• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016

1

I. EVALUASI KONDISI CUACA BULAN FEBRUARI 2016

A. Monitoring Dinamika Atmosfer Februari 2016

Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan/ dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Februari 2016 :

El Nino Southern Oscillation (ENSO)

Selama Februari 2016, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) sudah mulai berangsur-angsur mendingin. Kondisi penurunan anomali tersebut dimulai sejak akhir November 2015 lalu. Anomali suhu muka laut terakhir tercatat +1.73°C mengindikasikan El Nino intensitas sedang (moderate) masih berlangsung. Hal ini juga terlihat dari nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai negatif -21.1 dan anomali angin pasat serta temperatur subsurface / bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan El Nino masih berlangsung selama Februari 2016, namun dengan kecenderungan terus melemah dan diprediksi kondisi kembali normal (periode El Nino selesai) dalam empat bulan mendatang. Saat puncak musim hujan, El Nino tentunya hanya berdampak sedikit mengurangi curah hujan, karena faktor skala regional lebih kuat dalam mendukung terjadinya hujan.

Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 28 Februari 2016 (Sumber : BoM)

(2)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016

2 Dipole Mode

Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif pada akhir Januari 2016. Indeks minggu terakhir Februari 2016 tercatat bernilai -0.26, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi terhadap penambahan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia bagian barat pada periode menjelang akhir Februari 2016.

Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga akhir Februari 2016 (Sumber : BoM) Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR)

Posisi aktifitas MJO pada awal hingga pertengahan bulan Februari 2016 aktif di wilayah Benua Maritim Indonesia. Sehingga awal hingga pertengahan Februari mayoritas wilayah Indonesia banyak tutupan awan. Hal ini sanagt mendukung masa puncak musim hujan yang tentunya turut berperan dalam menambah curah hujan di Indonesia selama periode tersebut. Memasuki akhir Februari 2016, MJO terlihat menjauhi Benua Maritim Indonesia menuju Pasifik Barat. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa didominasi warna putih (kondisi normal), dimana normal bulan Februari adalah puncak musim hujan.

Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Februari 2016, Warna ungu adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA)

(3)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016

3 Sirkulasi Monsun Asia – Australia

Pada awal hingga akhir Februari 2016, monsun Baratan berfluktuatif namun masih dominan stabil. Tingginya frekuensi gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Hindia selama Februari 2016 menyebabkan monsun Baratan juga mengalami fluktuasi. Kondisi tersebut juga berperan terhadap variasi curah hujan selama Februari 2016. Memasuki akhir Februari 2016, terindikasi monsun Baratan mulai melemah akibat aktifitas daerah pusat tekanan rendah di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan ekuator, sehingga curah hujan juga sedikit ikut mengalami penurunan.

Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Februari

(sumber: misae4u)

Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Februari 2016 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA)

Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di wilayah Jawa Timur selama Februari 2016 (rata-rata bulanan) terjadi anomali negatif yang cukup signifikan, hal ini disebabkan karena dampak gangguan tropis yang sering menyebabkan angin baratan melemah dan tidak stabil, sedangkan komponen meridional (Utara – Selatan) di Jawa Timur umumnya masih didominasi dari Utara sehingga massa udara dari Utara lebih kuat masuk ke Jawa Timur. Suhu muka laut perairan Indonesia

Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Februari 2016 berkisar antara +0.5 hingga +1.5ºC dan secara umum lebih hangat dibandingkan bulan sebelumnya, sehingga potensi penguapan cukup tinggi khususnya wilayah Barat dan Tengah hingga sebagian wilayah Timur. Perairan Jawa Timur cukup hangat dengan anomali +0.5 hingga +1.0 °C menunjukkan suplai uap air dan potensi penguapan yang mendukung pembentukan awan selama Februari 2016. Kondisi ini sangat tergantung oleh radiasi dan posisi semu matahari. Selama musim hujan, posisi semu matahari berada di selatan ekuator sehingga cukup signifikan memanaskan samudera di mayoritas wilayah Indonesia.

(4)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016

4

Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Februari 2016 (sumber: NOAA) Seruakan Dingin Asia (Asia Cold Surge)

Analisis kejadian fenomena seruakan dingin (cold surge) dari Asia yang diidentifikasikan dari nilai gradien atau perbedaan tekanan antara Gushi-Hongkong disajikan pada grafik di bawah ini. Aktifitas aliran massa udara dingin dari Asia ini bisa dilihat dari seberapa besar nilai indeksnya. Ketika nilai indeksnya ≥10 mb, dan suhu di Hongkong turun 5ºC maka massa udara dingin dari Asia berpeluang mempengaruhi kondisi cuaca di sekitar wilayah Indonesia selatan ekuator dengan asumsi tidak adanya gangguan tropis di sekitar Laut Cina Selatan (LCS) yang cukup kuat menghambat proses cross equatorial flow. Hal ini dapat dilihat dari peta streamline.

Gambar 7. Grafik indeks seruakan dingin (Selisih Tekanan Udara Gushi–Hongkong) (Sumber data:Ogimet.com)

Indikasi kejadian seruakan dingin dengan indeks ≥10 mb terjadi pada awal bulan (1 Februari) dan pertengahan bulan (14 Februari) yang disertai terjadinya penurunan suhu hingga 5ºC dan dari peta angin terlihat angin dari Laut China Selatan masuk hingga ke Selatan Ekuator sehingga seruakan dingin / desakan massa udara dingin Asia telah berlangsung dan sampai ke wilayah Jawa. Setelah memasuki dasarian ketiga yaitu tanggal 23 Februari 2016 selisih tekanan ≥10 mb namun di Hongkong tidak terjadi penurunan suhu hingga 5ºC.

Kondisi ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kondisi cuaca di Jawa, dimana hujan di sebagian besar wilayah Jawa Timur khususnya pada Februari 2016 umumnya merata terjadi peningkatan datri awal bulan hingga pertengahan. Apabila diasumsikan penjalaran massa udara dingin dari Asia membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari untuk sampai ke wilayah tengah Indonesia di selatan ekuator, maka efek dari seruakan dingin tersebut juga diasumsikan bisa dirasakan di wilayah Jawa Timur sekitar 2-3 hari berikutnya dari tanggal kejadian cold surge.

Gangguan Tropis

Selama Februari 2016 terdapat satu aktifitas gangguan tropis yaitu Siklon Tropis URIAH pada 13-20 Februari 2016 di wilayah Samudera Hindia Selatan Indonesia yang cukup mempengaruhi kondisi cuaca dan tinggi gelombang laut di wilayah Indonesia bagian Selatan,

(5)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016

5 sedangkan di sebelah Utara Khatulistiwa tidak ada siklon tropis. Data dan jejak aktifitas gangguan tropis tersebut disajikan pada gambar di bawah.

Dengan menggunakan data BMKG tahun 1964 hingga 2005 untuk kejadian siklon tropis di wilayah Samudra Hindia, kejadian siklon tropis Februari mencapai 23%, namun Februari 2016 terjadi hanya 2 kali yaitu Siklon Tropis DAYA 10-12 Februari 2016 dan Siklon Tropis URIAH pada 13-20 Februari 2016.

Gambar 8. Lintasan Siklon Tropis DAYA 10-12 Februari 2016, URIAH 13-20 Februari 2016, dan rata-rata kejadian Siklon Tropis di BBS (Sumber:UNISYS dan BMKG)

Kelembaban udara

Kelembaban udara relatif selama Februari 2016 di Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) umumnya terjadi anomali positif hingga 12% dari rata-ratanya dan hal ini mengindikasikan bahwa di atmosfer sudah mendukung untuk pertumbuhan awan di Jawa Timur sebelah timur terutama selama bulan Februari 2016. Kondisi yang sama terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat kondisi kelembaban udara relatif lebih tinggi dibandingkan dengan normal bulan Februari, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan.

Gambar 9. Kelembaban Udara Relatif Februari 2016 dan Anomalinya pada level 850mb (Sumber:ESRL NOAA)

Aktivitas Cuaca

Pada awal hingga akhir bulan Februari 2016, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi umumnya terjadi hujan dengan intensitas bervariasi ringan hingga lebat dengan pola angin dominan Timurlaut – Baratdaya. Secara spasial daerah Utara dan dataran tinggi di bagian Barat lebih tinggi intensitas hujannya dibanding wilayah dataran rendah lainnya. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan terjadi mulai pada siang/ sore hari hingga malam hari.

Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal bulan Februari tentunya berada pada kondisi normal mengingat puncak musim hujan Banyuwangi secara normal adalah Januari dan Februari. Di bulan Februari 2016 posisi El Nino berada pada intensitas

(6)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016

6 sedang, namun akumulasi curah hujan bulan Februari 2016 mayoritas dalam kondisi normal – atas normal sebagai dampak interaksi faKtor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal.

B. Pantauan kondisi cuaca bulan Februari 2016 di Kota Banyuwangi

Dari rentetan peta synoptik selama bulan Februari 2016, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah Timurlaut – Baratdaya dengan kecepatan 3 – 18 knots, cuaca dari berawan hingga hujan ringan sampai sedang. Kecepatan angin maksimum terjadi pada tanggal 18 Februari 2016 dari Timurlaut dengan kecepatan 18 knots, suhu tertinggi terjadi pada tanggal 19 Februari 2016 sebesar 33.5 ºC dan suhu terendah terjadi pada 23 Februari 2016 sebesar 23.8 ºC. Curah hujan sebesar

238.5 mm dengan 20 hari hujan.

Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan Februari 2016, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan.

Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Februari 2016

NO PARAMETER HASIL OBSERVASI

FEBRUARI 2016 NORMAL FEBRUARI [1981-2010] 1 Temperatur rata-rata 27.4 ºC 26.8 ºC 2 Temperatur maksimum 31.5 ºC 33.4 ºC 3 Temperatur minimum 24.8 ºC 22.2 ºC

4 Temp. maks. absolut 33.5 ºC 35.0 ºC

5 Temp. min. absolut 23.8 ºC 20.5 ºC

6 Tekanan rata-rata * 1010.5 mb 1008.3 mb

7 Kec. angin rata-rata * 7.4 kt ( 13.3 km/jam )

2.3 kt ( 4.1 km/jam )

8 Arah Angin rata-rata 45° 360°

9 Kelembaban rata-rata 84 % 81 %

10 Curah hujan 238.5 mm 230 mm

(7)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016

(8)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016

8 Gambar 10. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi

Februari 2016 (Sumber: BMKG)

Penguapan selama Februari 2016 mencapai 106.9 mm dengan rata-rata harian 3.7 mm, penguapan tertinggi 6.3 mm terjadi pada 19 Februari 2016.

Penyinaran matahari rata-rata Februari 2016 mencapai 56 %, minimal 0 % terjadi pada 3, 5, 12 Februari 2016 sedangkan maksimal 100% terjadi selama Dasarian II – III Februari 2016.

Tekanan udara (QFF) tertinggi 1012.8 mb pada 22 Februari 2016 dan terendah 1007.6 mb pada 1 Februari 2016.

Rata-rata kelembaban udara relatif (RH) Februari 2016 adalah 84 % dengan RH tertinggi 94 % pada 7, 12 Februari 2016 dan RH terendah 74 % pada 18 Februari 2016.

Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin sangat bervariasi namun di dominasi dari Timurlaut – Timur dengan kecepatan angin dominan 3-7 knots.

C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari

Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Januari 2010. Hingga Februari 2016 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).

Kondisi parameter cuaca selama Februari 2016 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut :

Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Februari 2016 berada pada masa musim hujan , sehingga kondisi cuaca pun sering terjadi hujan dengan intensitas ringan hingga lebat yang juga sering disertai petir dan angin kencang sesaat. Dari data hasil pengamatan terlihat awan-awan konvektif mulai terbentuk mulai siang hari dan terjadi hujan pada siang – sore hari. Kondisi tersebut berdampak pada aktifitas take off dan landing pesawat

(9)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

9 komersial maupun pesawat latih, sehingga sering terjadi delayed (penundaan),

retiming akibat kondisi cuaca tersebut.

Curah hujan selama Februari 2016 mencapai 240.1 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 86 %. RH tertinggi 93 % tanggal 12 Februari dan terendah 75 % tanggal 19 Februari 2016. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1011.6 mb, tertinggi 1014.2 mb pada 22 Februari dan terendah 1009.5 mb pada 1, 7 Februari 2016. Suhu rata–rata 27.2 °C dengan suhu maksimum absolut 33.8 °C pada 19 Februari dan suhu minimum absolut 23.2 °C pada 18, 24 Februari 2016. Arah angin bervariasi yaitu dari Timurlaut – Barat, angin dominan dari Timurlaut dengan kecepatan 3 – 16 knots. Mayoritas kecepatan angin mencapai 45 % berkisar antara 3 - 7 knot. Kecepatan maksimum mencapai 16 knot, tejadi pada tanggal 10 Februari 2016.

Gambar 11. Grafik parameter cuaca hasil observasi Februari 2016 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)

(10)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

10

D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk

Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Februari 2016 angin bervariasi dari arah Baratlaut - Tenggara dengan kecepatan angin bervariasi 5 – 22 knots ( 9 – 38 Km/Jam). Suhu berkisar antara 24 – 32 °C dan Kelembaban Udara Relatif 65 – 93 %. Kondisi cuaca bervariasi dari Berawan hingga Hujan intensitas ringan – lebat. Ketika ada awan Cumulonimbus pada perairan, tentunya kecepatan angin dan ketinggian gelombang selat Bali berpotensi akan meningkat.

Kejadian fenomena waterspout di perairan selat Bali pada tanggal 17 Februari 2016 sekitar jam 17.00 WIB yang disebabkan oleh aktifitas awan Cumulonimbus tidak sampai menambah / meningkatkan kecepatan angin dan tinggi gelombang pada wilayah perairan selat Bali sehingga aktivitas penyebrangan tetap normal. Kecepatan angin dari jam 15.00 – 18.00 WIB berkisar 14 – 18 knots. Berikut hasil pantauan data AWS Maritim Ketapang saat kejadian waterspout :

(11)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

11

B. Analisis Hujan Februari 2016 Kabupaten Banyuwangi

Berdasarkan data curah hujan bulan Februari 2016 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut

.

Curah hujan tertinggi 577 mm terjadi di Bayulor dengan 20 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 117 mm terjadi di Cluring dengan 11 hari hujan saja.

Gambar 12. Peta Distribusi Curah Hujan Februari 2016 dan Sifat Hujan Februari 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Februari 2016 mengalami curah hujan di atas 150 mm sebagai dampak interaksi faktor-faktor skala global, regional dan lokal lainnya yang mengindikasikan puncak musim hujan sedang berlangsung. Hanya sebagian kecil wilayah yaitu Cluring yang hujannya dibawah 150 mm. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Normal – Atas Normal, hanya sebagian Tegaldlimo, Muncar dan Pesanggaran yang Bawah Normal. Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan hujan yang memang didominasi terjadi di wilayah Banyuwangi bagian Utara lalu meluas ke Tengah dan Barat kemudian sampai ke Selatan.

(12)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

12

C. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut

Gambar 13. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Februari 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG Banyuwangi)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Februari 2016 sudah mengalami hujan karena Februari secara normal merupakan puncak musim hujan. Sementara itu di Purwoharjo sudah 6 - 10 hari tidak terjadi hujan berturut-turut hingga akhir Februari 2016. Kondisi ini tentunya mengindikasikan bahwa secara normal musim kemarau akan diawali dari pesisir Tenggara dan Timur Laut Banyuwangi.

D. Pantauan Debu Vulkanik wilayah Jawa Timur bulan Februari 2016

Selama Februari 2016, Gunung Bromo masih berstatus SIAGA (level III) namun memasuki akhir Februari tepatnya tanggal 26 Februari 2016, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menurunkan status dari SIAGA (level III) menjadi WASPADA (level II). Selama bulan Februari 2016 terpantau debu vulkanik gunung Bromo (Tengger Kaldera) tidak ada yang sampai ke wilayah Banyuwangi. Berikut status gunung api diatas normal se- Indonesia :

(13)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

13 Gambar 14. Gunung Bromo dan Status Gunungapi Diatas Normal se – Indonesia

(Sumber:PVMBG)

II. PROSPEK CUACA BULAN MARET 2016

A. Prediksi Dinamika Atmosfer Maret 2016

Prediksi perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa El Nino intensitas moderate akan terjadi pada Maret 2016, selanjutnya meluruh menjadi El Nino lemah pada April 2016 hingga Mei 2016 dan memasuki bulan Juni 2016 akan menjadi kondisi normal (El Nino selesai). Dipole Mode Indeks (DMI) diprediksi netral / normal pada bulan Maret hingga Juli 2016, kondisi ini mengindikasikan bahwa tidak ada suplai uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia maupun sebaliknya.

Suhu muka laut perairan Indonesia diprediksi dari Maret hingga Mei 2016 kondisinya cenderung hangat dan menunjukkan cukup tersedianya suplai uap air untuk terbentuknya awan. Memasuki Juni hingga Agustus umumnya perairan Indonesia cenderung mendingin seiring mendinginnya Samedera Hindia.

Madden Julian Oscillation pada bulan Februari 2016 diprediksi berada pada fase 8 hingga 1 sehingga tidak signifikan dalam menambah awan-awan hujan di Benua Maritim Indonesia, hal itu juga didukung oleh prediksi anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) hingga pertengahan Maret 2016 bernilai positif di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur yang berarti kurangnya tutupan awan pada periode hingga pertengahan Maret 2016.

Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan Maret masih didominasi terjadi di Belahan Bumi Selatan seiring pergerakan semu matahari menuju Ekuator, sehingga memicu angin monsun baratan yang stabil dan berdampak banyak hujan. Pola perlambatan angin dan pertemuan dua massa udara (konvergensi) juga masih akan terjadi selama Maret 2016 yang tentunya akan turut memicu hujan dengan intensitas bervariasi.

Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah Banyuwangi pada bulan Maret akan berada pada masa musim hujan dengan akumulasi curah hujan mayoritas sama hingga diatas kondisi rata-rata / normalnya.

(14)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

14 Gambar 15. Prediksi El Nino, anomali SPL, MJO dan anomali OLR

(15)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

15

B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Maret – Mei 2016

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Maret 2016 hingga Mei 2016 diprakirakan sebagai berikut:

Maret 2016

Curah Hujan berkisar : 50 – 400 mm Sifat Hujan : Normal – Atas Normal

April 2016

(16)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

16

Mei 2016

Curah Hujan berkisar 0 – 300 mm Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal Gambar 16. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan

Maret, April, Mei 2016 Banyuwangi (Sumber:BMKG)

C. Prakiraan Tingkat Kerawanan Banjir Maret 2016

Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Maret 2016, dari peta terlihat untuk wilayah Banyuwangi beberapa wilayah diprediksi mempunyai potensi rawan banjir menengah di wilayah Muncar dan Kota Banyuwangi.

(17)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

17

III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI MARET 2016

Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Maret 2016 di wilayah Kota Banyuwangi :

IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI

Gambar 18. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Februari 2016 (Sumber:BMKG)

Kejadiaan Gempa Bumi yang Signifikan/ Dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan Februari 2016 adalah Nihil (tidak ada kejadian gempa yang dirasakan sampai di Wilayah Kabupaten Banyuwangi).

Tanggal Matahari Terbit (WIB) Matahari Terbenam (WIB) Tanggal Matahari Terbit (WIB) Matahari Terbenam (WIB)

1 5:27:06 17:42:27 17 5:26:48 17:34:46 2 5:27:08 17:42:01 18 5:26:44 17:34:15 3 5:27:09 17:41:34 19 5:26:40 17:33:44 4 5:27:10 17:41:08 20 5:26:36 17:33:12 5 5:27:10 17:40:41 21 5:26:32 17:32:41 6 5:27:10 17:40:13 22 5:26:28 17:32:09 7 5:27:10 17:39:45 23 5:26:24 17:31:37 8 5:27:09 17:39:16 24 5:26:19 17:31:06 9 5:27:08 17:38:47 25 5:26:15 17:30:34 10 5:27:06 17:38:18 26 5:26:10 17:30:02 11 5:27:05 17:37:49 27 5:26:06 17:29:31 12 5:27:02 17:37:19 28 5:26:01 17:28:59 13 5:27:00 17:36:49 29 5:25:56 17:28:28 14 5:26:57 17:36:19 30 5:25:52 17:27:56 15 5:26:54 17:35:48 31 5:25:47 17:27:25 16 5:26:51 17:35:17 Maret 2016 Maret 2016

(18)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

18

V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM FEBRUARI 2016

Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rata-ratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/ iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa.

Tabel 2. Cuaca/ iklim Ekstrim Bulan Februari 2016 Banyuwangi

KRITERIA KETERANGAN

Arah dengan kecepatan > 45 Km/jam Tidak Ada

Suhu udara > 35˚ C Tidak Ada

Suhu udara < 15˚ C Tidak Ada

Kelembaban udara < 30 % Tidak Ada

Curah Hujan > 100 mm / hari

 2 Februari 2016, 113 mm, Rogojampi

 13 dan 17 Februari 2015, 102 mm dan 125 mm, Songgon

Tanah Longsor Tidak Ada

Banjir Tidak Ada

Waterspout  17 Februari 2016, 17.00 WIB, Selat Bali Berikut adalah penampakan waterspout di Selat Bali pada tanggal 17 Februari 2016 jam 17.00 WIB :

Waterspout diawali terlihat di Pantai Boom, lalu bergerak ke Utara menuju selat Bali dan berbelok ke Timur menuju Gilimanuk lalu menghilang. Fenomena ini tidak mengganggu aktifitas penyeberangan di Selat Bali.

Fenomena Waterspout lumrah terjadi di perairan saat terdapat awan Cumulonimbus yang aktif. Di wilayah perairan Indonesia lainnya, waterspout juga kerap kali muncul.

DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI

ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan

(19)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

19 cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya.

Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.

Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge.

MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian.

OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m-2.

Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia.

Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ Inter Tropical Convergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan.

Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter.

Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten.

(20)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

20

Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu :

a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20

c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan

Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :

a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya

b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap

rata-ratanya

Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik

Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran

atau pergerakan lempeng bumi

Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (ML), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (mb), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md).

Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut.

Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930).

Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya

Tabel Skala Intensitas Gempabumi dalam MMI (Modified Mercalli Intensity tahun 1931)

SKALA KUALITAS GETARAN GEMPA

I Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh beberapa orang.

II Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang. III Getaran dirasakan nyata dalam rumah oleh banyak orang, terasa getaran seolah-olah ada truk

lewat

IV Pada siang hari dirasakan oleh banyak orang dalam rumah, di luar beberapa orang terbangun, gerabah pecah jendela pintu gemerincing, dinding berbunyi karena pecah-pecah.

V

Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, jendela dsb pecah, barang-barang terpelanting, pohon-pohon, tiang-tiang, barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti.

VI Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan terkejut dan lari keluar, plester dinding jatuh dan cerobong asap dari pabrik rusak, kerusakan ringan.

VII

Tiap-tiap orang keluar rumah, kerusakan ringan pada rumah-rumah dan bangunan dengan konstruksi yang baik dan tidak baik, cerobong asap pecah/retak-retak, terasa oleh orang-orang yang naik kendaraan.

VIII

Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat, retak-retak pada bangunan yang kuat, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap dari pabrik-pabrik dan monumen roboh, air menjadi keruh.

IX

Kerusakan pada bangunan yang kuat, kerangka rumah menjadi tidak lurus, banyak retak-retak pada bangunan yang kuat, rumah tampak agak berpindah dari pondamennya, pipa-pipa dalam tanah putus.

X Bangunan dari kayu yang kuat rusak, kerangka rumah lepas dari pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung, tanah longsor di tiap-tiap sungai dan tanah-tanah yang curam, air bah. XI Bangunan hanya tinggal sedikit yang tetap berdiri, jembatan rusak, terjadi lembah, pipa dalam

tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel kereta api melengkung sekali. XII Hancur sama sekali, gelombang tampak pada permukaan tanah, pemandangan menjadi

(21)

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Maret 2016________

Gambar

Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di  sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 28 Februari 2016 (Sumber : BoM)
Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Februari 2016, Warna ungu adalah OLR negatif,  warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM &amp; NOAA)
Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur  (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Februari
Gambar 7. Grafik indeks seruakan dingin (Selisih Tekanan Udara Gushi–Hongkong)  (Sumber data:Ogimet.com)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini model prakriraan debit masa depan yang digunakan adalah model diskrit Markov serta model korelasi spasial hujan dan debit (model kontinu),

Fungsi diatas merupakan pilihan yang ada pada mode penyiraman tanaman 2 yang berada pada sisi kanan.Void pot2() { untuk mendefinisikan variable pot 2 atau

Salah satu parameter yang menarik untuk dikaji dari perikanan ini diantaranya adalah waktu terjadinya pemijahan dan rekruitmen, contohnya waktu dalam satu

Dokumen yang dianalisis merupakan kurikulum mata pelajaran Bahasa Melayu yang diguna pakai di sekolah kerajaan dan sekolah agama swasta manakala temu bual pula

Kesalahan dari segi tata tulis/ejaan yang masih terdapat dalam surat undangan yang disusun oleh organisasi kemahasiswaan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Menyetor selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan atas transaksi bulan sebelumnya dan melapor selambatnya tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi mengenai pengaruh dimensi kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan dalam perusahaan yang

Untuk mempertahankan produktivitas rambak yang dihasilkan oleh UKM, salah satu caranya adalah peningkatan proses pemotongan gendar dari cara konvensional menjadi