• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANGIN

Berdasarkan analisis data angin stasiun meteorologi Amamapare selama 15 tahun, dalam satu tahun terdapat pengertian dua musim, yaitu musim timur dan musim barat diselingi dengan musim pancaroba atau musim peralihan. Frekwensi kejadian angin musiman selama 15 tahun (1993 – 2007) disajikan pada Tabel 7 - Tabel 10, sedangkan Gambar 10 - Gambar 13 adalah wind rose berdasarkan data dalam tabel tersebut.

Tabel 7 Frekwensi kejadian angin selama musim barat Frekwensi Kejadian Angin dalam Persen

Arah Kecepatan (m/s) Jum-

lah 1,1 - 3,0 3,1 - 5,0 5,1 - 7,0 7,1 - 9,0 9,1 - 11,0 >11,0

Utara (N) - - - -

Timur Laut (NE) - - - -

Timur (E) - - - - Tenggara (SE) - - - - Selatan (S) - - 6,67 8,89 - - 15,56 Barat Daya (SW) - - 8,89 22,22 13,33 11,11 55,55 Barat (W) - - - 17,78 8,89 2,22 28,89 Barat Laut (NW) - - - - Jumlah - - 15,56 48,89 22,22 13,33 100

Gambar 10 Windrose musim barat.

Musim barat terjadi sekitar bulan Desember sampai Februari. Arah datang angin bervariasi dari tiga arah mata angin, yaitu selatan, baratdaya, dan barat. Dari ketiga arah ini, arah dari baratdaya mendominasi wilayah studi (Gambar 10).

(2)

Persentase kecepatan angin berkisar antara 5,1 – 11 m/det. Selanjutnya persentase kejadian terkecil berasal dari arah selatan dan terbesar dari arah baratdaya.

Tabel 8 Frekwensi kejadian angin selama musim pancaroba I Frekwensi Kejadian Angin dalam Persen

Arah Kecepatan (m/det) Jum-

Lah 1,1 - 3,0 3,1 - 5,0 5,1 - 7,0 7,1 - 9,0 9,1 - 11,0 >11,0

Utara (N) - - 2,22 - - - 2,22

Timur Laut (NE) - - - 2,22 - - 2,22

Timur (E) - - 2,22 - - - 2,22 Tenggara (SE) - - 11,11 8,89 - - 20,00 Selatan (S) - - 1,22 - - - 1,22 Barat Daya (SW) - - 17,78 21,00 13.34 - 52,12 Barat (W) - - 2,22 11,11 6.67 - 20,00 Barat Laut (NW) - - - - Jumlah - - 37,78 42,22 20,00 - 100

Gambar 11 Windrose musim pancaroba I.

Musim peralihan dari musim barat ke musim timur (pancaroba I) terjadi sekitar bulan Maret sampai Mei, dengan arah angin bervariasi sesuai putaran jarum jam adalah dari arah utara sampai barat, namun kejadian angin terbanyak masih didominasi dari arah baratdaya (Gambar 11). Satu hal yang menarik pada musim pancaroba ini adalah persentase arah kejadian dari barat dan tenggara sama sebesar 20%. Selanjutnya kisaran persentase kecepatan angin masih berkisar pada kecepatan 5,1 – 11 m/det (Tabel 8). Persentase kecepatan terkecil berasal dari arah selatan dan terbesar dari arah baratdaya.

(3)

Tabel 9 Frekwensi kejadian angin selama musim timur Frekwensi Kejadian Angin dalam Persen

Arah Kecepatan (m/det) Jum-

Lah 1,1 - 3,0 3,1 - 5,0 5,1 - 7,0 7,1 - 9,0 9,1 - 11,0 >11,0

Utara (N) - - - -

Timur Laut (NE) - - 2,22 - - - 2,22

Timur (E) - 0,13 15,56 6,67 - - 22,23 Tenggara (SE) - 1,66 53,34 13,33 - - 66,67 Selatan (S) - 0,29 2,22 - - - 2,22 Barat Daya (SW) - 0,10 4,44 - - - 4,44 Barat (W) - - 2,22 - - - 2,22 Barat Laut (NW) - - - - Jumlah - 2,18 80,00 20,00 - - 100

Gambar 12 Windrose musim Timur.

Musim timur terjadi pada bulan Juni sampai Agustus. Pada musim ini arah datang angin sangat berbeda dengan musim barat dan pancaroba I, dimana pada musim timur arah datang angin didominasi dari arah tenggara, walaupun masih ada variasi terhadap arah lainnya (Gambar 12). Arah datang angin terbanyak kedua setelah tenggara adalah dari arah timur. Arah dari timurlaut, selatan dan barat menempati urutan terkecil dari keseluruhan arah angin. Persentase kecepatan angin berada pada kisaran 3,1 – 9,0 m/det dengan kisaran terbanyak pada kecepatan 5,1 - 7,0 m/det (Tabel 9).

(4)

Tabel 10 Frekwensi kejadian angin selama musim pancaroba II Frekwensi Kejadian Angin dalam Persen

Arah Kecepatan (m/det) Jum-

Lah 1,1 - 3,0 3,1 - 5,0 5,1 - 7,0 7,1 - 9,0 9,1 - 11,0 >11,0

Utara (N) - - - -

Timur Laut (NE) - - - -

Timur (E) - - - 4,44 - - 4,44 Tenggara (SE) - - 60,01 8,89 - - 68,90 Selatan (S) - - 8,89 4,44 - - 13,33 Barat Daya (SW) - 2,22 6,67 4,44 - - 13,33 Barat (W) - - - - Barat Laut (NW) - - - - Jumlah - 2,22 75,57 22,21 - - 100

Gambar 13 Windrose musim pancaroba II.

Musim pancaroba II terjadi pada bulan September sampai Nopember, dengan arah datang angin bervariasi searah jarum jam dari timur sampai baratdaya. Persentase arah kejadian terkecil berasal dari arah timur dan terbesar dari arah tenggara (Gambar 13). Persentase kecepatan masih dalam kisaran yang sama dengan musim timur, yaitu berkisar pada 3,1 - 9,0 m/det dengan kisaran terbanyak pada kecepatan 5,1 – 7,0 m/det (Tabel 10).

Kategori angin maksimum musim barat dan pancaroba I, jika di dikonversikan ke dalam skala Beaufort berada dalam kategori gentle breeze

sampai dengan strong breeze, sedangkan musim timur dan pancaroba II dalam kategori light breeze sampai moderate breeze (WMO, 1998). Hasil analisis frekwensi kejadian angin maksimum selama 15 tahun (1993 – 2007) selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.

(5)

Profil Perairan Ajkwa

Sounding batimetri perairan Ajkwa dilaksanakan dengan menggunakan interval grid yang berbeda, yakni 100 meter pada badan sungai mulai dari tanggul timur hingga pulau Ajkwa dan 200 meter pada muara hingga perairan laut. Perbedaan interval grid dari muara ke arah hulu lebih rapat dengan tujuan untuk mendapatkan nilai kedalaman yang lebih detail. Berdasarkan hasil pengolahan data batimetri secara spasial diperoleh, bahwa sepanjang pantai timur memiliki kedalaman yang cenderung flat ke arah laut, sedangkan pantai barat lebih terjal (Gambar 14).

Kedalaman sebelah timur pulau Puriri lebih besar dibanding di sisi barat, sehingga terkesan membentuk kanal atau saluran. Saluran ini akan terlihat jelas saat perairan surut terendah dan aliran dari hulu mengalir ke laut melalui kanal ini. Terbentuknya kanal ini dimungkinkan karena adanya pergerakan sedimen baik dari laut maupun sungai yang terakumulasi disepanjang tepi pantai. Panjang saluran ini kurang lebih sekitar 9,5 kilometer ke arah laut.

Interpolasi kontur kedalaman hasil sounding digunakan sebagai input dalam penentuan kemiringan pantai, yakni sampai pada kedalaman 3 (tiga) meter, untuk tiap sel, sebagaimana disajikan pada Tabel 11. Pada profil P1 – P3 (pantai bagian barat) berkisar 0,001 – 0,003, sedangkan pada profil P4 – P6 (pantai bagian timur) berkisar 0,0005 – 0,0009.

(6)

Gambar 14 Kondisi batimetri perairan Ajkwa.

Tabel 11 Data kemiringan pantai pada kedalaman referensi 3 m

Sel P1 P2 P3 P4 P5 P6

Kemiringan pantai/tan ββββ 0,001 0,002 0,003 0,0005 0,0006 0,0009

4

(7)

Arus

Data arus diperoleh melalui pengukuran di daerah studi pada kedalaman 12 meter. Lokasi pengukuran terintegrasi dengan perekaman gelombang. Hasil pengolahan data arus dari ADCP tampak bahwa pada saat pengukuran. Gambar 15 menunjukkan pola kecenderungan arah arus dominan ke arah timur-barat hingga baratlaut-tenggara. Kecepatan arus berkisar 0,38 m/det hingga 0,57 m/det. Secara umum, aliran air timur-tenggara ketika pasut berubah dari surut ke pasang dan barat-barat laut dari pasang menuju surut, meskipun dalam beberapa hal pola tersebut tidak konstan. Hal ini berhubungan dengan kondisi pasut (tide generally forced). Pernyataan Wyrtki (1961) juga memperlihatkan bahwa secara umum aliran air di perairan Arafuru sebelah selatan Papua pada bulan September-Oktober adalah dominan menuju ke barat dan timur, namun karena bentuk morfologi pantainya ke arah barat laut tenggara maka pergerakan arus di sekitar pantai akan mengikuti morfologi tersebut.

Gambar 15 Scatter plot arus di kedalaman (12 meter) perairan offshore Ajkwa.

Timur-Barat (Utara-Selatan

(8)

Jika dilihat hubungan antara kondisi pasang surut dan pola arus rata-rata yang terjadi, maka terdapat hubungan seperti yang tersaji pada Gambar 16 di bawah ini. 0 5 10 15 20 25 30 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 E le v a si ( d m ) K e c e p a ta n A ru s (m / d e t)

Tanggal Pengukuran Kecepatan Arus (m/s) Elevasi (dm)

Grafik Hubungan Kecepatan Arus dan Elevasi Pasut di perairan laut Arafuru

Gambar 16 Grafik hubungan kecepatan arus dan elevasi pasut di perairan

offshore Ajkwa.

Dari gambar di atas menunjukkan hubungan kecepatan arus dengan elevasi pasang surut. Pada saat menuju surut, kecenderungan kecepatan arus bertambah besar, hal yang sama terjadi saat menuju pasang. Pada tanggal 26 September, pukul 09.00 – 11.00 WIT saat kondisi surut, kecepatan arus mencapai 0,54 m/det. Pada saat kondisi pasang pukul 14.00 – 15.00 WIT, kecepatan arus hingga pada kisaran 0,15 m/det. Secara umum dapat disimpulkan bahwa saat kondisi pasut mencapai surut, pergerakan arus menunjukkan peningkatan kecepatan. Sebaliknya, pada saat pasang kecepatan arus menjadi berkurang. Terjadinya air diam (slack water) disini diperlihatkan pada saat arus mencapai kondisi pasang tertinggi atau surut terendah.

PASANG SURUT

Pengambilan data pasut pada wilayah studi dengan menggunakan logger pasut selama 30 hari yaitu tanggal 16 Juli – 14 Agustus 2007pada koordinat 095° 10’ 44,8” BT dan 05° 30’ 10,92” LU. Pengolahan data dengan metode Admiralty, setelah data dipotong hingga mencapai 29 hari. Hal ini dilakukan karena untuk

(9)

mencari nilai tengah pada 1 bulan pengukuran data. Grafik pasang surut ditampilkan dalam Gambar 17. Analisa data dilakukan untuk mendapatkan karakteristik parameter pasang surut yang meliputi sembilan konstanta harmonis pasut yaitu M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4, dan MS4. Dari analisa admiralty yang dilakukan didapatkan nilai konstanta harmonik yang telah disajikan dalam Tabel 12 dan karakteristik pasang surut ditampilkan pada Tabel 13. Data pasut lengkap pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 12 Hasil analisa harmonik pasut perairan estuari Ajkwa

Komponen Pasut So M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1 A (cm) Perhitungan 189 33 10 9 84 58 8 3 2 28 g ( ° ) Perhitungan – 271 312 279 165 121 65 75 312 165

Sumber : Pengolahan Data Lapangan, 2007

Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa amplitudo pasut K1 (komponen

diurnal tides akibat pengaruh matahari) lebih dominan dari komponen lainnya. Komponen inilah yang mempengaruhi tipe pasang surut di perairan ini. Nilai muka laut rerata (MSL) adalah 189 cm dan diperoleh bilangan Formzahl (F) sebesar 3,24. Berdasarkan kriteria courtier range nilai tersebut termasuk dalam tipe pasut harian tunggal (diurnal). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 17 yang menunjukkan kondisi diurnal tide. Pada tipe pasang surut ini terjadi terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dipaparkan oleh Wyrtki (1961) yang menyatakan tipe pasut diperairan tersebut adalah tunggal (diurnal tide).

(10)

Grafik Pasang Surut Perairan Muara Ajkwa Tanggal 16 Juli -13 Agus tus 2007

0 50 100 150 200 250 300 350 400 1 49 97 145 193 241 289 337 385 433 481 529 577 625 673 Waktu (jam) E le v a si M u k a A ir ( c m )

Gambar 17 Grafik pasut perairan muara Ajkwa.

Tabel 13 Tunggang air pasang surut untuk tipe pasang surut diurnal pada referensi MSL

Karakteristik Pasang Surut

Formula

(Iwagaki dan Sawaragi 1979; Beer 1997)

Referensi MSL (cm) MHWS So + M2 + S2 43,0 MHWN So + M2 – S2 23,0 MLWN So – M2 + S2 -23,0 MLWS So – M2 – S2 -43,0 LAT MSL-K1-O1-S2-M2 -185,0 HAT LAT + 2(K1+O1+S2+M2) 185,0 Tidal range 370 Nilai Formzahl F 3,24

Sumber : Pengolahan Data Lapangan, 2007

Tunggang air pasang surut pada penelitian ini menggunakan datum referensi terhadap MSL (Mean Sea Level) artinya kedalaman MSL adalah 0 (nol), sehingga nilai kedalaman yang diperoleh akan dikoreksi terhadap datum referensi tersebut. Nilai tunggang air pasut pasang purnama (spring tide), pada air tinggi rata-rata pasang (MHWS) sebesar 43,0 cm di atas MSL dan air rendah pada rata-rata surut (MLWS) adalah –43,0 cm di bawah MSL. Nilai tunggang air pasang surut saat pasang perbani (neap tide), air tinggi rata-rata pasang (MHWN) sebesar 23,0 cm di atas MSL sedang untuk air rendah pada rata-rata surut (MLWN) sebesar –23,0 cm di bawah MSL. Nilai tunggang pasut (tidal range) antara tinggi (HAT) dan rendah pasang surut (LAT) adalah 370 cm.

(11)

KARAKTERISTIK GELOMBANG Gelombang Peramalan

Dalam peramalan gelombang, kecepatan angin yang diperoleh dikonversi menjadi kecepatan angin di atas permukaan laut. Konversi mengikuti petunjuk dari CHL (2002), hasilnya disajikan pada Lampiran 3. Hal ini dilakukan, karena data angin yang digunakan dalam peramalan gelombang adalah data angin di atas permukaan laut sebagai tegangan angin (wind stress). Untuk mereduksi hasil peramalan gelombang yang terlalu besar, maka dilakukan analisis fetch (Savile et al., 1962 dalam CERC 1984). Penarikan fetch dilakukan pada titik tinjauan yang berada pada kedalaman 40 m, dengan asumsi gesekan dasar belum mempengaruhi transformasi gelombang sehingga hasil ramalan gelombang yang diperoleh merupakan gelombang perairan dalam. Fetch efektif disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Panjang fetch efektif di perairan muara Ajkwa

Arah Selatan Tenggara Baratdaya Barat

Feff(m) 200.000 120.783,1 200.000 150.973,5

Sumber: Hasil analisis data angin berdasarkan data dari SM Amamapare (1993 – 2007).

Peramalan gelombang dilakukan dengan metode SMB yang berdasarkan pertumbuhan energi gelombang. Hasil peramalan gelombang disajikan dalam Tabel 15 berikut.

Tabel 15 Hasil peramalan gelombang laut dalam (d= 40 m) berdasarkan angin maksimum per musim (1993-2007) dan Feff

Musim α (o) Keja- dian (%) UA (m/det) (m) Feff F* Hs (m) Ts (det) C (m/det) L (m) Barat B 28,89 10,7 - 16,9 150.973 5.171 - 12.832 2,1 - 3,4 7,1 - 8,3 9,0 - 9,4 64,1 - 77,8 BD 55,56 10,1 - 16,2 200.000 7.451 - 19.508 2,3 - 3,7 7,6 - 9,0 9,2 - 9,5 70,4 - 85,3 S 15,56 8,4 - 12,6 200.000 12.380 - 27.981 1,7 - 2,9 6,9 - 8,2 9,0 - 9,4 62,2 - 77,1 PI B 22,22 9,4 - 13,7 150.973 7.710 - 16.687 1,9 - 2,7 6,8-7,7 8,9 - 9,2 60,3 - 71,3 BD 48,89 8,9 - 14,8 200.000 8.999 - 24.731 2,0 - 3,4 7,4 - 8,7 9,1 - 9,5 67,5 - 82,2 S 2,22 10,0 200.000 19.752 2,3 7,6 9,2 69,9 TG 20,00 8,4 - 12,4 120.783 7.710 - 16.687 1,5 - 2,2 6,1 - 6,9 8,5 - 8,9 51,4 - 62,0 Timur B 2,22 9,1 150.973 17.792 1,8 6,7 8,8 59,4 BD 4,44 8,6 - 10,2 200.000 18.819 - 26.496 1,8 - 2,3 7,1 - 7,7 9,0 - 9,2 64,5 - 70,6 S 2,22 10,3 200.000 18.417 2,4 7,7 9,2 70,9 TG 66,67 8,3 - 11,4 120.783 9.119 - 17.108 1,5 - 2,0 6,0 - 6,7 8,4 - 8,9 51,1 - 59,6 P II BD 13,33 7,8 - 12,1 200.000 13.306 - 31.849 1,5 - 2,8 6,5 - 8,1 8,7 - 9,3 56,9 - 75,9 S 13,33 8,4 - 12,4 200.000 12.743 - 27.537 1,8 - 2,8 7,0 - 8,2 9,0 - 9,4 62,9 - 76,6 TG 68,89 8,5 - 11,5 120.783 9.002 - 16.506 1,5 - 2,0 6,1 - 6,7 8,5 - 8,9 51,5 - 59,8 Keterangan: B=Barat, BD=Baratdaya, S=Selatan dan TG=Tenggara

(12)

Pada musim barat dan pancaroba I, gelombang tertinggi dari arah baratdaya yaitu 3,4 m. Hal ini disebabakan karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi seperti kecepatan angin, durasi, arah angin, dan fetch. Pada musim barat dimana angin didominasi dari arah baratdaya, dengan fetch yang maksimum 200 km menyebabkan gelombang tumbuh lebih tinggi (CHL 2002; Triatmodjo 1999; Davis 1991). Walaupun kecepatan angin dari arah barat lebih besar, namun dengan fetch yang lebih pendek maka gelombang yang terbentuk lebih rendah.

Selanjutnya pada musim pancaroba I, walaupun fetch efektif selatan mencapai maksimum 200 km, tetapi kecepatan anginnya lebih kecil dibandingkan dari arah baratdaya.

Karakteristik gelombang musim timur memperlihatkan perubahan arah gelombang yang signifikan dibanding musim barat dan musim pancaroba I. Pada musim timur, gelombang maksimum berasal dari arah selatan (2,4 m) sedangkan gelombang minimum yang tumbuh berasal dari tenggara (1,5 m). Kecepatan angin yang besar dari tenggara tidak berkorelasi positif terhadap ketinggian gelombang, hal ini dipengaruhi oleh panjang fetch tenggara yang masih dibawah fetch

maksimum 200 km.

Seperti halnya gelombang musim timur, pada musim pancaroba II gelombang maksimum berasal dari arah selatan, namun ketinggian gelombang yang sama juga tumbuh dari arah baratdaya yaitu 2,8 m. Fenomena ini sesuai dengan pergeseran kondisi angin yang bervariasi dari arah baratdaya seiring pergeseran musim menuju musim barat.

Adanya perbedaan fetch efektif yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi gelombang pada tiap arah angin memperlihatkan posisi perairan Ajkwa lebih terbuka terhadap angin dari selatan dan barat daya. Panjang fetch ini membatasi waktu yang diperlukan gelombang untuk terbentuk, akibatnya energi yang ditransfer angin juga terbatas (CERC 1984). Selain itu Nilai fetch tak berdimensi (F*) dari kedua arah angin ada yang mencapai kondisi fully developed seas (F* <

2x104), yakni pada musim pancaroba I dan II serta musim timur untuk arah baratdaya. Arah selatan mencapai kondisi kondisi fully developed pada musim pancaroba II. Pada konsisi fully developed ini, tinggi dan periode gelombang akan mencapai nilai maksimum (Ningsih 2000).

(13)

Kecepatan merambat (C) pada keseluruhan musim berkisar dari 8,4 – 9,5 m/det sedangkan panjang gelombang (L) berkisar dari 51 – 85 m. Nilai C dan L di laut dalam hanya dipengaruhi oleh periode gelombang, dimana semakin besar periodenya maka kecepatan dan panjang gelombangnya juga besar. Berkaitan dengan kedalaman, hubungan linier antara periode dengan cepat rambat dan panjang gelombang tidak akan terpengaruh kedalaman jika perbandingan d/L lebih besar dari 0,5 (CERC,1984; Horikawa, 1988; Triatmodjo, 1999). Sebagaimana terlihat pada Tabel 15, karena periode gelombang dari arah baratdaya dan selatan pada tiap musim lebih besar, sementara kedalaman titik tinjauan adalah 40 m maka kecepatan dan panjang gelombang juga besar bila dibandingkan dengan arah tenggara dan barat.

Hasil peramalan gelombang dengan metode SMB ini menunjukkan kecocokan yang cukup baik dengan interpretasi pada grafik yang dibuat oleh CERC (1984). Grafik tersebut berdasarkan hubungan antara faktor tegangan angin dan panjang fetch yang disajikan pada Lampiran 4.

Selain peramalan gelombang dalam kurun waktu 15 tahun, untuk melihat hubungannya dengan gelombang pengukuran pada tanggal 25 – 29 September 2007, maka peramalan juga dilakukan pada waktu yang sama dan hasilnya disajikan pada Gambar 18.

Gambar 18 Grafik gelombang hasil peramalan tanggal 25 – 29 September 2007.

Gelombang Pengukuran

Kondisi gelombang dari data tinggi dan periode gelombang hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 19. Parameter gelombang diukur setiap 10 menit sekali selama lima hari pengukuran Hasil pengukuran gelombang

(14)

selengkapnya disajikan dalam Lampiran 5. Pengukuran ini dilakukan di perairan

offshore Ajkwa pada kedalaman 15 m. Grafik di bawah ini menunjukkan data tinggi dan periode gelombang secara time series. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa di daerah lepas pantai memiliki tinggi gelombang dengan kisaran 0,1 - 1,3 meter. Sedangkan periode gelombang dengan kisaran 4,3 – 7,0 detik.

0 5 10 15 20 25 30 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 El e va si (d m ) Ti n gg i G e lo m b an g (m )

Tanggal Penelitian Tinggi Gelombang (m) Elevasi (dm)

Grafik Hubungan Gelombang dan Elevasi Pasut di perairan laut Arafuru

Gambar 19 Grafik hubungan tinggi gelombang dan pasut di perairan Offshore

Ajkwa.

Jika dibandingkan dengan elevasi muka air (pasut) pada waktu yang sama, ada kecenderungan perubahan tinggi rendah gelombang pengukuran berhubungan dengan perubahan elevasi pasang surut. Menurut Dyer (1986); Triatmodjo (1999); CHL (2002), tinggi rendah gelombang didaerah dekat muara berhubungan dengan perubahan elevasi pasang surut. Karakteristik gelombang di daerah muara akan mengikuti karakteristik elevasi pasut baik pada springtide maupun neaptide. Fenomena ini disebabkan karena resultan gaya pembangkit pasang surut pada saat

spring tide lebih besar dari pada saat neap tide, sehingga gaya-gaya tersebut mempengaruhi gaya pembangkitan gelombang

Hubungan karakteristik gelombang pengukuran dengan gelombang peramalan pada waktu yang sama dapat dilihat pada Gambar 20. Kedalaman acuan gelombang peramalan adalah 40 m dan diperoleh tinggi gelombang maksimum mencapai 1,86 m dan terendah 0,009 m (Gambar 18) sedangkan gelombang pengukuran pada waktu yang sama pada kedalaman 15 m tinggi yang terukur terendah 0,1 m dan tertinggi mencapai 1,3 meter (Gambar 19).

(15)

Gambar 20 menunjukkan hubungan antara gelombang peramalan (perairan dalam) dan pengukuran (perairan transisi). Simbol (♦) menunjukkan distribusi dari kedua data, sedangkan garis linier menunjukkan hubungan kedua data. Tinggi gelombang peramalan menunjukkan perbedaan yang signifikan, yaitu lebih tinggi 35,48% dari gelombang tertinggi pengukuran. Ada beberapa kemungkinan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan hal ini.

Gambar 20 Hubungan gelombang peramalan dengan pengukuran.

Pertama, adanya perbedaan acuan kedalaman dari masing-masing gelombang. Pada gelombang peramalan, titik acuan 40 meter menunjukkan gelombang yang tumbuh merupakan gelombang perairan dalam. Selanjutnya pada gelombang pengukuran di kedalaman 15 meter menunjukkan perambatan gelombang dari laut dalam, pada waktu yang sama memasuki perairan transisi. Pada perairan dangkal dan transisi, pengaruh kedalaman terhadap ketinggian gelombang sangat besar. Kedua, distribusi yang tidak linier dari hubungan tersebut karena input data angin yang digunakan dalam peramalan sangat ditentukan oleh faktor durasi, kecepatan, dan fetch. Semakin panjang fetch, durasi semakin lama dan kecepatannya besar maka gelombang yang dibangkitkan semakin tinggi.

Tabel 16 Perbandingan karakteristik gelombang signifikan (Hs) peramalan dan

pengukuran perairan Ajkwa

Tanggal α (o)

H (m) T (m) C (m/s) L (m) d/L

Pred Lap Pred Lap Pred Lap Pred Lap Pred Lap 9/25/07 134,30 1,02 0,94 5,27 5,86 8,08 7,99 42,55 46,87 0,940 0,214 9/26/07 156,90 1,27 1,09 5,94 6,58 9,23 8,37 54,78 55,05 0,730 0,182 9/27/07 150,60 1,35 0,90 6,11 5,89 9,49 7,98 57,95 47,05 0,690 0,213 9/28/07 140,80 0,91 0,76 4,98 5,58 8,04 7,78 40,00 43,44 1,000 0,230 9/29/07 167,40 1,33 0,64 6,06 5,19 943 7,48 57,13 38,84 0700 0,258

(16)

Berdasarkan nilai d/L dalam Tabel 16, karakter gelombang peramalan termasuk dalam gelombang laut dalam karena nilanya lebih dari 0,5. Di laut dalam, nilai panjang gelombang peramalan ini sangat dipengaruhi oleh periode. Hal ini sangat berbeda dengan gelombang pengukuran, dimana nilai perbandingan d/L menunjukkan bahwa gelombang pengukuran ini termasuk dalam gelombang laut transisi karena nilainya berkisar pada 0,1 – 0,2. Pada perairan transisi, cepat rambat dan panjang gelombang mulai berkurang karena pengaruh kedalaman. Pola Transformasi Gelombang

Gelombang yang merambat dari laut dalam (deep water) menuju pantai mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses transformasi seperti refraksi dan shoaling karena pengaruh perubahan kedalaman laut, difraksi, dan refleksi akibat bangunan pantai maupun pulau. Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan semakin berkurangnya panjang dan kecepatan gelombang serta bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat kelancipan gelombang (steepnes) mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah dengan membentuk sudut tertentu terhadap garis pantai.

Berdasarkan bentuk pantai dan arah angin yang dapat membangkitkan gelombang pada lokasi penelitian, maka pola transformasi disesuaikan dengan kondisi tersebut. Pola transformasi ini dihasilkan dari model program STWave, kemudian divisualisasikan melalui gambar (peta). Simulasi STWave tidak mencukupi resolusi spasial dalam menentukan parameter gelombang pecah yang berperan dalam mengestimasi transpor sedimen sepanjang pantai. Untuk mengestimasi longshore energy flux pada gelombang pecah dari laut dalam (40 m) menuju pantai secara linier yang mengalami refraksi dan shoaling melewati suatu sel pantai, maka perlu dilakukan analisis empiris dengan formulasi yang berlaku (Smith dan Gravens, 2001). Hasil analisis empiris parameter gelombang pecah perbulan selama tahun 1993 – 2007 disajikan pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Musim Barat

Pola transformasi gelombang maksimum musim barat untuk arah datang 231,4o (arah barat daya) dari kedalaman 40 m menuju pantai disajikan pada Gambar 21. Dari gambar tersebut terlihat adanya pola transformasi gelombang

(17)

seperti refraksi dan difraksi. Pola refraksi terjadi karena adanya perubahan kedalaman, di laut dalam gelombang tidak mengalami perubahan, akan tetapi di laut transisi dan dangkal, kontur kedalaman sangat mempengaruhi karakteristik gelombang.

Pantai barat dengan kontur kedalaman cenderung signifikan perubahannya, terlihat adanya perubahan tinggi dan arah garis ortogonal (Tabel 17). Perambatan gelombang dari arah baratdaya (231,4º) pada kedalaman awal 40 m, mengalami perubahan arah dan tinggi. Ketika gelombang memasuki kedalaman 20 m tinggi gelombang berkurang dari 3,7 m menjadi 3,44 m (7%) dengan arah 224.79º, kemudian berkurang 21,6% menjadi 2,9 m dengan arah 223,9º pada kedalaman 5 m. Memasuki profil P1 dengan kedalaman 2 m gelombang menurun drastis mencapai 0,92 m (94,6%), pada arah 230,79º, pada profil P2 mencapai 0,38 m (89,7%) arah 269,79º, dan pada profil P3 mencapai 0,38 m (89,7%) arah 234,79º. Berkaitan dengan perhitungan empiris, gelombang pada musim barat yang merambat ke arah pantai barat ketinggian gelombang pecah lebih besar dibanding pantai timur, hal ini berkaitan dengan kemiringan pantai barat yang lebih terjal, sedangkan pantai timur cenderung datar.

Pantai sisi timur dengan kontur kedalaman yang cenderung datar sampai beberapa kilometer. Perambatan gelombang dari kedalaman 40 m, 20 m dan 5 m mengalami refraksi pada tiap profil P4, P5, dan P6. Memasuki profil P4 gelombang mengalami refraksi dengan arah 205,79º yang mencapai tinggi 0,31 m (91,6%). Pada profil P5 gelombang mencapai tinggi 0,36 m (90,3%) dengan arah 247,79. Sedangkan pada profil P6 gelombang mencapai 0,31 m (91,6%) dengan arah 244,79º.

Tabel 17 Perubahan karakteristik gelombang musim barat pada tiap profil Stasiun Hs (m) Ts (s) α (o) Persen Perubahan (%) Keterangan D40 3,70 9,0 231,40 - - D20 3,44 9,1 224,79 7,0 Refraksi D5 2,9 9,1 223,79 21,6 Refraksi P1 0,2 9,1 230,79 94,6 Refraksi P2 0,74 9,1 269,79 80,0 Refraksi P3 0,38 9,1 234,79 89,7 Refraksi P4 0,31 9,1 205,79 91,6 Refraksi P5 0,36 9,1 247,79 90,3 Refraksi P6 0,31 9,1 244,79 91,6 Refraksi

(18)

Perubahan garis ortogonal gelombang dalam perambatannya memasuki tiap sel menunjukkan arah perambatan gelombang yang membelok dan berusaha untuk tegak lurus dengan garis kontur kedalaman, sedangkan garis puncak gelombang berusaha sejajar dengan garis kontur saat menuju perairan yang lebih dangkal. Hal ini disebabkan adanya perubahan kecepatan rambat gelombang, yaitu perubahan cepat rambat gelombang yang terjadi di sepanjang garis puncak gelombang bergerak dengan membentuk sudut terhadap kontur sebagai akibat pergerakan gelombang di laut dalam lebih cepat dari pada bagian laut yang lebih dangkal. Menurut CERC (1984), perubahan ini menyebabkan puncak gelombang membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis kontur kedalaman.

Perubahan arah gelombang menghasilkan divergensi pada garis kontur/pantai di daerah teluk. Proses divergensi ini juga akan berpengaruh pada besaranya distribusi energi gelombang dan pola arus yang terjadi di sepanjang pantai (Komar 1998). Tipe gelombang pecah pada daerah ini saat musim timur merupakan tipe spilling (berdasarkan kriteria CHL 2002 nilainya <0,5), yakni tipe gelombang pecah dengan muka gelombang sudah pecah sebelum tiba di pantai dan terjadi berangsur-angsur, oleh karena kemiringan gelombangnya kecil dan terjadi pada pantai yang datar.

Gambar 21 Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah baratdaya (231,4o).

(19)

Musim Pancaroba I

Dalam simulasi transformasi gelombang musim Pancaroba I ini, data input menggunakan data angin dalam variasi arah sesuai dengan arah kejadiannya, yaitu dalam arah barat, baratdaya, selatan dan tenggara. Nilai-nilai yang dimasukkan adalah nilai maksimum yang tercatat dalam setiap arah.

Arah Barat

Perambatan gelombang dari arah Barat pada kedalaman acuan 40 m menuju pantai mengalami penurunan ketinggian labih dari 50% pada tiap profil (Gambar 22). Namun pada stasiun D5 dengan kedalaman lima meter, gelombang mengalami shoaling. Proses shoaling yakni proses pembesaran tinggi gelombang karena pendangkalan dasar laut (Diposaptono dan Budiman, 2005). Selanjutnya fenomena shoaling pada kedalaman 5 meter berkaitan dengan konvergensi energi gelombang yang ditimbulkan oleh refraksi. Tinggi gelombang yang sampai pada semua profil di pantai bagian barat terlihat lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pantai timur. Hal ini disebabkan adanya divergensi gelombang akibat pengaruh refraksi yang terjadi pada kedalaman sebelumnya, mengingat di pantai timur batimetri yang hampir datar memanjang jauh ke arah laut.

Tabel 18 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun Hs (m) Ts (s) α (o) Persen Perubahan (%) Keterangan D40 2,70 7,70 247,50 D20 2,44 7,70 214,79 10,535 Refraksi D5 2,70 8,30 218,79 1,002 Shoaling, Refraksi P1 0,88 8,30 227,79 67,734 Refraksi P2 0,74 7,70 267,79 72,867 Refraksi P3 0,40 7,70 234,79 85,334 Refraksi P4 0,31 8,30 204,79 88,634 Refraksi P5 0,36 8,30 245,79 86,800 Refraksi P6 0,31 7,70 239,79 88,634 Refraksi

(20)

Gambar 22 Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah barat (247,5o).

Arah Baratdaya

Pola transformasi dari arah baratdaya diperlihatkan pada Gambar 23. Pola ini hampir sama dengan arah barat, yang membedakan disini adalah proses shoaling terjadi sebelum stasiun D5. Tinggi gelombang pada tiap profil di pantai barat dan timur mengalami penurunan lebih dari 70% selama perambatannya dari laut dalam.

Tabel 19 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun Hs (m) Ts (s) α (o) Persen Perubahan (%) Keterangan D40 3,4 8,7 238,8 D20 3,11 9,1 220,79 7,805 Refraksi D5 2,9 9,1 221,79 14,030 Refraksi P1 0,91 9,1 228,79 73,023 Refraksi P2 0,74 9,1 268,79 78,063 Refraksi P3 0,39 9,1 234,79 88,439 Refraksi P4 0,31 9,1 205,79 90,810 Refraksi P5 0,36 9,1 246,79 89,328 Refraksi P6 0,31 9,1 242,79 90,810 Refraksi

Pergerakan garis orthogonal gelombang terlihat cenderung tegak lurus terhadap kontur kedalaman di bawah 5 meter. Hal ini disebabkan pengaruh kedalaman terhadap cepat rambat gelombang terjadi sebelum mendekati kontur 5 m. proses penguncupan gelombang akibat refraksi terlihat jelas dengan indikasi gradasi warna yang lebih tajam.

(21)

Gambar 23 Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah barat daya (238,8o).

Arah Selatan

Gelombang yang memasuki tiap profil mengalami refraksi, dimana perubahan arah datang gelombang bergeser dari selatan menyesuaikan kontur dan mengarah ke timurlaut memasuki daerah muara (Gambar 24).

Tabel 20 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun Hs (m) Ts (s) α (o) Persen Perubahan (%) Keterangan D40 2,3 7,6 196,7 D20 2,22 7,7 251,79 2,498 Refraksi D5 2,48 7,7 245,79 -8,922 Shoaling, Refraksi P1 1,02 7,7 240,79 55,202 Refraksi P2 0,7 7,7 270,79 69,256 Refraksi P3 0,37 7,7 235,79 83,750 Refraksi P4 0,31 7,7 205,79 86,385 Refraksi P5 0,36 7,7 250,79 84,189 Refraksi P6 0,31 7,7 252,79 86,385 Refraksi

Gelombang yang merambat dari arah selatan terlihat jelas berusaha untuk sejajar dengan kontur kedalaman, sedangkan garis orthogonal cenderung tegak lurus terhadap kontur kedalaman. Perambatan gelombang dari kedalaman 40 meter mengalami shoaling pada kedalaman 5 m (stasiun D5). Proses ini terjadi karena garis orthogonal gelombang dari laut dalam yang tidak tegak lurus

(22)

terhadap kontur, ketika memasuki stasiun D5 berusaha untuk tegak lurus terhadap kontur.

Gambar 24 Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah selatan (196,7o).

Arah Tenggara

Arah pergerakkan rata-rata gelombang yang datang dari tenggara ketika memasuki daerah muara terjadi perubahan garis ortogonal gelombang yang pada awal pembangkitan dari arah 147o, mengalami refraksi yang signifikan (Gambar 25). Ketika memasuki pantai, baik pantai barat maupun timur, garis orthogonal gelombang mendekati tegak lurus terhadap garis pantai, sedangkan gelombang yang merambat memasuki bagian tengah muara cenderung mengikuti aliran ke hulu. Kontur batimetri yang menyerupai kanal ditengah muara ini berpengaruh besar dalam perambatan ini.

Tabel 21 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun Hs (m) Ts (s) α (o) Persen Perubahan (%) Keterangan D40 2,2 6,9 147,0 - D20 2,03 6,7 295,79 7,761 Refraksi D5 2,1 7,1 279,79 4,580 Shoaling, Refraksi P1 1,11 7,1 259,79 49,564 Refraksi P2 0,65 7,1 274,79 70,465 Refraksi P3 0,38 7,1 242,79 82,734 Refraksi P4 0,31 7,1 203,79 85,914 Refraksi P5 0,36 7,1 256,79 83,642 Refraksi P6 0,31 7,1 269,79 85,914 Refraksi

(23)

Perambatan gelombang pada tiap sel mengalami penurunan ketinggian lebih dari 80% pada sel P3 – P6 (Tabel 21). Ketika memasuki stasiun D5, gelombang mengalami peningkatan ketinggian dibanding pada stasiun D20. Hal ini disebabkan gelombang mengalami shoaling karena pengaruh kedalaman. Energy gelombang bertambah pada D5 dan selanjutnya menurun perlahan karena terdispersi pada kontur di bawah 5 meter.

Berdasarkan perhitungan empiris, pada musim pancaroba I gelombang yang merambat memasuki pantai timur akan mengalami pecah lebih rendah dibanding pantai barat, mengingat perbedaan kemiringan kedua pantai.

Gambar 25 Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah tenggara (147o).

Musim Timur

Pola transformasi musim timur didominasi gelombang dari arah tenggara. Gelombang dari perairan dalam akan mengalami penurunan ketinggian seiring penurunan energinya ketika memasuki stasiun D20 dan D5. Pergerakan garis orthogonal gelombang dari perairan dalam bergeser arah cukup signifikan pada kedua stasiun. Hal ini dipengaruhi arah datang gelombang pada perairan dalam awalnya hampir sejajar dengan kontur kedalaman. Untuk merespon pengaruh kedalaman, garis orthogonal gelombang berusaha untuk tegak lurus terhadap kontur kedalaman, sehingga gelombang mengalami pembelokan yang nyata (Gambar 26).

(24)

Tabel 22 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun Hs (m) Ts (s) α (o) Persen Perubahan (%) Keterangan D40 2,0 6,7 133,0 D20 1,8 6,7 304,79 11,055 Refraksi D5 1,78 7,1 286,79 12,043 Refraksi P1 1,12 7,1 266,79 44,656 Refraksi P2 0,66 7,1 275,79 67,387 Refraksi P3 0,39 7,1 244,79 80,728 Refraksi P4 0,31 7,1 202,79 84,682 Refraksi P5 0,36 7,1 257,79 82,211 Refraksi P6 0,31 7,1 273,79 84,682 Refraksi

Penurunan ketinggian gelombang pada tiap sel lebih dari 80% pada profil P3 – P6, sedangkan penurunan dibawah 80% terjadi pada profil P1 – P2. Sama halnya dengan kedua musim sebelumnya, pada musim timur ini gelombang dari perairan dalam akan mengalami pecah dengan ketinggian terbesar terjadi pada pantai barat dan terendah pada pantai timur.

Gambar 26 Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah tenggara (133,0o).

Musim Pancaroba II Barat Daya

Pola transformasi gelombang maksimum musim pancaroba II untuk arah datang 235,9o (arah barat daya) dari kedalaman 40 m menuju pantai disajikan pada Gambar 27. Pantai sisi barat dengan kontur kedalaman cenderung signifikan

(25)

perubahannya, terlihat perubahan tinggi dan arah garis ortogonal gelombang (Tabel 23). Ketika gelombang memasuki kedalaman 20 m tinggi gelombang berkurang 6% dengan arah 221,79º. Ketika memasuki stasiun D5 dengan kedalaman 5 meter, terjadi peningkatan tinggi sekitar 2% dari kondisi awalnya. Peningkatan ketinggian gelombang disebabkan oleh penambahan energi gelombang oleh proses shoaling. Setelah melewati stasiun D5, tinggi gelombang menurun karena terdispersi. Pada profil P1 – P3 tinggi gelombang berkurang lebih dari setengah tinggi gelombang perairan dalam. Selanjutnya berkurang lebih dari dua-pertiga gelombang laut dalam. Penurunan ini disebabkan efek refraksi yang menurunkan energi dan ketinggian gelombang.

Tabel 23 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun Hs (m) Ts (s) α (o) Persen Perubahan (%) Keterangan D40 2,8 8,1 235,9 - - D20 2,6 8,3 221,79 6,275 Refraksi D5 2,85 8,3 223,79 -2,737 Shoaling, Refraksi P1 0,91 8,3 229,79 67,196 Refraksi P2 0,73 8,3 268,79 73,685 Refraksi P3 0,39 8,3 234,79 85,941 Refraksi P4 0,31 8,3 205,79 88,825 Refraksi P5 0,36 8,3 246,79 87,023 Refraksi P6 0,31 8,3 242,79 88,825 Refraksi

Gambar 27 Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah barat daya (235,9o).

(26)

Selatan

Pola transformasi gelombang musim pancaroba II dari arah selatan (202,1o) hampir sama dengan pola dari arah selatan pada musim pancaroba I. Arah pergerakan garis orthogonal gelombang dari perairan dalam menuju pantai hampir tegak lurus terhadap kontur kedalaman, terutama pada pantai timur. Dengan peride yang sama pada semua stasiun, perubahan cepat rambat dan panjang gelombang sangat ditentukan oleh kedalaman perairan masing-masing stasiun. Ketika memasuki stasiun D5, gelombang mengalami shoaling sehingga energi bertambah dan ketinggian bertambah 0,53% dari gelombang perairan dalam. Memasuki tiap profil energi gelombang telah terdisipasi sehingga terjadi penurunan tinggi yang signifikan. Perubahan arah penjalaran dari arah selatan menuju pantai bergeser menjadi dari arah baratdaya.

Tabel 24 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun Hs (m) Ts (s) α (o) Persen Perubahan (%) Keterangan D40 2,8 8,2 202,1 - D20 2,7 8,3 246,79 4,753 Refraksi D5 2,85 8,3 240,79 -0,538 Shoaling, Refraksi P1 1 8,3 237,79 64,723 Refraksi P2 0,71 8,3 270,79 74,954 Refraksi P3 0,37 8,3 235,79 86,948 Refraksi P4 0,31 8,3 206,79 89,064 Refraksi P5 0,36 8,3 249,79 87,300 Refraksi P6 0,31 8,3 250,79 89,064 Refraksi

Gambar 28 Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah selatan (202,1o).

(27)

Arah Tenggara

Gelombang yang datang dari arah tenggara (114,10) ketika memasuki stasiun D20 dan D5 puncak gelombang mengalami pembelokan berusaha untuk sejajar dengan kontur kedalaman, sedangkan garis orthogonal gelombang cenderung tegak lurus terhadap kontur. Perubahan arah karena refraksi menghasilkan divergensi energi gelombang. Hal ini terlihat pada penurunan tinggi gelombang selama penjalarannya ke pantai. Penurunan ketinggian gelombang pada pantai timur mencapai lebih dari 80%, sedangkan di pantai barat di bawah 80%.

Tabel 25 Perubahan karakteristik gelombang pada tiap profil Stasiun Hs (m) Ts (s) α (o) Persen Perubahan (%) Keterangan D40 2,0 6,7 114,1 - D20 1,7 6,7 314,79 16,535 Refraksi D5 1,6 7,1 292,79 21,445 Refraksi P1 1,12 7,1 270,79 45,012 Refraksi P2 0,67 7,1 276,79 67,105 Refraksi P3 0,41 7,1 246,79 79,870 Refraksi P4 0,31 7,1 201,79 84,780 Refraksi P5 0,36 6,7 258,79 82,325 Refraksi P6 0,31 7,1 277,79 84,780 Refraksi

Gambar 29 Kontur puncak gelombang maksimum dan arah penjalaran dari arah tenggara (114,1o).

(28)

Arus Menyusur Pantai dan Volume Transpor Sedimen Menyusur Pantai

Gelombang pecah di pantai menimbulkan arus sepanjang pantai (longshore drift) dan turbulensi yang dapat menggerakan sedimen. Arus sepanjang pantai tergantung pada energi dan arah datang gelombang yang mendekat pantai. Ketika energi gelombang konstan, kapasitas maksimum terhadap arus yang dihasilkan adalah ketika sudut datang gelombang sebesar 45o terhadap garis pantai (Siegle dan Nils, 2007). Selanjutnya arus sepanjang pantai dapat menimbulkan transpor sedimen berupa transpor menyusur pantai (longshore transport). Perbedaan kecepatan arus berpengaruh terhadap transpor sedimen, dimana semakin besar arus yang terbentuk maka transpor sedimennya juga besar (Aagaard et al, 2004; Nikolov etal, 2006; Siegle dan Nils, 2007).

Variasi arus sepanjang pantai yang terjadi pada pantai muara Ajkwa selama 15 tahun sangat dipengaruhi oleh kondisi gelombang diperairan dalam. Perubahan kondisi angin sebagai pembangkit gelombang mungkin berperan terhadap karakteristik gelombang yang tumbuh. Gelombang yang merambat dari laut dalam tidak semua akan sampai pecah di pantai tergantung pengaruh proses transformasi gelombang dan bentuk pantai. Demikian halnya di perairan muara Ajkwa. Gelombang yang merambat dari perairan dalam telah pecah sebelum mencapa pantai di muara (Gambar 30).

1996 2006

Gambar 30 Garis pecah gelombang berdasarkan analisis citra.

Berdasarkan gambar di atas, transpor sedimen terjadi setelah gelombang pecah pada kedalaman tersebut sedangkan arah transpor sedimen akan searah

(29)

dengan arus menyusur pantai. Pada pantai timur, arah baratlaut dari arus dan transpor sedimen menyusur pantai bergerak ke kanan sedangkan arah tenggara bergerak ke kiri (dari pengamat yang berdiri di pantai menghadap kearah laut). Pada pantai barat, arah timurlaut arus dan transpor sedimen menyusur pantai bergerak ke kiri sedangkan arah baratdaya bergerak ke kanan. Arah arus dan transpor sedimen yang dihasilkan pada tiap musim dapat dilihat pada Gambar 31.

Pada musim barat, pergerakan arus sepanjang pantai barat mengarah ke timurlaut, sedangkan di pantai timur mengarah ke tenggara (panah merah). Kekuatan arus musim ini paling besar dibandingkan pada musim lainnya, yaitu 0,072 – 0,382 m/det (lihat Tabel 26 a dan 26 b). Selanjutnya pada musim pancaroba I, pada pantai barat arah arus berbalik menuju baratdaya, sedangkan di pantai timur mengarah ke tenggara (panah putih). Arah sebaliknya menuju baratlaut terjadi di pantai timur pada musim timur, sedangkan pada pantai barat, berkolaborasi dengan arus musim pancaroba I ke arah baratdaya (panah kuning). Sementara pada musim pancaroba II, arus di pantai timur menuju ke baratlaut dan bertemu dengan aliran dari sungai Ajkwa, sedangkan pada pantai barat arus mengarah ke baratdaya seiring aliran sungai Ajkwa (panah hijau). Arus terbesar terjadi pada musim barat, dimana pada pantai barat terjadi pada profil P3 (0,382 m/det) yang mengarah ke timurlaut dan di pantai timur di profil P6 (0,139 m/det) yang mengarah ke tenggara. Faktor yang mempengaruhi kondisi di profil P3 dan P6 adalah kemiringan yang lebih besar dibanding profil lainnya (CERC, 1984; CHL, 2000).

(30)

Volume transpor sedimen musiman 15 tahun (1993 – 2007) pada setiap profil menunjukkan hasil yang berbeda tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. Akibat perbedaan frekwensi dan karakteristik gelombang pecah, kemiringan pantai, dan diameter sedimen, maka volume transpor sedimen setiap profil akan berbeda, sebagaimana disajikan pada Tabel 26.a dan Tabel 26.b. Volume transpor sedimen terbesar di pantai barat terjadi pada musim timur, dimana arus sepanjang pantainya mengarah ke baratdaya. Kondisi ini berkaitan dengan letak pantai barat yang lebih terbuka terhadap pengaruh gelombang musim timur yang dominan dari arah tenggara, sehingga arus yang ditimbulkan dominan mengarah ke baratdaya. Pada profil P3, dimana diameter ukuran butir sedimen (d50= 0,066 mm) (lihat Lampiran 8) lebih halus dibanding

profil lainnya, maka massa dari sedimen yang tertranspor lebih besar dibandingkan dengan sedimen berdiameter besar. Menurut van Rijn (1987), bahwa volume sedimen yang bergerak oleh arus tergantung pada sifat sedimen berupa diameter butir, bentuk dan rapat massa sedimen, untuk diameter butir sedimen yang kecil akan menghasilkan volume transpor sedimen yang lebih besar, dibandingkan dengan diameter butir sedimen yang lebih besar.

Selanjutnya pada pantai timur, volume transpor sedimen terbesar terjadi pada musim barat, dengan arah transpor menuju tenggara. Keadaan ini tidak lepas dari pengaruh gelombang musim barat yang didominasi dari baratdaya dan barat. Ketika gelombang dari barat dan baratdaya mencapai pantai timur, terbentuk arus menyusur pantai mengarah ke tenggara.

(31)

Tabel 26.a Nilai parameter gelombang pecah, kecepatan arus dan volume transpor sedimen menyusur pantai barat (profil 1 - 3)

Profil tan β Musi m

Parameter Gelombang Pecah

Arus (m/det) Arah Vol. transport (m 3

/hr)x 103

Hb (m) db (m) Arah

Min Mak Min Mak Min Mak Min Mak

P1 0,001 Barat 2,461 4,188 3,144 5,354 0,516 22,495 0,004 0,127 TL -89,80 - - - - P I 2,259 3,842 2,885 4,665 0,243 18,911 0,002 0,107 TL -53,27 0,548 1,732 0,700 2,210 15,440 25,250 0,042 0,112 BD 68,13 T 0,000 2,698 0,000 3,447 0,019 23,578 0,000 0,119 TL -13,31 0,890 1,905 1,136 2,434 19,912 25,208 0,067 0,116 BD 222,21 P II 0,345 3,199 0,440 4,088 1,737 22,763 0,009 0,125 TL -85,38 0,822 2,124 1,048 2,714 19,304 25,157 0,062 0,117 BD 197,42 P2 0,002 Barat 1,898 4,188 2,407 5,325 0,515 22,404 0,008 0,255 TL -81,30 - - - - P I 2,259 3,843 2,866 4,885 0,243 18,845 0,003 0,214 TL -48,42 0,548 1,732 0,691 2,197 15,352 25,152 0,084 0,224 BD 62,10 T 0,000 2,698 0,000 3,426 0,019 23,484 0,000 0,238 TL -12,11 0,890 1,905 1,125 2,418 19,814 25,113 0,133 0,232 BD 202,42 P II 0,345 3,199 0,435 4,064 1,731 22,670 0,018 0,250 TL -77,83 0,822 2,124 1,038 2,698 19,207 25,060 0,125 0,234 BD 179,89 P3 0,003 Barat 1,898 4,188 2,393 5,302 0,514 22,334 0,012 0,382 TL -110,32 - - - BD - P I 2,259 3,843 2,850 4,863 0,242 18,795 0,005 0,320 TL -65,69 0,548 1,732 0,686 2,185 15,288 25,079 0,125 0,335 BD 84,44 T 0,000 2,698 0,000 3,409 0,019 23,411 0,000 0,357 TL -16,45 0,890 1,905 1,117 2,406 19,740 25,039 0,200 0,347 BD 275,07 P II 0,345 3,199 0,431 4,045 1,726 22,599 0,027 0,375 TL -105,83 0,822 2,124 1,031 2,685 19,134 24,985 0,186 0,351 BD 244,52

Keterangan: tanda negatif (–) menunjukkan arah arus dan transpor sedimen bergerak TL

6

(32)

Tabel 26.b Nilai parameter gelombang pecah, kecepatan arus dan volume transpor sedimen menyusur pantai pantai timur (profil 4 - 6)

Profil tan β Musim

Parameter Gelombang Pecah

Arus (m/det) Arah Vol. transport (m 3

/hr)x 103

Hb (m) db (m) Arah

Min Mak Min Mak Min Mak Min Mak

P4 0,0005 Barat 1,998 3,477 2,453 4,303 12,557 24,071 0,039 0,072 TG -242,37 0,653 2,378 0,790 2,916 13,554 23,316 0,020 0,060 BL 95,46 P I 1,822 3,153 2,233 3,893 8,871 23,558 0,029 0,070 TG -165,35 0,623 2,456 0,753 3,053 0,738 22,365 0,002 0,052 BL 94,39 T 1,600 2,070 1,962 2,564 13,838 22,145 0,036 0,047 TG -12,80 1,708 2,465 2,091 3,044 0,544 21,772 0,001 0,057 BL 79,21 P II 1,572 2,581 1,935 3,181 22,154 23,351 0,048 0,063 TG -23,54 0,991 2,533 1,202 3,132 1,687 23,337 0,005 0,060 BL 159,75 P5 0,0006 Barat 1,998 3,477 2,453 4,303 12,557 24,071 0,051 0,093 TG -295,10 0,653 2,378 0,790 2,916 13,554 23,316 0,026 0,078 BL 116,23 P I 1,822 3,153 2,233 3,893 8,871 23,558 0,037 0,090 TG -9,67 0,623 2,456 0,753 3,053 0,738 22,365 0,002 0,067 BL 114,93 T 1,600 2,070 1,962 2,564 13,838 22,145 0,046 0,061 TG -15,58 1,708 2,465 2,091 3,044 0,544 21,772 0,002 0,074 BL 96,45 P II 1,572 2,581 1,935 3,181 22,154 23,351 0,062 0,081 TG -28,66 0,991 2,533 1,202 3,132 1,687 23,337 0,006 0,077 BL 194,50 P6 0,0009 Barat 1,998 3,477 2,453 4,303 12,557 24,071 0,076 0,139 TG -245,41 0,653 2,378 0,790 2,916 13,554 23,316 0,038 0,116 BL 96,66 P I 1,822 3,153 2,233 3,893 8,871 23,558 0,055 0,135 TG -167,43 0,623 2,456 0,753 3,053 0,738 22,365 0,004 0,101 BL 95,58 T 1,600 2,070 1,962 2,564 13,838 22,145 0,069 0,092 TG -12,96 1,708 2,465 2,091 3,044 0,544 21,772 0,003 0,111 BL 80,21 P II 1,572 2,581 1,935 3,181 22,154 23,351 0,093 0,122 TG -23,83 1,998 3,477 2,453 4,303 12,557 24,071 0,039 0,072 BL 161,75

Keterangan: tanda negatif (–) menunjukkan arah arus dan transpor sedimen bergerak TG

7

(33)

Sebaran Sedimen

Data mengenai sedimen tersuspensi diperoleh dari hasil pengukuran PT. Freeport Indonesia. Nilai sedimen tersuspensi (mg/l) pada titik pemantauan kualitas air di daerah estuari (Ajkwa EM270) tahun 1994 – 2007. Data yang terukur meliputi kandungan minimal, rata-rata dan maksimum (Gambar 32 a). Berdasarkan data yang diperoleh, terdeteksi adanya kandungan yang ekstrim pada perairan muara.

Kaitannya dengan aliran sungai Ajkwa yang merupakan aliran tailing PTFI dari hulu, maka nilai maksimum yang terukur banyak dipengaruhi oleh aliran dari hulu. Namun faktor lain seperti gelombang arus dan pasang surut mungkin secara simultan juga berpengaruh terhadap kondisi ini. Menurut Dyer (1986), apabila gelombang bergerak menuju muara akan menyebabkan terhambatnya transpor sedimen dari sungai ke arah laut. Selanjutnya berkaitan dengan pasang surut, arus yang timbul karena pasang surut di muara menyebabkan transpor sedimen dari laut masuk ke muara saat pasang dan aliran sungai masuk ke laut di saat surut (Triatmodjwo, 1999). Pada kondisi menuju pasang maupun surut arus cenderung kuat yang menyebabkan material sedimen terdispersi dari dua arah.

(34)

b)

Gambar 32 a Grafik kandungan sedimen tersuspensi di perairan muara Ajkwa b Grafik total produksi tailing PT Freeport.

Selain data sedimen tersuspensi, untuk mengetahui distribusi ukuran butir tiap stasiun pada tiap sel dilakukan analisa ukuran butir dari data primer. Hasil analisa butiran terhadap seluruh sampel stasiun menunjukkan, bahwa ukuran pasir mendominasi semua profil pantai barat lebih dari 70%, sedangkan pantai timur ukuran pasir mendominasi profil P4 dan P6. Ukuran lanau (silt) mendominasi sel P5 dan stasiun OC2, sedangkan OC1 didominasi pasir. Hasil selengkapnya disajikan pada Lampiran 8. Sebaran ukuran butir di muara Ajkwa berkaitan erat dengan transpor oleh gelombang maupun dari aliran sungai.

Gambar 33 Persentase sebaran ukuran butir.

Dominasi ukuran pasir di setiap sel pantai dapat menunjukkan adanya kaitan antara ukuran butir pasir dari limbah tailing yang merupakan pecahan dari batuan tambang di daerah hulu. Untuk menentukan hubungan bentuk butir sedimen dengan tailing hasil pecahan batuan tambang, maka dilihat

(35)

kecenderungan bentuk butir di bawah mikroskop. Bentuk butir sedimen tiap sel disajikan pada Tabel 27 berikut.

Tabel 27 Bentuk butir sedimen tiap stasiun

Stasiun Sel Bentuk Butir

P1 - Sub rounded

P2 A Sub Angular High Sphericity

P3 B Angular High Sphericity

P4 C Sub rounded

P5 D Sub rounded

P6 - Sub rounded

OC1 - Angular

OC2 - Angular

Bentuk butir angular menunjukkan butir sedimen tidak beraturan pada permukaannya dan umumnya merupakan hasil dari proses pemecahan batuan oleh manusia (Powers, 1953 dalam Leeder, 1982). Sementara bentuk rounded

menunjukkan bentuk butir sedimen lebih halus dan merupakan hasil proses alami pengikisan atau penggerusan oleh aliran. Dari Tabel 27 menunjukkan bentuk butir

rounded mendominasi sel di pantai timur, sedangkan bentuk angular

mendominasi sel di pantai barat dan stasiun laut.

Analisis Budget Sedimen, Morfologi Spit di Muara dan Pantai

Untuk mengevaluasi volume sedimen yang masuk dan keluar dari suatu sel pantai, dilakukan analisis sedimen budget. Analisis ini berhubungan dengan arus sejajar pantai akibat gelombang pecah. Arus ini menyebabkan transpor sedimen menyusur pantai yang berpengaruh terhadap dinamika garis pantai. Sebagaimana dijelaskan Komar (1998) dan Triatmodjo (1999), bahwa transpor sedimen menyusur pantai merupakan penyebab utama terjadinya perubahan garis pantai.

Sumber sedimen di daerah pantai dekat muara sangat menentukan tingkat akumulasi yang dipengaruhi oleh faktor hidrodinamika perairan. Hidrodinamika pantai ini erat kaitannya dengan morfologi pantai. Akumulasi sedimen baik di pantai barat dan timur muara Ajkwa dipengaruhi oleh morfologi pantai dalam merespon aksi gelombang yang datang.

(36)

Tabel 28 Hasil analisis budget sedimen berdasarkan transpor sedimen menyusur pantai setiap sel pantai selama tahun 1993 – 2007

Tahun Budget Sedimen x 103 (m3/ Tahun)

A B C D 1993 7.177,248 -619,821 238,71 -24,952 1994 2.830,005 2.710,152 -1.705,79 1.963,116 1995 3.368,015 652,738 1.305,96 -1.088,259 1996 4.231,957 571,166 -323,69 632,149 1997 6.277,207 -1.478,222 416,44 -175,126 1998 2.261,926 1.431,511 907,02 -649,413 1999 4.554,108 -295,637 2.000,23 -1.752,660 2000 1.702,900 310,223 1.490,17 -1.216,509 2001 1.116,960 2.514,076 -463,200 787,511 2002 5.310,406 -347,387 -721,124 975,258 2003 3.204,072 679,488 -354,826 594,634 2004 830,185 2.756,379 -1.024,582 1.309,573 2005 3.776,364 1.419,077 -807,902 1.127,577 2006 2.099,025 1.513,683 1.405,404 -1.057,314 2007 3.394,324 538,390 817,906 -596,559

Keterangan: Nilai negatif (–) menunjukkan pantai terabrasi, sedangakan nilai positif menunjukkan pantai terakresi. Sumber hasil analisis (2007)

Berdasarkan hasil analisis budget sedimen, dapat dijelaskan bahwa kombinasi antara akresi/akresi dan abrasi terlihat jelas pada setiap sel baik pantai barat maupun timur (Gambar 34). Pola perubahannya dipengaruhi oleh karakter gelombang pada tiap musim yang datang dari berbagai arah. Nilai positif menunjukkan bahwa sel mengalami akresi, sedangkan nilai negatif menunjukkan sel dalam kondisi terabrasi.

-2000 -1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 S e d im e n t T r a n sp o r t (x 1 0 3 m 3 /t h )

Sel A Sel B Sel C Sel D

Gambar 34 Hasil analisis model budget sedimen berdasarkan transpor sedimen menyusur pantai setiap sel pantai selama tahun 1993 – 2007.

(37)

Pada pantai barat, kondisi sel A selama limabelas tahun mengalami akresi terus-menerus dengan laju akresi yang tinggi, sementara sel B mengalami kombinasi abrasi-akresi yaitu abrasi di tahun 1993, 1997, 1999, 2002, dan mengalami akresi selain tahun-tahun tersebut. Terakresinya sel B banyak disebabkan oleh transpor yang besar melalui arus sepanjang pantai. Sedangkan abrasi yang terjadi disebabkan tingginya transpor sedimen ke arah baratdaya yang keluar dari sel B tidak diimbangi masukan sedimen ke arah timur laut. Telah diketahui bahwa transpor sedimen ke timur laut ini banyak dipengaruhi oleh gelombang musim timur yang tinggi. Selanjutnya di sel A, tingginya akresi selama limabelas tahun banyak disebabkan besarnya transpor sedimen arah baratdaya dari sel B yang ditambah dengan transpor sedimen ke timurlaut, sementara sedimen yang keluar dari sel A baik arah timur laut maupun baratdaya volumenya kecil. Terakresinya sel A terus-menerus mungkin berhubungan juga dengan tercukupinya ketersediaan sedimen pantai yang dibawa oleh gelombang dari perairan sekitarnya dengan diameter butir yang lebih besar dan cenderung lebih cepat mengendap dan stabil.

Pada pantai timur, sel C mengalami abrasi di tahun 1994, 1996, dan 2001 - 2005. Sementara sel D mengalami abrasi di tahun 1995, 1997 - 2000, 2006, dan 2007. Abrasi kedua sel di pantai timur ini sangat dipengaruhi oleh letak pantai timur yang sangat terbuka terhadap pengaruh gelombang dari arah barat dan baratdaya. Telah diketahui bahwa kedua arah gelombang ini hampir terjadi di setiap musimnya.

Akresi sel C terjadi pada tahun 1993, 1995, 1997 - 2000, 2006, dan 2007. Akresi sel D terjadi di 1993, 1994, 1996, 2001 - 2005. Akresi di sel C mungkin banyak dipengaruhi oleh ukuran butir sedimen yang lebih besar di banding sel D. Diameter butir yang lebih besar akan lebih cepat mengendap dan cenderung stabil dari pengaruh arus sepanjang pantai. Sedangkan sel D, akresi banyak dipengaruhi oleh pengaruh tingginya masukan sedimen dari sel C diperbesar dengan masukan dari transpor sedimen ke arah baratlaut yang membawa material dari perairan sekitarnya. Hal ini sangat memungkinkan karena sepanjang pantai timur dari muara Ajkwa merupakan daerah aliran sungai besar lainnya.

(38)

Untuk melihat hasil analisis budget sedimen memiliki hubungan dengan analisa citra, maka perlu dilakukan analisis terhadap citra itu sendiri. Citra yang digunakan dalam analisis terdiri dari tiga tahun perekaman yaitu tahun 1996, 2003 dan 2006. Citra ini digunakan karena perekaman dilakukan pada kondisi yang sama, yaitu saat surut.

Gambar 35 Kondisi pasang surut perekaman citra.

Berdasarkan analisis terhadap citra landsat, menunjukkan bahwa tanah timbul timbul (gosong) akibat akresi yang terbentuk di daerah sepanjang muara dan pantai merupakan indikator besarnya tingkat transpor sedimen yang terjadi pada daerah tersebut, baik oleh pengaruh gelombang maupun masukan dari sungai. Analisis spasial perubahan dan laju pertambahan akresi ini akan memberikan data dan informasi penting yang mendukung studi ini.

Luas pertambahan sedimen di perairan Ajkwa ini dari tahun 1996, 2003, dan 2006 mengalami peningkatan signifikan. Pertambahan luas tersebut tertinggi pada hasil perekaman citra landsat tahun 2006. Adapun peningkatan akresi di perairan Ajkwa di tampilkan pada Tabel 29 berikut dan Gambar 36.

Tabel 29 Pertambahan akresi perairan muara Ajkwa

Tahun Luas Akresi (km2)

1996 2,428

2003 5,878

2006 12,817

Sumber : Pengolahan data sekunder PT, FI, Tahun 1996, 2003 dan 2006

Perubahan luas akresi di muara dan pantai ini terjadi di lokasi-lokasi tertentu sepanjang perairan, di mulut muara yang membentuk delta dan di kedua

(39)

sisi pantai muara ini. Lokasi dan sebaran pertambahan akresi ini disajikan pada gambar di bawah ini.

a.

b.

c.

Gambar 36 Sebaran spasial lokasi pertambahan akresi di perairan Ajkwa berdasarkan analisis citra satelit Landsat, a) akresi tahun 1996; b) akresi tahun 2003; c) akresi tahun 2006.

(40)

Analisa akresi terhadap citra tahun 1996, menunjukkan sel A – C terakresi namun tidak signifikan, hanya sel D yang menunjukkan peningkatan akresi (Gambar 36 a). Khusus sel C, pada bagian tengah cenderung terabrasi. Jika dibandingkan dengan hasil analisa budget sedimen (Gambar 34), pada sel di pantai barat dan timur menunjukan kecenderungan kesesuaian analisis. Berkaitan dengan kandungan sedimen suspensi yang terukur, akresi yang tidak terlalu signifikan mungkin berhubungan dengan rendahnya konsentrasi sedimen suspensi di muara (lihat Gambar 32 a). Adanya akresi yang signifikan pada sel D di dekat profil P6, dapat disebabkan oleh pengaruh arus sepanjang pantai yang membawa meterial dari perairan sekitarnya.

Pada tahun 2003, analisis citra menunjukkan semua sel baik di pantai barat maupun timur mengalami akresi yang signifikan dibanding tahun 1996. Hal ini berbeda dari hasil analisis budget sedimen. Hasil analisis budget menunjukkan sel C mengalami abrasi. Beberapa hal yang mempengaruhi antara lain faktor gelombang dan ketersediaan sedimen di perairan. Pada analisis budget yang hanya memperhatikan pengaruh gelombang terhadap arus dan transpor sedimen sepanjang pantai, masukan dari aliran tidak diperhatikan, padahal dari hasil pengukuran sedimen suspensi di muara menunjukkan adanya kandungan sedimen suspensi yang tinggi. Dalam analisis citra, semua faktor yang berpengaruh terhadap akresi dan abrasi diperhitungkan, sehingga masing-masing faktor bekerja sendiri-sendiri dan berpengaruh kecil akan menjadi pengaruh besar setelah bekerja secara simultan dengan faktor lainnya.

Analisa citra tahun 2006 menunjukkan semua sel di pantai barat dan timur mengalami akresi sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat luasnya material yang mengendap di sepanjang pantai dan daerah muara (Gambar 36 c). Kondisi yang sedikit berbeda terjadi pada analisis sedimen budget. Sel D di pantai barat mengalami akresi. Aksi gelombang setiap musim terutama musim barat dengan gelombangnya yang tinggi mengakresi material sedimen di sel D yang mengakibatkan sedimen yang keluar dari sel ini lebih besar, di lain sisi masukan yang diterima baik dari sel C dan dari arus sepanjang pantai dari perairan sekitarnya tidak mencukupi untuk mencapai keseimbangan.

(41)

Selanjutnya dalam analisis citra yang memperhatikan berbagai faktor, adanya aliran sedimen dari sungai sangat diperhitungkan sehingga adanya peningkatan kandungan sedimen dalam aliran sungai akan meningkatkan material sedimen di pantai. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 32 a, yang menunjukkan pada tahun 2006 kandungan sedimen suspensi yang terukur meningkat seiring peningkatan produksi tailing PT. Freeport (Gambar 32 b) walaupun material tailing ini tidak sepenuhnya masuk ke aliran sungai. Ringkasan mengenai perubahan sel pantai berdasarkan analisis budget sedimen dan analisis citra disajikan pada Tabel 30 berikut.

Tabel 30 Perubahan sel pantai hasil perhitungan berdasarkan budget sedimen dan analisis citra Analisis Sel 1996 2003 2006 A B C D A B C D A B C D Budget Sedimen + + - + + + - + + + + - Citra + + + + + + + + + + + +

Keterangan : (+), sel terakresi, (-) sel terabrasi

Pendekatan mekanisme abrasi-akresi di muara dengan perimbangan dua parameter utama yaitu parameter sungai dan laut. Laut melalui gelombang mengabrasi pantai di muara, sungai dengan debit aliran yang membawa sedimen akan bertemu dengan gaya dari gelombang. Kombinasi kedua gaya ini secara simultan akan dipengaruhi oleh pasang surut. Saat surut material sedimen mengalir ke laut dan saat bersamaan bertemu arus sepanjang pantai di depan muara. Saat pasang material sedimen akan terbawa kembali oleh aksi gelombang dan arus pasang yang kuat. Menurut Dyer (1990), pertemuan dua massa air berbeda ini menimbulkan proses koagulasi sedimen dan terdispersi membentuk endapan baru.

Analisis Dinamika Garis Pantai Berdasarkan Citra

Adanya pengaruh masukan dari aliran sungai maupun dari pengaruh gelombang akan sangat berperan dalam menentukan dinamika garis pantai di daerah muara. Perubahan yang terjadi merupakan respon pantai terhadap gaya-gaya yang bekerja terhadapnya. Berdasarkan analisis dinamika garis pantai berdasarkan citra tahun 1996, 2003, dan 2006 menunjukkan terjadi perubahan yang sangat signifikan terhadap garis pantai.

(42)

Gambar 37 Perubahan garis pantai antara tahun 1996, 2003 dan 2006. Analisis citra tahun 1996 digunakan sebagai kondisi awal atau kontrol terhadap kondisi berikutnya. Pada tahun 2003, pada sel A, pantai sepanjang 1, 5 km maju ke arah laut sekitar 50 – 300 m. Sementara sel B, dalam radius 1 km pantai maju sekitar 90 m dan mendekati profil P3 cenderung stabil. Selanjutnya pada sel C garis pantai bertambah 100-200 m, sedangkan pada sel D radius 1, 5 km (dari profil P5 ke tengah sel) pertambahan garis pantai berkisar 50 – 250 m. Kemudian dari tengah sel ini mendekati profil P6 maju sekitar 300 – 600 m.

Berikutnya analisis tahun 2006, hampir sepanjang sel A garis pantai mengalami penambahan sampai 200 m ke arah laut. Sedangkan sel B, dalam radius 1 km penambahan pantai berkisar 50 – 180 m dan mendekati profil P3 cenderung stabil. Pada sel C, pantai sepanjang 2,5 km maju sejauh 100 – 25 m ke arah laut. Di sel D pantai maju 100 m terjadi dari profil P5 sampai tengah sel D. Dari tengah sel D sampai mendekati profil P6, pantai maju hampir 1 km.

Gambar

Tabel 7  Frekwensi kejadian angin selama musim barat  Frekwensi Kejadian Angin dalam Persen
Tabel 8  Frekwensi kejadian angin selama musim pancaroba I   Frekwensi Kejadian Angin dalam Persen
Gambar 14  Kondisi batimetri perairan Ajkwa.  Tabel 11  Data kemiringan pantai pada kedalaman referensi 3 m
Grafik Hubungan Kecepatan Arus dan Elevasi Pasut di  perairan  laut Arafuru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis struktur mikro menggunakan SEM menunjukkan bertambahnya ukuran butir sesuai dengan meningkatnya suhu pembakaran dengan ukuran butir film tebal yang dibakar pada

Bagi bidang pariwisata adalah untuk menambah pengetahuan yang berhubungan dengan daerah tujuan wisata yaitu Desa Wisata Pentingsari, seperti pengetahuan akan kekayaan

Entity Relationship Diagram (ERD) digunakan untuk menggambarkan hubungan antara satu entitas dengan entitas yang lain. 124) use case adalah sebuah teknik yang dipakai

Penurunan aliran dasar tersebut menjadikan perbedaan aliran Sungai Cikapundung Hulu antara debit maksimum dan debit minimum semakin ekstrim yang menjadi salah

Hasil di atas menunjukkan efisiensi penurunan konsentrasi nitrit adalah efisiensi terbagus dari proses elektrokoagulasi- sedimentasi dan filtrasi jika dibandingkan

Tulisan ini mengupas bagaimana pemerintah pada era Orde Baru yang menggunakan pola top down melakukan hegemoni dalam bentuk intervensi persuasif terhadap kurikulum

Dalam kongres juga dibahas mengenai keharusan bagi setiap partai komunis anggota Komintern untuk membentuk organisasi buruh yang secara langsung berada dibawah partai dan

Dengan melakukan kerja di Hi Animation, penulis bisa mengetahui banyak hal tentang dunia animasi salah satunya Animate, selain itu juga untuk mengetahui bagaimana etika bekerja,