• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ELASTIN PADA PATOGENESIS PROLAPS ORGAN PANGGUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN ELASTIN PADA PATOGENESIS PROLAPS ORGAN PANGGUL"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ELASTIN PADA PATOGENESIS

PROLAPS ORGAN PANGGUL

dr. Made Suastika, SpOG

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Prolaps organ panggul (POP) merupakan salah satu kelainan yang insidennya cukup tinggi pada wanita yang kejadiannya semakin meningkat seiring dengan bertambahnya paritas dan usia.1 Prolaps organ panggul umumnya tidak menyebabkan kematian tetapi dapat memperburuk kualitas hidup karena dapat menyebabkan kelainan pada kandung kemih, sistem saluran cerna serta gangguan fungsi seksual, yang secara tidak langsung menimbulkan stres psikososial dan gangguan emosional berupa depresi, isolasi dan rasa cemas.2,3

Walaupun insidennya meningkat dengan bertambahnya umur seperti yang dilaporkan oleh Olsen dkk, yaitu peningkatan 10% pada setiap dekade kehidupan dengan risiko sebesar 0.1% pada usia 20-29 tahun menjadi 11.1% pada kelompok usia 70-79 tahun4, banyak faktor lain yang ikut berpengaruh pada etiologi terjadinya POP. Selain paritas dan umur, beberapa faktor risiko lain diantaranya seperti cedera melahirkan, penyakit kronis seperti batuk kronis ataupun konstipasi kronis, faktor ras dan genetik, obesitas, defisiensi hormon estrogen, penyakit jaringan ikat dan kelainan neuromuskular, hingga kebiasaan merokok dan mengangkat berat, yang semuanya bisa memicu terjadinya POP.5 Patofisiologi terjadinya POP sulit didefinisikan karena faktor risiko yang bersifat multifaktorial, namun dapat dipastikan dasar terjadinya POP karena melemahnya atau defek otot-otot dasar panggul, ligamentum-ligamentum, dan jaringan penyokong lainnya.6

Meski banyak faktor risiko yg diketahui berpengaruh pada etiologi terjadinya POP namun patogenesis bagaimana hal tersebut timbul masih banyak yang belum dipahami dengan jelas. Pada tahun 1996, Jackson mengemukakan hipotesisnya pada jaringan penyokong dan ikat pelvis dan berusaha menjelaskan terjadinya POP pada tingkat molekuler.7 Penelitian terakhir dari wanita dengan POP, banyak memberikan gambaran perubahan yang terjadi pada jaringan penyokong, dimana matriks ekstraseluler memegang peranan penting karena akselerasi remodeling pada pasien POP disebabkan oleh adanya perubahan biokimia pada matriks ekstraseluler seperti kolagen, elastin dan sel stromal. Miofibroblas berperan penting dalam remodeling matriks ekstraseluler dan pengaturannya oleh regulator sel matriks seperti matriks metalloprotease (MMP), transformation growth factor (TGF)-β, dan thrombospondin (TSP)-1.8 Keseimbangan antara MMP, lysyl oksidase dan fibulin diperlukan untuk menjaga integritas dari

(3)

matriks ekstraseluler. Gangguan pada keseimbangan antara pembentukan dan degradasi dari protein pada matriks ekstraseluler di jaringan penyokong pelvis akan berakibat timbulnya POP.8

Penelitian biokimia dan molekuler pada jaringan ikat dan penyokong pelvis serta vagina telah banyak membantu pemahaman kita tentang bagaimana perubahan yang terjadi di jaringan tersebut dan kontribusinya pada patogenesis terjadinya POP.9,10

Melalui referat ini, kami akan membahas lebih jauh tentang peranan elastin terhadap patogenesis timbulnya POP dan perkembangan penelitian terakhir yang telah dicapai oleh ilmuwan.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DASAR PANGGUL

Untuk dapat mengerti tentang kelainan yang timbul pada POP maka akan dibahas sedikit tentang anatomi dan fungsi otot-otot dasar panggul dan jaringan penyokongnya. Anatomi panggul terdiri dari tulang, otot, ligamentum dan fasia yang semuanya saling bekerja sama dalam menyokong organ-organ pelvis.

Pada wanita normal dengan posisi berdiri, maka vesika urinaria, dua pertiga atas vagina dan rektum berada dalam aksis horisontal, terutama pada saat adanya peningkatan tekanan panggul. Lempeng levator yg dibentuk oleh otot pubokoksigeus dan otot iliokoksigeus, terletak paralel dengan organ-organ tersebut dan berfungsi menarik rektum, vagina dan ureter ke anterior (ke arah tulang pubis) dan sebagai penyokong utama organ panggul (mencegah terjadinya prolaps organ panggul). Pada keadaan seperti ini, jaringan-jaringan ikat penyokong organ panggul mendapat tekanan minimal. Hilangnya fungsi otot levator ani adalah awal dari mekanisme terjadinya prolaps organ panggul.11,12

Pada tahun 1992 DeLancey membagi dasar panggul menjadi tiga level11,12

Level I : Penyangga level I, atau penyangga vertikal, dibentuk dari kompleks kardinale-sakrouterina dan fasia puboservikal, kompleks kardinale-kardinale-sakrouterina menyangga sepertiga atas vagina ke sakrum. Kerusakan pada penyokong ini menyebabkan penurunan apeks vagina, uterus, prolaps vagina dan enterokel.

Level II :

Level II berlokasi pada mid-vagina, merupakan aksis horisontal dan tersusun dari ligamentum pubouretra, hubungan jaringan ikat fasia endopelvis dengan arkus tendinea fasia panggul serta superior fasia dengan levator ani (fasia rektovaginal). Jaringan penyokong panggul tengah berjalan dari spina iskhiadika ke aspek posterior tulang pubis, yang menyokong vesika urinaria, dua pertiga atas vagina dan rektum.

Ligamentum pubouretra berasal dari ujung bawah permukaan posterior simfisis pubis dan meluas seperti kipas ke media yaitu ke mid-uretra dan ke lateral kedalam otot pubokoksigeus dan dinding vagina. Arkus tendinea fasia panggul merupakan ligamentum horisontal yang berasal

(5)

dari superior ligamentum pubo-uretra pada simfisis pubis dan meluas ke spina ischiadika. Vagina dipertahankan pada fasia pelvis arkus tendinea oleh fasianya. Kerusakan pada penyokong mid-pelvis ini menyebabkan sistokel.

Level III :

Level III ini merupakan aksis vertikal bawah, yaitu vagina dan uretra dipertahankan pada posisinya oleh fasia endopelvis yang menghubungkan arkus tendinea fasia panggul dengan fasia medial levator ani (ligamentum uretra eksternal). Otot levator ani (pubokoksigeus dan ileokoksigeus), membran perineum dan badan perineum menyusun diafragma penyokong yang menaikan organ-organ ini. Jaringan penyokong panggul distal berjalan tegak lurus dengan hiatus levator, segitiga urogenital dan anal serta menyokong orientasi vertikal sepertiga bawah vagina, uretra dan anal kanal. Ligamentum uretra eksterna mempertahankan meatus uretra eksterna pada permukaan anterior ramus pubis desendens. Ligamentum ini meluas ke atas ke klitoris dan kebawah ke ligamentum pubouretra.

Selama persalinan, terjadi kerusakan neuromuskular, dimana trauma yang terjadi pada otot levator ani dan juga persarafan sekitarnya menyebabkan otot tidak dapat berkontraksi sehingga hiatus genitalia terbuka dan organ organ panggul hanya bertahan pada ligamen-ligamen penyokong. Hal ini menimbulkan regangan dan stress pada jaringan penyokong yang akhirnya lama kelamaan gagal jika otot-otot dasar panggul tetap tidak berkontraksi. Pada keadaan normal setelah suatu trauma karena persalinan maka jaringan penyokong alat reproduksi wanita akan mengalami remodeling, perbaikan dan penyembuhan sebagai suatu adaptasi terhadap stress yg timbul. Namun dengan terjadinya POP pada sebagian wanita kemudian menimbulkan pertanyaan untuk para peneliti. Karena itu pada tahun 1996, Jackson mengemukakan hipotesis adanya abnormalitas pada komponen penyusun jaringan penyokong dan ikat pelvis dan berusaha menjelaskan terjadinya POP pada tingkat molekuler.

2.2 MATRIKS EKSTRASELULER

Untuk dapat mengerti tentang POP dengan kelainan pada tingkat biomolekuler, kita harus memahami dulu komponen-komponen yang terdapat dalam jaringan matriks ekstraseluler dan proses yang terjadi di dalamnya.

Matriks ekstraseluler adalah bagian ekstraseluler dari suatu jaringan terdiri dari matriks interstisial dan membrana basalis yang menjadi pengikat dan penyokong struktur sel-sel makhluk

(6)

hidup. Komponen-komponen matriks ekstraseluler diproduksi secara intraseluler oleh sel-sel stromal pada matriks dan disekresi ke ekstraseluler secara exocytosis.13 Matriks ekstraseluler terdiri dari jaring pengikat yang tersusun dari protein fibrous yang berikatan dengan glikosaminoglikan (GAGs). Komponen matriks ekstraseluler terdiri dari serat protein seperti kolagen dan elastin, sel-sel stromal seperti miofibroblas, proteoglikan yang merupakan GAGs yang berikatan dengan protein matriks, dan glikoprotein lainnya seperti fibronectin, laminin, vitronectin, tenascin.13

Matriks ekstraseluler selain mempunyai fungsi struktural dalam jaringan, juga merupakan tempat dimana terjadinya proses proliferasi, adhesi, migrasi, diferensiasi, dan remodeling.14 Pada dasarnya keseimbangan antara sintesis, cross-link dan pematangan, serta degradasi dari komponen-komponen ekstraseluler oleh MMP penting untuk menjaga integritas jaringan pada remodeling jaringan yang berkelanjutan. Penelitian menunjukkan bahwa pada POP terjadi abnormal sintesis atau degradasi dari kedua komponen paling utama dalam matriks ekstraseluler yaitu kolagen dan elastin. Hal ini juga tidak terlepas dari aktivitas MMP yang meningkat dan memegang peranan penting dalam remodeling jaringan dan penyembuhan luka. Terdapat 23 macam MMP yang telah berhasil di identifikasi pada manusia.14-16

2.2.1 KOLAGEN

Kolagen merupakan komponen terbanyak di dalam matriks ekstraseluler. Terdapat 28 tipe kolagen yang diketahui dengan tipe I, III dan V dapat ditemukan pada vagina dan jaringan penyokong sekitarnya.14-16 Kolagen tipe I dapat ditemukan dimana-mana, sebagian besar di kulit, ligamentum, fasia, kartilago dan tendon. Kolagen tipe I bersifat fleksibel dan mempunyai resistensi yang baik terhadap regangan.16 Kolagen tipe III lebih banyak ditemukan dalam jaringan yang memerlukan fleksibilitas dan ekstensibilitas regangan yang banyak, yang mana sering terpapar dengan stres periodik.16 Kedua kolagen ini juga ditemukan dalam jaringan granulasi selama proses penyembuhan luka. Kolagen V memiliki kepentingan kuantitatif yang minimal. Kolagen ini terbentuk dari serat-serat kecil dengan kekuatan regangan sangat rendah dan berperan dalam proses penyembuhan luka serta fibrillogenesis. Peranan kolagen V pada vagina dan jaringan penyokong belum dapat dipastikan.10,16

(7)

2.2.2 ELASTIN

Selain kolagen, yang tidak kalah penting adalah elastin karena sifatnya yang mampu meregang dan memanjang hingga 70% ukuran aslinya dan kembali ke bentuk normal, dibandingkan dengan kolagen yang hanya mampu memanjang hingga 4% sebelum akhirnya gagal dan rusak.17 Kemampuan ini dianggap penting dalam jaringan organ reproduksi karena mengakomodasi regangan yang besar pada jaringan selama kehamilan dan kemudian involusi untuk mengembalikan bentuk organ semula setelah partus.16

Elastin adalah salah satu komponen penting dalam matriks ekstraseluler yang secara ultrastruktur terdiri dari 2 elemen besar yaitu komponen tidak berbentuk dari elastin dan komponen seperti serat yang disebut mikrofibril, yang berfungsi sebagai tempat melekatnya komponen tidak berbentuk elastin.18 Mikrofibril terdiri dari beberapa macam protein termasuk fibrilin dan glikoprotein lainnya yang berhubungan dengan mikrofibril. Protein-protein ini membentuk perancah dimana akan menjadi tempat melekatnya komponen tidak berbentuk dari elastin sebelum akhirnya bertumbuh ke perifer dan menjadi serat elastin.18

Elastin adalah protein ekstrim yang tidak larut dikarenakan cross-link yang ekstensif pada residu lisin, dan termasuk sebagai salah satu protein paling hidrofobik yang diketahui. Pada vertebrata yang lebih tinggi, termasuk manusia, lebih dari 30 % residu asam amino dari elastin berupa residu glisin, dan perkiraan sekitar 75% dari seluruh urutannya terdiri dari 4 asam amino yang hidrofobik berupa glisin, valin, alanin, dan prolin.18

2.2.2.1 Sintesis Elastin

Tropoelastin, merupakan prekursor dari elastin, yang disandikan oleh gen tunggal berlokasi di kromosom 7q11 pada manusia dan mempunyai setidaknya 11 variasi dikarenakan sambungan transkripsi yang berbeda-beda. Tropoelastin dihasilkan dalam bentuk monomer yang larut oleh sel fibroblas dan sel otot polos kemudian akan disekresikan ke ekstraseluler dan berikatan dengan fibulin-5. Fibulin-5 dibutuhkan dan sangat penting dalam pembentukan elastin yang baru. Fibulin-5 kemudian akan menambatkan tropoelastin pada sel dengan berinteraksi dengan integrin pada permukaan sel. Selanjutnya permukaan sel akan mengarahkan lokasi elastin ke perancah mikrofibril kemungkinan dengan berinteraksi dengan fibulin-2 yang berlokasi di mikrofibril. Kemudian residu lisin dari tropoelastin akan mengalami modifikasi membentuk

(8)

ikatan kovalen dengan rantai tropoelastin lainnya membentuk serat elastin yang matur dengan dikelilingi mikrofibril.18

Ikatan polimer ini mempunyai kemampuan yang besar untuk mengkerut dan meregang secara reversibel. Ikatan kovalen ini diperantarai oleh copper dependent-enzim ekstraseluler yang disebut lysyl oksidase dan sangat stabil tetapi dapat dipecahkan oleh MMP yang teraktivasi ataupun protease lainnya menjadi produk degradasi elastin.16,18

Defek pada struktur elastin dapat menimbulkan keadaan patologis dimana POP adalah salah satunya. Beberapa penyakit yang ditimbulkan karena kelainan pada elastin seperti pada cutis laxa, merupakan penyakit jaringan ikat yang autosomal dominan sebagai akibat kurangnya dermal elastin (mutasi pada gen elastin dan fibulin-5) dengan karakteristik seperti kulit terlihat longgar, mudah teregang dan berkurangnya elastisitas kulit untuk kembali ke bentuk semula.19 POP sangat umum terjadi pada wanita dengan cutis laxa. Manifestasi lainnya yang jarang dapat berupa stenosis arteri pulmonalis, aneurisma aorta, bronkiektasis, dan emfisema paru, karena kerusakan atau degradasi elastin menyebabkan arteri dan alveolus kehilangan elastisitasnya. Kelainan pada struktur elastin juga ditemukan pada sindrom Marfan (mutasi pada gen fibrilin) dengan manifestasi klinis termasuk POP dan kelainan pada aorta.19,20

Elastin telah disintesis sejak awal permulaan kehidupan. Produksi elastin mencapai puncaknya pada trimester ke-3 kehidupan fetus dan kemudian menurun secara bertahap selama perkembangan postnatal.19 Pada jaringan atau organ yang tidak terganggu, serat elastin akan bertahan seumur hidup. Modifikasi serat elastin yang terjadi di semua jaringan dan organ dalam kaitannya dengan umur, secara umum dikatakan mengalami degradasi yang progresif dari protein polimer yang diproduksi sejak awal kehidupan. Pada manusia, elastin tumbuh berkembang tidak terdistorsi setelah kelahiran, dan berkembang secara proporsional sesuai pertumbuhan jaringan. Selanjutnya setelah dewasa dan semakin tua, serat elastin semakin berkerut dan rapuh.19 Namun penelitian menunjukkan bahwa pergantian elastin pada jaringan reproduksi wanita, tidak sama halnya dengan pergantian yang terjadi pada organ lain orang dewasa, dimana elastin berkelanjutan disintesis dan diakselerasi terutama sesudah habis melahirkan. Kemampuan unik dari adaptasi ini untuk memproduksi serat elastin baru memungkinkan vagina untuk meregang selama kehamilan dan kemudian kembali normal setelah melahirkan.19

(9)

2.2.2.2 Ikatan Kovalen oleh Lysyl Oksidase pada Elastin

Meskipun secara struktur elastin sangat berbeda dengan kolagen, namun kedua protein ini memiliki ikatan kovalen dengan derivat lisin atau hidroksilisin, yang mana pembentukannya dikatalisasi dan diperantarai oleh enzim-enzim dari kelas lysyl oksidase.18 Tropoelastin berbeda dari kolagen dimana tidak ditemukan adanya residu histidine atau hidroksilisin, sehingga hanya derivat lisin yang ditemukan pada ikatan kovalen elastin matur. Beberapa produk hasil kondensasi seperti desmosin dan isodesmosin sangat spesifik untuk elastin dan tidak ditemukan pada kolagen. Ikatan kovalen pada elastin ini dapat berupa dua allisin membentuk produk kondensasi aldol, dan ikatan antara satu allisin dengan residu lisin membentuk lisinonorleusin.18 Ikatan produk kondensasi aldol dengan residu lisin menghasilkan merodesmosine. Ikatan dan reaksi lebih jauh menghasilkan ikatan tetrafungsional desmosin dan isodesmosin yang stabil.18

2.2.2.3 Metabolisme Elastin pada pasien POP

Aktivitas protease yang tidak terhalangi telah diidentifikasi sebagai kunci penyebab terjadinya degradasi matrix selama onset dan progres dari penyakit-penyakit degeneratif. Enzim proteolitik yang mampu memecahkan elastin dibagi dalam 3 kategori besar yaitu: serin protease ( sebagai contoh neutrofil elastase), cistein protease (katepsin), dan beberapa MMP (MMP-2, MMP-9 dan MMP-12).8 Peningkatan neutrofil elastase, regulasi dari MMP-9 dan MMP-2 dari dinding vagina wanita dengan prolaps telah dilaporkan dalam berbagai literatur. Sementara tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMP) merupakan protein alami yang menginhibisi MMP, termasuk juga alpha antitripsin sebagai inhibitor elastase endogen terhadap neutrofil elastase.14,16

MMP-2 dan MMP-9 pertama kali di identifikasi sebagai 72-kD gelatinase (gelatinase-A) dan 92-kD gelatinase (gelatinase-B) karena kemampuan mereka memecahkan gelatin. MMP merupakan zinc-dependent endopeptidase yang mampu memecahkan dan degradasi dari protein matriks ekstraseluler seperti kolagen, gelatin dan elastin.19 Ketiga enzim MMP mempunyai bagian propeptida terminal-N, bagian katalitik, dan bagian hemopexin-like terminal-C. Enzim ini disekresi dalam bentuk inaktif disebut zimogens, dan mengalami perubahan dan penyesuaian sebelum menjadi enzim yang aktif. Aktivasi dari pro-MMP-2 terjadi pada permukaan sel melalui pembentukan kompleks tri-molekul dengan membran MMP-1 dan TIMP-2. Aktivasi MMP-9 memerlukan proteinase lainnya seperti MMP-2, MMP-3, MMP-13 atau serin protease. Penelitian

(10)

in vitro juga menunjukkan aktif MMP dapat mengalami inaktivasi spontan dengan cara degradasi menjadi bagian bagian kecil melalui autokatalisis.19

Pemahaman tentang sintesis dan degradasi elastin seperti yang dijelaskan diatas merupakan sebagian kecil dari proses biokimia yang telah diketahui, namun pada kenyataannya proses tersebut sangat kompleks dan banyak yang belum benar-benar diketahui, karena melibatkan begitu banyak jalur aktivasi lain yang masih butuh penelitian lebih lanjut.

2.3 Hubungan Elastin dengan Patogenesis POP

Studi epidemiologi menunjukkan paritas pada persalinan pervaginam merupakan faktor terkuat terjadinya POP.16,19 Faktor umur dan menopause ikut memperberat keadaan ini.16 Pada keadaan normal setelah suatu trauma karena persalinan maka jaringan penyokong alat reproduksi wanita akan mengalami remodeling, perbaikan dan penyembuhan sebagai suatu adaptasi terhadap stress yg timbul.19

Berbagai peneliti yakin bahwa terjadi suatu proses yang abnormal dalam jaringan penyokong pada pasien penderita POP, tetapi adalah sangat sulit untuk membuktikan bahwa perubahan-perubahan tersebut merupakan penyebab bukan merupakan suatu akibat yang timbul dari POP,16 hal ini disebabkan karena proses dan perubahan yang timbul menyerupai suatu proses penyembuhan jaringan setelah suatu trauma. Pada dasarnya semua penelitian menyimpulkan adanya gangguan homeostasis protein-protein matriks ekstraseluler termasuk elastin dan kolagen pada pasien penderita POP. Kelainan yang timbul berupa perubahan susunan protein matriks ekstraseluler dikarenakan sintesisnya yang terganggu ataupun karena terjadinya proses degradasi sebagai akibat proses penyembuhan dari suatu trauma baik karena regangan atau faktor lainnya.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui peranan elastin terhadap terjadinya POP diantaranya :

Hampir sebagian besar penelitian menunjukkan hal yang serupa yaitu penurunan ekspresi gen elastin pada pasien dengan POP. Penelitian menunjukkan LOXL-1 dan fibulin-5 mempunyai peranan penting dalam homeostasis elastin pada organ pelvis wanita.18-27 Yamamoto dkk menunjukkan terjadi penurunan bermakna dari transkripsi gen elastin dan produksi elastin dari fibroblas yang dikultur dari wanita dengan POP.21 Goepel dkk juga menemukan hal yang sama dengan Yamamoto pada wanita dengan POP dimana elastin ditemukan dalam jumlah yang lebih

(11)

sedikit dan terfragmentasi, sedangkan tenaskin ditemukan meningkat.16,20 Tenaskin merupakan glikoprotein besar pada matriks ekstraseluler yang terlibat pada pembentukan pola jaringan, gerakan morfogenesis, dan perbaikan jaringan. Tenaskin banyak ditemukan pada jaringan yang sedang mengalami perbaikan dan penyembuhan luka serta tumor.20 Pola peningkatan tenaskin pada pasien POP memang sesuai dengan proses penyembuhan pada jaringan yang mengalami trauma seperti yang disebabkan karena proses persalinan maupun karena keadaan seperti berkurangnya hormon steroid pada pasien menopause sehingga jaringan mengalami dekompensasi.20

Ewies dkk juga menemukan hal yang sama dengan tenaskin dan berhasil mendemostrasikan bahwa regangan mekanis akan mengganggu sel fibroblas dalam mempertahankan bentuk sitoskeleton strukturnya, sehingga integritas sel terganggu dan terjadi reaksi berantai.22 Gaya mekanis, sitokin-sitokin, growth factor, hormon-hormon, MMP protease semuanya saling terlibat dan mempengaruhi satu sama lain dalam proses biologi. Mackenna dkk juga menemukan hal yang sama, bahwa sel-sel pada matriks ekstraseluler saling berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan merespon semua stimulus dan gaya mekanis yang diberikan.23 Gaya mekanis pada sel ini menyebabkan perubahan struktur sel dan fungsinya, perubahan morfologi sel, siklus sel, DNA, perubahan sintesis protein karena perubahan arah ion akibat aktivasi reseptor ataupun serat fibril melalui reseptor integrin. Gaya mekanis yang timbul menyebabkan perubahan interaksi antara integrin dengan matriks ekstraseluler sehingga terjadi perubahan struktur sel dan aktivasi berbagai kinase yang menyebabkan modifikasi dan diferensiasi sel.22,24 Hormon steroid terbukti tidak mampu membalik proses yang terjadi ataupun melindungi sel dari efek peregangan, tetapi mungkin secara signifikan meningkatkan proliferasi sel fibroblas, memberikan gambaran bahwa proses yang terjadi merupakan suatu proses penyembuhan.16 Sintesis komponen matriks ekstraseluler oleh sel fibroblas dipengaruhi oleh regangan dan gaya mekanis baik itu sebagai suatu akibat ataupun suatu penyebab masih butuh penelitian dan pembuktian lebih jauh.22,24

Jung dkk menyimpulkan bahwa ekspresi gen elastin dipengaruhi oleh umur, paritas dan estrogen.12 Hal ini disebabkan karena semakin tua terjadi peningkatan aktivitas elastase dan penurunan kualitas elastin dimana panjang serat dan elastisitasnya semakin menurun. Jung juga menemukan terjadi penurunan fibulin-5 sementara LOXL meningkat dua kali lipat pada pasien POP.12

(12)

Sementara itu beberapa penelitian lain yang mendapatkan hasil yang berbeda-beda, mungkin lebih disebabkan karena faktor lokasi jaringan yang diteliti, metoda analisis biokimia yang masih beragam, faktor seperti umur dan status hormon pasien maupun faktor-faktor yang tidak diketahui namun ikut berpengaruh pada aktivasi atau degradasi dari unsur yang diteliti.16

Penelitian lebih lanjut untuk menjawab berbagai pertanyaan yang timbul tentang penyebab POP pada tingkat biomolekuler sebenarnya telah banyak juga dilakukan pada hewan percobaan seperti tikus, kelinci, domba, maupun sejenis kera.25 Para peneliti kesulitan menemukan hewan percobaan yang sesuai yang bisa memberikan gambaran yang mendekati keadaan jaringan manusia baik dari segi anatomi maupun gaya mekanis yang diberikan pada jaringan penyokong.

Penelitian pada tikus percobaan beberapa tahun terakhir ini telah banyak membantu para ilmuwan memahami lebih jauh proses timbulnya POP dalam kaitannya dengan pembentukan dan regenerasi elastin pada jaringan penyokong pelvis. Tikus dipilih sebagai hewan percobaan karena memiliki struktur dan jaringan menyerupai bentuk anatomi jaringan penyokong manusia, bisa didapatkan dalam jumlah besar, punya siklus menstruasi dan kehamilan lebih singkat. Kekurangan pada tikus adalah hewan ini merupakan hewan berkaki empat, sehingga gaya beban yang timbul mungkin berbeda dengan keadaan pelvis manusia.25

Liu dkk yang melakukan penelitian pada tikus percobaan dengan mutasi gen null pada LOXL-1 menemukan bahwa tikus secara umum terlihat normal namun mengalami POP setelah 1-2 hari post partum. Hal ini menunjukkan bahwa kegagalan pembentukan elastin setelah post partum mungkin menjadi penyebab terjadinya POP. Selain itu mereka menemukan juga pada tikus ini timbul berbagai kelainan pada uretra, kandung kemih, dan juga uterus. Pada usia 25 minggu, 50% dari tikus nulliparous dengan mutasi gen null LOXL-1 mengalami POP.26

Drewes dkk melakukan penelitian tikus percobaan dengan mutasi gen null pada fibulin-5, dimana tikus percobaan ini berhasil bertahan hidup hingga dewasa namun dengan kelainan elastinopati seperti kulit yang longgar, kelainan pembuluh darah, emfisema paru dan POP spontan. Tikus dengan mutasi gen null pada fibulin-5 sebanyak 91% mengalami POP spontan pada usia 6 bulan. Pada jaringannya ditemukan peningkatan infiltrasi monosit yang menyebabkan peningkatan aktivitas elastase (degradasi) dengan sintesis elastin yang abnormal. Keduanya mutlak terjadi untuk menimbulkan POP.27,28

(13)

Rahn dkk melakukan penelitian pada fibulin-3, dimana unsur ini diketahui penting dan mempunyai peran dalam menjaga integritas jaringan penyokong pelvis dan fascia abdomen. Tikus percobaan dengan mutasi gen null pada fibulin-3 mengalami POP dengan semakin bertambahnya umur. Sebanyak 26,9% mengalami juga vaginal, perineal dan rektal prolaps. Yang cukup menarik adalah terjadi peningkatan dari fibulin-5, MMP-2 dan MMP-9 secara nyata pada jaringan vagina tikus ini.29

Penelitian terakhir pada tikus percobaan yang dilakukan Budatha dkk yang mencoba mancari interaksi antara fibulin-5 dan LOXL pada patogenesis POP, berhasil menarik kesimpulan bahwa fibulin-5 adalah molekul yang sangat penting dan mempunyai 2 peranan penting dalam menjaga homesostasis matriks ekstraseluler yaitu memfasilitasi pembentukan elastin dan juga menghambat katabolismenya.30 Fibulin-5 diketahui berinteraksi dan mengikat pada integrin di permukaan sel melalui motif asam amino yang terdiri dari arginin, glisin, dan asam aspartat dikenal sebagai RGD motif. Budatha kemudian mengubah susunan motif RGD tersebut sehingga didapatkan tikus percobaan dengan fibulin-5 RGE. Tikus dgn fibulin-5 RGE ternyata mampu memproduksi elastin yang normal sama seperti halnya tikus biasa, dan tidak ditemukan adanya kelainan POP setelah melahirkan atau dengan bertambahnya usia. Namun pada tikus ini didapatkan peningkatan aktivitas MMP-9 dan ROS. Budatha menyimpulkan bahwa terdapat hubungan tidak langsung antara ikatan fibulin-5 dengan integrin dalam hal regulasi dari MMP-9. Karena itu untuk mengetahui lebih jauh hubungan antara sintesis elastin yang abnormal dan aktivitas dari MMP-9, Budatha melakukan percobaan dengan tikus yang dimutasi sehingga defisiensi fibulin-5 dan MMP-9. Hanya 42% dari tikus percobaan ini yang mengalami POP jika dibandingkan dengan tikus percobaan defisiensi fibulin-5 yang 95% mengalami POP. Hal ini menguatkan argumen pentingnya regulasi MMP-9 dan abnormal sintesis elastin untuk timbulnya POP.30

2.4 Hubungan Estrogen dengan Metabolisme Elastin

Penelitian tentang hubungan antara hormon steroid seperti estrogen dan progesteron dengan metabolisme elastin masih menunjukkan hasil yang bertentangan. Zong dkk menemukan bahwa terjadi perubahan metabolisme elastin pada vagina wanita dengan prolaps dibanding kontrol berupa gambaran remodeling jaringan sebagai respon terhadap regangan mekanis. Zong dkk menemukan bahwa level elastin lebih tinggi pada wanita prolaps tanpa hormonal terapi.31

(14)

Wang dkk mendapatkan hasil yang sebaliknya yaitu peningkatan level elastin mRNA yang lebih tinggi pada jaringan fibroblas yang diberikan terapi hormonal baik sebelum ataupun sesudah diberikan regangan mekanik. Namun proliferasi fibroblas didapatkan lebih tinggi pada jaringan yang diberikan terapi hormonal sebelum adanya regangan mekanis. Hal ini menunjukkan adanya efek estrogen pada proliferasi fibroblas dinding vagina sehingga meningkatkan level elastin mRNA. Korelasi spesifik bagaimana proses terjadinya dan pengaruh hormon steroid masih butuh penelitian lebih jauh karena data-data yang ada sekarang masih terlalu sedikit untuk menyimpulkan hubungan hormon steroid dengan metabolisme elastin.

(15)

BAB III RINGKASAN

Prolaps organ panggul penyebabnya multifaktorial, dan sampai dengan saat ini meski faktor risiko telah banyak diketahui, belum dapat disimpulkan etiologi ataupun patogenesisnya secara jelas.

Berbagai penelitian pada tingkat biomolekuler telah banyak membantu kita memahami lebih jauh tentang proses yang timbul pada sel dan jaringan dalam hubungannya dengan patogenesis timbulnya POP. Keseimbangan antara sintesis dan degradasi berbagai komponen matriks ekstraseluler diperlukan untuk mempertahankan homeostasis dan integritas jaringan. Komponen utama dalam matriks ekstraseluler seperti kolagen dan elastin memegang peranan penting dalam patogenesis timbulnya POP. Gangguan pada keseimbangan kedua komponen utama tersebut yang dikarenakan aktivitas protease yang meningkat dan sintesis yang abnormal selalu ditemukan pada pasien POP. Beberapa perbedaan hasil mungkin lebih disebabkan karena beragamnya teknik/metoda analisa biokimia, perbedaan lokasi jaringan yang diambil, faktor hormon, dsb. Meski demikian para ilmuwan tetap kesulitan dan tidak mampu menjawab apakah semua gangguan keseimbangan yang ditemukan pada tingkat sel merupakan suatu penyebab dan bukan merupakan suatu akibat dari POP itu sendiri. Hal ini disebabkan karena proses yang terjadi pada tingkat sel memberikan gambaran seperti suatu proses perbaikan dan penyembuhan dari suatu trauma. Mereka meyakini terdapat suatu proses abnormal yang terjadi dan mengganggu keseimbangan homeostasis komponen matriks ekstraseluler.

Penelitian terakhir yang dilakukan pada tikus percobaan untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang peranan elastin dan hubungannya dengan timbulnya POP, telah memberikan gambaran lebih jauh bahwa kelainan pada tingkat sel yang menyebabkan gangguan keseimbangan pada elastin bisa menjadi penyebab timbulnya POP secara spontan. Namun bagaimana hubungannya dengan bertambahnya usia, faktor homonal dan hubungannya dengan proses persalinan dan paritas itu sendiri masih belum berhasil dijawab oleh para ilmuwan. Masih dibutuhkan penelitian lebih jauh untuk mencari hubungan antara bertambahnya usia, faktor hormon yang bagaimana dan proses persalinan itu sendiri dalam mempengaruhi keseimbangan

(16)

komponen matriks ekstraseluler terutama elastin dan kolagen pada jaringan penyokong pelvis dan sekitarnya pada manusia.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bump RC, Norton PA. Epidemiology and natural history of pelvic floor dysfunction. Obstet Gyneco Clin North Am 1998;25:723-746

2. Jelovsek JE, Maher C, Barber MD. Pelvic Organ Prolapse. Lancet 2007;369:1027-38 3. Barber MD, Visco AG, Wyman JF, Fantl JA, Bump RC. Sexual Function in women with

urinary incontinence and pelvic organ prolapse. Obstet Gynecol 2002; 99:281-9

4. Olsen AL, Smith VJ, Bergstrom JO, Colling JC, Clark AL. Epidemiology of surgically managed pelvic organ prolapse and urinary incontinence. Obstet Gynecol 1997;89:501-6 5. Strinic T, Vulic M, Tomic S, Capkun V, Stipic I, Alujevic I. Matrix metalloproteinases-1,

-2 expression in uterosacral ligaments from women with pelvic organ prolapse. Maturitas 2009;64:132-5

6. Chen B, Wen Y, Yu X, Polan ML. Elastin metabolism in pelvic tissues: is it modulated by reproductive hormones? Am J Obstet Gynecol 2005; 192:1605-13

7. Jackson SR, Avery NC, Tarlton JF, Eckford SD, Abrams P, Bailey AJ. Changes in metabolism of collagen in genitourinary prolapse. Lancet 1996;347:1658-1661

8. Wu MP. Regulation of extracellular matrix remodelling associated with pelvic organ prolapse. J Exp Clin Med 2010;2(1):11-16

9. Alperin M, Moalli PA. Remodeling of vaginal connective tissue in patients with prolapse. Curr Opin Obstet Gynecol 2006;18(5):544-50

10. Jung HJ, Jeon MJ, Yim GW, Kim SK, Choi JR, Bai SW. Changes in expression of fibulin-5 and lysyl oxidase-like 1 associated with pelvic organ prolapse. European J Obstet Gynecol and Reproduc Biol 2009;145:117-122

11. Junizaf, Prof dr. SpOG-K. Buku Ajar Uroginekologi Indonesia. Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, 2002:29-37.

12. Perros P. The Female Pelvic Floor. Function dysfunction & management according to the integral theory 2nd edition. Germany: Springer Medizin Verlag Heidelberg, 2007.

(18)

14. Leppert PC. Tissue remodeling in the female reproductive tract – a complex process becomes more complex: the role of hox genes. Biology of Reproduction 2012; 86(4):98,1-3

15. Nagase H, Visse R, Murphy G. Structure and function of matrix metalloproteinases and TIMPs. Cardiovasc Res 2006;69:562-573

16. Kerkhof MH, Hendriks L, Brolmann HA. Changes in connective tissue in patients with pelvic organ prolapse – a review of the current literature. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct 2009:20:461-74

17. Goh JT. Biomechanical and biochemical assessments for pelvic organ prolapse. Curr Opin Obstet Gynecol 2003;15:391-4

18. Mäki, Joni. Lysyl oxidases Cloning and characterization of the fourth and the fifth human lysyl oxidase isoenzymes, and the consequences of a targeted inactivation of the first described lysyl oxidase isoenzyme in mice. 2002;69

19. Word RA, Pathi S, Schaffer JI. Pathophysiology of pelvic organ prolapse. Obstet Gynecol Clin N Am 2009; 36:521-539

20. Goepel C. Differential elastin and tenascin immunolabeling in the uterosacral ligaments in postmenopausal women with and without pelvic organ prolapse. Acta Histochem 2008;110(3):204-9

21. Yamamoto K, Yamamoto M, Akazawa K, Tajima S, Wakimoto H, Aoyagi M. Decrease in elastin gene expression and protein synthesis in fibroblasts derived from cardinal ligaments of patients with prolapsus uteri. Cell Biol Int 1997;21(9):605-11

22. Ewies AA, Al-Azzawi F, Thomspson J. Changes in extracellular matrix proteins in the cardinal ligaments of post-menopausal women with or without prolapse: a computerized immunohistomorphometric analysis. Hum Reprod 2003;18(10):2189-95

23. MacKenna D, Summerour SR, Villarreal FJ. Role of mechanical factors in modulating cardiac fibroblast function and extracellular matrix synthesis. Cardiovasc Res 2000;46:257-263

24. Brizzolara SS, Killeen J, Urschitz J. Gene expression profile in pelvic organ prolapse. Mol Hum Reprod 2009;15(1):59-67

(19)

25. Abramowitch SD, Feola A, Zegbeh J, Moalli PA. Tissue mechanics, animal models, and pelvic organ prolapse: a review. European J Obstet Gynecol and Reprod Bio 2009; 144S:S146-S158

26. Liu X, Zhao Y, Pawlyk B, Damaser M, Li T. Failure of elastic fiber homeostasis leads to pelvic floor disorders. Am J Pathol 2006;168(2):519-528

27. Drewes PG, Yanagisawa H, Starcher B, Hornstra I, Csiszar K, Marinis SI, Keller P, Word RA. Pelvic organ prolapse in fibulin-5 knockout mice: pregnancy-induced changes in elastic fiber homeostasis in mouse vagina. Am J Pathol 2007;170:578-589

28. Yanagisawa H, Schluterman MK, Brekken RA. Fibulin-5, an integrin-binding matricellular protein: its function in development and disease. J Cell Common Signal 2009; 3(3-4):337-347

29. Rahn DD, et al. Failure of pelvic organ support in mice deficient in fibulin-3. Am J Pathol 2009;174(1):206-215

30. Budatha M, et al. Extracellular matrix proteases contribute to progression of pelvic organ prolapse in mice and humans. J Clin Invest 2011;121(5):2048-2059

31. Zong W, Stein SE, Starcher B, Meyn LA, Moalli PA. Alteration of vaginal elastin metabolism in women with pelvic organ prolapse. Obstet Gynecol. 2010 May; 115(5): 953-961

Referensi

Dokumen terkait

Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat menjadi bahan bacaan serta bahan tambahan pustaka, khususnya di Fakultas Teknik Universitas

Nilai kalor yang terdapat dalam briket yang dihasilkan lebih baik (nilai kalornya lebih besar) apabila dibandingkan dengan briket sekam padi yang dihasilkan oleh

Laba bersih BNI tersebut terbentuk berkat Pendapatan Bunga Bersih (NII) yang tumbuh 7.5% dari Rp21.87 triliun pada Kuartal III 2016 menjadi Rp23.51 triliun pada Kuartal III

Untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, perseroan menganggarkan capex sebesar Rp5.8 miliar yang akan dibiayai dari hasil operasional perseroan.. Perseroan

MTN ini merupakan surat utang jangka menengah keenam yang telah diterbitkan oleh Perseroan, dan tercatat sebagai surat utang jangka menengah dengan nominal

juta-2,8 juta ton pada 2018 atau naik dibandingkan dengan perkiraan 1,8 juta ton pada 2017 dimana perkiraan penjualan semen pada 2018 itu termasuk berasal dari semen

Perseroan mengalami penurunan laba bersih sebesar 18.75% menjadi Rp33.91 miliar hingga 31 Desember 2016 dibandingkan laba bersih periode sama tahun sebelumnya yang