• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. HIV/AIDS

a. Definisi

HIV ( Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan menghancurkannya.Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dan CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam, 2007).

Pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemi HIV secara nyata melalui pekerja seks komersial, tetapi ada fenomena baru penyebaran HIV/ AIDS melalui penggunaan narkoba suntik (Injecting Drug User-IDU) dan tahun 2002 HIV sudah menyebar hingga tingkat rumah tangga (Depkes RI, 2003)

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindrom dengan gejala infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) (FKUI, 2005).

(2)

b. Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV, virus ini diketemukan oleh Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan Lymphadenopathy Associated Virus (LAV).

Gallo (National Institute of Health, USA 1984) menemukan virus HTL-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberikan nama resmi HIV.

Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan berbeda dengan HIV-1 secara genetik maupun antigenetik. HIV-2 dianggap kurang patogen dibandingkan dengan HIV-1. Untuk memudahkan, kedua virus itu disebut sebagai HIV saja (FKUI, 2005)

c. Patogenensis

Virus masuk kedalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan secret vagina.Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual.

HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA. Bilamana virus masuk kedalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase yang dimiliki oleh HIV. DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus (FKUI, 2005).

(3)

d. Pembagian stadium

Menurut Nursalam (2007), ada empat pembagian stadium, yaitu: 1. Stadium pertama: HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan.

2. Stadium kedua: Asimtomatik (tanpa gejala)

Asimtomatik berarti didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukan gejala-gejala. Keadaan ini berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.

3. Stadium ketiga

Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent Generalized Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung lebih dari satu bulan.

4. Stadium keempat: AIDS

Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit syaraf, dan penyakit infeksi sekunder.

(4)

e. Penularan HIV/AIDS

Menurut Nursalam (2007), Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu:

1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS

Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama berhubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah (PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).

2. Ibu pada bayinya

Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lily V, 2004). Semakin lama proses melahirkan, semakin besar resiko penularan. Oleh karena itu, lama persalinan dapat dipersingkat dengan operasi section caesaria (HIS dan STB, 2000). Tranmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI. Resiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10% (Lily V, 2000).

(5)

3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS

Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.

4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril

Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum, tenakulum, dan alat-alat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV (PELKESI, 1995).

5. Alat-alat untuk menorah kulit

Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.

6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian

Jarum suntik yang dipakai di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan oleh para pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga menggunakan tempat pencampur, pengaduk, dan gelas pengoplosan obat, sehingga berpotensi tinggi menularkan HIV.

HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang dipakai secara bersama-sama, berpelukan di pipi, berjabat tangan, hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan berhubungan sosial yang lain.

(6)

f. Pencegahan

Prinsip pencegahan HIV/AIDS berdasarkan ABCDE, yaitu : 1. A (Abstinent)

Tidak melakukan hubungan seksual yang tidak sah 2. B (Be Faithful)

Tidak melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan.

3. C (Use Condom)

Pergunakan kondom saat melakukan hubungan seksual bila berisiko menularkan/tertular penyakit

4. D (Don’t use Drugs)

Hindari penyalahgunaan narkoba 5. E (Education)

Edukasi yaitu menyebarkan informasi yang benar tentang HIV/AIDS dalam setiap kesempatan (Philippine National AIDS Council, 2008).

2. Stigma

a. Pengertian

Menurut Heatherton (2003), stigma adalah isyarat yang dianggap suatu gangguan dan dinilai kurang dibandingakan dengan orang-orang normal. Proses stigma dikaitkan dengan pelabelan dimana seseorang kurang dipercaya atau menyimpang karena dianggap aneh oleh orang lain (Hermawati, 2011).

Menurut Chaplin (2004), stigma merupakan suatu cela atau pada karakter seseorang. Green mengemukakan Orang tersebut, mendapatkan suatu ciri negative karena suatu hal yang terjadi pada dirinya yang dipengaruhi oleh lingkungannya (Hermawati, 2011).

Goffman (1963), mendefinisikan stigma sebgai suatu keadaan yang mendiskreditkan seseorang dengan suatu atribut yang signifikan. Stigma sendiri mengarah pada keadaan suatu

(7)

kelompok sosial yang membuat identits tersendiri pada seseorang atau kelompok berdasarkan pada sifat fisik, perilaku, atau sosial yang dianggap menyimpang dari norma dalam komunitas atau kelompok tersebut (Paryati, 2012).

b. Tahapan Proses Stigma

Menurut Simanjuntak (2005) dalam Hermawati (2011), tahapan proses stigma yang terjadi dimasyarakat ada tiga, yaitu :

1. Proses interpretasi, keadaan dimana seseorang telah melanggar suatu norma sehingga masyarakat menganggap orang tersebut melakukan penyimpang dari norma yang ada. Pelanggaran norma tersebut akan di anggap masyarakat sebagai awal timbulnya stigma.

2. Proses pendefinisian, proses ini orang telah menyimpang, dimana orang tersebut telah dianggap benar-benar menyimpang dari norma yang ada oleh masyarakat.

3. Perilaku diskriminasi, dari proses kedua timbulah perilaku masyarakat untuk membedakan orang tersebut (diskriminasi). Masyarakat memperlakukan dengan sangat berbeda dan sering muncul perlakuan yang sangat negative (Hermawati, 2011).

c. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Stigma pada HIV/AIDS

Timbulnya stigma pada masyarakat dipengaruhi beberapa faktor, antara lan :

1. Pengetahuan

Stigma akan ada dimana berkaitan dengan tentang ketidaktahuan masyarakat akan cara penularan HIV/AIDS. menurut Chase (2001), munculya stigma pada masyarakat terhadap HIV/AIDS karena kurang pengetahuan tentang penularan virus HIV/AIDS (Paryati, 2012).

(8)

2. Persepsi

Munculnya stigma di pengaruhi oleh persepsi masyarakat tentang HIV/AIDS. Masyarakat mempersepsikan bahwa HIV/AIDS adalah suatu hal yang memalukan dan menganggap penderita tersebut salah, karena pandangan masyarakat penderita HIV/AIDS adalah seorang yang sering melakukan seks bebas, pecandu narkoba, pekerja seks komersial, dll (Paryati, 2012).

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah serta latar belakang petugas kesehatan yang ada berpengaruh terhadap stigma. Semakin baik tingkat pendidikan dan latar belakang petugas kesehatan semakin baik pula stigma yang timbul pada masyarakat (Paryati, 2012).

4. Umur

Umur mempunyai pengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang. Bertambahnya umur seseorang berpengaruh pada pola pikir serta pengetahuan akan sesuatu hal, termasuk dalam hal pencegahan serta penularan HIV/AIDS (Paryati, 2012). 5. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu variable yang berpengaruh terhadap sikap seseorang.

6. Kepatuhan Terhadap Agama

Agama mempunyai peran dalam membentuk kepribadian seseorang. Agama merupakan keyakinan individu terhadap Tuhan, termasuk dalam hal sehat dan sakit. Kepatuhan dalam beragama berperan dalam hal pencegahan serta pengurangan penularan HIV/AIDS (Paryati, 2012).

(9)

3. Pengetahuan a. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra pada manusia, yakni; indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: 1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari

dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

2. Interest (merasa tertarik), terhadap stimulus atau obyek tersebut, di sini subjek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

(10)

b. Tingkat pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2007), pengetahuan yang di cakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita. 2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut sacara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materiharus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistic dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan

(11)

prinsip-prinsip pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.

(12)

c. Alat Ukur Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas.

4. Pendidikan Kesehatan

a. Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik praktis atau praktik pendidikan. Oleh sebab itu konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang di aplikasikan pada bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan kesehatan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok, atau masyarakat.

b. Proses Pendidikan Kesehatan

Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yaitu persoalan masukan (input), proses (process), dan persoalan keluaran (output). Persoalan masukan (input) dalam pendidikan kesehatan adalah menyangkut sasaran belajar (sasaran didik), yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakangnya. Persoalan proses (process) adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain : subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator) metode dan teknik

(13)

belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran (output) adalah hasil belajar itu sendiri, yaitu berapa kemampuan atau perubahan perilaku dari subyek belajar.

c. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasi, dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan. Dari dimensi sasaran dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu pada individu, kelompok dan masyarakat. Dari dimensi tempat pelaksanaan dapat berlangsung diberbagai tempat, misalnya di sekolah, di rumah sakit, atau pun di tempat-tempat kerja. Pada dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan yaitu promosi kesehatan, perlindungan khusus, diagnosis dini dan pengobatan segera, pembatasan cacat, dan rehabilitasi.

d. Metode Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran. Dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan yakni perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan di samping masukan itu sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat

(14)

bantu atau alat peraga pendidikan. Agar tercapai hasil yang optimal, maka faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis.

5. Peer Education a. Pengertian

Peer education atau pendidikan sebaya merupakan proses komunikasi yang didalamnya terdapat informasi dan edukasi yang dilakukan oleh kelompok sebaya yaitu kalangan satu kelompok, hal ini dapat berarti kelompok mahasiswa, sesama rekan profesi, berdasarkan jenis kelamin, antar pelajar, dll. Peer education dipandang sebagai metode yang sangat efektif dalm rangka KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) terkait HIV/AIDS (Harahap, 2004).

b. Keuntungan Peer Education

Menurut Harahap (2004), terdapat beberapa keuntungan dari metode pendidikan sebaya, antara lain :

1. Melalui pendidikan sebaya informasi atau pesan yang sensitif sangat mungkin dapat tersampaikan.

2. Dalam pendidikan sebaya adanya peran serta masyarakat dalam mendukung dan melengkapi program lain yang berkaitan dengan strategi masyarakat lainnya.

3. Dengan menggunakan pendidikan sebaya kelompok target akan lebih merasa nyaman dalam berdiskusi terutama terkait masalah pribadi seperti halnya seksualitas.

4. Pendidikan sebaya tidak memerlukan biaya yang besar serta dapat memberikan pelayanan yang besar.

(15)

B. Kerangka Teori

Table 2.1 Kerangka Teori

Nursalam (2007), Paryati (2012), & Notoatmodjo (2007)

C. Kerangka Konsep

Sebelum Perilaku Sesudah Perilaku

Table 2.2 Kerangka Konsep Cara penularan HIV/AIDS :

1. Hubungan seksual dengan pengidap

HIV/AIDS

2. Ibu pada bayinya

3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS

4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak

steril

5. Alat-alat untuk menorah kulit

6. Menggunakan jarum suntik secara

bergantian Faktor yang mempengaruhi stigma : 1. Pengetahuan 2. Persepsi 3. Tingkat pendidikan 4. Umur 5. Jenis kelamin 6. Kepatuhan terhadap agama Tingkat pengetahuan : 1. Tahu 2. Memahami 3. Analisis 4. Aplikasi 5. Sintesis 6. Evaluasi Pendidikan kesehatan dengan pendekatan peer education Stigma dan pengetahuan Stigma dan pengetahuan Pendidikan kesehatan

(16)

D. Variable Penelitian

1. Variable bebas

Variable bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan dengan pendekatan peer education.

2. Variable terikat

Variable terikat dalam penelitian ini adalah stigma dan pengetahuan masyarakat tentang penularan HIV/AIDS.

E. Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh stigma masyarakat tentang penularan HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan pendekatan peer education.

2. Ada pengaruh pengetahuan masyarakat tentang penularan HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan

Gambar

Table 2.1 Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Artinya, penyelesaian persoalan pelanggaran HAM berat masa lalu tidak melalui jalur yudisial (persidangan) sebagaimana yang diatur UU 26/2000 yang mengamanatkan kepada DPR

Pada penelitian ini, peneliti membuat judul “ Pembangunan Aplikasi Penjualan Online pada Toko Jam Tangan AMPM Watch” penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan website yang

Dengan adanya dinding pantul, penonton yang berada di susut > 60° sumber bunyi dapat menerima bunyi dengan besar yang sama dengan bunyi yang di dengar penerima

Salah satu masalah yang paling sering muncul adalah kegiatan informal di bidang perdagangan, yaitu kegiatan pedagang kaki lima (PKL). Tidak berbeda dengan sektor ekonomi

Dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai significancy 0,000 (ρ < 0,05), nilai median pengetahuan sebelum perlakuan sebesar 2.0 dan setelah diberi perlakuan nilai

/indakan yang dapat menyebabkan in$ersio uteri adalah perasat @rede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas

pada novel Purba Sari Ayu Wangi cerita bergulir karena Purba Rarang tidak terima Purba Sari dipilih menjadi ratu sedangkan dalam Musikal Lutung Kasarung cerita bergulir karena