• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI ACEH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI DI PROVINSI ACEH

Anita1) , Prof . Dr. Said Mohammad , M.A 2), Prof. Dr. Abubakar Hamzah3) Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Abstract: The fiscal decentralization aims to increase economic growth in the region faster, because the area is set up and manage its own finances in the implementing of development activities. So the area is expected to be a driving force in economic growth, to the issues raised in this study is how big the influences of the fiscal decentralization on economic growth in the Aceh Province and whether there are differences in economic growth before and after the fiscal decentralization in the Aceh Province. This study goals is to aim determining differences in economic growth before and after the fiscal decentralization in the Aceh Province and to determine the influences of the fiscal decentralization on economic growth in the Province. This research method using time series data analysis. The data obtained in this study is a secondary data at the macro level of the relevant institutions such as Bappeda Aceh, Central Bureau of Statistics (BPS) and then analyzed using multiple linear regression model. The results of this study indicate that there is the effect of economic growth in Aceh before and after the fiscal decentralization is 0.129 % (percent) thus it is recommended that the policy of the fiscal decentralization considered important in promoting economic growth.

Keywords: Economic growth (GDP), DBH (DBH), the General Allocation Fund (DAU) and Special

Allocation Fund (DAK)

Abstract: Pelaksanaan desentralisasi fiskal bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah yang lebih cepat, karena daerah sedirilah yang mengatur dan mengelola keuangannya sendiri dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Sehingga daerah diharapkan menjadi motor penggerak dalam pertumbuhan ekonomi untuk itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah berapa besar pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh dan apakah terdapat perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah desentralisasi fiskal di Provinsi Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah desentralisasi fiskal di Provinsi Aceh dan untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh. Metode penelitian ini menggunakan analisis data time series. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat makro dari lembaga terkait seperti Bappeda Aceh, Badan Pusat Statistik (BPS), lalu dianalisis menggunakan model persamaan regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal yaitu 0.129 % (persen), dengan demikian maka disarankan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal dianggap penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi (PDRB), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)

PENDAHULUAN

Desentralisasi dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah akan meningkatkan penerimaan pemerintah daerah dan keputusan pengeluaran yang akan

daerah tersebut. Dengan kata lain bahwa pemerintah daerah memiliki kemampuan keuangan yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan di daerah, yang menjadi pertanyaan, bagaimanakah efektifitas

(2)

sumber pendapatan daerah dan mengalokasikan dana tersebut pada sektor-sektor atau pos-pos yang penting atau yang membutuhkan dalam meningkatkan pembangunan, apakah sudah mencapai sasaran atau belum.

Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Provinsi Aceh ternyata belum mampu membawa perubahan penting bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal, tetapi baru sebatas mampu memunculkan pembentukan daerah-daerah baru. Mardiasmo (2007:117), menyatakan bahwa beranjak dari konsep dasar dan implementasinya dalam desentralisasi fiskal di Indonesia, besarnya transfer dana di daerah seharusnya memiliki korelasi yang positif terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pendapat ini senada dengan hasil studi Wibowo (2008:54), serta Fadjar dan Sembiring (2007:29), yang menunjukkan bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal telah mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Fakta bahwa pelaksanaan

desentralisasi fiskal ternyata belum mampu membawa perubahan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dapat kita cermati pada kondisi aktual di Provinsi Aceh. Pendapatan perkapita masyarakat masih sangat kecil, yakni hanya setengah dari rata-rata pendapatan perkapita nasional bahkan menunjukkan gejala semakin menurun. Selain itu jumlah penduduk miskin di daerah juga semakin bertambah. Provinsi Aceh masih

berada di atas rata-rata nasional. Dalam Laporan MDG’S Indonesia Tahun 2007 (Bappenas, 2007) mendudukkan Provinsi Aceh sebagai daerah termiskin ke 15 di Indonesia.

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah berapa besar pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh dan apakah terdapat perbedaan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah desentralisasi fiskal di Provinsi Aceh.

STUDI KEPUSTAKAAN Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi adalah sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut pola hubungan antara pemerintah nasional dan pemerintah lokal. Tujuan otonomi daerah adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pemerintah hanya berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.

Kebijakan desentralisasi fiskal sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Pusat, bertujuan untuk pertama, menyelaraskan dengan kebijakan ketahanan fiskal yang berkesinambungan (fiscal

(3)

sustainable). Kedua, memperkecil ketimpangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

(vertical imbalance). Ketiga, mengoreksi

ketimpangan antar daerah dalam kemampuan keuangan (horizontal imbalance). Keempat, meningkatkan akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi dalam rangka peningkatan kinerja pemerintah daerah. Kelima, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan keenam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di sektor publik (demokrasi).

Desentralisasi Fiskal di Indonesia

Di Indonesia, pelaksanaan desentralisasi fiskal sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah mempunyai prinsip dan tujuan antara lain (Mardiasmo, 2009:361);

1. Mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance). 2. Meningkatkan kualitas pelayanan publik di

daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah.

3. Meningkatkan efisiensi peningkatkan sumber daya nasional.

4. Tata kelola, transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian transfer ke daerah yang tepat sasaran. 5. Mendukung kesinambungan fiskal dalam

kebijakan ekonomi makro.

Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia

Sejak diberlakukannya paket UU mengenai Otonomi Daerah, banyak orang sering membicarakan aspek positifnya. Memang tidak disangkal lagi, bahwa desentralisasi fiskal membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau pinggiran. Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan tersebut tampaknya banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.

Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. Dana bagi hasil terdiri dari dana bagi hasil bersumber dari pajak dan dana bagi hasil sumber daya alam. Penjelasan umum Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 mengandung pengertian bahwa pengalokasian Dana Bagi Hasil pada APBN merupakan pendapatan yang

(4)

yang berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam. Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (2008:44) menjelaskan, Dana Bagi Hasil merupakan dana perimbangan yang strategis bagi daerah-daerah yang memiliki sumber-sumber penerimaan pusat di daerahnya, meliputi penerimaan pajak pusat dan penerimaan dari sumber daya alam. Besarnya dana bagi hasil dari pajak maupun sumber daya alam ditetapkan berdasarkan persentase tertentu.

Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU Nomor 33 Tahun 2004, Pasal 1 ayat 21). DAU dialokasikan berdasarkan persentase pendapatan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan perhitungan DAU-nya ditetapkan sesuai Undang-undang.

Dana Alokasi Khusus (DAK)

Syarifin dan Jubaedah (2005:107) “Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan

tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional”. Sesuai dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kegiatan khusus yang dimaksud adalah kegiatan dengan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan suatu daerah tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi/prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, serta saluran irigasi primer. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

Penentuan Daerah Tertentu harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Besaran alokasi DAK masing-masing daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Alokasi DAK per daerah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Produk Domestik Regional Bruto

Seperti halnya Produk Domestik Bruto (PDB) bagi suatu negara, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan suatu alat ukur kegiatan ekonomi suatu daerah (Provinsi) yang penting. PDRB berfungsi sebagai indikator kuantitatif tingkat kesejahteraan suatu masyarakat pada suatu daerah dalam suatu periode tertentu.

(5)

Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan di suatu negara pada dasarnya adalah pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan ini dilaksanakan harus merata sehingga tidak terjadinya ketimpangan

pembangunan. Pembangunan yang

dilaksanakan biasanya dititikberatkan pada bidang ekonomi. Pembangunan adalah sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi (Todaro, 2002:19).

Sukirno (2004:439), menjelaskan bahwa dalam mewujudkan pembangunan memerlukan dua faktor penting; modal dan tenaga ahli. Tersedianya modal tidak saja cukup untuk memodernisasikan perekonomian. Pelaksanaan pemordenisasian tersebut harus ada, dengan kata lain diperlukan berbagai golongan tenaga kerja yang terdidik seperti ahli-ahli teknik di berbagai bidang, akuntan dan manajer untuk melaksanakan proyek-proyek pembangunan. Di samping itu diperlukan tenaga terampil yang akan menjadi pengawas dan pelaksana dalam berbagai kegiatan industri.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi. Desentralisasi fiskal dilihat dari DBH, DAU, dan DAK di Provinsi Aceh sebagai variabel bebas terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebagai variabel terikat. Sumber data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah dari Sekretariat Daerah Aceh, Dinas Keuangan Aceh, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan menggunakan variabel DBH, DAU, DAK dan Pertumbuhan Ekonomi dari tahun 1989-2013.

Model Analisis Data

Untuk mengetahui besarnya pengaruh Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda, model tersebut diformulasikan ke dalam bentuk semi Ln dengan model penelitian sebagai berikut: PE = α + β1LnDBH + β2LnDAU + β3LnDAK + β 4 D+ ε Keterangan : PE = Pertumbuhan ekonomi α = Konstanta β1...β3 = Koefisien Regresi

DBH = Dana Bagi Hasil DAU = Dana Alokasi Umum DAK = Dana Alokasi Khusus D = Dummy Variabel 1 = sebelum desentralisasi 0 = sesudah desentralisasi ε = Error (variabel pengganggu)

Dari persamaan diatas akan diestimasi dengan menggunakan metode Ordinary Least

Square (OLS) dan memperhatikan

kemungkinan terjadinya penyimpangan asumsi klasik yaitu multicolinieritas, heterocedastisty dan autocorellation. Pengujian statistik dilakukan dengan melihat uji-t dan uji-F.

(6)

HASIL PENELITIAN Hasil Estimasi

Dari hasil penelitian diperoleh persamaan regresi secara umum pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh sebelum dan sesudah terjadinya desentralisasi fiskal sebagai berikut:

PDRB = 3.200 – 0.149 LnDBH - 0.0859 LnDAU + 0.5227 LnDAK + 0.1496 D

Dapat kita jabarkan bahwa nilai

1. Konstanta sebesar 3,20 artinya apabila dana alokasi khusus, dana bagi hasil dan dana alokasi umum dianggap konstan maka besarnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebesar 3,20 persen

2. Koefisien regresi untuk dana bagi hasil diperoleh sebesar 0,149 artinya setiap kenaikan sebesar 1 persen yang terjadi pada variabel dana bagi hasil maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebesar 0,149 persen saat desentralisasi, dengan asumsi variabel dana alokasi khusus dan dana alokasi umum dianggap tetap.

3. Koefisien regresi untuk dana alokasi umum diperoleh sebesar 0,086 artinya setiap kenaikan sebesar 1 persen yang terjadi pada variabel dana alokasi umum maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebesar 0,086 persen, dengan asumsi variabel dana alokasi khusus dan dana bagi hasil dianggap tetap.

4. Koefisien regresi untuk Dana Alokasi Khusus diperoleh sebesar 0,523 artinya setiap kenaikan sebesar 1 persen yang terjadi pada variabel dana alokasi khusus maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebesar 0,523 persen, dengan asumsi variabel dana bagi hasil dan dana alokasi umum dianggap tetap.

5. Koefisien dummy variabel 0,149 bermakna bahwa pertumbuhan ekonomi sesudah desentralisasi fiskal lebih besar 0,15 % (persen) dibandingkan dengan

pertumbuhan ekonomi sebelum

diterapkannya kebijakan desentralisasi fiskal

Dari hasil penelitian diatas, ternyata variabel dana alokasi khusus yang memiliki koefisien regresi yang paling besar. maka dapat disimpulkan bahwa dana alokasi khusus yang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh.

Dampak Desentalisasi Fiskal

Dampak dari kebijakan desentralisasi fiskal telah memberikan pertumbuhan ekonomi lebih besar dibandingkan dengan sebelum diberlakukan kebijakan desentralisasi fiskal yaitu sebesar 0,15% (persen), sehingga kebijakan desentralisasi dianggap penting untuk meningkatkan kemajuan daerah.

Ada beberapa aspek mengapa kebijakan dari desentralisasi fiskal dianggap penting karena (1) pemerintah dan unsur

(7)

muspida dan masyarakat di daerah memiliki wewenang yang luas dalam mengatur, mengurus dan menjalankan roda pemerintahan daerahnya sendiri sehingga pembangunannya yang dijalankan sesuai dengan keinginan masyarakat da lebih tepat sasaran. (2) daerah memiliki peran dalam mengatur keuangan daerahnya sendiri, sehingga bisa menyusun program pembangunan sesuai dengan dana yang tersedia di daerah tersebut. (3) daerah bisa mengembangkan pembangunan berbasis potensi wilayah sesuai dengan keakrifan lokal yang dimiliki, sehingga pembangunan tidak semestinya seragam namun tumbuh secara beragam. (4) kebijakan tidak lagi terpusat pada pemerintah pusat, sehingga pembangunan sangat serat dengan kepentingan kekuasaan yang dipusat dan peran dari perwakilan daerah yang ada di pusat, serta perencanaan pembangunan sering tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah masing-masing.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat di ambil kesimpulan yaitu pertumbuhan ekonomi Aceh sesudah diterapkan kebijakan desentralisasi fiskal tumbuh sebesar 0.129 % (persen) dibandingkan dengan sebelum diteraapkan kebijakan desentralisasi. Sesudah desentralisasi, apabila DBH, DAU dan DAK meningkat 1 persen maka pertumbuhan ekonomi terjadi masing-masing meningkat sebesar 0,149 persen,

0,0859 persen dan 0,52279 persen dengan nilai konstantannya adalah 3.3200832 yang artinya jika DBH, DAU dan DAK konstan maka pertumbuhan ekonomi sebesar 3,3 %.

SARAN

Untuk meningkkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh, pemerintah pusat dan daerah perlu meningkatkan penggunaan dana alokasi khusus (DAK) untuk meningkatkan pembangunan daerah sesuai dengan tingkat kebutuhan dan pengembangan potensi wilayah dan dana bagi hasi (DBH) untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia, kualitas sarana dan prasarana publik karena kedua variabel ini memberi pengaru yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh.

(8)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Azis, I.J. (1992). Pemikiran, Pelaksanaan dan

Perintisan Pembangunan Ekonomi.

Penerbit FEUI, Jakarta.

Arsyad, L. (1999). Ekonomi Pembangunan, Edisi Keempat, Bagian Penerbitan STIE YKPN Yogyakarta.

Badan Pusat Statisik, Statistik Keuangan Pemerintahan Kabupaten/Kota 2006-2012, Jakarta – Indonesia.

Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik,

Yogyakarta: Andi.

Sukirno, S. (2004). Makro Ekonomi Teori

Pengantar, Edisi ke tiga, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Syarifin dan Jubaedah (2005). Konsep

Kebijakan Fiskal. Jakarta: Erlangga

Wibowo, P. (2008). Mencermati Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Jurnal

Keuangan Publik, Vol. 5 No. 1, Oktober

2008 Hal: 55-83.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 53 Tahun 2009 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2010.

---,Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

---,Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001

Tentang Otonomi Khusus Aceh.

---,Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

---,Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

---,Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

---,Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap ibu rumah tangga di Surabaya terhadap film kartun Spongebob Squarepants setelah membaca berita online

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah prestasi belajar akuntansi pada pokok bahasan jurnal penutup menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.. Peraturan Menteri Kesehatan No 75 Tahun

Dari pertidaksamaan tersebut, dapat disimpulkan, bahwa apabila flow x bukan merupakan solusi optimal dari minimum cost flow , maka nilai ( ) ε x tidak akan pernah bertambah,

[r]

Desain ini digunakan untuk mendeskripsikan secara kritis seksualitas perempuan Bali dalam hegemoni kasta pada novel Tarian Bumi dan Kenanga karangan Oka Rusmini dengan

Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama merupakan tipe dari model pembelajaran kooperatif sehingga dengan adanya penerapan model pembelajaran