INTISARI
Aspek kelengkapan dari dan keterbacaan tulisan dokter dalam resep ( legibility ) menjadi hal yang sangat penting sebagai salah satu lan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran persepsi emudahan pembacaan tulisan ( legibility ) pada resep di Kabupaten Sleman periode
Januari-eskriptif. Kelengkapan resep adalah resep yang sesuai persyaratan administratif
004 yang meliputi nama; SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf ama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta; dan cara pemakaian yang jelas. Hasil penelitian
nting oleh dokter adalah aspek berat badan sebesar 46,51%. Sebanyak 81,40% apoteker
mengenai kemudahan pembacaan resep yang dilayani di apotek yang tulisannya tidak jelas 1% tidak ada dan 55,81%(≤10%). Pasien berpendapat bahwa kelengkapan resep itu perlu an dokter yang mereka terima kurang jelas/tidak terbaca.
Kata kunci : persepsi, kelengkapan resep, legibility. sebuah resep gkah preventif terhadap kejadian medication error.
ABSTRACT
ng doctor article in prescribe (legibility) become things which of vital importance as one of step
Intention of This research is to get image of doctor perception, patient and
pha of article
(legibility) at prescribe in Sub-Province Sleman period Januari-Februari 2007. Thi
Equipment of prescribe is appropriate prescribe of administrative clauses
at RI No
1027/MENKES/SK/IX/2004 covering name; SIP and doctor address; date of
prescri heavy of
patient body; identity of drugs, potency, dose, amounts asking; and way of clear
usage. e thought
nothing of by doctor is body weight aspect equal to 46,51%. Counted 81,40% pha
concerning amenity of read of prescribe which served in pharmacy the article is
diff (11-20%);
27,81% there no and 55,81%(≤10%). Patient have a notion that the prescribe
equipm 33% agree
that doctor article which they receiving less or hard to read. Keyword: Perception, equipment of prescribes legibility.
Equipment aspect from a prescription and amenity of readi of preventive to occurrence of medication errors.
rmacist concerning equipment of prescribe and amenity of read s research type is research of observational is descriptive.
screening prescribe according to KepMenKes bing; signal or initial doctor; name, address, age, gender and Research result indicate that aspect of equipment of prescrib
rmacist have a notion that any the prescribe equipment aspect is important and icult to read in 1 month is last counted 4,65%(≥21%); 11,63%
PERSEPSI DOKTER, APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN
DALAM RESEP(LEGIBILITY) DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE JANUARI-FEBRUARI 2007
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi(S. Farm)
Progam Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
BINTARI MARBUDIANA C. NIM : 998114199 NIRM : 990051122004120174
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
PERSEMBA
Kas
bagi manusia adalah ilmu dan
hikmah(Prof. KH Alie Yafie).
demikian itu termasuk perbuatan yang mulia(Q.S 42: 43).
silver lining in
eve
mam
Blanchett).
lan yang telah anda hadapi dan keberanian yang
bertubi-tubi(Anonim).
a hormat dan baktiku ikku
HAN
ih Allah yang sangat penting
Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang
There’s always a
ry dark cloud(Anonim).
Kita menjadi dewasa karena dipercaya dan
pu memegang kepercayaan itu(Samuel
Keberhasilan tidak diukur dengan apa yang telah anda raih,
namun kegaga
membuat anda tetap berjuang melawan rintangan yang
Kupersembahkan buat:
Ibu-Bapakku, ungkapan ras
Kakak dan ad
PRAKATA
Penulis memanjatkan puji syukur yang tak terhingga kepada Tuhan Yang
DO
RE N KEMUDAHAN PEMBACAAN TULISAN DALAM
FE
Sar arma Yogyakarta.
skr i berbagai pihak. Oleh
bes
enyelesaikan skripsi ini.
erikan kritik serta saran kepada penulis.
ang diberikan untuk melakukan penelitian di Kabupaten Sleman.
Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul PERSEPSI KTER, APOTEKER DAN PASIEN MENGENAI KELENGKAPAN SEP DA
RESEP(LEGIBILITY) DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE JANUARI – BRUARI 2007 dapat terselesaikan.
Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar jana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dh
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan ipsi ini tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dar
karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-arnya kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing dan penguji yang telah sabar membantu dan membimbing dalam m
3. Bapak Drs Sulasmono, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan serta saran kepada penulis.
4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji dan memb
6. Bapak dan Ibu Dokter praktek swasta perseorangan di Kabupaten Sleman yang telah bersedia membantu penulis selama penelitian dengan mengisi kuisioner.
7. Bapak dan Ibu Apoteker di Kabupaten Sleman yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner.
8. Bapak, Ibu, Sdr/i responden pasien yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu peneliti dengan bersedia mengisi kuisioner.
9. Kedua orang tuaku untuk cinta dan kasih sayangnya serta dukungan secara moril maupun materiil dalam menyelesaikan skripsi ini
10.Mas Kelik dan dik Danang buat kasih sayang dan dukungan semangatnya selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
11.Keluarga Ibu Fatimah Anton Mulyono terimakasih untuk dukungan dan do’anya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
12.Keluarga Om Eko dan Bulik Wuri terimakasih untuk do’a dan dukungannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
13.Sr. Yunitri dan Sr. Okta yang telah memberikan dukungan, bimbingan dan saran kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.
14.Dik Putri, May, mbak Ira, mbak Rini dan Hezky yang telah membantu penulis selama penelitian.
15.Mas Ian untuk do’a, dukungan dan perhatiannya selama penyelesaian skripsi ini.
dukungan dan bantuan kepada penulis. Teman-teman kostku yang baru, teri
satu yang telah membantu
. makasih untuk semuanya.
17.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebut satu per dalam menyelesaikan skripsi ini.
Tak ada gading yang tak retak demikian pula dengan apa yang tertuang dalam skripsi ini yang masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu berbagai saran dan kritik yang membangun saya harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
INTISARI
Aspek kelengkapan dari dan keterbacaan tulisan dokter dalam resep ( legibility ) menjadi hal yang sangat penting sebagai salah satu lan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran persepsi emudahan pembacaan tulisan ( legibility ) pada resep di Kabupaten Sleman periode
Januari-eskriptif. Kelengkapan resep adalah resep yang sesuai persyaratan administratif
004 yang meliputi nama; SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf ama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta; dan cara pemakaian yang jelas. Hasil penelitian
nting oleh dokter adalah aspek berat badan sebesar 46,51%. Sebanyak 81,40% apoteker
mengenai kemudahan pembacaan resep yang dilayani di apotek yang tulisannya tidak jelas 1% tidak ada dan 55,81%(≤10%). Pasien berpendapat bahwa kelengkapan resep itu perlu an dokter yang mereka terima kurang jelas/tidak terbaca.
Kata kunci : persepsi, kelengkapan resep, legibility. sebuah resep gkah preventif terhadap kejadian medication error.
ABSTRACT
ng doctor article in prescribe (legibility) become things which of vital importance as one of step
Intention of This research is to get image of doctor perception, patient and
pha of article
(legibility) at prescribe in Sub-Province Sleman period Januari-Februari 2007. Thi
Equipment of prescribe is appropriate prescribe of administrative clauses
at RI No
1027/MENKES/SK/IX/2004 covering name; SIP and doctor address; date of
prescri heavy of
patient body; identity of drugs, potency, dose, amounts asking; and way of clear
usage. e thought
nothing of by doctor is body weight aspect equal to 46,51%. Counted 81,40% pha
concerning amenity of read of prescribe which served in pharmacy the article is
diff (11-20%);
27,81% there no and 55,81%(≤10%). Patient have a notion that the prescribe
equipm 33% agree
that doctor article which they receiving less or hard to read. Keyword: Perception, equipment of prescribes legibility.
Equipment aspect from a prescription and amenity of readi of preventive to occurrence of medication errors.
rmacist concerning equipment of prescribe and amenity of read s research type is research of observational is descriptive.
screening prescribe according to KepMenKes bing; signal or initial doctor; name, address, age, gender and Research result indicate that aspect of equipment of prescrib
rmacist have a notion that any the prescribe equipment aspect is important and icult to read in 1 month is last counted 4,65%(≥21%); 11,63%
DAFTAR ISI N PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii N PERSEMBAHAN ... iii 1. Perumusan masalah... 2. Keaslian penelitian ... Manfaat penelitian... Penelitian ...
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... A. Definisi dan Kaidah Penulisan Resep ...
B. Per ...
Pengertian persepsi... 15
Objek persepsi... 16
gan Empiris... 16
B III. METODOLOGI PENELITIAN ... A Jenis dan Rancangan Penelitian ... 17
E. Cara Penelitian ... 19
4. Uji validitas isi ... 5. Menentukan besar sampel dan teknik sampling... 6. Penyebaran kuisioner ... 7. Pengumpulan kuisioner... F. Tata Cara Analisis Hasil... G. Kesulitan Penelitian ...
1. Kuisioner ... 2. Penyebaran kuisioner ... 3. Kelemahan Penelitian ... BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... A. Karakteristik Responden ... 1. Karakteristik responden dokter ... a. Usia ... b. Jenis kelamin... c. Spesialisasi ... d. Tahun lulus... e. Lamanya praktek... f. Jumlah tempat praktek ... g. Rata-rata pasien per harinya...
2. Karakteristik responden Apoteker Pengelola
Apotek ... a. Usia ... b. Jenis kelamin... c. Tahun lulus apoteker ... d. Pendidikan terakhir ... e. Lamanya menjadi APA ... f. Rata-rata lembar resep perhari yang dilayani... 3. Karakteristik responden pasien ... a. Usia ... b. Jenis kelamin... c. Pendidikan terakhir ... B. Persepsi Responden Dokter Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep... C. Persepsi Responden Apoteker Mengenai Kelengkapan Resep
dan Kemudahan Pembacaan Resep... D. Persepsi Responden Pasien Mengenai Kelengkapan Resep
DAFTAR PUSTAKA ...
ENULIS ...
... 62 LAMPIRAN... 65
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I. Persepsi responden dokter mengenai aspek
kelengkapan dan keterbacaan resep... 37
42
43
44
45
49
50
51
51 abel X.
kelengkapan dan keterbacaan resep... 52 Tabel II. Aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak
penting oleh responden dokter... Tabel III. Pendapat/komentar responden dokter mengenai
tulisan dokter dalam resep yang tidak jelas...
Tabel IV. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaklengkapan penulisan resep...
Tabel V. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep... Tabel VI. Aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak
penting oleh responden apoteker... Tabel VII. Tindakan yang dilakukan oleh responden apoteker
jika terdapat resep yang tidak lengkap... Tabel VIII. Persentase resep yang tulisannya tidak jelas dalam 1 bulan terakhir... Tabel IX. Tindakan yang dilakukan responden apoteker jika
terdapat resep yang tulisannya tidak jelas/tidak
Tabel XI. Tindakan yang dilakukan responden pasien jika resep yang diperoleh tidak dapat dilayani oleh apotek karena resep tidak lengkap atau tulisan
yang tidak terbaca/tidak jelas... 57 abel XII. Perbandingan persentase antara responden dokter
poteker mengenai aspek
kelengkapan resep yang dianggap tidak penting... 59
T
DAFTAR GAMBAR
n
ambar 5. Tahun lulus responden dokter ... Gambar 6. Lamanya praktek responden dokter ... Gambar 7. Jumlah tempat praktek responden dokter... Gambar 8. Rata-rata pasien per hari yang datang ke tempat praktek
dokter ... Gambar 9. Usia responden APA ...
Gambar 10. Jenis kelamin responden APA ... Gambar 11. Tahun lulus responden AP ... Gambar 12. Pendidikan terakhir responden APA... Gambar 13. Lamanya responden bekerja sebagai APA... Gambar 14. Rata-rata lembar resep pe
Gambar 15. Usia responden pasien... Gambar 16. Jenis kelamin responden pasien ... Gambar 17. Pendidikan terakhir responden pasien... Gambar 18. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep ...
22 Gambar 1. Bagan jumlah sampel dan kuisioner ...
Gambar 2. Usia responden responden dokter... Gambar 3. Jenis kelamin responden dokter ... Gambar 4. Spesialisasi responden dokter ... G
A
Gambar 19. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep ... Gambar 20. Persepsi respon spek kelengkapan
46
den dokter mengenai a
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Data hasil persepsi...
Lampiran 2. Kuisioner ... Lampiran 3. Surat ijin penelitian ...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
nikasi yang memadai yang mampu secara optimal menghantarkan a pesan. Berdasarkan hal tersebut maka resep harus mempu
apoteker, maka sangat potensial untuk terjadi miss – communication yang dapat mengakibatkan kerugian atau bahkan mengancam keselamatan pasien.
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan issue kritis dan harus ditangani dengan tepat karena menyangkut keselamatan pasien. Patient safety menjadi tanggung jawab berbagai pihak yang terkait dengan pengobatan pasien. Salah satu hal yang terkait dengan patient safety adalah medication error yang merupakan suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan masih dalam kontrol atau tanggung jawab tenaga kesehatan (Cohen, 1991).
Perhatian mengenai medication error (ME) pada beberapa tahun belakangan ini makin meningkat seiring dengan meningkatnya sikap kritis dari pasien. Medication error sangat potensial untuk terjadi pada proses komunikasi non verbal antara dokter dan apoteker mengenai pengobatan pasien. Resep merupakan alat komunikasi antara dokter dan apoteker pada proses komunikasi non verbal. Salah satu persyaratan sebuah komunikasi yang ideal adalah adanya media komu
pesan ke pihak penerim
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widayati dan Hartayu (2006) mengem
an dokter dalam ca oleh apoteker maupun asisten apoteker di apotek.
keterba
penting kter
pen error. 1. Peru
an di atas maka pen
si apoteker mengenai aspek kelengkapan resep dan
2. Kea
Penelitian tentang persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep ( legibility) di Kabupaten Sleman belum pernah dilakukan. Pramudiarja (2006) melakukan penelitian
ukakan bahwa dari 1978 buah resep yang diteliti, tidak ada satupun yang memenuhi aspek kelengkapan resep. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pramudiarja (2006) mengungkapkan bahwa terdapat masalah tulis
resep yang tidak terba
Oleh karena itu, aspek persyaratan kelengkapan dari sebuah resep dan caan tulisan dokter dalam resep (legibility) menjadi hal yang sangat . Aspek kelengkapan sebuah resep seharusnya dipenuhi oleh do ulis resep sebagai salah satu langkah preventif terhadap kejadian medication
musan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapk elitian ini akan mengangkat permasalahan sebagai berikut:
a. seperti apakah persepsi dokter mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang ditulisnya?
b. seperti apakah persep
kemudahan pembacaan resep (legibility) yang akan dilayaninya?
c. seperti apakah persepsi pasien mengenai aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang diterimanya?
dengan judul ”Potensi medication er sep anak di 10 apotek di kota Yogyak
(2001) melakukan penelitian dengan judul ”Kajian Penulisan Res
ah Sakit Dr. Sardjito awati, Oetari dan Mulyaningsih (2004) mengindentifikasi
dal
men medication error.
seb
penelitian ini respondennya adalah dokter, apoteker dan pasien atau pengantar
Dal
mengenai kelengkapan resep serta kemudahan pembacaan tulisan dalam resep ibility).
3. Manfaat penelitian
asil penelitian persepsi dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) di Kabupaten Sleman dapat dimanfaatkan sebagai berikut :
ror dalam re
arta periode Januari – Maret 2005 dan persepsi pembaca resep yang menanganinya ( Tinjauan aspek kelengkapan dan kejelasan resep)”.
Rahmawati
ep : Tinjauan Aspek Legalitas / Kelengkapan Resep di Apotek – apotek Kotamadya Yogyakarta”. Dalam penelitian yang berjudul ”Tingkat Efisiensi Sistem Distribusi Unit Dose pada bangsal Bougenvil Rum
Yogyakarta”, Rahm
jenis – jenis penulisan resep yang berpotensi menimbulkan medication error am Kartu Instruksi Pengobatan (KIPO) dan tindakan yang diambil untuk
angani masalah
Yang membedakan penelitian ini dari penelitian yang pernah dilakukan elumnya adalah pada lokasi pengambilan dan juga dari respondennya. Pada
pasien yang menebuskan obat dan lokasi pengambilan data di Kabupaten Sleman. am penelitian ini fokusnya adalah persepsi dari dokter, apoteker dan pasien
(leg
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai gambaran mengenai persepsi responden dokter, apoteker dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan
b. Ma
t dijadikan bahan acuan untuk apoteker bagi
rguna untuk menambah pengetahuan bagi pembacaan tulisan dalam resep (legibility).
nfaat praktis
1) hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan bagi pengembangan model-model resep yang ideal di Indonesia sehingga diperoleh model resep baru yang mengakomodasi upaya pencegahan medication error. 2) hasil penelitian ini dapa
peningkatan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek terutama dalam hal pelayanan resep dengan melihat dari kelengkapan resep yang diterima sebagai upaya mencegah terjadinya medication error.
3) hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk dokter agar memberikan peresepan yang rasional terutama dari segi kelengkapan dan kemudahan pembacaaan tulisan dalam resep dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan bagi pasien.
4) hasil penelitian ini dapat be
B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. T
M sepsi dokter, apoteker dan pasien
terhadap kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan (legibility) pada resep
2. T
a. Men ngenai aspek kelengkapan resep dan
j d
b. Mengetahui persepsi responden apoteker mengenai aspek kelengkapan resep dan juga kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) dari resep yang dilayaninya.
c. Me
ujuan umum
endapatkan gambaran mengenai per
di Kabupaten Sleman periode Januari – Maret 2007. ujuan khusus
getahui persepsi responden dokter me
uga kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) dari resep yang itulisnya.
ngetahui persepsi responden pasien mengenai aspek kelengkapan resep dan juga kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) dari resep yang diterimanya.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Definisi dan kaidah penulisan resep
Definisi resep terdapat I No.1027/ MenKes/SK/ IX/ 2004 te
arus ditulis secara jelas dan mudah dimengerti. Penulisan resep yang bi
hindari. Resep harus
ang pada umumnya ditulis
dihindarkan, karena dapat meragukan makna (Joenoes, 1995). dalam KepMenKes R
ntang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter , dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku ( Anonim, 2004a).
Resep h
sa menimbulkan ketidakjelasan, keraguan, atau salah pengertian mengenai nama obat serta takaran yang harus diberikan seharusnya di
memuat unsur-unsur informasi mengenai pasien, pengobatan yang diberikan dan siapa dokternya. Informasi tentang pasien mencakup nama, jenis kelamin, dan umur. Di beberapa unit pelayanan kesehatan di negara-negara tertentu, diagnosis juga sering ditulis dalam resep. Ini memungkinkan dilakukannya pengecekan ulang oleh apoteker (Anonim,2000).
Dalam resep digunakan bahasa latin, tidak hanya untuk penulisan nama-nama obat tetapi juga untuk ketentuan-ketentuan mengenai pembuatan atau bentuk obat, termasuk petunjuk aturan pemakaian obat y
Menurut ketentuan Tata Cara Pengelolaan Apotek (Surat keputusan MenKes No 280/Menkes/SK/V/1981), resep selain memenuhi PerMenKes No 26 tahun 1
hewan.
c. tanda R/ pada bagian kiri resep, nama obat atau komposisi obat d. aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura)
rundang-undangan yang berlaku (subscriptio)
f.
g. tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang h. resep dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pada hewan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
memberi tanda ”segera”, ”cito”, ”statim” atau ”urgent” pada bagian s
B. Peresepan Rasional
sional adalah resep yang tepat dan aman. Resep yang
atan baik di negara maju 981, harus memuat juga :
a. nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, dan dokter b. tanggal penulisan resep (inscriptio)
(invocatio)
e. tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan pe
jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan. jumlahnya melebihi dosis maksimal
i. resep yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri sesuai dengan j. untuk penderita yang memerlukan pengobatan segera dokter dapat
kanan ata
Resep yang ra
rasional harus memenuhi syarat yaitu setelah dosisnya tepat maka kemudian dalam memilih obatnya tepat sesuai dengan penyakitnya dan aman digunakan. Diberikan dengan dosis yang tepat dalam bentuk sediaan yang tepat, diberikan pada waktu yang tepat, dengan cara yang tepat untuk penderita yang tepat (Christina, 2002)
maupun negara berkembang. Masalah ini dijumpai di unit pelayanan kesehatan, isalny
, 2000)
bangkan oleh sebuah Dewan Koordinasi Nasional yaitu The National edication Error Reporting and Prevention (NCC MERP)
ventable event that may cause or lead to inappropriate medication use or patient harm while the medication is in the co o
De da d
tidak layak atau yang bersifat merugikan pasien padahal pengobatan tersebut berada dalam pantauan tenaga kesehatan, pasien atau konsumen. Beberapa kejadian dapat berhubungan dengan praktisi kesehatan, produk kesehatan, iskomunikasi, pelabelan, enyediaan, pendistribusian, adm
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek mendefinisikan medication m a di rumah sakit, puskesmas, praktek pribadi maupun di masyarakat luas (Anonim
C. Medication error
Secara harafiah, medication error dapat diartikan sebagai suatu kesalahan dalam suatu proses pengobatan. Definisi tentang medication error pertama kali dikem
Coordinating Council for M
, yaitu:
a medication error is any pre
ntr l of the health care professional, patient or consumer.
ngan demikian medication error (ME) dapat diartikan suatu kejadian yang pat icegah yang bisa sebagai penyebab atau berperan dalam pengobatan yang
prosedur, dan sistem pengobatan termasuk peresepan, m pengemasan, dan penamaan produk, pencampuran, p
error (ME) sebagai suatu kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.
Dwiprahasto (2004) berpendapat bahwa medication error dapat terjadi dalam setiap langkah penyiapan obat mulai dari proses pemilihan obat, permintaan melalui resep, pembacaan resep, formulasi obat, penyerahan obat kepada pasien hingga penggunaannya oleh pasien atau petugas kesehatan. Kesalahan yang
Hospital Association (cit., Dwiprahasto, 2004), medication error antara lain meliputi; informasi pasien yang
tidak lengkap, tidak skomunikasi dalam
peresep
, tempat dilakuk
a. lahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, p yerahan obat atau bahan obat.
b. penga rahan perbekalan farmasi
lainn
c. pelayanan inform
dimaksud dapat berasal dari manusia maupun lemahnya sistem yang ada. Menurut American
kejadian-kejadian
diberikan informasi yang layak, mi
an, pelabelan kemasan yang tidak jelas, serta faktor lingkungan kerja yang kurang memadai.
D. Apotek 1. Pengertian apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1027 / MENKES/ SK/ IX/ 2004, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu
an pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Permenkes No 922/MENKES/SK/X/1993 pasal 10 menyebutkan bahwa pengelolaan apotek meliputi:
pembuatan, pengo enyimpanan, dan pen
daan, penyimpanan, penyaluran, dan penye ya.
Dalam pas a disebutkan bahwa :
a. pelayanan in (c) meliputi :
dibe nya maupun
kep
a. tempat er yang telah mengucapkan
s
b. sarana
pencam u bahan obat.
c. s p an farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperluk
Selain
922/MENKES/PER/X/1993 menyebutkan : Apotek wajib
profesinya yan Sedangkan me
Apotek n informasi:
a. yang be
al 11 Permenkes No 922/MENKES/SK/X/1993 jug
formasi yang dimaksud dalam pasal 10 huruf
1) pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang rikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lain
ada masyarakat.
gamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, aya, dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.
informasi yang dimaksu
ungsi apotek
an Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 1 menyebutkan tugas dan dalah sebagai berikut :
pengabdian profesi seorang apotek umpah jabatan.
farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, puran dan penyerahan obat ata
arana enyalur perbekal
an masyarakat secara meluas dan merata.
itu menurut Pasal 15 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan No
melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian g dilandasi pada kepentingan masyarakat.
nurut Pasal 15 ayat (4) menyebutkan : er wajib memberika
rkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien naan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat berfungsi sebagai unit sarana kesehatan yang tidak berorientasi
jawab alam menjalankan fungsi ini harus mengutamakan
memperhatikan kelengkapan sediaan obat dan barang yang dijual di apotek agar diusahakan tidak ada resep atau permintaan konsumen yang ditolak karena keti
yan
harus mampu bertindak sebagai manajer dengan bekal ilmu manajerial yang dim
E. Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Sistem pelayanan kefarmasian dapat diartikan sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang utuh dan terpadu, terdiri dari struktur dan fungsi jaringan pelayanan kefarmasian. Praktek kefarmasian adalah upaya penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit bagi perorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat. Sistem pelayanan kefarmasian meliputi struktur sistem pelayanan kefarmasian dan fungsi sistem pelayanan kefarmasian (Anonim, 2004a).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek jenis pelayanan yang diberikan seorang apoteker di apotek meliputi:
1. Pelayanan resep 1.1.
Apoteker melakukan skrining resep meliputi: i. Nama, SIP dan alamat dokter. ii. Tanggal penulisan resep. seorang apoteker. Seorang apoteker d
kepuasan konsumen (customer satisfaction) antara lain dengan
daklengkapan sediaan. Selain itu apotek juga berfungsi sebagai sarana bisnis g diharapkan dapat memberi keuntungan (profit oriented). Apoteker di tuntut
ilikinya (Anief, 2001).
Skrining resep
iii. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
iv. Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. s.
osis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
ep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan
kan etiket pada wadah.
obat serta
Etiket harus jelas dan dapat dibaca. 1.2.3. Kemasan obat yang diserahkan
Obat hendaknya dike rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat 1.2.5. Informasi obat
r harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi ra penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, sehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan
rmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.
seperti cardiovascular, diabetes, ronis lainnya, apoteker harus v. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta.
vi. Cara pemakaian yang jela vii. Informasi yang lainnya.
1.1.2. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, d
1.1.3. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, Jika ada keraguan terhadap res
dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
1.2. Penyiapan obat 1.2.1. Peracikan
merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberi
Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah
penulisan etiket yang benar. 1.2.2. Etiket
mas dengan 1.2.4. Penyerahan obat
akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
Apoteke
obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, ca
1.2.6. Konseling
pengobatan, dan perbekalan ke
terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan fa
Untuk penderita penyakit tertentu TBC, asthma, dan penyakit k
1.2.7. Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus unaaan obat, terutama untuk
s, TBC, asthma, dan nnya.
2. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara si dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antar lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan dan
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktifitas
n dokter gigi sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayan
un di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Repub
melaksanakan pemantauan pengg
pasien tertentu seperti cardiovascular, diabete penyakit kronis lai
aktif dalam promo lain-lainnya.
3. Pelayanan residensial (Home Care)
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok ini apoteker harus membuat catatan pengobatan (medication record).
F. Penulisan resep oleh Dokter Dokter da
an kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan ( Anonim, 2004c).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, definisi dokter atau dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maup
lik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan.
1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib 2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut 3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada
mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi. jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Sedangkan kewajiban dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran terdapat pada pasal 51 yang meliputi:
1) memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar 2) merujuk pasien ke dokter atau ke dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
pemeriksaan atau pengobatan; setelah pasien itu meninggal dunia;
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan atau kedokteran gigi.
G. Pasien
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter maupun apoteker ditujukan kepada konsumen, en. Dalam Undang-Undang
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 52 pasien berhak untuk:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tidakan medis yang sekurang-kurangnya mencakup:
1.diagnosis dan tata cara tindakan medis; 2.tujuan tindakan medis yang dilakukan;
3.alternatif tindakan lain dan risikonya;
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan 3) merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga 4) melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia 5) menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
dalam hal ini adalah pasi
No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 4 ayat (3), pasien berhak mendapatkan:
4.risiko dan komplikasi yang terjadi;dan 5.prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. b. meminta pendapat dok
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
H. Persepsi 1. Pengertian persepsi
Menurut Gibson dkk (cit., Budirahayu, 2003), persepsi merupakan penafsiran terhadap stimulus yang terorganisir yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Persepsi merupakan bagian yang penting bagi seseorang dalam mengambil keputusan. Persepsi seseorang terhadap suatu objek akan menentukan tindakan yang akan dilakukan terhadap objek yang bersangkutan. Bentuk atau sifat tindakannya tergantung dari keadaan individu yang mengamati dan menginterpretasi.
Persepsi menurut Solso (Cit.,Wardoyo, 2002), merupakan aktivitas yang integrated, maka seluruh apa yang ada dalam individu seperti penilaian, pengalaman, keyakinan, dan aspek-aspek yang lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam individu tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama tetapi hasil dari setiap individu dapat berbeda. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa persepsi bersifat individual.
Menurut Walgito (1994), persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera. Proses ini tidak berhenti begitu saja, melainkan simulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Proses
penginderaan tidak dapat lepas dari proses persepsi dan proses penginderaan upakan proses pendahulu dari proses persepsi. Stimulus yang diindera oleh mer
individu akan diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari,
2. O
sega diri dapat menjadi
dise
atas . Objek persepsi yang berwujud
pers ocial perception atau
I. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan mengenai persepsi dokter, apoteke
mengerti tentang apa yang diindera itu, dan proses ini disebut persepsi. bjek persepsi
Menurut Walgito (2002), objek yang dapat dipersepsi sangat banyak, yaitu la sesuatu yang ada di sekitar manusia. Manusia itu sen
objek persepsi. Orang yang menjadikan dirinya sendiri sebagai objek persepsi but sebagai persepsi diri (self-perception). Objek persepsi dapat dibedakan objek yang bukan manusia dan manusia
manusia disebut dengan person perception atau social perception sedangkan epsi yang objeknya bukan manusia disebut sebagai non s
things perception.
memberikan gambaran
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
ut keadaan apa adanya, Penelitian ini bersifat deskriptif, yang dapat diartikan
kiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekaran
No 1027/MENKES/SK/IX/2004 Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang meliputi nama, SIP da
A.Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif. Penelitian observasional menurut Pratiknya (2001) adalah penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menur
tanpa adanya manipulasi peneliti.
sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melu
g berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 2003).
B. Definisi Operasional Variabel
1. kelengkapan resep adalah resep yang sesuai persyaratan administratif pada skrining resep berdasarkan KepMenKes RI
tentang Standar
2. kemudahan pembacaan resep adalah bila resep yang ditulis oleh dokter tulisannya jelas sehingga bisa dimengerti dan tidak menimbulkan persepsi
penelitian ini adalah dokter praktik swasta perseorangan,
dalam Kabupaten Sleman.
ulisan dalam resep.
D. Alat Pengumpulan Data
ang digunakan adalah kuisioner yang dibagikan kepada responden.
lain.
3. responden dalam
apoteker dan pasien yang ada di wilayah Kabupaten Sleman.
4. responden dokter dalam penelitian ini yaitu dokter praktek swasta perseorangan yang ada dalam wilayah Kabupaten Sleman
5. responden apoteker dalam penelitian ini yaitu apoteker pengelola apotek yang berada di wilayah Kabupaten Sleman yang data apoteknya tercantum
data Dinas Kesehatan
6. responden pasien dalam penelitian ini adalah yang datang ke apotek untuk menebus resep baik pasien itu sendiri atau keluarganya.
7. persepsi merupakan pendapat responden dokter, apoteker dan pasien terhadap kelengkapan dan kemudahan pembacaan t
C. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian adalah dokter praktek swasta perseorangan, apoteker pengelola apotek dan pasien atau keluarganya yang datang ke apotek untuk menebus obat di wilayah Kabupaten Sleman.
E.Cara Penelitian 1.Ana s situ
Analisis situasi pertama yang dilakukan penulis adalah dengan membaca
penelit a mengenai kelengkapan resep dan potensi
medication error, setelah itu penulis menentukan masalah penelitian. Penulis Dinas Kesehatan Kabupaten tentang jumlah dokter praktek pribadi dan apotek di wilayah Kabupaten Sleman.
2. Mem
3. Penyusunan kuisioner
i dua bagian yaitu pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuk
an diuji validitasnya untuk mengetahui kejelasan tujuan dan lingkup informasi yang hendak diungkap, yaitu sejauh mana item-it
hen
professional judgment. Estimasi validitas ini tidak melibatkan perhitungan-perhitungan statistik apapun melainkan hanya analisis rasional. Maka tidaklah
lisi asi dan penentuan masalah
ian-penelitian sebelumny
kemudian mencari data di
buat instrumen penelitian
Kuisioner dibuat melalui tahap penyusunan kuisioner dan uji validitas isi.
Kuisioner terdiri dar
a. Kuisioner dibuat mengacu pada skala Likert yang memuat alternatif aban bagi responden yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak uju (TS), sangat tidak setuju (STS), namun tidak dilakukan skoring. Untuk rtanyaan terbuka, responden diberi kebebasan menjawab sesuai dengan ndapat, pengetahuan maupun pengalamannya.
Uji validitas isi
Kuisioner yang telah dibuat kemudi
diharapkan setiap orang akan sama atau sependapat mengenai sejauh mana validita
jumlah apotek yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten erdasarkan Perda no 16 tahun 2004 periode Februari 2006 sebanyak 55 apotek, alah satunya telah berganti sebagai toko obat. Berdasarkan data ini, semua
opulasi apotek diambil sebagai responden apoteker. Responden pasien
Responden pasien tidak diketahui jumlah populasinya, sehingga dilakukan erhitungan jumlah sampel minimum terlebih dahulu. Teknik pengambilan ampelnya secara accidental sampling yaitu penelitian yang strategi pengambilan ampelnya didasarkan pada kemudahan dari arah peneliti.
enentuan sampel untuk pasien digunakan penentuan besar sampel minimum dari penelitian (Nawawi, 2003)
n : jumlah sampel mi
s isi kuisioner telah tercapai (Azwar, 2003). 5. Menentukan besar sampel dan teknik sampling a. Responden dokter
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten sebanyak 453 dokter. Berdasarkan data tersebut, teknik sampling yang digunakan adalah secara non random (purposive sampling). Purposive sampling merupakan metode pemilihan subyek berdasarkan ciri-ciri tertentu yang sudah diketahui sebelumnya. Penelitian ini memiliki jumlah sampel minimum, sebesar 10% dari jumlah populasi.
p=q= 0,5 : pro imum) z½α : derajat koefisien konfidensi pada 95% = 1,96 menentukan ukuran sampel = 10 %
n ≥ pq (z½α / b)²
a.
Kuisioner yang d kuisioner dan
sar kuisioner ditinggal sehingga ada beberapa kuisioner yang tidak kem
sehatan Kabupaten, jumlah apotek yang sesuai dengan perd
isioner untuk responden pasien kem ali.
porsi populasi yang tersedia (harga maks
b : persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan dalam
n ≥ 0,5 × 0,5 ( 1,96/ 0,1)² n ≥ 96,04
6. Penyebaran kuisioner Responden dokter
isebar untuk responden dokter sebanyak 60 sebagian be
bali.
b. Responden apoteker Data dari Dinas Ke
a no 16 tahun 2004 periode Pebruari 2006 yaitu 55 apotek. Dari 55 apotek yang ada, 1 apotek hanya sebagai toko obat bukan apotek dan sebanyak 4 apotek sudah tidak aktif lagi. Dari data ini semua populasi apotek diambil untuk responden apoteker. Kuisioner yang disebar untuk responden apoteker sebanyak 50 kuisioner dan sebagian besar kuisioner ditinggal sehingga ada beberapa kuisioner yang tidak kembali.
c. Responden pasien
Penyebaran kuisioner untuk responden pasien dilakukan pada saat penelitian berlangsung sehingga semua ku
7. Pengumpulan kuisioner
ut mengisi kuisioner dengan san sibuk dan tidak mengembalikan kuisioner sewaktu peneliti hendak engambil kuisioner yang telah disebarkan. Sedangkan dari responden pasien diperoleh data sebanyak 105 kuisioner.
Gambar 1. Bagan populasi,jumlah sampel,teknik sampling dan penyebaran kuisioner
Kuisioner yang diberikan kepada responden pasien dikumpulkan saat itu juga. Untuk responden dokter dan apoteker kuisioner diambil setelah beberapa hari. Jumlah kuisioner yang disebar untuk responden dokter sebanyak 60 kuisioner tetapi yang kembali hanya 43 kuisioner. Jumlah kuisioner yang disebar untuk responden apoteker sebanyak 50 kuisioner hanya kembali sebanyak 43 karena ada beberapa apotek yang menolak untuk ik
ala m
Dokter Apoteker Pasien
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang telah d ulasi data dengan cara
melakukan perhitungan jawaban kuisioner, mengelompokkan masing – masing
jawaban dan menghitun yang sama kemudian
d lo tnya dipersentase dengan jumlah total
0%
. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian 1. K r
wak a hilang atau lupa
d k
mak
iperoleh kemudian dilakukan tab
g persentasenya. Jawaban ike mpokkan dan dijumlahkan selanju
10 . Data ditampilkan dalam bentuk diagram.
G uisione
alam kuisioner terdapat beberapa pertanyaan yang masih perlu ditelaah bali isinya sehingga tidak akan menimbulkan makna lain.
enyebaran kuisioner
Penyebaran kuisioner dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2007. ma penelitian kesulitan yang dihadapi adalah beberapa apotek menolak gisi kuisioner dengan alasan sibuk atau karena apotekernya jarang datang ke tek, sedangkan dari pihak dokter banyak yang tidak bersedia untuk mengisi ioner dengan alasan sibuk dan tidak punya banyak waktu. Kalaupun mereka edia untuk menerima kuisioner tersebut tapi pada saat akan diambil sesuai tu yang telah disepakati sebelumnya ternyata kuisionerny
3. K
mempunyai kelemahan dari jumlah data responden dokter yang tidak memenuhi jumlah minimal sampel 10% dari jumlah populasi. Hal ini dikarenakan jumlah kuisioner responden dokter yang kembali kurang dari jumlah minimal pengambilan sampel walaupun pada saat penyebaran sudah dilebihkan. Jumlah kuisioner yang disebar sebanyak 60 dan kuisioner yang kembali sebanyak 43 sedangkan jumlah minimal sampel sebanyak 45.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden 1. Karakteristik Responden Dokter
Kar is in, spesialisasi,
tahun
ini(18-35 tahun) mempunyai ciri rang muda sudah beranjak menjadi dewasa yang mandiri, am
gga menjadi pembawa norma serta pembuat keputusan. Orang dalam masa dewasa lanjut(lebih dari 60 tahun) kurang mam l baru yang tidak an masa lalu, dan cenderung lebih mengingat dengan baik hal-hal yang telah lam
akter tik responden dokter meliputi usia, jenis kelam
lulus, lamanya praktek (tahun), jumlah tempat praktek dan rata-rata pasien per harinya.
a. Usia
Menurut Hurlock (1999), masa dewasa d dimana orang-o
m pu menentukan pola hidup baru, memikul tanggung jawab baru, dan membuat komitmen baru, yang akan menjadi landasan pembentukan pola hidup, tanggung jawab dan komitmen di kemudian hari. Masa dewasa madya(35-60 tahun) mempunyai ciri suka berpikir dan mawas diri sehin
pu mempelajari hal-ha mudah diintegrasikan dengan pengalam
a dipelajari.
23,26%, 41 sampai 50 tahun 20,93% sedangkan yang berusia diatas 51 tahun sebanyak 2,33%.
Usia dokter
53,49% 23,26%
20,93% 2,33% <30
31-40
41-50
>51
Gambar 2. Usia responden dokter b. Jenis Kelamin
Menurut Kartono (1977) pria lebih mengutamakan intelek dan rasio sedangkan wanita lebih menonjolkan emosi dan perasaan dan hal ini
mem
galaman-pen eadaan perasaan atau minat tiap-tiap
orang 198 per den
pengaruhi pola pikir mereka. Persepsi juga dipengaruhi oleh pen galaman dan cara berpikir serta k
sehingga persepsi seringkali dipandang bersifat subyektif (Sarwono, 3). Berdasarkan hasil penelitian dari 43 responden dokter praktek swasta seorangan menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah wanita
gan persentase sebesar 51,16% dan sisanya adalah pria sebesar 48,84%.
Je nis k e lam in Dok te r
51,16%
48,84% Perempuan Laki-laki
c. Spesialisasi
Gambaran mengenai spesialisasi dokter dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Spesialisasi responden dokter
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 83,72% merupakan dokter
umum, dokter anak sebanyak 9,30%, dokter kulit 2,33%, dokter penyakit
dalam sebanyak 2,33% sedangkan spesialisasi obstetric dan ginekologi (ahli
kandungan dan kebidanan) sebanyak 2,33%.
d. Tahun lulus
Berdasarkan hasil penelitian dokter yang lulus tahun 1970 sampai
dengan 1980 sebanyak 2,33%, 1981 sampai 1990 sebanyak 6,98%, dan
30,23% pada tahun 1991 sampai 2000 sedangkan 60,47% setelah tahun 2001.
Gambaran mengenai tahun kelulusan dokter dapat dilihat pada gambar 5.
Tahun lulus Kedokteran
e. Lamanya praktek
Berdasarkan dari hasil penelitian yang didapatkan lamanya praktek dokter sangat menentukan profesionalisme dari sebuah profesi dokter. Dokter yang melakukan praktek antara 0 sampai 10 tahun sebanyak 76,74%, dan dokter yang melakukan praktek selama 11 sampai 20 tahun sebanyak 16,28%. Sedangkan yang telah berpraktek selama 21 sampai dengan 30 tahun sebanyak
5 tuk yang berpraktek selama 30 tahun lebih. 4,6 % dan 2,33% un
Lam anya dokter m elakukan praktek
76,74% 16,28%
4,65% 2,33% < 10 th
11 - 20 th
21 - 30 th
31 -40 th
Gambar 6. Lamanya praktek responden dokter
f. Jumlah tempat praktek
Banyaknya tem pat praktek dokter
9,30%
74,42% 16,28%
1 2 3
Gambar 7. Jumlah tempat praktek responden dokter
g. Rata-rata pasien per harinya
Ber n per harinya
adalah selama 5 sampai 7 menit. dasarkan hasil penelitian diperoleh data rata-rata pasie
1 sampai 10 sebanyak 93,02%, sedangkan untuk jumlah pasien sebanyak
10 sampai 20 sebanyak 6,98 %. Dokter biasanya melakukan praktek
selama 2 jam dan waktu rata-rata yang dibutuhkan dokter untuk memeriksa
pasien serta menuliskan resepnya
rata-rata pasien per hari yang datang ke
6,98%
tem pat praktek dokter
93,02%
<10 orang
11-20 orang
2. ek
Karakteristik responden APA meliputi umur, jenis kelamin, tahun lulus apoteker, pendidikan terakhir, lama menjadi APA, dan rata-rata lembar resep per harinya.
a. Usia
Berdasarkan gambar 9, usia responden APA rata-rata berusia kurang dari 30 tahun sebanyak 55,81%, yang berusia 31 sampai 40 tahun sebanyak 23,26% dan yang berusia 41 sampai 50 tahun sebanyak 9,30% sedangkan yang berusia 51 sampai 60 tahun sebanyak 11,63%.
Karakteristik Responden Apoteker Pengelola Apot
Usia apoteker
55,81% 23,26%
9,30%
11,63%
<30 31 - 40 41 - 50 51 - 60
Growth Study, proses
intelegensi diawali pada usia remaja dan
tik dan dapat menguji secara sistematik berbagai penjelasan mengenai
-kejadian tertentu dan dapat memahami prinsip-prinsip abstrak yang
berlaku (Azwar, 1999).
Gambar 9. Usia responden APA
Menurut penelitian yang dilakukan Havard
pertumbuhan dan perkembangan
mencapai puncaknya pada usia 30 tahun. Pada usia tersebut mampu berpikir
hipote
b. Jenis Kelamin
Jenis kelam in Apoteker
25,58%
74,42%
Perempuan Laki-laki
Gambar 10. Jenis kelamin responden APA
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data 74,42% berjenis kelamin perempuan sedangkan 25,58% berjenis kelamin laki-laki. c. Tahun lulus Apoteker
Berdasarkan data yang diperoleh tahun kelulusan APA antara tahun 1971
sampai 1980 anyak 9,30%,
ah
sebanyak 9,30%, tahun 1981 sampai 1990 seb
t un 1991 sampai 2000 sebanyak 20,93% dan diatas tahun 2001 sebanyak 60,47%.
Tahun lulus Apoteker
1971-1980 9,30%
9,30%
20,93% 60,47%
1981-1990
1991-2000
>2001
d. Pendidikan terakhir
Pendidikan terakhir Apoteker
86,05% 11,63% 2,33%
Apoteker Apt + S 2 Apt + S 3
Gambar 12. Pendidikan terakhir responden APA
Berdasarkan dari data diperoleh pendidikan terakhir responden APA sebanyak 86,05% adalah profesi apoteker, yang telah menempuh pendidikan profesi apoteker dan S 2 sebanyak 11,63% dan 2,33% telah menempuh pendidikan profesi ap
e. Lamanya menjadi APA
Lama masa kerja menjadi APA sangat me p
ke bek maka pelayanan
kefarmasian akan semakin meningkat karena apoteker akan semakin tahu jenis
pe n hasil p litian dip ol a
jik mengabdikan dirinya dalam kurun
waktu 1-10 tahun sebanyak 83,72% dan yang bekerja kurang dari 1 tahun sebanyak 11,63% sedangkan 4,65% telah menjalani profesinya sebagai APA sel
oteker dan S 3.
nentukan mutu elayanan farmasian di apotek. Semakin lama APA erja
layanan yang dibutuhkan pasien. Berdasarka ene er eh dat a sebagian besar responden APA telah
Lam anya kerja m enjadi APA
11,63
4,65% %
83,72%
< 1 th 1 - 10 th 1 - 20 th
Gambar 13. Lamanya responden bekerja sebagai APA f. Rata-rata lembar resep per hari yang dilayani
Rata-rata lem bar resep
55,81% 27,91%
11,63% 4,65% <10 lmbr
11-20 lmbr 21-30 lmbr >31 lmbr
Gambar 14. Rata-rata lembar resep per hari yang dilayani
Berdasarkan gambar 14 bisa dilihat bahwa rata-rata lembar resep yang diterima di tiap-tiap apotek sebagian besar kurang dari 10 lembar resep per harinya yaitu sebanyak 55,81%. Apotek yang menerima dan melayani resep antara 11 sampai 20 lembar sebesar 27,91%, antara 21 sampai 30 lembar resep
n dalam resep yang mereka terima.
3. K
a
arakteristik Responden Pasien
Karakteristik responden pasien meliputi usia, jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
. Usia
Usia pasien
12,38%
69,53% 9,52%
5,71%
2,86% <20
21-30
31-40
41-50
>51
Gambar 15. Usia responden pasien
Berdasarkan gambar 15 bisa disimpulkan jika sebagian besar responden
pasien berumur 21 sampai 30 tahun. Responden yang berumur kurang dari 20
tahun sebanyak 12,38% dan yang berumur 31 sampai 40 tahun sebanyak
9,52%. Responden sebanyak 2,86% berumur antara 41 sampai 50 tahun, yang
berumur di atas 51 tahun sebanyak 5,71 % .
b. Jenis Kelamin
Jenis Kelam in Pasien
63,81% 36,19%
Perempuan Laki-laki
Gambar 16. Jenis kelamin responden pasien
Berdasarkan hasil penelitian di peroleh data jika sebagian responden pasien adalah perempuan yaitu sebanyak 63,81% dan responden pasien laki-laki sebanyak 36,19%.
c
b
. Pendidikan Terakhir
Perkembangan pola pikir seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang telah mereka terima. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pola pikir, wawasan dan pengetahuan menjadi lebih
erkembang dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah sehingga seseorang akan semakin kritis dalam menanggapi setiap permasalahan yang timbul dalam masyarakat.
Pendidikan terakhir Pasien
31,43% SLTP
SLTA 0,95%
54,29%
13,33%
D 3
S 1
Gambar 17. Pendidikan terakhir responden pasien
Berdasarkan gambar 17 peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar
responden pasien menempuh pendidikan terakhir di SLTA, sedangkan yang
menempuh pendidikan terakhir di SLTP hanya 0,95%. Pendidikan terakhir D3
sebanyak 13,33% dan yang menempuh pendidikan terakhir di S1 sebanyak
B. Persepsi Responden Dokter Mengenai Aspek Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep
Tabel I. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep (dalam %)
Kecenderungan
No Pernyataan
Setuju
Ragu-ragu
Tidak setuju
1 Resep harus memuat identitas dokter 100 0 0
2 Resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan
2,33 0 97,67
3 Resep harus memuat identitas pasien 100 0 0
4 Resep tidak perlu mencantumkan jumlah obat 2,33 0 97,67
5 Resep harus mencantumkan aturan pakai 100 0 0
6 Resep tidak perlu mencantumkan kekuatan obat
(Contoh: 10 mg, 20 mg, dll) 2,33 11,63 86,04
7 Resep harus mencantumkan berat badan dan
umur pasien 81,4 13,95 4,65
8
alamat pasien 6,97 2,33 90,7
Resep tidak perlu mencantumkan nama dan
9 Resep harus mencantumkan tanda tangan dokter 79,07 18,6 2,33
10 Tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas 97,67 2,33 0
11 Tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas 0 0 100
12 Tulisan dalam resep harus dapat dibaca dengan
jelas 100 0 0
13 Tulisan tidak jelas harus dipertahankan karena
menjadi ciri khas dokter 0 0 100
14 Jika tulisan dalam resep tdak dapa maka apoteker harus menghubungi
t dibaca jelas
dokter 100 0 0
15 Jika tulisan dalam resep tidak dapat dibaca dengan jelas maka apoteker harus meminta
pasien kembali ke dokter 13,95 9,3 76,74
Hasil persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep
120
Gambar 18. Persepsi responden dokter mengenai aspek kelengkapan dan keterbacaan resep
e n Repub onesia No
1027/MENKES/SK/IX/2004 Bab III tentang pelayanan an bahwa
ministratif dalam pelayanan resep dimana tanggal penulisan resep haru
ep harus memuat identitas pasien, 100% responden setuju jika dalam sebuah resep memuat identitas pasien yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin dan juga berat badan pasien.
nurut Keputusan Menteri Kesehata
M lik Ind
menyebutk
dalam skrining resep persyaratan administratif resep meliputi nama, surat ijin praktek (SIP), dan alamat dokter. Pada pernyataan pertama, semua responden setuju bahwa dalam sebuah resep harus memuat identitas dokter.
Pernyataan kedua menyebutkan bahwa dalam resep tidak perlu mencantumkan tanggal penulisan resep, sebagian besar responden (97,67%) tidak setuju jika dalam resep tidak memuat tanggal penulisan resep. Hal ini sesuai dengan persyaratan ad
s dicantumkan.
Pernyataan keempat yang menyebutkan bahwa resep tidak perlu m
tidak setuju dan 2,33% s teri Kesehatan Republik
Indonesia No esep harus tumkan
nam ob . Pencantum ah obat
dalam se dari terjad esalahan
pemb ia s obat di ap ek.
P y ep harus tumkan
atura pa am sebuah resep dicantumkan
aturan pakai dari obat yang diresepkan agar nantinya pasien rti cara enggunaan obat tersebut sehingga pasien dapat sembuh karena kepatuhan pasien dalam meminum obat.
Pernyataan keenam yang menyebutkan resep tidak harus mencantumkan kekuatan obat, sebanyak 86,04% responden tidak setuju jika dalam penulisan resep tidak dituliskan kekuatan obatnya karena bila kekuatan obat tidak dituliskan dapat terjadi kesalahan pemberian obat.
Pernyataan ketujuh yang menyebutkan bahwa resep harus mencantumkan berat badan dan umur pasien, sebagian besar responden (81,4%) setuju jika dalam resep dicantumkan berat badan dan umur pasien. Sebanyak 13,95% responden ragu-ragu jika dalam resep harus dicantumkan berat badan dan umur pasien. Beberapa responden berpendapat jika umur harus dicantumkan tapi berat badan tidak harus dicantumkan. Pada pasien pediatri, umur dan berat badan harus dicantumkan untuk mengetahui dosis obat yang akan diberikan.
encantumkan jumlah obat, sebagian besar dari responden sebanyak 97,67% etuju. Menurut Keputusan Men
1027/MENKES/SK/IX/2004, sebuah r mencan a at, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta an juml buah resep sangat diperlukan untuk menghin inya k er n jumlah obat kepada pasien saat pasien menebu ot ern ataan kelima yang menyebutkan bahwa res mencan n kai, semua responden setuju bila dal
Pern an nama dan alamat pasien, sebanyak 90,7% responden tidak setuju jika dalam resep
tidak dicantum a dan alamat pasien perlu
dica m g bagi apotek jika terjadi kesalahan n obat.
P n p haru tumkan
tanda tangan dokter. Sebagian besar responden (79,07%) setuju dengan
reka berpendapat jika tulisan dalam resep ditulis tidak jelas bisa engakibatkan kesalahan pembacaan resep bahkan sampai kesalahan pemberian bat.
Pernyataan keduabelas menyebutkan bahwa tulisan dalam resep harus ditulis engan jelas. Semua responden (100%) setuju dengan pernyataan ini karena
yataan kedelapan menyebutkan bahwa resep tidak harus mencantumk
kan nama dan alamat pasien. Nam
ntu kan untuk monitorin pemberia
er yataan kesembilan menyebutkan bahwa dalam rese s mencan
pernyataan ini dan sebanyak 18,60% ragu-ragu dengan pernyataan tersebut karena mereka berpendapat bahwa tanda tangan dengan paraf itu berbeda, kalau paraf mereka setuju apabila dicantumkan dalam resep tetapi apabila harus mencantumkan tanda tangan mereka kurang setuju.
Pernyataan kesepuluh menyebutkan tulisan dalam resep harus ditulis dengan jelas, sebagian besar responden (97,67%) setuju dengan pernyataan ini karena dengan penulisan resep yang jelas bisa mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat. Jika terjadi kesalahan pemberian obat karena tulisan yang kurang jelas dan kesalahan pembacaan resep dapat berakibat fatal bagi penderita.
Pernyataan kesebelas menyebutkan bahwa tulisan dalam resep harus ditulis tidak jelas. Dalam hal ini semua responden tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena me
m o
den a kesalahan dalam pembacaan atau epada pasien.
s
dipertahankan karena menjad nden (100%) tidak
setuju dengan pernyata tulisan yang tidak jelas sebenarnya bukan ciri
kh do ndapa a h ni terja karena
ke sa pas ng kunjun ak
pa al ter e
berkisar antara 5 sam
ern jika tulisan dalam resep tidak dapat
dib a i dokter dan semua responden
setuju suai dengan PerMenKes RI No
26 EN an Perizinan Apotik pasal 12
ayat (4) las atau tidak lengkap, apoteker
wajib m
rn tulisan dalam resep tidak dapat
dib minta pasien kembali ke dokter.
Se a de an per ataan in rena
responden kasihan dengan pasiennya jika m in mbali lagi ke
do rpendapat sebaiknya apoteker
elasan ke dokter ya nulis resep.
gan adanya tulisan yang jelas dalam resep akan menghindari terjadiny pun pemberian obat k
Pernyataan ketigabelas menyebutkan bahwa tulisan tidak jelas haru i ciri khas dokter. Semua respo
an ini karena
as kter. Beberapa dokter dan pasien berpe t bahw al i di bia an menulis cepat dan juga karena jumlah ien ya ber g bany dah waktu rata-rata yang disediakan oleh dok untuk m meriksa satu pasien
pai 7 menit.
P yataan keempatbelas menyebutkan ac jelas maka apoteker harus menghubung
dengan pernyataan tersebut. Hal ini se /M KES/PER/1/1981 tentang Pengelolaan d
apabila resep tidak dapat dibaca dengan je enanyakan pada penulis resep.
Pe yataan kelimabelas menyebutkan jika aca dengan jelas maka apoteker harus me bagi n besar responden (76,74%) tidak setuju
ereka harus dim
ng ny i ka
ta ke kter padahal mereka sedang sakit, responden be
otek meminta penj
Aspek kelengkapan resep pada dasarnya meliputi: identitas dokter, tanggal penulisan resep, nama obat, jumlah obat, kekuatan obat, aturan pakai/cara pakai, nama pasien, umur, alamat dan berat badan.
Tabel II. Aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak penting oleh responden dokter
No
Aspek kelengkapan resep yang dianggap tidak penting oleh
responden dokter
Persentase(n=43)
1 Berat badan 46,51%
2 Semua penting 30,23%
3 Alamat dan berat badan 9,30%
4 Alamat 6,98%
5 Berat badan dan umur 2,33%
6 Kekuatan obat, alamat dan berat badan 2,33%
7 Tidak menjawab 2,33%
Total 100,00%
Asp
enyebutkan bah
rikut ini:
ek kelengkapan resep yang paling banyak dianggap tidak penting oleh responden dokter adalah berat badan, responden berpendapat bahwa berat badan penting untuk pasien pediatri tapi tidak untuk pasien dewasa sedangkan menurut KepMenKes RI No 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pada bagian persyaratan administratif resep m
wa dalam sebuah resep harus memuat nama, alamat, jenis kelamin dan berat badan pasien.
Tabel III. Pendapat/komentar responden dokter mengenai tulisan dokter dalam resep yang tidak jelas
No Pendapat responden dokter mengenai tulisan Persentase dokter dalam resep yang tidak jelas (n=43) 1 Tidak setuju karena bisa menyebabkan
kesalahan dalam melayani pemberian resep
76,74% dan bisa membahayakan keselamatan pasien
2
bisa menulis cepat dan tulisan kadang menjadi Banyaknya pasien menyebabkan dokter harus susah untuk dibaca oleh pasien
9,30%
3 Perlu penulisan yang jelas untuk menghindari 6,98% kesalahan peresepan
4 Tulisan dalam resep cukup terbaca oleh 4,65% apoteker, pasien tidak harus bisa membacanya
5 Tidak menjawab 2,33%
Total 100,00% Sebagian besar responden dokter tidak setuju mengenai tulisan dokter dalam resep
yang tidak jelas sebab tulisan yang tidak jelas bisa menyebabkan kesalahan dalam melayani pemberian resep dan bisa membahayakan pasien. Banyaknya pasien juga sebagai salah satu sebab resep yang ditulis oleh dokter menjadi tidak jelas. Sebanyak 6,98% responden berpendapat bahwa perlu penulisan resep yang jelas untuk menghindari kesalahan peresepan.
Tabel IV. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaklengkapan penulisan resep
No Faktor-faktor yang mempengaruhi Persentase(n=43) ketidaklengkapan penulisan resep
1 Banyaknya pasien 48,84%
2 Terbatasnya waktu 25,58%
3 Lupa, tidak hafal nama paten atau kekuatan obat 13,95% 4 Tidak ada alasan untuk tidak lengkap 9,30%
5 Tidak menjawab 2,33%
Total 100,00% dasarkan tabel IV faktor yang paling banyak mempengaruhi ketidaklengkapan
penulisan resep menurut responden dokter adalah banyaknya pasien. Menurut beberapa responden dokter banyaknya pasien m
Ber
enuntut dokter untuk menuliskan rese
ng ada cukup untuk lebih me
p dengan cepat sehingga resep yang dituliskan menjadi tidak lengkap padahal waktu yang disediakan oleh dokter dalam setiap kali praktek untuk memeriksa dan menuliskan resep berkisar antara 5 sampai 7 menit. Berdasarkan data karakteristik di depan dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien yang datang ke tempat praktek dokter tiap harinya antara 1 sampai 10 pasien dan dokter melakukan praktek sekitar 2 jam, seharusnya waktu praktek ya