• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

Customer Retention Marketing

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Ilmu Komunikasi Adver & Marcomm

10

43015 Gadis Octory, S.Ikom, M.Ikom

Abstract Kompetensi

Analisis Lifetime value untuk pelanggan

B2B Lifetime value — tolak ukur strategi,

Definisi dan fungsi Pengembangan strategi LW

Ilustrasi contoh analisis pelanggan dengan LTV

Mahasiswa mampu memahami dan mampu menjelaskan kembali konsep dan pengertian CRM secara teori dan praktik di era digital

(2)

Pembahasan

PENGERTIAN

CLV (Customer Lifetime Value) atau yang disebut juga dengan LTV (Lifetime Value) adalah prediksi nilai keuntungan yang berkaitan dengan hubungan dengan pelanggan di masa yang akan datang. CLV biasanya digunakan untuk menentukan nilai jangka panjang dari pelanggan.

CLV digunakan juga untuk membagi pelanggan menjadi beberapa segmen. Biasanya berdasarkan profit margin (keuntungan) dan hubungan dengan perusahaan. Dengan menghitung dan mengetahui CLV, perusahaan dapat menentukan berapa banyak yang harus dikeluarkan dalam hubungannya dengan pelanggan.

CLV dapat membantu perusahaan mengambil keputusan berhubungan dengan empat cara dasar mendapatkan pelanggan yang antara lain melalui:

 Akuisisi

 Retensi

 Refferal

 Win back

TUJUAN

Selain untuk membagi pelanggan menjadi beberapa segmen, CLV berfunsi dan bertujuan juga untuk:

- Menentukan prioritas konsumen

- Menentukan konsumen yang bersifat future potential atau berpotensi baik di masa mendatang

- Melakukan retensi dengan konsumen

- Menentukan keputusan keputusan bisnis penting antara lain:

 Sales, contohnya menentukan apa yang akan dijual selanjutnya dan kapan

 Marketing, contohnya berapa yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pelanggan

 Pengembangan produk, produk apa yang harus dikembangkan

(3)

CLV dan B2B

Dalam B2C, CLV biasanya digunakan di bidang retail dan telekomunikasi. Penggunaan CLV pada B2C dapat dibilang sulit dan tidak efisien, apalagi jika perusahaan memiliki pelanggan yang heterogen dalam jumlah besar dengan berbagai segmentasi.

Penggunaan CLV lebih mudah pada B2B, karena pelanggannya tidak sebanyak B2C, dan lebih mudah untuk mendapatkan dan mengolah data-data yang ada dan diperlukan.

Indikator atau parameter apakah CLV pelanggan tersebut baik/menjanjikan atau buruk dapat dilihat dengan sederhana. CLV dari pelanggan tersebut harus lebih besar dari jumlah atau total yang dikeluarkan untuk mengakuisisi serta melayani pelanggan tersebut.

Rumus penghitungan CLV

CLV adalah konsep yang dinamis atau dapat berubah-ubah. CLV bukanlah model yang statis, sehingga ada banyak cara untuk menghitung CLV. Cara yang paling sederhana ialah mengurangi pendapatan dengan jumlah atau total yang dikeluarkan untuk mendapatkan dan melayani pelanggan.

(4)

Dimana:

GC = Gross contribution per cust. M = The retention cost per customer n = The horizon in years

r = Retention date d = Discount rate T = Avg. transactions AOV = Average order value ALT = Avg. customer Lifespan AGM = Avg. Gross Margin

Keempat contoh rumus penghitungan CLV diatas memerlukan unsur yang berbeda-beda tergantung dengan penggunaannya. Semakin banyak unsur-unsur yang dimasukan, semakin kompleks juga perhitungan CLV tersebut.

Dari sekian banyak rumus penghitungan CLV, ada beberapa rumus yang mudah untuk dipakai, salah satunya adalah:

CLV = Ar x Gm / Cr

Dimana:

Ar, adalah Average revenue atau pendapatan rata-rata pada jangka waktu tertentu Gm, Gross margin atau presentasi keuntungan

Cr, Churn rate atau presentasi pelanggan yang memtuskan hubungan dengan perusahaan.

Gross margin, adalah total pendapatan dikurangi dengan biaya dari produk yang terjual (cogs) dibagi dengan total pendapatan, yang dinyatakan dalam presentase.

Gr = r – cogs / r

Churn rate, adalah presentase jumlah pelanggan yang memutuskan hubungan dengan perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Penghitungan churn rate didapat dengan cara:

Cr = jumlah pelanggan yang “hilang” / jumlah

pelanggan mula-mula

(5)

Contoh kasus

Bayangkanlah anda sebagai gembong narkoba yang baru memulai usaha, dan anda menjual morfin ke beberapa bandar di lingkungan anda. Anda pergi ke apotik dan membeli sendiri bahan-bahan baku untuk membuat morfin tersebut. Anda membutuhkan $3 untuk memproduksi satu paket morfin. Dan anda menjualnya seharga $5 per paketnya.

Awalnya anda mempunyai 4 bandar narkoba, tetapi salah satu dari mereka tertangkap polisi. Anda ingin menjalin hubungan yang baik dengan sisanya. Anda ingin menggunakan apa yang anda pelajari di bangku kuliah, dan mengaplikasikannya ke kehidupan nyata. Anda ingin mengetahui berapa besar CLV mereka.

Bulan

Bandar A

Bandar B

Bandar C

Bandar D

Juni

$10

$5

$5

$5

Juli

$5

-

$5

$10

Agustus

$10

$5

$5

$15

September

$15

$10

$5

x

Oktober

$15

$15

$5

x

Tabel 1.1 – Pendapatan anda

Dari data diatas, mari kita hitung berapakah CLV dari Bandar A? Ar, pendapatan rata-rata dari Bandar A ialah,

$10 + $5 + $10 + $15 + $15 / 5

$55 / 5

Ar = $11

Gm, presentasi keuntungan dari Bandar A,

$55 - $33 / $55

$22 / $55

Gm = 0.4 atau 40%

Cr, presentasi pelanggan yang “hilang”,

1:4 = 0.25 atau 25%

CLV dari Bandar A ialah:

$11 x 0.4 / 0.25

$4.4 / 0.25 = $17.6

(6)

Pentingnya konsep Customer Lifetime Value Aftermarketing

Konsep yang dicetuskan oleh Terry Vavra (1994a,1994b) ini pada intinya menekankan pentingnya orientasi pada pelanggan saat ini (current customers) sebagai cara yang lebih cost-effective untuk membangun bisnis yang profitable. Ia menguraikan pentingnya konsep customer lifetime value, yang menggambarkan bahwa semakin lama sebuah perusahaan mampu mempertahankan seorang pelanggan, semakin profitable pelanggan bersangkutan bagi perusahaan.

Menurut Vavra (1994a,1994b) customer lifetime value bisa bertumbuh melalui berbagai macam cara. Semakin lama seorang pelanggan membeli produk/jasa dari perusahaan tertentu, semakin tergantung pelanggan tersebut pada produk dan jasa perusahaan bersangkutan, serta semakin kecil kemungkinan pelanggan itu tergoda untuk beralih ke perusahaan lain yang menawarkan harga lebih murah. Selain itu, seiring dengan peningkatan loyalitas pelanggan, mereka yang loyal pada perusahaan juga berpeluang menjadi advocates bagi perusahaan bersangkutan, dengan cara menyebarluaskan komunikasi getok tular positif dan mendorong teman, saudara maupun rekan kerjanya untuk membeli produk/jasa dari perusahaan yang sama.

Terry Vavra juga menekankan pentingnya aktivitas pemasaran dan komunikasi setelah transaksi pembelian, khususnya dalam rangka memberikan after-purchase reassurance (agar konsumen yakin bahwa keputusan pembelian yang dilakukan benar-benar bijaksana) dan membangun layalitas merek. Walaupun pemasar sangat memahami superioritas produk atau jasanya, sangatalah naïf bila perusahaan mengasumsikan bahwa para pelanggan bisa mengalami sendiri superioritas tersebut. Jauh lebih bijaksana bila pemasar mampu secara aktif menginformasikan para pelanggannya tentang manfaat-manfaat yang bisa didapatkan dari produk atau jasa yang telah mereka beli. Perhatian dan supaya pemasaran yang difokuskan pada pelanggan saat ini guna memaksimumkan kepuasaan pelanggan terhadap perusahaan disebut aftermarketing. Secara ringkas, aftermarketing bertujuan sama dengan relationship marketing, yaitu berupaya membangun relasi jangka panjang dengan pelanggan dan meningkatkan customer lifetime value.

Menurut Terry Vavra, aftermarketing membutuhkan perubahan mentalitas manajer perusahaan dari yang semula berfokus pada transaksi penjualan menjadi penjalinan relasi, Aftermarketing bisa dicapai melalui tujuh aktivitas spesifik:

(7)

1. Membentuk dan memperbarui Customer Information File (CIF) yang memuat data para pelanggan saat ini, pelanggan potensial, pelanggan tidak aktif, dan mantan pelanggan. 2. Menyusun ”cetak biru” kontak pelanggan(service blueprinting). Melalui cetak biru

layanan, perusahaan bisa mengidentifikasi titik-titik interaksi dengan pelanggan dan memahami siapa saja yang berpartisipasi dalam kontak pelanggan dan karakteristik interaksi bersangkutan. Cetak biru layanan juga bisa dimanfaatkan sebagai pedoman untuk menyempurnakan “moments of truth.”

3. Menganalisis setiap balikan dari pelanggan, baik itu berupa kritik, saran, keluhan, maupun komentar pelanggan.

4. Melakukan survei kepuasaan pelanggan secara rutin untuk memantau dinamika ekspektasi pelanggan, mendeteksi setiap kemungkinan gap antara ekspektasi pelanggan dan kinerja layanan organisasi, serta mengidentifikasi peluang penyempurnaan layanan. 5. Memformulasikan dan mengelola program komunikasi pemasaran terintegrasi, misalnya

mengirimkan majalah atau newsletter organisasi kepada para pelanggan. Bentuk komunikasi seperti ini berpotensi menumbuhkan ikatan emosional antara pelanggan dan perusahaan.

6. Menyelenggarakan program atau event pelanggan spesial dalam rangka merayakan ”customership” mereka dengan perusahaan.

7. Mengidentifikasi dan merebut kembali para mantan pelanggan (lost customers).

Keberhasilan program aftermarketing bergantung pada lima faktor yang disebut ”Lima A” (Vavra, 1994a,1994b):

1. Acquainting, yakni berusaha mengenal para pelanggan dan perilaku pembelian serta kebutuhan mereka, termasuk mengidentifikasi “high value customers”

2. Acknowledging, yaitu berusaha menunjukkan kepada para pelanggan bahwa mereka dikenal secara personal. Caranya antara lain melalui upaya merespons setiap komunikasi atau korespondensi dari para pelanggan secepat mungkin.

3. Appreciating, yakni mengapresiasi pelanggan dan bisnisnya.

4. Analyzing, yaitu menganalisis informasi-informasi yang disampaikan pelanggan melalui komunikasi dan korespondensi mereka.

5. Acting, yakni menindak lanjuti setiap masukan yang didapatkan dari pelanggan dan menunjukkan pada mereka bahwa perusahaan siap mendegarkan dan siapa

(8)

mengubah prosedur operasi atau produk/jasa dalam rangka memuaskan mereka secara lebih efektif.

Untuk analisis pelanggan di industri bisnis ke bisnis (B2B), memotret pelanggan dari potensi pendapatan (revenue) saja tidaklah cukup. Kita harus masuk lebih dalam lagi, yakni ke perhitungan profitabilitas.

Konsep LTV menutupi kelemahan RFM (di modul berikutnya), meskipun LTV sendiri juga mempunyai kelemahan, yakni tidak efektif jika diaplikasikan pada perusahaan yang jumlah pelanggannya mencapai ribuan. Oleh karena itu, analisis pelanggan dengan LTV cocok dipakai untuk perusahaan yang bergerak di industri B2B.

Dalam konsep LTV, pelanggan digolongkan berdasarkan daya tarik finansialnya (profit margin) dan keinginan menjalin hubungan dengan perusahaan (relationship).

Tingkat profit margin dan keinginan pelanggan menjalin hubungan dengan perusahaan mempengaruhi nilainya. Semakin besar profit margin yang disumbangkan pelanggan terhadap perusahaan dan semakin dekat hubungan yang telah terjalin antara pelanggan dan perusahaan, maka semakin tinggi pula nilai pelanggan bagi perusahaan.

LTV dan CRM

LTV bisa menjadi alat screening awal apakah prospek pelanggan yang sedang didekati potensial atau tidak. Kemudian, apabila telah menjadi pelanggan, sejauh mana perusahaan akan menjalin hubungan dengan pelanggan dan pada tingkat berapa perusahaan akan memberikan servis. Ini harus diputuskan karena percuma apabila perusahaan terlalu membuang waktu menjalin hubungan dengan pelanggan yang tidak potensial atau memberikan tingkat servis di atas nilai pendapatan yang bakal diterima karena ujung-ujungnya bukan untung, melainkan rugi.

Kecenderungan dunia bisnis yang paling baru adalah menjadikan pelanggan sebagai ‘bagian’ dari organisasi. Kecenderungan ini seiring dengan perubahan fokus bisnis dari

product centric menjadi customer centric karena dari sisi produk sudah semakin sulit untuk

mencari diferensiasi produk.

Customer service adalah kunci untuk menentukan memenangkan dan retaining

(9)

Sehingga hubungan antara pelanggan dan perusahaan harus sangat diperhatikan, melalui strategi perusahaan yang sangat mendukung. Strategi ini tidak hanya mendukung dan meningkatkan hubungan jangka panjang atau seumur hidup, tetapi juga membantu interaksi yang bersifat fungsional dan organisasional yang dilakukan oleh pelanggan.

CRM merupakan salah satu perluasan dari sistem informasi perusahaan di bidang

customer service, yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan dalam

menanggapi permintaan konsumen. Sebagai konsep, CRM merupakan suatu proses untuk meramalkan tingkah laku pelanggan dan memutuskan tindakan untuk mempengaruhinya, dalam rangka meningkatkan hubungan dengan pelanggan. Sangatlah tepat jika dikatakan CRM sebagai ‘alat’ customer service improvement.

CRM itu sendiri memiliki pendekatan kepada tiga komponen yang penting dalam

customer service, yaitu lifetime customer value (LTV) analysis, one-to-one marketing, dan enterprise relationship marketing. One-to-one marketing yang prosesnya dipermudah oleh

internet menggantikan pemasaran massal tradisional serta meningkatkan efisiensi.

One-to-one marketing ini membutuhkan metode untuk membedakan pelanggan melalui

segmentasi lifetime value, berinteraksi dengan pelanggan, dan juga memberikan produk dan layanan yang customized. Enterprise relationship marketing merupakan aspek tambahan untuk memperluas perusahaan dengan mengikutsertakan pelanggan dan unit eksternal lainnya. Jelaslah bahwa CRM sangat penting.

Lifetime customer value (LTV) berupaya memaksimalkan total customer equity

dengan mengelola pelanggan sebagai aset. Terdapat beberapa penggerak utama dari LTV yang sangat penting bagi organisasi, seperti jumlah transfer yang dilakukan pelanggan yang dapat dilacak oleh perusahaan atau jangka waktu dari customer relationships. Pendek kata, LTV menempatkan economics of retention sebagai hal penting bagi kelangsungan bisnis yang menguntungkan. Bukankah biaya dapat ditekan, jika pelanggan yang ada memakai jasa dan produk kita secara berkesinambungan dalam jangka waktu yang lama. Ingat, untuk menciptakan pelanggan yang baru, perusahaan membutuhkan biaya tujuh kali lipat daripada melakukan bisnis dengan pelanggan yang sudah ada.

Dalam hubungannya dengan LTV, CRM menjadi kunci customer retention karena CRM meningkatkan efisiensi customer service, membantu perusahaan untuk terus berfokus pada basis pelanggan, memberikan product loyalty, dan mempromosikan cross - and

(10)

up-selling. Untuk mensukseskan CRM sebagai kunci dari customer retention ini, keikutsertaan

seluruh anggota yang ada di bagian front office sangat diperlukan. Pentingnya Lifetime Value (LTV)

Lifetime value telah menjadi barometer pengukur untuk memilah-milah pelanggan

berharga, dan membedakannya dengan kelompok pelanggan lain. Mempunyai banyak pelanggan dan lifetime value yang tinggi adalah impian setiap pemasar. Untuk itu perusahaan harus mengelola seluruh resources pelanggannya secara maksimal. Pelanggan biasanya masuk ke perusahaan melalui beberapa jalan antara lain:

Akuisisi pelanggan baru (Acquisition) Retensi pelanggan loyal (Retention)

Referral pelanggan baru yang dihasilkan oleh pelanggan loyal (Referral) Pelanggan yang berhasil dijaring melalui program win-back (Win-Back).

Perusahaan biasanya menghadapi kendala untuk memuaskan semua pelanggannya karena keterbatasan resources yang dimilikinya. Di lain pihak, value yang diberikan pelanggan ke perusahaan juga sangat berbeda antara satu pelanggan dengan lainnya. Dalam kondisi demikian, perusahaan sebaiknya memilah-milah pelanggan mana yang mempunyai

value lebih tinggi dibandingkan pelanggan lainnya, sehingga perusahaan, dengan

keterbatasan yang dimilikinya, bisa memfokuskan perhatiannya pada sekelompok pelanggan yang valuable tersebut. Untuk itu, konsep LTV perlu diterapkan. LTV dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan penetapan taktik dan strategi pemasaran. Nilai LTV juga akan berubah dari waktu ke waktu.

(11)

Perhitungan LTV (Ilustrasi)

No. Keterangan Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4

1. Jumlah pelanggan (orang) 18.500 7.500 4.000 3.000 2. Retention Rate - 41% 53% 75% 3. Tingkat Pembelanjaan (Rp) 145.000 155.000 165.000 175.000 4. Total Revenue (Rp.) 2.682.500.000 1.162.500.000 660.000.000 525.000.000 5. Biaya variable 60% 50% 45% 40% 6. Biaya variabel (Rp.) 1.609.500.000 581.250.000 297.000.000 210.000.000 7. Biaya akuisisi (Rp. 40.000/orang). 740.000.000 8. Total Biaya (Rp). 2.349.500.000 581.250.000 363.000.000 315.000.000 9. Laba Kotor (Rp.) 333.000.000 581.250.000 363.000.000 315.000.000 10. Discount rate 1.00 1.16 1.35 1.56 11. NPV Profit (Rp.) 333.000.000 501.077.586 268.888.889 201.923.077 12. Akumulasi Laba NPV (Rp.) 333.000.000 834.077.586 1.102.966.475 1.304.889.552 13. Lifetime Value (Rp.) 18.000 27.085 35.852 50.481

pada basis pelanggan, memberikan product loyalty, dan mempromosikan cross - and

up-selling. Untuk mensukseskan CRM sebagai kunci dari customer retention ini,

keikutsertaan seluruh anggota yang ada di bagian front office sangat diperlukan. Pentingnya Lifetime Value (LTV)

Lifetime value telah menjadi barometer pengukur untuk memilah-milah pelanggan

berharga, dan membedakannya dengan kelompok pelanggan lain. Mempunyai banyak pelanggan dan lifetime value yang tinggi adalah impian setiap pemasar. Untuk itu perusahaan harus mengelola seluruh resources pelanggannya secara maksimal. Pelanggan biasanya masuk ke perusahaan melalui beberapa jalan antara lain:

(12)

Retensi pelanggan loyal (Retention)

Referral pelanggan baru yang dihasilkan oleh pelanggan loyal (Referral) Pelanggan yang berhasil dijaring melalui program win-back (Win-Back).

Perusahaan biasanya menghadapi kendala untuk memuaskan semua pelanggannya karena keterbatasan resources yang dimilikinya. Di lain pihak, value yang diberikan pelanggan ke perusahaan juga sangat berbeda antara satu pelanggan dengan lainnya. Dalam kondisi demikian, perusahaan sebaiknya memilah-milah pelanggan mana yang mempunyai

value lebih tinggi dibandingkan pelanggan lainnya, sehingga perusahaan, dengan

keterbatasan yang dimilikinya, bisa memfokuskan perhatiannya pada sekelompok pelanggan yang valuable tersebut. Untuk itu, konsep LTV perlu diterapkan. LTV dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan penetapan taktik dan strategi pemasaran. Nilai LTV juga akan berubah dari waktu ke waktu.

a. Jumlah Pelanggan

Yang dimaksud dengan jumlah pelanggan adalah total pelanggan yang dapat diakuisisi perusahaan dalam kurun waktu tertentu.

b. Retention Rate (Tingkat Retensi)

Adalah tingkat yang menunjukkan seberapa banyak pelanggan yang bisa ditahan pada tahun tertentu dibandingkan dengan pelanggan yang berhasil diakuisisi pada tahun sebelumnya. c. Tingkat Pembelanjaan (Spending Rate)

Merupakan besarnya pembelian yang dilakukan oleh rata-rata pelanggan setiap tahunnya. Tingkat spending bisa diukur per kunjungan atau per periode tertentu.

d. Total Revenue

Adalah total pendapatan yang diterima perusahaan pada tahun yang bersangkutan. e. Biaya Variabel (%)

Adalah biaya yang berbanding lurus secara proporsional dengan jumlah pelanggan yang dilayani (dalam persen). Semakin banyak pelanggannya, maka biaya variable juga akan semakin tinggi, demikian sebaliknya, contoh biaya pelayanan pelanggan.

a. Biaya Variabel (Rp)

Biaya variable ditunjukkan dalam bentuk rupiah. b. Biaya Akuisisi (Acquisition Cost)

(13)

Adalah biaya yang dihabiskan perusahaan untuk mendapatkan pelanggan baru. Biaya akuisisi ini biasanya terdiri antara lain biaya komunikasi dan biaya promosi.

c. Total Biaya

Merupakan penjumlahan biaya variable (Rp) dengan biaya akuisisi. d. Laba Kotor (Gross Profit)

Mengurangkan total revenue (pendapatan) dengan total cost (biaya). e. Discount Rate

Kenapa kita butuh discount rate? Alasannya sederhana. Profit (laba) yang didapat dari hasil operasi perusahaan pada beberapa tahun ke depan, tidak sama nilainya bila profit itu kita terima seluruhnya pada hari ini (time value of money).

f. Net Present Value (NPV) “Profit”

Ketika kita sudah mendapatkan discount rate, setiap profit yang diharapkan harus didiskon untuk bisa mendapatkan NPV.

g. Cumulative NPV

Penjumlahan semua NPV profit tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya. h. Lifetime Value

Adalah jumlah NPV pada tahun tertentu dibagi jumlah pelanggan pada tahun yang bersangkutan.

Tahapan Menghitung Lifetime Value:

Sebagai sebuah strategi, menghitung lifetime value sebenarnya sangat mudah. Berikut ini langkah-langkahnya:

a) Gunakan database kita (Perusahaan) untuk memilih pelanggan kita yang dulunya masuk pada masuk tahun yang sama.

b) Cari tahu berapa banyak dari pada pelanggan tersebut yang masih membeli kepada kita (perusahaan) tahun berikutnya, dan tahun berikutnya lagi. Bila database kita tidak punya data yang cukup untuk itu, ambil angka 50% sebagai attrition rate-nya, yaitu lawan dari retention rate. Angka ini menunjukkan pelanggan yang hilang pada tahun berikutnya adalah 50% dari total pelanggan yang di dapat pada tahun sebelumnya. Agar hasilnya memuaskan, dan teknologi yang kita gunakan memungkinkan untuk itu, penghitungan LTV setiap kuartal,

(14)

c) Perkirakan jumlah uang yang telah dihabiskan untuk mendapatkan pelanggan baru tersebut, baik yang dibelanjakan untuk iklan TV, Koran, radio, dan kegiatan below the line lainnya. Inilah biaya akuisisi kita.

d) Tentukan jumlah rata-rata uang yang dibelanjakan oleh pelanggan tersebut, untuk menghitung spending rate-nya.

e) Tentukan discount rate-nya yang berlaku untuk bisnis kita, masukkan juga faktor risiko sehingga angka discount rate kita menjadi lebih tinggi.Masukkan semua data tersebut ke dalam spreadsheet (kertas kerja), proyeksikan LTV pelanggan untuk minimal 3 tahun.Definisi dan fungsi Pengembangan strategi LW

Ilustrasi contoh analisis pelanggan dengan LT

Kesimpulan

Di atas hanyalah beberapa cara untuk menghitung CLV. Seperti yang telah disebutkan di atas, CLV bukanlah model yang statis. CLV bersifat dinamis dan dapat berubah-ubah. Banyak komponen yang dapat ditambahkan dalam perhitungan CLV seperti biaya distribusi, biaya akuisisi, dan lain sebagainya.

Yang terpenting adalah CLV harus lebih besar dari total yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan dan menjalin hubungan dengan pelanggan tersebut. Atau singkatnya CLV > Total spent per cust.

(15)

Daftar Pustaka

Coorporate And Marketing Communication. Jakarta: Puskombis. 2011.

Puntoadi, Danis. Menciptakan Penjualan Melalui Social Media. Jakarta: PT.Gramedia. 2011.

Rangkuti, Freddy. Strategi promosi Yang Kreatif & Analisis Kasus Integrated Marketing

Communication. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Rahmati. 2009. Pemanfaatan E-Commerce Dalam Bisnis Di Indonesia http://citozcome.blogspot.com/2009/05/pemanfaatan-e-commerce-dalam-bisnis-di.html. Diakses tanggal 06 Agustus 2011.

Sadat, Andi. Brand Belief: Strategi Membangun Merek Berbasis Keyakinan. Jakarta. Salemba Empat. 2009.

Soemanogara, Rd. Strategic Marketing Communication. Bandung. ALFABETA, 2008.

Tjiptono, Fandy. Strategi Pemasaran, Edisi Kedua. Yogyakarta. Andi, 1997.

www.sinarmasland.com

Customer lifetime value - https://en.m.wikipedia.org/wiki/Customer_lifetime_value How to Calculate the Lifetime Value of a Customer -

https://www.entrepreneur.com/article/224153

How to Calculate Gross Margin - http://smallbusiness.chron.com/calculate-gross-margin-1671.html

The Ins and Outs of Customer Lifetime Value for B2B Industries -

http://www.business.com/business-opportunities/the-ins-and-outs-of-customer-lifetime-value-for-b2b-industries/

customer lifetime value (CLV) - http://searchcrm.techtarget.com/definition/Customer-lifetime-value-CLV

Calculating Customer Lifetime Value - http://customerlifetimevalue.co What is churn-rate? http://churn-rate.com

Gambar

Tabel 1.1 – Pendapatan anda

Referensi

Dokumen terkait

KETIGA : Tim Pakar Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA huruf a, dengan susunan keanggotaan terdiri atas

Representasi stereotip perempuan dalam roman Papua Isinga karya Dorothea Rosa Herliany termanifestasikan melalui nasihat-nasihat orang-orang tua baik di perkampungan Aitubu

Allianz tidak menanggung risiko yang terjadi atas diri Tertanggung akibat penyakit, perawatan dan pengobatan, serta biaya yang dikecualikan dalam program Asuransi

Dengan demikian praktik jual beli ini syarat barang yang diperjualbelikan sudah terpenuhi, meskipun barang yang diperjualbelikan tidak bisa diserahterimakan

Potensi kemampuan bakteri hidrokarbonoklastik (pendegradasi hidrokarbon) yang diisolasi dari korsosium bakteri yang berasal dari limbah minyak berat dan limbah minyak

Campuran beraspal panas adalah suatu campuran perkerasan lentur yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan bahan pengisi aspal dengan perbandingan tertentu,dan

1. Unit dan Sub Unit PPM wajib melakukan penjaminan mutu melalui monitoring dan evaluasi internal pelaksanaan pengabdian masyarakat di lapangan. Hasil monitoring dan

Aplikasi yang dirancang ini dapat digunakan untuk memberikan kemudahan kepada dokter untuk mendeteksi dan mengetahi suatu gejala penyakit epilepsi yang dialami