• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA DAN PENCIPTA, FOTOGRAFI, DAN TANDA AIR (WATERMARK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA DAN PENCIPTA, FOTOGRAFI, DAN TANDA AIR (WATERMARK)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

21

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA DAN PENCIPTA, FOTOGRAFI, DAN TANDA AIR (WATERMARK)

2.1. Hak Cipta

2.1.1. Pengertian hak cipta

Dalam UUHC dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan hak cipta. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 UUHC. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Hak cipta dapat dipegang oleh pencipta ataupun pihak yang menerima hak tersebut lebih lanjut. Hal tersebut dikarenakan oleh sifat hak cipta yang dapat dialihkan dari pencipta kepada pihak lain. Pengalihan tersebut dapat dilakukan dengan cara penyerahan hak (assignment) ataupun melalui perjanjian lisensi (license agreement).30

2.1.2. Pengertian Pencipta

Suatu karya cipta intelektual merupakan hasil dari buah pikir seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan karya tersebut. Orang yang menciptakan karya cipta disebut dengan pencipta. Dalam UUHC, dijelaskan

(2)

mengenai pencipta dalam Pasal 1 angka 2, yaitu pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pencipta dapat berupa seorang individu ataupun lebih dari satu orang, yang menghasilkan karya cipta, dengan ciri khas tersendiri.

2.1.3. Dasar hukum hak cipta

Hak cipta sebagai salah satu produk KI merupakan produk hukum yang dilindungi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga secara internasional. Oleh karena itu, hak cipta selain diatur dalam hukum positif Indonesia, diatur juga dalam pengaturan-pengaturan KI yang bersifat internasional yang merupakan cikal bakal pengaturan-pengaturan hukum terkait KI termasuk hak cipta di Indonesia.

Peraturan-peraturan internasional terkait hak cipta adalah berupa konvensi-konvensi internasional, antara lain:

- Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Works

yang dikenal juga dengan Konvensi Bern. Merupakan konvensi multilateral yang pertama kali berlaku tahun 1886 dan merupakan konvensi terpenting di bidang hak cipta. Indonesia pernah menjadi anggota Konvensi Bern pada tahun 1959, tetapi kemudian keluar dan bergabung kembali melalui Keppres No. 18 Tahun 1997.31

- Universal Copyright Convention (UCC), merupakan suatu konvensi hak cipta yang lahir karena gagasan dari peserta Konvensi Bern dan

31 Ni Ketut Supasti Dharmawan et.al., 2006, Bahan Ajar HKI, FH UNUD, Denpasar, hlm.18.

(3)

Amerika Serikat yang disponsori oleh PBB khususnya UNESCO, dengan tujuan untuk menyatukan sistem hukum hak cipta secara universal.32 Ketentuan monumental dari UCC adalah adanya ketentuan formalitas hak cipta berupa keharusan mencantumkan tanda C dalam lingkaran atau © dalam setiap karya yang ingin dilindungi dengan disertai nama pencipta dan tahun dipublikasikannya karya tersebut.33 - Tahun 1967, ditandatangani konvensi pembentukan organisasi hak

kekayaan intelektual yang disebut dengan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization (WIPO) yang dalam sejarah perkembangannya merupakan pengelola tunggal dua konvensi yang berbeda, yaitu Konvensi Paris dan Konvensi Bern.34

- The Agreement on Trade-Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPS), yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1995. Indonesia telah meratifikasi perjanjian ini sejak tahun 2000 melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1994.35

- Melalui Diplomatic Conference 1996, terbentuk WIPO Copyright Treaty (WCT). WCT menambahkan hak substantif dan beberapa definisi yang diatur oleh Konvensi Bern dan TRIPS.36

32 Rahmi Jened, 2014, Hukum Hak Cipta (Copyright’s Law), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.66.

33 Ni Ketut Supasti Dharmawan et.al., op.cit., hlm.19. 34 Ni Ketut Supasti Dharmawan et.al., op.cit., hlm.15. 35 Ni Ketut Supasti Dharmawan et.al., op.cit., hlm.14. 36 Rahmi Jened, op.cit., hlm.68.

(4)

Selain konvensi-konvensi tersebut, terdapat juga beberapa konvensi internasional yang mengatur mengenai hak terkait yang juga merupakan bagian dari hak cipta. Konvensi-konvensi tersebut antara lain:37

- Convention for the Protection of Performers, Producers of Phonogram and Broadcasting Organization (Rome Convention/Neighboring Convention) 1961

- Convention for the Protection of Producers of Phonogram Against Unauthorized Duplication of Their Phonograms (Geneva Convention) 1971

- WIPO Performances and Phonogram Treaty (WPPT)2002.

Di Indonesia, keberadaan hak cipta sudah ada sejak zaman Belanda dan dikenal sebagai Auteurs Recht yang diatur dalam Auteurs Wet 1912. Dalam perkembangannya, Auteurs Wet dirasa tidak lagi sesuai dengan kebutuhan dan cita-cita hukum nasional sehingga dicabut dan diberlakukan UU No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta.38 Indonesia sekarang ini telah berkali-kali melakukan pembaharuan terhadap undang-undang yang mengatur tentang hak cipta, dimulai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, dan UUHC yang terbaru yang berlaku saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.

2.1.4. Sistem perlindungan hak cipta

37 Eddy Damian, 2014, Hukum Hak Cipta, PT Alumni, Bandung, hlm.67. 38 Rahmi Jened, op.cit., hlm.76.

(5)

Prinsip hukum perlindungan hak cipta bersifat otomatis (automatic protection), yaitu perlindungan harus diberikan tanpa perlu memenuhi formalitas tertentu dan pelaksanaannya bersifat mandiri (independence of protection) dari eksistensi perlindungan negara asal.39 Karena sistem perlindungan hak cipta bersifat otomatis, maka untuk pencatatan tidak merupakan suatu keharusan bagi penciptanya, dijelaskan dalam Pasal 62 ayat (2) UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa “Pencatatan Ciptaan dan produk hak terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan merupakan syarat untuk mendapatkan hak cipta dan hak terkait”. Sistem perlindungan otomatis ini dilandasi oleh Bern Convention yang kemudian diadopsi oleh UU Hak Cipta Tahun 2002 dan sekarang telah diubah dengan UU Hak Cipta Tahun 2014.

Hak cipta menganut prinsip deklaratif sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UUHC, tidak seperti KI lainnya yang menganut prinsip sistem pendaftaran konstitutif, yaitu suatu sistem pendaftaran yang akan menimbulkan suatu hak sebagai pemakai pertama pada karya cipta tersebut.40 Prinsip deklaratif tersebut mengisyaratkan tentang konsep pendaftaran ciptaan yang disebut dengan Stelsel Negatif Deklaratif. Negatif berarti semua permohonan pendaftaran ciptaan akan diterima tanpa penelitian keabsahan hak si pemohon, kecuali jelas terlihat indikasi pelanggaran. Deklaratif berarti bahwa pendaftaran tidak mutlak, pendaftaran adalah berkaitan dengan kekuatan bukti.41 Namun, alangkah baiknya apabila dilakukan pencatatan agar tidak terjadi hal yang tidak dikehendaki oleh pencipta,

39 Rahmi Jened, op.cit, hlm.103.

40 Ni Ketut Supasti Dharmawan et.al., op.cit., hlm.44. 41 Rahmi Jened, op.cit., hlm.105.

(6)

seperti pembajakan karya pencipta. Pencatatan karya cipta akan berarti sangat penting dalam kondisi dimana seseorang terlibat dalam suatu kasus sengketa hak cipta. Manfaat pendaftaran yaitu tetap dianggap sebagai Pencipta, sampai ada pihak yang dapat membuktikan sebaliknya di pengadilan. beban pembuktian di pengadilan berada pada pihak lain, bukan pada pihak yang telah mendaftarkan hak cipta.42 Pencipta yang telah memiliki bukti-bukti otentik yang didapat dari pendaftaran hak cipta tentu dapat dengan mudah menunjukkan dan membuktikan hak kepemilikannya di pengadilan.43

Mengenai pencatatan ciptaan dan produk hak terkait diatur dalam Bab X UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yaitu dari Pasal 64 sampai dengan Pasal 79. Dalam bab tersebut, dijelaskan secara eksplisit dalam pasal-pasalnya hal-hal terkait pencatatan, seperti pihak mana yang menyelenggarakan pencatatan tersebut, terhadap apa-apa saja yang dapat dilakukan pencatatan, bagaimana prosedural pengajuan permohonan pencatatan suatu ciptaan, dan lain sebagainya.

Dalam Pasal 64 ayat (1) disebutkan bahwa yang menyelenggarakan pencatatan dan penghapusan ciptaan dan produk hak terkait adalah Menteri. Dalam Pasal 64 ayat (2) ditegaskan bahwa pencatatan ciptaan tersebut bukan merupakan syarat untuk mendapatkan hak cipta dan hak terkait, jadi, dengan penjelasan yang diberikan dalam ayat tersebut maka semakin jelas bahwa pencatatan ciptaan bukanlah merupakan suatu keharusan bagi pencipta untuk mendapatkan hak eksklusif bagi ciptaannya. Dalam Pasal 65 ditentukan ciptaan

42 Adrian Sutedi, op.cit., hlm.119. 43 Yusran Isnaini, op.cit., Hlm.16.

(7)

apa saja yang tidak dapat dicatat, seperti seni lukis yang berupa logo atau tanda pembeda yang digunakan sebagai merek dalam perdagangan barang/jasa atau digunakan sebagai lambang organisasi, badan usaha, atau badan hukum.

Mengenai prosedur pengajuan permohonan untuk pencatatan ciptaan itu sendiri diatur dalam Bagian Kedua Bab X UU Hak Cipta khususnya dari Pasal 66 sampai dengan Pasal 73. Permohonan pencatatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait atau kuasanya, dan ditujukan kepada Menteri. Permohonan tersebut dilakukan secara elektronik dan/atau secara non-elektronik dengan menyertakan contoh ciptaan, produk hak terkait atau penggantinya; melampirkan surat pernyataan kepemilikan ciptaan dan hak terkait; dan membayar biaya.

2.1.5. Hak eksklusif

Hak cipta merupakan suatu hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta. Definisi dari hak eksklusif dijelaskan dalam penjelasan Pasal 4 UUHC, yaitu hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Dalam penjelasan Pasal 4 tersebut juga dijelaskan bahwa hak eksklusif dapat dipegang juga oleh orang yang bukan pencipta tetapi hanya sebagian dari hak eksklusif tersebut, yaitu hak ekonomi.

Hak moral atau moral rights merupakan hak yang hanya dimiliki oleh pencipta suatu karya cipta, melekat pada diri pencipta dan tidak dapat dihilangkan ataupun dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta dan/atau hak-hak terkait lainnya telah dialihkan kepada pihak lain. Hak moral berhubungan dengan spirit

(8)

atau jiwa pencipta terhadap karya ciptanya dan tidak dapat dialihkan dari pencipta karya cipta tersebut selama pencipta masih hidup.44 Terdapat 2 (dua) macam hak

moral, yaitu hak untuk diakui sebagai pencipta (authorship right atau paternity right) dan hak keutuhan karya (the right to protect the integrity of the work).

Bagian lainnya dari hak eksklusif dalam suatu hak cipta adalah hak ekonomi. Secara umum, hak ekonomi terdiri dari hak untuk mengumumkan (performing rights) dan hak untuk memperbanyak (mechanical rights).45 Hak ekonomi merupakan hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya yang terdiri dari hak untuk:46

- Memproduksi karya dalam segala bentuk (memperbanyak suatu karya cipta, menggandakan, dan sebagainya)

- Mengedarkan/mendistribusikan perbanyakan karya kepada publik - Menyewakan perbanyakan karya cipta

- Membuat terjemahan atau adaptasi atas karya ciptanya tersebut - Melakukan pengumuman terhadap karya cipta kepada publik.

Hak ekonomi dapat dialihkan kepemilikannya dari pencipta kepada pihak lain dan hak cipta diklasifikan sebagai benda bergerak tidak berwujud sesuai dengan penjelasan Pasal 16 ayat (1) UUHC. Dalam ayat (2) dijelaskan mengenai cara-cara pengalihan hak ekonomi tersebut, yaitu dengan cara pewarisan, hibah,

44 Tomi Suryo Utomo, op.cit., hlm.89. 45 Henry Soelistyo, op.cit., hlm.47. 46 Tomi Suryo Utomo, op.cit., hlm.88.

(9)

wakaf, wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.6. Jangka waktu perlindungan hak cipta

Dalam UUHC, dijelaskan mengenai jangka waktu atau masa berlaku suatu hak cipta termasuk jangka waktu perlindungannya. Hak yang dilindungi dalam hak cipta adalah hak eksklusifnya yang kemudian terbagi menjadi dua yaitu hak moral dan hak ekonomi.

Hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu dalam hal tetap atau tidak mencantumkan namanya pada salinan yang sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum, menggunakan nama alias atau samaran, serta mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi, atau hal lain yang merugikan reputasinya. Sementara itu, hak moral pencipta untuk mengubah ciptaannya sesuai kepatutan dalam masyarakat, mengubah judul, dan hal lain terkait ciptaannya, berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan.47

Masa berlaku hak ekonomi adalah berbeda-beda tergantung jenis ciptaannya. Dalam Pasal 58 dijelaskan mengenai ciptaan-ciptaan yang masa berlaku hak ekonominya selama hidup penciptanya dan tetap berlangsung selama 70 (tujuh puluh) Tahun setelah pencipta meninggal dunia terhitung tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Apabila dimiliki oleh dua orang atau lebih, maka hak tersebut dilindungi sampai dengan pencipta yang meninggal dunia paling akhir

(10)

dan tetap berlangsung selama 70 tahun sesudahnya. Apabila hak tersebut dipegang oleh badan hukum, maka jangka waktu perlindungannya adalah selama 50 (lima puluh) tahun terhitung sejak pertama kali dilakukannya pengumuman atas ciptaan tersebut. Selain jangka waktu tersebut, disebutkan juga jangka waktu perlindungan yang diberikan oleh UUHC ini dalam Pasal 59, 60 dan 61 yaitu selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman terhadap karya cipta seperti karya cipta fotografi, potret, karya sinematografi, permainan video, dan seterusnya seperti dijelaskan dalam Pasal 59 ayat (1). Lalu terdapat masa berlaku hak ekonomi selama 25 (dua puluh lima) tahun terhitung sejak pertama kali dilakukan pengumuman terhadap ciptaan tersebut, yang mana jangka waktu ini khusus diberikan atau berlaku untuk karya seni terapan. Terdapat juga hak cipta yang dilindungi tanpa batas waktu seperti hak cipta atas ekspresi budaya tradisional yang dimiliki oleh negara. Apabila suatu hak cipta terdiri atas beberapa bagian dan pengumumannya dilakukan bagian per bagian, maka perlindungan terhadap hak cipta diberikan setelah dilakukan pengumuman bagian yang terakhir dari hak cipta tersebut, dengan kata lain, walaupun telah dilakukan pengumuman yang sebelum-sebelumnya selama hak cipta tersebut belum sepenuhnya diumumkan, maka perlindungan belum diberikan kepada karya cipta tersebut.48

2.1.7. Pelanggaran terhadap hak cipta

Sebagai suatu produk hukum, tentulah terdapat hal-hal yang apabila dilakukan adalah merupakan suatu pelanggaran terhadap hak cipta, baik itu berupa pelanggaran terhadap hak moral maupun hak ekonomi. Apabila terjadi

(11)

pelanggaran terhadap hak cipta, maka pelaku pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi berupa sanksi pidana yang sudah ditentukan dalam UUHC. Mengenai ketentuan pidana dalam UUHC diatur dalam Bab XVII tentang Ketentuan Pidana, yang terdiri dari Pasal 112 sampai dengan Pasal 120.

Suatu perbuatan dikatakan sebagai suatu pelanggaran hak cipta apabila perbuatan tersebut melanggar hak khusus dari pencipta atau pemegang hak cipta.49 Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu pelanggaran langsung (direct infringement), pelanggaran atas dasar kewenangan (authorization of infringements), dan pelanggaran tidak langsung (indirect infringement).50

Pelanggaran langsung dapat berupa tindakan mereproduksi dengan meniru karya asli. Walaupun karya yang ditiru hanyalah merupakan sebagian kecil dari keseluruhan karya tersebut, jika merupakan substantial part, maka hal tersebut adalah pelanggaran dan dalam hal ini ditetapkan oleh pengadilan. Pelanggaran hak cipta secara langsung yang paling lazim dijumpai adalah pembajakan materi yang dilindungi hak cipta secara tanpa izin (piracy) misalnya membuat perbanyakan film dalam media VCD, DVD, atau dalam bentuk lain yang berfungsi sama, dan memperbanyak rekaman suara dalam bentuk media CD.51

Dalam hak cipta dikenal juga pelanggaran atas dasar kewenangan (authorization infringement). Pelanggaran ini tidak mempermasalahkan sisi pelanggaran itu sendiri, melainkan lebih menekankan pada siapa yang akan

49 Adrian Sutedi, op.cit., hlm.120. 50 Rahmi Jened, op.cit., hlm.215. 51 Rahmi Jened, op.cit., hlm.215-217.

(12)

bertanggung gugat (who is liable?). Tujuannya adalah untuk meyakinkan pencipta atau pemegang hak cipta bahwa pihaknya akan mendapat kompensasi yang layak. Bentuk pelanggaran atas dasar kewenangan ini membebankan tanggung gugat pada pihak pihak yang dianggap mempunyai kewenangan atas pelaksanaan pekerjaan dimana pelanggaran hak cipta itu terjadi.52

Pelanggaran tidak langsung (indirect infringement) seringkali menimbulkan kerancuan dengan pelanggaran langsung. Tolok ukur yang digunakan pada pelanggaran tidak langsung adalah bahwa “si pelanggar tahu” atau “selayaknya mengetahui” bahwa barang-barang yang terkait dengan mereka adalah hasil penggandaan yang merupakan pelanggaran. Salah satu contohnya adalah pemberian izin suatu tempat hiburan sebagai tempat pertunjukan suatu karya cipta kepada masyarakat yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta yang mana pengelola tempat tersebut seharusnya tahu atau selayaknya mengetahui bahwa perbuatan tersebut adalah pelanggaran.53

2.2. Fotografi

2.2.1. Pengertian fotografi

Definisi dari fotografi dapat diketahui dengan melihat dari asal katanya atau secara etimologis. Fotografi berasal dari Bahasa Yunani Fos dan Grafo. Fos

berarti cahaya dan Grafo berarti melukis atau menulis. Dalam bahasa inggris, fotografi disebut photography yang memiliki arti sebuah seni, ilmu pengetahuan dan praktik menciptakan gambar tahan lama dengan merekam cahaya atau radiasi

52 Rahmi Jened, loc.cit.

(13)

elektromagnetik lain, baik dengan menggunakan film fotografi atau secara elektronik melalui sebuah sensor gambar.54 Sedangkan dari Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) dijelaskan arti fotografi yaitu seni dan penghasilan gambar dan cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan. Orang yang melakukan kegiatan dan menciptakan karya seni fotografi disebut dengan fotografer.

Terdapat juga definisi-definisi yang diberikan oleh para ahli mengenai fotografi. Misalnya adalah definisi yang diberikan oleh Ansel Adams, yaitu “Photography is more than a medium for factual communication of ideas. It is a creative art.”. Amir Hamzah Sulaeman juga mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian dari fotografi, yaitu “Fotografi berasal dari kata foto dan grafi yang masing-masing kata tersebut mempunyai arti sebagai berikut: foto artinya cahaya dan grafi artinya menulis jadi arti fotografi secara keseluruhan adalah menulis dengan bantuan cahaya, atau lebih dikenal dengan menggambar dengan bantuan cahaya atau merekam gambar melalui media kamera dengan bantuan cahaya”.55 Selain definisi tersebut, terdapat juga ketentuan mengenai fotografi yang diatur dalam Konvensi Bern yaitu “photographic works to which are assimilated works expressed by a process analogous to photography”, yang

54 IDS, 2015, “Arti Fotografi Menurut Para Ahli”, IDS – International Design School, URL: http://www.idseducation.com/articles/fotografi-menurut-para-ahli/, diakses pada 21 Januari 2016.

55 IDS, 2015, “Arti Fotografi Menurut Para Ahli”, IDS – International Design School, URL: http://www.idseducation.com/articles/fotografi-menurut-para-ahli/, diakses pada 7 Februari 2016.

(14)

berarti fotografi adalah kegiatan yang berkaitan dan diekspresikan dengan proses analog fotografi.56

2.2.2. Peraturan-peraturan terkait fotografi dalam UUHC

Fotografi sebagai suatu karya cipta seni dilindungi dan diakui perlindungannya di Indonesia melalui UUHC yang sedang berlaku yaitu Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam UUHC, terdapat beberapa pasal-pasal yang mengatur dan memberikan ketentuan tentang perlindungan fotografi.

Fotografi dilindungi oleh UUHC dengan penyebutannya pada Pasal 40 ayat (1) huruf k yang menyebutkan karya fotografi. Pasal 40 UUHC adalah pasal yang mengatur tentang ciptaan-ciptaan apa saja yang dilindungi oleh undang-undang tersebut, dengan demikian, dengan disebutkannya fotografi maka perlindungan hak cipta fotografi tersebut diakui di Indonesia. Dalam penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf k dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan karya fotografi adalah semua foto yang dihasilkan menggunakan kamera. Pasal 59 ayat (1) mengatur tentang jangka waktu perlindungan hak cipta, yang termasuk didalamnya adalah karya cipta fotografi.

2.3. Tanda Air (Watermark)

2.3.1. Pengertian watermark

Watermarking merupakan teknik untuk menyisipkan pesan rahasia ke dalam sebuah media atau pesan lain yang bisa melindunginya. Prinsip dasarnya

56 Carl-Bern Kaehlig, 2011, Indonesian Copyright Law Including Licensing and Registration Requirements, Tatanusa, Jakarta, hlm.68.

(15)

mirip dengan steganography yang dalam bahasa asalnya memiliki arti sebagai tulisan berupa pesan rahasia yang tersembunyi dalam suatu media yang tetap terlihat jelas dan mampu menyamarkan pesan tersebut.57 Dengan demikian, dapat diketahui bahwa watermark merupakan pesan rahasia yang disisipkan ke dalam suatu media atau pesan lain, yang mana watermark tersebut disisipkan untuk melindungi media atau pesan lain tersebut.

Watermark sudah ada sejak 700 tahun lalu. Ide watermarking dalam data digital dikembangkan di Jepang pada tahun 1990 dan di Swiss pada tahun 1993, hal tersebutlah yang membuat teknik ini disebut sebagai digital watermarking. Teknik ini semakin berkembang seiring dengan meluasnya penggunaan internet, dan makin mudahnya menggandakan objek-objek digital seperti foto, video, dan sebagainya. Teknik penyisipan secara digital ini dilakukan sebisa mungkin agar tidak mengubah karya cipta itu sendiri. Dengan demikian, watermark ini tidak dapat atau akan sangat susah dideteksi oleh mata manusia, dan sebuah karya cipta yang memiliki watermark tidak terlihat adalah lebih baik daripada karya cipta yang memiliki watermark yang jelas terlihat.58

2.3.2. Steganography

Istilah steganography tidaklah begitu terkenal dalam kehidupan sehari-hari. Istilah ini sering disebut dalam masyarakat bersama dengan istilah

cryptography. Hal ini dikarenakan belum adanya literatur yang dapat menjelaskan mengenai steganography secara spesifik, kalaupun ada, yang cenderung terjadi

57 Dony Ariyus, 2009, Keamanan Multimedia, CV. Andi Offset, Yogyakarta, hlm.217. 58 Dony Ariyus, op.cit., hlm.218-219

(16)

adalah pembahasannya disatukan dengan cryptography. Steganography dan

cryptography merupakan hal yang berkaitan namun berbeda dan tergabung dalam satu teknik pengolahan yang dinamakan spycraft.

Istilah steganography ini berasal dari Bahasa Yunani, yaitu steganos dan

graphein. Steganos berarti penyamaran atau penyembunyian, sedangkan graphein

berarti tulisan. Jadi, steganography secara etimologis dapat diartikan sebagai seni menyamarkan atau menyembunyikan pesan tertulis ke dalam pesan lainnya.

Steganography menyembunyikan pesan dalam data lain tanpa mengubah data yang ditumpanginya tersebut, sehingga data yang ditumpanginya sebelum dan setelah proses penyembunyian pesan tersebut hampir terlihat sama atau tidak terdapat perubahan yang berarti.59

2.3.3. Dasar hukum watermark

Dalam UUHC, tidak terdapat peraturan yang secara eksplisit menyebutkan mengenai bukti yang dapat dimiliki seseorang atas hak cipta suatu karya cipta. Namun, apabila ditelaah beberapa pasal dan dilakukan pemahaman terhadap pasal tersebut, yaitu Pasal 6 dan Pasal 7 UUHC maka dapat diketahui bahwa setiap pencipta dapat memiliki alat bukti berupa informasi manajemen hak cipta dan informasi elektronik hak cipta. Watermark memiliki karakteristik yang sesuai dengan ketentuan mengenai informasi manajemen hak cipta dan informasi elektronik hak cipta, dengan demikian, Pasal 6 dan Pasal 7 UUHC dapat dikatakan sebagai dasar hukum yang memberikan pengakuan terhadap diperbolehkannya penggunaan watermark dalam karya cipta.

59 Dony Ariyus, op.cit., hlm.85-86.

(17)

2.3.4. Klasifikasi dan tipe watermark

Watermark sebagai suatu metode untuk melindungi suatu karya cipta memiliki klasifikasi dan tipe tersendiri. Klasifikasi watermark pada umumnya terdiri dari dua bagian, antara lain:60

- Fragile (Mudah Pecah). Fragile watermark merupakan salah satu metode watermarking untuk memberikan autentikasi yang tingkat ketahanannya rendah terhadap modifikasi. Perubahan-perubahan kecil kemungkinan akan merusak semua informasi yang disembunyikan, contohnya adalah medical record atau rekam medis.

- Robust (Kuat). Robust watermark merupakan kebalikan dari fragile watermark. Robust watermark ini memiliki dua tipe, yakni visible

(dapat dilihat) dan invisible (tidak dapat dilihat). Metode watermarking

ini adalah sebuah metode yang dapat memberikan ketahanan yang kuat dari usaha-usaha yang biasa dilakukan untuk menggagalkan pengungkapan dari watermark.

Apabila melihat dari klasifikasi watermark tersebut, maka telah dapat diketahui juga terdapat dua tipe watermark, antara lain visible dan invisible.

Disebut tipe visible apabila suatu watermark dapat dilihat cukup dengan mata saja. Tipe ini sangat kuat walaupun bukan merupakan bagian dari gambar atau foto. Watermark yang dibubuhkan secara terlihat tersebut sangat jelas kelihatan dan untuk menghapusnya sangatlah sulit. Contohnya adalah logo televisi yang umumnya terdapat pada sudut atas televisi setiap penyiaran dilakukan.

60 Dony Ariyus, op.cit., hlm.220.

(18)

Tipe lainnya adalah tipe invisible. Tipe ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepemilikan atau pembuktian integritas dari karya cipta atau informasi yang ada. Watermark ini tidak dapat dilihat, tetapi dapat dilakukan ekstraksi dengan menggunakan metode komputasi yang melibatkan perangkat komputer. Beberapa alasan untuk menggunakan watermark tipe ini adalah untuk

Proof of ownership (bukti kepemilikan) dan keamanan yang lebih dalam pendistribusian karya.61

2.3.5. Tujuan penggunaan watermark

Penyisipan watermark dalam suatu karya cipta memiliki bermacam-macam tujuan, salah satunya adalah sebagai pengaplikasian perlindungan hak cipta, tanda yang disisipkan dalam suatu karya cipta, khususnya karya cipta yang bisa diolah secara digital, digunakan sebagai pengidentifikasi atau pengenal yang menunjukkan hak kepemilikan atau hak penggunaan karya cipta. Digital watermark digunakan untuk mengidentifikasi informasi mengenai sumber daya, penulis, pencipta, pemilik, distributor, dan konsumen yang berhak atas karya tersebut.62

2.3.6. Karakteristik watermark

Watermark memiliki beberapa karakteristik, antara lain:63

61 Dony Ariyus, op.cit., hlm.220-221. 62 Dony Ariyus, op.cit., hlm.222. 63 Dony Ariyus, loc.cit.

(19)

- Imperceptible, yaitu tidak terlihat atau berbeda dengan karya aslinya dan tidak dimaksudkan untuk mengubah status karya yang bernilai tinggi secara hukum maupun komersial.

- Robustness, yaitu ketahanan yang diberikan oleh watermark dan merupakan upaya pencegahan terhadap upaya-upaya yang dilakukan untuk mengubah suatu karya cipta.

- Security, yang berarti keamanan, dengan maksud bahwa watermark

harus bisa mencegah usaha-usaha untuk mendeteksi dan memodifikasi informasi watermark yang disisipkan ke dalam suatu karya.

Watermark harus dapat menjamin bahwa hanya orang yang memiliki hak saja yang dapat melakukan pengubahan-pengubahan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Bermula dari adanya suatu putusan Arbitrase Nomor: 5/V- 29/ARB/BANI/2000, tanggal 25 Mei 2000 sebagai salah satu penyelesaian sengketa yang digunakan dalam hubungan

Untuk menjawab sub masalah nomor empat yaitu bagaimana keterampilan siswa dalam melakukan eksperimen dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas V Sekolah

36 Perencanaan : proses perbuatan atau cara merencanakan sesuatu, merupakan suatu penyusunan kerangka kerja/gambaran dari apa yang dikerjakan. b) Perancangan

Berdasarkan hasil tinjauan pada penelitian sebelumnya terdapat kesamaan yaitu untuk meningkatkan pelayanan guna untuk memenuhi kepuasan pelanggan, namun yang menjadi

a) Sirkulasi udara, ruangan yang lembap perlu ditambahkan ventilasi udara ataupun AC untuk memenuhi kebutuhan udara segar di dalam ruangan. b) Kondisi bangunan yang

Melihat kembali konteks pemilihan kepala daerah yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan: “Gubernur, Bupati dan Walikota masing- masing

Tahap perancangan perangkat lunak adalah tahap selanjutnya setelah melakukan analisis perangkat lunak. Rancangan perangkat lunak yang dibuat bersifat user friendly

Abin Syamsyudin Makmun, Pengelolaan Pendidikan, (Bandung, Pustaka Eduka, 2010), hlm. Mulyasa., Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan, hlm.. rangka menyampaikan bahan pelajaran