-masing 6,33% dan 6,45% lebih besar daripada pemakaian tekanan kempa 1,5 MPa.

Kata kunci: Bambu laminasi, tekanan kempa, MOR, MOE Abstract

The rapid growth in housing has led to the use of large timber that could endanger the sustainability of forest. So need another alternative materials instead of timber, one of them is bamboo. Bamboo can be used as a timber substitute materials because bamboo has several advantages when compared with timber, especially a tensile strength of a very high. In order to obtain the bamboo beam size in accordance with structural requirements, bamboo processing techniques are required the technique of laminated bamboo. This research is to determine the effect of clamp pressure on the bending capacity of Peting laminated bamboo beams. Laminated beams made from bamboo Peting with 60x120x2600 mm dimensions; the type of adhesive used Urea Formaldehyde (UF) and Melamine Formaldehyde (MF); the dimension of stripped bamboo used 15x5 mm and 25x5 mm; and used clamp pressure 1,5 MPa and 2,5 MPa. Laminate beam test carried out by a four-point loading system on the 2400 mm span, above the support hinge-rollers. Results showed that the use of clamp pressure 2.5 MPa, has a maximum loadstrength and bending stress respectively 6.33% and 6.45% higher than the use of clamp pressure 1.5 MPa

Keywords: Laminated bamboo, clamp pressure, MOR, MOE

1. PENDAHULUAN

Sebagian besar wilayah Indonesia termasuk dalam wilayah rawan gempa bumi. Gempa bumi yang berkekuatan cukup besar merupakan salahsatu potensi bencana alam yang dapat merusakan sarana dan prasarana kebutuhan manusia, terutama seperti terjadinya kerusakan struktur pada suatu bangunan rumah yang secara langsung dapat mengancam jiwa penghuninya. Salah satu alternatif untuk mengatasinya adalah penggunaan material struktur yang kuat dalam merespon beban gempa, terutama pada material yang bersifat organik seperti penggunaan kayu.

Hampir pada setiap bangunan rumah maupun gedung menggunakan bahan kayu. Hal tersebut dapat dijumpai antara lain pada pemakaian struktur tiang/kolom, struktur kuda-kuda, struktur atap, plafon, kusen pintu dan jendela [1].

Seiring dengan meningkatnya perkembangan jumlah penduduk, kebutuhan akan perumahan meningkat pula, yang juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan kayu, apalagi kalau dilihat bahwa kayu dalam bentuk kayu lapis juga dipakai sebagai sumber devisa negara. Kebutuhan kayu yang berlebihan akan dapat mengakibatkan penebangan kayu hutan dalam jumlah banyak dan membahayakan kelestarian hutan. Untuk menjaga kelestarian hutan, kiranya perlu dicari bahan bangunan lain sebagai pengganti kayu hutan, diantaranya adalah bambu [2].

Untuk keperluan struktur bangunan, utamanya balok, kekuatan elemen balok struktur merupakan unsur utama yang harus diperhatikan, sehingga pemakaian

(2)

secara langsung batang bambu sebagai balok struktur dirasa masih belum cukup mampu. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkanlah teknik pengolahan balok bambu dengan cara laminasi, yaitu menggabungkan sejumlah lapisan-lapisan bilah bambu yang direkatkan menjadi satu kesatuan menjadi suatu elemen balok dengan panjang bentang dan dimensi penampang yang dibutuhkan [1].

Teknik perekatan dengan bahan porus memerlukan alat pengempaan. Proses pengempaan dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe pengempaan dingin dan tipe pengempaan panas. Pengempaan tipe dingin lebih unggul dibandingkan tipe pengempaan panas karena lebih murah pada ongkos dan dapat dilaksanakan pada pembuatan produk laminasi struktural [3]. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan membahas besar tekanan kempa yang dipakai yang dapat menghasilkan kekuatan lentur yang paling tinggi sehingga dapat direkomendasikan sebagai bahan utama dalam pembuatan balok bambu laminasi. Berdasar permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini membahas tentang pengaruh tekanan kempa terhadap kapasitas lentur pada balok bambu laminasi. Pada penelitian ini, tinjauan bahasan dibatasi pada tekanan kempa yang digunakan, yaitu tekanan kempa 1,5 MPa dan 2,5 MPa. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu peting dengan dimensi penampang bilah penyusun balok laminasi ukuran 15x5 mm dan 25x5 mm, bahan perekat yang digunakan adalah Urea

Formaldehyda (UF) dan Melamine Formaldehyda (MF)

dengan jumlah perekat terlabur menggunakan 50/MDGL serta dimensi penampang balok laminasi 6x12 cm.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Bambu Peting termasuk jenis dengan nama botani

Gigantochloa Species, mempunyai rumpun yang tidak

terlalu rapat. Warna kulit batang kehijauan, tinggi batang berkisar antara 10-12 m, panjang ruas 40-60 cm, diameter 8-12 cm, dan ketebalan dinding antara 0,3-1,5 cm [1].

Penelitian oleh Morisco (1994-1999) [2], memperlihatkan kekuatan tarik bambu dapat mencapai sekitar dua kali kekuatan tarik baja tulangan. Sebagai pembanding dipakai baja tulangan beton dengan tegangan luluh sekitar 240 MPayang mewakili baja beton yang banyak terdapat dipasaran. Dari penelitian diperoleh bahwa kuat tarik kulit bambu ori cukup tinggi yaitu hampir mencapai 500 MPa, sedang kuat tarik rata-rata bambu petung juga lebih tinggi dari tegangan luluh baja, hanya satu spesimen yang mempunyai kuat tarik lebih rendah dari tegangan luluh baja.

Pengempaan bertujuan untuk menempelkan lebih rapat sehingga garis perekat yang terbentuk dapat berbentuk serata, setipis dan sepejal mungkin dengan ketebalan garis [3]. Semakin tebal garis perekat ternyata kekuatan rekat yang dihasilkan justru semakin rendah [3]. Oleh karenanya penekanan rakitan yang cukup kuat dan seragam serta homogen pada semua permukaan bahan direkat sangat penting dan diharuskan. Pengempaan ini mengakibatkan pula penekanan perekat agar mengalir ke sisi atau rneresap ke dalam bahan direkat (penetration) dengan meninggalkan sebagian perekat yang tetap berada di permukaan bahan direkat dalam bentuk film perekat yang kontinyu dan dilanjutkan dengan pengerasan perekat untuk menahan ikatan permukaan agar tetap kuat [4].

Besar pengempaan yang sering direkomendasikan untuk perekatan kayu adalah sebesar 100-200 psi dan tebal garis perekat untuk perekat UF setebal 0,002 in sedang untuk RF 0,010 in [3]. Besar tekanan yang diberikan menurut Tsoumis (1991) adalah sebesar 0,7 MPa untuk kayu lunak dan 1 MPa untuk kayu keras. Teknik perekatan dengan bahan porus memerlukan alat pengempaan. Proses pengempaan dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe pengempaan dingin dan tipe pengempaan panas. Pengempaan tipe dingin lebih unggul dibandingkan tipe pengempaan panas karena lebih murah pada ongkos dan dapat dilaksanakan pada pembuatan produk laminasi struktural) [3]. Menurut Masrizal (2004: 53-54) [5], pada variasi tekanan pengempaan 0,5 MPa, 1 MPa, 1,5 MPa dan 2 MPa yang diberikan pada balok laminasi dengan dimensi yang sama didapat hasil bahwa beban maksimum yang mampu ditahan balok sebesar 27413 N pada tekanan kempa 1,5 MPa. Rerata beban maksimum memiliki kecenderungan naik dari tekanan pengempaan 0,5 MPa sampai 1,5 MPa dan memiliki kecenderungan turun dari tekanan pengempaan 1,5 MPa sampai 2 MPa.

Pemberian tekanan pengempaan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan menurunnya kekuatan rekatan, hal ini akibat dari penekanan itu terdesaknya molekul-molekul pada garis perekat dan berpindah dari permukaan bahan ke dalam bahan direkat (penetrasi) dan perpindahan ke samping dan ke luar dari rakitan perekatan (squeeze out). Oleh sebab itu besarnya tekanan harus diperhitungkan terhadap kejadian ini dan dipilih tekanan yang nilainya sesuai dan tepat agar perekat tidak berlebihan masuk ke bahan direkat (penetrasi berlebih) dan perekat keluar berlebihan ke samping atau sisi rakitan (over penetration and squeeze out). [3].

(3)

Agus Setya Budi, 2011, Pengaruh Tekanan Kempa… Media Teknik Sipil, Vol. XI, No.2, Hal 70 - 77

Struktur glulam (glue laminated) memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan kayu gergajian yang solid. Yakni ukuran dapat dibuat lebih tinggi dan lebih lebar, bentangan lebih panjang dan konfigurasi bentuk difabrikasi dengan mudah. Karakteristik penting balok glulam menghasilkan kekuatan yang lebih dibandingkan lapisan tunggal serta deformasi yang terjadi lebih kecil [6].

Tipe perekat yang digunakan pada pembuatan produk Canadian Timber ada dua jenis, yaitu urea formaldehyde (UF) yang hanya cocok untuk produk dalam ruangan (interior use) dan phenol formaldehyde (PF) yang digunakan untuk aplikasi di luar ruang (external use). Perekat UF sangat ekonomis dan mudah perawatannya, tetapi tidak cocok pada kondisi udara yang lembab. Untuk alasan inilah perekat UF digunakan untuk panel yang non struktural seperti particleboard dan hardtimber plytimber [7].

Brown dkk (1952) dalam Setyadi (2002:8) [4], menyatakan perekatan kayu tidak mungkin mengabaikan perekatan mekanik, karena kayu adalah bahan porus sehingga menyokong terjadinya perekatan mekanik. Dengan kata lain teori perekatan mekanik tetap mempunyai kontribusi tertentu walaupun seringkali tidak menentukan pada perekatan yang dibahas dengan spesifik. Selanjutnya dapat disimpulkan untuk perekatan kayu spesifik dan perekatan mekanik berjalan beriringan atau bahkan berinteraksi sehingga kekuatan perekatan merupakan resultante kedua proses.

Mc. Bain (1922, 1926, 1932) dalam Kollmann dkk. (1975:3) [7], menerangkan bahwa perekatan mekanik dapat terjadi karena gaya pengempaan yang disebabkan oleh suatu mekanisme meresapnya perekat kedalam tubuh substrat, mengeras dan mengakibatkan suatu kondisi pencekeraman

(interlocking) perekat dalam tubuh bahan yang direkat.

Perekat spesifik disebabkan oleh kekuatan tarik menarik atau kekuatan adhesi antara molekul-molekul perekat dengan molekul substrat. Kekuatan perekat spesifik ditentukan oleh kesesuaian dan kecocokan antara molekul-molekul di permukaan bahan direkat dengan molekul-molekul perekat.

Perekat UF jenis kempa panas (hot press) hanya sesuai untuk penggunaan non struktural (plytimber, papan chip dan lainnya). Perekat UF setting dingin (cold press) cocok untuk keperluan struktural. Penggunaan UF pada kayu sangat cocok untuk kandungan kadar air antara 7 sampai 15% [8].

UF merupakan bahan berwama putih dan encer. Perekat ini mempunyai sifat hanya tahan terhadap pengaruh cuaca di dalam rumah dan segera menampakan kegagalan apabila digunakan di luar

rumah, tidak tahan terhadap suhu dan kelembaban yang ekstrim, tidak bersifat meracun, tidak mudah terbakar. Bentuk dari perekat ini berupa larutan atau cairan yang mempunyai sifat tidak stabil dalam penyimpanannya karena sangat terpengaruh dengan keadaan luar sehingga dalam penyimpanannya harus pada tempat yang mempunyai pengatur suhu atau dengan suhu dan kelembaban rumah [3].

Dalam penelitian ini menggunakan teknik perekatan dengan pelaburan dua sisi bidang permukaan yang disebut MDGL (Multilayer Double Glue Line). Di laboratorium, satuan perekat dikonversikan menjadi lebih sederhana yang disebut GPU (gram pick up):

5 , 317 .A S GPU = (1)

dengan GPU adalah Gram Pick Up (gram), S adalah perekat yang dilaburkan (pound/MSGL atau pound/MDGL), A adalah luas bidang yang akan direkatkan (inch2).

Apabila bidang rekat dihitung dalam satuan centimeter persegi, Persamaan 1 menjadi Persamaan 2: 3 , 2048 .A S GPU = (2)

Menurut Gere (2000) [9], besar tegangan lentur pada balok dapat dicari menggunakan persamaan:

I y a P S a P. . . = =

σ

(3)

dengan P adalah beban yang bekerja (kg), a adalah jarak pembebanan 1/3 L (cm), y adalah jarak dari sumbu netral (cm), S adalah modulus penampang (cm3) dan I adalah momen inersia (cm4).

Tegangan geser pada balok bambu kosong adalah: b I VQ . =

τ

(4)

dengan V adalah gaya geser yang bekerja di penampang, Q adalah momen pertama (statis momen) bagian penampang di luar lokasi tegangan yang dihitung, I adalah momen inersia penampang, b adalah lebar balok di lokasi tegangan geser dihitung. Panjang kritis balok glulam adalah panjang balok dimana terjadi kegagalan lentur dan geser secara bersamaan. Untuk kondisi dua beban pada sepertiga bentang:

(4)

Lcr =

τ

σ

. 8 . . 6 h (5)

dengan

σ

adalah tegangan lentur (N/mm2), h adalah tinggi balok (mm),

τ

adalah tegangan geser balok glulam (N/mm2), Lcr adalah panjang kritis

terjadi lentur dan geser bersamaan (mm).

Sebagai komponen struktur, maka kapasitas lentur balok kayu laminasi ditentukan berdasarkan harga

modulus of rupture yang merupakan tegangan lentur

maksimum balok. Untuk tingkat kekakuan balok, yang menjadi tolok ukur adalah besaran modulus elastisitas. Untuk memperoleh harga modulus of rupture (MOR)

dan modulus of elasticity (MOE), digunakan

hubungan-hubungan yang disajikan dalam Persamaan 6 dan Persamaan 7 dengan tipe pembebanan empat titik seperti yang terlihat pada Gambar 2.

MOR = 6 2. bh a Pult (6) MOE = (3 4 ) . 24 . 2 2 a L I a P prop prop

δ

(7)

dengan Pult adalah beban ultimit (N), a adalah jarak

tumpuan dan beban (mm), Pprop adalah beban

proporsional (N), δ adalah lendutan proporsional (mm), I adalah momen inersia (mm4), MOR adalah

tegangan lentur maksimum balok, L adalah panjang bentang (mm), MOE modulus elastisitas balok. Bekerjanya momen pada elemen lentur akan menimbulkan kelengkungan di sepanjang bentang balok (Persamaan 6).

ϕ =

EI M

(8)

Kelengkungan balok laminasi didekati dengan metode beda hingga (finite difference) yaitu central difference, kelengkungan didapat berdasarkan besaran lendutan yang terjadi pada titik yang ditinjau yang bersebelahan pada jarak yang sama.

ϕi = 2 1 1

2

x

y

y

y

i i i

+

+ − (9)

dengan ϕ adalah kelengkungan balok, M adalah momen lentur yang bekerja, EI adalah faktor kekakuan balok, yi adalah lendutan pada titik tinjauan, yi+1 adalah lendutan di titik sejauh ∆x setelah titik i, yi-1 adalah lendutan di titik sejauh ∆x sebelum titik i, ∆x adalah jarak titik tinjauan.

Selanjutnya berdasarkan data beban dan lendutan, dapat ditentukan nilai kekakuan balok. Dalam hal ini terdapat hubungan antara lendutan dan faktor kekakuan untuk tipe pembebanan empat titik seperti ditunjukkan dalam Persamaan 10 berikut:

K =

δ

P

(10)

dengan P adalah beban yang bekerja (N), δ adalah defleksi balok (mm), K adalah nilai kekakuan balok (N/mm), a adalah jarak beban terhadap tumpuan (mm), EI adalah faktor kekakuan balok (konstanta), L adalah bentang balok (mm).

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Bahan Penelitian

Bambu yang digunakan adalah jenis bambu Peting yang didatangkan dari daerah Salaman, Kabupaten Magelang dalam bentuk lonjoran dengan panjang 12 m dalam kondisi yang masih segar. Bambu yang digunakan untuk bahan balok laminasi ini diambil pada bagian 6 m dari pangkal dengan diameter rata-rata antara 10-14 cm, ketebalan rata-rata-rata-rata antara 0,3-1,5 cm.

Bahan perekat yang digunakan adalah jenis perekat thermoset tipe setting dingin atau dapat mengeras dalam suhu ruang. Bahan perekat berupa adonan perekat yang terdiri dari Resin Urea Formaldehyde (UF merk dagang UA-104) dan Melamine Formaldehyde (MF merk dagang MA-204), berupa perekat cair warna putih mendekati warna susu. Bahan pengeras

(hardener), adalah jenis garam NH4Cl berbentuk bubuk

berwarna putih, kode HU-12. Bahan pengembang

(extender) yang dipergunakan untuk campuran bahan

perekat dan pengeras berupa tepung terigu dengan merk dagang Gunung Bromo.

(5)

Agus Setya Budi, 2011, Pengaruh Tekanan Kempa… Media Teknik Sipil, Vol. XI, No.2, Hal 70 - 77

3.2.Alur Penelitian

Gambar 1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian 3.3.Peralatan

Alat-alat yang dipergunakan dalam pengujian fisik dan mekanik bambu adalah: kaliper, oven, mesin gergaji kayu (Circular Panel Saw), timbangan meja, mesin pengujian mekanik TTM (Tokyo Testing Machine). Sedang peralatan untuk pembuatan balok laminasi menggunakan mesin penyerut (planner), mesin perata sisi balok, alat kempa hidrolis, alat cetak balok laminasi yang terbuat dari balok kayu dan pengikat dengan mur baut.

3.4.Benda Uji Balok Laminasi

Berikut disajikan tipe benda uji balok laminasi: Tabel 1. Benda uji balok laminasi

No. Kode Balok Laminasi Tekanan Pengempaan (Mpa) Jumlah Benda Uji 1 15-U-1,5 1,5 2 2 25-U-1,5 1,5 2 3 15-M-1,5 1,5 2 4 25-M-1,5 1,5 2 5 15-U-2,5 2,5 2 6 25-U-2,5 2,5 2 7 15-M-2,5 2,5 2 8 25-M-2,5 2,5 2

3.5.Pengujian Balok Laminasi

Pengujian balok laminasi dilakukan pada tumpuan sederhana (sendi-rol) dengan dua buah titik pembebanan yang ditumpu secara sederhana dengan sistem four point loading pada jarak sepertiga bentang bebas. Pengekangan lateral disediakan untuk mencegah adanya kontribusi pengaruh tekuk torsi lateral. Dari seting ini diharapkan terjadi keruntuhan lentur pada benda uji.

Selanjutnya pembebanan dilakukan secara bertahap dimana beban ditambah dengan penambahan beban dan dilakukan pencatatan lendutan yang terjadi. Selama pembebanan berlangsung diamati kerusakan yang terjadi pada benda uji.

Gambar 2. Setting up pengujian (sumber, Setiyabudi, A, 2006). Keterangan:

1. Loading Frame 7. Beban Titik

2. Frame 8. Tumpuan Sendi

3. Load Cell 9. Pengekang Lateral 4. Hydraulic Jack 10. Benda Uji

5. Transducer Indikator 11. Tumpuan Rol 6. Balok Pembagi Beban 12. Dial Gauge

4. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN 4.1.Hasil Uji Pendahuluan

Kadar air awal pada sampel benda uji bambu Peting yang diamati berkisar antara 10,53% sampai 21,05% dengan kadar air rata-rata 15,79%. Berdasarkan ketentuan dari pabrik PT. Pamolite Adhesive Industry, persyaratan kadar air untuk perekatan sebesar 6%-12%. Untuk mendapatkan kadar air yang

11 2 5 6 7 1 3 4 10 12 8 9 800 800 mm 800 mm Pembahasan Pengujian Balok Pengadaan Bahan Baku

Pembuatan benda uji pendahuluan

Pengujian benda uji pendahuluan

Data Uji Pembuatan Balok Uji

Kumpulan Data Pengujian Analisis Data Pengolahan Bambu Persiapan Perekat Kesimpulan

(6)

disyaratkan, bambu dijemur terlebih dahulu hingga didapat kadar air berkisar 6% - 12%.

Kerapatan pada sampel benda uji bambu Peting yang diamati berkisar antara 0,7 g/cm3 sampai dengan 0,75 g/cm3 dengan nilai rata-rata 0,73 g/cm3. Kerapatan bambu Peting ini dapat diklasifikasikan menurut PKKI-1961 kedalam kelas kuat II dengan rentang berat jenis 0,6 - 0,9.

Hasil pengujian sifat mekanika bambu Peting pada kadar air rerata 10% berupa nilai rata-rata kuat tekan sejajar serat sebesar 58,63 MPa, kuat tekan tegak lurus serat sebesar 6,04 MPa, kuat tarik sejajar serat sebesar 163,42 MPa, kuat geser sebesar 11,67 MPa, kuat lentur (MOR) sebesar 99,58 MPa dan modulus elastisitas (MOE) sebesar 12884,53 MPa.

Dari hasil pengujian pendahuluan berupa uji sifat mekanik bambu Peting, dapat dihitung panjang L kritis sesuai Persamaan (5) yaitu 76,7 cm. Agar keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan lentur, maka panjang bentang balok laminasi direncanakan sepanjang 2,4 m.

4.2.Hasil Uji Balok Laminasi

Sebelum dilakukan pengujian balok laminasi, terlebih dahulu diukur berapa kadar air balok laminasi tersebut. Dari pemeriksaan diketahui bahwa kadar air rata-rata pada balok uji laminasi adalah 15,1%. Pada proses pengujian pembebanan, beban maksimum yang diperoleh menunjukkan kekuatan atau beban keruntuhan yang mampu ditahan oleh balok laminasi. Dari pengujian yang telah dilakukan, berikut ini dalam Tabel 2 ditampilkan besar rata-rata beban maksimum, dan besar rata-rata tegangan lentur dari balok laminasi.

Tabel 2. Beban maksimum dan tegangan lentur rata-rata No. Kode Balok Beban Maksimum (N) Tegangan Lentur (MPa) 1 (15-U-1,5) 14210 69,20 2 (25-U-1,5) 12495 53,57 3 (15-M-1,5) 16660 79,14 4 (25-M-1,5) 14700 65,37 5 (15-U-2,5) 15190 70,57 6 (25-U-2,5) 14700 65,03 7 (15-M-2,5) 17150 81,40 8 (25-M-2,5) 14700 67,52 Selama pengujian direkam besar data-data lendutan dan beban maksimum serta diamati bentuk dan lokasi kerusakan yang terjadi pada balok uji. Berikut ini

disajikan contoh grafik hubungan antara besar beban dan besar lendutan yang terjadi pada salah satu balok uji, seperti yang tertera pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Kurva Beban-Lendutan Balok (25-M-1,5)

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Lendutan (mm) B eb a n ( N ) (25-M-1,5)-1 (25-M-1,5)-2

Gambar 3. Kurva hubungan beban-lendutan balok 25-M-1,5

Kurva Beban-Lendutan Balok (25-U-2,5)

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Lendutan (mm) B eb a n ( N ) (25-U-2,5)-1 (25-U-2,5)-2

Gambar 4. Kurva hubungan beban-lendutan balok 25-U-2,5

Kurva Momen-Kelengkungan Balok (15-M-1,5)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 0 20 40 60 80 100 120 140 Kelengkungan (1/mm x 10^6) M o m en ( K N -m m ) (15-M-1,5)-1 (15-M-1,5)-2

Gambar 5. Kurva momen-kelengkungan balok 15- M-1,5

(7)

Agus Setya Budi, 2011, Pengaruh Tekanan Kempa… Media Teknik Sipil, Vol. XI, No.2, Hal 70 - 77 Kurva Momen-Kelengkungan Balok (15-M-2,5)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 0 20 40 60 80 100 120 140 Kelengkungan (1/mm x 10^6) M o m en ( K N -m m ) (15-M-2,5)-1 (15-M-2,5)-2

Gambar 6. Kurva momen-kelengkungan balok 15- M-2,5

Dari hasil proses analisis yang telah dilakukan, diperoleh bahwa antara gaya eksternal dan gaya internal pada beban maksimum balok laminasi, relatif telah memenuhi syarat kesetimbangan struktur. Demikian pula diketahui bahwa garis netral balok laminasi tidak berada pada setengah tinggi balok. Hal ini dapat terjadi karena bambu merupakan bahan/material organik sehingga mempunyai sifat tampang yang tidak homogen.

4.3.Pembahasan

Berikut disajikan data kekuatan dari hasil uji balok laminasi dalam grafik Gambar 7, 8 dan 9.

Perbandingan Beban Maksim um terhadap Keruntuhan Balok

10000 10500 11000 11500 12000 12500 13000 13500 14000 14500 15000 15500 16000 1,5 2,5

Tekanan Kem pa (MPa)

B e b a n M a k s R e ra ta ( N )

Gambar 7. Diagram besar tekanan kempa terhadap beban maksimum

Perbandingan Tegangan Lentur terhadap Keruntuhan Balok

30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 55.00 60.00 65.00 70.00 75.00 80.00 1,5 2,5

Tekanan Kem pa (MPa)

T e g a n g a n L e n tu r R e ra ta ( M P a )

Gambar 8. Diagram besar tekanan kempa terhadap tegangan lentur

Prosentase Selisih Kekuatan pada Tekanan Kem pa 2,5 MPa dan 1,5 MPa

6.26 6.28 6.30 6.32 6.34 6.36 6.38 6.40 6.42 6.44 6.46

Beban Maks Teg. Lentur

Kategori Tinjauan P ro s e n ta s e ( % )

Gambar 9. Diagram prosentase selisih pada tekanan kempa 1,5 dan 2,5 MPa

Dari grafik diagram pada Gambar 9 di atas, terlihat bahwa pemakaian tekanan kempa 2,5 MPa mampu menahan beban maksimum rata-rata dan kekuatan tegangan lentur rata-rata masing-masing 6,33% dan 6,45% lebih besar daripada pemakaian tekanan kempa 1,5 MPa. Hal tersebut dapat terjadi karena ketebalan perekat antar sisi bilah pada tekanan kempa 2,5 MPa relatif lebih kecil daripada tekanan kempa 1,5 MPa.

(8)

5. SIMPULAN

Dari hasil pengujian balok laminasi dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan bahwa pada pemakaian 2 variasi jenis tekanan kempa yang digunakan yaitu tekanan kempa 1,5 MPa dan 2,5 MPa, didapat hasil bahwa pemakaian tekanan kempa 2,5 MPa, mempunyai kekuatan menahan beban maksimum dan tegangan lentur masing-masing 6,33% dan 6,45% lebih besar daripada pemakaian tekanan kempa 1,5 MPa.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Setiyabudi, A, 2006, ” Pengaruh Dimensi Bilah, Jenis Perekat dan Tekanan Kempa Terhadap Keruntuhan Lentur Balok Laminasi Bambu Peting”, Tesis S2, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan).

[2] Morisco, 1999, “Rekayasa Bambu”, Nafiri Offset, Yogyakarta. [10] Anonim, 2005, “Adhesives Used for Laminated Products”, Canadian

Timber Council,

http://www.cwc.ca/products/connections/a dhesives/types.php (Akses tanggal 18 Mei 2006).

[3] Prayitno, T.A., 1996, ”Perekatan Kayu”, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

[4] Setyadi, A., 2002, ”Pengaruh Perekat Labur dan Tekanan Pengempaan Terhadap Sifat Fisika dan Mekanika Balok Laminasi Bambu Petung”, Skripsi S1, Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan)

[5] Masrizal, 2004, “Pengaruh Gaya Pengempaan terhadap Kuat Lentur Balok Laminasi Vertikal Bambu Petung”, Tesis S2, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan). [6] Blass, H.J., Aune, P., Choo, B.S., Gorlacher, R.,

Griffiths, D.R., Hilso, B.O., Raacher, P. dan Steek, G., 1995, “Timber Engineering Step 1”, First Edition. Centrum Hout, The Nedherlands.

[7] Kollmann, F.F.P., Kuenzi, E.W. dan Stamm, A.J., 1975, “Principles of Timber Science and Technology”, Vol II, Timber Base Materials, Springer-Verlag, Berlin.

[8] Fakhri, 2001, “Pengaruh Jumlah Kayu Pengisi Balok Komposit Kayu Keruing-Sengon Terhadap Kekuatan dan Kekakuan Balok Kayu Laminasi (Glulam Beams)”, Tesis S2, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan).

[9] Gere, J.M. dan Timoshenko, S.P., 2000, “Mekanika Bahan”, Jilid 1, Edisi Keempat, alihbahasa Bambang Suryoatmono, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gambar

Gambar 2. Setting up pengujian  (sumber, Setiyabudi, A, 2006).  Keterangan:
Gambar 5. Kurva momen-kelengkungan balok  15- M-1,5
Gambar 7. Diagram besar tekanan kempa terhadap  beban maksimum

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini berbeda nyata dengan pertambahan tinggi pada perlakuan T2 yang dilakukan pemberian perlakuan abu serbuk gergaji dan pupuk hijau jenis leguminoceae

Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Terpaan Iklan New BlackBerry Bold tipe 9900 di Televisi Terhadap Minat Beli Konsumen (Studi Pengaruh

Upaya untuk meningkatkan pelayanan zakat yang diperoleh dari pemberi zakat (muzakki), khususnya di Kota Palu setiap tahunnya dilaksanakan oleh pihak Kantor

Sebelum berdirinya PT.BPSJ- SS1 kondisi pendidikan masyarakat paling tinggi pendidikannya hanya tamatan SD dan masih banyak yang tidak tamat SD, kondisi mata

Pengaruh akut surfaktan Linier Alkylbenzene Sulfonate (LAS) menyebabkan mortalitas, keabnormalan telur dan larva serta penurunan daya tetas telur ikan patin (

Apabila siswa dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatannya untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya, maka siswa tersebut telah

membimbing siswa untuk berdiskusi dalam kelompok kecil dan membawanya dalam diskusi secara on line. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil kegiatan

Efek yang timbul pada perokok remaja Desa Dayah Muara juga menyangkut dengan faktor ekonomi, mereka tidak selalu meminta uang pada orang tuanya walaupun harus