• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pubertas Pada Anak Tunanetra (Studi Etnografis Mengenai Masa Pubertas Anak Tunanetra di Sekolah Karya Murni, Medan Johor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pubertas Pada Anak Tunanetra (Studi Etnografis Mengenai Masa Pubertas Anak Tunanetra di Sekolah Karya Murni, Medan Johor)"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

Pubertas Pada Anak Tunanetra

(Studi Etnografis Mengenai Masa Pubertas Anak Tunanetra di Sekolah Karya Murni, Medan Johor)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Mendapatkan Gelar Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi

Oleh:

Rona Maria Girsang 090905045

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Rona Maria Girsang Nim : 090905045

Departemen : Antropologi Sosial

Judul :Studi Etnografis Mengenai Masa Pubertas Anak Tunanetra di Sekolah Karya Murni, Medan Johor

Pembimbing Skripsi, Ketua Departemen,

Dra. Tjut Syahriani,Msoc.Sc Dr. Fikarwin Zuska

NIP. 19580108 198603 2 003 NIP.19621220198903 1 005

Dekan,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 19680525 199203 1 00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan oleh :

Nama : Nelpi Gusliana Nasution

NIM : 090905019

Departemen : Antropologi Sosial

Judul : Studi Etnografi Mengenai Strategi Pekerja Perempuan di PT Agincourt Resources Martabe, Kecamatan Batang Toru

Pada ujian komprehensif yang dilaksanakan :

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Tim Penguji

1. Ketua Penguji Dra. Sabariah Bangun, M.soc.Sc ( )

2. Anggota I Nurman Ahcmad, M.soc.Sc ( )

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Maret 2013

(5)

ABSTRAK

Rona maria girsang, 2014. Judul skripsi : Pubertas anak tunanetra ( studi etnografis mengenai masa pubertas anak tunanetra di sekolah karya murni, medan johor ) skripsi ini terdiri dari 5 bab, 115 halaman, 9 tabel, dan 5 gambar

Tulisan ini mengkaji tentang masalah pubertas bagi anak tunanetra di dalam sebuah sekolah.banyak anak mengalami masa-masa puber baik anak normal maupun memiliki kekhusussan tertentu. Pengasuhan orangtua dan guru sangat berpengaruh dalam masa tumbuh kembang seorang anak agar anak dapat mengerti dan memahami perubahan yang terjadi di dalam tubuh mereka terutama bagi anak tunanetra.

Penelitian ini dilakukan di sebuah sekolah yang bernama sekolah luar biasa (SLB) karya murni. Kecamatan ini berada di johor kota medan, sumatera utara. Kebanyakan anak yang bersekolah disini mayoritas beragama kristen dan katolik walaupun ada beberapa anak yang beragama islam.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dengan tahap pra lapangan, pekerja lapangan, analisis data dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitan. Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data mengenai masa puber anak tunanetra. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada orang tua, guru dan terutama pada anak tunanetra. Terkait masalah peneliti.

Permasalahan yang di bahas adalah bagaimana anak berkebutuhan khusus merespon pubertas, apa masalah dan peran orang tua, guru pada saat anak-anak ini mengalami masa pubertas.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah pubertas yang dialami anak tunanetra membuat para guru dan orang tua harus memberi pemahaman terhadap anak tunanetra bahwa seorang anak kecilakan tumbuh menjadi remaja dan mengalami perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri mereka. informasi mengenai pubertas yang di peroleh oleh anak lebih banyak dari guru karena tidak semua tinggal bersama dengan orang tuadan dengan adanya pelajaran mengenai pubertas di sekolah. Adanya kendala yang dihadapi oleh orang tua dan guru pada saat memberi penjelasan kepada anak bahwa mereka susah sekali untuk menyadarkan anak-anak bahwa mereka sudah memasuki usia remaja, namun secara perlahan mereka bisa memahami bahwapubertas itu harus dialami dan tidak bisa dielakkan oleh setiap anak.

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya sampaikan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas izin

dan kasih sayangnya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

skripsi dengan judul studi mengenai masa pubertas pada anak tunanetra di sekolah

Karya Murni, Medan Johor. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk

mencapai Sarjana S1 Antropologi Sosial di Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih yang tak

terhingga kepada keluarga saya yang senantiasa mengasihi, mendidik, dan memotivasi

saya. Terutama kepada ke dua orang tua saya, Sariden Girsang dan Purnama Br

simbolon. Kepada kedua abang saya yang tidak pernah lelah menyemangati saya

Juliyo M Girsang dan Juliando A Girsang terimakasih untuk semangat yang selalu di

beri.

Saya juga menyampaikan rasa terima kasih dengan tulus dan sebesar-besarnya

kepada Ibu Dra. Tjut Syahriani, M.soc.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi saya yang

telah banyak memberikan ilmu, waktu, dan perhatian serta bimbingannya kepada saya

mulai dari awal penyusunan proposal sampai akhir penyelesaian skripsi ini. Saya juga

mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. Kepada Ketua Departemen Antropologi yang

dengan bijaksana memberikan arahan bagi saya, Bapak Dr. Fikarwin Zuska dan

Bapak Agustrisno, MSP selaku Sekretaris Departemen Antropologi yang selalu

(7)

Saya juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Sabariah

Bangun, M.soc.Sc sebagai ketua penguji saya dan kepada Bapak Nurman Achmad,

M.soc.Sc sebagai penguji yang banyak memberikan masukan kepada saya. Terima

kasih kepada seluruh staf pengajar Departemen Antropologi FISIP USU yang telah

memberikan begitu banyak ilmu, wawasan serta pengetahuan baru bagi saya selama

masa perkuliahan. Demikian juga kepada staf administrasi Departemen Antropologi

Kak Nurhayati.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Suster Leoni Silaen selaku

kepala sekolah di sekolah Karya Murni yang memberi waktu kepada saya untuk dapat

meneliti di sekolah tersebut. Begitu juga dengan guru-guru dan orang tua yang dapat

meluangkan waktu untuk dapat di wawancarai. Terutama saya mengucapkan

terimakasih kepada anak anak tunanetra yang mau di wawancarai untuk melengkapi

skripsi saya.

Pada kesempatan ini, saya juga mengucapkan terima kasih kepada

teman-teman mahasiswa/i Antropologi FISIP USU angkatan 2009 atas

pengalaman-pengalaman tak terlupakan selama masa perkuliahan, terutama kepada Sentani,

Marlina, Teti, jhon, Nelpi, Ayu, dan teman-teman yang lainnya yang tidak dapat di

tulis satu-persatu.

Terima kasih banyak kepada sahabat saya Trisusanan, Yani, Erni Kiki dan

Vivin yang selalu memberikan motivasi dan memberikan semangat kepada saya

sewaktu mengerjakan skripsi dan Terima kasih juga buat some one Rindo Sipayung

yang selalu menemani dan menyemangati saya sewaktu menulis skripsi. Kepada

(8)

dalam pembelajaran selama studi hingga penyelesaian skripsi, saya ucapkan terima

kasih. Kiranya Tuhan membalas seluruh kebaikan yang telah saya terima selama ini.

Saya yakin bahwa masih banyak hal-hal yang kurang dalam penulisan skripsi

ini. Kiranya saya berharap akan adanya saran, masukan, kritik bagi skripsi ini,

sehingga tercapainya suatu tulisan yang baik dan berguna bagi pihak-pihak yang

memerlukannya.

Medan, Maret 2014

Penulis

(9)

Riwayat Hidup

Rona maria girsang, lahir pada tanggal 03

september 1991, di Saribudolok kecamatan

Silimakutab, kabupaten Simalungun, Sumatera

Utara. Anak ke tiga dari tiga bersaudara dari

pasangan Sariden Girsang dan Purnama Br

simbolon. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD

Swasta GKPS Saribudolok tahun 2003. Sekolah

Menengah Pertama di SMP negeri 1 Silimakuta

pada tahun 2006. Dan melanjutkan Sekolah

Menengah Atas di SMA St. Thomas 2 Medan Pada tahun 2009. Dan pada tahun 2009

juga melanjutkan pendidikan kejenjang perguruan tinggi di Universitas Sumatera

Utara dengan jurusan Antropologi Sosial. Alamat email : ghirsank@ymail.com

Berbagai kegiatan yang dilakukan selama studi, antara lain :

- Bendahara laboratorium antropologi usu di tingkat mahasiswa pada tahun 2011

- Mengikuti seminar “Roadshow film dokumenter dan diskusi publik crossing

boundaris” pada tahun 2010

- Mengikuti seminar pemuda “ menjadi generasi yang kreatif dan inovatif lewat

potensi untuk mengembangkan bangsa dan negara” pada tahun 2011

- Mengikuti seminar “ hio simalungun” pada tahun 2011

- Mengikuti pelatihan “training of facilitator” angkatan I oleh departemen

(10)

KATA PENGANTAR

Judul skripsi ini adalah tentang Pubertas anak tunanetra ( studi etnografis

mengenai masa pubertas anak tunanetra di sekolah karya murni, medan johor )

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di

dapertemen antropologi sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas

Sumatera Utara.

Skipsi ini merupakan kajian yang berdasarkan hasil wawancara dan observasi

dengan anak-anak, oranf tua dan guru yang berada di sekolah luar biasa karya murni.

Skripsi ini membahas mengenai respon para anak tuanetra tentang bagaimana

menghadapi pubertas pada diri mereka di usia remaja. Adanya kendala yang dihadapi

baik itu anak, orang tua dan guru. Seperti yang banyak kelihatan bahwa anak

tunanetra terlihat seperti orang yang tertutup dan tidak mau terbuka tentang apa yang

sedang mereka alami sehingga orang yang berada disekitarnya merasa tidak

nyamandengan keadaan mereka. pubertas memang harus di alami setiap orang baik

mereka normal maupun anak berkebutuhan seperti anak tunanetra.

Banyak respon anak mengenai pubertas, ada yang mengartikan bahwa puber itu

adalah kesukaan seseorang pada lawan jenisnya, ada juga yang mengatakan perubahan

usia dan anak-anak menjadi remaja. Pemahaman mereka memang tidak masih jauh

dari yang diharapkan. Masih banyak anak-anak yang belum mengerti tentang masa

(11)

Guru terkadang tidak secara detail menjelaskan apa itu puber dan apa itu yang

di maksud dengan mens atau mimpi basah.seharusnya mereka dapat menjelaskan

tentang itu semua apalagi yang tinggal di asrama. Apabila mereka salah dalam

pengertian maka anak tunanetra juga salah dalam menanggapi hal tersebut. Kesalahan

itu dapat berakibat memalukan kepada mereka dan apabila menjelaskan tidak boleh

juga secara berlebihan karena imajinasi anak tunanetra sangat tinggi sehingga dapat

mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Pada tulisan ini, saya juga membuat daftar pustaka dan lampiran, lampiran

seperti pedoman wawancara, denah, lokasi penelitian, surat penelitian, serta gambar di

lokasi penelitian. Saya yakin masih banyak kekurangan dari skripsi ini sehingga saya

akan senang hati menerima saran, masukan dan kritikan agar terciptanya suatu skripsi

yang baik dan berguna bagi masyarakat. Demikian pengantar dari saya, semoga

skripsi ini bermanfaat memberi retribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2014

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman persetujuan ... i

Halaman pengesahan ... ii

Pernyataan originalitas ... iii

Abstrak ... iv 1.1 Latar Belakang Penelitian……….. 1

1.2 Tinjauan Pustaka……… 7

1.3 Perumusan Masalah……… 15

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……….., 15

1.5 Metode Penelitian………... 16

1.5.1 Teknik Observasi………... 16

1.5.2 Teknik wawancara………. 17

1.6 Pengalaman Lapangan……… 18

BAB II ANAK TUNANETRA DI SEKOLAH LUAR BIASA KARYA MURNI 2.1. Awal berdirnya SLB/A ... 28

2.1..1 gedung baru ... 31

2.2. Letak Geografis dan Sarana Prasarana umum ... 33

2.2.1 Denah Sekolah SLB-A karya Murni ... 35

2.4. kondisi Lingkungan Sekolah ... 60

2.5. Struktur Organisasi ... 61

2.6. Syarat Penerimaan di Sekolah Luar Biasa A Tunanetra ... 63

2.7. Visi, Misi, Motto Sekolah Luar Biasa Karya Murni Medan ... 64

2.7.1 Visi ... 64

(13)

2.7.3 Motto ... 65

2.8. Profil Anak Tunanetra ... 67

2.8.1kondisi Anak Tunanetra ... 69

2.8.2 Latar Belakang Orang Tua ... 73

BAB III PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM MENANGANI MASA PUBERTAS 3.1. Kehidupan Sosial Anak Tunanetra ... 76

3.2. Interaksi Anak Tunanetra ... 77

3.2.1. Interaksi sesama Anak Tunanetra ... 78

3.2.2. Interaksi Guru dengan Siswa ... 81

3.2.3. Interaksi Orang Tua dengan Anak Tunanetra ... 83

3.3. Peran Orang Tua ... 84

3.4. Anak Didik dan Guru ... 86

3.4.1. Peran Guru Dalam Proses Belajar ... 89

3.4.2. Peran Guru Menghadapi Anak Tunanetra Masa Pubertas 91 BAB IV KENDALA-KENDALA DALAM MENGHADAPI MASA PUBERTAS ANAK TUNANETRA 4.1. Pubertas menurut Anak Tunanetra ... 93

4.1.1 kendala-kendala Anak Tunanetra masa Pubertas ... 98

4.2. Masa Puber Anak Tunanetra dan Kendala yang dihadapi Orang tua/guru ... 101

4.2.1. kendala Orang tua ... 105

4.2.2. Kendala Guru ... 107

4.3.2 Penawaran Lapangan Kerja di PT AR Martabe ... 111

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 110

5.2. Saran ... 112

(14)

DAFTAR TABEL

TABEL 1: Daftar inventaris SLB-A karya murni... 36

TABEL 2: Peralatan SLB-A karya murni... 41

TABEL 3: Daftar mata pelajaran kelas 1 dan 2... 42

TABEL 4: Daftar mata pelajaran kelas 3 sampai 6... 44

TABEL 5: Daftar Mata pelajaran kelas 7 samapai 9... 46

TABEL 6: Data guru pendidikan khusus dan layanan khusus dinas pendidikan provinsi sumatera utara... 49

TABEL 7: Nama siswa-siswi SLB-A karya murni medan johor kelas persiapan... 52

TABEL 8: Nama siswa-siswi SLB-A karya murni medan johor kelas I-VI ... 53

TABEL 9: Nama siswa-siswi SLB-A karya murni medan johor kelas VII-I DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Aktifitas anak kelas 1 mengenal tanaman bersama guru ….……… 89

Gambar 2 : anak sedang duduk sambil cerita menunggu pulang 102 Gambar 3 : anak sedang duduk sambil memakai bedak dan berdandan ……… 102

Gambar 4 : Henita Ida dan Frans berjalan sambil mengelilingi pohon mangga……… 104

(15)

LAMPIRAN

Foto

Daftar interview guide

Daftar Nama Informan

Surat dari Sekolah

(16)

ABSTRAK

Rona maria girsang, 2014. Judul skripsi : Pubertas anak tunanetra ( studi etnografis mengenai masa pubertas anak tunanetra di sekolah karya murni, medan johor ) skripsi ini terdiri dari 5 bab, 115 halaman, 9 tabel, dan 5 gambar

Tulisan ini mengkaji tentang masalah pubertas bagi anak tunanetra di dalam sebuah sekolah.banyak anak mengalami masa-masa puber baik anak normal maupun memiliki kekhusussan tertentu. Pengasuhan orangtua dan guru sangat berpengaruh dalam masa tumbuh kembang seorang anak agar anak dapat mengerti dan memahami perubahan yang terjadi di dalam tubuh mereka terutama bagi anak tunanetra.

Penelitian ini dilakukan di sebuah sekolah yang bernama sekolah luar biasa (SLB) karya murni. Kecamatan ini berada di johor kota medan, sumatera utara. Kebanyakan anak yang bersekolah disini mayoritas beragama kristen dan katolik walaupun ada beberapa anak yang beragama islam.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dengan tahap pra lapangan, pekerja lapangan, analisis data dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitan. Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data mengenai masa puber anak tunanetra. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada orang tua, guru dan terutama pada anak tunanetra. Terkait masalah peneliti.

Permasalahan yang di bahas adalah bagaimana anak berkebutuhan khusus merespon pubertas, apa masalah dan peran orang tua, guru pada saat anak-anak ini mengalami masa pubertas.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah pubertas yang dialami anak tunanetra membuat para guru dan orang tua harus memberi pemahaman terhadap anak tunanetra bahwa seorang anak kecilakan tumbuh menjadi remaja dan mengalami perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri mereka. informasi mengenai pubertas yang di peroleh oleh anak lebih banyak dari guru karena tidak semua tinggal bersama dengan orang tuadan dengan adanya pelajaran mengenai pubertas di sekolah. Adanya kendala yang dihadapi oleh orang tua dan guru pada saat memberi penjelasan kepada anak bahwa mereka susah sekali untuk menyadarkan anak-anak bahwa mereka sudah memasuki usia remaja, namun secara perlahan mereka bisa memahami bahwapubertas itu harus dialami dan tidak bisa dielakkan oleh setiap anak.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji tentang pubertas anak tunanetra yang berada di sekolah karya murni Medan Johor. Peneliti tertarik meneliti anak tunanetra dikarenakan peneliti merasa anak tunanetra harus diberikan bimbingan dan arahan mengenai perkembangan dan perubahan fisik. Di mana mereka tidak pernah melihat langsung bagaimana bentuk fisik mereka secara jelas. Bagaimana mereka merasakan perubahan dalam diri mereka pada saat pubertas? Apa peran orang tua dan peran sekolah dalam membimbing anak tunanetra?. Mereka juga harus memahami perubahan yang terjadi pada saat mereka memasuki masa-masa remaja atau sering dikaitkan dengan masa-masa pubertas di mana perempuan harus mengalami mensturasi dan laki-laki mengalami mimpi basah

(18)

keselamatan, mendapat bimbingan mengenai pertumbuhan fisik maupun mental sehingga tunanetra tetap eksis ditengah-tengah masyarakat.

Setiap anak baik normal maupun anak berkebutuhan khusus seperti tunanetra pasti mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dalam dirinya atau sering disebut dengan masa pubertas bagi anak-anak yang memasuki usia remaja. Usia remaja itu dapat dikatakan masa peralihan dari anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa pubertas terjadi berbagai perubahan baik hormon di dalam tubuh yang tidak terlihat maupun ciri fisik diluar tubuh yang terlihat. Selain itu, terjadi perkembangan emosi atau mental pada masa pubertas, yaitu ketidak stabilan emosi. Sebenarnya, masa remaja adalah masa yang sulit bagi seseorang saat memasukinya. Ketidakstabilan emosi ini akibat perubahan hormon yang terjadi pada tubuh. Rasa emosi yang terjadi pada anak usia remaja merupakan hal yang biasa, namun emosi tersebut harus dapat diarahkan ke arah yang positif. Tindakan ini dapat mencegah remaja melakukan hal yang merugikan diri sendiri1.

Penelitian terdahulu yang dilakukan Yetti Silvia seorang mahasiswi antropologi dalam skripsinya yang berjudul proses pendidikan pada anak cacat2. Menjelaskan bahwa proses pendidikan pada anak cacat yang diberikan untuk mempersiapkan anak didik untuk mencapai kedewasaannya, cara untuk mendewasakan anak didik tersebut dengan memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan melatih berbagai keterampilan dan menanamkan tentang nilai-nilai hidup yang baik. Proses pendidikan tersebut pada anak cacat mampu mengubah tingkah laku seorang anak cacat dalam belajar dan pendidik dapat memberi didikan dalam hal keterampilan dan hal sikap kepada orang terdekatnya. Walaupun proses pendidikan yang diberikan kepada anak cacat sudah baik tapi tidak sepunuhnya mereka dapat seperti anak normal lainnya.

      

1

http://artikelkesehatananak.com/mempersiapkan‐perkembangan‐emosi‐anak‐memasuki‐masa‐ pubertas.html(akses 22 maret 2013) 

2 

(19)

Begitu juga Marsono yang mengangkat penelitiannya mengenai makna sekolah bagi anak tunanetra3, menjelaskan bahwa sekolah bagi anak tunanetra sangat penting dan juga dapat memberikan pendidikan dan keterampilan, karena anak tunanetra dianggap anak lemah yang memiliki ketergantungan pada orang lain. Sehingga para pendidik berusaha untuk memberi solusi agar para tunanetra dapat membaca dan menulis tulisan yang dikhususkan untuk tunanetra yaitu tulisan Braille4, Dari kedua penelitian yang ada, bahwa kedua peneliti tersebut menjelaskan mengenai masalah proses pendidikan dan pentingnya sekolah bagi anak tunanetra.

Peneliti melihat bahwa perkembangan seorang anak kebutuhan khusus tidak seperti anak normal lainnya dimana mereka dapat berinteraksi dengan baik dengan lawan jenisnya. Bahkan seorang anak juga sangat menutup dirinya, ketika mereka mengalami masa-masa pubertas tidak dapat dilihat dari fisik saja, melainkan juga dapat dilihat dari perilaku mental mereka. Perilaku yang sering dilakukan anak saat mereka dalam masa pubernya adalah mereka suka kepada lawan jenis tetapi tidak dapat menyampaikan rasa yang ada dalam dirinya sehingga mereka menahan apa yang mereka rasakan. Begitu juga saat mereka mengalami dorongan perkembangan seks pada laki-laki dan perempuan

Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus atau anak yang megalami cacat untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui tiga macam

      

3

Marsono W M Sihotang, “Makna sekolah bagi tunanetra”(Skripsi sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universita Sumatera Utara. Medan) hal 6 

4

(20)

lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu5.

Sekolah luar biasa di Indonesia sudah semakin berkembang dengan banyaknya anak-anak yang memiliki kelainan fisik yang sering disebut dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus di Indonesia diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus adalah klasifikasi untuk anak dan remaja secara fisik, psikologis dan atau sosial mengalami masalah serius dan menetap. Anak berkebutuhan khusus ini dapat diartikan mempunyai kekhususan dari segi kebutuhan layanan kesehatan, kebutuhan pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, pendidikan inklusi, dan kebutuhan akan kesejahteraan sosial dan bantuan sosial. Anak berkebutuhan khusus juga dapat diartikan secara sederhana dengan anak yang lambat dan tidak pernah berhasil dalam sekolah pada umumnya6.

Banyak istilah yang digunakan sebagai variasi pada anak berkebutuhan khusus yaitu

disability, impairment, dan handicap7. World Health Organization (WHO) mengartikan istilah masing-masing yaitu :

a. Disability, yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari

impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.

b. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.

      

5

http://salimchoiri.blog.uns.ac.id/2010/03/31/latar‐belakang‐pendidikan‐inklusif‐bagi‐anak‐berkebutuhan‐ khusus/(13 januari 2013, pukul 09:34) 

6http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/20/perkembanganpendidikananakberkebutuhankhususdi

(21)

c. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau

disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.

Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran (dalam Dewi Panji, 201:4). Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. Sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).

(22)

seorang anak penyandang kebutuhan atau ketunaan sangat membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktivitasnya.

Pada umumnya anak tunanetra mengganggap hilang pegelihatan hilang pula kemampuannya. Mereka selalu meminta bantuan untuk memenuhi kebutuhannya, walau kebutuhan yang terkecil sekalipun, contohnya seperti memakai baju, mengambilkan makanan dan harus selalu dituntun saat berjalan. Masyarakat dalam hal ini mengganggap anak tunanetra merupakan anak yang tidak memiliki kemandirian dan hanya bisa menyusahkan orang sekitar mereka. Seharusnya anak tunanetra dapat disadarkan jika kehilangan pengelihatan tidak akan kehilangan kemampuan, sehingga anggapan masyrakat akan berubah dan tidak mengganggap tunanetra rendah. Tetapi akan membangkitkan keinginan dan semangat untuk menjadi lebih baik dan dapat hidup mandiri.

Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra adalah SLB-A. Sekolah luar biasa tunanetra (SLB-A) yayasan karya murni merupakan salah satu sekolah yang dapat memberikan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan dalam menciptakan anak yang mandiri dan mendapatkan potensi yang baik pada anak tunanetra. Melalui sekolah ini anak tunanetra dapat berkembang dan dapat memahami perkembangan atau pubertas yang dialami dalam dirinya dan dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan menanamkan rasa percaya diri. Sekolah ini didirikan untuk mereka yang menyandang cacat mata. Berdirinya sekolah ini juga disebabkan karena adanya pemerhati bagi anak berkebutuhan khusus dimana mereka melihat anak-anak itu kurang bimbingan dalam pendidikan dan perkembangannya, sehingga sekolah ini mampu memberikan perhatian untuk mensejahterakan kehidupan mereka kelak.

1.2Tinjauan Pustaka

(23)

untuk dapat bertahan hidup. Seorang anak membutuhkan orang lain untuk menjadikan pertumbuhanya lebih baik. Seorang anak akan bergantung kepada orang terdekatnya dimana masa bertumbuh dan berkembangnya seorang anak akan membutuhkan orang yang paling dekat dengan kehidupannya. Misalnya, anak bayi yang mengalami masa perubahan yang pesat dalam perkembangannya memerlukan kebutuhan seperti makanan sehat, pakaian yang bersih dan perwatan yang teratur dimana inilah disebut dengan fase ketergantungan. Seorang anak tidak dapat hidup tanpa di damping oleh orang terdekatnya dan tanpa orang lain maka hakekat kemanusiaannya akan hilang.

Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, orang yang paling utama yang harus dekat dengannya adalah orang tua. Tanpa orang tua perkembangan seorang anak mungkin tidak dapat dipastikan seorang anak tersebut tumbuh dengan baik atau malah mereka tidak paham dengan pertumbuhan mereka. Petingnya orang tua dalam mengasuh anak agar anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yan benar dan baik, melalui penanaman disiplin dan kebebasan serta penyerasiannya. Pola pergaulan yang benar dan yang baik akan hilang bukan karena perbuatan si anak, melainkan karena perhatian orang tua yang kurang mengontrol perkembangan pribadi terhadap anaknya. Banyak yang harus diberikan kepada si anak tergantung kebutuhan anak yang terkadang dipengaruhi oleh orang-orang yang ada di sekitar kita tinggal.

Orang tua memiliki ciri-ciri yang ideal, pada dasarnya berkisar aspek-aspek logis, etis, dan estetis yang dapat dinamakan kebenaran atau ketepatan, keserasian dan keindahan. Ketiga aspek itu sebenarnya merupakan hal-hal yang seharusnya serasi dalam kehidupan sehari-hari. Cir-ciri tersebut memang merupakan hal-hal yang ideal, akan tetapi yang dapat menjadi patokan bagi proses sosialisasi terhadap anak-anak. Ciri-ciri tersebut mungkin sulit untuk terwujud, apabila orang tua tidak berpegang pada azas-azas, sebagai berikut :

(24)

2. Apa yang dapat diperoleh, biarkan orang lain juga beriktiar untuk mendapatkannya

Ini mungkin sulit untuk mengubahnya, yang mungkin terjadi adalah tekanan yang berbeda atau penafsiran yang lain menurut lingkungan sosial budaya yang asing. (Soerjono, 1992; 6).

Dalam perkembangan hidup seorang itu akan dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari dirinya sendiri, dan faktor-faktor yang berasal dari dirinya sendiri. Untuk menentukan yang mana yang paling dominan dalam pembentukan kepribadian manusia dipengaruhi oleh pengaruh eksternal dan internal. Diri pribadi manusia terdiri dari tiga aspek pokok, yaitu

1. Rasionya atau aspek kognitif manusia

2. Hal emosi yang lazim yang disebut sebagai aspek efektif 3. Aspek konatif atau disebut kehendak manusia

Perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1991) “perkembangan” adalah perihal berkembang, selanjutnya, kata berkembang berarti mekar terbuka atau membentang menjadi besar, luas dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan dan sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh Van Den Daele perkembangan tersebut adalah perubahan yang terjadi secara kualitatif, bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, namun merupakan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks.8

Perkembangan dan pertumbuhan dalam pengertian secara konsepsional memang dapat dibedakan, tapi keduanya menjadi satu kesatuan dalam proses perubahan individu sepanjang kehidpannya. Perkembanganadalah peristiwa perubahan biologis yang terjadi pada makhluk

(25)

hidup, berupa perubahan ukuran yang bersifat ireversibel9. Dalam kehidupannya manusia akan mengalami masa perkembangan dari bayi menjadi orang dewasa. Sebelum menjadin dewasa anak-anak akan mengalami masa remaja.

Menurut Freud pada antropologi psikologi dalam teori pembawaan manusia tentang teori seksualitas kanak-kanak, manusia memiliki dua macam dorongan vital yakni (1)dorongan untuk melindungi diri dan dorongan untuk berkembang biak, (2)dorongan untuk memelihara kelangsungan hidup dari jenis manusia. Dalam hal ini naluri atau dorongan yang kedua sering dihambat oleh tenaga-tenaga penghambat sosial budaya dan peradaban manusia. (Freud dalam Danandjaja, 2005). Freud juga berpendapat bahwa dalam kehidupan manusia terdapat naluri yang dibedakan menjadi dua yakni, naluri kehidupan dan naluri-naluri kematian. Naluri-naluri-naluri kehidupan adalah naluri-naluri yang di tunjukan pada pemeliharaan ego dan pemeliharaan kelangsungan jenis. Contoh dari naluri kehidupan adalah lapar, haus dan seks. Seks yang dimaksud disini memiliki arti bahwa seksualitas manusia memiliki sejarah yang panjang yang dimulai sejak lahir dan seks itu tidak terdiri dari dari satu naluri, melainkan terdiri dari beberapa naluri. Dalam diri manusia terdapat beberapa bagian tubuh yang peka, yang apa bila mendapat ransangan akan menghasilkan perasaan yang menyenangkan. Dorongan untuk berkembang biak dinamakan libido atau tenaga seks. Tenaga seks tersebut berpusat pada tiga daerah daerah erotik tubuh manusia yaitu, mulut, lubang dubur, dan alat kelamin. Pada masa anak-anak naluri ini berpusat pada fungsi fisiologis yang diman makan atau mengisap dan buang air. Alat kelamin baru memainkan perannya pada saat seorang anak memasuki masa pubertas.

Pubertas berasal dari kata latin yaitu usia kedewasaan. Sebuah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi seksual. Dapat juga diartikan bahwa pubertas lebih menunjukkan pada perubahan fisik dari pada perubahan

      

9Ireversibel 

(26)

perilaku yang terjadi pada saat individu secara seksual menjadi matang dan mampu memberikan keturunan10. Seperti yang diterangkan oleh root (dalam Elizabeth B. Hurlock 2002) mengatakan masa puber adalah suatu tahap dalam perkembangan di mana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reprosuksi. Perkembangan fisik seseorang individu umumnya terjadi pada usia 12 sampai 21 tahun namun perlu diperhatikan bahwa perkembangan fisik setiap remaja itu berbeda-beda. Memang dalam masa remaja tidak seluruhnya berada dalam goncangan, tapi pada bagian akhir dari masa ini kebanyakan individu sudah berada dalam kondisi yang stabil. Dapat dikatakan juga masa pubertas adalah masa pematangan fungsi seksual. Ciri utama bahwa seseorang memasuki masa remaja adalah terjadinya “menarche11” pada wanita dan “nocturnal emissions12” pada laki-laki. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang anak menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormone (gonadotrhis

atau gonadotropic hormones)13. Masa puber memiliki tahap-tahap perkembangannya yaitu, a. Tahap prapubertas, tahap yang bertumpang tindih yang dimaksudkan adalah bukan

lagi seorang anak tetapi belum juga seorang remaja.

b. Tahap puber, tahap ini terjadi pada garis pembagian antara masa kanak-kanak dan masa remaja saat dimana criteria kematangan seksual muncul

C. Tahap pasca puber, tahap ini bertumpang tindih dengan tahun pertama atau kedua masa remaja. (Elisabeth B. Hurlock, 2002 : 185)

Masa remaja seorang anak akan mengalami perubahan tubuh baik itu perubahan eksternal maupun internal (Elisabet B. Hurlock, 2002: 211). Remaja menurut Yulia S.N Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa adalah :

      

10 

B. Hurlock, Elizabeth “Psikologi Perkembangan.PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta 2002; (hal 148) 

11 

Menarche adalah mensturasi pertama pada anak perempuan 

12 Emissions adalah mimpi jimak pertama pada lakilaki atau sering di sebut dengan mimpi basah  13

(27)

1. Puberty berasal dari istilah latin, pubertas yang berarti kelaki-lakia, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian.

2. Adolescentia berasal dari istilah latin, yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30 tahun.

Akhirnya Yulia dan Singgih D. Gunarsa menyimpulkan bahwa proses perkembangan psikis remaja dimulai antara 12-22 tahun (oleh Yulia S.D Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa dalam Dariyo, Agoes 2004). Jadi, remaja (adolescence) adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja berkisar antara usia 12/13-21 tahun.

Penggolongan remaja menurut Thornburg (dalam Dariyo, Agoes 2004) terbagi dalam tiga tahap yaitu :

a. Remaja awal (usia 13-14 tahun), Masa remaja awal, umumnya individu telah memasuki pendidikan dibangku Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP)

b. Remaja Tengah (usia 15-17 tahun), Masa remaja tengah, individu sudah duduk disekolah menengah atas (SMU)

c. Remaja Akhir (18-21 tahun), Umumnya mereka yang tergolong remaja akhir sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja.

Menurut Petro Blos (dalam Sarlito Wirawan sarwono 1997 : 24-25) bahwa remaja dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja :

(28)

2. Remaja Madya, dalam tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan. Remaja senang jika banyak teman yang menyukainya. Adanya kecenderungan narcistic14 dan dalam kondisini ini seorang anak kebingungan untuk memilih peka atau tidak peduli, ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya.

3. Remaja Akhir, tahap ini adalah kondisi menuju dewasa.

Pengaruh lingkungan terhadap kepribadian individu ditunjukkan oleh fakta bahwa, disamping bisa memuaskan atau menyenangkan individu, lingkungan juga memfrustasikan, tidak menyenangkan, dan bahkan mengancam dan membahayakan individu. Kecemasan memiliki arti penting dari individu, kecemasan berfungsi sebagai peringatan bagi individu agar mengetahui adanya bahaya yang sedang mengancam, sehingga individu tersebut bisa mempersiapkan langkah-langkah untuk mengatasi bahaya. Dalam hal ini seorang anak juga harus dapat memberikan simbol-simbol untuk mengatasi bahaya tersebut.

Greetz mengemukakan kebudayaan adalah suatu sistem simbol, maka proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan, dan diinterpretasikan. Defenisi simbol adalah objek, bunyi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna manusia dari suatu kebudayaan. Bentuk primer dari simbolisasi oleh manusia adalah melalui bahasa. Manusia juga berkomunikasi dengan menggunakan tanda dan simbol dalam mimik wajah, gerak-gerik, postur tubuh dan banyak lagi. (Greetz dalam Saifuddin, 2005). Anak tunanetra biasanya menggunakan simbol-simbol seperti menggunakan suara mereka untuk memanggil teman-temannya, atau pun sering mereka berpegangan tangan untuk menuntun satu sama lainnya jika berjalan bersama.

Anak berkebutuhan khusus seperti anak penyandang tunanetra tidak selamanya bertumbuh dan berkembang sesuai dengan bertumbuhnya usia mereka, tetapi dalam hal

      

14 

(29)

perubahan fisik dan mental mereka mengalami secara lambat laun. Usaha mencapai kedewasaan, bukanlah usaha yang dapat berhasil dengan sekejap mata. Dengan keterbatasan yang mereka miliki, seorang anak penyandang cacat menguasai perilaku bukanlah hal yang mudah. Maka dari itu, anak penyandang tunanetra orang terdekat bahkan guru harus mengetahui bahwa keadaan fisik anak pada umumnya sangat penting. Agar seorang anak dapat menjaga dirinya dalam lingkungan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Cara mereka untuk menjaga dirinya dapat dilakukan dengan bahasa tubuhnya, dimana mereka harus belajar. Belajar adalah suatu aktivitas yang di dalamnya terdapat sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, tidak bisa menjadi bisa untuk mencapai hasil yang optimal. Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon15. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon16.

Pada saat anak sudah lebih besar, mereka memerlukan keterampilan untuk mengawali dan mempertahankan hubungan sosial. Bahasa tubuh (body language) merupakan sarana komunikasi yang penting untuk melengkapi bahasa lisan di dalam komunikasi sosial. Jika bahasa tubuh anak tidak sesuai dengan bahasa tubuh kawan-kawannya, tentu sosialisasinya mungkin akan terganggu. Misalnya, seorang mahasiswa yang masih mengangkat tangannya tinggi-tinggi pada saat hendak mengajukan pertanyaan di kelas sebagaimana yang dilakukannya di taman kanak-kanak. Pada awal masa sekolahnya, anak tunanetra juga diajari

      

15 Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau 

tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut 

16

(30)

oleh gurunya untuk mengangkat tangan setinggi mungkin bila hendak bertanya atau menjawab pertanyaan maka anak memiliki kedisplinan dalam kelas17.

Dengan bahasa tubuh juga seorang anak dapat dilihat bahwa dia merasakan sesuatu dengan cara yang diperbuatnya. Karena pada saat anak mengalami pubertas akan banyak hal terjadi dan berubah secara fisik maupun mental. Dari bahasa tubuh tersebut mereka dapat mengerti satu dengan yang lainnya, saat mereka berteriak mencari temannya. Begitu juga dengan pubertas yang terjadi pada anak berkebutuhan khusus yang mana mereka dapat menahan atau malah lebih merasakan sakit saat mensturasi, dan kepada laki-laki yang bermimpi basah saat mereka menginjakan usia matang. Bagi anak tunanetra bahasa tubuh yang mereka gunakan dengan cara mendengar, meraba dan mencium, dengan cara mencium mereka lebih peka karena aroma tubuh lebih gampang untuk dirasakan di bandingkan meraba.

1.3Perumusan Masalah

Penulis memfokuskan penelitian ini untuk mendeskripsikan pubertas pada anak berkebutuhan khususpada anak berkebutuhan khusus di sekolah karya murni, Medan johor. Masalah penelitian akan tertuang dalam pertanyaan penelitian :

1. Bagaimana para anak tunanetra di sekolah karya murni merespon pubertas ?

2. Bagaimana peran orang tua dan pihak sekolah saat mereka memasuki masa pubertas? 3. Kendala apa yang dihadapi orang tua dan pihak sekolah dalam menangani anak tunanetra ?

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui anak berkebutuhan khusus merespon pubertas, mengetahui peran orang tua dan pihak sekolah serta kendala yang dihadapi orang

      

17 

(31)

tua dan pihak sekolah dalam menangani anak tunanetra di sekolah Karya murni Medan Johor secara etnografis.

Manfaat penelitian secara akademis dapat berguna untuk menambah wawasan dan memperkaya literatur mengenai perkembangan pubertas anak berkebutuhan khusus. Sedangkan manfaat secara praktis yaitu berguna untuk masyarakat secara umum, terkhususnya bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk dapat memahami pada saat pubertas.

1.5Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif. Dengan tahap penelitian pra-lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian18. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan mengenai perkebangan anak berkebutuhan khusus dalam ligkungan sekolah.

Untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan, maka di perlukan beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini. Pengumpulan data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi dan wawancara mendalam disebut dengan data primer. Sedangkan data sekunder data yang diperoleh dari kepustakaan, seperti buku-buku, jurnal, tesis, laporan penelitian, skripsi, dokumentasi, serta bahan-bahan bacaan yang relevan dengan masalah penelitian

1.5.1 Observasi

Peneliti terlebih dahulu mengawali dengan observasi pada lokasi penelitian. Obaservasi atau pengamatan yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi biasa yang awalnya hanya mengamati anak berkebutuhan khusus tanpa terlibat langsung pada subjek peneliti. peneliti

      

(32)

akan mengamati beberapa hal antara lain : Bagaimana para anak tunanetra di sekolah karya murni merespon pubertas? Kendala apa yang dihadapi orang tua dan pihak sekolah dalam menangani anak berkebutuhan khusus? Bagaimana peran orang tua dan pihak sekolah saat mereka memasuki masa pubertas?.

Kemudian peneliti akan melakukan observasi partisipasi. Observasi partisipasi di mana peneliti akan melakukan penelitian dengan tinggal bersama anak-anak tunanetra dan mengikuti kegiatan-kegiatan anak tunanetra tetapi tidak semua kegiatan yg dilakukan harus diikuti oleh peneliti.

1.5.2 Wawancara

Selain observasi, wawancara juga merupakan teknik pengumpulan data yang harus dilakukan oleh peneliti. Wawancara yang dilakukan kepada orang yang bekerja dalam lembaga sekolah karya murni dan orang tua anak dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview)

1.6 Pengalaman penelitian di Lapangan

(33)

Hari pertama saya melakukan penelitian di sekolah luar biasa Karya Murni ini, dilakukan pada tanggal 02 September 2013 saya datang ke sekolah luar biasa ini untuk melakukan penelitian terhadap anak-anak tunanetra. Sebelum saya di beri izin untuk melakukan penelitian saya sudah mengajukan surat kepada suster kepala sekolah untuk memberi izin saya. Tanggal 29 Agustus 2013 saya datang menemui suster kepala dan suster kepala berfikir lama untuk memberi izin saya melakukan penelitian, sebelumnya dia bertanya kepada saya “ini penelitian yang bagaimana?” saya menjawab penelitian yang menggunakan penelitian kualitatif dengan cara pendekatan dengan anak tunanetra, wawancara pada anak tunanetra langsung dan juga melakukan wawancara pada orang-orang terdekat mereka seperti guru dan juga orang tua yang ada dalam lingkungan sekolah. Lalu suster bertanya lagi “anak yang umur berapa kamu wawancarai?” untuk anak-anak umur sebelas atau dua belas tahun keatas yang setara SMP saya menjawab lalu suster memperjelas dengan menjawab “jangan salah kalau anak-anak cacat seperti mereka kelas satu SD juga ada umur yang 11 tahun tidak tergantung umur mereka disekolahkan tapi tergantung kemampuan mereka memahami pelajaran. Kembali suster bertanya “berapa lama kamu melakukan penelitian?” saya menjawab kalau bisa dua minggu untuk melakukan penelitian, tapi suster kepala mengatakan “kalau bisa satu bulan saja genapkan dan kamu bisa meneliti mulai awal bulan September”. Setelah saya di beri izin untuk melakukan penelitian maka saya meminta beberapa data yang ada dalam sekolah namun suster tidak memberi ia mengatkan “nanti saja, waktu awal bulan aja saya kasih sama kamu”.

(34)

kalau ada murid-murid kelas VI yang sedang mengalami puber bahkan mereka suka bertingkah yang lucu-lucu, mereka aktif sekali, tutur suster kepala.

Hari pertama untuk berjumpa dengan anak-anak tunanetra, bell berbunyi pukul sepuluh lewat tiga puluh lima. Anak-anak sudah keluar dari ruangan kelas masing-masing, ada yang sendiri-sendiri ada yang berdua dan ada yang mereka selalu bersama-sama. Waktu snack ada yang bawa makanan ringan, seperti roti, kue bolu dan ada juga yang bawa bontot seperti nasi. Dalam sekolah tidak ada penjualan makanan seperti kantin. Ruang pkk tempat yang dipergunakan untuk makan bersama dan bagi anak tunanetra yang tinggal di asrama maka makanan akan di antar sebelum mereka snack ke ruang pkk dan suster atau pun pengasuh mereka membagikan makanan kepada mereka.

Mereka berjalan sambil meraba-raba tembok ruangan demi ruangan, dan mereka saling menuntun untuk saling duduk. Tidak ada perbedaan pada anak-anak ini kelas satu dan kelas enam mereka saling bercerita walaupun satu mengarah ke utara dan satu mengarah kebarat. Seperti halnya waktu saya sedang berbincang dengan anak-anak tersebut mereka terkadang membelakangi saya jika berbicara karena mereka hanya mengandalkan telinga untuk mendengar saya berbicara. Awalnya saya mengira jika anak-anak tunanetra ini susah diajak bercerita tetapi saat berada bersama mereka, ternyata mereka lebih banyak bertanya kepada saya. Pertanyaannya sedikit membingungkan karena mereka pertanyaan mereka terkadang susah untuk dijelaskan.

(35)

kalau bertemu dengan orang yang baru pertama sekali dijumpain dan yang berbeda dengannya.

Hari selanjutnya, saya kembali ke sekolah luar biasa untuk mendapatkan kembali data-data. Saya menjumpai kepala sekolah kembali untuk meminta struktur organisasi dari sekolah dan beberapa kurikulum yang dipergunakan oleh anak sekolah namun saya hanya di beri kurikulum untuk SD. Data-data guru dan murid juga setelah 3 hari kemudian baru bisa saya dapatkan, karena sekolah lagi sibuk mengurus urusan sekolah karena baru pergantian suster kepala karena itu banyak sekali aturan-aturan yang berlaku dirombak oleh suster kepala. Misalnya saja pembayaran uang sekolah yang naik seratus ribu untuk setiap anak, perombakan jadwal mata pelajaran dan lain sebagainya masih banyak lagi.

Hari selanjutnya, dalam sekolah tidak melarang orang tua menunggu anaknya dilingkungan sekolah. Ada yang menunggu dari pagi sampai pulang sekolah dan ada juga yang datang menemui anaknya saat snack dan ada juga yang menjemput ketika jam mata pelajaran sudah berakhir. Anak yang tinggal di unit atau pun asrama Karya Murni lebih banyak ketimbang mereka yang tinggal dengan orang tua. Popo atau pun nenek yang selalu setia menemani cucunya dari pagi hingga pulang sekolah, cucu popo berada di kelas empat karena dia dimasukkan ke sekolah sama seperti umur anak awas lainnya sehingga umur dengan pelajaran yang dia dapatkan masih sebanding dengann umurnya. Berbeda dengan ida dan rudi yang berada di kelas tiga sekolah dasar namun umur mereka sudah memasuki masa puber tidak sebanding dengan pelajaran yang mereka dapatkan. Pelajaran mereka belum sampai pada ilmu pengetahuan alam yang membahas tentang masa-masa pertumbuhan dan perkjembanngan tubuh manusia.

(36)

berkomunikasi dia bingung karena belum paham bahasa Indonesia, yang dimengerti hanya bahasa Nias saja. Guru-guru yang tidak tahu bahasa nias susah menerangkan pelajaran kepadanya. Untung saja di asrama dia bisa diajari untuk dapat mempergunakan bahasa Indonesia walaupun tidak terlalu lancar mengucapkannya.

Bapak Linus Manurung adalah seorang guru yang sama dengan anak-anak, namun dia bisa mengajar di depan kelas. Mata pelajaran yang diberikan bapak Linus adalah bahasa inggris. Saat bapak itu pulang sekolah dia berjalan menuju gerbang sekolah saya menghampirinya dan saya katakana “permisi bapak” lalu bapak Linus bingungdan berkata “permisi?” lalu saya menyapa bapak itu dan mengatakan saya mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di sekolah ini. Lalu saya mengatakan kepada pak Linus agar dapat mewawancarai bapak itu karna saat itu sudah jam pulang sekolah maka bapak itu mengatakan “bisa asal saya terlebih dahulu minta izin kepada suster kepala karena saya sudah mendapatkan izin dari suster kepala” saya pun menanyakan jam berapa bapak bisa di wawancarai maka ia menjawab “hari rabu jam Sembilan les saya kosong” maka saya pun hadir pada hari rabu untuk melakukan wawancara kepada bapak Linus.

Saat saya melakukan wawancara dengan bapak Linus saya terkagum karena bapak Linus memiliki keluarga yang bahagia dan mereka memiliki anak yang berhasil dan paling kecil masih kuliah di Elisabet. Bapak tersebut banyak bercerita tentang masa remajanya dan saat dia mengenang masa-masa itu dia sedikit malu karena dia bisa suka sama seseorang. Dia merasa malu karena jika dekat dengan perempuan yang disukanya maka itu dapat membuatnya bahagia sekali.

(37)

Hari selanjutnya saya kembali lagi di sekolah ini saya selalu tiba saat mereka snack karena disinilah waktu saya untuk melakukan wawancara kepada anak-anak tunanetra dan juga bisa berbincang dengan orang tua anak. Rudi yang sudah memasuki masa pubernya dia sering sekali meraba-raba orang yang disampingnya. Sebenarnya saya sedikit risih jika berada di sampingya karena dia selalu meraba, dan selalu senyum-senyum jika dia mendengarkan suara perempuan apa lagi kalau di goda dia pun semakin menjadi bisa tertawa semakin keras karena lagi masa-masa perkembangannya dia selalu ingin saya berada disampingnya. Pernah waktu mereka pulang dan saya menunggu anak-anak keluar rudi pun menunggu jemputan karena anak-anak sudah banyak pulang maka saya juga pulang bersama mereka saat saya pamitan maka rudi berkata “kak jangan tinggalin rudi sendiri” padahal masih banyak siswa lain menunggu teman untuk pulang ke asrama dan ada juga dengan Rudi menunggu jemputan.

(38)

pun ternyata namanya Fransiskus. Saya memberi kue ketangannya dan dari jarak lima langkah ibu Tina tertawa dan berkata kepada saya kalau Fransiskus ini suka sama Henita, setekah saya kasih kue kepada kepadanya maka saya menyuru dia mengejar Henita. Saya pikir dia tidak mau mengejar karena untuk melihat juga tidak bisa, namun di luar dugaan saya Fransiskus langsung lari setelah memakan kue yang saya beri dan tidak di sangka dia mengejar Henita dan Ida yang sudah jauh di depan. Saat Fransiskus sudah mulai mendekat maka Henita langsung menarik Ida karena Ida berada tepat disampingnya dan mereka pun lari juga.

Di sini saya melihat bahwa dalam masa pubernya anak-anak itu bisa melakukan apa saja yang diinginkan untuk mendekati orang yang disukainya. Bahkan Fransiskus memberikan surat kepada Henita yang berisikan kata cinta. Ketika saya menanyakan apa isi surat yang dibuatnya maka ia hanya mengatakan “Henita aku cinta sama mu, I miss you” tapi Henita di sekolah suka menghindar dari fransiskus namun jika di asrama ibu Tina mengatakan kalau mereka kompak.

(39)

Tingkah laku anak tunanetra memang sedikit lucu karena mereka tidak melihat, untuk duduk mereka terkadang mau menduduki temannya yang lain karena mereka diam-diam jika berjalan mereka terkadang saling menabrak tetapi mereka sudah hapal jalan yang ada dalam lingkungan sekolah sehingga mereka tidak linglung untuk masuk ke dalam kelas. Karena kelas mereka berada di lantai dua maka mereka jalan menaiki anak tangga, bagi mereka tidak merasa terbeban dan tidak takut untuk menaiki anak tangga bahkan mereka bisa cepat-cepat naik atau pun turun tangga.

Hari saptu merupakan hari yang sangat didambakan setiap murid karena cepat pulang dan sebelum pulang mereka selalu melaksanakan kebersihan. Setiap anak mengambil bagian untuk membersihkan setiap ruangan kelas dan ada juga anak SMP yang membersihkan kamar mandi, mereka sudah membagi tugas masing-masing. Anak SD yang kelas satu diajarin untuk melap pagar yang ada di depan kelas mereka dan mereka selalu di bimbing oleh guru mereka. Saat saya melihat mereka menyapu kelas, membersihakan kaca, mengangkat air, dan membuang sampah mereka sudah terlatih Nampak sekali kemandirian yang mereka miliki tanpa bantuan orang lain mereka dapat mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik.

Sewaktu saya mendatangi anak SMP untuk karena kelas mereka berbeda dengan SD maka saya melihat ada seorang anak perempuan yang sedang asik menyapu dan di samping kelasnya ada laki-laki yang sedang membereskan tasnya. Saya menghampiri anak perempuan dan menyapanya, namun sangat disayangkan dia malu dan enggan untuk berbicara seperti dia takut karena membelakangi saya. Saya menjumpain anak laki-laki yang disamping kelasnya namun dia terburu-buru pulang karena pekerjaannya telah selesai.

Hari-hari di Sekolah luar biasa saya mendapat banyak pelajaran tentang mereka. Anak tunanetra sangat senang jika kita mau berinteraksi dengan mereka dan mereka memiliki sifat yang keras seperti yang dituturkan oleh orang tua dari Tya

(40)

mereka akan merasa tidak mampu mengerjakan apa pun. Pernah sewaktu saya memarahi anak saya di rumah, saya memukul pelan agar tidak terbiasa melakukan hal yang tidak baik, malah dia lebih keras memukul saya dan bilang kalau saya jahat dari situ saya mulai mengerti kalau mereka tidak bisa di beri kekerasan dengan cara seperti itu”

Lain dengan ibu Anisa yang menuturkan

jika anaknya yang sudah memasuki umur remaja lebih suka menyendiri dan jika sudah dimarahi maka Anisa akan masuk ke kamar dan lebih banyak diamnya, susah untuk membujuk agar dia tidak lagi marah untuk berbicara saja dia tidak mau”

Berbeda lagi dengan anak di asrama seperti Henita orangnya susah di tebak. Seperti yang di tuturkan oleh ibu Tina:

“Henita merupakan anak asrama yang lucu. Jika dia marah atau tidak senang dengan orang lain maka dia akan marah-marah dengan bahasa karonya biar tidak ada satu orang pun yang mengerti dan kalau sudah emosinya muncul maka dia mau nyanyi-nyanyi sendiri dengan bahasa karo. Pernah sekali Henita sudah di tempat tidurnya entah kenapa dia kena marah sama kakak asuhnya, karena merasa tidak senang maka dia pun merepet juga tapi tidak tidur di atas kasur tapi dia tidur di bawah kolong tempat tidurnya sampai pagi dia berada di sana. Begitulah tingkah anak tersebut” (hasil wawancara dari Ibu Tina)

(41)

Dalam hal ini saya sangat susah untuk mencari keterangan bagi anak-anak tunanetra untuk medapatkan hasil yang baik karena mereka tidak mau terbuka. Sebentar di ajak bercerita lalu sebentar lagi sudah lain yang dibicarakan mereka. Mereka bercerita tidak mau tertuju satu arah dan mereka jika berbicara ingin didengarkan sehingga jika ada dua atau tiga orang di dekat kita maka mereka mau membawakan ceritanya masing-masing tanpa mau ada yang mengalah. Fransiskus yang berjalan di belakang Henita, keluar dari ruangan guru mengambil rapor saya melihat Fransiskus selalu senyum-senyum mengikuti Henita walau pun tidak bisa melihat tetapi mereka bisa merasakan dengan mencium aroma tubuh seseorang sehingga penciuman mereka tajam.

Fransiskus yang ikut duduk dengan kami di depan kelas mulai bercerita tentang apa yang sedang dialami, kesukaannya dengan Henita yang selalu ingin bersama Henita di sekolah maupun di asrama. Dia bercerita tentang Henita yang selalu dibayangkannya dan sering dimimpikan, tutur murid kelas lima yang memasuki usia 21 tahun. Fransiskus mengatakan kepada saya jika dia dan Henita sering bernyanyi sama di asrama dan lagu yang sering dinyanyikan oleh mereka adalah Indah Rencana Tuhan. Fransiskus banyak menghayal tentang Henita, dan dia ingin menikah disini kelihatan sekali jika fransiskus dalam masa perkemangannya dengan menyalurkan rasa inginnya dia langsung mengatakan kepada lawan jenisnya.

(42)

bernyanyi. Begitu banyak karakter mereka saat puber ada yang malu-malu, ada yang bahagia sendiri-sendiri dan ada yang suka usil mengganggu.

(43)

BAB II

ANAK TUNANETRA DI SEKOLAH LUAR BIASA KARYA MURNI

2.1Awal Berdirinya SLB/A

Bab ini akan menjelaskan tentang keberadaan anak tunanetra di sekolah luar biasa Karya Murni, Medan Johor. Meliputi kehidupan sosial mereka, namun sebelumnya akan dijelasan terlebih dahulu terbentuknya sekolah luar biasa di Indonesia dan sekolah luar biasa Karya Murni secara umum.

Di Indonesia perkembangan pendidikan luar biasa di Indonesia sebagian besar masih bersifat segregratif19dari sini maka terbentuk sekolah luar biasa. Sekolah luar biasa terdiri dari jenjang pra sekolah yaitu TKLB, pendidikan dasar seperti SDLB dan SMPLB dan pendidikan menengah seperti SMALB. Model pendidikan segregratif bertujuan agar anak-anak memperoleh pendidkan yang sesuai dengan karakteristik ketunaan/kecacatannya sehingga dapat mengembangkan kemampuan secara optimal20. Tidak hanya di pulau Jawa sekolah ini berkembanga, di pulau Sumatera juga khususnya di Medan. Ada beberapa sekolah untuk anak penyandang tunanetra salah satunya adalah sekolah luar biasa Karya Murni, Medan Johor.

Awal berdirinya SLB/A karya murni diinspirasikan oleh kisah kedatangan seorang gadis kecil yang tidak dapat melihat, bernama Ponikem. Gadis kecil berusia 13 tahun ini ditemukan oleh serdadu Belanda di sebuah jalan kota martapura kabupaten langkat. Oleh belas kasihan, serdadu ini membawa ponikem ke susteran Santu Yoseph Jl. Hayamwuruk

      

19 

Segregratif adalah memisahkan anak‐anak berkebutuhan khusus dari anak‐anak normaldan menempatkan  mereka di sekolah khusus. 

20 

(44)

Medan, untuk diasuh dan dirawat.Kedatangan mereka diterima oleh suster yang baik, yaitu Suster Ildefonsa yang berhati emas.Ponikem kemudian tinggal dan diasuh oleh suster-suster Hayamwuruk.Ini terjadi pada tahun 1950. Lama kelamaan ada suatu pemikiran di benak suster Ildefonsa ini. Ponikem bias diasuh dan tumbuh berkembang, namun apa jadinya kelak kalau harus di tuntun dan dipapah? Tidak bisa membaca dan menulis. Suster Ildefonsa ingin agar Ponikem juga bisa berarti dan punya nilai, tidak tergantung seumur hidupnya pada orang lain. Dia harus mendapatkan pendidikan sebagai tunanetra.

Pada tahun 1950 suster Ildefonsa mengambil cuti ke Nederland. Kesempatan itu ia pergunakan pergi ke grave sebuah institut anak tunanetra “de wijnbreg” untuk mem-pelajari huruf braille dan metode pengajarannya. Ia pun berulang-ulang pergi kesana untuk belajar. Pada suatu hari ia bertemu dengan seorang gadis tionghoa yang juga tunanetra. Ia berasal dari Bangka Indonesia yang telah enambelas tahun tinggal di institut tersebut Tress Kim Lan Bong ini adalah nama anak lengkap tionghoa tersebut. Suster Ildefonsa akhirnya mengutarakan niatnya pada kongregasi di Belanda dan pada Tress Kim Lan Bong ini untuk membuka sekolah luar biasa di Indonesia tepatnya di jalan Hayamwuruk no.11 Medan. Kongregasi sangat menyetujui niat baik ini. Namun itu bukanlah masalah gampang karena perlu pemikiran yang matang dan dukungn dana. Tetapi akhirnya diputuskan SLB/A ini akan didirikan. Tress Bong yang telah lama ingin pulang dengan senang hati ikut suster Ildefonsa ke Indonesia untuk mengajar tulisan braille. Mereka pun tiba. Mereka tiba di pelabuhan belawan pada 15 Agustus 1950, persis hari santa perawan maria diangkat kesurga.

(45)

disitulah komunikasi dalam kontak batin terbangun.Tidak beberapa lama datanglah dua orang anak, Agustina Wilhelmia Halatu (7 tahun) pada tahun 1950 dan Cicilia Pardede (21 tahun) pada tahun 1951.Begitulah pendidikan anak tunanetra itu mulai berjalan dan berkembang walaupun belum secara resmi.

Sosialisasi mengenai telah dibukanya pendidikan anak-anak tunanetra ini juga semakin digencarkan. Para Pastor maupun Suster yang sedang bertugas ke daerah-daerah selalu menyempatkan diri menyampaikan berita gembira ini, agar bila ada keluarga mereka yang buta dapat dididik dan di bian di sekolah baru ini.Hal ini memang bukan soal gampang.Sebab banyak keluarga-keluarga yang mempunyai anak tunanetra tidak rela anaknya dibawa tinggal di asrama. Ada semacam kekhawatiran bahwa mereka tidak akan berjumpa lagi kelak. Namun usaha tetap dijalankan meyakinkan mereka bahwa sekolah ini adalah yang terbaik untuk pembinaan anak mereka. Mereka harus dididik untuk bisa mendiri demi masa depan mereka sendiri.

(46)

Lokasi Hayamwuruk dirasakan telah menjadi sangat sempit untuk menampung dua sekolah SLB/A dan SLB/B maka ditahun 1969 SLB/B ini, dipindahkan kejalan HM.Joni Pasar Merah sebuah lokasi pertapakan dua setengah hektar, sedangkan SLB/A tetap di Hayamwuruk. Samapai tahun 1970 sudah ada pertambahan murid sebanyak 14 orang, walaupun sudah ada pula yang keluar karena telah lulus sebanyak tujuh orang, sehingga murid sekolah ada 20 orang.

2.1.1 Gedung Baru

Begitu dari waktu kewaktu sekolah ini semakin banyak peminantya sementara lokasi tetap tidak ada perkembangan. Disamping itu memang ada cita-cita luhur bahwa sekolah tunanetra ini harus bisa lebih mandiri dan berkembang lagi. Cita-cita itu hanya bisa dicapai apalagi ada saran dan prasarana yang cukup memadai.Sebagai langkah awal dibelilah sebidang tanah seluas tiga setengah hetrar di daerah Medan Johor Jl.Karya Wisata. Sembari terus berjuang mencari dana, pembangunan gedungpun dimulai secara bertahap. Gedung yang dibangun pertama kali di kompleks Karya Wisata ini adalah sebuah rumah untuk suster-suster dan sebuah lagi untuk SLB/A. ini dilakukan pada tahun 1978, atas bantuan dari Lions Club Medan beserta donator yang lain.

(47)

Murniuntuk melakukan studi banding Ke Wiyata Guna Bandung, sebuah pusat pembinaan tunanetra dalam bidang pertanian yang cukup berhasil. Karya Murni memenuhi undangan itu tahun 29 April 1978, dan banyak mendapat inspirasi untuk dikembangkan di Karya murni.

Tahun 1980 jumlah murid bertambah 35 orang.Di tahun 1983, gedung SLTP LB/A pun telah selesai pula.Suasana belajar semakin lancer dan teratur. Tetapi jumlah siswa yang semakin tinggi serta gedung-gedung yang semakin lengkap itu tidak membuat lekas merasa puas diri. Semangat pengabdian memanusiakan orang-orang kecil dan menderita menjadi setara dengan kita, tetap bergelora di hati Suster-suster Santu Yoseph ini.Pada tahun 1985 sayap telah dikembangkan. Karya Murni telah terbang jauh melintasi pulai, ke Ruteng Flores. Disana ternyata banyak pula saudara yang membutuhkan pertolongan.

Suster Angelina Pane yang tlah bertugas disana lebih tujuh tahun bercerita, bahwa sama seperti disini kebutaan yang mereka alami juga banyak disebabkan penyakit pokken dan kekurangan gizi ini. Sangatlah wajar bila kita membuka diri menolong mereka. Sosialisasi di sana cukup dikembangkan, baik melalui siaran-siaran radio sehingga banyak tunanetra yang bisa dijaring. Tercatat ada 120 orang anak yang didik di sana. Sementara itu perkembangan di Karya Murni Medan sendiri pada tahun 1990 jumlah murid sudah mencapai 63 orang. Penghuni asrama secara otomatis bertambah juga.Usia mereka bervariasi dari 2 (dua) samapi 21 tahun. Melihat perkembangan anak-anak yang diasuh disini terutama anak-anak dua sampai lima tahun yang ternyata perkembangannya tidak sesuai dengan usianya. Hal ini mungkin karena mereka bergaul dengan orang-orang yang usianya lebih tua.

(48)

sekaligus mengalami kasih dimana anatara anak dengan anak serta anak dengan pengasuhnya dapat tercipta suasana kekeluargaan dan persaudaraan yang dalam. Disamping itu sekaligus juga untuk lebih memandirikan mereka. Sesuai dengan catatan yang ada, jumlah anak didik SLB/A ini sekarang tercatat 47 sedangkan yang telah berhasil diluluskan lebih dari 214 (dua ratus empat belas) orang.

2.2Letak Geografis dan Sarana Prasarana Umum

Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB-A) Karya Murni Medan Johor yang berada di jalan karya wisata bagian selatan kota medan memiliki jarak tempuh sekitar 5 km dari pusat kota. Sekolah ini berlokasi dibagian selatan kota medan, atau lebih sering disebut dengan daerah MEDAN JOHOR berdekatan dengan daerah simalingkar. Dari Padang bulan jarak tempuh sekitar 15 menit perjalanan. Sekolah ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Timur : Jln. Protocol/ Jln. Karya Wisata

Sebelah Utara : Candika

Sebelah Barat : Susteran

Sebelah Selatan : TK. Ignatius

(49)
(50)

2.2.1 Denah Sekolah

DENAH SEKOLAH SLB-A KARYA MURNI

Jl.Karya Wisata

Jl. Karya Wisata

(51)

2.2.2 Sarana Prasarana Umum

Sekolah merupakan tempat belajar dan membutuhkan fasilitas untuk kenyamanan dan penunjang yang mendukung kemajuan pendidikan. Untuk itu yayasan menyediakan fasilitas yang dapat dipergunakan mendukung aktifitas siswa-siswi yang bersekolah di TKLB-A, SDLB-A, SMPLB-A.Sarana dan fasilitas sekolah yang diberikan oleh pihak yayasan Seri Amal yang sesuai dengan kebutuhan anak tunanetra.

2.2.1.1 Daftar Inventaris

Tabel : 1

Daftar inventaris SLB-A karya Murni

Tahun Pelajaran

No Nama Barang Kondisi Jumlah

Baik Rusak Daftar Inventaris kelas I

1 Meja guru 1 buah - 1 buah

2 Kursi guru 1 buah - 1 buah

3 Meja murid 6 buah - 1 buah

4. Kursi murid 6 buah - 6 buah

5 Lemari 2 buah - 2 buah

6 Tongkat 3 buah - 3 buah

7 Papan tulis Braille 1 buah - 1 buah

8 Keranjang sampah 1 buah - 1 buah

(52)

1 Meja guru 1 buah - 1 buah

2 Kursi guru 1 buah - 1 buah

3 Meja murid 3 buah - 3 buah

4 Kursi murid 3 buah - 3 buah

5 Lemari 1 buah - 1 buah

6 Tongkat 4 buah - 4 buah

7 Keranjang sampah 1 buah - 1 buah

8 Gambar dinding 2 buah - 2 buah

9 Rak buku 1 buah - 1 buah

10 Papan tulis awas 1 buah - 1 buah

Daftar inventaris kelas III

1 Meja guru 1 buah - 1 buah

2 Kursi guru 1 buah - 1 buah

3 Meja murid 3 buah - 3 buah

4 Kursi murid 3 buah - 3 buah

5 Lemari 1 buah - 1 buah

6 Tongkat 2 buah - 2 buah

7 Keranjang sampah 1 buah - 1 buah

8 Gambar dinding 2 buah - 2 buah

9 Rak buku 1 buah - 1 buah

10 Gambar burung garuda 1 buah - 1 buah

11 Bangunan ruang geometri 6 buah - 6 buah

Daftar Inventaris kelas IV

(53)

2 Kursi guru 1 buah - 1 buah

3 Meja murid 5 buah - 5 buah

4 Kursi murid 5 buah - 5 buah

5 Lemari 1 buah - 1 buah

6 Tongkat 4 buah - 4 buah

7 Keranjang sampah 1 buah - 1 buah

8 Gambar dinding 2 buah - 2 buah

9 Gambar burung garuda 1 buah - 1 buah

10 Bangunan ruang geometri 5 buah - 5 buah

Daftar inventaris kelas V

1 Meja guru 1 buah - 1 buah

2 Kursi guru 1 buah - 1 buah

3 Meja murid 7 buah - 7 buah

4 Kursi murid 7 buah - 7 buah

5 Lemari 2 buah - 2 buah

6 Tongkat 4 buah - 4 buah

7 Keranjang sampah 1 buah - 1 buah

8 Gambar dinding 2 buah - 2 buah

9 Gambar burung garuda 1 buah - 1 buah

10 Bangunan ruang geometri 6 buah - 6 buah

Daftar inventaris kelas VI

1 Meja guru 1 buah - 1 buah

2 Kursi guru 1 buah - 1 buah

(54)

4 Kursi murid 4 buah - 4 buah

5 Lemari 2 buah - 2 buah

6 Tongkat 2 buah - 2 buah

7 Keranjang sampah 1 buah - 1 buah

8 Gambar dinding 4 buah - 4 buah

9 Gambar burung garuda 1 buah - 1 buah

10 Bangunan ruang geometri 10 buah - 10 buah

11 Globe timbul 1 buah - 1 buah

Inventaris kelas VII

1 Meja guru 1 buah - 1 buah

2 Kursi guru 1 buah - 1 buah

3 Meja murid 3 buah - 3 buah

4 Kursi murid 3 buah - 3 buah

5 Rak buku 1 buah - 1 buah

6 Peta Indonesia 4 buah - 4 buah

7 Keranjang sampah 1 buah - 1 buah

8 Gambar burung garuda 1 buah - 1 buah

9 Papan tulis 1 buah - 1 buah

10 Peta pulau sumatera 1 buah - 1 buah

Inventaris kelas VIII

1 Meja guru 1 buah - 1 buah

2 Kursi guru 1 buah - 1 buah

3 Meja murid 4 buah - 4 buah

Gambar

Gambar dinding
Gambar dinding
Gambar dinding
Gambar burung garuda
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Setiap kelompok menemukan kesalahan yang sering dilakukan pada rangkaian gerakan variasi lari jarak pendek. Peserta didik dalam kelompoknya saling

Akhirnya sebagai kesimpulan dari hasil penelitian ini, penulis berpendapat bahwa dalam praktik tindak pidana pemalsuan dokumen yang dilakukan dengan memanfaatkan

Untuk mengetahui apakah program bantu bahasa isyarat mempermudah staff pengajar dalam proses belajar-mengajar bahasa isyarat, dapat dilihat pada perhitungan data

Hasil akhir dari sistem ini adalah resistensi antibiotik pada bakteri yang bersarang pada sample pasien dan saran antibiotik mana saja yang sebaiknya digunakan..

JUDUL : PERGURUAN TINGGI TAK SIAP, PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN TERKENDALA. MEDIA

Pada hasil analisis Rumah Susun Transit Ujung Berung terdapat ruang untuk umum yang merupakan bagian bersama sehingga memenuhi standar pelayanan minimal sarana

Sanitasi pada proses pengemasan dilakukan dengan cara memberikan kepada pekerja sarung tangan pada waktu melakukan pengemasan sehingga produk tidak berkontak

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap modifikasi dan karakterisasi tepung jagung native serta tepung jagung HMT, penentuan pengaruh substitusi