• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi menurut definisinya merupakan keadaan sehat dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi menurut definisinya merupakan keadaan sehat dan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan reproduksi menurut definisinya merupakan keadaan sehat dan sejahtera baik fisik, mental, dan sosial yang menyeluruh terkait sistem, fungsi, serta proses reproduksi baik perempuan maupun laki-laki pada seluruh tahap kehidupan, dibentuk berdasarkan atas pernikahan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan material-spiritual yang layak sehingga memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial maupun ekonomi, bertakwa terhadap Tuhan YME, serta memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara anggota keluarga, masyarakat, dan lingkungan (WHO, 2013; Tukiran, 2010; Undang-Undang Nomor 36, 2009; Emilia, 2007; BKKBN, 2005). Peningkatan status kesehatan reproduksi merupakan salah satu prioritas dari Millennium Development Goals (MDGs). Kesehatan reproduksi utamanya kesehatan reproduksi remaja juga masih merupakan salah satu prioritas tujuan dari A New Global Partnership yang merupakan strategi pembangunan pasca MDGs 2015 (UN, 2013).

Menurut United Nations High Commisioner for Refugees atau UNHCR (2012), remaja atau adolescent adalah penduduk yang berusia 10-19 tahun. Pada saat ini, sekitar 1,3 miliar komposisi penduduk dunia tergolong usia remaja (UNFPA, 2007). Sedangkan di Indonesia, komposisi penduduk berusia remaja mencapai 45 juta jiwa atau sekitar seperlima dari estimasi total jumlah penduduk Indonesia (Kemenkes RI, 2012). Kelompok remaja ini dapat menjadi modal bagi

(2)

2

pembangunan bangsa apabila memiliki kualitas yang memadai. Sebaliknya, kelompok remaja dapat menjadi beban dalam pembangunan suatu bangsa bila tidak memiliki kualitas yang diharapkan.

Remaja merupakan kelompok rentan yang masih sangat kekurangan pengetahuan, informasi dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang diperlukan terutama informasi mengenai kesehatan reproduksi. Masa remaja sangat erat kaitannya dengan perkembangan psikis pada periode yang dikenal sebagai masa pubertas yang diiringi dengan perkembangan seksual (BKKBN, 2011). Hal ini menyebabkan pelayanan dan perawatan kesehatan reproduksi bagi remaja memiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan remaja yang sehat dan berdaya saing sehingga mampu menjadi komponen unggul dalam pembangunan bangsa. Akan tetapi fakta menunjukkan bahwa di Indonesia, pelayanan kesehatan reproduksi terutama pelayanan kesehatan remaja masih sangat rendah. Hal ini dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa hanya 61,17% kabupaten/kota yang memiliki minimal 4 puskesmas dengan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Sedangkan di Jawa Timur, dari 955 puskesmas, hanya 271 puskesmas (28,4%) yang memiliki program PKPR (Kemenkes RI, 2012). Di Indonesia, remaja berusia 10-13 tahun yang telah mendapatkan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi hanya sebesar 13,7%, sedangkan di Jawa Timur, hanya 31,9% yang telah mendapatkan penyuluhan kesehatan tersebut (Riskesdas, 2010).

Di Bondowoso, cakupan pelayanan kesehatan remaja masih tergolong rendah, hal ini dibuktikan dari data yang diperoleh dari studi pendahuluan bahwa pencapaian pelayanan kesehatan remaja pada tahun 2010 hanya sebesar 76%. Dari

(3)

3

26 ribu remaja di Bondowoso, yang pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan hanya 23% dan hanya 8 puskesmas (32%) yang memiliki program PKPR. Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso, pada tahun 2012, jumlah kasus Pernikahan Usia Dini (PUD) di bawah usia 20 tahun adalah sebesar 52,92% dari total pernikahan, sedangkan angka kelahiran pada wanita remaja usia 15-19 tahun adalah 35,62% per-1000 usia 15-19 tahun. Perkawinan usia dini dan kelahiran pada wanita remaja berkontribusi terhadap Angka Kematian Ibu (AKI) di Bondowoso yaitu sebesar 20% dan angka kejadian BBLR yaitu sebesar 53,25%. Selain itu, angka kejadian penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pada kelompok usia 18-25 tahun di Bondowoso juga cukup tinggi, yaitu sebesar 19,64% dan 13,63% diantaranya berstatus sebagai pelajar.

Tingginya angka PUD dan AIDS di Kabupaten Bondowoso dapat terjadi akibat minimnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi yang diterima oleh remaja di Kabupaten Bondowoso. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti (2010) dan Endarto (2000) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap seksual pranikah serta perilaku seksual beresiko remaja.

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, diperlukan suatu upaya promosi kesehatan reproduksi yang meliputi pendidikan kesehatan reproduksi, penyuluhan kesehatan reproduksi, maupun KIE (Maulana, 2007). Hingga saat ini, pemberian informasi dan pelayanan kesehatan bagi remaja di Indonesia masih berfokus pada remaja kelompok umur 15-19 tahun, sedangkan pemberian informasi bagi remaja

(4)

4

kelompok umur 10-14 tahun masih sangat terbatas (PKBI; BKKBN; UNFPA, 2003).

Promosi kesehatan reproduksi melalui pemberian informasi yang benar dan jujur mengenai kesehatan reproduksi perlu diberikan pada kelompok pra remaja sebelum mereka memasuki masa pra pubertas, yaitu kelompok remaja usia 10-14 tahun dengan tujuan mempersiapkan remaja menyambut masa pubertasnya serta mengantisipasi terpaparnya remaja terhadap informasi yang salah (UNFPA, 2007). Hal ini penting dilakukan mengingat remaja kelompok usia ini merupakan komponen pembangunan bangsa yang berjumlah besar. Berdasarkan data yang dihimpun Kementrian Kesehatan Republik Indonesia/Kemenkes RI (2012), kelompok remaja berusia 10-14 tahun di Indonesia menempati peringkat kedua dari komposisi penduduk Indonesia, yaitu sebesar 23.515.263 jiwa. Tiga juta remaja dalam rentang usia tersebut tinggal di Provinsi Jawa Timur (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012).

Di Kabupaten Bondowoso kelompok umur remaja berusia 10-14 tahun menempati urutan ketiga terbesar dari total jumlah penduduk yaitu sebesar 59.891 jiwa (BPS Kabupaten Bondowoso, 2012). Pendidikan kesehatan bagi remaja usia 10-14 tahun di Kabupaten Bondowoso penting diberikan karena berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, hampir seluruh responden remaja berusia 10-14 tahun tidak dapat menjawab secara benar mengenai kesehatan reproduksi, menstruasi, mimpi basah, pubertas, dan sebagainya. Pada kelompok usia ini, tingkah laku remaja cenderung negatif sehingga perlu adanya

(5)

5

pemberian edukasi mengenai kesehatan reproduksi yang unik, menarik, mudah dimengerti, dan mudah diakses oleh remaja.

Berhasilnya suatu pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah metode, materi yang disampaikan, pendidik atau narasumber, dan media yang digunakan. Baik metode dan media yang digunakan dalam pendidikan kesehatan harus disesuaikan dengan sasaran sehingga hasil yang optimal dapat dicapai (Notoatmodjo, 2010). Media pendidikan kesehatan reproduksi yang sudah dipergunakan antara lain leaflet, booklet, poster, audiovisual, buku cerita bergambar, dan sebagainya (Ariyani, 2010; Mintarsih, 2007; Norlita, 2005; Pandiangan, 2005). Sedangkan metode yang dapat diterapkan misalnya ceramah, diskusi kelompok, seminar, role play, brain storming, simulasi, dan problem based learning (Ari, 2010; Trisnawati, 2010; Pandiangan, 2005).

Metode lain yang dapat digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan pada remaja adalah metode pembelajaran aktif (UNFPA, 2007). Dalam proses belajar aktif, akan terjadi kombinasi dari tekhnik dan proses mendengar, melihat, dan mengalami sehingga retensi dan pemahaman remaja terhadap pengetahuan yang baru menjadi lebih optimal (UNFPA, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elliott (2012) yang mengungkapkan bahwa proses belajar aktif merupakan model pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai kehamilan, laktasi, dan pediatri.

Selain metode dan media pendidikan kesehatan, hal lain yang berpengaruh terhadap optimalnya program pendidikan kesehatan adalah pendidik atau

(6)

6

narasumber. Hal ini sesuai dengan penelitian Tirtawati (2005) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sumber informasi/narasumber dengan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja. Informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja melalui orang tua, petugas kesehatan, guru, petugas KB, dan teman.

Berdasarkan studi pendahuluan pada bulan September tahun 2013 yang dilakukan terhadap remaja berusia 10-14 tahun di Kabupaten Bondowoso, diketahui bahwa 56,25% diantaranya menyatakan bahwa mereka mendapatkan informasi dan merasa lebih nyaman bercerita dengan teman sebayanya mengenai kesehatan reproduksi. Hal ini selaras dengan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI (2007) bahwa sebanyak 63,9% remaja mengungkapkan lebih nyaman dan sering membicarakan kesehatan reproduksi dengan teman. Tetapi faktanya, seringkali teman sebaya tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup tentang kesehatan remaja, sehingga justru dapat memberikan informasi yang tidak benar atau tidak tepat. Oleh karena itu dibutuhkan pendidik sebaya yang terlatih untuk menjadi tempat bercerita dan memotivasi teman sebaya untuk mengembangkan pribadi yang lebih matang dan sehat (Kemenkes RI, 2010). Strategi pendidikan kesehatan reproduksi melalui pendidik sebaya telah diteliti oleh Rabieipoor (2011) dalam meningkatkan pengetahuan dan pemberdayaan mahasiswi Universitas Oromieh di Iran terhadap kesehatan seksual dan reproduksi mereka.

Pada tahun 2012, strategi pemberian informasi melalui pendidik remaja sebaya sudah pernah dilakukan kepada kelompok remaja usia 10-14 tahun di

(7)

7

Kabupaten Bondowoso tetapi belum pernah dilakukan evaluasi dan tindak lanjut. Metode yang digunakan dalam pendidikan kesehatan reproduksi remaja bagi pendidik sebaya ini adalah metode seminar dan ceramah, sedangkan penerapan metode pembelajaran aktif belum pernah diterapkan sebelumnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap penerapan metode pembelajaran aktif bagi pengetahuan kesehatan reproduksi remaja. Metode pembelajaran aktif berupa collaborative learning ini dipilih karena sesuai dengan tahap perkembangan kognitif remaja kelompok usia 10-14 tahun menurut Piaget (1964) yaitu formal-operational. Melalui pembelajaran aktif, remaja dapat belajar melalui pengalaman (experiental learning) dan belajar melalui pengalaman langsung (hands-on learning) untuk mengembangkan model tekhnik pemecahan masalah sehingga metode ini sangat sesuai untuk implementasi pembelajaran peer learning yang memerlukan kerjasama dan interaksi antar anggota kelompok. Penyebaran informasi mengenai kesehatan reproduksi melalui metode pembelajaran aktif terhadap pendidik sebaya diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pendidik sebaya remaja pada khususnya, serta meningkatkan pemahaman dan penyebarluasan informasi bagi remaja usia 10-14 tahun di Kabupaten Bondowoso.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh metode pembelajaran aktif untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi bagi pendidik remaja sebaya usia 10-14 tahun di Kabupaten Bondowoso?”

(8)

8

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran aktif untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi pendidik remaja sebaya usia 10-14 tahun di Kabupaten Bondowoso.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi perbedaan pengetahuan pendidik remaja sebaya usia 10-14 tahun mengenai kesehatan reproduksi sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan dengan metode pembelajaran aktif dan metode konvensional (ceramah).

b. Mengidentifikasi perbedaan pengetahuan pendidik remaja sebaya yang diberikan pendidikan kesehatan dengan metode pembelajaran aktif dan metode ceramah.

c. Mengidentifikasi faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi pendidik remaja sebaya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara praktis maupun teoritis sebagai berikut:

1. Manfaat praktis

a. Bagi pendidik remaja sebaya

Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, rasa percaya diri, kemampuan komunikasi, dan penyampaian permasalahan mengenai kesehatan reproduksi dari pendidik remaja sebaya kepada remaja yang lain.

(9)

9

b. Bagi peneliti

Meningkatkan pemahaman, daya analisis, dan kemampuan dalam mengaplikasikan metodologi penelitian.

2. Manfaat teoritis

a. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan promosi kesehatan remaja yang lebih tepat sasaran sesuai dengan tahapan tumbuh kembang dan karakteristik remaja.

b. Terkait peran perawat sebagai edukator, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk pengembangan promosi kesehatan dan bahan rujukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan bagi remaja.

c. Merupakan data awal bagi penelitian lain yang lebih mendalam.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan remaja telah banyak dilakukan dan menjadi acuan dalam penelitian yang akan dilakukan, antara lain:

1. Donohoe (2012) dalam penelitiannya yang “An Active-Learning Laboratory on Immunization”. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa pendekatan metode pembelajaran aktif untuk mengajarkan mengenai imunisasi (pembelajaran di laboratorium) pada 126 mahasiswa dapat meningkatkan kepercayaan diri, menambah pengetahuan mengenai konsep influenza, pneumokokus, dan shingles vaksin, serta memberikan pengalaman nyata bagi mahasiswa terkait situasi di lapangan yang sesungguhnya

2. Elliot (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “The Impact of Elective Active-Learning Courses in Pregnancy/Lactation and Pediatric

(10)

10

Pharmacotherapy” mengungkapkan bahwa proses belajar aktif merupakan model pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai medikasi pada masa kehamilan, laktasi, dan pediatri serta mengembangkan keterampilan belajar mandiri mahasiswa.

3. Rabieipoor (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Émpowering of Oromieh University Female Students In Related To Their Sexual And Reproductive Health By Peer Education Method”. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa metode peer education dapat meningkatkan pengetahuan dan pemberdayaan siswi terhadap kesehatan seksual dan reproduksinya. 4. Mba et al (2007) dalam penelitiannya yang berjudul ”The Impact of Health

Education on Reproductive Health Knowledge Among Adolescents in A Rural Nigerian Community”. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan secara signifikan dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap positif responden kelompok perlakuan. Selain itu pendidikan kesehatan yang diberikan efektif dalam menurunkan perilaku seksual beresiko seperti hubungan seks pranikah, aborsi, dan infeksi menular seksual. 5. Sun et al (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Study of Peer-Led

Intervention on Reproductive Health Education And AIDS Prevention in Joint Venture Factories in Kunshan Country”. Penelitian ini merupakan penelitian quasi-experimental. Hasil dari penelitian ini adalah setelah dilakukan pelatihan selama 8 bulan pada pendidik sebaya, terdapat peningkatan terhadap pengetahuan mengenai kontrasepsi, penyakit menular seksual, dan

(11)

11

AIDS, serta terjadi peningkatan secara signifikan pada perilaku dan penggunaan kondom pada kelompok eksperimental.

6. Norlita (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Keefektifan Metode Simulasi Dan Brainstorming Dalam Peningkatan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja”. Penelitian ini menghasilkan data bahwa skor pengetahuan pre-test dan post-test pada kelompok dengan metode simulasi lebih tinggi daripada metode brainstorming.

Persamaan dan perbedaan penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti saat ini dijelaskan dalam tabel 1.

Tabel 1. Keaslian Penelitian Berdasarkan Nama Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, Persamaan, dan Perbedaan

Nama Peneliti/

Tahun

Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Donohoe et al (2012) An Active-Learning Laboratory on Immunization

Jenis penelitian sama dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu

quasi-experimental dengan pre-post-test design. 1. Tujuan penelitian untuk meningkatkan pengetahuan tentang menambah pengetahuan mengenai konsep vaksin. 2. Sampel penelitian mahasiswa jurusan farmasi.

3. Penelitian ini tidak memiliki kelompok kontrol.

4. Metode

pembelajaran aktif

yang digunakan

hanya berupa metode

pembelajaran di

laboratorium Elliot et al

(2012)

The Impact of Elective Active-Learning Courses in Pregnancy/

Lactation and

Pediatric

Pharmacotherapy

Jenis penelitian sama dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu

quasi-experimental dengan pre-post-test design. 1. Tujuan penelitian untuk meningkatkan pengetahuan tentang medikasi mahasiswa pada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak.

(12)

12

berbeda.

3. Penelitian ini tidak memiliki kelompok kontrol.

4. Metode

pembelajaran aktif

yang digunakan

hanya berupa metode debat mahasiswa dan studi kasus Rabiepoor et al (2011) Émpowering of Oromieh University Female Students In Related To Their Sexual And Reproductive Health By Peer Education Method

Jenis penelitian sama dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu

quasi-experimental

dengan pre-post-test design. Perlakuan yang diberikan sama yaitu pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi. Pendidik remaja sebaya dilatih seminggu sekali.

1. Penelitian ini tidak memiliki kelompok kontrol, 2. Dilakukan follow up kepada remaja. 3. Sampel penelitian hanya perempuan berusia 16-19 tahun Mba et al (2007)

The Impact of Health

Education on

Reproductive health

Knowledge Among

Adolescents in A Rural Nigerian Community

Jenis penelitian sama dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu

quasi-experimental

dengan pre-post-test control group design.

1. Tekhnik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. 2. Subjek penelitian adalah remaja berusia 10-20 tahun. 3. Pendidikan kesehatan diberikan selama 3 jam melalui metode workshop tentang infeksi menular seksual, HIV/AIDS, dan kontrasepsi Sun et al (2007) Study of Peer-Led Intervention on Reproductive Health

Education And AIDS

Prevention in Joint

Venture Factories in Kunshan County

Jenis penelitian sama dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu

quasi-experimental

dengan pre-post-test control group design.

1. Intervensi berupa pelatihan pada pendidik remaja sebaya dilakukan selama 8 bulan. 2. Subjek penelitian berbeda. 3. Metode pendidikan kesehatan yang diberikan berupa metode audiovisual, dikusi kelompok, dan

role play. Norlita (2005) Keefektifan Metode Simulasi Dan Brainstorming Dalam Persamaannya, sampel penelitian merupakan remaja pra-pubertas 1. Metode pendidikan kesehatan yang dilakukan berupa

(13)

13 Peningkatan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (10-12 tahun), jenis penelitian quasi-experimental dengan pre-post-test control group design, perlakuan yang

diberikan sama yaitu pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi simulasi dan brainstorming

Gambar

Tabel 1.   Keaslian  Penelitian  Berdasarkan  Nama  Peneliti,  Tahun,  Judul  Penelitian, Persamaan, dan Perbedaan

Referensi

Dokumen terkait

Memberi penghargaan kepada murid yang sering menunjukkan kartu berwama hijau, pada pertemuan 1 memperoleh skor 3 (baik), begitu juga pada pertemuan 2 memperoleh skor

4 Kepala terlihat jelas sepalotoraks sepalotoraks terlihat jelas sepalotoraks Berdasarkan tabel di atas, ciri-ciri yang menentukan Nephila maculata(laba-laba) dikelompokkan ke

Dari penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bahan pengisi komposit atau filler serta prensatasi fraksi volume dan variasi ukuran serbuk

Tujuan ini diharapkan dapat tercapai melalui pencapaian tiga target khusus berikut ini: (1) tersusunnya kerangka kerja memahami matematika sekolah menengah yang dapat

Dengan demikian, kehadiran suatu statue atau produk hukum yang memuat tentang perlindungan lingkungan hidup berdasarkan prinsip good environmental governance dalam praktik

Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter meristik bilateral Pada gambar 13 dapat dilihat bahwa karakter Tapis Insang ikan belida dari kelima stasiun memiliki nilai

Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan, dapat memercayai dan terbuka pada orang lain serta

Parameter penelitian yang dilakukan terhadap mayones reduced fat terdiri atas pengujian pH dengan pH meter, analisa kadar air metode vacuum drying, pengukuran