• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCERAIAN KARENA GUGATAN ISTRI (Studi Kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal Dan Nomor : 0740/Pdt.G/2011/PA.Sal Di Pengadilan Agama Salatiga) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERCERAIAN KARENA GUGATAN ISTRI (Studi Kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal Dan Nomor : 0740/Pdt.G/2011/PA.Sal Di Pengadilan Agama Salatiga) - Test Repository"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PERCERAIAN KARENA GUGATAN ISTRI

(Studi Kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal Dan Nomor : 0740/Pdt.G/2011/PA.Sal Di Pengadilan Agama Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:

HIMATUL ALIYAH

NIM 21109012

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(2)
(3)

PERCERAIAN KARENA GUGATAN ISTRI

(Studi Kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal Dan

Nomor : 0740/Pdt.G/2011/PA.Sal Di Pengadilan Agama Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:

HIMATUL ALIYAH

NIM 21109012

JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Real success is determined by two factors. Firs is faith, and second is

action”

Kesuksesan sejat i dit entukan oleh dua f akt or. Pert ama adalah keyakinan, dan

kedua adalah t indakan.

PERSEMBAHAN

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu kami harapkan syafaatnya. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan, pengarahan dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. oleh karena itu, penulis mengcapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Imam Soetomo, M.Ag., selaku Ketua STAIN Salatiga;

2. Bapak Haryo Aji Nugroho, S.Sos, MA selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya guna membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini;

memberikan dukungan baik materi maupun non-materi; 7. Nur Hidayati,S.pd.I yang selaku memberikan semangat;

8. Teman-teman Syariah angkatan 2009, terutama sabahat peneliti, Ana, Nurul, Dyah, Hanif dan Affah;

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Teriring do’a dan harapan semoa amal baik dan jasa semua pihak tersebut diatas akan mendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT.Amin.

Wassalamualaikum wr.wb.

(9)

ABSTRAK

Aliyah Himatul. 2013. PERCERAIAN KARENA GUGATAN ISTRI (Studi Kasus

Perkara Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal Dan Nomor: 0740/Pdt.G/2011/PA.Sal Di Pengadilan Agama Salatiga). Skripsi. Jurusan Syariah. Program Studi Ahwal al Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Haryo Aji Nugroho, S.Sos, MA

Kata Kunci: Perceraian, Cerai Gugat.

Penulisan sripsi ini dilatar belakangi maraknya cerai gugat istri kepada suami di Pengadilan Agama Salatiga. Pada umumnya perceraian terjadi karena tidak adanya tanggung jawab suami. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana latar belakang sosio-ekonomi pelaku gugat cerai. (2) bagaimana faktor-faktor penyebab cerai gugat. (3) bagaimana dampak cerai gugat bagi istri. (4) bagaimana pertimbangan hakim memutus perkara cerai gugat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) latar belakang pelaku gugat cerai di sebabkan umumnya berasal dari keluarga berstatus sosial ekonomi rendah. (2) faktor-faktor penyebab gugat cerai umumnya di dominasi alasan kurang adanya tanggung jawab suami. (3) dampak perceraian yaitu istri menanggung semua biaya anaknya sendiri tanpa bantuan mantan suami, (hadhanah) anak dipegang oleh ibunya. (4) Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebagai alasan tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam rumahtangga sebagaimana dalam Pasal 19 (f) Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 yang berlaku di Indonesia.

(10)

DAFTAR ISI

SAMPUL………..i

LEMBAR BERLOGO………...ii

JUDUL………iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING………...iv

PENGESAHAN KELULUSAN………..v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………..vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN……….vii

KATA PENGANTAR………..viii

ABSTRAK………...…...ix

DAFTAR ISI………....x

DAFTAR TABEL………..xii

DAFTAR LAMPIRAN……….xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….1

B. Penegasan Istilah……….7

C. Fokus Penelitian………..7

D. Tujuan Penelitian……….7

E. Manfaat Penelitian………...8

F. Metode Penelitian………....9

G. Sistematika Penelitian ………...14

BAB II. KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Definisi Perceraian Secara Umum ………16

2. Definisi Perceraian menurut Hukum Islam………...21

3. Prosedur Perceraian………33

(11)

5. Dampak Perceraian……….35

B. Kajian Pustaka ……….47

BAB III. PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Data Perceraian……….50

B. Profil Kasus Perceraian……….51

BAB IV. PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebab Gugat Cerai ………..63

B. Problematika Dampak Gugat Cerai ……….64

C. Pertimbangan Hakim memutus Perkara ……….……….70

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ………...73

B. Saran ….………74

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran-Lampiran

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar cerai gugat ………....6

Tabel 3.2 Keadaan perkara di Pengadilan Agama Salatiga ………...50

Tabel 3.3 Perkara yang diputus Pengadilan Agama Salatiga ………51

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Lembar konsultasi sripsi

Lampiran II Nota pembimbing

Lampiran III Nilak SKK Mahasiswa

Lampiran IV Daftar pertanyaan

Lampiran V Permohonan izin penelitian

Lampiran VI Jawaban permohonan izin penelitian

Lampiran VII Fotocopi Akta Cerai

Lampiran VIII Salinan putusan

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia yang menjalaninya,

tujuan perkawinan diantaranya untuk membentuk suasana bahagia menuju

terwujudnya ketenangan, kenyamanan bagi suami isteri serta anggota keluarga.

Dalam Islam, perkawinan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan seksual

seseorang secara halal serta untuk melangsungkan keturunannya dalam suasana

saling mencintai (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) antara suami istri. Ini

sesuai dengan bunyi pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yakni: “perkawinan

bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah

warahmah”. (KHI:Pasal 3). Jadi, pada dasarnya perkawinan merupakan cara

penghalalan terhadap hubungan antar dua lawan jenis yang semula diharamkan,

seperti memegang, memeluk, mencium dan berhubungan intim. Allah berfirman

dalam surat Ar Ruum ayat 21:

َو ﻢُﻜَﻨْﯿَﺑ َﻞَﻌَﺟَو ﺎَﮭْﯿَﻟِإ اﻮُﻨُﻜْﺴَﺘِﻟ ﺎًﺟاَوْزَأ ْﻢُﻜِﺴُﻔْﻧَأ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜَﻟ ٍتﺎَﯾﻵ َﻚِﻟَذ ﻲِﻓ َّنِإ ًﺔَﻤْﺣَرَو ًةَّدَﻮَﻣ ِﺗﺎَﯾآ ْﻦِﻣ

َﻖَﻠَﺧ ْنَأ ِﮫ ْ ٍمْﻮَﻘِﻟ

َنوُﺮَّﻜَﻔَﺘَﯾ

Artinya:

(15)

Imam Syafi’i mengartikan nikah sebagai suatu akad yang dengannya

menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita sedangkan menurut arti

majazi, nikah itu artinya hubungan seksual. Menurut Prof. Ibrahim Hosen, nikah

menurut arti asli dapat juga berarti aqad, dengan nikah menjadi halal hubungan

kelamin antara pria dan wanita. (Ibrahim, 1971:65). Adapun menurut syara’ nikah

adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk

saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah

tangga.(Tihami, 2009:8) Para ulama merinci makna lafal nikah menjadi empat

macam. Pertama, nikah diartikan percampuran suami istri dalam arti kiasan.

Kedua, sebaliknya nikah diartikan percampuran suami istri dalam arti sebenarnya

dan akad berarti kiasan. Ketiga, nikah lafal musytarak (mempunyai dua makna

yang sama). Keempat, nikah diartikan adh-damm (bergabung secara mutlak) dan

al-ikhtilath (pencampuran). Dari keterangan tersebut, jelas bahwa nikah

diucapkan pada dua makna yaitu akad pernikahan dan hubungan intim antara

suami dan istri. Nikah menurut syara’ maknanya tidak keluar dari dua makna

tersebut (Azzam, 2009:38).

Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan

maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan

perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk

yang berkehormatan. Islam mengatur masalah perkawinan dengan amat teliti dan

terperinci, untuk membawa umat manusia hidup berkehormatan. Hubungan

manusia laki-laki dan perempuan ditentukan agar didasarkan atas rasa pengabdian

(16)

dalam perkawinan semata-mata adalah demi menjaga kehormatan mereka. Namun

moral manusia yang semakin menipis bahkan hilang menjadikan mereka buta

akan hukum yang mengatur dan membatasi hidup mereka. Dengan bangganya

mereka menerobos batas-batas hukum tersebut. Termasuk dalam masalah

perkawinan ini, mereka yang akan melakukan perkawinan berlaku sesuai

keinginannya sendiri. Padahal dalam perkawinan, mereka diatur oleh

kaidah-kaidah hukum yang harus mereka taati. Termasuk didalamnya aturan mengenai

perceraian.

Dewasa ini kemajuan sekarang ini, semakin banyak persoalan-persoalan baru

yang melanda rumah tangga, semakin banyak pula tantangan yang di hadapi

sehingga bukan saja berbagai problem yang dihadapi bahkan kebutuhan rumah

tangga semakin meningkat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Akibatnya tuntutan terhadap setiap pribadi dalam rumah tangga untuk memenuhi

kebutuhan semakin jelas dirasakan. Kebutuhan hidup yang tidak terpenuhi akan

berakibat menjadi satu pokok permasalahan dalam keluarga, semakin lama

permasalahan meruncing sehingga dapat menjadikan kearah perceraian bila tidak

ada penyelesaian yang berarti bagi pasangan suami isteri. Era globalisasi

merupakan pendukung kuat yang mempengaruhi perilaku masyarakat dan kuatnya

informasi dari melalui media massa elektronik berpengaruh terhadap motif-motif

perceraian. Infotaiment kawin cerai artis, sinetron, berita-berita koruptor, secara

tidak langsung menyuguhkan contoh-contoh negatif yang memicu perubahan

perilaku sosial masyarakat. Tayangan ini memberkontribusi bagi masyarakat

(17)

krisis ekonomi pun turut memicu peningkatan perceraian. Dimulai dengan kondisi

masyarakat yang semakin terbebani dengan tingginya harga kebutuhan,

banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja oleh banyak perusahan, penurunan

penghasilan keluarga, meningkatnya kebutuhan hidup dan munculah konflik

keluarga.

Perceraian pada hakekatnya adalah suatu proses dimana hubungan suami

isteri tidak ditemui lagi keharmonisan dalam perkawinan. Mengenai definisi

perceraian undang-undang perkawinan tidak mengatur secara tegas, melainkan

hanya menetukan bahwa perceraian hanyalah satu sebab dari putusnya

perkawinan, di samping sebab lain yakni kematian dan putusan pengadilan.

Perceraian ialah penghapusan perkawinan karena keputusan hakim atau tuntutan

salah satu pihak dalam perkawinan itu (Subekti, 1953:42) Dengan berlakunya UU

Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, dimana peraturan itu juga

dijadikan sebagai hukum positif di Indonesia, maka terhadap perceraian diberikan

pembatasan yang ketat dan tegas baik mengenai syarat-syarat untuk bercerai

maupun tata cara mengajukan perceraian, Hal ini di jelaskan dengan ketentuan

pasal 39 UU No 1 Tahun 1974 yaitu:

1. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah

pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak .”

2. Untuk melakukan perceraian harus cukup alasan bahwa antara suami isteri

tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri.”

(18)

Ketentuan pasal 115 Kompilasi Hukum Islam yaitu : “ Perceraian hanya dapat

dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut

berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”

Undang-undang perkawinan prinsipnya memperketat terjadinya

perceraian, dimana perceraian hanya dapat dilaksanakan dihadapan sidang

pengadilan, dengan alasan-alasan tertentu. Putusnya perkawinan dapat terjadi

karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian maka dari berbagi peraturan

tersebut dapat diketahui ada dua macam perceraian yaitu cerai gugat dan cerai

talak Cerai talak hanya berlaku bagi mereka yang beragama Islam dan di ajukan

oleh pihak suami. Cerai talak adalah istilah yang khusus digunakan dilingkungan

Peradilan Agama untuk membedakan para pihak yang mengajukan cerai. Dalam

perkara talak pihak yang mengajukan adalah suami sedangkan cerai gugat pihak

yang mengajukan adalah isteri. Sebagaimana disebutkan dalam Kompilasi Hukum

Islam pasal 114 bahwa : “Putusnya perkawinan yang disebabkan karena

perceraian dapat terjadi karena talak ataupun berdasarkan gugatan perceraian.”

Pada dasarnya Undang-undang perkawinan mengatur dan menentukan

tentang alasan-alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan perceraian, yaitu :

1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa alasan yang sah atau karena alasan yang lain diluar

(19)

3) Salah satu pihak mendapat pihak mendapat hukuman penjara selama 5

(lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan

berlangsung.

4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri.

6) Antara suami-istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkeran dan

tidak ada harapan lagi untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Penulis tertarik meneliti mengenai tingginya perceraian karena gugatan istri.

Pemilihan tempat penelitian di Kota Salatiga ini dikarenakan angka kasus

perceraian yang diajukan oleh pihak istri cukup tinggi.

Hal ini dapat dilihat dari laporan tahunan Pengadilan Agama Salatiga tahun 2011

tentang cerai gugat,

Tabel 1.1 daftar cerai gugat

Bulan Cerai Talak Cerai Gugat

Januari 25 41

Februari 31 58

Maret 39 51

April 27 59

Mei 23 48

Juni 20 42

Juli 33 43

Agustus 15 55

September 31 53

Oktober 31 58

(20)

Desember 24 55

Jumlah 329 680

Sumber Data Buku Pendaftaran Cerai Gugat (2011:34)

Perceraian karena gugatan istri ini sangatlah menarik untuk diteliti. Penulis

mencoba mengangkat persoalan apa yang terjadi sehingga masyarakat

mengajukan “PERCERAIAN KARENA GUGATAN ISTRI (Studi Kasus

Perkara Cerai Gugat Nomor : 0597/Pdt.G/2011/PA.Sal Dan Nomor :

0740/Pdt.G/2011/PA.Sal Di Pengadilan Agama Salatiga)

B. Penegasan Istilah

1. Perceraian adalah : penghapusan perkawinan karena keputusan

hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.

2. Cerai Gugat adalah : gugatan perceraian diajukan oleh istri atau

kuasanya melalui Pengadilan Agama.

C.Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan, maka perlu dibuat

rumusan masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Hal ini dimaksudkan

untuk menjawab permasalahan yang terkait dengan tema, yaitu:

1. Bagaimana Latar belakang sosio-ekonomi pelaku Cerai Gugat?

2. Apakah faktor-faktor penyebab Cerai Gugat?

3. Bagaimana dampak Cerai Gugat bagi istri?

4. Bagaimana pertimbangan Hakim memutus perkara Cerai Gugat?

D. Tujuan Penelitian

(21)

1. Untuk mengetahui diskripsi Latar belakang sosio-ekonomi pelaku

Cerai gugat.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Cerai

gugat.

3. Untuk mengetahui dampak perceraian bagi istri dan anak.

4. Untuk mengetahui pertimbangan hakim memutus perkara cerai

gugat pada dua kasus penelitian ini.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a) Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan wawasan

kasus dan memberikan sumbangan informasi praktik-praktik

Hukum Islam khususnya dalam masalah hukum Perceraian yang

berkembang di Masyarakat..

b) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan Ilmiah

bagi penelitian-penelitian selanjutnya tentang perkembangan

faktor-faktor penyebab perceraian dan proses penanganan

perceraian dalam praktek yang dialami perempuan.

c) Penelitian ini dapat menjadi bahan kajian mencari solusi ilmiah

mengenai angka perceraian khususnya cerai gugat atau

meminimalisir dampaknya.

(22)

Sebagai bahan acuan upaya pemecahan masalah yang di hadapi oleh masyarakat

dalam penyelesaian kasus perceraian. Sebagai bahan acuan dalam upaya

pemecahan masalah yang di hadapi oleh masyarakat, dalam penyelesaian kasus

perceraian yang jelas-jelas Perceraian merupakan hal yang dibenci oleh Allah

SWT.

1) Manfaat bagi hakim dapat memperkaya pertimbangan sosiologis

dalam memutuskan perkara cerai gugat.

2) Manfaat bagi ulama agar menambah wawasan tentang

problematika cerai gugat untuk disampaikan kepada masyarakat.

3) Manfaat bagi pasangan suami istri agar mereka memperbaiki

kehidupan pernikahan mereka.

4) Manfaat bagi mereka pelaku cerai gugat agar lebih tahu

dampaknya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, bertujuan untuk memahami

keadaan atau fenomena, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dalam penelitian kualitatif,

metode yang biasa digunakan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan

dokumen. (Moleong, 2006:6)

Penelitian ini adalah usaha untuk mengetahui atau mendalami kasus-kasus

(23)

dipandang cocok untuk mengekpresikan temuan kasus-kasus perceraian melalui

paparan diskripsi. Data diskripsi mampu mengungkap realita sebab musabab dan

proses perceraian mereka.

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan fenemenologis. Pendekatan

fenemenologis mengangkat pengalaman pelaku berbagai jenis dan tipe subjek

yang ditemui (Moleong, 2006:14) Pendekatan fenemenologi menempatkan

pikiran-pikiran pelaku perceraian sebagai penjelasan realistic tentang kasus yang

mereka alami. Pelaku perceraian adalah mereka yang paling tahu akan keadaan

yang mereka alami sendiri.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian kasus perceraian ini dilakukan di kota Salatiga, dengan pertimbangan

bahwa di wilayah Pengadilan Agama Salatiga cukup tinggi diantaranya kasus

perceraian banyak diajukan pihak istri, terdapat 680 Kasus perceraian yang

diajukan oleh istri (cerai gugat) dalam kurun Tahun 2011 sehingga dengan data

tersebut penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang melatar belakangi cerai

gugat.

3. Sumber Data

a. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan mengadakan

peninjauan langsung pada obyek yang diteliti. Data ini didapat dari pelaku, atau

(24)

(Moleong, 2006:157) Dalam hal ini penulis melakukan penelitian terhadap dua

pelaku cerai gugat yang sudah di putus di Pengadilan Agama Salatiga.

b. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh melalui studi pustaka yang bertujuan untuk

memperoleh landasan teori yang bersumber dari Al-Quran, Al-Hadist,

perundang-undangan, buku dan literatur sebagai materi yang di bahas.

4. Prosedur Pengumpulan Data

a. Penelitian Lapangan

Yaitu metode pengumpulan data dengan cara terjun langsung ke dalam obyek

penelitian, dalam pengumpulan data lapangan ini penulis menggunakan metode

yaitu:

1. Observasi

Observasi adalah studi yang disengaja, sistematis tentang fenomena sosial

gejala-gejala psikis, dengan jalan pengamatan. Observasi adalah penelitian yang

dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek

yang diteliti. (Narbuko, 1997:37) dalam hal ini penulis melakukan observasi

secara berkesinambungan terhadap responden di lapangan guna mendapatkan data

latar belakang, sosio-ekonomi pelaku cerai gugat dan perkembangan kehidupan

(25)

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan

untuk memperoleh informasi. (Nasution, 2001:25) Disini penulis mengumpulkan

data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung kepada dua pelaku

perceraian sebagai informan yang banyak untuk mengetahui permasalahan yang

pernah dihadapi mereka. Kedua informan ini semuanya adalah perempuan yang

pernah melakukan cerai gugat kepada suami masing-masing.

3. Dokumentasi

Yaitu mencari dan mengumpulkan data pendukung berupa foto saat proses

pernikahan,surat-surat dokumen bila ada, kartu identitas subyek dan para

informan, dan dokumen lain yang diperlukan untuk menunjang penelitian yang

dilakukan.

b. Penelitian Kepustakaan

Yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara membaca atau mempelajari

buku peraturan perundang-undangan dan sumber kepustakaan lainya yang

berhubungan dengan obyek penelitian. (Hadikusuma, 1991:80) Metode ini

digunakan untuk mengumpulkan data sekunder mengenai permasalahan yang ada

relavansinya dengan obyek yang diteliti, dengan cara menelaah atau membaca

(26)

yang ada hubunganya dengan masalah yang dibahas. Data pendukung ini penting

dalam rangka penulisan sripsi ini.

5. Metode Analisa Data

Setelah data dikumpulkan dengan lengkap, tahapan berikutnya adalah tahap

analisa data. Pada tahap ini data akan dimanfatkan sedemikian rupa sehingga

diperoleh kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalaan

yang diajukan dalam penelitian. Setelah jenis data yang dikumpulkan maka

analisa data dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Adapun metode analisa data

yang dipilih adalah model analisa interaktif. Didalam model analisa interaktif

menurut Miles dan Huberman (dalam Sutopo,2006:43) terdapat tiga komponen

pokok berupa:

a. Reduksi data

Reduksi data adalah sajian analisa suatu bentuk analisis yang mempertegas,

memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur

sedemikian rupa sehinga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

b. Sajian Data

Sajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan

kesimpulan riset dapat dilakukan dengan melihat suatu penyajian data. Peneliti

akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu

pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut,

(27)

Penarikan kesimpulan yaitu kesimpulan yang ditarik dari semua hal yang terdapat

dalam reduksi data dan sajian data. Pada dasarnya makna data harus di uji

validitasnya supaya kesimpulan yang diambil menjadi lebih kokoh. Adapun

proses analisisnya adalah sebagai berikut : Langkah pertama adalah

mengumpulkan data, setelah data terkumpul kemudian data direduksi artinya

diseleksi, disederhanakan, menimbang hal-hal yang tidak relevan, kemudian

diadakan penyajian data yaitu rakitan organisasi informasi atau data sehingga

memungkinkan untuk ditarik kesimpulan.

Apabila kesimpulan yang ditarik kurang mantap dan terdapat kekurangan data

maka penulis dapat melakukan lagi pengumpulan data. Setelah data-data

terkumpul secara lengkap kemudian diadakan penyajian data lagi yang susunanya

dibuat sistematis sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan berdasarkan data

tersebut.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data.

Di mana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil

wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004:330). Pengecekan

keabsahan data ini dilakukan dengan cara membandingkan berbagai dokumen,

oservasi dan mencari informasi dari berbagai pihak yaitu pelaku perceraian dan

saksi yang terlibat dalam kasus perceraian tersebut.

(28)

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan penulisan

penelitian, maka secara garis besar dapat di gunakan sistematika penulisan

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN : Bab ini berisi Latar Belakang Masalah,

Permasalahan, Penegasan Istilah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode

Penelitian yang berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian,

Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Kehadiran Peneliti, Analisis Data,

Pengecekan Keabsahan Data, Tahap-tahap Penelitian, dan terahir yakni

Sistematika Pembahasan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA : Bab ini berisi tinjauan umum tentang Perceraian,

Definisi Perceraian, Hukum Perceraian, Konsep Cerai Gugat, Sebab-sebab

Perceraian, Dampak-dampak Perceraian, Syarat Administrasi, penelitian serupa

sebelumnya.

BAB III : dalam bab ini memaparkan seluruh hasil penelitian yang peneliti

lakukan meliputi keaadaan perkara perceraian di pengadilan agama Salatiga,

pasangan pelaku perceraian dan data yang berkaitan dengan kasus perceraian

dengan informan penelitian.

BAB IV : bab ini berisi analisis praktek perceraian, berupa faktor-faktor penyebab

perceraian, proses perceraian, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

BAB V PENUTUP : berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang

(29)

BAB II

KERANGKA DAN KAJIAN PUSTAKA

A.Kerangka Teori

1. Perceraian Dalam Perundang-undangan No. 1 Th 1974 Dan Kompilasi

Hukum Islam

Dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No. 1

Tahun1974 mengatur putusnya hubungan perkawinan sebagaimana berikut :

1. Putusnya Hubungan Perkawinan

a. Pasal 113 KHI, menyatakan perkawinan dapat putus karena :

1) Kematian

2) Perceraian, dan

3) Atas putusan pengadilan

b. Pasal 115 KHI dan Pasal 39 ayat 1 UU No. 1 / 1974 menyatakan :

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan

Agama,setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dantidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak.

c. Pasal 114 KHI menyatakan :

Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi

karena talak atau berdasarkan gugatan cerai.

2. Alasan-alasan Perceraian

Alasan-alasan perceraian termuat dalam pasal 116 KHI dan pasal39 ayat 1

(30)

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,

penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau

karena hal lain yang diluar kemampuanya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau

hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekerasan atau penganiayaan berat

yang membahayakan pihak yang lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam

rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak.

h. Pemeliharaan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga.

3. Macam dan Cara Pemutusan Hubungan Perkawinan

Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI menyebutkan tentang

macam-macam talak dan cara pemutusan sebagaimana berikut:

(31)

Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang pengadilan agama yang

menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara

sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131 KHI.

b. Pasal 118 dalam KHI memuat :

Talak raj.’i adalah talak ke satu atau kedua, dalam talak ini suami

berhak rujuk selama isteri dalam masa iddah.

c. Pasal 119 dalam KHI memuat :

Talak ba.’in shughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh

akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam keadaan

iddah.

Talak ba.’in shughra sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah :

1) Talak yang terjadi qabla ad-dukhul.

2) Talak dengan tebusan atau khuluk.

3) Talak yang dijatuhkan oleh pengadilan agama.

d. Pasal 120 dalam KHI menyatakan :

Talak ba.’in kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya.

Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali

kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri menikah

dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da ad-dukhul

dan habis masa iddahnya.

(32)

Talak sunni adalah talak yang dibolehkan, yaitu talak yang dijatuhkan

terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci

tersebut.

f. Pasal 122 dalam KHI memuat :

Talak bid.’i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan

pada waktu isteri dalam keadaan haid, atau isteri dalam keadaan

sucitapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.

g. Pasal 123 dalam KHI memuat :

Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan

didepan sidang pengadilan.

h. Pasal 124 dalam KHI memuat :

Khuluk harus berdasarkan atas alasan perceraian sesuai ketentuan

pasal 116 KHI.

4. Proses Mengajukan Cerai Gugat

Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI menyebutkan tentang proses

mengajukan cerai gugat sebagaimana berikut :

4.1 Pasal 132 dalam KHI

a. Gugatan perceraian diajukan isteri atau kuasanya pada Pengadilan

Agama yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat

kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin

(33)

b. Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, ketua

Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada

tergugat melalui perwakilan Indonesia setempat.

4.2 Pasal 133 dalam KHI

c. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 huruf b

dalam KHI dapat diajukan setelah lampau 2 (dua) tahun terhitung

sejak tergugat meninggalkan rumah.

d. Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau

menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali berumah tanggal bersama.

4.3 Pasal 134 dalam KHI

Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 116 huruf f

dalamKHI dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan

agama mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan

setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat

dengan suami isteri tersebut.

4.4 Pasal 135 dalam KHI

Gugatan perceraian karena alasan suami mendapat hukuman penjara 5

(lima) tahun atau hukumannya lebih berat sebagai dimaksud dalam

pasal 116 huruf c dalam KHI, maka untuk mendapatkan putusan

perceraiansebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan

putusan pengadilan yang memutuskan putusan disertai keterangan

yang menyatakan bahwaputusan itu telah mempunyai kekuatan

hukum tetap.

(34)

a. Selama berlangsung gugatan perceraian atas permohonan penggugat

atau tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin

ditimbulkan, pengadilan agama dapat mengizinkan suami isteri untuk

tidak tinggal dalam satu rumah.

b. Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan

penggugat atau tergugat, pengadilan agama dapat :

1) Menentukan hal-hal yang harus ditanggung oleh suami.

2) Menentukan hal-hal yang perlu untuk dijamin terpeliharanya

barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau

barang-barang yang menjadi hak isteri.

2. Pengertian PerceraianDalam Fiqh Islam

a. Pengertian Talak

Talak diambil dari kata “ithlak” yang menurut bahasa artinya

“melepaskan atau meninggalkan”. Menurut syara’, talak yaitu:

m

ﱠﺰﻟ ا ِﺔَﻄِﺑ َﺮﻟ

ِﺔﱠﯿِﺟ ْو ﱠﺰﻟ ا ِﺔَﻗ َﻼَﻌْﻟا ُء ﺎَﮭْﻧ ِاَو ِج اَو

Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.

Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga

setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi

suaminya. (Ghazaly, 2006:191)Namun ini berlaku untuk talak ba’in untuk

raj’i seorang suami masih diperbolehkan ruju’ kepada istri sebanyak dua

(35)

Lafal talak telah ada sejak zaman Jahiliyah. Syara’ datang untuk

menguatkannya bukan secara spesifik atas umat ini. Penduduk Jahiliyah

menggunakannya ketika melepas tanggungan, tetapi dibatasi tiga kali.

Hadis diriwayatkan dari Urwah bin Zubair berkata: “Dulunya manusia

menalak istrinya tanpa batas dan bilangan.” Seseorang yang menalak istri,

ketika mendekati habis masa menunggu, ia kembali kemudian menalak

lagi begitu seterusnya kemudian kembali lagi dengan maksud menyakiti

wanita, Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki pada zaman Jahiliyah

menalak istrinya kemudian kembali sebelum habis masa menunggu.

Andaikata wanita di talak seribu kali kekuasaan suami untuk kembali

masih tetap ada. Maka datanglah seorang wanita kepada Aisyah ra.

Mengadu bahwa suaminya menalaknya dan kembali tetapi kemudian

menyakitinya. (Azzam, 2009:255)

Menurut syara’ yang dimaksud talak ialah memutuskan tali

perkawinan yang sah, baik seketika atau di masa mendatang oleh pihak

suami dengan mengucapkan kata-kata tertentu atau cara lain yang

menggantikan kedudukan kata-kata tersebut. Menurut bahasa, talak berarti

menceraikan atau melepaskan (Umar, 1986:386)Kata “talak” dalam

bahasa Arab berasal dari kata “thalaqa- yutahliku-thalaqaqan” yang

bermakna melepas atau mengurai tali pengikat. Baik tali pengikat itu

bersifat kongkrit seperti pengikat kuda maupun bersifat abstrak seperti tali

perkawinan. Kata talak merupakan isim masdar dari kata

(36)

bermakna “irsal” dan “tarku”yaitu melepaskan dan meninggalkan.

Menurut Sabiq (2009:2) Kata Talak berasal dari kata thalaq adala h

al-ithlaq, artinya melepaskan atau meninggalkan. Dalam syariat Islam, talak

artinya melepaskan ikatan pernikahan atau mengakhirinya

b. Dalil disyariatkan talak

Dalil disyariatkan talak adalah Alquran, sunnah, dan ijma’. Dalam Alquran

Allah berfirman:

Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (QS. Al-Baqoroh :229)

Ulama sepakat bolehnya talak, ungkapannya menunjukkan

bolehnya talak sekalipun makruh. Akad nikah sebagaimana yang kami

sebutkan dilaksanakan untuk selamanya sampai akhir hayat. Agar suami

istri dapat membangun rumahtangga sebagai pijakan berlindung dan

bersenang-senang di bawah naungannya dan agar dapat mendidik

anak-anaknya dengan pendidikan yang baik. (Azzam, 2009:257)

Oleh karena itu, hubungan antara suami istri adalah hubungan yang

tersuci dan terkuat. Tidak ada dalil yang menunjukkan kesuciannya dari

pada Allah menyebutkan akad antara suami istri sebagai janji yang berat

(mitsaq ghalizh) sebagaimana firman Allah: Dan mereka (isteri-isterimu

telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (QS.An-Nisa’(4):

(37)

diremehkan dan direndahkan. Segala sesuatu yang melemahkan hubungan

ini dibensi Islam karena mengakibatkan luputnya manfaat dan hilangnya

maslahat antara pasangan suami istri tersebut. Telah kami isyaratkan pada

hadist Rasulullah.

ْق َﻼﱠﻄﻟا ُﷲا َﻰﻟِإ ِل َﻼَﺤْﻟ ا َﺾَﻐْﺑ َأ

)

ﻢﻛ ﺎﺤﻟاو ﮫﺟ ﺎﻣ ﻦﺑاو دواد ﻮﺑا هاور

(

Artiya:

Sesuatu perkawinan yang dibenci oleh Allah adalah talak/perceraian. (Ibnu Majah jus 1)

Siapa saja manusia yang menghendaki rusaknya hubungan antara

suami istri, dalam pandangan Islam ia keluar dari padanya dan tidak

memiliki sifat kehormatan. Rasulullah bersabda: Tidak tergolong kami

orang yang merusak hubungan suami istri terhadap suaminya. (Azzam,

2009:257)

Sedangkan ijma’ menyepakati bahwa hubungan suami istri adalah

hubungan tersuci dan terkuat, maka hubungan ini tidak boleh diremehkan dan

direndahkan. Keduanya harus berusaha menggapai mawadah warrahmah

dalam menjalani biduk rumah tangga.

c. Hukum Talak Dalam Islam

Pada prinsipnya asalnya, talak itu hukumnya makruh berdasarkan

(38)

ْق َﻼﱠﻄﻟا ُﷲا َﻰﻟِإ ِل َﻼَﺤْﻟ ا َﺾَﻐْﺑ َأ

Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah Azza wajalla adalah talak (Ibnu Majah jus 1)

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum talak, pendapat yang

lebih benar adalah makruh jika tidak ada hajat yang menyebabkannya,

karena talak berarti kufur terhadap nikmat Allah, mengkufuri nikmat Allah

haram hukumnya. Talak tidak halal karena darurat misalnya suami ragu

terhadap perilaku istri atau hati sang suami tidak ada rasa tertarik pada istri

karena Allah Maha Membalikkan segala hati. Jika tidak ada hajat yang

mendorong talak kufur terhadap nikmat Allah secara murni dan buruk

adab terhadap suami, hukumnya makruh.

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat tentang hukum talak

secara rinci. Menurut mereka hukum talak terkadang wajib dan terkadang

haram dan sunnah. Al-Baijarami berkata: Hukum talak ada lima yaitu

adakalanya wajib seperti talaknya talaknya orang yang bersumpah ila’

(bersumpah tidak mencampuri istri) atau dua utusan dari keluarga suami

dan istri, adakalanya haram seperti talak bid’ah dan adakalanya sunnah

seperti talaknya orang yang lemah, tidak mampu melaksanakan hak-hak

pernikahan. Demikian juga sunnah, talaknya suami yang tidak ada orang

tua yang bukan memberatkan, karena buruk akhlaknya dan ia tidak tahan

hidup bersamanya, tetapi ini tidak mutlak karena umumnya wanita seperti

(39)

seperti burung gagak yang putih kedua sayap dan kedua kakinya. Hadis

ini sindiran kelangkaan wujudnya Al-A’shamm artinya putih kedua

sayapnya atau kedua kakinya dan atau salah satunya.

Ulama Hanabilah (penganut mazhab Hambali) memperinci hukum

talak sebagai berikut haram, mubah, dan kadang-kadang dihukumi sunnah.

Talak wajib misalnya talak dari hakam perkara syiqaq, yakni perselisihan

suami istri yang sudah tidak bias didamaikan lagi, dan kedua pihak

memandang perceraian sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan

persengketaan mereka. Termasuk talak wajib ialah talak dari orang yang

melakukan ila, terhadap istrinya setelah lewat empat bulan.

Adapun talak yang diharamkan,yaitu talak yang tidak diperlukan.

Talak ini dihukumi haram karena akan merugikan suami dan istri serta

tidak ada manfaatnya.Talak mubah terjadi hanya apabila diperlukan,

misalnya karena istri sangat jelek, pergaulannya jelek, atau tidak dapat

diharapkan adanya kebaikan dari pihak istri. Apabila pernikahan

dilanjutkan pun tidak akan mendapat tujuan apa-apa. Talak mandubatau

talak sunnah, yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang sudah

keterlaluan yang telah melanggar perintah-perintah Allah, misalnya

meninggalkan sholat atau kelakuannya sudah tidak dapat diperbaiki lagi

atau istri sudah tidak menjaga kesopanan dirinya. (Tihami, 2009:250)

(40)

Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk

kembali, talak di bagi menjadi dua yaitu :

1) Talak Raj’i

Talak Raj’i yaitu thalaq dimana suami masih mempunyai hak untuk rujuk kepada istrinya, dimana istri dalam keadaan sudah digauli. Hal ini sesuai dengan Qs Al-Baqarah : 229 yang berbunyi :

ß kecuali kalau keduaanya khawatir tidak akan dapat

menjalankan hukum-hukum Allah (Tihami, 2009 :233).

2) Talak Ba’in

Talak Ba’in adalah talak yang memisahkan sama sekali hubungan

suami istri. Talak Ba’in terbagi menjadi dua bagian:

a) Talak ba’in sughra, yaitu talak yangmenghilangkan hak-hak

rujuk dari bekas suaminya, tetapi tidak menghilangkan nikah baru

kepada bekas istrinya. Artinya bekas suami boleh mengadakan

akad nikah baru dengan bekas istri, baik dalam masa iddahnya

maupun sesudah berakhir masa iddahnya.

Yang termasuk dalam talak ba’in sughra ialah :

(41)

2) Talak dengan penggantian harta atau yang disebut Khulu’

3) Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang di

penjara, talak karena penganiayaan, atau yang semacamnya

Hukum talak bain shugra:

1. Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri

2. Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk berkhalwat

(menyendiri berdua-duaan)

3. Masing-masing tidak saling mewarisi manakala meninggal

4. Bekas istri, dalam masa iddah, berhak tinggal di rumah bekas

suaminya dengan berpisan tempat tidur dan mendapat nafkah

5. Rujuk dengan akad dan mahar yang baru

b) Talak ba’in kubra, ialah talak yang mengakibatkan hilangnya hak

ruju’ kepada bekas istri, walaupun kedua bekas suami istri itu

masih ingin melakukanya, baik diwaktu iddah maupun

sesudahnya. Yang termasuk dalam thalaq ba’in kubra adalah:

perceraian yang mengandung unsur sumpah seperti ila, zihar, dan

li’an

Sebagian ulama berpendapat yang termasuk talak bainkubra

adalah segala macam perceraian yang mengandung unsur-unsur

seperti: ila, zihar, dan li’an

Hukum talak bain kubra:

1. Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri

2. Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk berkhalwat

(42)

3. Bekas istri, dalam masa iddah, berhak tinggal di rumah bekas

suaminya dengan berpisah tempat tidur dan mendapat nafkah

4. Suami haram kawin lagi dengan istrinya, kecuali bekas istri

telah kawin dengan laki-laki lain.

Maksudnya apabila seorang suami menceraian istrinya

dengan talak tiga, maka perempuan itu tidak boleh dikawini lagi

sebelum perempuan tersebut menikah dengan laki-laki

lain.Apabila suami yang telah terlanjur menjatuhkan talak sampai

tiga kali terhadap istri, tiba-tiba menyesal, tidak boleh minta

kepada seorang untuk mengawini bekas istrinya itu, dengan

permintaan setelah berlalu beberapa waktu dan setelah terjadi

persetubuhan supaya menceraikan istrinya, guna memungkkinkan

kawin lagi dengan suami pertama itu. Dalam hubungan ini hadis

Nabi riwayat Ahmad, Abu Dawud, Turmudzi, Nasai, dan Ibnu

Majah dari Ali memperingatkan, ‘Allah mengutuk laki-laki

muhallil (mengawini perempuan untuk menghalalkan perkawinan

kembali dengan bekas suaminya lama) dan laki-laki yang

menyuruh orang lain kawin sebagai muhallilnya. (Basyir,

1999:81)

Di tinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, talak dibagi

menjadi tiga macam sebagai berikut:

a. Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan

(43)

1. Istri yang ditalak sudah pernah digauli, bila dijatuhkan terhadap

istri yang belum pernah digauli tidak termasuk talak sunni.

2. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah di talak, yaitu

dalam keadaan suci dari haid. Menurut ulama Syafi’iyah,

perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialahtiga kali suci, bukan

tiga kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas

haid(menopause) atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau

karena suami meminta tebusan (khulu’), atau ketika istri dalam

haid, semuanya tidak termasuk talak sunni.

3. Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik di

permulaan, di pertengahan maupun di akhir suci, kendati beberapa

saat lalu datang haid.

4. Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci di mana itu

dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam

keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak

sunni.

b. Talak Bid’i, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan

dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni.

Termasuk talak bid’i:

1. Talak, yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid (menstruasi)

baik dipermulaan haid maupun di pertengahannya.

2. Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi

(44)

c. Talak la sunni wala bid’i, yaitu talak yang tidak termasuk kategori

talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid’i yaitu:

1. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.

2. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid, atau

istri yang telah lepas haid.

3. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.

Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang digunakan

sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai

berikut:

a. Talak Syarih, yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas

dan tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika

diucapkan, tidak mungkin dipahami lagi.

Beberapa contoh talak syarih ialah seperti suami berkata kepada

istrinya:

1. Engkau saya talak sekarang juga, engkau saya ceraikan sekarang

juga.

2. Engkau saya firaq sekarang juga, engkau saya pisahkan sekarang

juga.

Apabila suami menjatuhkan talak terhadap istri dengan talak syarih

maka menjadi jatuhlah talak dengan sendirinya, sepanjang

diucapkannya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas

kemauannya sendiri.

b. Talak kinayah, yaitu talak dengan mempergunakan kata sindiran, atau

(45)

1. Engkau sekarang telah jauh dari diriku.

2. Selesaikan sendiri segala urusanmu.

3. Janganlah engkau mendekati aku lagi.

4. Keluarlah engkau dari rumah ini sekarang juga.

5. Pergilah engkau dari tempat ini sekarang juga.

6. Susullah keluargamu sekarang juga.

7. Pulanglah kerumah orang tuamu sekarang.

8. Beriddahlah engkau dan bersihkanlah kandunganmu itu.

9. Saya sekarang telah sendirian dan hidup membujang.

10. Engkau sekarang telah bebas merdeka, hidup sendirian.

Ucapan-ucapan tersebut mengandung kemungkinan cerai dan

mengandung kemungkinan lain.Tentang kedudukan talak dengan

kata-kata kinayah atau sindiran ini sebagaimana dikemukakan oleh

Taqiyuddin Al-Husaini, bergantung kepada niat suami. Artinya, jika

jika suami dengan kata-kata tersebut bermaksud menjatuhkan talak

maka menjadi jatuhlah talak itu, dan jika suami dengan kata-kata

tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak maka talak tidak jatuh.

(Ghazaly, 2006:195)

3. Prosedur Perceraian

a. Pendaftaran Perkara

1. Pendaftaran perkara

Surat gugatan/ permohonan dibuat dengan kelengkapan yang sudah

(46)

2. Penunjukkan majelis hakim oleh ketua pengadilan

3. Penetapan hari sidang oleh ketua majlis

4. Pemanggilan para pihak

b. Pemeriksaan Di Muka Sidang

Sidang pertama sangat penting, karena akan menentukan beberapa hal;

1. Jika tergugat/termohon telah dipanggil secara patut, ia/kuasa

hukumnya tidak hadir, ia akan diputus verstek

2. Jika penggugat/pemohon yang tidak hadir, ia diputus dengan

digugurkan perkaranya

3. Sanggahan (eksepsi) relatif hanya boleh diajukan disidang pertama

4. Gugat balik (reconvencie) hanya boleh diajukan disidang pertama

c. Jalannya Persidangan

1. Panitera mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan

kesiapan sidang, hakim memasuki ruang sidang

2. Ketua majlis membuka sidangdibuka dan terbuka untuk umum kecuali

ditentukan lain oleh UU

3. Ketua majlis menanyakan identitas pihak-pihak

4. Ketua majlis menganjurkan damaijika damai tercapai dibuatkan akta

perdamaian sifatnya sama dengan putusan dan berlaku nebis in idem.

Bila tidak damai, sidang dilanjutkan

5. Pembacaan surat gugatan

6. Jawaban surat gugatan

7. Replik

(47)

9. Pembuktian

10. Konklusi

11. Putusan

4. Prosedur Cerai Gugat

a. Prosess pemantapan niat, menyediakan dana dan waktu. Bagaimana

perceraian merupakan keputusan yang membutuhkan pemikiran yang

serius, kedewasaan bertindak serta niat yang kuat untuk menjalaninya mau

tidak mau perceraian akan mengakibatkan dampak yang serius baik secara

psikologis, yuridis dan lainya. Namum juga kepada anak dan

keturunannya. Untuk itu kemantapan niat harus dibutuhkan pula tentang

penyediaan dana untuk mengajukan permohonan gugat cerai.

b. Meminta pertimbangan dari beberapa orangterdekat sekalipun orang sudah

memantapkan niatnya untuk mengajukan permohonan gugat cerai, namun

tidak ada salahnya bila meminta pendapat dari sejumlah orang terdekat

paling tidak untuk memperkuat alasan perceraian.

c. Menentukan perlu tidaknya kuasa hukum atau pengacara, harus di

pertimbangkan cecara matang. Tidak hanya terkait dengan dana untuk

membayar jasa pendampingnya, namun juga mengingat efektifitas

menggunakan kuasa hukum, keberadaan kuasa hukum sangat membantu

dalam kelancaran proses perkara.

d. Mengajukan surat pemberitahuan atas surat permohonan perceraian, bila

semua sudah disiapkan, dan niat mengajukan gugatan perceraian sudah

(48)

e. Melakukan proses sidang perceraian

Proses sidang perceraian bisa dilakukan bila gugatan atau permohonan

cerai sudah didaftarkan dalam register oleh Panitera Pengadilan yang

berwenang mengadilinya. Kemudian Ketua Pengadilan akan menunjuk

Majelis Hakim yang bertugas untuk menyidangkan kasus tersebut.

Sekalipun menentukan jadwal sidang pertama dari gugatan tersebut:

5. Pembatalan Perkawinan

1. Pembatalan Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan

Menurut Undang-Undang perkawinan, pada prinsipnya perkawinan

dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk

melangsungkan perkawinan. Hal ini diatur di dalam pasal 22, sedangkan

yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu diatur di dalam

pasal 23 Undang-undang Perkawinan terdiri dari:

a. Para keluarga dalam garis keturunan terus keatas dari suami atau

isteri.

b. Suami atau isteri

c. Pejabat yang berwewenang hanya selama perkawinan belum

diputuskan

d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-Undang

ini dan setiap orang yang mempunya kepentingan hukum secara

langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah

(49)

Demikian pula menurut pasal 24 ditegaskan : barang siapa karena

perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak

dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan

perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat 2

dan Pasal 4 undang-undang ini.

Undang-undang Perkawinan mengatur tempat diajukannya

permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada pengadilan dalam

daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal

kedua suami istri, suami atau istri. (Sudarsono, 2005:106)

1. Syarat-syarat pembatalan perkawinan

Menurut pasal 22 UUP perkawinan dapat dibatalkan apabila

para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan

perkawinan.Pengertian ‘dapat” pada pasal ini diartikan bisa batal atau

bisa tidak batal, bilamana menurut ketentuan hukum agamanya

masing-masing tidak menentukan lain.

pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan,

menurut pasal 21 UUP ialah:

a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari

suami atau iatri

b. Suami atau istri

c. Pejabat yang berwewenang hanya selama perkawinan

(50)

d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16

Undang-Undang ini dan setiap orang yang mempunyai

kepentingan hokum secara langsung terhadap

perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan

itu putus.

Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan

salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya

perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru,

dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4

Undang-Undang ini (pasal 24). Permohonan pembatalan perkawinan

diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum di mana perkawinan

dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami istri, suami atau

istri.

2. Akibat Putusnya Perkawinan Menurut KHI

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

(Pasal 149 KHI)

a) Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya baik

berupa uang/benda, kecuali bekas istrinya dijatuhi talakQobla

dhukhul.

b) Memberikan nafkah, maskan dan kiswan kepada bekas istri

selama masa iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in

(51)

c) Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh bila

Qobla dhukul.

d) Memberikan biaya hadlanah untuk anak-anaknya yang belum

mencapai umur 21 th.

Bekas suami berhak melakukan rujuk kepada bekas istrinya yang

masih dalam iddah. Bekas istri selama dalam masa idaah wajib

menjaga dirinya, tidak menerima pinangan, dan tidak menikah dengan

pria lain. Bekas istri berhak mendapat nafkah iddah dari bekas

suaminya kecuali bila ia nusyuz.

3. Akibat Perceraian karena Cerai Gugat diatur dalam pasal 156

Kompilasi

a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadlanah dari ibunya

kecuali ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan

oleh:

1. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;

2. Ayah;

3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;

4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan

5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah;

6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;

b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan

(52)

c. Apabila pemegang hadlanah dan tidak dapat menjamin keselamatan

jasmani dan rohani anak, maka Pengadilan Agama dapat

memindahkan kepada kerabat lain

d. Semua biaya hadlanah dan nafkah menjadi tanggung jawab ayah

menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak itu dewasa

dan dapat mengurus dirinya sendiri dalam usia 21 tahun

e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadlanah dan nafkah anak,

Pengadilan memberikan putusan berdasarkan a,b,c,d

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan

anak-anak yang tidak turut padanya. (Ramulyo, 1996:163)Harta bersama

dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 96,97

2. Sebab-sebab Putusnya Perkawinan

Suatu perkawinan menjadi putus adalah karena talak baik talak

mati atau hidup. Sedangkan talak itu sendiri hanya berhak dilakukan oleh

suami. Talak bukan merupakan kesewenang-wenangan seorang suami

sebagai senjata untuk memutus ikatan perkawinan dengan istrinya, namun

jatuhnya talak bisa disebabkan beberapa alasan. Alasan-alasan itu bisa

datang dari suami maupun istri sehingga mengakibatkan talak. Ada

beberapa sebab perceraian yang dirumuskan oleh para ulama klasik.

(53)

perkawinan selain talak yaitu khulu’, fasakh, syiqaq, nusyuz, ila’, dzihar,

li’an yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Khulu’Menurut bahasa kata khulu’berarti tebusan. Karena istri menebus

dirinya dari suaminya dengan mengembalikan apa yang pernah dia terima.

Sedangkan menurut istilah khulu’ berarti talak yang diucapkan istri dengan

mengembalikan mahar yang pernah dibayarkan oleh suaminya.Artinya

tebusan itu dibayar kembali kepada suaminya agar suaminya dapat

menceraikannya. Menurut fiqh pun demikian, khulu’ berarti perceraian

yang dilakukan lelaki terhadap istrinya dengan mendapatkan harta tebusan

(iwadh). (Ghazali, 2006:220) Dasar hukum disyari’atkan khulu’ ialah

dalam surat Al-Baqarah ayat 229 sebagai berikut:

ß dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari Sesutu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hokum-hukum Allah”.

b. Zhihar Dalam bahasa Arab, zhihar berasal dari kata zhahrun yang artinya

(54)

ucapan suami kepada istrinya yang berisi menyerupakan punggung istri

dengan punggung ibu suami. Ucapan zhihar pada masa jahiliyah

dipergunakan oleh suami yang bermaksud mengharamkan menyetubuhi

istri dan berakibat menjadi haramnya istri bagi suami dan laki-laki

selainnya untuk selamanya. Untuk itu Islam menjadikan zhihar sebagai

perkara yang berakibat hukum duniawi. Adapun dasar hukum adanya

zhihar adalah dalam surat Al-Mujadalah ayat 2 sebagai berikut:

ttûïÏ%©!$# “orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain

hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan

Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”.

c. Ila’ Kataila’ menurut bahasa artinya sumpah. Sedangkan menurut istilah,

ila’ adalah sumpah suami dengan menyebut nama Allah atau sifat-Nya

yang tertuju kepada istrinya untuk tidak mendekati istrinya itu, baik secara

mutlak ataudibatasi dengan ucapan selamanya, atau dibatasi empat bulan

atau lebih.Dasarhukum pengaturan ila’ surat Al-Baqarah ayat 226-227

(55)

“kepada orang-orang yang meng-illa’ istrinya, diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka ber’azam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

Meng-ilaa' isteri Maksudnya: bersumpah tidak akan mencampuri

isteri. dengan sumpah ini seorang wanita menderita, karena tidak

disetubuhi dan tidak pula diceraikan. dengan turunnya ayat ini, Maka

suami setelah 4 bulan harus memilih antara kembali menyetubuhi isterinya

lagi dengan membayar kafarat sumpah atau menceraikan.

d. Li’an Kata li’an diambil dari kata al-la’nu yang berarti jauh dan laknat atau

kutukan. Menurut syara’ li’an adalah sumpah yang diucapkan oleh suami

ketika ia menuduh istrinya berbuat zina dengan empat kali kesaksian

bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya, kemudian pada

sumpah kesaksian kelima disertai persyaratan bahwa ia bersedia menerima

laknat Allah jika dia berdusta. Dasar hukum li’an dalam surat An-Nisa’ 6-7

(56)

“ dan ujilahanak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka

telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka

serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan

janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas

kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa

(membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.Yakni: Mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan, usaha-usaha mereka, kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak itu dapat dipercayai”.

e. Syiqaq adalah krisis memuncak yang terjadi antara suami istri sedemikian

rupa, sehingga antara suami istri terjadi pertentangan pendapat dan

pertengkaran, menjadi dua pihak yang tidak mungkin dipertemukan dan

kedua belah pihak tidak dapat mengatasinya.

Sebab-sebab terjadi Syiqaq antara lain sebagaiberikut :

- Antara suami isteri mempunyai watak, sehingga tidak

dapatdipertemukan, dan masing-masing mempertahankanwataknya

dan tidak mau mengalah.

- Disebabkan oleh suami, misanya perlakuan suami yangamat

sewenang-wenang terhadap isteri, hingga amat beratbagi isteri untuk

(57)

f. Fasakh kata fasakh berarti merusakkan atau membatalkan. Jadi, fasakh

sebagai salah satu sebab putusnya perkawinan ialah merusakkan atau

membatalkan hubungan perkawinan yang telah berlangsung. Fasakh dapat

terjadi karena terdapat hal-hal yang membatalkan akad nikah yang

dilakukan dan dapat pula terjadi karena suatu hal yang baru dialami

sesudah akad nikah dilakukan.

Contoh fasakh karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi dalam akad nikah

1. Setelah akad nikah ternyata istrinya adalah saudara sesusuan.

2. Setelah akad nikah ternyata istrinya masih mempunyai hubungan

perkawinan dengan orang lain atau dalam masa idah talak laki-laki

lain.

Contoh fasakh karena hal-hal mendatang setelah akad nikah

1. Suami istri beragama Islam tiba-tiba suami murtad, dan tidak mau

kembali lagi beragama Islam maka hubungan perkawinan mereka

diputuskan sebab terdapat penghalang perkawinannya.

2. Apabila suami melakukan zina dengan ibu atau anak istrinya atau istri

melakukan zina dengan ayah atau anak suaminya, perkawinan mereka

dibatalkan sebab antar suami istri terdapat hubungan mahram semenda

yang menghalangi terjadinya perkawinan.(Basyir, 1999:86)

Di dalam buku nikah di Indonesia pada takliq talak dijelaskan bahwa

seorang wanita (istri) boleh meminta fasakh (minta supaya diceraikan)

oleh pengadilan Agama apabila suami sewaktu-waktu :

(58)

ü Tidak memberi nafkah wajib kepada isteri selama tiga bulan

berturut-turut.

ü Menyakiti badan atau jasmani isteri.

ü Membiarkan atau tidak pedulikan isteri selama enam bulan

berturut-turut.

Demikian agamaIslam memberikan hak fasakh kepada seorang wanita,

jika dia tidak ridha karena :

ü Membawa madarat baginya dengan perpisahan itu.

ü Akan menjerumuskan dirinya kepada yang diharamkan Allah

(antara lain berbuat serong).

ü Merasa tergantung, terkatung-katung karena disia-siakan oleh

suami.

Fasakh dengan keputusan pengadilan dapat juga diminta oleh istri

dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Suami sakit gila.

2. Suami menderita penyakit menular yang tidak dapat diharapkan

sembuh.

3. Suami tidak mampu atau kehilangan kemampuan untuk melakukan

hubungan kelamin.

4. Suami jatuh miskin sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban

nafkah istri.

5. Istri merasa tertipu, baik mengenai nasab keturunan, kekayaan atau

Gambar

Tabel  1.1 daftar cerai gugat
Table 3.3. Keadaan Perkara di Pengadilan Agama
Table 3.5 Data Identitas Pelaku Percerain

Referensi

Dokumen terkait

Pada mata individu yang terpapar polusi udara akibat emisi pabrik semen, pH tear film juga dapat meningkat karena partikel debu semen bersifat alkali.. Peningkatan pH

Gambar 30 menunjukkan tegangan pada material ASTM A299 saat rotasi setengah lingkaran Tabel 4.13 dan Gambar 4.31 menunjukkan perbandingan tegangan yang terjadi saat

Penelitian dengan judul faktor kondisi, fekunditas, dan seks rasio ikan yang ditangkap di Sungai Serayu pada tempat bermuaranya Sungai Logawa wilayah Kecamatan

Tulisan ini merupakan hasil penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekat- an Peragaan dan Penerapan, dari proses eksplorasi gerak yang dilakukan oleh penari tunggal

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah mikro express yang dilakukan BPRS Mandiri Mitra Sukses telah berhasil memberikan dampak

Sementara kecamatan lainnya seperti Kecamatan Sukoharjo dan Mojolaban juga memiliki telapak ekologis yang tinggi disebabkan adanya jumlah penduduk dengan kebutuhan

Assessed using Flesch-Kincaid formula and Fry graph, the readability level of passages in Scaffolding for Grade 7 is for the fourth grade native English students, while that

Hampir semua tapak pengamatan petani melakukan pemupukan di lahan kakaonya dengan dosis seadanya, sedangkan TP3, TP4, TP6, dan TP8 sama sekali tidak pernah melakukan