• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep [legibility] di Kabupaten Sleman periode Januari-Februari 2007 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep [legibility] di Kabupaten Sleman periode Januari-Februari 2007 - USD Repository"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI DOKTER, APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN

DALAM RESEP(LEGIBILITY) DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE JANUARI-FEBRUARI 2007

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi(S. Farm)

Progam Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

BINTARI MARBUDIANA C. NIM : 998114199 NIRM : 990051122004120174

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

PERSEMBA

Kas

bagi manusia adalah ilmu dan

hikmah(Prof. KH Alie Yafie).

demikian itu termasuk perbuatan yang mulia(Q.S 42: 43).

silver lining in

eve

mam

Blanchett).

lan yang telah anda hadapi dan keberanian yang

bertubi-tubi(Anonim).

a hormat dan baktiku ikku

HAN

ih Allah yang sangat penting

Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang

There’s always a

ry dark cloud(Anonim).

Kita menjadi dewasa karena dipercaya dan

pu memegang kepercayaan itu(Samuel

Keberhasilan tidak diukur dengan apa yang telah anda raih,

namun kegaga

membuat anda tetap berjuang melawan rintangan yang

Kupersembahkan buat:

Ibu-Bapakku, ungkapan ras

Kakak dan ad

(5)

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji syukur yang tak terhingga kepada Tuhan Yang

DO

RE N KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM

FE

Sar arma Yogyakarta.

skr i berbagai pihak. Oleh

bes

enyelesaikan skripsi ini.

erikan kritik serta saran kepada penulis.

ang diberikan untuk melakukan penelitian di Kabupaten Sleman.

Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul PERSEPSI

KTER, APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN SEP DA

RESEP(LEGIBILITY) DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE JANUARI – BRUARI 2007 dapat terselesaikan.

Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

jana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dh

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan

ipsi ini tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dar

karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-arnya kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing dan penguji yang

telah sabar membantu dan membimbing dalam m

3. Bapak Drs Sulasmono, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji

dan memberikan masukan serta saran kepada penulis.

4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia

menguji dan memb

5. BAPPEDA Kabupaten Sleman dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman atas

(6)

6. Bapak dan Ibu Dokter praktek swasta perseorangan di Kabupaten Sleman

yang telah bersedia membantu penulis selama penelitian dengan mengisi

kuisioner.

7. Bapak dan Ibu Apoteker di Kabupaten Sleman yang sudah bersedia

meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner.

8. Bapak, Ibu, Sdr/i responden pasien yang bersedia meluangkan waktu untuk

membantu peneliti dengan bersedia mengisi kuisioner.

9. Kedua orang tuaku untuk cinta dan kasih sayangnya serta dukungan secara

moril maupun materiil dalam menyelesaikan skripsi ini

10. Mas Kelik dan dik Danang buat kasih sayang dan dukungan semangatnya

selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

11. Keluarga Ibu Fatimah Anton Mulyono terimakasih untuk dukungan dan

do’anya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

12. Keluarga Om Eko dan Bulik Wuri terimakasih untuk do’a dan dukungannya

selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

13. Sr. Yunitri dan Sr. Okta yang telah memberikan dukungan, bimbingan dan

saran kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

14. Dik Putri, May, mbak Ira, mbak Rini dan Hezky yang telah membantu penulis

selama penelitian.

15. Mas Ian untuk do’a, dukungan dan perhatiannya selama penyelesaian skripsi

ini.

16. Teman-temanku mbak Nita, Adi, Erni, Mita, Ari, Ari Widhi, Atok, Banar,

(7)

dukungan dan bantuan kepada penulis. Teman-teman kostku yang baru,

teri

satu yang telah membantu

. makasih untuk semuanya.

17. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu per

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Tak ada gading yang tak retak demikian pula dengan apa yang tertuang

dalam skripsi ini yang masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu berbagai

saran dan kritik yang membangun saya harapkan demi kesempurnaan skripsi

ini.

(8)
(9)

INTISARI

Aspek kelengkapan dari dan keterbacaan tulisan dokter dalam resep ( legibility ) menjadi hal yang sangat penting sebagai salah satu lan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran persepsi emudahan pembacaan tulisan ( legibility ) pada resep di Kabupaten Sleman periode

Januari-eskriptif. Kelengkapan resep adalah resep yang sesuai persyaratan administratif

004 yang meliputi nama; SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf ama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta; dan cara pemakaian yang jelas. Hasil penelitian

nting oleh dokter adalah aspek berat badan sebesar 46,51%. Sebanyak 81,40% apoteker

mengenai kemudahan pembacaan resep yang dilayani di apotek yang tulisannya tidak jelas 1% tidak ada dan 55,81%(≤10%). Pasien berpendapat bahwa kelengkapan resep itu perlu an dokter yang mereka terima kurang jelas/tidak terbaca.

Kata kunci : persepsi, kelengkapan resep, legibility. sebuah resep

gkah preventif terhadap kejadian medication error.

dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan k

Februari 2007. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional d

pada skrining resep sesuai KepMenKes RI No 1027/MENKES/SK/IX/2

dokter; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; n

menunjukkan bahwa aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak pe

berpendapat bahwa semua aspek kelengkapan resep itu penting dan

dalam 1 bulan terakhir sebanyak 4,65%(≥21%); 11,63%(11-20%); 27,8

(10)

ABSTRACT

ng doctor article in prescribe (legibility) become things which of vital importance as one of step

Intention of This research is to get image of doctor perception, patient and

pha of article

(legibility) at prescribe in Sub-Province Sleman period Januari-Februari 2007. Thi

Equipment of prescribe is appropriate prescribe of administrative clauses

at RI No

1027/MENKES/SK/IX/2004 covering name; SIP and doctor address; date of

prescri heavy of

patient body; identity of drugs, potency, dose, amounts asking; and way of clear

usage. e thought

nothing of by doctor is body weight aspect equal to 46,51%. Counted 81,40% pha

concerning amenity of read of prescribe which served in pharmacy the article is

diff (11-20%);

27,81% there no and 55,81%(≤10%). Patient have a notion that the prescribe

equipm 33% agree

that doctor article which they receiving less or hard to read.

Keyword: Perception, equipment of prescribes legibility.

Equipment aspect from a prescription and amenity of readi

of preventive to occurrence of medication errors.

rmacist concerning equipment of prescribe and amenity of read

s research type is research of observational is descriptive.

screening prescribe according to KepMenKes

bing; signal or initial doctor; name, address, age, gender and

Research result indicate that aspect of equipment of prescrib

rmacist have a notion that any the prescribe equipment aspect is important and

icult to read in 1 month is last counted 4,65%(≥21%); 11,63%

(11)

DAFTAR ISI

N PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

N PERSEMBAHAN ... iii

Manfaat penelitian...

Penelitian ...

Tujuan umum ... 5

(12)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... A. Definisi dan Kaidah Penulisan Resep ...

B. Per ...

Pengertian persepsi... 15

Objek persepsi... 16

gan Empiris... 16

B III. METODOLOGI PENELITIAN ... A Jenis dan Rancangan Penelitian ... 17

B. Definisi Operasional Variabel... C Subyek Penelitian... 18

(13)

E. Cara Penelitian ... 19

4. Uji validitas isi ...

5. Menentukan besar sampel dan teknik sampling...

6. Penyebaran kuisioner ...

7. Pengumpulan kuisioner...

F. Tata Cara Analisis Hasil... A. Karakteristik Responden ...

1. Karakteristik responden dokter ...

a. Usia ...

g. Rata-rata pasien per harinya... 19 1. Analisis situasi dan penentuan masalah ... 19

2. Membuat instrumen penelitian... 19

(14)

2. Karakteristik responden Apoteker Pengelola

f. Rata-rata lembar resep perhari yang dilayani...

3. Karakteristik responden pasien ...

a. Usia ...

b. Jenis kelamin...

c. Pendidikan terakhir ...

B. Persepsi Responden Dokter Mengenai Kelengkapan Resep

dan Kemudahan Pembacaan Resep...

C. Persepsi Responden Apoteker Mengenai Kelengkapan Resep

dan Kemudahan Pembacaan Resep...

D. Persepsi Responden Pasien Mengenai Kelengkapan Resep

dan Kemudahan Pembacaan Resep...

(15)

DAFTAR PUSTAKA ...

ENULIS ...

... 62 LAMPIRAN... 65

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Persepsi responden dokter mengenai aspek

kelengkapan dan keterbacaan resep... 37

42

43

44

45

49

50

51

51

abel X.

kelengkapan dan keterbacaan resep... 52 Tabel II. Aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak

penting oleh responden dokter...

Tabel III. Pendapat/komentar responden dokter mengenai

tulisan dokter dalam resep yang tidak jelas...

Tabel IV. Faktor-faktor yang mempengaruhi

ketidaklengkapan penulisan resep...

Tabel V. Persepsi responden dokter mengenai aspek

kelengkapan dan keterbacaan resep...

Tabel VI. Aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak

penting oleh responden apoteker...

Tabel VII. Tindakan yang dilakukan oleh responden apoteker

jika terdapat resep yang tidak lengkap...

Tabel VIII. Persentase resep yang tulisannya tidak jelas dalam

1 bulan terakhir...

Tabel IX. Tindakan yang dilakukan responden apoteker jika

terdapat resep yang tulisannya tidak jelas/tidak

terbaca...

(17)

Tabel XI. Tindakan yang dilakukan responden pasien jika

resep yang diperoleh tidak dapat dilayani oleh

apotek karena resep tidak lengkap atau tulisan

yang tidak terbaca/tidak jelas... 57

abel XII. Perbandingan persentase antara responden dokter

poteker mengenai aspek

kelengkapan resep yang dianggap tidak penting... 59

T

(18)

DAFTAR GAMBAR

n

ambar 5. Tahun lulus responden dokter ...

Gambar 6. Lamanya praktek responden dokter ...

Gambar 7. Jumlah tempat praktek responden dokter...

Gambar 8. Rata-rata pasien per hari yang datang ke tempat praktek

dokter ...

Gambar 9. Usia responden APA ...

Gambar 10. Jenis kelamin responden APA ...

Gambar 11. Tahun lulus responden AP ...

Gambar 12. Pendidikan terakhir responden APA...

Gambar 13. Lamanya responden bekerja sebagai APA...

Gambar 14. Rata-rata lembar resep pe

Gambar 15. Usia responden pasien...

Gambar 16. Jenis kelamin responden pasien ...

Gambar 17. Pendidikan terakhir responden pasien...

Gambar 18. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan

dan keterbacaan resep ... 22

Gambar 1. Bagan jumlah sampel dan kuisioner ...

Gambar 2. Usia responden responden dokter...

Gambar 3. Jenis kelamin responden dokter ...

Gambar 4. Spesialisasi responden dokter ...

G

A

(19)

Gambar 19. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan

dan keterbacaan resep ...

Gambar 20. Persepsi respon spek kelengkapan 46

den dokter mengenai a

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data hasil persepsi...

Lampiran 2. Kuisioner ...

Lampiran 3. Surat ijin penelitian ... 65

74

83

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

nikasi yang memadai yang mampu secara optimal menghantarkan

a pesan. Berdasarkan hal tersebut maka resep harus

mempu

apoteker, maka sangat potensial untuk terjadi miss – communication yang dapat mengakibatkan kerugian atau bahkan mengancam keselamatan pasien.

Keselamatan pasien (patient safety) merupakan issue kritis dan harus ditangani dengan tepat karena menyangkut keselamatan pasien. Patient safety

menjadi tanggung jawab berbagai pihak yang terkait dengan pengobatan pasien.

Salah satu hal yang terkait dengan patient safety adalah medication error yang merupakan suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang seharusnya dapat

dicegah dan masih dalam kontrol atau tanggung jawab tenaga kesehatan (Cohen,

1991).

Perhatian mengenai medication error (ME) pada beberapa tahun belakangan ini makin meningkat seiring dengan meningkatnya sikap kritis dari

pasien. Medication error sangat potensial untuk terjadi pada proses komunikasi non verbal antara dokter dan apoteker mengenai pengobatan pasien. Resep

merupakan alat komunikasi antara dokter dan apoteker pada proses komunikasi

non verbal. Salah satu persyaratan sebuah komunikasi yang ideal adalah adanya

media komu

pesan ke pihak penerim

nyai kemampuan yang optimal dalam menyampaikan permintaan dari

dokter kepada apoteker mengenai terapi obat bagi pasien. Jika resep tidak bisa

(22)

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widayati dan Hartayu (2006)

mengem

an dokter dalam

ca oleh apoteker maupun asisten apoteker di apotek.

keterba

penting kter

pen

error. 1. Peru

an di atas maka

pen

si apoteker mengenai aspek kelengkapan resep dan

2. Kea

Penelitian tentang persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai

kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep ( legibility) di Kabupaten Sleman belum pernah dilakukan. Pramudiarja (2006) melakukan penelitian

ukakan bahwa dari 1978 buah resep yang diteliti, tidak ada satupun yang

memenuhi aspek kelengkapan resep. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Pramudiarja (2006) mengungkapkan bahwa terdapat masalah tulis

resep yang tidak terba

Oleh karena itu, aspek persyaratan kelengkapan dari sebuah resep dan

caan tulisan dokter dalam resep (legibility) menjadi hal yang sangat . Aspek kelengkapan sebuah resep seharusnya dipenuhi oleh do

ulis resep sebagai salah satu langkah preventif terhadap kejadian medication

musan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapk

elitian ini akan mengangkat permasalahan sebagai berikut:

a. seperti apakah persepsi dokter mengenai aspek kelengkapan resep dan

kemudahan pembacaan resep (legibility) yang ditulisnya? b. seperti apakah persep

kemudahan pembacaan resep (legibility) yang akan dilayaninya?

c. seperti apakah persepsi pasien mengenai aspek kelengkapan resep dan

(23)

dengan judul ”Potensi medication er sep anak di 10 apotek di kota Yogyak

(2001) melakukan penelitian dengan judul ”Kajian Penulisan

Res

ah Sakit Dr. Sardjito

awati, Oetari dan Mulyaningsih (2004) mengindentifikasi

dal

men medication error.

seb

penelitian ini respondennya adalah dokter, apoteker dan pasien atau pengantar

Dal

mengenai kelengkapan resep serta kemudahan pembacaan tulisan dalam resep

ibility).

3. Manfaat penelitian

asil penelitian persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai

kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) di Kabupaten Sleman dapat dimanfaatkan sebagai berikut :

ror dalam re

arta periode Januari – Maret 2005 dan persepsi pembaca resep yang

menanganinya ( Tinjauan aspek kelengkapan dan kejelasan resep)”.

Rahmawati

ep : Tinjauan Aspek Legalitas / Kelengkapan Resep di Apotek – apotek

Kotamadya Yogyakarta”. Dalam penelitian yang berjudul ”Tingkat Efisiensi

Sistem Distribusi Unit Dose pada bangsal Bougenvil Rum

Yogyakarta”, Rahm

jenis – jenis penulisan resep yang berpotensi menimbulkan medication error

am Kartu Instruksi Pengobatan (KIPO) dan tindakan yang diambil untuk

angani masalah

Yang membedakan penelitian ini dari penelitian yang pernah dilakukan

elumnya adalah pada lokasi pengambilan dan juga dari respondennya. Pada

pasien yang menebuskan obat dan lokasi pengambilan data di Kabupaten Sleman.

am penelitian ini fokusnya adalah persepsi dari dokter, apoteker dan pasien

(leg

(24)

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran

mengenai persepsi responden dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan

resep dan kemudahan

b. Ma

t dijadikan bahan acuan untuk apoteker bagi

rguna untuk menambah pengetahuan bagi pembacaan tulisan dalam resep (legibility).

nfaat praktis

1) hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan bagi pengembangan

model-model resep yang ideal di Indonesia sehingga diperoleh model

resep baru yang mengakomodasi upaya pencegahan medication error. 2) hasil penelitian ini dapa

peningkatan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek terutama dalam hal

pelayanan resep dengan melihat dari kelengkapan resep yang diterima

sebagai upaya mencegah terjadinya medication error.

3) hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk dokter agar memberikan

peresepan yang rasional terutama dari segi kelengkapan dan kemudahan

pembacaaan tulisan dalam resep dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan bagi pasien.

4) hasil penelitian ini dapat be

pasien tentang kelengkapan resep sehingga mereka bisa memperoleh

pelayanan kesehatan yang optimal dan mereka juga bisa berperan dalam

(25)

B. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan

sebelumnya dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. T

M sepsi dokter, apoteker dan pasien

terhadap kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan (legibility) pada resep

2. T

a. Men ngenai aspek kelengkapan resep dan

j

d

b. Mengetahui persepsi responden apoteker mengenai aspek kelengkapan resep

dan juga kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) dari resep yang dilayaninya.

c. Me

ujuan umum

endapatkan gambaran mengenai per

di Kabupaten Sleman periode Januari – Maret 2007.

ujuan khusus

getahui persepsi responden dokter me

uga kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) dari resep yang itulisnya.

ngetahui persepsi responden pasien mengenai aspek kelengkapan resep dan

juga kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) dari resep yang diterimanya.

(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Definisi dan kaidah penulisan resep

Definisi resep terdapat I No.1027/ MenKes/SK/ IX/

2004 te

arus ditulis secara jelas dan mudah dimengerti. Penulisan resep

yang bi

hindari. Resep harus

ang pada umumnya

ditulis

dihindarkan, karena dapat meragukan makna (Joenoes, 1995). dalam KepMenKes R

ntang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Resep adalah permintaan

tertulis dari dokter , dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk

menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan

yang berlaku ( Anonim, 2004a).

Resep h

sa menimbulkan ketidakjelasan, keraguan, atau salah pengertian mengenai

nama obat serta takaran yang harus diberikan seharusnya di

memuat unsur-unsur informasi mengenai pasien, pengobatan yang diberikan dan

siapa dokternya. Informasi tentang pasien mencakup nama, jenis kelamin, dan

umur. Di beberapa unit pelayanan kesehatan di negara-negara tertentu, diagnosis

juga sering ditulis dalam resep. Ini memungkinkan dilakukannya pengecekan

ulang oleh apoteker (Anonim,2000).

Dalam resep digunakan bahasa latin, tidak hanya untuk penulisan

nama-nama obat tetapi juga untuk ketentuan-ketentuan mengenai pembuatan atau

bentuk obat, termasuk petunjuk aturan pemakaian obat y

berupa singkatan. Untuk menghindari kesalahan interpretasi,

(27)

Menurut ketentuan Tata Cara Pengelolaan Apotek (Surat keputusan

MenKes No 280/Menkes/SK/V/1981), resep selain memenuhi PerMenKes No 26

tahun 1

hewan.

c. tanda R/ pada bagian kiri resep, nama obat atau komposisi obat

d. aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura)

rundang-undangan yang berlaku (subscriptio)

f.

g. tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang

h. resep dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pada hewan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

memberi tanda ”segera”, ”cito”, ”statim” atau ”urgent” pada bagian s

B. Peresepan Rasional

sional adalah resep yang tepat dan aman. Resep yang

atan baik di negara maju 981, harus memuat juga :

a. nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, dan dokter

b. tanggal penulisan resep (inscriptio) (invocatio)

e. tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan pe

jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan.

jumlahnya melebihi dosis maksimal

i. resep yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri sesuai dengan

j. untuk penderita yang memerlukan pengobatan segera dokter dapat

kanan ata

Resep yang ra

rasional harus memenuhi syarat yaitu setelah dosisnya tepat maka kemudian

dalam memilih obatnya tepat sesuai dengan penyakitnya dan aman digunakan.

Diberikan dengan dosis yang tepat dalam bentuk sediaan yang tepat, diberikan

pada waktu yang tepat, dengan cara yang tepat untuk penderita yang tepat

(Christina, 2002)

Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman dan juga tidak

ekonomis atau yang lebih popular dengan istilah tidak rasional, saat ini telah

(28)

maupun negara berkembang. Masalah ini dijumpai di unit pelayanan kesehatan,

isalny

, 2000)

bangkan oleh sebuah Dewan Koordinasi Nasional yaitu The National edication Error Reporting and Prevention (NCC MERP)

ventable event that may cause or lead to inappropriate medication use or patient harm while the medication is in the co o

De

da d

tidak layak atau yang bersifat merugikan pasien padahal pengobatan tersebut

berada dalam pantauan tenaga kesehatan, pasien atau konsumen. Beberapa

kejadian dapat berhubungan dengan praktisi kesehatan, produk kesehatan,

iskomunikasi, pelabelan,

enyediaan, pendistribusian,

adm

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1027/MENKES/SK/IX/2004

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek mendefinisikan medication

m a di rumah sakit, puskesmas, praktek pribadi maupun di masyarakat luas

(Anonim

C. Medication error

Secara harafiah, medication error dapat diartikan sebagai suatu kesalahan dalam suatu proses pengobatan. Definisi tentang medication error pertama kali dikem

Coordinating Council for M

, yaitu:

a medication error is any pre

ntr l of the health care professional, patient or consumer.

ngan demikian medication error (ME) dapat diartikan suatu kejadian yang pat icegah yang bisa sebagai penyebab atau berperan dalam pengobatan yang

prosedur, dan sistem pengobatan termasuk peresepan, m

pengemasan, dan penamaan produk, pencampuran, p

(29)

error (ME) sebagai suatu kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.

Dwiprahasto (2004) berpendapat bahwa medication error dapat terjadi dalam setiap langkah penyiapan obat mulai dari proses pemilihan obat, permintaan

melalui resep, pembacaan resep, formulasi obat, penyerahan obat kepada pasien

hingga penggunaannya oleh pasien atau petugas kesehatan. Kesalahan yang

Hospital Association (cit., Dwiprahasto, 2004),

medication error antara lain meliputi; informasi pasien yang tidak lengkap, tidak skomunikasi dalam

peresep

, tempat

dilakuk

a. lahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, p yerahan obat atau bahan obat.

b. penga rahan perbekalan farmasi

lainn

c. pelayanan inform

dimaksud dapat berasal dari manusia maupun lemahnya sistem yang ada.

Menurut American

kejadian-kejadian

diberikan informasi yang layak, mi

an, pelabelan kemasan yang tidak jelas, serta faktor lingkungan kerja yang

kurang memadai.

D. Apotek 1. Pengertian apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1027 / MENKES/ SK/ IX/

2004, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu

an pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan

kesehatan lainnya kepada masyarakat. Permenkes No 922/MENKES/SK/X/1993

pasal 10 menyebutkan bahwa pengelolaan apotek meliputi:

pembuatan, pengo enyimpanan, dan pen

daan, penyimpanan, penyaluran, dan penye ya.

(30)

Dalam pas a disebutkan

bahwa :

a. pelayanan in (c) meliputi :

dibe nya maupun

kep

a. tempat er yang telah mengucapkan s

b. sarana

pencam u bahan obat.

c. s p an farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperluk

Selain

922/MENKES/PER/X/1993 menyebutkan :

Apotek wajib profesinya yan

Sedangkan me

Apotek n informasi: a. yang be

al 11 Permenkes No 922/MENKES/SK/X/1993 jug

formasi yang dimaksud dalam pasal 10 huruf

1) pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang rikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lain

ada masyarakat.

gamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, aya, dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.

informasi yang dimaksu

ungsi apotek

an Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 1 menyebutkan tugas dan

dalah sebagai berikut :

pengabdian profesi seorang apotek umpah jabatan.

farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, puran dan penyerahan obat ata

arana enyalur perbekal

an masyarakat secara meluas dan merata.

itu menurut Pasal 15 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan No

melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian g dilandasi pada kepentingan masyarakat.

nurut Pasal 15 ayat (4) menyebutkan : er wajib memberika

rkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien naan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat

berfungsi sebagai unit sarana kesehatan yang tidak berorientasi

(31)

jawab alam menjalankan fungsi ini harus

mengutamakan

memperhatikan kelengkapan sediaan obat dan barang yang dijual di apotek agar

diusahakan tidak ada resep atau permintaan konsumen yang ditolak karena

keti

yan

harus mampu bertindak sebagai manajer dengan bekal ilmu manajerial yang

dim

E. Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Sistem pelayanan kefarmasian dapat diartikan sebagai bagian integral dari

sistem pelayanan kesehatan yang utuh dan terpadu, terdiri dari struktur dan fungsi

jaringan pelayanan kefarmasian. Praktek kefarmasian adalah upaya

penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian dalam rangka pemeliharaan kesehatan

dan pencegahan penyakit bagi perorangan, keluarga, kelompok dan atau

masyarakat. Sistem pelayanan kefarmasian meliputi struktur sistem pelayanan

kefarmasian dan fungsi sistem pelayanan kefarmasian (Anonim, 2004a).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

jenis pelayanan yang diberikan seorang apoteker di apotek meliputi:

1. Pelayanan resep 1.1.

Apoteker melakukan skrining resep meliputi:

i. Nama, SIP dan alamat dokter. ii. Tanggal penulisan resep. seorang apoteker. Seorang apoteker d

kepuasan konsumen (customer satisfaction) antara lain dengan

daklengkapan sediaan. Selain itu apotek juga berfungsi sebagai sarana bisnis

g diharapkan dapat memberi keuntungan (profit oriented). Apoteker di tuntut

ilikinya (Anief, 2001).

Skrining resep

(32)

iii. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.

iv. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.

s.

osis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).

ep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan

kan etiket pada wadah.

obat serta

Etiket harus jelas dan dapat dibaca. 1.2.3. Kemasan obat yang diserahkan

Obat hendaknya dike rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan

obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat

1.2.5. Informasi obat

r harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi

ra penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, sehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan

rmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.

seperti cardiovascular, diabetes, ronis lainnya, apoteker harus v. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta.

vi. Cara pemakaian yang jela vii. Informasi yang lainnya.

1.1.2. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, d

1.1.3. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi,

Jika ada keraguan terhadap res

dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

1.2. Penyiapan obat 1.2.1. Peracikan

merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberi

Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah

penulisan etiket yang benar. 1.2.2. Etiket

mas dengan

1.2.4. Penyerahan obat

akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan

dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

Apoteke

obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, ca

1.2.6. Konseling

pengobatan, dan perbekalan ke

terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan fa

Untuk penderita penyakit tertentu TBC, asthma, dan penyakit k

(33)

1.2.7. Monitoring Penggunaan Obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus unaaan obat, terutama untuk

s, TBC, asthma, dan nnya.

2. Promosi dan Edukasi

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara si dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antar lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan dan

Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktifitas

n dokter gigi sebagai salah satu komponen utama pemberi

pelayan

un di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah

Repub

melaksanakan pemantauan pengg

pasien tertentu seperti cardiovascular, diabete penyakit kronis lai

aktif dalam promo

lain-lainnya.

3. Pelayanan residensial (Home Care)

kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok

ini apoteker harus membuat catatan pengobatan (medication record).

F. Penulisan resep oleh Dokter Dokter da

an kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting

karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu

pelayanan yang diberikan ( Anonim, 2004c).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran, definisi dokter atau dokter gigi adalah dokter, dokter

spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi baik di dalam maup

lik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan.

Standar pelayanan kesehatan menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 44

(34)

1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib

2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut

3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Sedangkan kewajiban dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik

kedokteran terdapat pada pasal 51 yang meliputi:

1) memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

2) merujuk pasien ke dokter atau ke dokter gigi lain yang mempunyai keahlian

pemeriksaan atau pengobatan;

setelah pasien itu meninggal dunia;

yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

atau kedokteran gigi.

G. Pasien

Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter maupun apoteker

ditujukan kepada konsumen, en. Dalam Undang-Undang

jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran pada pasal 52 pasien berhak untuk:

a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tidakan medis yang sekurang-kurangnya mencakup:

1. diagnosis dan tata cara tindakan medis; 2. tujuan tindakan medis yang dilakukan;

3. alternatif tindakan lain dan risikonya;

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan

3) merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga

4) melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia

5) menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

dalam hal ini adalah pasi

No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 4 ayat (3), pasien

berhak mendapatkan:

(35)

4. risiko dan komplikasi yang terjadi;dan 5. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. b. meminta pendapat dok

c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. menolak tindakan medis; dan

e. mendapatkan isi rekam medis.

H. Persepsi 1. Pengertian persepsi

Menurut Gibson dkk (cit., Budirahayu, 2003), persepsi merupakan penafsiran terhadap stimulus yang terorganisir yang mempengaruhi sikap dan

perilaku. Persepsi merupakan bagian yang penting bagi seseorang dalam

mengambil keputusan. Persepsi seseorang terhadap suatu objek akan menentukan

tindakan yang akan dilakukan terhadap objek yang bersangkutan. Bentuk atau

sifat tindakannya tergantung dari keadaan individu yang mengamati dan

menginterpretasi.

Persepsi menurut Solso (Cit.,Wardoyo, 2002), merupakan aktivitas yang integrated, maka seluruh apa yang ada dalam individu seperti penilaian,

pengalaman, keyakinan, dan aspek-aspek yang lain yang ada dalam diri individu

akan ikut berperan dalam individu tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat

dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi hasil

dari setiap individu dapat berbeda. Keadaan tersebut memberikan gambaran

bahwa persepsi bersifat individual.

Menurut Walgito (1994), persepsi merupakan suatu proses yang didahului

oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui

alat indera. Proses ini tidak berhenti begitu saja, melainkan simulus tersebut

diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Proses mungkin

(36)

penginderaan tidak dapat lepas dari proses persepsi dan proses penginderaan

upakan proses pendahulu dari proses persepsi. Stimulus yang diindera oleh mer

individu akan diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari,

2. O

sega diri dapat menjadi

dise

atas . Objek persepsi yang berwujud

pers ocial perception atau

I. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan mengenai persepsi dokter,

apoteke

mengerti tentang apa yang diindera itu, dan proses ini disebut persepsi.

bjek persepsi

Menurut Walgito (2002), objek yang dapat dipersepsi sangat banyak, yaitu

la sesuatu yang ada di sekitar manusia. Manusia itu sen

objek persepsi. Orang yang menjadikan dirinya sendiri sebagai objek persepsi

but sebagai persepsi diri (self-perception). Objek persepsi dapat dibedakan objek yang bukan manusia dan manusia

manusia disebut dengan person perception atau social perception sedangkan epsi yang objeknya bukan manusia disebut sebagai non s

things perception.

memberikan gambaran

r dan pasien terhadap kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep

(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

ut keadaan apa adanya,

Penelitian ini bersifat deskriptif, yang dapat

diartikan

kiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat

sekaran

No 1027/MENKES/SK/IX/2004

Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang meliputi nama, SIP

da

A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif. Penelitian

observasional menurut Pratiknya (2001) adalah penelitian yang observasinya

dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menur

tanpa adanya manipulasi peneliti.

sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melu

g berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi,

2003).

B. Definisi Operasional Variabel

1. kelengkapan resep adalah resep yang sesuai persyaratan administratif pada

skrining resep berdasarkan KepMenKes RI

tentang Standar

n alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis

resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat,

potensi,dosis, jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas dan informasi

(38)

2. kemudahan pembacaan resep adalah bila resep yang ditulis oleh dokter

tulisannya jelas sehingga bisa dimengerti dan tidak menimbulkan persepsi

penelitian ini adalah dokter praktik swasta perseorangan,

dalam

Kabupaten Sleman.

ulisan dalam resep.

D. Alat Pengumpulan Data

ang digunakan adalah kuisioner yang dibagikan kepada

responden. lain.

3. responden dalam

apoteker dan pasien yang ada di wilayah Kabupaten Sleman.

4. responden dokter dalam penelitian ini yaitu dokter praktek swasta

perseorangan yang ada dalam wilayah Kabupaten Sleman

5. responden apoteker dalam penelitian ini yaitu apoteker pengelola apotek yang

berada di wilayah Kabupaten Sleman yang data apoteknya tercantum

data Dinas Kesehatan

6. responden pasien dalam penelitian ini adalah yang datang ke apotek untuk

menebus resep baik pasien itu sendiri atau keluarganya.

7. persepsi merupakan pendapat responden dokter, apoteker dan pasien

terhadap kelengkapan dan kemudahan pembacaan t

C. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian adalah dokter praktek swasta perseorangan,

apoteker pengelola apotek dan pasien atau keluarganya yang datang ke apotek

untuk menebus obat di wilayah Kabupaten Sleman.

(39)

E.Cara Penelitian 1.Ana s situ

Analisis situasi pertama yang dilakukan penulis adalah dengan membaca

penelit a mengenai kelengkapan resep dan potensi

medication error, setelah itu penulis menentukan masalah penelitian. Penulis Dinas Kesehatan Kabupaten tentang jumlah dokter

praktek pribadi dan apotek di wilayah Kabupaten Sleman.

2. Mem

3. Penyusunan kuisioner

i dua bagian yaitu pertanyaan tertutup dan pertanyaan

terbuk

an diuji validitasnya untuk mengetahui

kejelasan tujuan dan lingkup informasi yang hendak diungkap, yaitu sejauh mana

item-it

hen

professional judgment. Estimasi validitas ini tidak melibatkan perhitungan-perhitungan statistik apapun melainkan hanya analisis rasional. Maka tidaklah

lisi asi dan penentuan masalah

ian-penelitian sebelumny

kemudian mencari data di

buat instrumen penelitian

Kuisioner dibuat melalui tahap penyusunan kuisioner dan uji validitas isi.

Kuisioner terdiri dar

a. Kuisioner dibuat mengacu pada skala Likert yang memuat alternatif

aban bagi responden yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak

uju (TS), sangat tidak setuju (STS), namun tidak dilakukan skoring. Untuk

rtanyaan terbuka, responden diberi kebebasan menjawab sesuai dengan

ndapat, pengetahuan maupun pengalamannya.

Uji validitas isi

Kuisioner yang telah dibuat kemudi

em pertanyaan dalam angket mencakup seluruh kawasan isi obyek yang

(40)

diharapkan setiap orang akan sama atau sependapat mengenai sejauh mana

validita

jumlah apotek yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

erdasarkan Perda no 16 tahun 2004 periode Februari 2006 sebanyak 55 apotek,

alah satunya telah berganti sebagai toko obat. Berdasarkan data ini, semua

opulasi apotek diambil sebagai responden apoteker.

Responden pasien

Responden pasien tidak diketahui jumlah populasinya, sehingga dilakukan

erhitungan jumlah sampel minimum terlebih dahulu. Teknik pengambilan

ampelnya secara accidental sampling yaitu penelitian yang strategi pengambilan ampelnya didasarkan pada kemudahan dari arah peneliti.

enentuan sampel untuk pasien digunakan penentuan besar sampel minimum dari

penelitian (Nawawi, 2003)

n : jumlah sampel mi

s isi kuisioner telah tercapai (Azwar, 2003).

5. Menentukan besar sampel dan teknik sampling a. Responden dokter

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten sebanyak 453 dokter.

Berdasarkan data tersebut, teknik sampling yang digunakan adalah secara non random (purposive sampling). Purposive sampling merupakan metode pemilihan subyek berdasarkan ciri-ciri tertentu yang sudah diketahui sebelumnya. Penelitian

ini memiliki jumlah sampel minimum, sebesar 10% dari jumlah populasi.

b. Responden apoteker

Data

b

s

p

c.

p

s

s

P

n ≥ pq (z½α / b)²

(41)

p=q= 0,5 : pro imum) z½α : derajat koefisien konfidensi pada 95% = 1,96

menentukan ukuran sampel = 10 %

n ≥ pq (z½α / b)²

a.

Kuisioner yang d kuisioner dan

sar kuisioner ditinggal sehingga ada beberapa kuisioner yang tidak

kem

sehatan Kabupaten, jumlah apotek yang sesuai dengan

perd

isioner untuk responden pasien

kem ali.

porsi populasi yang tersedia (harga maks

b : persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan dalam

n ≥ 0,5 × 0,5 ( 1,96/ 0,1)²

n ≥ 96,04

6. Penyebaran kuisioner Responden dokter

isebar untuk responden dokter sebanyak 60

sebagian be

bali.

b. Responden apoteker

Data dari Dinas Ke

a no 16 tahun 2004 periode Pebruari 2006 yaitu 55 apotek. Dari 55 apotek

yang ada, 1 apotek hanya sebagai toko obat bukan apotek dan sebanyak 4

apotek sudah tidak aktif lagi. Dari data ini semua populasi apotek diambil

untuk responden apoteker. Kuisioner yang disebar untuk responden apoteker

sebanyak 50 kuisioner dan sebagian besar kuisioner ditinggal sehingga ada

beberapa kuisioner yang tidak kembali.

c. Responden pasien

Penyebaran kuisioner untuk responden pasien dilakukan pada saat

penelitian berlangsung sehingga semua ku

(42)

7. Pengumpulan kuisioner

ut mengisi kuisioner dengan

san sibuk dan tidak mengembalikan kuisioner sewaktu peneliti hendak

engambil kuisioner yang telah disebarkan. Sedangkan dari responden pasien

diperoleh data sebanyak 105 kuisioner.

Gambar 1. Bagan populasi,jumlah sampel,teknik sampling dan penyebaran kuisioner

Kuisioner yang diberikan kepada responden pasien dikumpulkan saat itu

juga. Untuk responden dokter dan apoteker kuisioner diambil setelah beberapa

hari. Jumlah kuisioner yang disebar untuk responden dokter sebanyak 60

kuisioner tetapi yang kembali hanya 43 kuisioner. Jumlah kuisioner yang disebar

untuk responden apoteker sebanyak 50 kuisioner hanya kembali sebanyak 43

karena ada beberapa apotek yang menolak untuk ik

ala

m

Dokter Apoteker Pasien

453 50 Semua sampel

(43)

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data yang telah d ulasi data dengan cara

melakukan perhitungan jawaban kuisioner, mengelompokkan masing – masing

jawaban dan menghitun yang sama kemudian

d lo tnya dipersentase dengan jumlah total

0%

. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian

1. K r

wak a hilang atau lupa

d k

mak

iperoleh kemudian dilakukan tab

g persentasenya. Jawaban

ike mpokkan dan dijumlahkan selanju

10 . Data ditampilkan dalam bentuk diagram.

G uisione

alam kuisioner terdapat beberapa pertanyaan yang masih perlu ditelaah

bali isinya sehingga tidak akan menimbulkan makna lain.

enyebaran kuisioner

Penyebaran kuisioner dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2007.

ma penelitian kesulitan yang dihadapi adalah beberapa apotek menolak

gisi kuisioner dengan alasan sibuk atau karena apotekernya jarang datang ke

tek, sedangkan dari pihak dokter banyak yang tidak bersedia untuk mengisi

ioner dengan alasan sibuk dan tidak punya banyak waktu. Kalaupun mereka

edia untuk menerima kuisioner tersebut tapi pada saat akan diambil sesuai

tu yang telah disepakati sebelumnya ternyata kuisionerny

ibawa e tempat praktek. Karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti

(44)

3. K

mempunyai kelemahan dari jumlah data responden dokter

yang tidak memenuhi jumlah minimal sampel 10% dari jumlah populasi. Hal ini

dikarenakan jumlah kuisioner responden dokter yang kembali kurang dari jumlah

minimal pengambilan sampel walaupun pada saat penyebaran sudah dilebihkan.

Jumlah kuisioner yang disebar sebanyak 60 dan kuisioner yang kembali sebanyak

43 sedangkan jumlah minimal sampel sebanyak 45.

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden 1. Karakteristik Responden Dokter

Kar is in, spesialisasi,

tahun

ini(18-35 tahun) mempunyai ciri

rang muda sudah beranjak menjadi dewasa yang mandiri,

am

gga

menjadi pembawa norma serta pembuat keputusan. Orang dalam masa dewasa

lanjut(lebih dari 60 tahun) kurang mam l baru yang tidak

an masa lalu, dan cenderung lebih

mengingat dengan baik hal-hal yang telah lam

akter tik responden dokter meliputi usia, jenis kelam

lulus, lamanya praktek (tahun), jumlah tempat praktek dan rata-rata

pasien per harinya.

a. Usia

Menurut Hurlock (1999), masa dewasa d

dimana orang-o

m pu menentukan pola hidup baru, memikul tanggung jawab baru, dan

membuat komitmen baru, yang akan menjadi landasan pembentukan pola

hidup, tanggung jawab dan komitmen di kemudian hari. Masa dewasa

madya(35-60 tahun) mempunyai ciri suka berpikir dan mawas diri sehin

pu mempelajari hal-ha

mudah diintegrasikan dengan pengalam

a dipelajari.

Usia responden berkisar antara 26 tahun sampai 68 tahun. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dokter praktek swasta perseorangan yang

(46)

23,26%, 41 sampai 50 tahun 20,93% sedangkan yang berusia diatas 51 tahun

sebanyak 2,33%.

Usia dokter

53,49% 23,26%

20,93% 2,33% <30

31-40

41-50

>51

Gambar 2. Usia responden dokter b. Jenis Kelamin

Menurut Kartono (1977) pria lebih mengutamakan intelek dan rasio

sedangkan wanita lebih menonjolkan emosi dan perasaan dan hal ini

mem

galaman-pen eadaan perasaan atau minat tiap-tiap

orang

198

per

den

pengaruhi pola pikir mereka. Persepsi juga dipengaruhi oleh pen

galaman dan cara berpikir serta k

sehingga persepsi seringkali dipandang bersifat subyektif (Sarwono,

3). Berdasarkan hasil penelitian dari 43 responden dokter praktek swasta

seorangan menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah wanita

gan persentase sebesar 51,16% dan sisanya adalah pria sebesar 48,84%.

Je nis k e lam in Dok te r

51,16%

48,84% Perempuan

Laki-laki

(47)

c. Spesialisasi

Gambaran mengenai spesialisasi dokter dapat dilihat pada gambar 4.

Spesialisasi dokter praktek

83,72% 9,30%

2,33% 2,33%

2,33%

Umum Anak Penyakit dalam Kulit dan kelamin Ob-Gin

Gambar 4. Spesialisasi responden dokter

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 83,72% merupakan dokter

umum, dokter anak sebanyak 9,30%, dokter kulit 2,33%, dokter penyakit

dalam sebanyak 2,33% sedangkan spesialisasi obstetric dan ginekologi (ahli

kandungan dan kebidanan) sebanyak 2,33%.

d. Tahun lulus

Berdasarkan hasil penelitian dokter yang lulus tahun 1970 sampai

dengan 1980 sebanyak 2,33%, 1981 sampai 1990 sebanyak 6,98%, dan

30,23% pada tahun 1991 sampai 2000 sedangkan 60,47% setelah tahun 2001.

Gambaran mengenai tahun kelulusan dokter dapat dilihat pada gambar 5.

Tahun lulus Kedokteran

2,33% 6,98%

1970 -1980

1981 -1990 30,23%

60,47% 1991 -2000

>2001

(48)

e. Lamanya praktek

Berdasarkan dari hasil penelitian yang didapatkan lamanya praktek

dokter sangat menentukan profesionalisme dari sebuah profesi dokter. Dokter

yang melakukan praktek antara 0 sampai 10 tahun sebanyak 76,74%, dan

dokter yang melakukan praktek selama 11 sampai 20 tahun sebanyak 16,28%.

Sedangkan yang telah berpraktek selama 21 sampai dengan 30 tahun sebanyak

5 tuk yang berpraktek selama 30 tahun lebih. 4,6 % dan 2,33% un

Lam anya dokter m elakukan praktek

76,74% 16,28%

4,65% 2,33% < 10 th

11 - 20 th

21 - 30 th

31 -40 th

Gambar 6. Lamanya praktek responden dokter

f. Jumlah tempat praktek

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data dokter yang mempunyai

tempat praktek sebanyak 1 tempat sebesar 9,30%, yang mempunyai 2 tempat

(49)

Banyaknya tem pat praktek dokter

9,30%

74,42% 16,28%

1

2

3

Gambar 7. Jumlah tempat praktek responden dokter

g. Rata-rata pasien per harinya

Ber n per harinya

adalah selama 5 sampai 7 menit. dasarkan hasil penelitian diperoleh data rata-rata pasie

1 sampai 10 sebanyak 93,02%, sedangkan untuk jumlah pasien sebanyak

10 sampai 20 sebanyak 6,98 %. Dokter biasanya melakukan praktek

selama 2 jam dan waktu rata-rata yang dibutuhkan dokter untuk memeriksa

pasien serta menuliskan resepnya

rata-rata pasien per hari yang datang ke

6,98%

tem pat praktek dokter

93,02%

<10 orang

11-20 orang

(50)

2. ek

Karakteristik responden APA meliputi umur, jenis kelamin, tahun

lulus apoteker, pendidikan terakhir, lama menjadi APA, dan rata-rata lembar

resep per harinya.

a. Usia

Berdasarkan gambar 9, usia responden APA rata-rata berusia kurang dari

30 tahun sebanyak 55,81%, yang berusia 31 sampai 40 tahun sebanyak

23,26% dan yang berusia 41 sampai 50 tahun sebanyak 9,30% sedangkan yang

berusia 51 sampai 60 tahun sebanyak 11,63%.

Karakteristik Responden Apoteker Pengelola Apot

Usia apoteker

55,81% 23,26%

9,30%

11,63%

<30

31 - 40

41 - 50

51 - 60

Growth Study, proses

intelegensi diawali pada usia remaja dan

tik dan dapat menguji secara sistematik berbagai penjelasan mengenai

-kejadian tertentu dan dapat memahami prinsip-prinsip abstrak yang

berlaku (Azwar, 1999).

Gambar 9. Usia responden APA

Menurut penelitian yang dilakukan Havard

pertumbuhan dan perkembangan

mencapai puncaknya pada usia 30 tahun. Pada usia tersebut mampu berpikir

hipote

(51)

b. Jenis Kelamin

Jenis kelam in Apoteker

25,58%

74,42%

Perempuan

Laki-laki

Gambar 10. Jenis kelamin responden APA

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data 74,42%

berjenis kelamin perempuan sedangkan 25,58% berjenis kelamin laki-laki.

c. Tahun lulus Apoteker

Berdasarkan data yang diperoleh tahun kelulusan APA antara tahun 1971

sampai 1980 anyak 9,30%,

ah

sebanyak 9,30%, tahun 1981 sampai 1990 seb

t un 1991 sampai 2000 sebanyak 20,93% dan diatas tahun 2001 sebanyak

60,47%.

Tahun lulus Apoteker

1971-1980 9,30%

9,30%

20,93% 60,47%

1981-1990

1991-2000

>2001

(52)

d. Pendidikan terakhir

Pendidikan terakhir Apoteker

86,05%

11,63% 2,33%

Apoteker

Apt + S 2

Apt + S 3

Gambar 12. Pendidikan terakhir responden APA

Berdasarkan dari data diperoleh pendidikan terakhir responden APA

sebanyak 86,05% adalah profesi apoteker, yang telah menempuh pendidikan

profesi apoteker dan S 2 sebanyak 11,63% dan 2,33% telah menempuh

pendidikan profesi ap

e. Lamanya menjadi APA

Lama masa kerja menjadi APA sangat me p

ke bek maka pelayanan

kefarmasian akan semakin meningkat karena apoteker akan semakin tahu jenis

pe n hasil p litian dip ol a

jik mengabdikan dirinya dalam kurun

waktu 1-10 tahun sebanyak 83,72% dan yang bekerja kurang dari 1 tahun

sebanyak 11,63% sedangkan 4,65% telah menjalani profesinya sebagai APA

sel

oteker dan S 3.

nentukan mutu elayanan

farmasian di apotek. Semakin lama APA erja

layanan yang dibutuhkan pasien. Berdasarka ene er eh dat

a sebagian besar responden APA telah

(53)

Lam anya kerja m enjadi APA

11,63

4,65% %

83,72%

< 1 th

1 - 10 th

1 - 20 th

Gambar 13. Lamanya responden bekerja sebagai APA f. Rata-rata lembar resep per hari yang dilayani

Rata-rata lem bar resep

55,81% 27,91%

11,63% 4,65% <10 lmbr

11-20 lmbr

21-30 lmbr

>31 lmbr

Gambar 14. Rata-rata lembar resep per hari yang dilayani

Berdasarkan gambar 14 bisa dilihat bahwa rata-rata lembar resep yang

diterima di tiap-tiap apotek sebagian besar kurang dari 10 lembar resep per

harinya yaitu sebanyak 55,81%. Apotek yang menerima dan melayani resep

antara 11 sampai 20 lembar sebesar 27,91%, antara 21 sampai 30 lembar resep

n dalam resep yang mereka terima.

sebanyak 11,63% sedangkan sebanyak 4,65% menerima resep diatas 31

lembar resep. Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa dengan

resep yang dilayani tiap harinya semakin sedikit maka apoteker lebih punya

banyak waktu untuk lebih meneliti kelengkapan resep dan kemudahan

(54)

3. K

a

arakteristik Responden Pasien

Karakteristik responden pasien meliputi usia, jenis kelamin dan pendidikan

terakhir.

. Usia

Usia pasien

12,38%

69,53% 9,52%

5,71%

2,86% <20

21-30

31-40

41-50

>51

Gambar 15. Usia responden pasien

Berdasarkan gambar 15 bisa disimpulkan jika sebagian besar responden

pasien berumur 21 sampai 30 tahun. Responden yang berumur kurang dari 20

tahun sebanyak 12,38% dan yang berumur 31 sampai 40 tahun sebanyak

9,52%. Responden sebanyak 2,86% berumur antara 41 sampai 50 tahun, yang

berumur di atas 51 tahun sebanyak 5,71 % .

b. Jenis Kelamin

Jenis Kelam in Pasien

63,81% 36,19%

Perempuan

Laki-laki

Gambar 16. Jenis kelamin responden pasien

(55)

Berdasarkan hasil penelitian di peroleh data jika sebagian responden pasien

adalah perempuan yaitu sebanyak 63,81% dan responden pasien laki-laki

sebanyak 36,19%.

c

b

. Pendidikan Terakhir

Perkembangan pola pikir seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan yang telah mereka terima. Semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang maka pola pikir, wawasan dan pengetahuan menjadi lebih

erkembang dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah

sehingga seseorang akan semakin kritis dalam menanggapi setiap

permasalahan yang timbul dalam masyarakat.

Pendidikan terakhir Pasien

31,43% SLTP

SLTA 0,95%

54,29%

13,33%

D 3

S 1

Gambar 17. Pendidikan terakhir responden pasien

Berdasarkan gambar 17 peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar

responden pasien menempuh pendidikan terakhir di SLTA, sedangkan yang

menempuh pendidikan terakhir di SLTP hanya 0,95%. Pendidikan terakhir D3

sebanyak 13,33% dan yang menempuh pendidikan terakhir di S1 sebanyak

(56)

B. Persepsi Responden Dokter Mengenai Aspek Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep

Tabel I. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep (dalam %)

Kecenderungan

No Pernyataan

Setuju

Ragu-ragu

Tidak setuju 1 Resep harus memuat identitas dokter 100 0 0

2 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan

2,33 0 97,67

3 Resep harus memuat identitas pasien 100 0 0

4 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat 2,33 0 97,67

5 Resep harus mencantumkan aturan pakai 100 0 0

6 Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat

(Contoh: 10 mg, 20 mg, dll) 2,33 11,63 86,04

7 Resep harus mencantumkan berat badan dan

umur pasien 81,4 13,95 4,65

8

alamat pasien 6,97 2,33 90,7

Resep tidak perlu mencantumkan nama dan

9 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter 79,07 18,6 2,33

10 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas 97,67 2,33 0

11 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas 0 0 100

12 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan

jelas 100 0 0

13 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena

menjadi ciri khas dokter 0 0 100

14 Jika tulisan dalam resep tdak dapa maka apoteker harus menghubungi

t dibaca jelas

dokter 100 0 0

15 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta

pasien kembali ke dokter 13,95 9,3 76,74

(57)

Hasil persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep

120

Gambar 18. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep

e n Repub onesia No

1027/MENKES/SK/IX/2004 Bab III tentang pelayanan an bahwa

ministratif dalam pelayanan resep dimana tanggal penulisan resep

haru

ep harus memuat identitas

pasien, 100% responden setuju jika dalam sebuah resep memuat identitas pasien

yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin dan juga berat badan pasien. nurut Keputusan Menteri Kesehata

M lik Ind

menyebutk

dalam skrining resep persyaratan administratif resep meliputi nama, surat ijin

praktek (SIP), dan alamat dokter. Pada pernyataan pertama, semua responden

setuju bahwa dalam sebuah resep harus memuat identitas dokter.

Pernyataan kedua menyebutkan bahwa dalam resep tidak perlu mencantumkan

tanggal penulisan resep, sebagian besar responden (97,67%) tidak setuju jika

dalam resep tidak memuat tanggal penulisan resep. Hal ini sesuai dengan

persyaratan ad

s dicantumkan.

(58)

Pernyataan keempat yang menyebutkan bahwa resep tidak perlu

m

tidak setuju dan 2,33% s teri Kesehatan Republik

Indonesia No esep harus tumkan

nam ob . Pencantum ah obat

dalam se dari terjad esalahan

pemb ia s obat di ap ek.

P y ep harus tumkan

atura pa am sebuah resep dicantumkan

aturan pakai dari obat yang diresepkan agar nantinya pasien rti cara

enggunaan obat tersebut sehingga pasien dapat sembuh karena kepatuhan pasien

dalam meminum obat.

Pernyataan keenam yang menyebutkan resep tidak harus mencantumkan

kekuatan obat, sebanyak 86,04% responden tidak setuju jika dalam penulisan

resep tidak dituliskan kekuatan obatnya karena bila kekuatan obat tidak dituliskan

dapat terjadi kesalahan pemberian obat.

Pernyataan ketujuh yang menyebutkan bahwa resep harus mencantumkan

berat badan dan umur pasien, sebagian besar responden (81,4%) setuju jika dalam

resep dicantumkan berat badan dan umur pasien. Sebanyak 13,95% responden

ragu-ragu jika dalam resep harus dicantumkan berat badan dan umur pasien.

Beberapa responden berpendapat jika umur harus dicantumkan tapi berat badan

tidak harus dicantumkan. Pada pasien pediatri, umur dan berat badan harus

dicantumkan untuk mengetahui dosis obat yang akan diberikan.

encantumkan jumlah obat, sebagian besar dari responden sebanyak 97,67%

etuju. Menurut Keputusan Men

1027/MENKES/SK/IX/2004, sebuah r mencan

a at, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta an juml

buah resep sangat diperlukan untuk menghin inya k

er n jumlah obat kepada pasien saat pasien menebu ot

ern ataan kelima yang menyebutkan bahwa res mencan

n kai, semua responden setuju bila dal

menge

(59)

Pern an

nama dan alamat pasien, sebanyak 90,7% responden tidak setuju jika dalam resep

tidak dicantum a dan alamat pasien perlu

dica m g bagi apotek jika terjadi kesalahan n obat.

P n p haru tumkan

tanda tangan dokter. Sebagian besar responden (79,07%) setuju dengan

reka berpendapat jika tulisan dalam resep ditulis tidak jelas bisa

engakibatkan kesalahan pembacaan resep bahkan sampai kesalahan pemberian

bat.

Pernyataan keduabelas menyebutkan bahwa tulisan dalam resep harus ditulis

engan jelas. Semua responden (100%) setuju dengan pernyataan ini karena yataan kedelapan menyebutkan bahwa resep tidak harus mencantumk

kan nama dan alamat pasien. Nam

ntu kan untuk monitorin pemberia

er yataan kesembilan menyebutkan bahwa dalam rese s mencan

pernyataan ini dan sebanyak 18,60% ragu-ragu dengan pernyataan tersebut karena

mereka berpendapat bahwa tanda tangan dengan paraf itu berbeda, kalau paraf

mereka setuju apabila dicantumkan dalam resep tetapi apabila harus

mencantumkan tanda tangan mereka kurang setuju.

Pernyataan kesepuluh menyebutkan tulisan dalam resep harus ditulis dengan

jelas, sebagian besar responden (97,67%) setuju dengan pernyataan ini karena

dengan penulisan resep yang jelas bisa mencegah terjadinya kesalahan pemberian

obat. Jika terjadi kesalahan pemberian obat karena tulisan yang kurang jelas dan

kesalahan pembacaan resep dapat berakibat fatal bagi penderita.

Pernyataan kesebelas menyebutkan bahwa tulisan dalam resep harus ditulis

tidak jelas. Dalam hal ini semua responden tidak setuju dengan pernyataan

tersebut karena me

m

o

(60)

den a

kesalahan dalam pembacaan atau epada pasien.

s

dipertahankan karena menjad nden (100%) tidak

setuju dengan pernyata tulisan yang tidak jelas sebenarnya bukan ciri

kh do ndapa a h ni terja karena

ke sa pas ng kunjun ak

pa al ter e

berkisar antara 5 sam

ern jika tulisan dalam resep tidak dapat

dib a i dokter dan semua responden

setuju suai dengan PerMenKes RI No

26 EN an Perizinan Apotik pasal 12

ayat (4) las atau tidak lengkap, apoteker

wajib m

rn tulisan dalam resep tidak dapat

dib minta pasien kembali ke dokter.

Se a de an per ataan in rena

responden kasihan dengan pasiennya jika m in mbali lagi ke

do rpendapat sebaiknya apoteker

elasan ke dokter ya nulis resep.

gan adanya tulisan yang jelas dalam resep akan menghindari terjadiny

pun pemberian obat k

Pernyataan ketigabelas menyebutkan bahwa tulisan tidak jelas haru

i ciri khas dokter. Semua respo

an ini karena

as kter. Beberapa dokter dan pasien berpe t bahw al i di

bia an menulis cepat dan juga karena jumlah ien ya ber g bany

dah waktu rata-rata yang disediakan oleh dok untuk m meriksa satu pasien

pai 7 menit.

P yataan keempatbelas menyebutkan

ac jelas maka apoteker harus menghubung

dengan pernyataan tersebut. Hal ini se

/M KES/PER/1/1981 tentang Pengelolaan d

apabila resep tidak dapat dibaca dengan je

enanyakan pada penulis resep.

Pe yataan kelimabelas menyebutkan jika

aca dengan jelas maka apoteker harus me

bagi n besar responden (76,74%) tidak setuju

ereka harus dim

ng ny i ka

ta ke

kter padahal mereka sedang sakit, responden be

otek meminta penj

(61)

Aspek kelengkapan resep pada dasarnya meliputi: identitas dokter, tanggal

penulisan resep, nama obat, jumlah obat, kekuatan obat, aturan pakai/cara pakai,

nama pasien, umur, alamat dan berat badan.

Tabel II. Aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak penting oleh responden dokter

No

Aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak penting oleh

responden dokter

Persentase(n=43)

1 Berat badan 46,51%

2 Semua penting 30,23%

3 Alamat dan berat badan 9,30%

4 Alamat 6,98%

5 Berat badan dan umur 2,33% 6 Kekuatan obat, alamat dan berat badan 2,33%

7 Tidak menjawab 2,33%

Total 100,00%

Asp

enyebutkan

bah

rikut ini:

ek kelengkapan resep yang paling banyak dianggap tidak penting oleh

responden dokter adalah berat badan, responden berpendapat bahwa berat badan

penting untuk pasien pediatri tapi tidak untuk pasien dewasa sedangkan menurut

KepMenKes RI No 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek pada bagian persyaratan administratif resep m

wa dalam sebuah resep harus memuat nama, alamat, jenis kelamin dan berat

badan pasien.

Pendapat / komentar responden dokter mengenai tulisan dokter dalam resep

Gambar

Tabel I. Persepsi
Tabel XI.
Gambar 20. Persepsi respon
Gambar 1. Bagan populasi,jumlah sampel,teknik sampling dan penyebaran kuisioner
+7

Referensi

Dokumen terkait

2006031195 FITRI JUHAERIAH PENGARUH ANTARA MINAT BELAJAR DAN LINGKUNGAN KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X DI SMAN 2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sedimen yang berada di Desa Tanjung Momong Kecamatan Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas dengan melihat dari jenis fraksi

Bagaimana komposisi asam amino dan pola protein dari gelatin halal hasil ekstraksi kulit ayam Broiler melalui proses perendaman dengan variasi jenis asam

4 Mengidentifikasi letak suatu benda, Siswa bisa melengkapi kalimat dengan Memahami arah preposisi yang benar untuk menyebutkan Hometown letak benda sesuai gambar

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan rahmat dan nikmat sehingga penulis

Rencana jangka panjang dari kegiatan pengabdian masyarakat ini melalui kegiatan pelatihan untuk peningkatan rasa ingin tahu kemampuan keterampilan serta semangat belajar

Jumlah Absen No... Jumlah

Menalar Sis,a Sis,a mem-a0a mem-a0a s!m-er s!m-er lain selain -!k! teks !nt!k  lain selain -!k! teks !nt!k  men)apatkan in.ormasi men)apatkan in.ormasi tam-ahan tentang