• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian bioekologi dalam rangka menentukan arah pengelolaan ikan belida (Chitala lopis Bleeker 1851) di Sungai Kampar, Provinsi Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian bioekologi dalam rangka menentukan arah pengelolaan ikan belida (Chitala lopis Bleeker 1851) di Sungai Kampar, Provinsi Riau"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

ARIF WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Kajian Bioekologi dalam Rangka

Menentukan Arah Pengelolaan Ikan Belida (Chitala Lopis Bleeker 1851) di Sungai

Kampar, Provinsi Riau adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi.

Bogor, Juni 2011

(4)
(5)

Management (Chitala lopis Bleeker 1851) In Kampar River, Riau Province). (Under the guidance: RIDWAN AFFANDI, KADARWAN SOEWARDI and SUDARTO).

Research on bioecology to determine the course of giant featherback management

(Chitala lopis bleeker 1851) in Kampar River, Riau Province was conducted from May

2009 until November 2010. Research objectives were examined bioecology aspects of giant featherback (structure and health status of giant featherback populations reviewed from population biology, diets, growth, reproduction and habitat) and formulated concepts and strategies for giant featherback management. The study was conducted using survey and purposive sampling method. Giant featherback specimens were collected from five stations sampling in Kampar River, as a comparison, samples from Barito River (South Kalimantan Province), Penyak River (Bangka-Belitung Province), Mahakam River (East Kalimantan Province) and Indragiri Hilir (Riau Province) were also collected for population genetic analysis.

The results reveal that giant featherback in Kampar River Riau Province identified

as Chitala Lopis and fragmented in two population units. Morphological characteristics of

giant featherback showed phenotypic plasticity and they can not be used to identify unit of population. Kampar River giant featherback classified as carnivorous fish with isometric growth type both male and female. These fishes were matured yearlong in all five sampling stations whereas rainy season as the peak of spawning season. The average size of male giant featherback first maturity is 646.6 mm and 683.5 mm for female. Female giant featherback has a relatively small fecundity which is ranged from 442-11972 eggs. Kuala Tolam Station represents the highest value of environment index for giant featherback specises meanwhile Teso and Rantau Baru as the lowest ones.

The strategies of Kampar River giant featherback management are restocking

policies in Kuala Tolam, Langgam and Kutopanjang. Translocations population should be conducted on Teso and Rantau Baru populations with Kutopanjang and Langgam as the source populations.The captured sizes of male giant featherback should be more than 646.6 mm, these imply on modification giant featherback fishing gear such as distance between timber in lukah fishing gear minimum 3.8 cm, the size of net and scoop nets on the appliance sempirai at least 10 cm and the minimum size of fish bait is 3 cm. The giant featherback fishing activities could be conducted throughout the year except in November. In fishing control, Teso, Langgam, Rantau Baru and Kuala Tolam Station should be treated as the targets for restraint in fishing activities meanwhile Kutopanjang Station is suitable for intensively giant featherback fishing. Recommendations habitat restoration policies were aimed at Teso and Rantau Baru Station related to restriction on gold mine activities in upper stream of Teso, reshape river, restriction on floating aquaculture in Rantau Baru and reforestation of riparian vegetation in Teso and Rantau Baru Station.

(6)
(7)

bimbingan: RIDWAN AFFANDI, KADARWAN SOEWARDI dan SUDARTO).

Penelitian tentang kajian bioekologi dalam rangka menentukan arah pengelolaan

ikan belida (Chitala Lopis Bleeker 1851) di Sungai Kampar, Provinsi Riau telah

dilakukan. Penelitian bertujuan untuk mengkaji aspek bioekologi ikan belida (struktur dan status kesehatan populasi ikan belida di tinjau dari biologi populasi, makanan, pertumbuhan, reproduksi dan habitat) dan merumuskan pengelolaan ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau. Penelitian dilakukan dari bulan Mei 2009 sampai dengan

November 2010, menggunakan metode survei dan purposive sampling. Lokasi

pengambilan sampel ikan belida untuk analisis bioekologi adalah di Sungai Kampar Provinsi Riau. Sebagai pembanding, dilakukan pengambilan sampel ikan belida di Sungai Indragiri Hilir (Provinsi Riau), Sungai Penyak (Provinsi Bangka Belitung), Sungai Mahakam (Provinsi Kalimantan Timur) dan Sungai Barito (Kalimantan Selatan) khususnya untuk analisis genetika populasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan aspek bioekologi, ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau, teridentifikasi ke dalam kelompok spesies

Chitala lopis dan terdiri dari dua unit populasi, yaitu populasi bagian hilir dan populasi

bagian hulu, pH perairan diindikasikan menjadi pembatas penyebaran. Karakter morfologis (morfometrik dan meristik) ikan belida Sungai Kampar memperlihatkan pola heterogenitas berdasarkan lokasi geografis (plastisitas fenotipe) dan tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi unit populasi. Keragaman genetik terbesar ikan belida Sungai Kampar terdapat di populasi bagian hilir (Stasiun Kuala Tolam). Ikan belida Sungai Kampar secara genetik berbeda dengan dengan ikan belida di Sungai Indragiri, Penyak, Mahakam dan Barito. Ikan belida merupakan ikan karnivora berdasarkan makanan dan struktur pencernaannya. Makanan ikan belida secara umum terdapat 8 kelompok jenis organisme makanan dengan ikan sebagai makanan utama. Persentase masing-masing kelompok makanan ikan belida bervariasi tergantung pada jenis kelamin, kelompok ukuran, musim, tingkat kematangan gonad dan stasiun pengambilan sampel. Persentase ikan belida betina mengkonsumsi krustasea (udang) relatif lebih besar dibandingkan ikan belida jantan dan ada kecenderungan persentase konsumsi krustasea yang meningkat dengan semakin besar ukuran ikan belida. Secara umum konsumsi krustasea memiliki persentase yang tinggi pada musim kemarau dan saat matang gonad. Luas relung pada ikan belida berkaitan dengan ukuran ikan, semakin besar ukuran ikan belida maka makanannya semakin seragam dan semakin kecil ukuran ikan maka makanannya semakin beragam. Ikan belida Sungai Kampar memiliki tipe pertumbuhan isometrik, baik ikan belida jantan maupun betina. Ikan belida betina relatif lebih gemuk dan memiliki nilai faktor kondisi relatif lebih tinggi dibandingkan ikan belida jantan, namun pertambahan panjang tubuhnya lebih lambat dibandingkan ikan belida jantan. Ikan

belida kelompok ukuran sedang (611 – 750 mm) memiliki nilai faktor kondisi tertinggi

(8)

mengungkapkan Stasiun Kuala Tolam memiliki nilai indeks kualitas lingkungan perairan yang terbaik sedangan Stasiun Teso dan Rantau Baru memiliki nilai indeks kualitas lingkungan perairan yang paling buruk. Kompilasi penilaian tingkat kesehatan populasi dan kondisi habitat memperlihatkan, Stasiun Kutopanjang memiliki nilai tingkat kesehatan populasi yang paling baik sedangkan Stasiun Kuala Tolam memiliki nilai kondisi habitat yang paling baik. Stasiun Teso dan Stasiun Rantau Baru memiliki nilai tingkat kesehatan populasi dan nilai kondisi habitat yang paling buruk.

Pengelolaan ikan belida di Sungai Kampar diarahkan pada perbaikan atau konservasi populasi dan habitat. Perbaikan atau konservasi populasi terkait dengan

kebijakan restocking, translokasi dan pengendalian penangkapan (lokasi, musim dan

ukuran ikan yang ditangkap). Kebijakan restocking dilakukan pada populasi ikan belida

di Kuala Tolam, Langgam dan Kutopanjang sedangkan transplantasi ditujukan pada populasi ikan belida di Teso dan Rantau Baru, ikan belida yang ditrasplantasikan harus berasal dari populasi ikan belida Kutopanjang dan Langgam yang masih satu populasi. Penangkapan ikan belida harus dilakukan pembatasan di Teso, Langgam, Rantau Baru dan Kuala Tolam, khususnya pada bulan November yang merupakan puncak musim pemijahan, sedangkan untuk Stasiun Kutopanjang tidak diperlukan pembatasan penangkapan. Ukuran ikan belida yang boleh ditangkap adalah lebih besar dari 646.6 mm, sehingga alat tangkap yang digunakan harus dimodifikasi yang memungkinkan ikan belida yang memiliki ukuran kurang dari 646.6 mm bisa melepaskan diri. Alat tangkap lukah yang menyerupai kandang, harus memiliki jarak antara kayu lebih besar dari 3.8 cm, ukuran mata jaring/jala pada alat jaring serok dan sempirai minimal 10 cm dan

ukuran umpan yang digunakan ≥ 3 cm. Perbaikan atau konservasi habitat terkait dengan penetapan wilayah konservasi dan rekomendasi perbaikan habitat. Penetapan wilayah konservasi ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau berada di Stasiun Kuala Tolam (bagian hilir). Rekomendasi perbaikan habitat ditujukan pada Stasiun Teso dan Stasiun Rantau Baru. Rekomendasi perbaikan habitat tersebut berupa pelarangan penambangan emas dan pengembalian alur sungai di hulu Teso, pembatasan keramba di Rantau Baru dan penghijauan tanaman riparian di Teso dan Rantau Baru.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan

laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tersebut

tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

(10)
(11)

ARIF WIBOWO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji Luar Komisi:

1. Dr. Ir. Endhay Kusnendar, M.S

(13)

Nama Mahasiswa : Arif Wibowo

NRP : C261070071

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Disetujui

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA Ketua

Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi Dr. Ir. Sudarto, M.Sc

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(14)
(15)

i

Pengelolaan Ikan Belida (Chitala Lopis Bleeker 1851) di Sungai Kampar, Provinsi Riau.

Ikan belida adalah ikan asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan sebagai ikan budaya. Salah satu sungai di Indonesia yang memiliki populasi ikan belida yang masih banyak dan memiliki semua tipe habitat ikan belida adalah Sungai Kampar, Provinsi Riau. Laju penangkapan yang tinggi dan degradasi habitat menyebabkan populasi ikan belida di alam memperlihatkan tren yang menurun dari tahun ke tahun. Untuk menghindari kepunahan dan menjaga kelestarian ikan belida Sungai Kampar maka dilakukanlah penelitian ini yang bertujuan untuk mengkaji aspek bioekologi ikan belida (struktur dan status kesehatan populasi ikan belida di tinjau dari biologi populasi, makanan, pertumbuhan, reproduksi dan habitat) dan merumuskan pengelolaan ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau

Disertasi ini dibiayai oleh Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang, Balitbang Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui DIPA Tahun 2009 dan DIPA Tahun 2010. Disertasi ini dapat diselesaikan berkat bantuan berbagai pihak.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA., Bapak Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi dan Bapak Dr. Ir. Sudarto, M.Sc., selaku pembimbing yang telah banyak memberikan petunjuk, saran, bimbingan dan arahan demi selesainya disertasi ini. Terima kasih disampaikan pula kepada Bapak Dr. Achmad Farajallah, M.Si atas bantuan, koreksi, diskusi dan saran kepada penulis. Secara khusus terima kasih disampaikan kepada Bapak Suharto dan

seluruh keluarga atas do’a dan curahan kasih sayang kepada penulis. Terima kasih yang tak terhingga kepada istri tercinta Rika Istianik Fharidha, SE., ananda Adzkia Aimee

Zahira dan Aiko Athaya Shyreen atas do’a, kesabaran dan dorongan semangat demi

keberhasilan studi. Disertasi ini di persembahkan untuk alm ibu Sudarni.

Bogor, Juni 2011

(16)
(17)

iii

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Desember 1977 sebagai anak ke empat dari pasangan Suharto dan Sudarni. Program sarjana ditempuh pada Fakultas Pertanian UGM, lulus pada tahun 2001. Pada Tahun 2001, penulis diterima di Program Studi Ilmu Lingkungan pada Program Pascasarjana UGM dan menamatkannya pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan Program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf peneliti pada Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum, Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2003. Bidang kajian yang diminati penulis adalah Ekologi Molekuler dan Manajemen Sumberdaya Perikanan.

Selama mengikuti program S3, penulis menerbitkan dua buah artikel yang merupakan bagian dari disertasi penulis. Satu buah artikel berjudul Genetic

Differentiation of the Kampar River’s Giant Featherback (Chitala lopis Bleeker 1851)

Base on Mitochondrial DNA Analysis pada Indonesian Fisheries Research Journal, Vol

16(2): 49-58, Desember 2010. Artikel kedua berjudul Pengelolaan Sumberdaya Ikan

Belida (Chitala Lopis) di Sungai Kampar, Provinsi Riau pada Jurnal Kebijakan Perikanan

(18)
(19)

v

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR ISI.. ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Kerangka Pemikiran ... 2

Hipotesis ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Belida (Chitala lopis) ... 7

Identifikasi Stok Ikan ... 9

Keragaman Genetik ... 11

Fluktuasi Asimetrik ... 12

Makanan ... 13

Pertumbuhan ... 14

Reproduksi ... 15

Kualitas Perairan ... 16

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Prosedur Penelitian ... 20

Lokasi dan Jumlah Sampel ... 20

Biologi populasi ... 23

Makanan ... 34

Pertumbuhan ... 37

Reproduksi ... 40

(20)

vi

Pertumbuhan ... 92

Reproduksi ... 108

Kondisi Lingkungan... 129

Pengelolaan Ikan Belida di Sungai Kampar ... 135

KESIMPULAN DAN SARAN... 139

DAFTAR PUSTAKA... 143

(21)

vii

1. Struktur anatomis saluran pencernaan ikan berdasarkan

jenis makanannya ... 14

2. Aspek kajian, objek yang dikaji dan daftar sampel yang digunakan

dalam penelitian ... 22

3. Tingkat kematangan gonad ikan (struktur morfo-anatomis)

berdasarkan modifikasi Cassie ... 42

4. Parameter, metode pengukuran, bahan dan alat ... 45

5. Jumlah situs berulang pada sebagian fragmen daerah kontrol

mtDNA ikan belida ... 52

6. Kode sampel, lokasi, ukuran sampel dan data genetik lima stasiun

sampel ikan belida Sungai Kampar ... 54

7. Komposisi haplotipe ikan belida Sungai Kampar berdasarkan

sebagian fragmen daerah kontrol mtDNA ... 55

8. Posisi variasi basa haplotipe ikan belida Sungai Kampar berdasarkan

sebagian fragmen daerah kontrol mtDNA ... 55

9. Analisis varian molekular (AMOVA) sampel ikan belida Sungai Kampar

berdasarkan sebagian fragmen daerah kontrol mtDNA ... 57

10.Analisis varian molekular (AMOVA) sampel ikan belida Sungai Kampar

dengan pengelompokkan populasi. Populasi tersebut adalah

Rantau Baru (RB), Langgam (LG), Teso (ST), Kutopanjang (WD)

dan Kuala Tolam (KT) ... 58

11.Analisis varian molekular (AMOVA) sampel ikan belida

Sungai kampar, Sungai Kampar, Indragiri dan Mahakam berdasarkan

sebagian fragmen lengkap sitokrom b mtDNA... 63

12. Lokasi sampling, simbol yang digunakan untuk mewakili lokasi,

alat tangkap yang digunakan dan ukuran sampel

untuk analisis morfologi ... 65

13.Karakter morfometrik dan meristik untuk menganalisis variasi

(22)

viii

16.Nilai partial lambda semua variabel, nilai diskriminan semua karakter

dan persentase variasi dua variabel canonicle yang pertama ... 68

17.Hasil klasifikasi analisis diskriminan karakter morfometrik

dan meristik... 72

18.Luas relung makanan ikan belida berdasarkan kelas ukuran ... 90

19.Luas relung makanan ikan belida berdasarkan

stasiun pengambilan sampel ... 91

20.Hubungan panjang dan bobot ikan belida berdasarkan jenis kelamin

dan stasiun pengambilan sampel... 94

21.Hubungan panjang dan bobot ikan belida berdasarkan tiga kelompok

ukuran dan stasiun pengambilan sampel ... 95

22.Hasil analisis pertumbuhan panjang ikan belida berdasarkan stasiun

pada semua kelompok ukuran pengambilan sampel... 98

23.Hasil analisis pertumbuhan panjang ikan belida kelompok

ukuran kecil berdasarkan stasiun pengambilan sampel ... 99

24.Nisbah kelamin ikan belida berdasarkan stasiun

pengambilan sampel ... 109

25.Matriks korelasi antara variabel habitat lingkungan perairan dengan

faktor kondisi ikan ... 134

26.Besaran nilai kesehatan populasi ikan belida pada setiap stasiun

pengambilan sampel berdasarkan parameter yang di kaji ... 136

27.Besaran nilai kondisi habitat pada setiap stasiun pengambilan sampel

(23)

ix

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 3

2. Skema pelaksanaan penelitian ... 4

3. Struktur morfologis ikan belida ... 8

4. Penyebaran Notopteridae ... 8

5. Penyebaran ikan belida di Indonesia ... 9

6. Skema molekul sirkuler pada genom mitokondria ... 11

7. Lokasi pengambilan sampel ikan belida ... 21

8. Lokasi pengambilan sampel ikan belida dan pengamatan kualitas

lingkungan di Sungai Kampar ... 21

9. Tahapan analisis DNA secara ringkas ... 25

10. Karakter morfologis ikan belida yang diukur ... 31

11. Karakter fluktuasi asimetrik yang diamati ... 33

12. Jumlah tangkapan total ikan belida berdasarkan musim

(waktu pengambilan sampel ikan) ... 49

13. Jumlah tangkapan total ikan belida berdasarkan kelompok ukuran

dan musim ... 49

14. Jumlah ikan belida yang dijadikan sampel untuk analisis makanan

dan reproduksi berdasarkan stasiun pengambilan sampel selama

penelitian. ... 50

15. Jumlah ikan belida yang dijadikan sampel untuk analisis makanan

dan reproduksi berdasarkan kelompok ukuran pada setiap stasiun

pengambilan sampel. ... 51

16. Jumlah ikan belida yang dijadikan sampel untuk analisis makanan dan

reproduksi berdasarkan musim (waktu pengambilan sampel ikan) ... 51

17. Jumlah ikan belida yang dijadikan sampel untuk analisis makanan

dan reproduksi berdasarkan kelompok ukuran dan musim ... 52

18. Peta distribusi haplotipe ikan belida Sungai Kampar

(24)

x

21. Struktur morfologis ikan belida Sungai Kampar (a) dan ikan belida

yang menghuni habitat perairan asam (b dan c) merupakan haplotipe

spesiasi Kampar 1 dan 2 . ... 61

22. Struktur morfologis ikan belida Kumbuhan Sungai Kampar (ikan belida

besar, dapat tumbuh mencapai ukuran >30 kg) merupakan haplotipe

spesiasi Kampar 3 ... 62

23. Filogeni NJ Kimura 2 parameter haplotipe ikan belida berdasarkan

fragmen lengkap gen sitokrom b MtDNA. ... 63

24. Kontruksi network haplotipe ikan belida . ... 64

25. Plot individual ikan belida dan kelompok centroid variabel kanonical

1 dan 2 berdasarkan karakter morfometrik (A dan B) dan

meristik (C dan D) ... 69

26. Scater plot dan whiskerplot karakter morfometrik utama ikan belida

jantan dan betina ... 70

27. Dendogram jarak kemiripan antar individual kelompok stasiun ikan belida

berdasarkan karakter morfometrik (A dan B) dan meristik (C dan D)…... 73

28. Nilai fluktuasi asimetri bilangan (number) ikan belida dari

lima stasiun pengambilan sampel di Sungai Kampar . ... 74

29. Nilai fluktuasi asimetri besaran (mugnitude) ikan belida dari

lima stasiun pengambilan sampel di Sungai Kampar . ... 75

30. Nilai keseluruhan fluktuasi asimetri bilangan (number)

dan besaran (mugnitute) ikan belida dari lima stasiun pengambilan

sampel di Sungai Kampar. ... 75

31. Struktur anatomis saluran pencernaan ikan belida ... 77

32. Struktur anatomis insang ikan belida ... 77

33. Komposisi makanan ikan belida secara umum ... 78

34. Komposisi makanan ikan belida berdasarkan jenis kelamin.. ... 80

35. Komposisi makanan ikan belida berdasarkan jenis kelamin pada tiga

kelompok ukuran. ... 81

(25)

xi

sampel ... 83

39. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan

sampel berdasarkan jenis kelamin ... 84

40. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan

sampel ... 84

41. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan

sampel berdasarkan kelompok ukuran ... 85

42. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan

sampel berdasarkan musim ... 86

43. Komposisi makanan ikan belida jantan dan betina berdasarkan TKG 87

44. Komposisi makanan ikan belida berdasarkan TKG ... 87

45. Komposisi makanan ikan belida pada setiap stasiun pengambilan

sampel berdasarkan TKG ... 88

46. Korespondensi antara stasiun pengambilan sample dengan

komposisi makanan ... 88

47. Korespondensi antara indeks bagian terbesar makanan ikan belida

dengan musim, ukuran, stasiun dan TKG ... 89

48. Hasil analisis ISC setiap stasiun pengambilan sampel yang telah

di standarisasi dengan musim, ukuran, stasiun dan TKG ... 92

49. Hubungan panjang-bobot total ikan belida ... 93

50. Hubungan panjang-bobot ikan belida jantan dan betina ... 94

51. Panjang bobot ikan belida setiap stasiun pengambilan sampel pada

standarisasi kondisi yang relatif sama

(jenis kelamin, ukuran, musim dan TKG). ... 96

52. Kurva pertumbuhan ikan belida jantan dan betina Sungai Kampar .... 97

53. Kurva pertumbuhan ikan belida Sungai Kampar berdasarkan stasiun

pengambilan sampel ... 98

54. Kurva pertumbuhan ikan belida Sungai Kampar kelompok ukuran

kecil (< 611 mm) berdasarkan stasiun pengambilan sampel ... 99

(26)

xii

membedakan jenis kelamin ... 101

58. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan jenis kelamin pada

tiga kelompok ukuran ... 102

59. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan ukuran ikan belida tanpa

membedakan jenis kelamin ... 102

60. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan ukuran ikan belida pada

kondisi yang relatif sama ... 103

61. Faktor kondisi ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel

berdasarkan jenis kelamin ... 103

62. Faktor kondisi ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel

tanpa membedakan jenis kelamin ... 104

63. Faktor kondisi ikan belida setiap stasiun pengambilan sampel pada

kondisi yang relatif sama ... 104

64. Faktor kondisi ikan belida jantan dan betina berdasarkan TKG ... 105

65. Faktor kondisi ikan belida berdasarkan TKG tanpa membedakan

jenis kelamin ... 105

66. Faktor kondisi ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel

berdasarkan ukuran ... 106

67. Faktor kondisi ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel

berdasarkan musim ... 107

68. Faktor kondisi ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel

berdasarkan TKG ... 107

69. Laju eksploitasi populasi ikan belida setiap stasiun pengambilan

sampel ... 108

70. Struktur morfologis alat kelamin ikan belida ... 109

71. Struktur morfologis dan histologis ovarium ikan belida ... 111

72. Struktur morfologis dan histologis testes ikan belida ... 112

73. TKG ikan belida secara umum ... 114

(27)

xiii

jenis kelamin ... 115

77. TKG ikan belida jantan dan betina berdasarkan

waktu pengambilan sampel ... 116

78. TKG ikan belida berdasarkan waktu pengambilan sampel ... 116

79. TKG ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel

berdasarkan jenis kelamin ... 117

80. TKG ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel

tanpa membedakan jenis kelamin ... 117

81. TKG ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel

berdasarkan kelompok ukuran ... 118

82. TKG ikan belida pada setiap stasiun pengambilan sampel

berdasarkan musim ... 119

83. Ukuran pertama kali ikan matang gonad ikan belida pada setiap

stasiun pengambilan sampel ... 121

84. Nilai rata-rata IKG ikan belida berdasarkan jenis kelamin ... 121

85. Nilai rata-rata IKG ikan belida berdasarkan jenis kelamin dan TKG .. 121

86. Nilai rata-rata IKG ikan belida betina pada tiga kelompok ukuran. .... 122

87. Nilai rata-rata IKG ikan belida yang telah distandarisasi

berdasarkan musim ... 123

88. Nilai rata-rata IKG ikan belida betina berdasarkan musim

dan ukuran ... 123

89. Nilai rata-rata IKG ikan belida yang telah distandarisasi

pada setiap stasiun pengambilan sampel ... 124

90. Nilai rata-rata IKG ikan belida betina pada setiap stasiun

pengambilan sampel berdasarkan kelompok ukuran ... 124

91. Nilai rata-rata IKG ikan belida betina pada setiap stasiun

pengambilan sampel berdasarkan musim ... 125

92. Nilai rata-rata IKG ikan belida betina pada setiap stasiun

(28)

xiv

95. Sebaran diameter telur ikan belida pada TKG III dan TKG IV ... 128

96. Ukuran diameter telur ikan belida berdasarkan

stasiun pengambilan sampel ... 129

97. Kualitas perairan Sungai kampar di lima stasiun pengambilan sampel

pada setiap waktu pengamatan ... 131

98. Skor kondisi kualitas perairan di setiap stasiun pengamatan

di Sungai Kampar ... 131

99. Dendogram jarak kesamaan karakteristik perairan lima stasiun

pengambilan sampel ... 133

100.Hasil analisis komponen utama variabel habitat perairan dengan

(29)

xv

1. Lokasi stasiun pengambilan sampel ... 151

2. Alat tangkap ikan belida yang digunakan ... 152

3. Penentuan kelas panjang total untuk analisis makanan ... 153

4. Uji t hubungan panjang-berat ikan belida jantan ... 154

5. Proses pembuatan preparat histologi gonad ikan belida

(Bank, 1986 in Hermawati, 2006) ... 155

6. Haplotipe umum yang ditemui di Sungai Kampar ... 157

7. Perhitungan skoring kualitas air ... 168

8. Peta citra tutupan hutan Prov. Riau 2007 ... 169

(30)
(31)

Latar Belakang

Ikan belida merupakan anggota Famili Notopteridae (Kottelat et al. 1993; 1997)

yang memiliki nilai ekonomis dan budaya. Ikan belida di Indonesia memiliki wilayah

penyebaran di Sumatera, Jawa dan Kalimantan (dahulu merupakan Paparan Sunda)

(Kottelat et al. 1993; 1997). Ikan ini sangat digemari karena memiliki rasa daging yang

lezat dan khas terutama karena kandungan lemaknya yang tinggi (Sunarno 2002), juga

kandungan protein dan vitamin A yang tinggi (Mno 2005), hal ini menempatkan ikan

belida sebagai makanan yang eksklusif dengan harga yang relatif mahal (harga per kg

ikan belida > Rp. 60.000). Masyarakat menganggap mengkonsumsi jenis makanan ini

merupakan prestise, oleh karena itu permintaan ikan belida terus meningkat dari tahun ke

tahun. Sebagai ilustrasi di Kota Palembang permintaan ikan belida untuk industri rumah

tangga sekitar 200 kg/hari dan untuk ikan konsumsi 40 kg/hari. Nelayan disekitar Kota

Palembang diperkirakan hanya dapat memasok kurang dari 2%. Permintaan ikan belida

yang tinggi, menyebabkan eksploitasinya meningkat sehingga populasinya semakin

menurun. Ditjen perikanan (2000) mencatat produksi tahunan ikan belida di Indonesia

terus mengalami penurunan, yaitu: 8.000 ton (1991), 5.000 ton (1995) dan 3.000 ton

(1998) (Ditjen Perikanan 2000). Sejalan hal tersebut, produksi tahunan ikan belida di

Sungai Kampar juga mengalami penurunan, yaitu 50 ton (2003), 30 ton (2004), 20 ton

(2005), 9 ton (2006) dan 10 ton (2007) (Diskanlut 2008).

Populasi ikan belida yang cenderung menurun dapat menyebabkan berkurangnya

populasi efektif yang menghasilkan peningkatan inbreeding sehingga menekan ”fitness”

populasi ikan tersebut dan akhirnya dapat menyebabkan kepunahan. Strategi pengelolaan

yang tepat diperlukan untuk menghindari kepunahan ikan belida, untuk itu perlu

dilakukan kajian yang meliputi aspek biologi populasi dan kondisi habitat.

Penelitian tentang ikan belida sebelumnya telah dilakukan. Aspek biologi yang

meliputi makanan, reproduksi dan habitat telah dilakukan oleh Adjie dan Utomo (1994);

Adjie dkk. (1999) dan Sunarno dkk. (2003), sedangkan aspek genetik telah dilakukan oleh

Madang (1999) melalui analisis protein. Penelitian keragaman genetik dengan

(32)

Untuk menentukan strategi pengelolaan yang tepat, maka dalam penelitian ini

dilakukan studi bioekologi yang lebih mendalam dan khususnya aspek genetika dilakukan

dengan metode yang lebih akurat dengan analisis sekuense DNA. Sungai Kampar

Provinsi Riau dipilih menjadi objek kajian penelitian karena karakteristik tipe ekosistem

dan produksi tahunan ikan belidanya. Sungai Kampar memiliki ekosistem yang kompleks

dan lengkap yang mewakili semua tipe habitat ikan belida (waduk, danau rawa, anak

sungai dan sungai utama) dan produksi tahunan ikan belida di Sungai Kampar tergolong

tinggi dan diduga telah terjadi penurunan yang drastis.

Kerangka Pemikiran

Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa eksploitasi ikan belida meningkat dari

tahun ke tahun. Selain laju eksploitasi yang tinggi, kondisi habitat yang juga telah

mengalami degradasi akan menyebabkan jumlah populasi ikan belida di alam menurun.

Degradasi habitat dan kondisi lingkungan memberikan efek seleksi sehingga keragaman

genetik populasi menjadi rendah. Laju penangkapan yang tinggi menyebabkan penurunan

jumlah populasi yang potensial mempengaruhi keragaman haplotipe populasi dan

menghasilkan keragaman genetik yang rendah, selain itu dalam perspektif populasi,

adanya keragaman haplotipe individu dalam populasi dapat menyebabkan terbentuknya

unit populasi yang terpisah. Kondisi keragaman genetik yang rendah dan kondisi

degradasi lingkungan dikhawatirkan akan berakibat pada penurunan tingkat kesehatan

populasi ikan belida di Sungai Kampar. Sehingga untuk menghindari kepunahan dan

menjaga kelestarian ikan belida dari kondisi tersebut, harus di buat strategi pengelolaan

ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau berdasarkan identifikasi unit populasi,

tingkat kesehatan populasi dan kondisi habitat. Strategi pengelolaan tersebut diarahkan

pada perbaikan populasi, kebijakan perbaikan habitat dan penetapan wilayah konservasi,

secara skematis kerangka pemikiran penelitian terlihat pada Gambar 1. Untuk

mengindentifikasi unit populasi dan mendapatkan informasi tentang tingkat kesehatan

populasi dan kondisi habitat ikan belida di Sungai Kampar Provinsi Riau dilakukan

(33)

3 Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.

(34)
(35)

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Ikan belida Sungai Kampar merupakan spesies Chitala lopis

2. Perbedaan kondisi habitat menyebabkan populasi ikan belida di Sungai Kampar telah

terfragmentasi.

3. Keragaman genetik populasi ikan belida telah mengalami penurunan dan besaran

tingkat keragaman genetik antar populasi berbeda.

4. Strategi pengelolaan ikan belida di Sungai Kampar spesifik untuk setiap lokasi dan

berbeda antar populasi.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1. Mengkaji aspek bioekologi ikan belida (struktur dan status kesehatan populasi ikan

belida di tinjau dari aspek biologi populasi, aspek makanan, pertumbuhan,

reproduksi dan habitat).

2. Merumuskan konsep dan strategi pengelolaan ikan belida.

Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk usaha pengelolaan dan

domestikasi dalam upaya pemanfaatan sumber daya perairan yang berkelanjutan pada

(36)
(37)

Ikan belida tergolong ke dalam kelas Actinopterygii, Ordo Osteoglossiformes,

famili Notopteridae, genus Chitala, spesies Chitala lopis (Nelson 1976; Kottelat et al.

1993; 1997), memiliki sinonim Notopterus chitala dengan nama internasional giant

featherback. Di Indonesia ikan belida dikenal dengan nama belido (Sumatera) atau pipih

(Kalimantan).

Ciri-ciri morfologi ikan belida, berdasarkan Weber dan deBeaufort (1913);

Kottelat et al. (1993; 1997), memiliki badan pipih dan memanjang dengan bagian

punggung yang tampak membesar. Bagian perut berduri ganda dengan bagian ekor yang

juga memanjang. Ukuran sisik kecil, berbentuk sikloid, pada samping badan membentuk

gurat sisi. Bukaan mulut lebar, dibatasi rahang atas depan dan rahang atas. Rahang atas

memanjang sampai bawah atau belakang mata. Sirip punggung kecil, terletak kira-kira

direntang pertengahan sirip dubur yang bersatu dengan sirip ekor. Sirip perut yang bersatu

pada dasarnya kecil (rudiment). Selaput insang (gill membrane) bersatu pada bagian

dasarnya dan bebas dari isthmus dengan jari-jari selaput insang berjumlah 7-9. Saringan

insang tidak banyak, kuat, ada serangkaian tonjolan pada bagian dalam lengkung insang

yang pertama, struktur morfologis ikan belida terlihat pada Gambar 3.

Pola warna terdiri dari 3 fase yaitu fase maculosus (150-270 mm), seluruh badan

ditutupi bintik bulat kecil. Banyak garis miring berbintik-bintik pada sirip dubur dan

badan bagian belakang dan sebuah bintik hitam pada pangkal sirip badan (fase

borneensis, 300-600 mm), tidak ada tanda-tanda lain kecuali bintik hitam pada pangkal

sirip dada (fase hypselonotus, > 600 mm); beberapa spesimen tidak memiliki tanda-tanda

pada badan (fase lopis, kisaran ukuran tidak dikenal) (Kottelat et al. 1993).

(38)

Gambar 3. Struktur morfologis ikan belida

Penyebaran famili Notopteridae menurut Inuoe et al. (2009), meliputi kawasan

Afrika terutama bagian tengah (tropika), Asia Selatan dan Asia Tenggara. Kawasan

Afrika meliputi negara-negara seperti; Kongo, Gabon, Zaire, Kamerun, Republik Afrika

Tengah, Sudan, Nigeria, Pantai Gading, Benin, Gambia, Cad dan Sinegal. Kawasan Asia

Selatan meliputi negara India, Banglades dan Pakistan. Sedangkan kawasan Asia

Tenggara meliputi negara-negara; Myanmar, Thailand (Sungai Choupraya), Kamboja dan

Laos (DAS Mekong), Malaysia dan Indonesia, Gambar 4.

Gambar 4. Penyebaran Notopteridae menurut Inoue et al. (2009)

Penyebaran ikan belida di wilayah Indonesia meliputi sungai-sungai besar

(39)

Kalimantan dan Jawa. Penyebaran jenis ikan tersebut diperkirakan terjadi pada zaman

pleistosen, saat terjadi susut laut akibat pendinginan suhu global. Pada saat itu Pulau

Sumatera, Kalimantan dan Jawa merupakan satu daratan dengan banyak sungai panjang

mengalir berhulu di Sumatera dan Jawa dengan muara di wilayah sebelah utara dan

selatan Kalimantan, Gambar 5.

Ket: = jumlah populasi besar, = jumlah populasi sedang dan = jumlah populasi kecil

Gambar 5. Penyebaran ikan belida di Indonesia (Voris, 2000)

Identifikasi Stok Ikan

Identifikasi stok ikan dapat dilakukan melalui pengukuran pada struktur

morfologis (karakter morfometrik) (Tschibwabwa 1997; Sudarto 2003; Gustiano 2003)

dan karakter meristik (Seymour 1959; MacCrimmon and Clayton 1985; Al-Hasan 1984;

1987a,b)) dan marka molekular (Waltner 1988; Krueger 1986; Sudarto 2003).

Morfometrik adalah perbandingan ukuran relatif bagian-bagian tubuh ikan,

sementara meristik adalah bagian yang dapat dihitung dari ikan yang merupakan jumlah

bagian-bagian tubuh ikan. Perbedaan morfologis antar populasi dapat berupa perbedaan

jumlah, ukuran dan bentuk (Sprent 1972), keunggulan menggunakan karakter morfologis

dalam membedakan populasi adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan biaya besar dan

tidak memerlukan waktu lama (Mustafa 1999; Gustiano 2003). Identifikasi stok atau sub

populasi ikan belida menggunakan karakter meristik sebelumnya pernah dilakukan oleh

MAHAKAM

BARITO KAHAYAN

KAPUAS

CISADANE TULANG BAWANG

BANGKA

MUSI BATANGHARI SIAK

(40)

Wibowo dkk. (2008a) berdasarkan karakter jumlah duri pada ventral, jumlah sirip anal,

jumlah sirip dada dan jumlah sirip punggung. Hasil penelitian mengungkapkan populasi

ikan belida di Perairan Riau terbagi menjadi tiga subpopulasi, yaitu subpopulasi tipe

Kampar Kiri, Kampar Kanan dan Indragiri. Pembeda diantara ketiga subpopulasi adalah

jumlah duri pada ventral.

Penanda molekular mampu mengidentifikasi perbedaan genetik langsung pada

level DNA sebagai komponen genetik. Semua karakter yang ditampilkan baik secara

nyata atau tidak oleh satu individu hewan tidak lain adalah pencerminan karakter gen

yang dimiliki oleh individu hewan tersebut, atau dapat disebut bahwa semua informasi

yang dapat diamati pada suatu individu hewan adalah penanda genetik dari individu

tersebut. Karakteristik penanda molekular ini dapat menanggulangi keterbatasan

penggunaan penanda morfologi karena penanda ini bebas dari pengaruh-pengaruh

epistasi, lingkungan dan fenotipe, sehingga dapat menyediakan informasi yang lebih

akurat (Muladno 2006).

Salah satu penanda molekuler yang biasa digunakan untuk identifikasi stok adalah

analisis sekuense mtDNA. Hal ini karena mtDNA bersifat maternal dan diturunkan oleh

parentalnya tanpa rekombinasi (Harrison 1989; Amos and Hoelzel 1992), molekulnya

kompak dan ukuran panjangnya relatif pendek (16000–20000 nukleotida) tidak

sekompleks DNA inti sehingga dapat dipelajari sebagai satu kesatuan utuh, tingkat

evolusi yang tinggi (5-10 kali lebih besar dari DNA inti) sehingga dapat memperlihatkan

dengan jelas perbedaan antar populasi dan hubungan kekerabatan (Brown et al, 1979;

Brown 1983), memiliki jumlah copy yang besar 1000-10000 dan lebih cepat dan mudah

mendapatkan hasil dari jaringan yang telah diawetkan sebelumnya (Brown 1983).

Mitokondria memiliki molekul DNA tersendiri dengan ukuran kecil yang

susunannya berbeda dengan DNA inti. mtDNA hewan secara umum memiliki jumlah dan

jenis gen yang sama, yaitu 13 daerah yang mengkode protein masing-masing NADH

dehidrogenase (ND1, ND2, ND3, ND4, ND5, ND6, ND4L), Cytochrome-c Oxidase

(Cytochrome Oxidase unit I, Cytochrome Oxidase unit II, Cytochrome Oxidase unit III),

Cytochrome-b, dan ATPase 6 (ATP6 dan ATP8); 2 gen pengkode rRNA yaitu 12S rRNA

dan 16S rRNA; 22 gen pengkode tRNA masing-masing tRNA fenil alanin (tRNAphe),

valin ((tRNAval), leusin (tRNALeu), isoleusin (tRNAIle), metionin (tRNAMet), triptofan

(41)

histidin (tRNAHis), serin (tRNASer), leusin (tRNALeu), treonin (tRNAThr), glutamat

(tRNAGlu), prolin (tRNAPro), serin (tRNASer), tirosin (tRNATyr), sistein (tRNACys),

asparagin (tRNAAsn), alanin (tRNAAla), glutamin (tRNAGln) dan daerah bukan pengkode,

hanya terdiri dari daerah kontrol (daerah D_Loop) yang memegang peranan penting

dalam proses transkripsi dan replikasi genom mitokondria (Lemire 2005), Gambar 6.

Daerah kontrol pada mtDNA memiliki laju mutasi yang lebih cepat dibandingkan

dengan daerah mitokondria yang lain, daerah ini sangat baik digunakan untuk analisa

keragaman hewan, baik di dalam spesies maupun antar spesies (Muladno 2006) dan

sering digunakan sebagai penanda genetik (Bentzen et al. 1993). Penanda genetik atau

DNA barcoding dianggap sebagai suatu sistem standar untuk identifikasi semua taksa

eukariot secara akurat dan cepat.

Gambar 6. Skema molekul sirkuler pada genom mitokondria (Lemire 2005)

Keragaman Genetik

Keragaman genetik merupakan bagian dari keragaman hayati (biodiversity) yang

memiliki pengertian yang lebih luas, yakni keragaman struktural maupun fungsional dari

kehidupan pada tingkat komunitas dan ekosistem, populasi, spesies dan molekul DNA

(Soewardi 2007). Sumberdaya genetik memiliki peranan penting karena semakin beragam

sumberdaya genetik, akan semakin tahan populasi tersebut untuk hidup dalam jangka

waktu yang lama dan semakin tinggi daya adaptasi populasi terhadap perubahan

lingkungan. Disamping itu, keragaman genetik juga merupakan kunci penting

(42)

Keragaman genetik populasi adalah keragaman gen (tipe dan frekuensi) yang ada

dalam populasi (Primack dkk. 1998). Gen berada dalam kromosom yang mengandung

molekul DNA penyusun gen dan mengkode biosintesis protein (Mustafa 1999).

Karakteristik genetik suatu populasi ikan di alam berdasarkan beberapa studi

menunjukkan adanya heterogenitas spasial, bahkan pada jarak yang sangat dekat (Smith

and Chesser 1981). Fenomena ini disebabkan oleh seleksi yang mencerminkan adaptasi

terhadap kondisi lingkungan lokal dan proses stokastik (drift) (Smith dan Chesser 1981).

Keragaman genetik populasi juga dapat dihitung berdasarkan data haploid yang

merupakan karakteristik mtDNA. Dugaan keragaman genetik berdasarkan data mtDNA,

menggunakan h sebagai suatu ukuran keragaman haplotipe, dalam konteks ini, h

mendeskripsikan jumlah dan frekuensi haplotipe mitokondria yang berbeda.

Penelitian keragaman genetik ikan belida pernah dilakukan oleh Madang (1999)

di Sungai Musi Provinsi Sumatera Selatan menggunakan analisis protein yang

menginformasikan keragaman genetik ikan belida di Sungai Musi tergolong rendah.

Wibowo dkk. (2008b) melakukan analisis DNA dengan teknik RFLP, berdasarkan gen

16sRNA mtDNA menggunakan 4 enzim restriksi di Sungai Kampar dan Sungai Ogan

Provinsi Riau. Hasil penelitiannya mengungkapkan keragaman genetik ikan belida di

Sungai Kampar dan Sungai Ogan tergolong rendah berkisar antara 0 – 0.125, nilai ini

relatif rendah jika dibandingkan ikan-ikan air tawar lainnya, misalnya Nila.

Fluktuasi Asimetrik

Faktor lingkungan dapat menyebabkan perubahan struktur morfologis, reproduksi

dan kemampuan bertahan hidup ikan, sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan

lingkungan (fenotipic plastisity) (Stearns 1983). Respon adaptif yang dilakukan ikan

terhadap lingkungan memiliki konsekuensi. Hal ini dapat terlihat pada perbedaan bentuk,

ukuran, jumlah dan ciri-ciri morfologi yang lain pada organ tubuh yang berpasangan

antara organ bagian kiri dan bagian kanan (Wilkins et al. 1995). Perbedaan fenotip pada

individu pada organ tubuh yang berpasangan dapat menunjukkan fluktuasi asimetrik,

yaitu adanya perbedaan antara karakter sisi kiri dan sisi kanan yang menyebar secara

normal dengan rata-rata yang mendekati nol sebagai akibat dari ketidakmampuan

individu untuk berkembang secara tepat dan normal (Van Valen 1962).

Fluktuasi asimetri seringkali digunakan sebagai suatu ukuran stabilitas

(43)

perkembangan dan menghasilkan target fenotipe meskipun ada gangguan lingkungan

(Waddington 1942; Van Valen 1962). Individu yang memiliki nilai fluktuasi asimetri

rendah memiliki keuntungan selektif dibandingkan dengan individu yang memiliki nilai

fluktuasi asimetri tinggi dan untuk itu nilai fluktuasi asimetri dipandang sebagai bagian

dari fitness (Jones 1987). Clarke (1995) melaporkan beberapa studi yang mengungkapkan

hubungan antara simetri individu dan komponen fitness seperti kemampuan bertahan

hidup, fekunditas, pertumbuhan dan kesuksesan kawin. Dalam suatu kajian nilai fluktuasi

asimetri dan fekunditas pada ikan brook stickleback (Culea inconstans) ditemukan bahwa

betina dengan perhitungan jari-jari lemah sirip dada yang asimetrik menghasilkan lebih

sedikit telur dibandingan betina yang memiliki karakter simetrik (Hechter et al. 2000).

Betina dengan jari-jari lemah sirip dada yang simetrik memiliki 15% lebih banyak telur

dalam sarang dibandingkan betina dengan jumlah jari-jari lemah sirip dada yang

asimetrik. Ovari betina simetri, memiliki rata-rata lebih berat 6.5% dibandingkan ovari

ikan yang asimetrik.

Makanan

Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan

yang tersedia, makanan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan diserap oleh ikan

sehingga dapat digunakan untuk menjalankan metabolisme tubuhnya. Kebiasaan makanan

(food habit) ikan penting untuk diketahui, karena pengetahuan ini memberikan petunjuk

tentang pakan dan selera organisme terhadap makanan. Effendie (1997) mendefinisikan

kebiasaan makanan sebagai kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan.

Kebiasaan makan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran ikan dalam

memanfaatkan makanan yang tersedia, habitat hidupnya, kesukaan terhadap jenis

makanan tertentu, musim, ukuran dan umur ikan, periode harian mencari makanan dan

jenis kompetitor (Hickley 1993 dalam Satria dan Kartamihardja 2002).

Umumnya ikan memperlihatkan tingkat kesukaan terhadap jenis makanan tertentu

dan hal ini terlihat dari jenis makanan dominan yang ada dalam lambungnya (Weatherley

dan Gill 1987 dalam Effendie 1997). Natarajan dan Jhingran dalam Effendie (1997)

menyatakan bahwa untuk menentukan jenis organisme makanan yang dimanfaatkan oleh

ikan digunakan indeks bagian terbesar (Index of Preponderance), yang merupakan

gabungan dari metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik. Nikolsky (1963)

(44)

yang paling banyak ditemukan dalam saluran pencernaan; (2) makanan pelengkap,

makanan yang sering ditemukan dalam saluran pencernaan dengan jumlah yang sedikit;

(3) makanan tambahan, makanan yang jarang ditemukan dalam saluran pencernaan dan

jumlahnya sangat sedikit; dan (4) makanan pengganti, makanan yang hanya dikonsumsi

apabila makanan utama tidak tersedia.

Struktur anatomis pencernaan ikan berdasarkan jenis makanannya terlihat pada

Tabel 1. Ikan belida atau Chitala lopis oleh Welcomme (1979) dikelompokkan ke dalam

predator besar, pemakan ikan segala ukuran, udang dan kepiting. Adjie dan Utomo (1994)

menginformasikan komposisi makanan ikan belida di Lubuk Lampam (Sungai Musi

Provinsi Sumatera Selatan) terdiri dari: ikan kecil (50.02%) dan udang (21.87%). Adjie

dkk. (1999) melaporkan makanan ikan belida di Sungai Batanghari Provinsi Jambi terdiri

dari Ikan (50.02-78.94%), udang (3.61-21.87%), serangga (0.09%), cacing (0.01%),

gastropoda (0.01%), bahan tumbuhan 6.99%) dan tidak teridentifikasi

(0.62-6.99%).

Tabel 1. Struktur anatomis saluran pencernaan ikan berdasarkan jenis makanannya (Huet

1971 in Haloho 2008)

Segmen Herbivora Omnivora Karnivora

Rongga mulut Sering tidak bergigi Bergigi kecil Umumnya bergigi

tajam dan kuat

Faring Rigi tapis insang

banyak, rapat, dan panjang

Rigi tapis insang tidak terlalu banyak, tidak

Pengertian pertumbuhan secara umum adalah perubahan dimensi (panjang, berat,

volume, jumlah, dan ukuran) persatuan waktu baik individu maupun komunitas (Effendie

2002). Pertumbuhan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan

individu, populasi, dan lingkungan (Moyle and Cech 2004). Pertumbuhan ikan

(45)

pertumbuhan ikan yaitu keturunan (genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit (Effendie

1997), serta umur dan maturitas (Moyle and Cech 2004). Faktor eksternal yang

mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia,

jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut,

kadar amonia di perairan dan salinitas (Moyle and Cech 2004).

Pertumbuhan ikan direfleksikan melalui model pertumbuhan dan tipe

pertumbuhan. Beberapa metode perhitungan yang digunakan untuk menentukan model

pertumbuhan yaitu: Plot Gulland and Holt, Plot Ford-Walford, Metode Chapman dan Plot

Von Bertalanffy. Plot Gulland and Holt memiliki keunggulan nilai ∆t (interval waktu)

tidak perlu menjadi konstanta. Keunggulan Plot Ford-Walford adalah dapat mengestimasi

nilai L (Panjang Asimptote) dan K (koefisien pertumbuhan) secara cepat, akan tetapi

melalui metode yang dikembangkan oleh Chapman, diketahui bahwa Plot Ford-Walford

hanya bisa diaplikasikan jika observasi-observasi yang dilakukan bersifat berpasangan karena nilai ∆t menjadi suatu konstanta. Metode yang dianggap lebih baik dari metode di atas adalah Plot Von Bertalanffy karena dapat mengestimasi nilai K yang rasional, dengan

catatan digunakan suatu estimasi yang rasional dari L∞ (Sparre dan Venema 1999). Ikan

belida memiliki tipe pertumbuhan allometrik positif berdasarkan penelitian (Salam and

Sarif 1997) di Banglades.

Reproduksi

Reproduksi pada ikan berhubungan erat dengan fekunditas dan gonad sebagai alat

reproduksi seksualnya. Aspek biologi reproduksi menurut Nikolsky (1963), terdiri dari

rasio kelamin, frekuensi pemijahan, waktu pemijahan, ukuran ikan pertama kali matang

gonad dan tempat memijah. Ikan belida melakukan pemijahan di hutan rawa, terbukti

pada perairan tersebut banyak ikan yang sudah matang gonad (siap memijah) (Utomo dan

Asyari 1999), waktu pemijahannya diketahui terjadi pada bulan November-Januari (Adjie

dan Utomo 1994). Secara bertahap induk yang sudah matang gonad beruaya dari sungai

menuju daerah rawa banjiran, terutama hutan rawa yang banyak ditumbuhi tanaman

dengan substrat keras, seperti pohon-pohon yang sudah mati sebagai tempat

menempelkan telur.

Induk yang matang gonad adalah induk yang telah melakukan fase pembentukan

(46)

telur dimulai sejak terjadinya penumpukan bahan-bahan kuning telur (yolk) dalam sel

telur dan berakhir setelah sel telur mencapai ukuran tertentu atau nukleolus tertarik ke

tengah nukleus. Setelah fase pembentukan kuning telur berakhir, sel telur tidak

mengalami perubahan bentuk selama beberapa saat, tahap ini disebut fase istirahat

(dorman). Menurut Woynarovich and Horvath (1980), bila rangsangan diberikan pada

saat ini akan menyebabkan terjadinya migrasi inti ke perifer, inti pecah atau lebur,

se!anjutnya terjadi ovulasi (pecahnya folikel) dan oviposisi. Bila kondisi lingkungan tidak

cocok dan rangsangan tidak diberikan, telur yang dorman tersebut akan mengalami

degradasi atau gagal diovulasikan lalu diserap kembali oleh sel-sel ovarium, telur yang

demikian dikenal dengan oosit atresia.

Induk ikan belida menempelkan telurnya pada benda-benda yang berada 1.5-2 m,

dibawah permukaan air, termasuk pada batang kayu baik yang masih hidup maupun yang

sudah mati (Adjie dan Utomo 1994). Batang kayu merupakan rumpon bagi ikan kecil dan

udang yang merupakan makanan utama ikan ini, sehingga pada waktu melakukan

pemijahan mudah mendapatkan makanan. Balon (1975) dalam Welcomme (1979),

menambahkan ikan belidatermasuk kelompok ikan yang membangun sarang dengan apa

saja dan dimana saja, sejauh memenuhi strategi reproduksinya. Ikan belida memiliki

jumlah telur 260-6080 butir dengan diameter 0.15 – 3.76 mm di Sungai Batanghari

Provinsi Jambi (Adjie dkk. 1999), 1194-8320 butir telur dengan diameter telur 1.5-3.0

mm di Lubuk Lampam Provinsi Sumatera Selatan (Adjie dan Utomo 1994) dan 1000 –

6000 butir telur di Kolam Patra Tani (Sunarno dkk. 2003). Ukuran pertama kali ikan

belida matang gonad adalah 40-50 cm (Sunarno dkk. 2003).

Kualitas Perairan

Ikan belida membutuhkan kondisi lingkungan perairan untuk hidup, tumbuh dan

berkembangbiak. Kondisi lingkungan perairan yang dibutuhkan ikan belida termasuk

faktor fisika (suhu perairan, turbidity, kedalaman dan arus), kimia (oksigen terlarut, pH,

kesadahan dan amoniak) dan biologi perairan (riparian vegetasi).

Suhu perairan berpengaruh terhadap sintasan, reproduksi, pertumbuhan organisme

muda dan kompetisi (Krebs 1985). Bagi ikan yang hidup di perairan tawar, perubahan

suhu perairan pada musim penghujan memberikan tanda secara alamiah untuk melakukan

pemijahan, beruaya dan mencari makan. Menurut Wibowo dan Sunarno (2006) suhu

(47)

menggambarkan sifat optik air, turbidity yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya

sistem osmoregulasi seperti pernapasan, daya lihat organisme akuatik serta dapat

menghambat penetrasi cahaya di dalam air. Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan,

kekasaran, kedalaman, dan kelebaran dasar, dinyatakan dengan satuan meter per detik

(Odum 1963). Kedalaman perairan dinyatakan dengan satuan meter, merupakan nilai

variabel yang berkaitan langsung dengan volume badan perairan.

Oksigen terlarut atau Disolved Oxigen (DO) merupakan gas O2 yang terlarut

dalam perairan (Jeffris and Mills 1996 in Effendi 2003). Konsentrasi oksigen terlarut

berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada pencampuran (mixing) dan

pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk

kedalam air (Effendi 1997). Kandungan oksigen perairan yang sesuai untuk ikan belida >

2 ppm (Wibowo dan Sunarno 2006).

Parameter pH air menunjukkan reaksi basa atau asam terhadap titk netral pH 7,0

(Schmittou 1991). Nilai pH mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia, pada suasana

alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia yang tak terionisasi dan bersifat

toksik, dimana amonia yang tidak terionisasi lebih mudah diserap tubuh organisme

akuatik dibandingkan dengan amonium (Tebbut dalam Effendi 1997). Sebagian besar

biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7–8.5 (Effendi

2003). Ikan belida bisa hidup pada pH rendah maksimal pada pH 4 (Wibowo dan Sunarno

2006). Kristanto dan Subagja (2008), menduga terdapat keterkaitan antara pH dan

konduktivitas perairan dengan penempelan telur ikan belida.

Kesadahan adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau dikenal

dengan sebutan acid –neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang

dapat menetralkan kation hidrogen. Kesadahan berperan sebagai buffer perairan terhadap

perubahan pH yang drastis, kesadahan yang baik berkisar antara 40–500 mg/L CaCO3

(Effendi 1997). Ikan belida beradaptasi pada kondisi perairan yang memiliki kesadahan

(48)
(49)

Penelitian dilakukan dari bulan Mei 2009 sampai dengan November 2010 dengan

lokasi pengambilan sampel ikan belida dan pengamatan kualitas perairan di Sungai

Kampar Prov. Riau. Sebagai pembanding, juga dilakukan pengambilan sampel ikan

belida di Sungai Indragiri Hilir (Provinsi Riau), Sungai Penyak (Provinsi Bangka

Belitung), Sungai Mahakam (Provinsi Kalimantan Timur) dan Sungai Barito (Kalimantan

Selatan) untuk keperluan analisa genetika populasi. Penelitian secara keseluruhan terdiri

atas:

1. Penelitian biologi populasi ikan belida berdasarkan karakter marka molekuler,

morfologi dan fluktuasi asimetri. Analisa marka molekuler berdasarkan gen daerah

kontrol mtDNA dan gen sitokrom b mtDNA, analisisnya dilakukan di laboratorium

Ekologi Molekuler, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Institut Pertanian Bogor. Analisis morfologi dan fluktuasi asimetri dilakukan di

Laboratorium Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.

2. Penelitian kebiasaan makanan ikan belida. Analisisnya dilakukan di Laboratorium

Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan

Laboratorium Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.

3. Penelitian biologi reproduksi ikan belida. Analisisnya dilakukan di Laboratorium

Biologi Makro I, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan

Laboratorium Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.

4. Penelitian pertumbuhan ikan belida. Analisisnya dilakukan di Laboratorium

Hidrobiologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.

5. Penelitian kondisi lingkungan. Analisisnya dilakukan di lima stasiun Sungai Kampar

(in-situ) dan di Laboratorium Kimia, Balai Riset Perikanan Perairan Umum

(50)

Prosedur Penelitian

a. Lokasi dan Jumlah Sampel

Pengambilan sampel ikan belida dilakukan di Sungai Kampar, Sungai Indragiri

Hilir (Provinsi Riau), Sungai Penyak (Provinsi Bangka Belitung), Sungai Mahakam

(Provinsi Kalimantan Timur) dan Sungai Barito (Kalimantan Selatan) (Gambar 7).

Pengamatan bioekologi ikan belida terkait dengan aspek makanan, pertumbuhan,

reproduksi dan parameter lingkungan dilakukan di Sungai Kampar Provinsi Riau

(Gambar 8). Lokasi penelitian dibagi menjadi 5 stasiun, yaitu:

Stasiun I : Waduk Kutopanjang (koordinat 00019’5,39” LU, 100044’3,79” BT). Stasiun ini merupakan stasiun yang terletak di Sungai Kampar Kanan (bagian hulu) yang

memiliki tipe perairan waduk. Lokasi yang dipilih adalah daerah sekitar Batu Bersurat.

Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive, tempat banyak dijumpai ikan belida.

Stasiun II : Teso (koordinat 00003’2,34” LU, 101023’2,71” BT). Anak Sungai Kampar Kiri, merupakan stasiun yang terletak di Sungai Kampar kiri, bagian hulu Sungai

Kampar.

Stasiun III : Langgam (koordinat 00015’4,69” LU, 101042’4,55” BT). Langgam terletak di bagian tengah Sungai Kampar, merupakan pertemuan antara Sungai Kampar

Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Stasiun ini memiliki berbagai tipe perairan, seperti:

sungai utama, anak sungai dan danau rawa.

Stasiun IV : Rantau Baru (koordinat 00017’1,06” LU, 101048’1,22” BT). Stasiun ini terletak di Sungai Kampar utama, pada zona tengah mendekati hilir. Rantau Baru telah

dipengaruhi pasang surut air laut.

Stasiun V : Kuala Tolam (koordinat 00019’3,10” LU, 102011’2,60” BT). Kuala Tolam merupakan stasiun penelitian yang terletak di zona hilir Sungai Kampar. Perairan

(51)

Keterangan:

1. Kampar 3. Penyak 5. Mahakam

2. Indragiri Hilir 4.Barito

Gambar 7. Lokasi pengambilan sampel ikan belida

(52)

Ikan belida ditangkap dengan menggunakan lukah, sempirai, serok, pancing dan

bubu. Identifikasi ikan belida menggunakan kunci identifikasi berdasarkan Kottelat et al.

(1993; 1997). Pengambilan sampel untuk aspek kajian biologi populasi dilakukan

sepanjang tahun 2009 dan 2010. Pengambilan sampel ikan belida untuk aspek kajian

makanan, pertumbuhan dan reproduksi dilakukan setiap tiga bulan sekali selama tahun

2009 yaitu bulan Mei, Agustus dan November 2009 dan untuk tahun 2010 dilakukan

pengambilan sampel setiap bulan dari bulan Februari 2010 sampai dengan November

2010. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan setiap tiga bulan sekali dimulai dari

bulan Mei 2009 sampai dengan November 2010 yang mewakili musim hujan dan musim

kemarau. Aspek kajian, objek yang dikaji dan daftar sampel yang digunakan dalam

penelitian, terlihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Aspek kajian, objek yang dikaji dan daftar sampel yang digunakan dalam penelitian

Aspek Kajian Objek yang dikaji Lokasi Jumlah Keterangan

Marka Gen 1. Waduk Kutopanjang 10 ekor Pengambilan

7. Sungai Indragiri 1 ekor

8. Sungai Penyak 1 ekor

54 ekor

Sitokrom b 1. Waduk Kutopanjang 3 ekor Pengambilan

mtDNA 2. Langgam 2 ekor sampel :

3. Rantau Baru 3 ekor tahun 2010

4. Sungai Indragiri Hilir 3 ekor 5. Sungai Mahakam 4 ekor

15 ekor

Morfologi ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 16 ekor Pengambilan

2. Teso 13 ekor sampel :

Fluktuasi ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 16 ekor Pengambilan

Asimetri 2. Teso 14 ekor sampel :

3. Langgam 12 ekor sepanjang tahun

4. Rantau Baru 25 ekor 2009-2010

5. Kuala Tolam 17 ekor

(53)

Lanjutan tabel..

Aspek Jenis Lokasi Jumlah Keterangan

Makanan ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 37 ekor Pengambilan

2. Teso 20 ekor sampel :

3. Langgam 38 ekor sepanjang tahun

4. Rantau Baru 32 ekor 2009-2010

5. Kuala Tolam 49 ekor

176 ekor

Pertumbuhan ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 49 ekor Pengambilan

2. Teso 159 ekor sampel :

3. Langgam 107 ekor sepanjang tahun

4. Rantau Baru 109 ekor 2009-2010

5. Kuala Tolam 94 ekor

507 ekor

Reproduksi ikan belida 1. Waduk Kutopanjang 16 ekor Pengambilan

2. Teso 15 ekor sampel :

3. Langgam 16 ekor sepanjang tahun

4. Rantau Baru 26 ekor 2009-2010

5. Kuala Tolam 24 ekor

97 ekor

b. Biologi Populasi

b.1 Aspek Molekuler

Pengambilan dan penanganan ikan sampel

Pengambilan sampel ikan dilakukan sepanjang tahun 2009 dan 2010 pada lima

stasiun pengambilan sampel dengan menggunakan alat pancing, lukah, serok dan

sempirai yang dibantu oleh nelayan setempat (Lampiran 2). Lima stasiun pengambilan

sampel di Sungai Kampar tersebut adalah Waduk Kutopanjang, Teso, Langgam, Rantau

Baru dan Kuala Tolam (Gambar 8 dan Lampiran 1). Sebagai pembanding dilakukan

pengambilan sampel ikan belida dari Sungai barito (Prov. Kalimantan Selatan), Sungai

Indragiri Hilir (Prov. Riau), Sungai Penyak (Prov. Bangka Belitung) dan Sungai

Mahakam (Prov. Kalimantan Timur) (Gambar 7). Ikan sampel diambil secara acak

dengan jumlah sampel untuk pengamatan molekuler berkisar antara 1 sampai 11

specimen pada setiap lokasi.

Setiap specimen yang terpilih, dilakukan koleksi darah dan sebagian otot (kurang

lebih berukuran 1 x 1 cm), selanjutnya dimasukkan atau disimpan dalam vial tube yang

telah berisi alkohol absolut 99%. Vial tube diberi kode dan asal specimen, untuk

(54)

otot hanya digunakan sekali untuk setiap specimen dan langsung dibuang. Vial tube

hanya berisi darah atau otot dari hanya satu specimen sampel. Selanjutnya vial tube

dibawa ke laboratorium untuk dilakukan ekstraksi dan isolasi mtDNA.

Ekstraksi dan isolasi mtDNA

Isolasi DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA mini kit for blood (Geneaid)

yang dimodifikasi. Sel-sel darah ikan belida yang disimpan dalam alkohol 70% dicuci

dengan air destilata dua kali kemudian disuspensikan dalam bufer STE (NaCl 1M,

Tris-HCL 10mM, EDTA 0.1mM, pH 8) hingga volume 350µl. Sel-sel darah dilisis dengan

SDS 1% dan proteinase K 0.125 mg/ml pada suhu 55oC selama 1 jam sambil dikocok

pelan. Metode ekstraksi DNA selanjutnya mengikuti petunjuk Genomic DNA mini kit for

fresh blood (Geneaid).

Amplifikasi dan visualisasi fragmen mtDNA

Amplifikasi sebagian fragmen D-Loop mtDNA menggunakan primer L-15

940-Thr (Forward): 5'-AAG GTG TAA TCC GAA GAT TG-3' dan CR-H (reverse): 5'-TAA

CGA ACT TAT GTA CGA CG-3') (Takagi et al. 2006). Sedangkan primer yang

digunakan untuk mengamplifikasi fragmen lengkap gen cytochrome b (1140) adalah:

L15930 (forward): 5΄-CTT CGA TCT TCG rTT TAC AAG-3΄. H14724 (reverse): 5΄

-TGA TAT GAA AAA CCA TCG TTG-3΄ dari Lavoue and Sullivan (2004).

Komposisi reaksi PCR dilakukan dengan volume akhir 50 µl terdiri atas sampel

DNA 5 µl, DW steril 16 µl, primer masing-masing 2 µl dan Taq ready mix 25 µl. Reaksi

PCR dilakukan menggunakan mesin thermocycler BIOER dengan kondisi sebagai

berikut: tahap pradenaturasi 95°C selama 10 menit, tahap kedua yang terdiri dari 35 siklus

yang masing-masing mencakup tahap denaturasi 94°C selama satu menit, penempelan

primer (annealing) pada suhu 48°C (42°C untuk gen sitokrom b) selama satu menit,

pemanjangan (extension) pada suhu 72 °C selama 1,5 menit dan tahap terakhir yaitu

pemanjangan akhir (final extension) pada suhu 72 °C selama 7 menit. Produk PCR diuji

menggunakan PAGE 6% dalam bufer 1x TBE (10 Mm Tris-HCL, 1 M asam borat, dan

EDTA 0.1 Mm) yang dijalankan pada kondisi 200 Mv selama 30 menit. Selanjutnya

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.
Gambar 2. Skema pelaksanaan penelitian.
Gambar 4. Penyebaran Notopteridae menurut Inoue et al. (2009)
Gambar 8. Lokasi pengambilan sampel ikan belida dan pengamatan kualitas lingkungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai Desember 2006 dengan tujuan untuk mendeskripsikan pola reproduksi ikan selais yang terdapat di rawa banjiran Sungai Kampar

ikan selais ( Ompok hypophthalmus ) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri (Simanjuntak, 2007) yang panjang maksimumnya lebih besar dari yang ditemukan di Sungai Batang

 Diperlukan upaya pemeliharaan ketersediaan makanan alami ikan motan di perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Riau.  Informasi kebiasaan makanan ikan motan ini

Molekul DNA total yang diperoleh dari Sungai Kampar Kiri dan Tapung Hilir memiliki kualitas dan kuantitas yang berbeda-beda (Gambar 1).. apogon menggunakan 1%

Pola pertumbuhan ikan motan ( Thynnichthys thynnoides ) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Aspek pemijahan ikan motan, Thynnichthys thynnoides , Bleeker 1852

Histogram fluktuasi asimetri bilangan (FAn) karakter meristik bilateral Pada gambar 13 dapat dilihat bahwa karakter Tapis Insang ikan belida dari kelima stasiun memiliki nilai

Hal serupa juga terjadi pada ikan selais ( Ompok hypophthalmus ) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri (Simanjuntak, 2007) yang panjang maksimumnya lebih besar dari

Enam ratus dua puluh empat nukleotida hasil penjajaran berganda gen Cox-1 parsial ikan lais janggut dari Sungai Kampar dan Sungai In- dragiri dengan data pembanding