KAJIAN BIOEKOLOGI DALAM RANGKA
MENENTUKAN ARAH PENGELOLAAN IKAN BELIDA
(
Chitala lopis
Bleeker 1851
)
DI SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU
ARIF WIBOWO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Kajian Bioekologi dalam Rangka
Menentukan Arah Pengelolaan Ikan Belida (Chitala Lopis Bleeker 1851) di Sungai
Kampar, Provinsi Riau adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi.
Bogor, Juni 2011
KAJIAN BIOEKOLOGI DALAM RANGKA
MENENTUKAN ARAH PENGELOLAAN IKAN BELIDA
(
Chitala lopis
Bleeker 1851
)
DI SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU
ARIF WIBOWO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Kajian Bioekologi dalam Rangka
Menentukan Arah Pengelolaan Ikan Belida (Chitala Lopis Bleeker 1851) di Sungai
Kampar, Provinsi Riau adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi.
Bogor, Juni 2011
ABSTRACT
ARIF WIBOWO. Bioecology Study to Determine The Course of Giant Featherback
Management (Chitala lopis Bleeker 1851) In Kampar River, Riau Province). (Under the
guidance: RIDWAN AFFANDI, KADARWAN SOEWARDI and SUDARTO).
Research on bioecology to determine the course of giant featherback management (Chitala lopis bleeker 1851) in Kampar River, Riau Province was conducted from May 2009 until November 2010. Research objectives were examined bioecology aspects of giant featherback (structure and health status of giant featherback populations reviewed from population biology, diets, growth, reproduction and habitat) and formulated concepts and strategies for giant featherback management. The study was conducted using survey and purposive sampling method. Giant featherback specimens were collected from five stations sampling in Kampar River, as a comparison, samples from Barito River (South Kalimantan Province), Penyak River (Bangka-Belitung Province), Mahakam River (East Kalimantan Province) and Indragiri Hilir (Riau Province) were also collected for population genetic analysis.
The results reveal that giant featherback in Kampar River Riau Province identified as Chitala Lopis and fragmented in two population units. Morphological characteristics of giant featherback showed phenotypic plasticity and they can not be used to identify unit of population. Kampar River giant featherback classified as carnivorous fish with isometric growth type both male and female. These fishes were matured yearlong in all five sampling stations whereas rainy season as the peak of spawning season. The average size of male giant featherback first maturity is 646.6 mm and 683.5 mm for female. Female giant featherback has a relatively small fecundity which is ranged from 442-11972 eggs. Kuala Tolam Station represents the highest value of environment index for giant featherback specises meanwhile Teso and Rantau Baru as the lowest ones.
The strategies of Kampar River giant featherback management are restocking
policies in Kuala Tolam, Langgam and Kutopanjang. Translocations population should be conducted on Teso and Rantau Baru populations with Kutopanjang and Langgam as the source populations.The captured sizes of male giant featherback should be more than 646.6 mm, these imply on modification giant featherback fishing gear such as distance between timber in lukah fishing gear minimum 3.8 cm, the size of net and scoop nets on the appliance sempirai at least 10 cm and the minimum size of fish bait is 3 cm. The giant featherback fishing activities could be conducted throughout the year except in November. In fishing control, Teso, Langgam, Rantau Baru and Kuala Tolam Station should be treated as the targets for restraint in fishing activities meanwhile Kutopanjang Station is suitable for intensively giant featherback fishing. Recommendations habitat restoration policies were aimed at Teso and Rantau Baru Station related to restriction on gold mine activities in upper stream of Teso, reshape river, restriction on floating aquaculture in Rantau Baru and reforestation of riparian vegetation in Teso and Rantau Baru Station.
RINGKASAN
ARIF WIBOWO. Kajian Bioekologi dalam Rangka Menentukan Arah Pengelolaan Ikan
Belida (Chitala Lopis Bleeker 1851) di Sungai Kampar, Provinsi Riau. (Dibawah
bimbingan: RIDWAN AFFANDI, KADARWAN SOEWARDI dan SUDARTO).
Penelitian tentang kajian bioekologi dalam rangka menentukan arah pengelolaan
ikan belida (Chitala Lopis Bleeker 1851) di Sungai Kampar, Provinsi Riau telah
dilakukan. Penelitian bertujuan untuk mengkaji aspek bioekologi ikan belida (struktur dan status kesehatan populasi ikan belida di tinjau dari biologi populasi, makanan, pertumbuhan, reproduksi dan habitat) dan merumuskan pengelolaan ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau. Penelitian dilakukan dari bulan Mei 2009 sampai dengan
November 2010, menggunakan metode survei dan purposive sampling. Lokasi
pengambilan sampel ikan belida untuk analisis bioekologi adalah di Sungai Kampar Provinsi Riau. Sebagai pembanding, dilakukan pengambilan sampel ikan belida di Sungai Indragiri Hilir (Provinsi Riau), Sungai Penyak (Provinsi Bangka Belitung), Sungai Mahakam (Provinsi Kalimantan Timur) dan Sungai Barito (Kalimantan Selatan) khususnya untuk analisis genetika populasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan aspek bioekologi, ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau, teridentifikasi ke dalam kelompok spesies
Chitala lopis dan terdiri dari dua unit populasi, yaitu populasi bagian hilir dan populasi bagian hulu, pH perairan diindikasikan menjadi pembatas penyebaran. Karakter morfologis (morfometrik dan meristik) ikan belida Sungai Kampar memperlihatkan pola heterogenitas berdasarkan lokasi geografis (plastisitas fenotipe) dan tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi unit populasi. Keragaman genetik terbesar ikan belida Sungai Kampar terdapat di populasi bagian hilir (Stasiun Kuala Tolam). Ikan belida Sungai Kampar secara genetik berbeda dengan dengan ikan belida di Sungai Indragiri, Penyak, Mahakam dan Barito. Ikan belida merupakan ikan karnivora berdasarkan makanan dan struktur pencernaannya. Makanan ikan belida secara umum terdapat 8 kelompok jenis organisme makanan dengan ikan sebagai makanan utama. Persentase masing-masing kelompok makanan ikan belida bervariasi tergantung pada jenis kelamin, kelompok ukuran, musim, tingkat kematangan gonad dan stasiun pengambilan sampel. Persentase ikan belida betina mengkonsumsi krustasea (udang) relatif lebih besar dibandingkan ikan belida jantan dan ada kecenderungan persentase konsumsi krustasea yang meningkat dengan semakin besar ukuran ikan belida. Secara umum konsumsi krustasea memiliki persentase yang tinggi pada musim kemarau dan saat matang gonad. Luas relung pada ikan belida berkaitan dengan ukuran ikan, semakin besar ukuran ikan belida maka makanannya semakin seragam dan semakin kecil ukuran ikan maka makanannya semakin beragam. Ikan belida Sungai Kampar memiliki tipe pertumbuhan isometrik, baik ikan belida jantan maupun betina. Ikan belida betina relatif lebih gemuk dan memiliki nilai faktor kondisi relatif lebih tinggi dibandingkan ikan belida jantan, namun pertambahan panjang tubuhnya lebih lambat dibandingkan ikan belida jantan. Ikan
belida kelompok ukuran sedang (611 – 750 mm) memiliki nilai faktor kondisi tertinggi
sampel dengan puncak pemijahan pada musim hujan (Oktober, November, Desember dan Januari). Ukuran rata-rata ikan belida betina pertama matang gonad adalah 683.5 cm
dengan fekunditas berkisar antara 442 – 11972 butir telur sedangkan ukuran rata-rata ikan
belida jantan matang gonad adalah 646.6 mm. Pengamatan kualitas lingkungan perairan mengungkapkan Stasiun Kuala Tolam memiliki nilai indeks kualitas lingkungan perairan yang terbaik sedangan Stasiun Teso dan Rantau Baru memiliki nilai indeks kualitas lingkungan perairan yang paling buruk. Kompilasi penilaian tingkat kesehatan populasi dan kondisi habitat memperlihatkan, Stasiun Kutopanjang memiliki nilai tingkat kesehatan populasi yang paling baik sedangkan Stasiun Kuala Tolam memiliki nilai kondisi habitat yang paling baik. Stasiun Teso dan Stasiun Rantau Baru memiliki nilai tingkat kesehatan populasi dan nilai kondisi habitat yang paling buruk.
Pengelolaan ikan belida di Sungai Kampar diarahkan pada perbaikan atau konservasi populasi dan habitat. Perbaikan atau konservasi populasi terkait dengan
kebijakan restocking, translokasi dan pengendalian penangkapan (lokasi, musim dan
ukuran ikan yang ditangkap). Kebijakan restocking dilakukan pada populasi ikan belida
di Kuala Tolam, Langgam dan Kutopanjang sedangkan transplantasi ditujukan pada populasi ikan belida di Teso dan Rantau Baru, ikan belida yang ditrasplantasikan harus berasal dari populasi ikan belida Kutopanjang dan Langgam yang masih satu populasi. Penangkapan ikan belida harus dilakukan pembatasan di Teso, Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam, khususnya pada bulan November yang merupakan puncak musim pemijahan, sedangkan untuk Stasiun Kutopanjang tidak diperlukan pembatasan penangkapan. Ukuran ikan belida yang boleh ditangkap adalah lebih besar dari 646.6 mm, sehingga alat tangkap yang digunakan harus dimodifikasi yang memungkinkan ikan belida yang memiliki ukuran kurang dari 646.6 mm bisa melepaskan diri. Alat tangkap lukah yang menyerupai kandang, harus memiliki jarak antara kayu lebih besar dari 3.8 cm, ukuran mata jaring/jala pada alat jaring serok dan sempirai minimal 10 cm dan
ukuran umpan yang digunakan ≥ 3 cm. Perbaikan atau konservasi habitat terkait dengan penetapan wilayah konservasi dan rekomendasi perbaikan habitat. Penetapan wilayah konservasi ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau berada di Stasiun Kuala Tolam (bagian hilir). Rekomendasi perbaikan habitat ditujukan pada Stasiun Teso dan Stasiun Rantau Baru. Rekomendasi perbaikan habitat tersebut berupa pelarangan penambangan emas dan pengembalian alur sungai di hulu Teso, pembatasan keramba di Rantau Baru dan penghijauan tanaman riparian di Teso dan Rantau Baru.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
KAJIAN BIOEKOLOGI DALAM RANGKA
MENENTUKAN ARAH PENGELOLAAN IKAN BELIDA
(
Chitala lopis
Bleeker 1851
)
DI SUNGAI KAMPAR, PROVINSI RIAU
ARIF WIBOWO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi:
1. Dr. Ir. Endhay Kusnendar, M.S
Judul Disertasi : Kajian Bioekologi dalam Rangka Menentukan Arah
Pengelolaan Ikan Belida (Chitala Lopis Bleeker 1851) di
Sungai Kampar, Provinsi Riau.
Nama Mahasiswa : Arif Wibowo
NRP : C261070071
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Disetujui
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA Ketua
Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi Dr. Ir. Sudarto, M.Sc
Anggota Anggota
Mengetahui,
2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
i
KATA PENGANTAR
Disertasi ini berisi Kajian Bioekologi dalam Rangka Menentukan Arah
Pengelolaan Ikan Belida (Chitala Lopis Bleeker 1851) di Sungai Kampar, Provinsi Riau.
Ikan belida adalah ikan asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan sebagai ikan budaya. Salah satu sungai di Indonesia yang memiliki populasi ikan belida yang masih banyak dan memiliki semua tipe habitat ikan belida adalah Sungai Kampar, Provinsi Riau. Laju penangkapan yang tinggi dan degradasi habitat menyebabkan populasi ikan belida di alam memperlihatkan tren yang menurun dari tahun ke tahun. Untuk menghindari kepunahan dan menjaga kelestarian ikan belida Sungai Kampar maka dilakukanlah penelitian ini yang bertujuan untuk mengkaji aspek bioekologi ikan belida (struktur dan status kesehatan populasi ikan belida di tinjau dari biologi populasi, makanan, pertumbuhan, reproduksi dan habitat) dan merumuskan pengelolaan ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau
Disertasi ini dibiayai oleh Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang, Balitbang Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui DIPA Tahun 2009 dan DIPA Tahun 2010. Disertasi ini dapat diselesaikan berkat bantuan berbagai pihak.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA., Bapak Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi dan Bapak Dr. Ir. Sudarto, M.Sc., selaku pembimbing yang telah banyak memberikan petunjuk, saran, bimbingan dan arahan demi selesainya disertasi ini. Terima kasih disampaikan pula kepada Bapak Dr. Achmad Farajallah, M.Si atas bantuan, koreksi, diskusi dan saran kepada penulis. Secara khusus terima kasih disampaikan kepada Bapak Suharto dan
seluruh keluarga atas do’a dan curahan kasih sayang kepada penulis. Terima kasih yang tak terhingga kepada istri tercinta Rika Istianik Fharidha, SE., ananda Adzkia Aimee
Zahira dan Aiko Athaya Shyreen atas do’a, kesabaran dan dorongan semangat demi
keberhasilan studi. Disertasi ini di persembahkan untuk alm ibu Sudarni.
Bogor, Juni 2011
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Desember 1977 sebagai anak ke empat dari pasangan Suharto dan Sudarni. Program sarjana ditempuh pada Fakultas Pertanian UGM, lulus pada tahun 2001. Pada Tahun 2001, penulis diterima di Program Studi Ilmu Lingkungan pada Program Pascasarjana UGM dan menamatkannya pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan Program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf peneliti pada Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum, Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2003. Bidang kajian yang diminati penulis adalah Ekologi Molekuler dan Manajemen Sumberdaya Perikanan.
Selama mengikuti program S3, penulis menerbitkan dua buah artikel yang merupakan bagian dari disertasi penulis. Satu buah artikel berjudul Genetic
Differentiation of the Kampar River’s Giant Featherback (Chitala lopis Bleeker 1851)
Base on Mitochondrial DNA Analysis pada Indonesian Fisheries Research Journal, Vol
16(2): 49-58, Desember 2010. Artikel kedua berjudul Pengelolaan Sumberdaya Ikan
Belida (Chitala Lopis) di Sungai Kampar, Provinsi Riau pada Jurnal Kebijakan Perikanan
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii
DAFTAR ISI.. ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ... 1 Kerangka Pemikiran ... 2 Hipotesis ... 5 Tujuan Penelitian ... 5 Manfaat Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Belida (Chitala lopis) ... 7 Identifikasi Stok Ikan ... 9 Keragaman Genetik ... 11 Fluktuasi Asimetrik ... 12 Makanan ... 13 Pertumbuhan ... 14 Reproduksi ... 15 Kualitas Perairan ... 16
METODE PENELITIAN
vi HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Tangkapan Ikan Sampel ... 49 Biologi Populasi ... 52 Makanan ... 76 Pertumbuhan ... 92 Reproduksi ... 108 Kondisi Lingkungan... 129 Pengelolaan Ikan Belida di Sungai Kampar ... 135
KESIMPULAN DAN SARAN... 139
DAFTAR PUSTAKA... 143
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Struktur anatomis saluran pencernaan ikan berdasarkan
jenis makanannya ... 14
2. Aspek kajian, objek yang dikaji dan daftar sampel yang digunakan
dalam penelitian ... 22
3. Tingkat kematangan gonad ikan (struktur morfo-anatomis)
berdasarkan modifikasi Cassie ... 42
4. Parameter, metode pengukuran, bahan dan alat ... 45
5. Jumlah situs berulang pada sebagian fragmen daerah kontrol
mtDNA ikan belida ... 52
6. Kode sampel, lokasi, ukuran sampel dan data genetik lima stasiun
sampel ikan belida Sungai Kampar ... 54
7. Komposisi haplotipe ikan belida Sungai Kampar berdasarkan
sebagian fragmen daerah kontrol mtDNA ... 55
8. Posisi variasi basa haplotipe ikan belida Sungai Kampar berdasarkan
sebagian fragmen daerah kontrol mtDNA ... 55
9. Analisis varian molekular (AMOVA) sampel ikan belida Sungai Kampar
berdasarkan sebagian fragmen daerah kontrol mtDNA ... 57
10.Analisis varian molekular (AMOVA) sampel ikan belida Sungai Kampar
dengan pengelompokkan populasi. Populasi tersebut adalah
Rantau Baru (RB), Langgam (LG), Teso (ST), Kutopanjang (WD)
dan Kuala Tolam (KT) ... 58
11.Analisis varian molekular (AMOVA) sampel ikan belida
Sungai kampar, Sungai Kampar, Indragiri dan Mahakam berdasarkan
sebagian fragmen lengkap sitokrom b mtDNA... 63
12. Lokasi sampling, simbol yang digunakan untuk mewakili lokasi,
alat tangkap yang digunakan dan ukuran sampel
untuk analisis morfologi ... 65
13.Karakter morfometrik dan meristik untuk menganalisis variasi
viii
14.Karakteristik sampel untuk analisis morfometrik dan meristik ... 66
15.Hasil uji Wilk’s lambda (λ) (fungsi 1 sampai 5) lima kelompok
stasiun pengambilan sampel dalam analisis diskriminan ... 67
16.Nilai partial lambda semua variabel, nilai diskriminan semua karakter
dan persentase variasi dua variabel canonicle yang pertama ... 68
17.Hasil klasifikasi analisis diskriminan karakter morfometrik
dan meristik... 72
18.Luas relung makanan ikan belida berdasarkan kelas ukuran ... 90
19.Luas relung makanan ikan belida berdasarkan
stasiun pengambilan sampel ... 91
20.Hubungan panjang dan bobot ikan belida berdasarkan jenis kelamin
dan stasiun pengambilan sampel... 94
21.Hubungan panjang dan bobot ikan belida berdasarkan tiga kelompok
ukuran dan stasiun pengambilan sampel ... 95
22.Hasil analisis pertumbuhan panjang ikan belida berdasarkan stasiun
pada semua kelompok ukuran pengambilan sampel... 98
23.Hasil analisis pertumbuhan panjang ikan belida kelompok
ukuran kecil berdasarkan stasiun pengambilan sampel ... 99
24.Nisbah kelamin ikan belida berdasarkan stasiun
pengambilan sampel ... 109
25.Matriks korelasi antara variabel habitat lingkungan perairan dengan
faktor kondisi ikan ... 134
26.Besaran nilai kesehatan populasi ikan belida pada setiap stasiun
pengambilan sampel berdasarkan parameter yang di kaji ... 136
27.Besaran nilai kondisi habitat pada setiap stasiun pengambilan sampel
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ... 3
2. Skema pelaksanaan penelitian ... 4
3. Struktur morfologis ikan belida ... 8
4. Penyebaran Notopteridae ... 8
5. Penyebaran ikan belida di Indonesia ... 9
6. Skema molekul sirkuler pada genom mitokondria ... 11
7. Lokasi pengambilan sampel ikan belida ... 21
8. Lokasi pengambilan sampel ikan belida dan pengamatan kualitas
lingkungan di Sungai Kampar ... 21
9. Tahapan analisis DNA secara ringkas ... 25
10. Karakter morfologis ikan belida yang diukur ... 31
11. Karakter fluktuasi asimetrik yang diamati ... 33
12. Jumlah tangkapan total ikan belida berdasarkan musim
(waktu pengambilan sampel ikan) ... 49
13. Jumlah tangkapan total ikan belida berdasarkan kelompok ukuran
dan musim ... 49
14. Jumlah ikan belida yang dijadikan sampel untuk analisis makanan
dan reproduksi berdasarkan stasiun pengambilan sampel selama
penelitian. ... 50
15. Jumlah ikan belida yang dijadikan sampel untuk analisis makanan
dan reproduksi berdasarkan kelompok ukuran pada setiap stasiun
pengambilan sampel. ... 51
16. Jumlah ikan belida yang dijadikan sampel untuk analisis makanan dan
reproduksi berdasarkan musim (waktu pengambilan sampel ikan) ... 51
17. Jumlah ikan belida yang dijadikan sampel untuk analisis makanan
dan reproduksi berdasarkan kelompok ukuran dan musim ... 52
18. Peta distribusi haplotipe ikan belida Sungai Kampar
x
19. Jarak genetik antar populasi stasiun pengambilan sampel . ... 57
20. Filogeni NJ Kimura 2 parameter haplotipe ikan belida berdasarkan
sebagian fragmen daerah kontrol MtDNA. ... 60
21. Struktur morfologis ikan belida Sungai Kampar (a) dan ikan belida
yang menghuni habitat perairan asam (b dan c) merupakan haplotipe
spesiasi Kampar 1 dan 2 . ... 61
22. Struktur morfologis ikan belida Kumbuhan Sungai Kampar (ikan belida
besar, dapat tumbuh mencapai ukuran >30 kg) merupakan haplotipe
spesiasi Kampar 3 ... 62
23. Filogeni NJ Kimura 2 parameter haplotipe ikan belida berdasarkan
fragmen lengkap gen sitokrom b MtDNA. ... 63 24. Kontruksi network haplotipe ikan belida . ... 64
25. Plot individual ikan belida dan kelompok centroid variabel kanonical
1 dan 2 berdasarkan karakter morfometrik (A dan B) dan
meristik (C dan D) ... 69
26. Scater plot dan whiskerplot karakter morfometrik utama ikan belida
jantan dan betina ... 70
27. Dendogram jarak kemiripan antar individual kelompok stasiun ikan belida
berdasarkan karakter morfometrik (A dan B) dan meristik (C dan D)…... 73
28. Nilai fluktuasi asimetri bilangan (number) ikan belida dari
lima stasiun pengambilan sampel di Sungai Kampar . ... 74
29. Nilai fluktuasi asimetri besaran (mugnitude) ikan belida dari
lima stasiun pengambilan sampel di Sungai Kampar . ... 75
30. Nilai keseluruhan fluktuasi asimetri bilangan (number)
dan besaran (mugnitute) ikan belida dari lima stasiun pengambilan
sampel di Sungai Kampar. ... 75
31. Struktur anatomis saluran pencernaan ikan belida ... 77
32. Struktur anatomis insang ikan belida ... 77
33. Komposisi makanan ikan belida secara umum ... 78
34. Komposisi makanan ikan belida berdasarkan jenis kelamin.. ... 80
35. Komposisi makanan ikan belida berdasarkan jenis kelamin pada tiga
kelompok ukuran. ... 81
xi
37. Komposisi makanan ikan belida jantan dan betina berdasarkan waktu
pengambilan sampel ... 83
38. Komposisi makanan ikan belida total berdasarkan waktu pengambilan
sampel ... 83
39. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan
sampel berdasarkan jenis kelamin ... 84
40. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan
sampel ... 84
41. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan
sampel berdasarkan kelompok ukuran ... 85
42. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan
sampel berdasarkan musim ... 86
43. Komposisi makanan ikan belida jantan dan betina berdasarkan TKG 87
44. Komposisi makanan ikan belida berdasarkan TKG ... 87
45. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan
sampel berdasarkan TKG ... 88
46. Korespondensi antara stasiun pengambilan sample dengan
komposisi makanan ... 88
47. Korespondensi antara indeks bagian terbesar makanan ikan belida
dengan musim, ukuran, stasiun dan TKG ... 89
48. Hasil analisis ISC setiap stasiun pengambilan sampel yang telah
di standarisasi dengan musim, ukuran, stasiun dan TKG ... 92
49. Hubungan panjang-bobot total ikan belida ... 93
50. Hubungan panjang-bobot ikan belida jantan dan betina ... 94
51. Panjang bobot ikan belida setiap stasiun pengambilan sampel pada
standarisasi kondisi yang relatif sama
(jenis kelamin, ukuran, musim dan TKG). ... 96
52. Kurva pertumbuhan ikan belida jantan dan betina Sungai Kampar .... 97
53. Kurva pertumbuhan ikan belida Sungai Kampar berdasarkan stasiun
pengambilan sampel ... 98
54. Kurva pertumbuhan ikan belida Sungai Kampar kelompok ukuran
kecil (< 611 mm) berdasarkan stasiun pengambilan sampel ... 99
xii
56. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan jenis kelamin dan
kelompok ukuran ... 100
57. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan kelompok ukuran tanpa
membedakan jenis kelamin ... 101
58. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan jenis kelamin pada
tiga kelompok ukuran ... 102
59. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan ukuran ikan belida tanpa
membedakan jenis kelamin ... 102
60. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan ukuran ikan belida pada
kondisi yang relatif sama ... 103
61. Faktor kondisi ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel
berdasarkan jenis kelamin ... 103
62. Faktor kondisi ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel
tanpa membedakan jenis kelamin ... 104
63. Faktor kondisi ikan belida setiap stasiun pengambilan sampel pada
kondisi yang relatif sama ... 104
64. Faktor kondisi ikan belida jantan dan betina berdasarkan TKG ... 105
65. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan TKG tanpa membedakan
jenis kelamin ... 105
66. Faktor kondisi ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel
berdasarkan ukuran ... 106
67. Faktor kondisi ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel
berdasarkan musim ... 107
68. Faktor kondisi ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel
berdasarkan TKG ... 107
69. Laju eksploitasi populasi ikan belida setiap stasiun pengambilan
sampel ... 108
70. Struktur morfologis alat kelamin ikan belida ... 109
71. Struktur morfologis dan histologis ovarium ikan belida ... 111
72. Struktur morfologis dan histologis testes ikan belida ... 112
73. TKG ikan belida secara umum ... 114
xiii
75. TKG ikan belida berdasarkan jenis kelamin pada
tiga kelompok ukuran ... 115
76. TKG ikan belida berdasarkan ukuran ikan belida tanpa membedakan
jenis kelamin ... 115
77. TKG ikan belida jantan dan betina berdasarkan
waktu pengambilan sampel ... 116
78. TKG ikan belida berdasarkan waktu pengambilan sampel ... 116
79. TKG ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel
berdasarkan jenis kelamin ... 117
80. TKG ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel
tanpa membedakan jenis kelamin ... 117
81. TKG ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel
berdasarkan kelompok ukuran ... 118
82. TKG ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel
berdasarkan musim ... 119
83. Ukuran pertama kali ikan matang gonad ikan belida pada setiap
stasiun pengambilan sampel ... 121
84. Nilai rata-rata IKG ikan belida berdasarkan jenis kelamin ... 121
85. Nilai rata-rata IKG ikan belida berdasarkan jenis kelamin dan TKG .. 121
86. Nilai rata-rata IKG ikan belida betina pada tiga kelompok ukuran. .... 122
87. Nilai rata-rata IKG ikan belida yang telah distandarisasi
berdasarkan musim ... 123
88. Nilai rata-rata IKG ikan belida betina berdasarkan musim
dan ukuran ... 123
89. Nilai rata-rata IKG ikan belida yang telah distandarisasi
pada setiap stasiun pengambilan sampel ... 124
90. Nilai rata-rata IKG ikan belida betina pada setiap stasiun
pengambilan sampel berdasarkan kelompok ukuran ... 124
91. Nilai rata-rata IKG ikan belida betina pada setiap stasiun
pengambilan sampel berdasarkan musim ... 125
92. Nilai rata-rata IKG ikan belida betina pada setiap stasiun
xiv
93. Hubungan panjang total (mm) ikan belida dengan
jumlah telur (fekunditas) pada TKG III dan IV ... 127
94. Fekunditas ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel ... 127
95. Sebaran diameter telur ikan belida pada TKG III dan TKG IV ... 128
96. Ukuran diameter telur ikan belida berdasarkan
stasiun pengambilan sampel ... 129
97. Kualitas perairan Sungai kampar di lima stasiun pengambilan sampel
pada setiap waktu pengamatan ... 131
98. Skor kondisi kualitas perairan di setiap stasiun pengamatan
di Sungai Kampar ... 131
99. Dendogram jarak kesamaan karakteristik perairan lima stasiun
pengambilan sampel ... 133
100.Hasil analisis komponen utama variabel habitat perairan dengan
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lokasi stasiun pengambilan sampel ... 151
2. Alat tangkap ikan belida yang digunakan ... 152
3. Penentuan kelas panjang total untuk analisis makanan ... 153
4. Uji t hubungan panjang-berat ikan belida jantan ... 154
5. Proses pembuatan preparat histologi gonad ikan belida
(Bank, 1986 in Hermawati, 2006) ... 155
6. Haplotipe umum yang ditemui di Sungai Kampar ... 157
7. Perhitungan skoring kualitas air ... 168
8. Peta citra tutupan hutan Prov. Riau 2007 ... 169
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan belida merupakan anggota Famili Notopteridae (Kottelat et al. 1993; 1997)
yang memiliki nilai ekonomis dan budaya. Ikan belida di Indonesia memiliki wilayah
penyebaran di Sumatera, Jawa dan Kalimantan (dahulu merupakan Paparan Sunda)
(Kottelat et al. 1993; 1997). Ikan ini sangat digemari karena memiliki rasa daging yang
lezat dan khas terutama karena kandungan lemaknya yang tinggi (Sunarno 2002), juga
kandungan protein dan vitamin A yang tinggi (Mno 2005), hal ini menempatkan ikan
belida sebagai makanan yang eksklusif dengan harga yang relatif mahal (harga per kg
ikan belida > Rp. 60.000). Masyarakat menganggap mengkonsumsi jenis makanan ini
merupakan prestise, oleh karena itu permintaan ikan belida terus meningkat dari tahun ke
tahun. Sebagai ilustrasi di Kota Palembang permintaan ikan belida untuk industri rumah
tangga sekitar 200 kg/hari dan untuk ikan konsumsi 40 kg/hari. Nelayan disekitar Kota
Palembang diperkirakan hanya dapat memasok kurang dari 2%. Permintaan ikan belida
yang tinggi, menyebabkan eksploitasinya meningkat sehingga populasinya semakin
menurun. Ditjen perikanan (2000) mencatat produksi tahunan ikan belida di Indonesia
terus mengalami penurunan, yaitu: 8.000 ton (1991), 5.000 ton (1995) dan 3.000 ton
(1998) (Ditjen Perikanan 2000). Sejalan hal tersebut, produksi tahunan ikan belida di
Sungai Kampar juga mengalami penurunan, yaitu 50 ton (2003), 30 ton (2004), 20 ton
(2005), 9 ton (2006) dan 10 ton (2007) (Diskanlut 2008).
Populasi ikan belida yang cenderung menurun dapat menyebabkan berkurangnya
populasi efektif yang menghasilkan peningkatan inbreeding sehingga menekan ”fitness”
populasi ikan tersebut dan akhirnya dapat menyebabkan kepunahan. Strategi pengelolaan
yang tepat diperlukan untuk menghindari kepunahan ikan belida, untuk itu perlu
dilakukan kajian yang meliputi aspek biologi populasi dan kondisi habitat.
Penelitian tentang ikan belida sebelumnya telah dilakukan. Aspek biologi yang
meliputi makanan, reproduksi dan habitat telah dilakukan oleh Adjie dan Utomo (1994);
Adjie dkk. (1999) dan Sunarno dkk. (2003), sedangkan aspek genetik telah dilakukan oleh
Madang (1999) melalui analisis protein. Penelitian keragaman genetik dengan
2
Untuk menentukan strategi pengelolaan yang tepat, maka dalam penelitian ini
dilakukan studi bioekologi yang lebih mendalam dan khususnya aspek genetika dilakukan
dengan metode yang lebih akurat dengan analisis sekuense DNA. Sungai Kampar
Provinsi Riau dipilih menjadi objek kajian penelitian karena karakteristik tipe ekosistem
dan produksi tahunan ikan belidanya. Sungai Kampar memiliki ekosistem yang kompleks
dan lengkap yang mewakili semua tipe habitat ikan belida (waduk, danau rawa, anak
sungai dan sungai utama) dan produksi tahunan ikan belida di Sungai Kampar tergolong
tinggi dan diduga telah terjadi penurunan yang drastis.
Kerangka Pemikiran
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa eksploitasi ikan belida meningkat dari
tahun ke tahun. Selain laju eksploitasi yang tinggi, kondisi habitat yang juga telah
mengalami degradasi akan menyebabkan jumlah populasi ikan belida di alam menurun.
Degradasi habitat dan kondisi lingkungan memberikan efek seleksi sehingga keragaman
genetik populasi menjadi rendah. Laju penangkapan yang tinggi menyebabkan penurunan
jumlah populasi yang potensial mempengaruhi keragaman haplotipe populasi dan
menghasilkan keragaman genetik yang rendah, selain itu dalam perspektif populasi,
adanya keragaman haplotipe individu dalam populasi dapat menyebabkan terbentuknya
unit populasi yang terpisah. Kondisi keragaman genetik yang rendah dan kondisi
degradasi lingkungan dikhawatirkan akan berakibat pada penurunan tingkat kesehatan
populasi ikan belida di Sungai Kampar. Sehingga untuk menghindari kepunahan dan
menjaga kelestarian ikan belida dari kondisi tersebut, harus di buat strategi pengelolaan
ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau berdasarkan identifikasi unit populasi,
tingkat kesehatan populasi dan kondisi habitat. Strategi pengelolaan tersebut diarahkan
pada perbaikan populasi, kebijakan perbaikan habitat dan penetapan wilayah konservasi,
secara skematis kerangka pemikiran penelitian terlihat pada Gambar 1. Untuk
mengindentifikasi unit populasi dan mendapatkan informasi tentang tingkat kesehatan
populasi dan kondisi habitat ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau dilakukan
3 3
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.
4
Gambar 2. Skema pelaksanaan penelitian.
5
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Ikan belida Sungai Kampar merupakan spesies Chitala lopis
2. Perbedaan kondisi habitat menyebabkan populasi ikan belida di Sungai Kampar telah
terfragmentasi.
3. Keragaman genetik populasi ikan belida telah mengalami penurunan dan besaran
tingkat keragaman genetik antar populasi berbeda.
4. Strategi pengelolaan ikan belida di Sungai Kampar spesifik untuk setiap lokasi dan
berbeda antar populasi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah:
1. Mengkaji aspek bioekologi ikan belida (struktur dan status kesehatan populasi ikan
belida di tinjau dari aspek biologi populasi, aspek makanan, pertumbuhan,
reproduksi dan habitat).
2. Merumuskan konsep dan strategi pengelolaan ikan belida.
Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk usaha pengelolaan dan
domestikasi dalam upaya pemanfaatan sumber daya perairan yang berkelanjutan pada
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Belida (Chitala lopis)Ikan belida tergolong ke dalam kelas Actinopterygii, Ordo Osteoglossiformes,
famili Notopteridae, genus Chitala, spesies Chitala lopis (Nelson 1976; Kottelat et al.
1993; 1997), memiliki sinonim Notopterus chitala dengan nama internasional giant
featherback. Di Indonesia ikan belida dikenal dengan nama belido (Sumatera) atau pipih (Kalimantan).
Ciri-ciri morfologi ikan belida, berdasarkan Weber dan deBeaufort (1913);
Kottelat et al. (1993; 1997), memiliki badan pipih dan memanjang dengan bagian
punggung yang tampak membesar. Bagian perut berduri ganda dengan bagian ekor yang
juga memanjang. Ukuran sisik kecil, berbentuk sikloid, pada samping badan membentuk
gurat sisi. Bukaan mulut lebar, dibatasi rahang atas depan dan rahang atas. Rahang atas
memanjang sampai bawah atau belakang mata. Sirip punggung kecil, terletak kira-kira
direntang pertengahan sirip dubur yang bersatu dengan sirip ekor. Sirip perut yang bersatu
pada dasarnya kecil (rudiment). Selaput insang (gill membrane) bersatu pada bagian
dasarnya dan bebas dari isthmus dengan jari-jari selaput insang berjumlah 7-9. Saringan
insang tidak banyak, kuat, ada serangkaian tonjolan pada bagian dalam lengkung insang
yang pertama, struktur morfologis ikan belida terlihat pada Gambar 3.
Pola warna terdiri dari 3 fase yaitu fase maculosus (150-270 mm), seluruh badan
ditutupi bintik bulat kecil. Banyak garis miring berbintik-bintik pada sirip dubur dan
badan bagian belakang dan sebuah bintik hitam pada pangkal sirip badan (fase
borneensis, 300-600 mm), tidak ada tanda-tanda lain kecuali bintik hitam pada pangkal
sirip dada (fase hypselonotus, > 600 mm); beberapa spesimen tidak memiliki tanda-tanda
pada badan (fase lopis, kisaran ukuran tidak dikenal) (Kottelat et al. 1993).
8
Gambar 3. Struktur morfologis ikan belida
Penyebaran famili Notopteridae menurut Inuoe et al. (2009), meliputi kawasan
Afrika terutama bagian tengah (tropika), Asia Selatan dan Asia Tenggara. Kawasan
Afrika meliputi negara-negara seperti; Kongo, Gabon, Zaire, Kamerun, Republik Afrika
Tengah, Sudan, Nigeria, Pantai Gading, Benin, Gambia, Cad dan Sinegal. Kawasan Asia
Selatan meliputi negara India, Banglades dan Pakistan. Sedangkan kawasan Asia
Tenggara meliputi negara-negara; Myanmar, Thailand (Sungai Choupraya), Kamboja dan
Laos (DAS Mekong), Malaysia dan Indonesia, Gambar 4.
Gambar 4. Penyebaran Notopteridae menurut Inoue et al. (2009)
Penyebaran ikan belida di wilayah Indonesia meliputi sungai-sungai besar
9
Kalimantan dan Jawa. Penyebaran jenis ikan tersebut diperkirakan terjadi pada zaman
pleistosen, saat terjadi susut laut akibat pendinginan suhu global. Pada saat itu Pulau
Sumatera, Kalimantan dan Jawa merupakan satu daratan dengan banyak sungai panjang
mengalir berhulu di Sumatera dan Jawa dengan muara di wilayah sebelah utara dan
selatan Kalimantan, Gambar 5.
[image:42.595.77.523.191.430.2]Ket: = jumlah populasi besar, = jumlah populasi sedang dan = jumlah populasi kecil
Gambar 5. Penyebaran ikan belida di Indonesia (Voris, 2000)
Identifikasi Stok Ikan
Identifikasi stok ikan dapat dilakukan melalui pengukuran pada struktur
morfologis (karakter morfometrik) (Tschibwabwa 1997; Sudarto 2003; Gustiano 2003)
dan karakter meristik (Seymour 1959; MacCrimmon and Clayton 1985; Al-Hasan 1984;
1987a,b)) dan marka molekular (Waltner 1988; Krueger 1986; Sudarto 2003).
Morfometrik adalah perbandingan ukuran relatif bagian-bagian tubuh ikan,
sementara meristik adalah bagian yang dapat dihitung dari ikan yang merupakan jumlah
bagian-bagian tubuh ikan. Perbedaan morfologis antar populasi dapat berupa perbedaan
jumlah, ukuran dan bentuk (Sprent 1972), keunggulan menggunakan karakter morfologis
dalam membedakan populasi adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan biaya besar dan
tidak memerlukan waktu lama (Mustafa 1999; Gustiano 2003). Identifikasi stok atau sub
populasi ikan belida menggunakan karakter meristik sebelumnya pernah dilakukan oleh MAHAKAM
BARITO KAHAYAN
KAPUAS
CISADANE TULANG BAWANG
BANGKA
MUSI BATANGHARI SIAK
10
Wibowo dkk. (2008a) berdasarkan karakter jumlah duri pada ventral, jumlah sirip anal,
jumlah sirip dada dan jumlah sirip punggung. Hasil penelitian mengungkapkan populasi
ikan belida di Perairan Riau terbagi menjadi tiga subpopulasi, yaitu subpopulasi tipe
Kampar Kiri, Kampar Kanan dan Indragiri. Pembeda diantara ketiga subpopulasi adalah
jumlah duri pada ventral.
Penanda molekular mampu mengidentifikasi perbedaan genetik langsung pada
level DNA sebagai komponen genetik. Semua karakter yang ditampilkan baik secara
nyata atau tidak oleh satu individu hewan tidak lain adalah pencerminan karakter gen
yang dimiliki oleh individu hewan tersebut, atau dapat disebut bahwa semua informasi
yang dapat diamati pada suatu individu hewan adalah penanda genetik dari individu
tersebut. Karakteristik penanda molekular ini dapat menanggulangi keterbatasan
penggunaan penanda morfologi karena penanda ini bebas dari pengaruh-pengaruh
epistasi, lingkungan dan fenotipe, sehingga dapat menyediakan informasi yang lebih
akurat (Muladno 2006).
Salah satu penanda molekuler yang biasa digunakan untuk identifikasi stok adalah
analisis sekuense mtDNA. Hal ini karena mtDNA bersifat maternal dan diturunkan oleh
parentalnya tanpa rekombinasi (Harrison 1989; Amos and Hoelzel 1992), molekulnya
kompak dan ukuran panjangnya relatif pendek (16000–20000 nukleotida) tidak
sekompleks DNA inti sehingga dapat dipelajari sebagai satu kesatuan utuh, tingkat
evolusi yang tinggi (5-10 kali lebih besar dari DNA inti) sehingga dapat memperlihatkan
dengan jelas perbedaan antar populasi dan hubungan kekerabatan (Brown et al, 1979;
Brown 1983), memiliki jumlah copy yang besar 1000-10000 dan lebih cepat dan mudah
mendapatkan hasil dari jaringan yang telah diawetkan sebelumnya (Brown 1983).
Mitokondria memiliki molekul DNA tersendiri dengan ukuran kecil yang
susunannya berbeda dengan DNA inti. mtDNA hewan secara umum memiliki jumlah dan
jenis gen yang sama, yaitu 13 daerah yang mengkode protein masing-masing NADH
dehidrogenase (ND1, ND2, ND3, ND4, ND5, ND6, ND4L), Cytochrome-c Oxidase
(Cytochrome Oxidase unit I, Cytochrome Oxidase unit II, Cytochrome Oxidase unit III),
Cytochrome-b, dan ATPase 6 (ATP6 dan ATP8); 2 gen pengkode rRNA yaitu 12S rRNA
dan 16S rRNA; 22 gen pengkode tRNA masing-masing tRNA fenil alanin (tRNAphe),
11
histidin (tRNAHis), serin (tRNASer), leusin (tRNALeu), treonin (tRNAThr), glutamat (tRNAGlu), prolin (tRNAPro), serin (tRNASer), tirosin (tRNATyr), sistein (tRNACys),
asparagin (tRNAAsn), alanin (tRNAAla), glutamin (tRNAGln) dan daerah bukan pengkode,
hanya terdiri dari daerah kontrol (daerah D_Loop) yang memegang peranan penting
dalam proses transkripsi dan replikasi genom mitokondria (Lemire 2005), Gambar 6.
Daerah kontrol pada mtDNA memiliki laju mutasi yang lebih cepat dibandingkan
dengan daerah mitokondria yang lain, daerah ini sangat baik digunakan untuk analisa
keragaman hewan, baik di dalam spesies maupun antar spesies (Muladno 2006) dan
sering digunakan sebagai penanda genetik (Bentzen et al. 1993). Penanda genetik atau
[image:44.595.161.440.320.532.2]DNA barcoding dianggap sebagai suatu sistem standar untuk identifikasi semua taksa eukariot secara akurat dan cepat.
Gambar 6. Skema molekul sirkuler pada genom mitokondria (Lemire 2005)
Keragaman Genetik
Keragaman genetik merupakan bagian dari keragaman hayati (biodiversity) yang
memiliki pengertian yang lebih luas, yakni keragaman struktural maupun fungsional dari
kehidupan pada tingkat komunitas dan ekosistem, populasi, spesies dan molekul DNA
(Soewardi 2007). Sumberdaya genetik memiliki peranan penting karena semakin beragam
sumberdaya genetik, akan semakin tahan populasi tersebut untuk hidup dalam jangka
waktu yang lama dan semakin tinggi daya adaptasi populasi terhadap perubahan
lingkungan. Disamping itu, keragaman genetik juga merupakan kunci penting
12
Keragaman genetik populasi adalah keragaman gen (tipe dan frekuensi) yang ada
dalam populasi (Primack dkk. 1998). Gen berada dalam kromosom yang mengandung
molekul DNA penyusun gen dan mengkode biosintesis protein (Mustafa 1999).
Karakteristik genetik suatu populasi ikan di alam berdasarkan beberapa studi
menunjukkan adanya heterogenitas spasial, bahkan pada jarak yang sangat dekat (Smith
and Chesser 1981). Fenomena ini disebabkan oleh seleksi yang mencerminkan adaptasi
terhadap kondisi lingkungan lokal dan proses stokastik (drift) (Smith dan Chesser 1981).
Keragaman genetik populasi juga dapat dihitung berdasarkan data haploid yang
merupakan karakteristik mtDNA. Dugaan keragaman genetik berdasarkan data mtDNA,
menggunakan h sebagai suatu ukuran keragaman haplotipe, dalam konteks ini, h
mendeskripsikan jumlah dan frekuensi haplotipe mitokondria yang berbeda.
Penelitian keragaman genetik ikan belida pernah dilakukan oleh Madang (1999)
di Sungai Musi Provinsi Sumatera Selatan menggunakan analisis protein yang
menginformasikan keragaman genetik ikan belida di Sungai Musi tergolong rendah.
Wibowo dkk. (2008b) melakukan analisis DNA dengan teknik RFLP, berdasarkan gen
16sRNA mtDNA menggunakan 4 enzim restriksi di Sungai Kampar dan Sungai Ogan
Provinsi Riau. Hasil penelitiannya mengungkapkan keragaman genetik ikan belida di
Sungai Kampar dan Sungai Ogan tergolong rendah berkisar antara 0 – 0.125, nilai ini
relatif rendah jika dibandingkan ikan-ikan air tawar lainnya, misalnya Nila.
Fluktuasi Asimetrik
Faktor lingkungan dapat menyebabkan perubahan struktur morfologis, reproduksi
dan kemampuan bertahan hidup ikan, sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
lingkungan (fenotipic plastisity) (Stearns 1983). Respon adaptif yang dilakukan ikan
terhadap lingkungan memiliki konsekuensi. Hal ini dapat terlihat pada perbedaan bentuk,
ukuran, jumlah dan ciri-ciri morfologi yang lain pada organ tubuh yang berpasangan
antara organ bagian kiri dan bagian kanan (Wilkins et al. 1995). Perbedaan fenotip pada
individu pada organ tubuh yang berpasangan dapat menunjukkan fluktuasi asimetrik,
yaitu adanya perbedaan antara karakter sisi kiri dan sisi kanan yang menyebar secara
normal dengan rata-rata yang mendekati nol sebagai akibat dari ketidakmampuan
individu untuk berkembang secara tepat dan normal (Van Valen 1962).
Fluktuasi asimetri seringkali digunakan sebagai suatu ukuran stabilitas
13
perkembangan dan menghasilkan target fenotipe meskipun ada gangguan lingkungan
(Waddington 1942; Van Valen 1962). Individu yang memiliki nilai fluktuasi asimetri
rendah memiliki keuntungan selektif dibandingkan dengan individu yang memiliki nilai
fluktuasi asimetri tinggi dan untuk itu nilai fluktuasi asimetri dipandang sebagai bagian
dari fitness (Jones 1987). Clarke (1995) melaporkan beberapa studi yang mengungkapkan
hubungan antara simetri individu dan komponen fitness seperti kemampuan bertahan
hidup, fekunditas, pertumbuhan dan kesuksesan kawin. Dalam suatu kajian nilai fluktuasi
asimetri dan fekunditas pada ikan brook stickleback (Culea inconstans) ditemukan bahwa
betina dengan perhitungan jari-jari lemah sirip dada yang asimetrik menghasilkan lebih
sedikit telur dibandingan betina yang memiliki karakter simetrik (Hechter et al. 2000).
Betina dengan jari-jari lemah sirip dada yang simetrik memiliki 15% lebih banyak telur
dalam sarang dibandingkan betina dengan jumlah jari-jari lemah sirip dada yang
asimetrik. Ovari betina simetri, memiliki rata-rata lebih berat 6.5% dibandingkan ovari
ikan yang asimetrik.
Makanan
Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan
yang tersedia, makanan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan diserap oleh ikan
sehingga dapat digunakan untuk menjalankan metabolisme tubuhnya. Kebiasaan makanan
(food habit) ikan penting untuk diketahui, karena pengetahuan ini memberikan petunjuk tentang pakan dan selera organisme terhadap makanan. Effendie (1997) mendefinisikan
kebiasaan makanan sebagai kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan.
Kebiasaan makan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran ikan dalam
memanfaatkan makanan yang tersedia, habitat hidupnya, kesukaan terhadap jenis
makanan tertentu, musim, ukuran dan umur ikan, periode harian mencari makanan dan
jenis kompetitor (Hickley 1993 dalam Satria dan Kartamihardja 2002).
Umumnya ikan memperlihatkan tingkat kesukaan terhadap jenis makanan tertentu
dan hal ini terlihat dari jenis makanan dominan yang ada dalam lambungnya (Weatherley
dan Gill 1987 dalam Effendie 1997). Natarajan dan Jhingran dalam Effendie (1997)
menyatakan bahwa untuk menentukan jenis organisme makanan yang dimanfaatkan oleh
ikan digunakan indeks bagian terbesar (Index of Preponderance), yang merupakan
gabungan dari metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik. Nikolsky (1963)
14
yang paling banyak ditemukan dalam saluran pencernaan; (2) makanan pelengkap,
makanan yang sering ditemukan dalam saluran pencernaan dengan jumlah yang sedikit;
(3) makanan tambahan, makanan yang jarang ditemukan dalam saluran pencernaan dan
jumlahnya sangat sedikit; dan (4) makanan pengganti, makanan yang hanya dikonsumsi
apabila makanan utama tidak tersedia.
Struktur anatomis pencernaan ikan berdasarkan jenis makanannya terlihat pada
Tabel 1. Ikan belida atau Chitala lopis oleh Welcomme (1979) dikelompokkan ke dalam
predator besar, pemakan ikan segala ukuran, udang dan kepiting. Adjie dan Utomo (1994)
menginformasikan komposisi makanan ikan belida di Lubuk Lampam (Sungai Musi
Provinsi Sumatera Selatan) terdiri dari: ikan kecil (50.02%) dan udang (21.87%). Adjie
dkk. (1999) melaporkan makanan ikan belida di Sungai Batanghari Provinsi Jambi terdiri
dari Ikan (50.02-78.94%), udang (3.61-21.87%), serangga (0.09%), cacing (0.01%),
gastropoda (0.01%), bahan tumbuhan 6.99%) dan tidak teridentifikasi
(0.62-6.99%).
Tabel 1. Struktur anatomis saluran pencernaan ikan berdasarkan jenis makanannya (Huet
1971 in Haloho 2008)
Segmen Herbivora Omnivora Karnivora
Rongga mulut Sering tidak bergigi Bergigi kecil Umumnya bergigi
tajam dan kuat
Faring Rigi tapis insang
banyak, rapat, dan panjang
Rigi tapis insang tidak terlalu banyak, tidak terlalu panjang, dan tidak rapat
Rigi tapis insang edikit, pendek, dan kaku
Lambung Tidak
berlambung/lambung palsu
Memiliki lambung seperti kantung
Memiliki lambung dengan berbagai bentuk
Usus Panjang, >3 kali
panjang tubuhnya
Sedang, 2-3 kali panjang tubuhnya
Pendek, ≤ 1 kali panjang tubuhnya
Pertumbuhan
Pengertian pertumbuhan secara umum adalah perubahan dimensi (panjang, berat,
volume, jumlah, dan ukuran) persatuan waktu baik individu maupun komunitas (Effendie
2002). Pertumbuhan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan
individu, populasi, dan lingkungan (Moyle and Cech 2004). Pertumbuhan ikan
15
pertumbuhan ikan yaitu keturunan (genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit (Effendie
1997), serta umur dan maturitas (Moyle and Cech 2004). Faktor eksternal yang
mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia,
jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut,
kadar amonia di perairan dan salinitas (Moyle and Cech 2004).
Pertumbuhan ikan direfleksikan melalui model pertumbuhan dan tipe
pertumbuhan. Beberapa metode perhitungan yang digunakan untuk menentukan model
pertumbuhan yaitu: Plot Gulland and Holt, Plot Ford-Walford, Metode Chapman dan Plot
Von Bertalanffy. Plot Gulland and Holt memiliki keunggulan nilai ∆t (interval waktu)
tidak perlu menjadi konstanta. Keunggulan Plot Ford-Walford adalah dapat mengestimasi
nilai L∞ (Panjang Asimptote) dan K (koefisien pertumbuhan) secara cepat, akan tetapi
melalui metode yang dikembangkan oleh Chapman, diketahui bahwa Plot Ford-Walford
hanya bisa diaplikasikan jika observasi-observasi yang dilakukan bersifat berpasangan karena nilai ∆t menjadi suatu konstanta. Metode yang dianggap lebih baik dari metode di atas adalah Plot Von Bertalanffy karena dapat mengestimasi nilai K yang rasional, dengan
catatan digunakan suatu estimasi yang rasional dari L∞ (Sparre dan Venema 1999). Ikan
belida memiliki tipe pertumbuhan allometrik positif berdasarkan penelitian (Salam and
Sarif 1997) di Banglades.
Reproduksi
Reproduksi pada ikan berhubungan erat dengan fekunditas dan gonad sebagai alat
reproduksi seksualnya. Aspek biologi reproduksi menurut Nikolsky (1963), terdiri dari
rasio kelamin, frekuensi pemijahan, waktu pemijahan, ukuran ikan pertama kali matang
gonad dan tempat memijah. Ikan belida melakukan pemijahan di hutan rawa, terbukti
pada perairan tersebut banyak ikan yang sudah matang gonad (siap memijah) (Utomo dan
Asyari 1999), waktu pemijahannya diketahui terjadi pada bulan November-Januari (Adjie
dan Utomo 1994). Secara bertahap induk yang sudah matang gonad beruaya dari sungai
menuju daerah rawa banjiran, terutama hutan rawa yang banyak ditumbuhi tanaman
dengan substrat keras, seperti pohon-pohon yang sudah mati sebagai tempat
menempelkan telur.
Induk yang matang gonad adalah induk yang telah melakukan fase pembentukan
16
telur dimulai sejak terjadinya penumpukan bahan-bahan kuning telur (yolk) dalam sel
telur dan berakhir setelah sel telur mencapai ukuran tertentu atau nukleolus tertarik ke
tengah nukleus. Setelah fase pembentukan kuning telur berakhir, sel telur tidak
mengalami perubahan bentuk selama beberapa saat, tahap ini disebut fase istirahat
(dorman). Menurut Woynarovich and Horvath (1980), bila rangsangan diberikan pada saat ini akan menyebabkan terjadinya migrasi inti ke perifer, inti pecah atau lebur,
se!anjutnya terjadi ovulasi (pecahnya folikel) dan oviposisi. Bila kondisi lingkungan tidak
cocok dan rangsangan tidak diberikan, telur yang dorman tersebut akan mengalami
degradasi atau gagal diovulasikan lalu diserap kembali oleh sel-sel ovarium, telur yang
demikian dikenal dengan oosit atresia.
Induk ikan belida menempelkan telurnya pada benda-benda yang berada 1.5-2 m,
dibawah permukaan air, termasuk pada batang kayu baik yang masih hidup maupun yang
sudah mati (Adjie dan Utomo 1994). Batang kayu merupakan rumpon bagi ikan kecil dan
udang yang merupakan makanan utama ikan ini, sehingga pada waktu melakukan
pemijahan mudah mendapatkan makanan. Balon (1975) dalam Welcomme (1979),
menambahkan ikan belidatermasuk kelompok ikan yang membangun sarang dengan apa
saja dan dimana saja, sejauh memenuhi strategi reproduksinya. Ikan belida memiliki
jumlah telur 260-6080 butir dengan diameter 0.15 – 3.76 mm di Sungai Batanghari
Provinsi Jambi (Adjie dkk. 1999), 1194-8320 butir telur dengan diameter telur 1.5-3.0
mm di Lubuk Lampam Provinsi Sumatera Selatan (Adjie dan Utomo 1994) dan 1000 –
6000 butir telur di Kolam Patra Tani (Sunarno dkk. 2003). Ukuran pertama kali ikan
belida matang gonad adalah 40-50 cm (Sunarno dkk. 2003).
Kualitas Perairan
Ikan belida membutuhkan kondisi lingkungan perairan untuk hidup, tumbuh dan
berkembangbiak. Kondisi lingkungan perairan yang dibutuhkan ikan belida termasuk
faktor fisika (suhu perairan, turbidity, kedalaman dan arus), kimia (oksigen terlarut, pH,
kesadahan dan amoniak) dan biologi perairan (riparian vegetasi).
Suhu perairan berpengaruh terhadap sintasan, reproduksi, pertumbuhan organisme
muda dan kompetisi (Krebs 1985). Bagi ikan yang hidup di perairan tawar, perubahan
suhu perairan pada musim penghujan memberikan tanda secara alamiah untuk melakukan
pemijahan, beruaya dan mencari makan. Menurut Wibowo dan Sunarno (2006) suhu
17
menggambarkan sifat optik air, turbidity yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya
sistem osmoregulasi seperti pernapasan, daya lihat organisme akuatik serta dapat
menghambat penetrasi cahaya di dalam air. Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan,
kekasaran, kedalaman, dan kelebaran dasar, dinyatakan dengan satuan meter per detik
(Odum 1963). Kedalaman perairan dinyatakan dengan satuan meter, merupakan nilai
variabel yang berkaitan langsung dengan volume badan perairan.
Oksigen terlarut atau Disolved Oxigen (DO) merupakan gas O2 yang terlarut
dalam perairan (Jeffris and Mills 1996 in Effendi 2003). Konsentrasi oksigen terlarut
berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada pencampuran (mixing) dan
pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk
kedalam air (Effendi 1997). Kandungan oksigen perairan yang sesuai untuk ikan belida >
2 ppm (Wibowo dan Sunarno 2006).
Parameter pH air menunjukkan reaksi basa atau asam terhadap titk netral pH 7,0
(Schmittou 1991). Nilai pH mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia, pada suasana
alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia yang tak terionisasi dan bersifat
toksik, dimana amonia yang tidak terionisasi lebih mudah diserap tubuh organisme
akuatik dibandingkan dengan amonium (Tebbut dalam Effendi 1997). Sebagian besar
biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7–8.5 (Effendi
2003). Ikan belida bisa hidup pada pH rendah maksimal pada pH 4 (Wibowo dan Sunarno
2006). Kristanto dan Subagja (2008), menduga terdapat keterkaitan antara pH dan
konduktivitas perairan dengan penempelan telur ikan belida.
Kesadahan adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau dikenal
dengan sebutan acid –neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang
dapat menetralkan kation hidrogen. Kesadahan berperan sebagai buffer perairan terhadap
perubahan pH yang drastis, kesadahan yang baik berkisar antara 40–500 mg/L CaCO3
(Effendi 1997). Ikan belida beradaptasi pada kondisi perairan yang memiliki kesadahan
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian dilakukan dari bulan Mei 2009 sampai dengan November 2010 dengan
lokasi pengambilan sampel ikan belida dan pengamatan kualitas perairan di Sungai
Kampar Prov. Riau. Sebagai pembanding, juga dilakukan pengambilan sampel ikan
belida di Sungai Indragiri Hilir (Provinsi Riau), Sungai Penyak (Provinsi Bangka
Belitung), Sungai Mahakam (Provinsi Kalimantan Timur) dan Sungai Barito (Kalimantan
Selatan) untuk keperluan analisa genetika populasi. Penelitian secara keseluruhan terdiri
atas:
1. Penelitian biologi populasi ikan belida berdasarkan karakter marka molekuler,
morfologi dan fluktuasi asimetri. Analisa marka molekuler berdasarkan gen daerah
kontrol mtDNA dan gen sitokrom b mtDNA, analisisnya dilakukan di laboratorium
Ekologi Molekuler, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor. Analisis morfologi dan fluktuasi asimetri dilakukan di
Laboratorium Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
2. Penelitian kebiasaan makanan ikan belida. Analisisnya dilakukan di Laboratorium
Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan
Laboratorium Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
3. Penelitian biologi reproduksi ikan belida. Analisisnya dilakukan di Laboratorium
Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan
Laboratorium Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
4. Penelitian pertumbuhan ikan belida. Analisisnya dilakukan di Laboratorium
Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
5. Penelitian kondisi lingkungan. Analisisnya dilakukan di lima stasiun Sungai Kampar
20
Prosedur Penelitian
a. Lokasi dan Jumlah Sampel
Pengambilan sampel ikan belida dilakukan di Sungai Kampar, Sungai Indragiri
Hilir (Provinsi Riau), Sungai Penyak (Provinsi Bangka Belitung), Sungai Mahakam
(Provinsi Kalimantan Timur) dan Sungai Barito (Kalimantan Selatan) (Gambar 7).
Pengamatan bioekologi ikan belida terkait dengan aspek makanan, pertumbuhan,
reproduksi dan parameter lingkungan dilakukan di Sungai Kampar Provinsi Riau
(Gambar 8). Lokasi penelitian dibagi menjadi 5 stasiun, yaitu:
Stasiun I : Waduk Kutopanjang (koordinat 00019’5,39” LU, 100044’3,79” BT). Stasiun ini merupakan stasiun yang terletak di Sungai Kampar Kanan (bagian hulu) yang
memiliki tipe perairan waduk. Lokasi yang dipilih adalah daerah sekitar Batu Bersurat.
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive, tempat banyak dijumpai ikan belida.
Stasiun II : Teso (koordinat 00003’2,34” LU, 101023’2,71” BT). Anak Sungai Kampar Kiri, merupakan stasiun yang terletak di Sungai Kampar kiri, bagian hulu Sungai
Kampar.
Stasiun III : Langgam (koordinat 00015’4,69” LU, 101042’4,55” BT). Langgam terletak di bagian tengah Sungai Kampar, merupakan pertemuan antara Sungai Kampar
Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Stasiun ini memiliki berbagai tipe perairan, seperti:
sungai utama, anak sungai dan danau rawa.
Stasiun IV : Rantau Baru (koordinat 00017’1,06” LU, 101048’1,22” BT). Stasiun ini terletak di Sungai Kampar utama, pada zona tengah mendekati hilir. Rantau Baru telah
dipengaruhi pasang surut air laut.
Stasiun V : Kuala Tolam (koordinat 00019’3,10” LU, 102011’2,60” BT). Kuala Tolam merupakan stasiun penelitian yang terletak di zona hilir Sungai Kampar. Perairan
21
Keterangan:
1. Kampar 3. Penyak 5. Mahakam
[image:54.595.125.483.93.412.2]2. Indragiri Hilir 4.Barito
Gambar 7. Lokasi pengambilan sampel ikan belida
22
Ikan belida ditangkap dengan menggunakan lukah, sempirai, serok, pancing dan
bubu. Identifikasi ikan belida menggunakan kunci identifikasi berdasarkan Kottelat et al.
(1993; 1997). Pengambilan sampel untuk aspek kajian biologi populasi dilakukan
sepanjang tahun 2009 dan 2010. Pengambilan sampel ikan belida untuk aspek kajian
makanan, pertumbuhan dan reproduksi dilakukan setiap tiga bulan sekali selama tahun
2009 yaitu bulan Mei, Agustus dan November 2009 dan untuk tahun 2010 dilakukan
pengambilan sampel setiap bulan dari bulan Februari 2010 sampai dengan November
2010. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan setiap tiga bulan sekali dimulai dari
bulan Mei 2009 sampai dengan November 2010 yang mewakili musim hujan dan musim
kemarau. Aspek kajian, objek yang dikaji dan daftar sampel yang digunakan dalam
penelitian, terlihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Aspek kajian, objek yang dikaji dan daftar sampel yang digunakan dalam penelitian
Aspek Kajian Objek yang dikaji Lokasi Jumlah Keterangan Marka Gen 1. Waduk Kutopanjang 10 ekor Pengambilan molekuler Daerah kontrol 2. Teso 11 ekor sampel :
mtDNA 3. Langgam 10 ekor tahun 2010 4. Rantau Baru 10 ekor
5. Kuala Tolam 10 ekor 6. Sungai Barito 1 ekor 7. Sungai Indragiri 1 ekor 8. Sungai Penyak 1 ekor
54 ekor
Sitokrom b 1. Waduk Kutopanjang 3 ekor Pengambilan
mtDNA 2. Langgam 2 ekor sampel :
3. Rantau Baru 3 ekor tahun 2010 4. Sungai Indragiri Hilir 3 ekor
5. Sungai Mahakam 4 ekor
15 ekor
Morfologi ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 16 ekor Pengambilan 2. Teso 13 ekor sampel :
3. Langgam 12 ekor sepanjang tahun 4. Rantau Baru 37 ekor 2009-2010 5. Kuala Tolam 17 ekor
6. Sungai Barito 10 ekor ikan putak 7. Sungai Musi 9 ekor
114 ekor
Fluktuasi ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 16 ekor Pengambilan
Asimetri 2. Teso 14 ekor sampel :
3. Langgam 12 ekor sepanjang tahun 4. Rantau Baru 25 ekor 2009-2010 5. Kuala Tolam 17 ekor
23
Lanjutan tabel..
Aspek Jenis Lokasi Jumlah Keterangan
Makanan ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 37 ekor Pengambilan 2. Teso 20 ekor sampel :
3. Langgam 38 ekor sepanjang tahun 4. Rantau Baru 32 ekor 2009-2010 5. Kuala Tolam 49 ekor
176 ekor
Pertumbuhan ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 49 ekor Pengambilan 2. Teso 159 ekor sampel :
3. Langgam 107 ekor sepanjang tahun 4. Rantau Baru 109 ekor 2009-2010 5. Kuala Tolam 94 ekor
507 ekor
Reproduksi ikan belida