• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAMAN MORFOLOGI POPULASI IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAMAN MORFOLOGI POPULASI IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU

AHMAD JUAIDI KHAMSANI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2010

Ahmad Juaidi Khamsani C24050121

(3)

Ahmad Juaidi Khamsani. C24050121. Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau. Dibawah bimbingan Kadarwan Soewardi dan Arif Wibowo.

Ikan belida merupakan salah satu komoditas ikan ekonomis penting yang banyak dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi maupun ikan hias. Populasi ikan belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar cenderung menurun, diduga karena tingginya usaha penangkapan ikan dan perubahan kondisi lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter morfologi populasi ikan belida (Chitala lopis) yang berasal dari beberapa lokasi yang berbeda di sungai Kampar. Pengambilan contoh ikan dilakukan pada bulan Mei-November 2009 pada 5 lokasi sampling yaitu, Waduk Kuto Panjang, Sungai Teso, Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam. Analisis data meliputi analisis komponen utama (PCA), analisis diskriminan, analisis kelompok (cluster) dan indeks fluktuasi asimetri.

Ikan belida yang diperoleh selama penelitian sebanyak 45 ekor dengan kisaran panjang standar antara 28,24 – 81,00 cm. Berdasarkan Hasil PCA terhadap matrik korelasi data karakter morfometrik dan meristik dari 45 spesimen, total ragam yang dapat dijelaskan kedua komponen utama sangat kecil, maka informasi yang didapat dari hasil PCA tidak optimal sehingga tidak bisa digunakan untuk melihat sebaran populasi dan karakter ikan belida. Bedasarkan hasil analisis diskriminan karakter morfometrik, terlihat adanya pengelompokkan yang nyata pada populasi ikan belida di setiap stasiun. Pengelompokkan ini diduga disebabkan adanya perbedaan karakteristik habitat dan kondisi lingkungan pada lima stasiun tersebut. Sedangkan untuk karakter meristik, tidak terlihat adanya pengelompokan yang nyata. Hal ini mengindikasikan adanya persamaan karakter pada populasi tersebut. Dari pengelompokan berdasarkan jarak Euclidean terjadi pemisahan kelompok antara populasi ikan belida Waduk Kuto Panjang (WD) dan Sungai Teso (ST) dengan stasiun Rantau Baru (RB) dan Kuala Tolam (KT), sedangkan stasiun Langgam (LG) memiliki jarak kelompok yang bediri sendiri. Hasil ini diduga karena adanya perbedaan dan kesamaan kondisi lingkungan dan karakteristik perairan pada kelima stasiun tersebut. Berdasarkan indeks fluktuasi asimetri, secara keseluruhan fluktuasi asimetri gabungan dari kelima stasiun pengamatan menunjukkan nilai fluktuasi asimetri yang cukup tinggi. Kajian mengenai karakter morfologi ikan belida diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi keragaman jenis ikan ini di alam sehingga dapat membantu dalam memahami kestabilan dan kelangsungan populasi ikan tersebut, sebagai bahan acuan dalam upaya pengelolaan di masa mendatang.

(4)

DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU

AHMAD JUAIDI KHAMSANI C24050121

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Judul Penelitian : Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau.

Nama Mahasiswa : Ahmad Juaidi Khamsani Nomor Pokok : C24050121

Program studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi Arif Wibowo, SP., M.Si. NIP. 130 805 031 NIP. 19770226 200312 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP. 19660728 199103 1 002

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau”. Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei – November 2009 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan serta bagi upaya pengelolaan lingkungan perairan dan perikanan.

Bogor, April 2010

Penulis

(7)

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi dan Arif Wibowo, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus Samosir, M. Phil selaku dosen penguji dari komisi pendidikan MSP atas saran, masukan dan perbaikan yang diberikan.

3. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan serta masukan selama perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Keluarga tercinta; Terutama Ayah dan Mama yang selalu mendukung baik secara moril maupun materiil, Ayahcak, Mamacak, Tante Ica, Bang Yan, Tante Lusi, Tante Pipin, Tante Eci, Om Yadi, Om Supri, Adik – adikku (Dwita, Rizki, Ridho) atas kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan semangatnya. 5. Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang dan seluruh staf BRPPU (Pak

Subagja, Mba Melfa) yang telah banyak membantu penelitian ini.

6. Seluruh staf Laboratorium Biologi Makro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan ( Pak Ruslan, Ka Selly ) atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

7. Staf tata usaha MSP terutama Mba Widar, serta seluruh civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

8. Team Belida (Muning, Rahmah, dan Octo), Agus, Qq, Ebith, Avie, Endah, Lenggo, Erys, Moro, Tia, Mecin, Bonit dan seluruh teman-teman MSP 42 lainnya atas kesetiaannya dalam membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan serta memberikan bantuan, dukungan, semangat, saran, kritik, doa dan kebersamaannya selama ini.

(8)

10. Rekan-rekan Ikamusi, Wisma Himaja, Serta Rekan-rekan dari Departemen lain atas dukungannya.

(9)

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 20 Juni 1988, merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Jurinto S.Pd. dan Khomsiah S.Pd. Pendidikan formal pertama diawali SDN 02 Inderalaya (1993-1997), SD Taman Siswa 02 Sungai Gerong (1997-1999), SLTP YKPP 03 Sungai Gerong (1999-2001), SLTP Negeri 01 Inderalaya (2001-2002), dan SMA Negeri 01 Inderalaya (2005).

Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah setahun melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2006-2008 penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) sebagai anggota Bidang Sportainment. Pada tahun 2005 – 2008 penulis aktif dalam organisasi mahasiswa daerah IKAMUSI (Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya), sebagai Ketua Divisi Internal periode 2005/2006, Ketua Umum IKAMUSI periode 2006/2007, dan Penasehat Umum IKAMUSI periode 2007/2008. Penulis juga aktif dalam mengikuti seminar dan berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan baik di lingkungan maupun di luar lingkungan kampus IPB.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Keragaman Morfologi Populasi Ikan Belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau”.

(10)

Halaman

DAFTAR TABEL... xxi

DAFTAR GAMBAR... xxii

DAFTAR LAMPIRAN... xxiii 1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan dan Manfaat... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Deskripsi Spesies... 4

2.1.1. Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis) ... 4

2.1.2. Karakter Morfologis... 5

2.2. Habitat dan Distribusi ... 5

2.3. Karakter Morfometrik, Meristik dan Fluktuasi Asimetri... 6

2.4. Hubungan Kekerabatan... 8

2.5. Kondisi Umum Perairan Sungai Kampar... 8

3. METODE PENELITIAN... 10

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian... 10

3.2. Metode Kerja... 11

3.2.1. Pengambilan ikan contoh ... 11

3.2.2. Pengamatan karakter morfologi ikan contoh di laboratorium ... 12

3.3. Analisis Data... 15

3.3.1. Analisis Komponen Utama (PCA)... 15

3.3.2. Analisis Diskriminan ... 16

3.3.3. Analisis Kelompok (Cluster) ... 16

3.3.4. Indeks Fluktuasi Asimetri... 17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

4.1. Hasil Tangkapan dan Komposisi Ukuran Ikan Belida ... 18

4.2. Sebaran Populasi dan Karakter... 20

4.2.1. Analisis Komponen Utama (PCA) ... 20

4.2.2. Analisis Diskriminan... 21

4.3. Analisis Kelompok (Cluster Analysis)... 28

4.4. Keragaman Karakter Morfometrik dan Meristik ... 31

4.4.1. Keragaman Karakter Morfometrik... 31

4.4.2. Keragaman Karakter Meristik ... 33

4.5. Analisis Indeks Fluktuasi Asimetri ... 34

4.6. Alternatif Pengelolaan Sumberdaya Ikan Belida Secara Umum... 40

(11)

DAFTAR PUSTAKA... 43 LAMPIRAN... 48

(12)

Halaman 1. Keadaan kondisi fisika dan kimia perairan yang banyak ditemukan

ikan belida (Chitala lopis) ... 6

2. Kisaran nilai parameter fisika dan kimia perairan daerah aliran Sungai Kampar ... 11

3. Karakter morfometrik dan meristik ... 12

4. Jumlah tangkapan ikan belida per stasiun penangkapan ... 18

5. Distribusi ukuran tangkapan setiap stasiun ... 20

6. Matrik korelasi karakter morfometrik individu dari 5 populasi ikan belida ... 26

7. Hasil Klasifikasi Fungsi Diskriminan ... 27

8. Koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik ikan belida di setiap lokasi ... 32

9. Koefisien keragaman (CV) karakter meristik ikan belida di setiap lokasi ... 34

(13)

Halaman

1. Ikan Belida (Chitala lopis)... 4

2. Lokasi penelitian ... 10

3. Karakter morfologi ikan tampak samping ... 14

4. Karakter morfologi ikan tampak atas ... 14

5. Histogram sebaran frekuensi ikan belida pada selang kelas ukuran panjang standar ... 19

6. Sebaran karakter morfometrik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan ... 22

7. Sebaran karakter meristik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan ... 24

8. Jarak kelompok ikan belida ... 29

9. Pola keragaman morfometrik (CV) lima lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) ... 33

10. Pola keragaman morfometrik (CV) lima lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis) ... 34

11. Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter morfometrik bilateral ... 35

12. Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) karakter morfometrik bilateral ... 35

13. Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter meristik bilateral ... 36

14. Histogram fluktuasi asimetri besaran (FAm) karakter meristik bilateral ... 37

15. Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) overall ... 38

(14)

1. Lokasi pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis)... 50

2. Alat tangkap yang digunakan untuk pengambilan sampel ikan belida (Chitala lopis)... 51

3. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ... 52

4. Nilai Partial Lambda hasil analisis diskriminan ... 54

5. Total ketepatan klasifikasi dan Jarak Mahalanobis... 55

6. Hasil PCA karakter morfometrik dan meristik... 56

7. Data fluktuasi asimetri karakter morfometrik ... 57

8. Data fluktuasi asimetri karakter meristik ... 57

9. Nilai rata-rata (X), simpangan baku (SD), dan koefisien keragaman (CV) karakter morfometrik dan meristik ... 59

10. Data karakter morfometrik (persentase panjang standar) ... 61

11. Data karakter meristik ... 63

(15)

1.1. Latar Belakang

Sungai Kampar merupakan sungai besar yang terletak di Provinsi Riau dengan panjang 400 km dan kedalaman rata-rata sekitar 6 m. Sungai Kampar merupakan habitat berbagai jenis organisme perairan air tawar, diantaranya ikan belida (Chitala lopis). Ikan belida adalah ikan asli perairan Indonesia dengan penyebaran meliputi wilayah Sumatera, Kalimantan, dan sebagian Jawa. Ikan belida merupakan salah satu komoditas ikan ekonomis penting. Ikan ini banyak dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi maupun ikan hias, sehingga banyak diburu oleh masyarakat. Spesies ikan belida telah disadari memiliki arti penting sebagai sumber makanan bagi manusia (Kottelat dan Wijanarti 2006). Penangkapan yang berlebihan dan tidak terkendali dikhawatirkan dapat merusak habitat ikan belida dan dapat menyebabkan populasi ikan tersebut di alam semakin menyusut. Bila hal ini terus dibiarkan maka populasinya akan semakin berkurang dan akhirnya akan punah. Studi mengenai ikan belida (Chitala lopis) sampai saat ini belum banyak dilakukan, khususnya terkait dengan aspek populasi sehingga informasi tentang ikan ini masih sangat minim. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian mengenai aspek populasi pada karakter morfologi, sehingga dapat dilihat karakteristik dan pola fragmentasi ikan belida di Sungai Kampar.

Karakter morfologi telah lama digunakan dalam biologi perikanan untuk mengukur jarak dan hubungan kekerabatan dalam pengkategorian variasi dalam taksonomi, meliputi studi morfometrik dan meristik dari ikan. Morfometrik adalah ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total dan panjang baku, sedangkan meristik adalah ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tubuh dari ikan misalnya jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jari-jari keras dan lemah pada sirip punggung (Affandi et al. 1992 in Akbar 2008). Adapun fluktuasi asimetri adalah perbedaan rata-rata antara karakteristik bilateral (karakter sebelah kiri dan kanan) dalam suatu populasi (van Valen 1962). Pembatas utama karakter morfologi dalam tingkat intra spesies adalah variasi fenotip yang tidak selalu tepat dibawah kontrol genetik tapi dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Faktor Lingkungan dapat menyebabkan perubahan morfologi,

(16)

reproduksi dan survival pada ikan sebagai hasil modifikasi fisiologi dan perilaku akibat respon adaptif mereka terhadap perubahan lingkungan (Stearns 1983 in Wibowo et al. 2008). Organisme bisa dimasukkan dalam satu grup spesies melalui berbagai pendekatan, salah satunya penampakan luar tubuh atau morfologi (Mayr 1970 in Wibowo et al. 2007). Pengukuran keragaman suatu populasi ikan bisa didekati melalui pengamatan variasi karakter morfometrik (Turan et al. 2004) dan dapat juga dengan menggunakan indeks fluktuasi asimetrik (Palmer 1996 in Wibowo et al. 2008). Sedangkan karakter meristik dan variasinya telah digunakan sebagai suatu alat dasar dalam memisahkan populasi pada spesies ikan yang berbeda (Seymour 1959 inWibowo et al.2008). Untuk menghindari ikan belida dari kepunahan dan memastikan kelestarian ikan belida di Sungai Kampar maka perlu dilakukan upaya-upaya pengelolaan berdasarkan kajian stok ikan di perairan. Studi keragaman morfologi ikan belida (Chitala lopis) merupakan salah satu pendukung upaya pengelolaan tersebut. Sehingga masyarakat dapat memanfaatkan ikan belida secara optimal dan berkelanjutan.

1.2. Perumusan Masalah

Populasi ikan belida (Chitala lopis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar cenderung menurun. Produksi tahunan ikan belida pada tahun 2003 sebesar 50,2 ton (DKP DT I Riau 2003) menjadi hanya 7,6 ton pada tahun 2007 (DKP DT I Riau 2007). Hal ini diduga karena adanya berbagai tekanan seperti tingginya usaha penangkapan ikan dan perubahan kondisi lingkungan. Adanya kegiatan eksploitasi yang terus meningkat terhadap ikan ini serta kerusakan habitat alami akibat adanya penangkapan dapat menyebabkan populasi ikan belida di alam semakin berkurang, sehingga dapat menurunkan kekayaan hayati ikan belida. Keberadaan ikan belida yang semakin berkurang dapat menekan fitness populasi yang mengakibatkan kepunahan. Kondisi ini mendatangkan permasalahan dalam kaitannya dengan kelestarian populasi ikan belida serta upaya pengelolaan populasinya di masa mendatang.

Dalam rangka merealisasikan upaya pengelolaan sumberdaya ikan belida (habitat dan populasi), dibutuhkan seperangkat data dan informasi baik biologi maupun ekologi ikan belida. Untuk memperoleh informasi yang jelas dari

(17)

permasalahan tersebut, maka diperlukan penelitian berupa kajian populasi mengenai karakter morfologi ikan belida (morfometrik, meristik dan fluktuasi asimetri), sehingga dapat memberikan gambaran mengenai kondisi keragaman populasi ikan ini di alam yang dapat membantu dalam memahami kestabilan dan kelangsungan populasi ikan tersebut. Sehingga dapat memberikan informasi untuk upaya pengelolaan yang optimal dan berkelanjutan.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter morfologi dan kondisi kesehatan populasi ikan belida (Chitala lopis) yang berasal dari beberapa lokasi yang berbeda di Sungai Kampar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai keragaman populasi dan kesehatan populasi ikan belida di Sungai Kampar, Provinsi Riau. Serta sebagai bahan acuan dalam upaya pengelolaan ikan belida baik di Sungai Kampar maupun di perairan Indonesia lainnya di masa mendatang.

(18)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Spesies

2.1.1. Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis)

Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) menurut Bleeker (1851) in www.fishbase.com (2009) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Osteoglossiformes Famili : Notopteridae Genus : Chitala Spesies : Chitala lopis Sinonim : Notopterus chitala

Nama lokal : Pangaju (Jawa), Lopis (Jawa Barat), Belidah/Blidah (Kalimantan Barat), Pipih (Kalimantan Selatan) (Schuster & Djajadiredja 1952), Belido (Palembang) (www.dkp.go.id) Nama umum : Giant featherback

Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009)

Ikan belida (Chitala lopis) merupakan spesies ikan air tawar yang menghuni perairan umum di Indonesia. Ikan belida tergolong ikan purba dengan bentuk tubuh yang unik. Bersifat predator dan nokturnal pada siang hari mereka

(19)

bersembunyi di antara vegetasi (Kottelat et al. 1993). Sebagai predator air tawar ikan belida hidup di habitat sungai dan daerah yang sering tergenang banjir di dataran rendah dengan ketinggian tidak lebih dari 30 m dpl (Widyastuti 1993). Menurut Robert (1913) in Madang (1999) genus Notopterushanya terdiri dari satu spesies yaitu Notopterus notopterus. Notopterus chitala merupakan anggota genus Chitala dan N. borneensis digolongkan sebagai junior Chitala lopis. Famili Notopteridae telah direvisi oleh Robert (1992b) in Wibowo et al. (2008) yang menyatakan bahwa semua Chitala yang berasal dari Indonesia merupakan satu spesies yaitu Chitala lopis.

2.1.2. Karakter Morfologis

Ikan belida memiliki bentuk tubuh simetri bilateral, kepala kecil dan bungkuk di bagian tengkuk. Sirip ekor langsung bersambungan dengan sirip anal. Mulut dapat disembulkan dengan posisi terminal. Posisi sirip perut terhadap sirip dada abdominal. Sirip dorsal kecil seperti bulu. Tubuh agak licin, bagian atas kehitaman agak kelabu sedangkan bagian bawah keperakan. Garis lurus (linea lateralis) satu buah, lengkap tidak terputus (Direktorat Bina Sumberhayati 1990).

Morfologi khusus dari ikan belida (Chitala lopis) antara lain memiliki bentuk kepala dekat punggung cekung, rahang semakin panjang sesuai dengan meningkatnya umur sampai jauh melampui batas belakang mata. Sisik preoperkulum lebih dari 10 baris, 117-127 jari-jari pada sirip dubur, 43-49 pasang duri kecil di sepanjang perut. Pola warna berkisar dari 3 fase yaitu, fase maculosus (150-270 mm), dimana seluruh badan ditutupi bintik bulat kecil. Fase borneensis, (300-600 mm), banyak baris miring berbintik-bintik pada sirip dubur dan badan bagian belakang, dan sebuah bintik hitam pada pangkal sirip badan. Tidak ada tanda-tanda lain kecuali bintik hitam pada pangkal sirip dada pada fase hypselonotus(> 600 mm) dan beberapa spesimen tidak memiliki tanda-tanda pada badan pada faselopisdengan kisaran ukuran tidak dikenal (Kottelat et al. 1993).

2.2. Habitat dan Distribusi

Ikan belida termasuk kategori spesies yang seluruh daur hidupnya berada di air tawar (Adjieet al.1999) dan hidup pada perairan bersifat reaksi sekitar netral,

(20)

bersifat lunak dengan alkalinitas relatif rendah (Adjie dan Utomo 1994). Hidup di dataran rendah dengan ketinggian tidak lebih dari 30 m dpl (Widyastuti 1993). Sjafei et al. in Madang (1999) menyatakan bahwa ikan Notopteridae merupakan contoh ikan yang berdistribusi di dataran rendah. Gambaran kondisi kualitas perairan yang banyak dijumpai ikan belida, yang paling tidak merupakan habitat ikan belida yaitu:

Tabel 1. Keadaan kondisi fisika dan kimia perairan yang banyak ditemukan ikan belida (Chitala lopis)

No. Parameter Satuan Nilai

1. Suhu oC 27 – 30

2. Kecerahan cm 15 – 45

3. pH unit 5,5 – 7,5

4. Oksigen terlarut ppm 1,7 – 9,4

Sumber: Adjie dan Utomo (1994) inWibowo dan Sunarno (2006)

Sebagian besar ikan belida cenderung tinggal di perairan sungai dan sebagian lagi di tempat-tempat terdalam yang tergenangi air, pada saat debit air kecil di musim kemarau, sedangkan pada saat air melimpah di musim hujan mereka menyebar ke rawa banjiran dan persawahan baik untuk memijah maupun mencari makan (Adji dan Utomo 1994 in Wibowo dan Sunarno 2006). Ikan ini menggunakan kayu pohon yang terendam dalam air sebagai tempat pemijahan, induk ikan belida menempelkan telur-telurnya pada benda-benda yang berada 1.5-2 m di bawah permukaan air (Adjie dan Utomo 1994). Dalam perikanan, ikan belida memiliki nilai ekonomis sebagai ikan hias dan konsumsi.

Ikan belida hidup pada perairan danau, rawa dan sungai yang banyak hutan rawa dataran rendah (Utomo dan Krismono 2006). Ikan belida di Indonesia menghuni perairan Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Penyebaran ikan belida di Sumatra Selatan banyak ditemukan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu, Muara Enim, Musi Banyu Asin, Musi Rawas, Kotamadya Palembang dan sebagian kecil di Kabupaten Lahat (Widyastuti 1993).

2.3. Karakter Morfometrik, Meristik dan Fluktuasi Asimetri

Menurut Imron (1998) perbedaan morfologis antar populasi atau spesies digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau dengan

(21)

ciri-ciri anatomis tertentu. Morfometrik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total, panjang baku, panjang cagak, dan sebagainya sedangkan meristik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tertentu pada tubuh ikan misalnya jumlah sisik pada garis rusuk, jumlah jari-jari keras dan lemah pada sirip punggung dan sebagainya (Affandi et al. 1992 in Widiyanto 2008). Afrianto et al. (1996) menyatakan bahwa morfometrik adalah ukuran dalam satuan panjang atau perbandingan ukuran bagian-bagian tubuh luar organisme, sedangkan meristik adalah sifat-sifat yang menunjukkan jumlah bagian-bagian tubuh luar seperti jumlah jari-jari sirip yang digunakan untuk penentuan klasifikasi. Fluktuasi asimetri adalah perbedaan antara karakter sisi kiri dan sisi kanan yang menyebar secara normal dengan rataan mendekati nol sebagai akibat dari ketidakmampuan individu untuk berkembang secara tepat dan normal (van Valen 1962). Fluktuasi asimetri sering digunakan sebagai ukuran ketidakstabilan / ketidaksamaan perkembangan, di bawah asumsi bahwa organisme memiliki mekanisme homeostatik yang mengendalikan sifat perkembangan (van Valen 1962). Pada ikan, peningkatan fluktuasi asimetri dapat diamati melalui jari-jari sirip perut, jari-jari sirip dada, tapis insang atas bagian bawah serta pori-pori rahang atau mandibular pores.

Dewantoro (2001)inWidiyanto (2008) menyatakan bahwa perbedaan ciri-ciri yang berkaitan dengan jumlah bagian tertentu pada tubuh ikan dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu perairan dan salinitas, atau karena faktor genetik yang tidak seimbang. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ikan. Dengan demikian, walaupun umur ikan dari suatu spesies sama, ukuran mutlaknya dapat berbeda. Pengukuran ciri morfometrik dapat dilakukan dengan menggunakan dua metoda yaitu metoda pengukuran baku dan metoda “truss morfometrik”. Namun metoda baku mengandung kelemahan misalnya pengukuran lebar badan tidak mengikuti anatomi ikan sehingga tidak konsisten dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya dan pengukuran panjang tubuh masih terlalu umum dalam menggambarkan bentuk ikan. Sedangkan metoda “truss morfometrik” digunakan untuk menggambarkan secara lebih tepat bentuk ikan dengan memilih titik-titik homologus tertentu di sepanjang tubuh dan mengukur jarak antara titik-titik tersebut. Dengan cara ini pengukuran lebih konsisten, memberikan informasi yang terinci dengan

(22)

menggambarkan bentuk ikan dan memperkecil kesalahan pengukuran (Nugroho et al. 1991 inBrojo 1999).

2.4. Hubungan Kekerabatan

Studi morfometrik secara kuantitatif memiliki tiga manfaat yaitu, membedakan jenis kelamin dan spesies, mendeskripsikan pola-pola keragaman morfologis antar populasi atau spesies, serta mengklasifikasikan dan menduga hubungan filogenik (Strauss dan Bond 1990 in Imron 1998). Karakter morfometrik juga dapat digunakan untuk membedakan antara satu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya (Madang 1999), antara jenis ikan yang sama dari geografis atau tempat yang berbeda dan antar varietas ikan (Sumantadinata dan Taniguchi 1990 in Dewantoro 2001 in Widiyanto 2008). Perbedaan morfologis antar populasi atau spesies biasanya digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau ciri-ciri anatomis tertentu. Meskipun deskripsi secara kualitatif ini mungkin dianggap cukup memadai, tetapi seringkali diperlukan untuk mengekspresikan perbedaan tersebut secara kuantitatif dengan mengambil berbagai ukuran dari individu-individu dan menyatakan statistik (misalnya rata-rata, kisaran, ragam, dan korelasi dari ukuran-ukuran tersebut). Hal yang sama dapat dilakukan pada ciri-ciri meristik (ciri-ciri yang dihitung) misalnya jari-jari sirip. Tetapi terdapat perbedaan mendasar antara ciri morfometrik dan meristik dimana ciri-ciri meristik lebih stabil jumlahnya selama masa pertumbuhan sampai ukuran tubuh mantap tercapai sedang karakter morfometrik (panjang badan dan bobot badan) berubah secara kontinu seiring dengan ukuran dan umur (Strauss & Bond 1990 inHidayat 2007).

2.5. Kondisi Umum Perairan Sungai Kampar

Sungai Kampar adalah salah satu sungai besar di Sumatera, tepatnya di Provinsi Riau. Sungai Kampar memiliki panjang 400 km dengan kedalaman rata-rata sekitar 6 m, hulunya dari pegunungan Bukit Barisan (Lubuk Bangkul, Payakumbuh) dan bermuara di Selat Malaka (Tanjung Alai) (Sunarno et al. 2005). Sungai Kampar mempunyai dua anak sungai utama yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan (Siregar 1989). Salah satu bentuk badan air dari Sungai

(23)

Kampar adalah rawa banjiran (flood plain) yang merupakan habitat yang sangat sesuai untuk migrasi makan dan reproduksi ikan belida (Adjie dan Utomo 1994 in Sunarno et al. 2005). Daerah Aliran Sungai Kampar terletak antara 0o10’ LU – 0o19’

LS dan 100o38’-102o34’ BT. Perairan umum Sungai Kampar beserta rawa dan danau

yang terdapat di sepanjang aliran sungai ini merupakan salah satu sumber utama hasil ikan air tawar daerah Riau, dan memegang peran penting dalam penyediaan protein hewani terutama bagi penduduk di daerah Kabupaten Kampar yang berdiam di bagian pedalaman dan daerah lain yang berdekatan seperti Kotamadya Pekanbaru (Fauzi 1982 in Siregar 1989).

(24)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009 sampai bulan November 2009 di Daerah Aliran Sungai Kampar, Provinsi Riau. Sampel ikan diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dan tim peneliti pada 5 lokasi sampling yaitu, Waduk Kuto Panjang, Sungai Teso, Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam. Penentuan titik sampling didasarkan pada informasi banyaknya ikan belida yang tertangkap oleh nelayan di lokasi tersebut. Ikan yang tertangkap diawetkan dengan alkohol absolut, kemudian sampel dibawa untuk dianalisis di Laboratorium Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang dan Laboratorium Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 2. Lokasi penelitian

Sungai Pantai Batas WS Bengkalis Indragiri Kampar Reteh Rokan Siak Peta Lokasi Penelitian Sungai Kampar Provinsi Riau Stasiun Keterangan : 100 15' 101 30' 102 45' 104 0 45 ' 0 30 ' 1 45 ' Inset Sumber : BRPPU Palembang LANGGAM KUTO PANJANG

TESO Kuala Tolam RANTAU BARU

SUNGAI WADUK

2

(25)

Stasiun Waduk Kuto Panjang memiliki tipe substrat berpasir dan terdapat pohon yang sudah mati. Stasiun Sungai Teso perairannya berwarna coklat, memiliki substrat berpasir, dan di tepi sungai terdapat banyak tumbuhan. Untuk stasiun Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam tipe substratnya berlumpur dan warna perairan agak kecoklatan (Lampiran 1). Parameter fisika dan kimia perairan Sungai Kampar selama penelitian di kelima stasiun pengambilan ikan contoh secara umum dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kisaran nilai parameter fisika dan kimia perairan daerah aliran Sungai Kampar Parameter Kisaran Satuan WD ST LG RB KT A. Fisika 1. Suhu air oC 28,0-33,0 26,6-29,8 27,7-31,5 25,8-29,6 29-31,9 2. Kedalaman m 4,1-9,3 0,2-4,6 3,0-19,7 1,2-6,9 4,1-6,1 3. Kecerahan cm 9,0-20,0 9,9-16,5 40,0-53,3 21,7-48,0 27,5-65,8 B. Kimia 1. DO mg/l 5,5-7,3 7,6-7,9 2,3-3,5 2,4-7,9 3,6-7,4 2. pH unit 6,5-8,6 5,0-8,0 5,5-6,9 5,0-6,6 5,0-6,6

Keterangan: WD: Waduk Koto Panjang; ST: Sungai Teso; LG: Langgam; RB: Rantau Baru; KT: Kuala Tolam

3.2. Metode Kerja

3.2.1. Pengambilan ikan contoh

Pengambilan sampel ikan dilakukan setiap tiga bulan sekali yaitu pada bulan Mei, Agustus, dan November 2009 di lima lokasi sampling. Pengambilan sampel ikan belida dilakukan oleh nelayan lokal dan juga tim peneliti menggunakan alat tangkap pancing dan lukah pada stasiun Sungai Teso, serok pada stasiun Rantau Baru, sempirai pada stasiun Kuala Tolam, pancing dan lukah pada stasiun Langgam, dan Lukah pada stasiun Waduk Kuto Panjang (Lampiran 2). Ikan yang tertangkap dibawa ke daratan dan langsung diukur panjang dan bobotnya. Panjang ikan diukur menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm, sedangkan bobot ikan ditimbang dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian 1 gram. Ikan kemudian ditandai dengan Tagging Dynamo Machine berdasarkan stasiun penangkapan. Kemudian tubuh ikan belida diawetkan dengan larutan alkohol 5%, 10%, 20%, 50%, 70% secara gradual agar alkohol meresap ke dlam tubuh ikan

(26)

sehingga bagian dalam tubuh ikan tidak hancur. Selanjutnya ikan belida di analisa karakter morfometrik, meristik, dan fluktuasi asimetrik di Laboratorium Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang dan Laboratorium Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2.2. Pengamatan karakter morfologi ikan contoh di laboratorium

Alat-alat yang digunakan dalam pengamatan di laboratorium adalah alat bedah, botol sampel, penggaris dengan ketelitian 1 mm, electronic digital caliper dengan ketelitian 0,01 mm, dan tissue (Lampiran 3). Bahan-bahan yang digunakan yaitu ikan belida, alkohol, formalin 5% untuk mengawetkan insang dan aquades. Dalam pengerjaannya ikan yang telah diawetkan dicuci terlebih dahulu, kemudian diukur karakter morfometriknya menggunakan penggaris dan electronic digital caliperdan dihitung karakter meristiknya secara manual.

Penentuan karakter morfometrik-meristik dilakukan berdasarkan morfologi ikan. Galman (1987) inBrojo (1999) menentukan 12 karakter morfometrik pada ikan nila (Oreochromis niloticus) sedangkan Priyanie (2006) in Widiyanto (2008) menentukan 34 karakter morfometrik dan 13 karakter meristik pada ikan kurisi (Pristipomoides filamentosus). Hal ini menandakan tidak adanya standar tetap dalam penentuan jumlah karakter morfometrik-meristik yang akan diukur maupun dihitung pada tiap spesies ikan melainkan disesuaikan dengan morfologi ikan. Pada penelitian ini ditentukan 25 karakter morfometrik dan meristik yang didasarkan pada morfologi ikan. Karakter meristik yang dihitung dan morfometrik yang diukur dapat dilihat pada gambar 3 dan 4 serta pada tabel 3.

Tabel 3. Karakter morfometrik dan meristik

No Karakter Abreviation Keterangan 1 Panjang standar (Standard

length) SL Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan pangkal ekor 2 Jarak ke operculum

kedua (Distance to second operculum)

DSO Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan operculum kedua

3 Panjang hidung (Snout

length) SNL Jarak antara ujung bagian kepala terdepan dengan lubang hidung 4 Lebar kepala (Head width) HW Jarak lurus terbesar antara kedua keping tutup

(27)

5 Lebar antar mata

(Interorbital width) IOW Jarak lurus antara kedua mata 6 Rahang atas (Upper jaw

mouth) UJM Jarak dari ujung terdepan mulut bagian atas dengan ujung terbelakang tulang rahang atas 7 Rahang bawah (Lower jaw

mouth) LJM Jarak dari ujung terdepan mulut bagian bawah dengan ujung terbelakang tulang rahang bawah 8 Panjang pectoral (Pectoral

length) PTL Jarak dari ujung kepala sampai operculum pertama 9 Diameter mata (Eye

diameter) ED Panjang garis tengah rongga mata 10 Panjang sebelum sirip

pectoral (Prepectoral fin length)

PPFL Jarak antara ujung terdepan mulut bagian bawah dengan ujung terdepan dari sirip pectoral

11 Panjang sebelum sirip

ventral (Prepelfiv length) PPL Panjang prepelfiv, jarak antara ujung terdepan mulut dengan pangkal sirip ventral 12 Panjang sebelum sirip

anal (Pre-anal length) PAL Jarak antara ujung terdepan mulut dengan pangkal sirip anal 13 Lebar mulut (Mouth

width) MW Bukaan mulut paling lebar, jarak antara sudut sisi kiri dan kanan mulut 14 Lebar tubuh (Body width) BW Jarak paling lebar sisi kanan dan kiri tubuh ikan 15 Panjang sirip pectoral

(Pectoral fin length) PFL Jarak antara ujung sirip pectoral dengan pangkal sirip pectoral 16 Panjang sirip ventral

(Pelvic fin length) PEFL Jarak antara ujung sirip ventral dengan pangkal sirip ventral 17 Panjang sirip dorsal

(Dorsal fin length) DFL Jarak tertinggi antara ujung sirip dorsal dengan dasar sirip dorsal 18 Jumlah duri ventral

(Number of ventral spines) NVS Jumlah duri-duri pada bagian ventral di dekat kepala 19 Jumlah jari-jari sepanjang

sirip anal (Number of anal fin length rays)

NAFL Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip anal

20 Jumlah jari-jari sirip pectoral (Number of pectoral fin rays)

NPF Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip pectoral

21 Jumlah jari-jari sirip dorsal (Number of dorsal fin rays)

NDF Jumlah jari-jari keras, lemah mengeras, maupun lemah pada sirip dorsal

22 Tinggi kepala (Head depth) HD Panjang garis tegak antara pangkal kepala bagian atas dengan pangkal kepala bagian bawah 23 Lebar sirip anal (Anal fin

width) AFW Ukuran paling lebar sirip anal 24 Panjang kepala (Head

length) HL Jarak antara ujung mulut dan ujung operculum terakhir 25 Tinggi badan (Body depth) BD Jarak lurus terpanjang antara bagian atas dan

(28)

Gambar 3. Karakter morfologi ikan tampak samping

Gambar 4. Karakter morfologi ikan tampak atas

(29)

Untuk fluktuasi asimetrik, karakter morfometrik dan meristik bilateral yang diukur dan dihitung yaitu :

1. Lengkung insang terluar (Tapis insang) 2. Jari-jari sirip dada

3. Diameter mata (Diameter Panjang dan Lebar mata)

3.3. Analisis Data

Selang kelas panjang ditentukan berdasarkan Walpole (1995). Banyaknya selang kelas ditentukan oleh rumus k = 1 + 3,322 log n (n adalah banyaknya data panjang total yang diukur). Wilayah data adalah selisih antara ukuran ikan terpanjang dengan terpendek sedangkan lebar selang kelas ditentukan dengan membagi wilayah data dengan banyaknya selang kelas. Pembandingan besarnya keragaman morfologis antar lokasi dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan rata-rata koefisien keragaman (CV).

Data morfometrik dan meristik yang berasal dari metode pengukuran konvensional dianalisis menggunakan program Statistica 6.0. Untuk melihat penyebaran karakter dilakukan dengan Analisis Komponen Utama (PCA) dan Analisis Canonical, untuk melihat keeratan korelasi dengan Analisis Diskriminan. Data bobot tidak disertakan dalam analisis ini. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh akibat perbedaan ukuran sampel (Heales Polzin & Staples 1995 inImron 1998). Karakter yang mempunyai hubungan korelasi yang dekat dapat dianggap memiliki sifat-sifat yang sama ataupun berlawanan (Rachmawati 1999).

Untuk meminimalisir pengaruh perbedaan ukuran sampel, maka sebelum dilakukan analisis, seluruh hasil pengukuran panjang pada tubuh ikan yang merupakan karakter morfometrik distandarisasikan ke dalam bentuk persentase panjang standar.

3.3.1. Analisis Komponen Utama (PCA)

Analisis Komponen Utama merupakan metode statistik deskriptif yang bertujuan untuk mempresentasikan sebagian besar informasi yang terdapat dalam suatu matriks data ke dalam bentuk grafik. Berdasarkan hasil analisis dari program PCA, didapatkan suatu komponen utama yang mampu mempertahankan sebagian

(30)

besar informasi yang diukur menggunakan keragaman total dengan menggunakan sedikit komponen utama saja. Penggunaan komponen utama sering disarankan untuk digunakan dalam proses mereduksi banyaknya peubah (Sartono et al.2003). Dari hasil analisis akan didapat suatu matriks data yang nilai-nilainya menunjukkan seberapa dekat suatu karakter memiliki keterkaitan dengan karakter lainnya. Dari hasil analisis pula akan didapat penurunan satuan suatu karakter akan diikuti oleh peningkatan satuan dari karakter yang lain (Dewi 2005 in Widiyanto 2008). Selain itu, hasil plot antar komponen utama (grafik score plot) dapat digunakan untuk menentukan banyaknya pengelompokkan secara sederhana.

3.3.2. Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan adalah teknik analisis untuk mendeskripsikan, mengelompokkan dan membandingkan grup individu yang dikarakteristikkan oleh sejumlah variabel kuantitatif (Bengen 2000). Pada analisis diskriminan kita dihadapkan dengan dua permasalahan, yaitu :

a. Mendefinisikan variabel-variabel yang dapat membedakan dengan baik grup-grup individu yang terbentuk.

b. Mengenal karakteristik individu yang tidak terklasifikasi dan menemukan grupnya.

Tujuan penggunaan analisis ini antara lain, untuk menguji apakah terdapat perbedaan nyata antar beberapa grup yang ditentukan oleh sejumlah variabel kuantitatif dan mendeterminasi variabel-variabel yang paling mengkarakteristikkan perbedaan-perbedaan.

3.3.3. Analisis Kelompok (Cluster)

Analisis kelompok dimaksudkan untuk mengelompokkan ikan belida dari setiap stasiun ke dalam kelompok masing-masing dari sejumlah variabel atau karakter yang dianalisis. Teknik ini ditujukan untuk membentuk kelompok-kelompok individu yang memiliki karakteristik sama (Bengen 2000). Pada prinsipnya analisis ini menggunakan pengukuran jarak Euclidean.

(31)

3.3.4. Indeks Fluktuasi Asimetri

Pendekatan persentase asimetri dan fluktuasi asimetri dilakukan dengan cara menghitung dan membandingkan karakter morfometrik dan meristik bilateral pada sisi kiri dan kanan setiap individu ikan uji (Nurhidayat 2000). Karakter morfometrik bilateral yang diamati adalah diameter panjang dan lebar mata, sedangkan karakter meristik bilateral yang diamati adalah jumlah jari-jari sirip dada dan tapis insang pada lengkung insang bagian luar. Hasil perhitungan selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai fluktuasi asimetrinya, baik besaran maupun bilangan, dengan rumus yang dikemukakan Leary et al. (1985) sebagai berikut :

Keterangan :

FAn = fluktuasi asimetri bilangan FAm = fluktuasi asimetri besaran Xi = Jumlah karakter sisi kiri Yi = Jumlah karakter sisi kanan

Zi = Jumlah individu asimetri untuk ciri meristik tertentu n = Jumlah seluruh sampel yang diamati

Dari masing-masing karakter yang diamati dapat dicari nilai fluktuasi asimetri gabungan (Overall). Fluktuasi asimetri gabungan merupakan hasil penjumlahan nilai fluktuasi asimetri dari semua karakter morfometri dan meristik bilateral yang diamati.

Rumus : FAgab = FAn + Fam Keterangan :

FAgab = fluktuasi asimetri gabungan FAn = fluktuasi asimetri bilangan FAm = fluktuasi asimetri besaran

n

Zi

FAn

(

)

n

Yi

Xi

FAm

(

)

(32)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Tangkapan dan Komposisi Ukuran Ikan Belida

Jumlah ikan belida yang diperoleh di beberapa lokasi penangkapan ikan belida selama penelitian sebanyak 45 ekor. Ikan uji kemudian diberi kode berdasarkan stasiun atau lokasi penangkapan, yaitu KT untuk lokasi Kuala Tolam, RB untuk lokasi Rantau Baru, LG untuk lokasi Langgam, ST untuk lokasi Sungai Teso, dan WD untuk lokasi Waduk Kuto Panjang. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan belida pada setiap lokasi pengambilan ikan berbeda-beda, sehingga menyebabkan perbedaan hasil tangkapan pada setiap lokasi. Tetapi tidak menutup kemungkinan perbedaan ini juga dapat disebabkan oleh distribusi alami dari ikan tersebut. Pada stasiun Sungai Teso menggunakan alat tangkap pancing dan lukah, pada stasiun Rantau Baru menggunakan serok, sempirai pada stasiun Kuala Tolam, pancing dan lukah pada stasiun Langgam, dan Lukah pada stasiun Waduk Kuto Panjang. Jumlah tangkapan ikan belida selama penelitian berdasarkan stasiun pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

Tabel 4. Jumlah tangkapan ikan belida per stasiun penangkapan Hasil

tangkapan

Stasiun

Kuala Tolam Langgam Rantau Baru Sungai Teso Waduk Kuto Panjang

Total 4 8 19 5 9

Jumlah hasil tangkapan ikan belida tertinggi berasal dari lokasi Rantau Baru sebanyak 19 ekor sedangkan jumlah tangkapan terendah berasal dari Kuala Tolam yaitu 4 ekor. Menurut Kaswadji et al. (1995) in Rosita (2007), perbedaan hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, perbedaan jumlah upaya tangkapan (effort), tingkat keberhasilan operasi penangkapan dan keberadaan ikan itu sendiri. Dari hasil pada tabel 4 di atas dapat diduga bahwa faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah ikan d stasiun Rantau Baru dipengaruhi oleh alat tangkap. Ikan belida merupakan ikan yang berenang lambat, sehingga mudah tertangkap oleh alat tangkap serok. Selain itu, stasiun Rantau

(33)

Baru mempunyai karakteristik habitat yang disukai ikan belida yaitu perairan sungai yang banyak terdapat tempat berlindung seperti ranting-ranting kayu, karena tempat semacam ini bermanfaat pula untuk menempelkan telur-telurnya. Disamping itu, ikan belida juga menyenangi perairan yang banyak terdapat hutannya, misalnya hutan rawang, dimana ikan-ikan kecil yang merupakan makanan utama bagi ikan belida banyak juga berlindung di daerah tersebut (Adjie dan Utomo 1994). Menurut Effendie (1997) suatu spesies di alam memiliki hubungan yang sangat erat dengan makanan. Ketersediaan makanan merupakan faktor yang menentukan jumlah, pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan. Shaklee dan Tamaru (1981) in Rizal (2005) menyatakan bahwa perbedaan populasi sering ditandai dengan adaptasi lingkungan dan variabel biologis yang menandai masing-masing lokasi.

Ukuran panjang standar ikan belida yang berhasil ditangkap cukup beragam. Beragamnya ukuran ikan yang tertangkap dapat disebabkan oleh penggunaan alat tangkap yang berbeda dan kemampuan tangkap yang berbeda. Ikan belida yang tertangkap memiliki kisaran panjang standar antara 28,24 – 81,00 cm. Untuk mengetahui distribusi frekuensi panjang standar ikan belida, maka panjang standar dikelompokkan ke dalam 6 selang kelas dengan lebar kelas 8,79 cm.

Gambar 5. Histogram sebaran frekuensi ikan belida pada selang kelas ukuran panjang standar

Berdasarkan histogram selang kelas ukuran di atas, ikan belida paling banyak tertangkap pada selang ukuran 37,04 – 45,83 cm yaitu sebanyak 16 ekor dan pada selang ukuran 45,84 – 54,62 cm yaitu sebanyak 12 ekor. Sedangkan jumlah

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Fr ek u en si (ek or )

(34)

tangkapan yang paling sedikit terdapat pada selang ukuran 72,22 – 81,00 cm yaitu sebanyak 2 ekor dan 28,24 – 37,03 cm yaitu sebanyak 1 ekor. Dari histogram di atas, walaupun jumlah tangkapan paling sedikit terdapat pada selang 28,24 – 37,03 cm, dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran ikan belida maka semakin kecil frekuensi ikan belida yang tertangkap. Menurut Soumakil (1996) inMakmur (2003) ukuran ikan berbanding terbalik dengan jumlahnya, semakin besar ukuran ikan jumlah tangkapan cenderung semakin sedikit begitu juga sebaliknya.

Tabel 5. Distribusi ukuran tangkapan setiap stasiun

stasiun Panjang (X + SD) (cm) Berat (X + SD)(gram) KT 42.74 - 68.61 623.21 - 3608.79 LG 43.83 - 61.90 574.51 - 1687.99 RB 38.38 - 51.60 440.42 - 1390.58 ST 34.55 - 62.06 46.01 - 2393.99 WD 53.10 - 72.19 1151.59 - 3970.63

Untuk distribusi panjang dan berat ikan dapat dilihat pada tabel 5. Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kisaran distribusi ukuran ikan terbesar baik panjang maupun berat berada pada stasiun Waduk Kuto Panjang, yaitu dengan kisaran panjang 53,10 – 72,19 cm dan berat 1151,59 – 3970,63 gram. Dilihat dari hasil tersebut dapat diduga bahwa stasiun Waduk Kuto Panjang mempunyai karakteristik habitat yang baik dan terdapat ketersediaan makanan yang cukup untuk pertumbuhan ikan belida baik panjang maupun berat. Menurut Effendie (1997), besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia di perairan tersebut. Kemudian, adanya makanan yang tersedia dalam perairan amat dipengaruhi pula oleh kondisi biotik (jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, mudah atau tidaknya mendapatkan makanan, lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi tersebut) dan abiotik (suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan) yang terdapat di dalam lingkungan.

4.2. Sebaran Populasi dan Karakter 4.2.1. Analisis Komponen Utama (PCA)

Analisis Komponen Utama (AKU) atau Principal Component Analysis (PCA) digunakan untuk mereduksi banyaknya peubah (variabel) yang digunakan dalam

(35)

sejumlah data hingga mendapatkan suatu komponen utama yang dapat menggambarkan sebagian besar informasi yang diukur menggunakan keragaman total yang terkandung di dalam sejumlah variabel. Hasil PCA terhadap matrik korelasi data karakter morfometrik dari 45 spesimen dan 20 karakter, menghasilkan ragam pada komponen utama 1 dan 2 masing-masing sebesar 37,44% dan 10,70% dengan total ragam yang dijelaskan dari kedua komponen tersebut sebesar 48,14% sedangkan hasil PCA terhadap matrik korelasi data karakter meristik dari 45 spesimen dan 4 karakter, menghasilkan ragam pada komponen utama 1 dan 2 masing-masing sebesar 42,15% dan 24,10% dengan total ragam yang dijelaskan dari kedua komponen tersebut sebesar 66,25%. Karena total ragam yang dapat dijelaskan kedua komponen utama dari hasil PCA karakter morfometrik maupun meristik sangat kecil, maka kedua komponen utama tersebut tidak mampu memberikan atau mempertahankan sebagian besar informasi yang diukur, sehingga tidak bisa digunakan untuk melihat sebaran populasi dan karakter ikan belida. Dengan demikian, sebaran populasi dan karakter ikan belida diolah lebih lanjut menggunakan analisis diskriminan untuk menentukan karakter morfometrik dan meristik dominan yang paling berpengaruh dalam persebaran populasi ikan belida di Sungai Kampar.

4.2.2. Analisis Diskriminan a. Sebaran Karakter Morfometrik

Sebaran karakter morfometrik individu kelima populasi ikan belida secara umum menunjukkan hubungan kekerabatan populasi ikan belida tersebut cukup erat antara satu dengan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah himpitan dari kelima populasi ikan belida yang diamati. Secara umum populasi Kuala Tolam (KT) lebih dominan mengumpul pada sebelah kiri atas garis axis X, populasi Langgam (LG) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan atas dan kiri atas garis axis Y, populasi Rantau Baru (RB) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kiri bawah garis axis Y, populasi Sungai Teso (ST) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X, dan populasi Waduk Kuto Panjang (WD) lebih doniman mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X. Sebaran karakter morfometrik kelima

(36)

populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Sebaran karakter morfometrik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan

Pada grafik hasil analisis karakter morfometrik, terlihat bahwa terjadi pengelompokkan yang nyata pada populasi ikan belida di setiap stasiun. Pengelompokkan ini diduga disebabkan adanya perbedaan karakteristik habitat dan kondisi lingkungan pada lima stasiun tersebut. Adanya daerah himpitan dari kelima pengelompokan ikan belida yang diamati menunjukkan bahwa ikan belida tersebut berasal dari sumber genetik induk yang sama yang mengalami perubahan akibat adanya perbedaan lingkungan masing-masing populasi (Saputra, 2005). Menurut Mayr (1970) in Wibowo et al. (2007) terbentuknya beberapa kelompok populasi pada ikan belida pada lokasi studi, diduga disebabkan karena faktor lingkungan dan genetik. Populasi ikan belida yang dahulu merupakan satu populasi, kemudian menjadi populasi yang terpisah dan terisolasi di antara Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa karena naiknya permukaan air laut. Populasi yang terisolasi kemudian mengalami perubahan genotip dan atau fenotip, khususnya sifat adaptif yang berkembang melalui seleksi alam yang berbeda sebagai respon kondisi lingkungan yang berbeda pada daerah yang secara geografi terpisah.

Root 1 vs. Root 2 KT LG RB ST WD -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 Root 1 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 R oo t 2

(37)

Selanjutnya pengaruh lingkungan, seleksi dan genetik pada tahap ontogeny individu menyebabkan perbedaan morfometrik di dalam suatu spesies (Poulet et al. 2005 inWibowo et al.2007).

Berdasarkan hasil analisis diskriminan didapatkan 13 karakter morfometrik dominan yang berpengaruh dalam persamaan fungsi diskriminan dalam menentukan pengelompokan populasi ikan belida berdasarkan kesamaan karakter morfologis dan secara signifikan memberikan kontribusi pada multivariat diskriminan dari kelima populasi yang diamati. Karakter tersebut yaitu PAL (Pre-anal length), MW (Mouth width), UJM (Upper jaw mouth), ED (Eye diameter), HW (Head width), BW (Body width), PEFL (Pelvic fin length), PPFL (Prepectoral fin length), BD (Body Depth), SNL (Snout length), PPL (Prepelfiv length), HL (Head length), DSO (Distance to second operculum). Berdasarkan nilai Partial Wilks Lambda pada hasil analisis diskriminan karakter morfometrik (Lampiran 4), didapatkan hasil bahwa karakter yang memberikan kostribusi paling besar adalah PEFL (Pelvic fin length). Karena semakin kecil nilai Partial Wilks Lambda maka semakin besar daya diskriminatif suatu karakter atau variabel.

b. Sebaran Karakter Meristik

Sebaran karakter meristik individu kelima populasi ikan belida secara umum menunjukkan hubungan kekerabatan populasi ikan belida tersebut cukup erat antara satu dengan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah himpitan dari kelima populasi ikan belida yang diamati. Secara umum populasi Kuala Tolam (KT) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X, populasi Langgam (LG) lebih dominan mengumpul pada sebelah kiri bawah dan kiri atas garis axis X, populasi Rantau Baru (RB) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan kanan atas garis axis X, populasi Sungai Teso (ST) lebih dominan mengumpul pada sebelah kanan bawah dan Kiri bawah garis axis Y, dan populasi Waduk Kuto Panjang (WD) lebih doniman mengumpul pada sebelah kiri bawah dan kiri atas garis axis X. Sebaran karakter meristik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan dapat dilihat pada gambar 7. Adanya variasi karakter meristik ini dapat terjadi karena umur dan ukuran sampel ikan belida bervariasi. Bailey dan

(38)

Gosline (1995) menyatakan bahwa perbedaan meristik diantara populasi ikan mungkin saja dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan, atau keduanya. Berbagai penelitian telah mengidentifikasi perbedaan karakter meristik karena pengaruh lingkungan seperti cahaya, temperatur dan kandungan oksigen terlarut dari periode pembuahan sampai pembukaan telur (Tanning, 1955inWibowo et al. 2007). Fowler (1970) in Wibowo et al. (2007) menambahkan perubahan karakter meristik mungkin saja terjadi selama perkembangan awal yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, cahaya dan substansi terlarut.

Gambar 7. Sebaran karakter meristik kelima populasi ikan belida berdasarkan hasil analisis diskriminan

Walaupun terdapat variasi karakter meristik, pada gambar 7 tidak terlihat adanya pengelompokan populasi yang nyata. Hal ini mengindikasikan adanya persamaan karakter pada populasi tersebut. Hadie et al.(2002) menyatakan bahwa ukuran bagian tubuh tertentu perkembangannya tidak dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan beberapa ukuran tubuh lainnya berkembang sesuai dengan stress lingkungan di tempat hidupnya. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa di setiap lokasi, variabel tertentu tumbuh dalam laju yang berbeda yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dalam hal ini persamaan ukuran variabel merupakan

Root 1 vs. Root 2 KT LG RB ST WD -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 Root 1 -2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 R o o t 2

(39)

gejala percampuran antar masing-masing lokasi melalui percampuran gen masa lalu (Rizal 2005). Menurut Strauss dan Bond (1990) terdapat perbedaan mendasar antara ciri morfometrik dan meristik, yaitu ciri meristik lebih stabil jumlahnya selama pertumbuhan setelah ukuran tubuh yang mantap tercapai, sedangkan katrakter morfometrik berubah secara kontinu sejalan ukuran dan umur.

Berdasarkan hasil analisis diskriminan 4 karakter meristik didapatkan 3 karakter meristik dominan yang secara signifikan memberi konstribusi pada multivariat diskriminan dari kelima populasi yang diamati dan berpengaruh dalam persamaan fungsi diskriminan dalam menentukan pengelompokan populasi ikan belida berdasarkan kesamaan karakter morfologis, yaitu NVS (Number of ventral spines), NPF (Number of pectoral fin rays) dan NDF (Number of dorsal fin rays). Berdasarkan nilai Partial Wilks Lambda pada hasil analisis diskriminan karakter meristik (Lampiran 4), didapatkan hasil bahwa karakter yang memberikan kostribusi paling besar adalah NDF (Number of dorsal fin rays). Karena semakin kecil nilai Partial Wilks Lambda maka semakin besar daya diskriminatif suatu karakter atau variabel.

c. Keeratan Korelasi dan Klasifikasi

Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel-variabel yang ada. Analisis korelasi dilakukan bila data hasil pengamatan terdiri dari banyak variabel dan perlu untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel itu terjadi (Sudjana 1986 in Suci 2007). Nilai koefisien korelasi dapat berkisar dari -1,00 sampai 1,00. Nilai -1,00 menyatakan korelasi negatif yang sempurna, sementara nilai 1,00 merupakan korelasi positif yang sempurna. Nilai 0,00 menyatakan kurangnya korelasi. Berdasarkan hasil analisis diskriminan karakter morfometrik kelima populasi yang diamati terdapat variasi korelasi, baik korelasi positif, korelasi negatif, maupun kurangnya korelasi. Nilai korelasi positif tertinggi pada pada populasi ikan belida secara keseluruhan diperoleh antara PAL (Pre-anal length) dengan PPL (Prepelfiv length) dengan korelasi sebesar 0,95 dan korelasi positif terendah antara SNL (Snout length) dengan PEFL (Pelvic fin length), PAL (Pre-anal length) dan BW (Body width) dengan AFW (Anal fin width) dengan korelasi sebesar 0,01. Nilai korelasi negatif

(40)

Tabel 6. Matrik korelasi karakter morfometrik individu dari 5 populasi ikan belida

DSO SNL HW IOW UJM LJM PTL ED PPFL PPL PAL BW PFL PEFL DFL HD AFW HL BD MW DSO 1.00 SNL 0.17 1.00 HW 0.21 0.08 1.00 IOW 0.34 0.67 0.12 1.00 UJM 0.79 0.11 0.20 0.24 1.00 LJM 0.48 0.28 0.22 0.34 0.66 1.00 PTL 0.78 0.33 0.24 0.40 0.75 0.67 1.00 ED 0.21 0.47 0.10 0.67 0.20 0.22 0.20 1.00 PPFL 0.76 0.38 0.23 0.42 0.72 0.51 0.75 0.22 1.00 PPL 0.59 0.35 0.11 0.56 0.55 0.48 0.54 0.44 0.52 1.00 PAL 0.54 0.23 0.04 0.46 0.50 0.44 0.49 0.43 0.47 0.95 1.00 BW 0.37 0.36 0.14 0.15 0.30 0.37 0.49 -0.01 0.51 0.12 0.11 1.00 PFL 0.56 0.24 0.00 0.31 0.52 0.33 0.57 0.23 0.55 0.44 0.42 0.17 1.00 PEFL 0.25 0.01 0.24 0.17 0.08 -0.15 0.16 -0.06 0.39 0.13 0.11 0.19 0.24 1.00 DFL 0.30 0.15 -0.26 0.13 0.28 0.14 0.33 0.32 0.22 0.28 0.31 0.16 0.63 0.00 1.00 HD 0.39 0.45 -0.04 0.27 0.38 0.37 0.45 0.04 0.56 0.29 0.25 0.37 0.42 0.32 -0.06 1.00 AFW -0.06 -0.08 0.35 0.23 -0.03 0.27 0.17 0.02 -0.06 -0.02 0.01 0.01 -0.06 0.02 -0.21 -0.20 1.00 HL 0.86 0.21 0.32 0.32 0.81 0.51 0.74 0.27 0.81 0.57 0.53 0.35 0.56 0.36 0.18 0.57 -0.13 1.00 BD 0.09 -0.30 0.16 -0.11 0.11 -0.08 0.00 -0.30 -0.18 0.08 0.07 -0.08 0.19 0.08 -0.11 -0.04 0.23 0.13 1.00 MW 0.36 0.53 0.31 0.40 0.42 0.51 0.54 0.16 0.55 0.21 0.13 0.47 0.27 -0.17 0.02 0.32 0.13 0.34 -0.20 1.00 26

(41)

tertinggi diperoleh antara SNL (Snout length) dan ED (Eye diameter) dengan BD (Body Depth) dengan korelasi sebesar -0,30 dan korelasi negatif terendah antara ED (Eye diameter) dengan BW (Body width) dengan korelasi sebesar -0,01. Serta terdapat karakter dengan korelasi 0,00 yaitu antara HW (Head width) dengan PFL (Pectoral fin length), BD (Body Depth) dengan PTL (Pectoral length) dan PEFL (Pelvic fin length) dengan DFL (Dorsal fin length).

Nilai korelasi positif menunjukkan hubungan yang searah diantara kedua karakter tersebut. Jika pada salah satu karakter terjadi pertambahan maupun pengurangan ukuran panjang, maka karakter yang berkorelasi positif dengan karakter tersebut juga akan bertambah maupun berkurang ukuran panjangnya. Sedangkan nilai korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan diantara kedua karakter yang berkorelasi tersebut. Jika salah satu karakter mengalami pertambahan ukuran panjang, maka karakter yang berkorelasi negatif dengan karakter tersebut akan mengalami pengurangan ukuran panjang, demikian juga sebaliknya (Hadi 1976 inSuci 2007). Brojo (1999) menyatakan bahwa keeratan korelasi positif maupun negatif dapat menunjukkan karakter tersebut dapat diwakili oleh salah satu karakter yang berkorelasi tinggi. Korelasi positif menurut Rachmawati (1999), menunjukan adanya karakter yang berhubungan erat atau suatu karakter bergantung pada karakter yang lain. Matrik korelasi karakter morfometrik individu dari 5 populasi ikan belida dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 7. Hasil Klasifikasi Fungsi Diskriminan Asal

lokasi

Klasifikasi

KT LG RB ST WD Total

jumlah % jumlah % jumlah % jumlah % jumlah % jumlah %

KT 3 75 0 0 1 25 0 0 0 0 4 100

LG 6 75 0 0 0 0 0 0 2 25 8 100

RB 18 95 0 0 0 0 0 0 1 5 19 100

ST 4 80 0 0 0 0 0 0 1 20 5 100

WD 9 100 0 0 0 0 0 0 0 0 9 100

Tabel 7 menunjukkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan yang terbentuk, hal ini mengindikasikan seberapa besar model diskriminan yang ada dapat mengklasifikasi sampel uji. Pada data awal 4 sampel ikan yang berasal dari Kuala

(42)

Tolam (KT), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 3 (75%) spesimen tetap berada pada kelompok Kuala Tolam (KT) sedangkan 1 (25%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Rantau Baru (RB). Pada data awal 8 sampel ikan yang berasal dari Langgam (LG), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 6 (75%) spesimen tetap berada pada kelompok Langgam (LG) sedangkan 2 (25%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Pada data awal 19 sampel ikan yang berasal dari Rantau Baru (RB), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 18 (95%) spesimen tetap berada pada kelompok Rantau Baru (RB) sedangkan 1 (5%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Pada data awal 5 sampel ikan yang berasal dari Sungai Teso (ST), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 4 (80%) spesimen tetap berada pada kelompok Sungai Teso (ST) sedangkan 1 (20%) spesimen teridentifikasi menjadi kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Sedangkan pada data awal 9 sampel ikan yang berasal dari Waduk Kuto Panjang (WD), didapatkan hasil klasifikasi fungsi diskriminan sebanyak 9 (100%) spesimen tetap teridentifikasi berada pada kelompok Waduk Kuto Panjang (WD). Total ketepatan klasifikasi model diskriminan yang terbentuk sebesar 89 % (Lampiran 5). Dengan demikian model diskriminan yang terbentuk memiliki ketepatan tingkat prediksi yang tinggi, sehingga dapat digunakan untuk mengklasifikasi sampel ikan belida. Dalam pengklasifikasian berdasarkan fungsi diskriminan yang diperoleh menerangkan bahwa seluruh sampel ikan belida dapat diklasifikasikan ke dalam 5 kelompok populasi yang ada. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan karakter morfologis yang jelas dari kelima populasi ikan belida di Sungai Kampar. Hal ini dapat diduga terjadi akibat adanya persamaan dan perbedaan kondisi ekologis maupun geografis antara kelima lokasi pengambilan ikan belida.

4.3. Analisis Kelompok (Cluster Analysis)

Analisis Kelompok atau juga sering disebut analisis jarak genetik digunakan untuk melihat jauh dekatnya matrik jarak genetik dari masing-masing populasi ikan yang diamati (Hidayat 2007). Analisis kelompok bertujuan untuk membentuk kelompok-kelompok individu atau populasi yang memiliki karakteristik yang

(43)

sama (Bengen 2000). Jarak genetik diantara populasi ikan belida terbentuk berdasarkan matriks Jarak Mahalanobis yang didapat dari hasil analisis diskriminan (Lampiran 5). Semakin kecil jarak antar dua variabel, maka semakin dekat kemiripan antar variabel satu sama lain.

Gambar 8. Jarak kelompok ikan belida

Berdasarkan hasil analisis jarak kelompok terlihat bahwa pada dasarnya kelima populasi ikan belida cenderung memiliki kemiripan karakter morfometrik karena nilai matriks jarak berkisar antara 0,63 – 2,86. Hal ini mengindikasikan bahwa populasi yang digunakan merupakan kelompok populasi yang mempunyai jarak genetik yang dekat, berasal dari populasi dengan sumber genetik yang hampir sama. Bila melihat hasil dari pengelompokan berdasarkan jarak Euclidean yang terbentuk, terlihat bahwa terjadi pemisahan kelompok antara populasi ikan belida Waduk Kuto Panjang (WD) dan Sungai Teso (ST) dengan stasiun Rantau Baru (RB) dan Kuala Tolam (KT), sedangkan stasiun Langgam (LG) memiliki jarak kelompok yang bediri sendiri ataupun dekat dengan keduanya. Hasil ini diduga disebabkan adanya perbedaan dan kesamaan kondisi lingkungan dan karakteristik perairan pada kelima stasiun tersebut. Defira (2004) menyatakan bahwa karakter morfologi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat hidupnya. Faktor

Tree Diagram for 5 Cases Complete Linkage Euclidean distances 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 Linkage Distance WD ST LG RB KT

(44)

lingkungan selain banyak berpengaruh terhadap fisiologi ikan, juga mempengaruhi variasi morfologi ikan. Variasi morfologi ini dapat terjadi pada individu-individu dalam satu spesies yang hidup dalam kondisi lingkungan yang berbeda. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap terjadinya variasi morfologi adalah faktor fisik, terutama arus (Nuryanto 2001). Pada stasiun Waduk Kuto Panjang (WD) dan Sungai Teso (ST) memiliki karakteristik substrat perairan yang berpasir. Sedangkan pada stasiun Rantau Baru (RB), Kuala Tolam (KT), dan Langgan (LG) memiliki karakteristik substrat perairan yang berlumpur, akan tetapi pada stasiun Langgam (LG) yang merupakan bagian tengah sungai memiliki kedalaman rata-rata yang lebih dalam atau besar dibandingkan dengan keempat stasiun lainnya. Adanya perbedaan dan kesamaan karakteristik substrat dan kedalaman di kelima stasiun tersebut dapat menyebabkan terjadinya perbedaan dan kesamaan kecepatan arus pada lima stasiun pengamatan. Dari uraian tersebut dapat diduga bahwa stasiun WD dengan ST dan RB dengan KT memiliki kecepatan arus rata-rata yang relatif sama serta memiliki kecepatan arus rata-rata yang relatif berbeda pada kelompok stasiun WD dan ST dengan RB dan KT. Sedangkan stasiun LG memiliki kecepatan arus rata-rata yang relatif berbeda dengan kedua kelompok tersebut. Maka, adanya variasi ukuran beberapa bagian atau karakter pada ikan belida yang sebenarnya satu spesies, diduga sebagai variasi yang merupakan hasil adaptasi terhadap kondisi lingkungan perairan seperti substrat dasar sungai, kedalaman, dan lebar sungai yang dapat menyebabkan adanya perbedaan kecepatan arus di kelima lokasi pengambilan ikan belida. Menurut Ehlinger (1991) inNuryanto (2001) variasi bentuk dan ukuran pada ikan dapat dihasilkan oleh pengaruh lingkungan, terutama arus. Lowe-McConnell (1975) in Nuryanto (2001) menyatakan bahwa peningkatan keragaman tubuh ikan ditentukan oleh penurunan kemiringan dasar sungai dan kenaikan arus air.

Turan et al.(2004) menyatakan bahwa faktor lingkungan dapat menyebabkan perubahan fenotip pada ikan. Sifat plastisitas yang dimiliki ikan membuat mereka dapat memberi tanggapan secara adaptif pada perubahan lingkungan dan kondisi lingkungan yang ada dengan cara melakukan modifikasi fisiologi dan perilaku mereka. Hal ini akan membawa perubahan morfologi, reproduksi atau kemampuan bertahan hidup yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan (Jawad 2001). Selain itu, adanya tingkat isolasi yang cukup dengan wilayah geografis yang

Gambar

Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis)                                   (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009)
Tabel 1.  Keadaan  kondisi  fisika  dan  kimia  perairan yang banyak  ditemukan  ikan     belida (Chitala lopis)
Gambar 2. Lokasi penelitian
Tabel 2.  Kisaran  nilai  parameter  fisika  dan kimia perairan  daerah  aliran  Sungai Kampar Parameter Kisaran Satuan WD ST LG RB KT A
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisa terhadap organ ikan yaitu insang dan ginjal, sebagian menunjukkan nilai yang meningkat dari stasiun 1 (hulu) sampai stasiun 3 (hilir), peningkatan pada

Tujuan penelitian yaitu untuk meneliti aspek reproduksi ikan Lais Panjang Lampung (K. apogon) yang mencakup perkembangan gonad, indeks kematangan gonad, nisbah

Dari hasil pe- nelitian yang dilakukan pada bulan Mei dan Juni 2015 di sungai Saddang dari hulu sampai ke hilir di dibagi atas 5 stasiun sampling, di dapatkan 2 jenis

Tetapi pada stasiun I di desa Mentulik sungai Kampar Kiri jenis makanan ikan Belontia hasselti dan arthropoda tidak ditemukan, sedangkan pada stasiun II desa

Ikan lais sampai saat ini masih berstatus liar, biasa hidup di ekosistem sungai rawa banjiran, bernilai ekonomis tinggi, namun belum dikembangbiakkan dalam skala budidaya. Produksi

Hasil pengamatan diharapkan dapat digunakan sebagai bagian dari bahan kebijakan pengelolaan ikan belida di perairan umum, khususnya di Sungai Kampar..