• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HIDROLOGI UNTUK STUDI KELAYAKAN PLTA PADA DAS WAY SEMAKA DAN DAS WAY SEMUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HIDROLOGI UNTUK STUDI KELAYAKAN PLTA PADA DAS WAY SEMAKA DAN DAS WAY SEMUNG"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRACT

HIDROLOGY ANALYSIS FOR HYDROPOWER FEASIBILITY STUDY ON WAY SEMAKA AND WAY SEMUNG WATERSHED

BY NIA KUSTINI

Hydropower development on Way Semaka and Way Semung Watershed is one of anticipation for electrical energy demand in the future. Before carrying out development projects, a feasibility study needs to be done. One of the activities that need to do on a feasibility study for hydropower is a analysis hidrology. Analysis hidrology in this study aimed to compare the calculated discharge with a low flow discharge were measured.

There are primary data and secondary data in this study. Primary data is water level and flow velocity. Secondary data is watershed maps, river maps, land use maps and rainfall data. From the primary data should be known the measured discharge. From the secondary data can be known calculated discharge. Because of the limited hidrological data on Way Semaka and Way Semung Watershed, this study used regionalization method using secondary data from Way Besay Watershed.

From the results of the evaluation that compares calculated discharge and measured discharge, it is known that the value of Q80% for Way Semaka and Way Semung Watershed 14.33 m3/second and 3.38 m3/second. This discharge is assumed as a low flow discharge for electrical power calculations. The results of calcilation, electrical power for Way Semaka and Way Semung is 9.3248 MW and 1.6694 MW. It can be concluded that the DAS and the Way Semaka and Way Semung Watershed are feasible for hydropower.

(3)

ABSTRAK

ANALISIS HIDROLOGI UNTUK STUDI KELAYAKAN PLTA PADA DAS WAY SEMAKA DAN DAS WAY SEMUNG

OLEH NIA KUSTINI

Pembangunan PLTA pada DAS Way Semaka dan Way Semung merupakan salah satu antisipasi untuk permintaan energi listrik pada masa mendatang. Sebelum melaksanakan proyek pembangunan, perlu dilakukan sebuah studi kelayakan. Salah satu kegiatan yang perlu dilakuakn pada sebuah studi kelayakan pembangunan PLTA adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi pada penelitian ini bertujuan untuk membandingkan debit banjir terhitung dengan debit aliran rendah (low flow) yang terukur.

Terdapat data primer dan data sekunder pada penelitian ini. Data primer adalah data tinggi muka air dan kecepatan aliran. Data sekunder adalah peta DAS, peta sungai, peta tata guna lahan dan data curah hujan. Dari data primer dapat diketahui nilai debit terukur sedangkan dari hasil analisis hidrologi yang dilakukan pada data sekunder dapat diketahui nilai debit terhitung. Karena keterbatasan data hidrologi di DAS Way Semaka dan DAS Way Semung, digunakan metode regionalisasi menggunakan data sekunder dari DAS Way Besai.

Dari hasil evaluasi yang membandingkan debit terhitunga dan debit terukur, diketahui bahwa nilai Q80% untuk DAS Semaka adalah 14,33 m3/detik dan untuk DAS Way Semung adalah 3,38 m3/detik. Debit ini diasumsikan sebagai debit low flow untuk perhitungan daya listrik. Dari hasil perhitungan didapat daya listrik untuk Way Semaka = 9,3248 MW dan untuk Way Semung = 1,6694 MW. Dari hasil perhitungan daya listrik dapat dismpulkan bahwa DAS Way Semaka dan DAS Way Semung berpotensi untuk dijadikan PLTA.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman SANWACANA

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Siklus Hidrologi ... 5

B. Siklus Limpasan ... 6

C. Debit ... 10

D. Hidrometri ... 11

E. Analisis Hidrologi ... 13

F. Aliran Pada Saluran Terbuka ... 15

(8)

J. Hidrograf ... 27

K. FDC (Flow Duration Curve) ... 29

III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 31

B. Pengumpulan Data ... 32

C. Alat ... 32

D. Metode Penelitian ... 32

E. BaganAlir Penelitin ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi ... 37

B. Analisis Hidrologi ... 41

C. Hidrograf satuan Terukur ... 53

D. FDC (Flow Duration Curve) ... 57

E. Debit Terukur pada saat Low Flow ... 60

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Koefisien Thiessen... 45

2. Curah Hujan Maksimum Rerata DAS Tahunan (HMRDT) ... 45

3. Analisis Jenis Sebaran ... 46

4. Uji Chi Square ... 47

5. Uji Smirnov Kolmogorov ... 48

6. Curah Hujan Rencana ... 49

7. Perhitungan Intensitas Hujan ... 50

8. Nilai Koefisien Aliran... 50

9. Nilai Koefisien Aliran DAS Way Besai ... 51

10. Perhitungan Debit Puncak di Sungai Way Besai untuk Setiap Kala Ulang ... 51

11. Perhitungan Debit Puncak di Sungai Way Semaka untuk Setiap Kala Ulang ... 52

12. Perhitungan Debit Puncak di Sungai Way Semung untuk Setiap Kala Ulang ... 52

13. Perhitungan HLL pada Tanggal 30 Oktober 2012 ... 54

14. Hidrograf Satuan Terukur pada Tanggal 30 Oktober 2012 ... 55

15. Nilai Debit Untuk Masin-masing Probabilitas ... 57

16. Perbandingan Nilai Debit Way Semaka dan Way Semung ... 58

17. Nilai Debit Terukur pada Titik Kontrol sungai Way Semung ... 60

18. Nilai Debit Terukur pada Titik Kontrol sungai Way Semaka ... 61

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Siklus Hidrologi ... 5

2. Perencanaan Tenaga Air ... 21

3. Bentuk Hidrograf ... 28

4. Peta Lokasi Penelitian... 31

5. Bagan Alir Penalitian ... 36

6. Lokasi Potensi PLTA Way Semaka dan PLTA Way Semung ... 37

7. Daerah Aliran Sungai Way Semaka ... 38

8. Tata Guna lahan pada DAS Way Semaka ... 39

9. Daerah Aliran Sungai Way Semung ... 40

10. Tata Guna Lahan pada DAS Way Semung ... 41

11. Lokasi Alat Pencatat Hujan di DAS Way Besai ... 42

12. Tata Guna Lahan DAS Way Besai ... 43

13. Poligon Thiessen DAS Way Besai ... 44

14. HST Sungai Way Besai Tanggal 30 Oktober 2012 ... 56

15. Grafik FDC ... 57

16. Grafik FDC Way Semaka ... 59

[image:10.595.112.509.246.606.2]
(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tingginya kebutuhan manusia akan listrik sehingga menjadikan listrik kebutuhan pokok manusia, dan anggapan seperti ini membuat masyarakat merasa tidak mungkin hidup tanpa listrik. Karena pentingnya listrik maka sudah semestinya listrik dimanfaatkan dengan sangat bijaksana untuk kelangsungan energi listrik sampai dengan generasi yang akan datang.

(12)

Menimbang akan kebutuhan tenaga listrik di Sumatera yang semakin meningkat dan mengantisipasi permintaan energi listrik pada masa mendatang, khususnya untuk Lampung maka dibangun Proyek PLTA pada DAS Way Semaka dan DAS Way Semung.

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah salah satu pembangkit yang memanfaatkan aliran air untuk diubah menjadi energi listrik. Energi listrik yang dibangkitkan ini biasa disebut sebagai hidroelektrik. Pembangkit listrik ini bekerja dengan cara merubah energi air yang mengalir (dari bendungan atau air terjun) menjadi energi mekanik (dengan bantuan turbin air) dan dari energi mekanik menjadi energi listrik (dengan bantuan generator). Kemudian energi listrik tersebut dialirkan melalui jaringan-jaringan yang telah dibuat.

Di Indonesia terdapat banyak sekali sungai-sungai besar maupun kecil yang terdapat di berbagai daerah. Hal ini merupakan peluang yang bagus untuk pengembangan energi listrik di daerah khususnya daerah yang belum terjangkau energi listrik.

Sebelum melaksanakan proyek pembangunan PLTA, perlu adanya suatu studi kelayakan yang mencakup beberapa kegiatan, antara lain : analisis aliran rendah untuk mendapatkan debit andalan, analisis debit banjir, dan pengukuran sedimen yang terjadi pada kedua cabang Way Semaka dan Way Semung.

(13)

3

akan menghasilkan tenaga yang lebih besar. Jumlah air yang tersedia tergantung pada jumlah air yang mengalir di sungai. Untuk itu perlu dilakukan analisis hidrologi dan hidrolika yang mencakup pengukuran debit dan analisis aliran rendah (low flow).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kabupaten Tanggamus mempunyai banyak potensi tenaga air. Dengan demikian bagaimana upaya yang digunakan untuk memanfaatkan sumber daya air yang melimpah di kabupaten Tanggamus?

2. Secara nasional terjadi krisis energi, terutama tenaga listrik, bahkan Kabupaten Tanggamus terkena imbasnya. Maka bagaimana agar krisis tersebut bisa dijawab?

3. Debit andalan di Way Semaka dan Way Semung. Apakah debit andalan tersebut memenuhi syarat untuk perencanaan PLTA?

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini meliputi :

1. Pengukuran debit yang terdiri dari pengukuran potongan melintang dan pengukuran kecepatan aliran sungai.

(14)

3. Analisis debit banjir untuk mendapatkan angka pasti sehinga desain bendungan dapat dioptimalkan.

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui aliran rendah (low flow) di DAS Way Semaka dan DAS Way Semung.

2. Mengetahui debit banjir di DAS Way Semaka dan DAS Way Semung.

E. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui karakteristik inflow jangka panjang serta menetapkan ketersediaan air yang dapat digunakan utuk keperluan PLTA.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam pengoperasian bangunan tenaga air yang ada pada sungai Way Semaka dan Way Semung.

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Siklus Hidrologi

[image:15.595.119.508.386.674.2]

Siklus hidrologi menurut Soemarto (1987) adalah gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Secara sederhana siklus hidrologi dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 1.

(16)

Siklus hidrologi sebenarnya tidaklah sesederhana seperti yang digambarkan. Yang pertama daur tersebut dapat merupakan daur pendek, yaitu misalnya hujan yang jatuh di laut, danau atau sungai yang segera dapat mengali kembali ke laut. Kedua, tidak adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh satu daur. Pada musim kemarau kelihatannya daur berhenti sedangkan di musim hujan berjalan kembali. Ketiga, intensitas dan frekuensi daur tergantung pada keadaan geografi dan iklim, yang mana hal ini merupakan akibat dari adanya matahari yang berubah-ubah letaknya terhadap meridian bumi sepanjang tahun. Keempat, berbagai bagian daur dapat menjadi sangat kompleks, sehingga kita hanya dapat mengamati bagian akhirnya saja dari suatu hujan yang jatuh di atas permukaan tanah dan kemudian mencari jalannya untuk kembali ke laut.(Ir. CD. Soemarto, B.I.E. Dipl. H).

B. Siklus Limpasan

(17)

7

Kapasitas Lapangan (field capacity) yang mempunyai arti jumlah maksimum yang dapat ditahan oleh massa tanah terhadap gaya berat. Soil Moisture Deficiency (SMD) yaitu perbedaan jumlah kandungan air dalam massa tanah suatu saat dengan kapasitas lapangannya.

Siklus limpasan Hoyt (Harto, 2000) dijelaskan sebagai berikut.

1. Fase I (Akhir musim kemarau)

(18)

2. Fase II (Awal musim hujan)

Dalam fase ini diandaikan keadaannya pada awal musim hujan, dan diandaikan hujan masih relatif sedikit. Dengan andaian ini beberapa keadaan dalam sistem dapat terjadi. Hujan yang terjadi ditahan oleh tanaman (pohon-pohonan) dan bangunan sebagai air yang terintersepsi (interception). Dengan demikian dapat terjadi jumlah air hujan masih belum terlalu besar untuk mengimbangi kehilangan air akibat intersepsi. Di sisi lain, air hujan yang jatuh di permukaan lahan, sebagian besar terinfiltrasi, karena lahan dalam keadaan sangat kering. Dengan demikian diperkirakan bagian air hujan yang mengalir sebagai aliran permukaan dan limpasan masih kecil, yang sangat besar kemungkinannya inipun masih akan tertahan dalam tampungan-tampungan cekungan (depression storage) yang selanjutnya akan diuapkan kembali atau sebagian terinfiltrasi. Oleh sebab itu sumbangan limpasan permukaan (surface runoff) masih sangat kecil (belum ada), sehingga belum nampak pada perubahan cepat muka air di sungai. Selain itu air yang terinfiltrasi pun

juga tidak banyak, yang mungkin baru cukup untuk ‘membasahi’ lapisan

(19)

9

3. Fase III (Pertengahan musim hujan)

Dalam periode ini diandaikan hujan sudah cukup banyak, sehingga kehilangan air akibat intersepsi sudah tidak ada lagi (karena sudah terimbangi oleh stemflow dst). Demikan pula tampungan cekungan (depression storage) telah terpenuhi, sehingga air hujan yang jatuh di atas lahan dan mengalir sebagai overlandflow, kemudian mengisi tampungan cekungan diteruskan menjadi limpasan (runoff) yang selanjutnya ke sungai.

Dengan demikian maka akan terjadi perubahan muka air secara jelas, yaitu dengan naiknya permukaan sungai akibat hujan. Kenaikan relatif cepat itu disebabkan karena pengaruh limpasan permukaan. Bagian air hujan yang terinfiltrasi, karena diandaikan lapisan-lapisan tanah telah mencapai kapasitas lapangan, maka masukan air ke dalam tanah akan diteruskan baik sebagai aliran antara (interflow) maupun komponen aliran vertikal (percolation), yang akan menambah tampungan air tanah (ground water storage/aquifer). Akibat penambahan potensi air tanah ini maka muka air tanah akan naik (terutama yang nampak di akuifer bebas) dan aliran air tanah juga akan bertambah. Sehingga terjadi penambahan debit aliran dasar di sungai. Keadaan semacam ini berlanjut terus sampai akhir musim hujan.

4. Fase IV (Awal musim kemarau)

(20)

masukan (hujan).Yang ada adalah keluaran, baik sebagai penguapan maupun keluran air pengatusan dari akuifer. Keadaan ini adalah awal dari keadaan fase I dan akan berlanjut terus sampai dengan fase I.

C. Debit

Debit aliran sungai menurut Bambang Triatmodjo adalah jumlah air yang mengalir melalui tampang lintang sungai tiap satu satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam meter kubik per detik (m3/dt). Debit sungai, dengan distribusinya dalam ruang dan waktu, merupakan informasi penting yang diperlukan dalam perencanaan bangunan air dan pemanfaatan sumberdaya air.

Debit di suatu lokasi di sungai dapat diperkirakan dengan cara berikut : 1. Pengukuran di lapangan (dilokasi yang ditetapkan),

2. Berdasarkan data debit dari stasiun di dekatnya, 3. Berdasarkan data hujan,

4. Berdasarkan pembangkitan data debit.

(21)

11

Sering di suatu lokasi yang akan dibangun bangunan air tidak terdapat pencatatan debit sungai dalam waktu panjang. Dalam keadaan tersebut terpaksa debit diperkirakan berdasarkan:

1. Debit di lokasi lain pada sungai yang sama 2. Debit di lokasi lain pada sungai di sekitarnya

3. Debit pada sungai lain yang berjauhan tetapi mempunyai karakteristik yang sama.

Debit di lokasi yang ditinjau dihitung berdasar perbandingan luas DAS yang ditinjau dan DAS stasiun referensi.

D. Hidrometri

Hidrometri secara umum dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajati cara-cara pengukuran air. Berdasarkan pengertian tersebut berarti hidrometri mencakup kegiatan pengukuran air permukaan dan air bawah permukaan.

(22)

Dalam penempatan atau pemilihan stasiun hidrometri terdapat dua pertimbangan yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Jaringan hidrologi di seluruh DAS,

2. Kondisi lokasi yang harus memenuhi syarat tertentu.

Menurut Boyer 1964 dan Horst 1979 (dalam Harto, 2000) dalam pemilihan lokasi stasiun hidrometri perlu diperhatikan beberapa syarat yaitu :

1. Stasiun hidrometri harus dapat dicapai (accessible) dengan mudah setiap saat, dan dalam segala macam kondisi baik musim hujan maupun musim kemarau.

2. Di bagian sungai yang lurus dan aliran yang sejajar dengan jangkau tinggi permukaan yang dapat dijangkau oleh alat yang tersedia. Dianjurkan agar bagian yang lurus paling tidak tiga kali lebar sungai. 3. Di bagian sungai dengan penampang stabil, dengan pengertian bahwa

hubungan antara tinggi muka air dan debit tidak berubah, atau perubahan yang mungkin terjadi kecil. Untuk sungai-sungai kecil atau saluran, apabila tidak dijumpai penampang yang stabil dan sangat diperlukan, penampang sungai/saluran dapat diperkuat dengan pasangan batu/beton. 4. Di bagian sungai yang peka (sensitive)

5. Tidak terjadi aliran di bantaran sungai pada saat debit besar

(23)

13

E. Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi bertujuan untuk mengetahui curah hujan rata-rata yang terjadi pada daerah tangkapan hujan yang berpengaruh pada besarnya debit Sungai Sekarang. Data hujan harian selanjutnya akan diolah menjadi data curah hujan rencana yang kemudian akan diolah menjadi debit banjir rencana. Data hujan harian didapatkan dari beberapa stasiun di sekitar lokasi rencana bendungan, di mana stasiun tersebut masuk dalam daerah pengaliran sungai.

Adapun langkah-langkah dalam analisis hidrologi adalah sebagai berikut: a. Menentukan Daerah Aliran Sungai (DAS) beserta luasnya.

b. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun penakar hujan sungai. c. Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan

yang ada.

d. Menganalisis curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.

e. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana diatas pada periode ulang T tahun.

Perhitungan Debit Andalan (Low Flow Analysis)

(24)

terjadi defisit air. Analisis debit andalan bertujuan untuk mendapatkan potensi sumber air yang berkaitan dengan rencana pembangunan PLTA. Perhitungan debit andalan dihitung berdasarkan metoda rasional menggunakan data hujan bulanan dengan koefisien limpasan (C) disesuaikan dengan kondisi tutupan lahan pada DAS lokasi rencana PLTA

Metode Rasional

Menurut Wanielista (1990) metode Rasional adalah salah satu dari metode tertua dan awalnya digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang melatarbelakangi metode Rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi (Tc) tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem (IA) adalah hasil dari curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebagai run off coefficient (C) dengan

(0 ≤ C ≤ 1) (Chow 1988). Hal di atas diekspresikan dalam formula Rasional sebagai berikut ini (Chow, 1988) :

Q = ………...………… (1)

Keterangan :

Q = debit puncak (m3/dtk)

(25)

15

I = intensitas curah hujan, untuk durasi hujan (D) sama dengan waktu konsentrasi (Tc) (mm/jam)

A = luas DAS (km2)

Konstanta 3,6 adalah faktor konversi debit puncak ke satuan (m3/dtk)(Seyhan, 1990).

Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan formula Rasional adalah sebagai berikut (Wanielista 1990) :

a. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.

b. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas yang tetap, sama dengan waktu konsentrasi.

c. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan. d. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan.

F. Aliran pada Saluran Terbuka

Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun aliran pipa. Kedua jenis aliran tersebut sama dalam banyak hal, namun berbeda dalam satu hal yang penting. Aliran saluran terbuka harus memiliki permukaan bebas.

Klasifikasi aliran pada saluran terbuka : a. Aliran permanen dan tidak permanen

(26)

pada suatu lokasi tertentu berubah terhadap waktu maka alirannya disebut aliran tidak permanen atau tidak tunak (unsteady flow).

b. Aliran seragam dan berubah

Jika kecepatan aliran pada suatu waktu tertentu tidak berubah sepanjang aliran yang ditinjau, maka alirannya disebut aliran seragam (uniform flow). Namun, jika kecepatan aliran pada saat tertentu berubah terhadap jarak, maka aliran disebut aliran tidak seragam/berubah (nonuniform flow or varied flow).

Berdasarkan laju perubahan kecepatan terhadap jarak, maka aliran dapat diklasifikasikan menjadi aliran berubah lambat laun (gradually varied flow) atau aliran berubah tiba-tiba (rapidly varied flow).

c. Aliran laminer dan turbulen

Jika pertikel zat cair bergerak mengikuti alur tertentu dan aliran tampak seperti gerakan serat-serat atau lapisan-lapisan tipis yang parallel, maka alirannya disebut aliran laminer. Sebaliknya, jika partikel zat cair bergerak mengikuti alur yang tidak beraturan, baik ditinjau terhadap ruang maupun waktu, maka alirannya disebut aliran turbulen.

(27)

17

Rey = ……….. (2)

Dimana :

Rey = bilangan Reynold V = kecepatan aliran (m/det)

L = panjang karakteristik (m) pada saluran muka air bebas, L=R

R = jari-jari hidrolik saluran v = kekentalan kinematic (m2/det)

batas peralihan antara aliran laminer dan turbulen pada aliran bebas terjadi pada bilangan reynold, Rey ± 600, yang dihitung berdasarkan jari-jari hidrolik sebagai panjang karakteristik. Dalam kehidupan sehari-hari, aliran laminar pada saluran terbuka sangat jarang ditemui. Aliran jenis ini mungkin dapat terjadi pada aliran yang kedalamannya sangat tipis diatas permukaan gelas sangat halus dengan kecepatan yang sangat kecil.

d. Aliran subkritis, kritis, dan superkritis

Aliran dikatakan kritis (Fr = 1) apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan gelombang gravitasi dengan amplitude kecil. Gelombang gravitasi dapat dibangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil daripada kecepatan kritis, maka alirannya disebut subkritis (Fr < 1), sedangkan jika kecepatan alirannya lebih besar daripada kecepatan ktitis, maka alirannya disebut superkritis (Fr> 1).

(28)

Froude (Fr). Bilangan Froude untuk saluran berbentuk persegi didefinisikan sebagai :

Fr = ………. (3)

Dimana :

Fr = bilangan Froude

V = kecepatan aliran (m/det) h = kedalaman aliran (m)

g = percepatan gravitasi (m2/det)

G. Bangunan Tenaga Air

Pembangkit listrik tenaga air adalah suatu bentuk perubahan tenaga dari tenaga air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga listrik, dengan menggunakan turbin air dan generator. Daya yang dihasilkan adalah suatu persentase atau bagian hasil perkalian tinggi terjun dengan debit air. Oleh karena itu berhasilnya pembangkit listrik dengan tenaga air tergantung dari usaha untuk mendapatkan tinggi terjun air yang cukup dan debit yang cukup besar secara efektif dan produktif.

Tenaga air menurut M.M.Dandekar dan K.N. Sharma merupakan sumberdaya terpenting setelah tenaga uap/panas. Hampir 30% dari seluruh kebutuhan tenaga di dunia dipenuhi oleh pusat-pusat listrik tenaga air.

(29)

19

1. Bahan bakar (air) untuk PLTA tidak habis terpakai ataupun berubah menjadi sesuatu yang lain.

2. Biaya pengoperasian dan pemeliharaan PLTA sangat rendah jika dibandingkan dengan PLTU dan PLTN.

3. Turbin-turbin pada PLTA bisa dioperasikan atau dihentikan pengoperasiaannya setiap saat.

4. PLTA cukup sedehana untuk dimengerti dan cukup mudah untuk dioperasikan.

5. PLTA dengan memanfaatkan arus sungai dapat bermanfaat menjadi sarana pariwisata dan perikanan, sedangkan jika diperlukan waduk untuk keperluan tersebut dapat dimanfaatkan pula sebagai irigasi dan pengendali banjir.

Adapun kelemahan PLTA diantaranya :

1. Rendahnya laju pengembalian modal proyek PLTA.

2. Masa persiapan suatu proyek PLTA pada umumnya memakan waktu yang cukup lama.

3. PLTA sangat tergantung pada aliran sungai secara alamiah.

Untuk PLTA jenis bendungan terdiri dari bagian-bagian berikut :

a. Bendungan (dam) lengkap dengan pintu pelimpah air (spillway) serta bendung yang terbentuk di hulu sungai.

b. Bagian penyalur air (waterway) 1. Bagian penyadapan air (intake)

(30)

3. Tangki pendatar atau sumur peredam (surgetank) 4. Pipa pesat (penstock)

5. Bagian pusat tenaga (power house) yang mencakup turbin dan generator pembangkit listrik

6. Bagian yang menampung air keluar dari turbin untuk dikembalikan ke aliran sungai (tail race)

c. Bagian elektromekanik, yaitu peralatan yang terdapat pada pusat tenaga (power station) meliputi turbin, generator, crane dan lain-lain.

Besarnya daya yang dihasilkan merupakan fungsi dari besarnya debit sungai dan tinggi terjun air. Besarnya debit yang dipakai sebagai debit rencana, bisa merupakan debit minimum dari sungai tersebut sepanjang tahunnya atau diambil antara debit minimum dan maksimum, tergantung fungsi yang direncanakan PLTA tersebut.

Besarnya tinggi terjun air terikat pada kondisi geografis di mana PLTA tersebut berada. Panjangnya lintasan yang harus dilalui air dari bendungan ke turbin menyebabkan hilangnya sebagian energi air, energi air yang tersisa (tinggi terjun efektif) inilah yang menggerakkan turbin air dan kemudian turbin air ini yang menggerakkan generator. Besarnya daya yang dihasilkan juga tergantung dari efisiensi keseluruhan (overall efficiency) PLTA tersebut yang terdiri dari efisiensi hidrolik, yaitu perbandingan antara energi efektif dan energi kotor (bruto), efisiensi turbin dan efisiensi generator.

Dengan demikian besarnya daya yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

(31)

21

Dimana :

Q = debit air (m3/detik)

h = tinggi terjun air efektif (m)

η = efisiensi keseluruhan PLTA

Efisiensi keseluruhan PLTA didapatkan dari :

η = ηh x ηt x ηg ……… (5)

dimana :

ηh = efisiensi hidrolik

ηt = efisiensi turbin

[image:31.595.149.511.359.572.2]

ηg = efisiensi generator

Gambar 2 : perencanaan tenaga air

(32)

a. Kehilangan energi akibat gesekan (primer)

Besar kehilangan energi akibat gesekan (hf) dapat dihitung dengan persamaan Darcy – Weisbach, yaitu :

g D Lv hf 2 . 2 ……… (6) dimana :

λ = koefisien gesekan L = panjang saluran (meter) v = kecepatan air di saluran (m/s) D = diameter saluran (m)

g =gaya gravitasi bumi (m2/detik)

b. Kehilangan energi sekunder

Kehilangan energi sekunder ini terdiri dari : Kehilangan energi pada pemasukan (he)

g v Ke he 2 . 2 ……… (7)

Ke adalah koefisien kehilangan energi pada pemasukan Kehilangan energi pada belokan (hb)

g v Kb hb 2 . 2 ……… (8)

Kb adalah koefisien kehilangan energi karena belokan Kehilangan energi pada katup atau pintu (hg)

g v Kg hg 2 . 2

……… (9)

(33)

23

Dengan demikian total kehilangan tinggi energi (ht) yang terjadi pada terowongan tekan adalah :

ht = he + hf + hb + hg ……… (10)

Besarnya kehilangan tinggi energi ini dihitung sebagai kehilangan produksi listrik per tahun dengan memasukkan harga listrik perKWH, maka dapat dihitung besarnya kehilangan produksi yaitu sebesar :

9,8 x Q x ht x T x harga listrik per Kwh ……... (11) Dimana :

Q = debit (m3/detik)

T = lama pengoperasian per tahun (jam)

Untuk menekan besarnya kehilangan energi, maka dilakukan upaya untuk memperkecil yaitu dengan cara :

A. Pelapisan dan penghalusan (lining) permukaan saluran, B. Memperbesar profil saluran,

C. Menghindari kemungkinan belokan-belokan dan perubahan profil.

H. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989).

(34)

” Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis ”.

SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu,sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola, dan pemodelan.Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya.

Telah dijelaskan diawal bahwa SIG adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari berbagai komponen, tidak hanya perangkat keras komputer beserta dengan perangkat lunaknya saja akan tetapi harus tersedia data geografis yang benar dan sumberdaya manusia untuk melaksanakan perannya dalam memformulasikan dan menganalisa persoalan yang menentukan keberhasilan SIG.

1. Data Spasial

(35)

25

penting yang membuatnya berbeda dari datalain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute) yang dijelaskanberikut ini : a. Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik

koordinat geografi (lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi.

b. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial, suatu lokasi yang memiliki beberapa keterangan yang berkaitan dengannya, contohnya : jenis vegetasi, populasi,luasan, kode pos, dan sebagainya.

2. Peta, Proyeksi Peta, Sistem Koordinat, Survey dan GPS

Data spatial yang dibutuhkan pada SIG dapat diperoleh dengan berbagai cara, salah satunya melalui survei dan pemetaan yaitu penentuan posisi/koordinat di lapangan.

I. Sungai

(36)

Sungai sebagai drainase alam mempunyai jaringan sungai dengan penampangnya, mempunyai areal tangkapan hujan atau disebut Daerah Aliran Sungai (DAS). Bentuk jaringan sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi, kondisi muka bumi DAS, dan waktu (sedimentasi, erosi/gerusan, pelapukan permukaan DAS, pergerakan berupa tektonik, vulkanik, longsor lokal dll. Berkaitan dengan perilaku sungai secara umum dapat dipahami bahwa sungai akan mengalirkan debit air yang sering terjadi (frequent discharge) pada saluran utamanya, sedangkan pada kondisi air banjir, pada saat saluran utamanya sudah penuh, maka sebagian airnya akan mengalir ke daerah bantarannya.

Sungai-sungai menurut Bambang Triatmodjo dapat dikelompokkan dalam tiga tipe, yaitu :

1. Sungai Perennial 2. Sungai Ephemeral 3. Sungai Intermitten

Sungai perennial adalah sungai yang mempunyai aliran sepanjang tahun. Selama musim kering di mana tidak terjadi hujan, aliran sungai perennial adalah aliran dasar yang berasal dari aliran air tanah.

Sungai ephemeral adalah sungai yang mempunyai debit hanya apabila terjadi hujan yang melebihi laju infiltrasi. Permukaan air tanah selalu berada di bawah dasar sungai, sehingga sungai ini tidak menerima aliran air tanah, yang berarti tidak mempunyai aliran dasar.

(37)

27

sifat sebagai sungai perennial, sedang pada periode yang lain bersifat sebagai sungai ephemeral. Elevasi muka air tanah berubah dengan musim. Pada saat musim penghujan muka air tanah naik sampai diatas dasar sungai sehingga pada saat tidah ada hujan masih terdapat aliran yang berasal dari aliran dasar. Pada musim kemarau muka air tanah turun sampai di bawah dasar sungai sehingga di sungai tidak ada aliran.

J. Hidrograf

Hidrograf ditakrifkan secara umum sebagai variabilitas salah satu unsur aliran sebagai fungsi waktu di satu titik kontrol tertentu atau penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu (Harto, 2000). Sedangkan menurut Sosrodarsono (1976) hidrograf merupakan diagram yang menggambarkan variasi debit atau permukaan air menurut waktu. Kurva itu memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi yang ada di daerah itu secara bersama-sama. Jadi kalau karakteristik daerah aliran itu berubah, maka bentuk hidrograf pun berubah.

Beberapa macam hidrograf yaitu :

1. Hidrograf muka air (stage hydrograph), yaitu hubungan antara perubahan tinggi muka air dengan waktu. Hidrograf ini merupakan hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level Recorder).

(38)

hidrograf debit ini sering disebut sebagai hidrograf. Hidrograf ini dapat diperoleh dari hidrograf muka air dan liku kalibrasi.

3. Hidrograf sedimen (sediment hydrograph), yaitu hubungan antara kandungan sedimen dengan waktu.

Pada dasarnya hidrograf terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu sisi-naik (rising limb/segment) puncak (crest), dan sisi-resesi/turun (recesssion limb/segmen), hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.

[image:38.595.138.512.279.528.2]

Gambar 3. Bentuk Hidrograf

Keterangan :

Qp = Debit Puncak

Tp = Waktu untuk mencapai puncak hidrograf

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 5 10 15 20

(39)

29

Bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise), debit puncak (peak discharge) dan waktu dasar (base time). Waktu naik (TR) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum yang terjadi pada kasus tertentu. Waktu dasar adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang ditetapkan. Besaran-besaran tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk tentang kepekaan sistem DAS terhadap pengaruh masukan hujan. Dengan menelaah sifat-sifat hidrograf yang diperoleh dari pengukuran dalam batas tertentu dapat diperoleh gambaran tentang keadaan DAS, apakah DAS yang bersangkutan mempunyai kepekaan yang tinggi atau rendah. Makin kritis sifat DAS berarti makin jelek kondisi DAS-nya dan demikian pula sebaliknya.

K. FDC (Flow Duration Curve)

Data rata-rata debit sungai harian dapat diringkas dalam bentuk flow duration curve (FDC) yang menghubungkan aliran dengan persentase dari waktu yang dilampaui dalam pengukuran. FDC diplotkan dengan menggunakan data aliran atau debit pada skala logaritmik sebagai sumbu y dan persentase waktu debit terlampaui pada skala peluang sebagai sumbu x (Cole, 2003 dalam Sandro 2009).

(40)

b x a

y ln / 1/

y : Log normalised streamflow

x : Peluang terlampaui

a : Intersep aliran

b : Sebuah konstanta yang mengen-dalikan kemiringan kurva FDC

Dalam membuat kurva FDC kita harus menentukan debit sungai terlebih dahulu. Debit sungai merupakan laju aliran yang didefinisikan sebagai hasil bagi antara volum air yang terlewati pada suatu penampang per satuan waktu.

Debit (discharge, Q) atau laju volume aliran sungai umumnya dinyatakan dalam satuan volum per satuan waktu, dan diukur pada suatu titik atau outlet yang terletak pada alur sungai yang akan diukur. Besar debit atau aliran sungai diperoleh dari hasil pengukuran kecepatan aliran yang melalui suatu luasan penampang basah. Metode pengukuran debit ini dikenal dengan istilah metode kecepatan-luas (velocity-area method).

(41)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

[image:41.595.138.510.323.698.2]

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di sungai Way Semaka dan sungai Way Semung yang berada di kabupatenTanggamus, provinsi Lampung.

(42)

B. Pengumpulan Data

Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung, baik data primer maupun sekunder.

Data Primer

Data primer berupa data debit yang didapat dengan cara pengukuran langsung dilapangan ditem[at diana suatu bangunan akan direncanakan. Data Sekunder

Data sekunder antara lain adalah peta sungai yang bersal dari hasil digitasi dari google earth, peta tata guna lahan merupakan peta RTRW 2010 yang berasal dari BAPEDA Lampung, dan data curah hujan.

C. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Patok

2. Tali 3. Meteran 4. Current meter

D. Metode Penelitian

(43)

33

1. Pengumpulan Data

Diawali dengan pengumpulan data yang diperlukan selengkap mungkin baik data primer maupun sekunder, kemudian data-data tersebut dianalisa sehingga terpikir alternatif desain yang cocok dan tepat.

2. Perhitingan Debit Terukur

Untuk mendapatkan data primer dilakukan pengukuran langsung dilokasi tempat direncanakannya PLTA tersebut akan dibangun. Metode yang digunakan untuk mengukur debit di sungai Way Semaka dan Way Semung yaitu dengan membuat patok diedua sisi tepi sungai. Kemudian mengikatkan tali dikedua sisi patok tersebut sehingga tali membentang dari tepi sungai yang satu dengan tepi sungai yang lain, dengan demikian bisa diukur lebar dari sungai tersebut. Setelah didapat lebar sungainya kemudian tali tersebut dibuat tanda per 1 meter. Di setiap tanda 1 meter tersebut diukur kedalamannya dan kecepatan arusnya. Di setiap titik kecepatan arusnya diukur menjadi tiga bagian, yaitu di bagian dasar sungai, pada setengah kedalaman sungai, dan pada permukaan sungai. Setelah didapat data-data tersebut maka bisa dihitung pula debitnya dengan rumus :

Q = v.A

Dimana :

Q = debit (m3/dtk)

(44)

3. Perhitungan Debit Terhitung

Data sekunder yang didapat digunakan untuk perhitungan debit puncak. Perhitungan debit puncak ini dihitung dengan menggunakan metode rasional dengan rumus:

Q =

Keterangan :

Q = debitpuncak (m3/dtk)

C =koefisien run off,tergantung pada karakteristik DAS I = intensitas curah hujan (mm/jam)

A = luas DAS (km2)

Untuk menentukan koefisien run off dan luas digunakan data kontur DAS yang didapat dari Sistem Informasi Geografis sehingga didapat daerah tangkapan (catchment area).

Setelah melakukan perhitungan debit maka hasil debit terukur dan debit terhitung tersebut dibandingkan. Jika hasil perhitungan debit terukurdan debit terhitung bedanya cukup jauh maka perhitungan debit terhitung di ulangi lagi dengan mengubah koefisien run off yang sesuai sampai didapat hasil yang mendekati. Debit yang digunakan untuk perencanaan PLTA yaitu debit low flow yang didapatkan dari hasil perhitungan debit terukur.

4. Perhitungan FDC

(45)

35

(46)
[image:46.842.84.762.108.489.2]

E. Bagan Alir Penelitian

Gambar 5. Bagan Alir Penelitian Hasil dan Pembahasan

Mulai

Data Primer : 1. Tinggi Muka Air 2. Kecepatan Aliran

Analisis Hidrologi (Debit Terhitung) Hidrometri

(Debit Terukur)

Data Sekunder :

1. peta DAS, Peta Sungai, Peta TGL 2. data curah hujan

Evaluasi

Kesimpulan dan Saran

(47)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Metode regionalisasi dipakai untuk memperkirakan debit Way Semaka dan Way semung, karena keterbatasan data hidrologi dan hidrolika pada kedua DAS tersebut.

2. Mengacu pada tata guna lahan yang terdapat pada RTRW provinsi Lampung (2010), DAS Way Besai memiliki nilai koefisien aliran permukaan (C) sebesar 0,253.

3. Rumus rasional menjadi tidak tepat diaplikasikan untuk mengetahui debit puncak pada DAS yang besar.

4. Hidrograf Satuan Terukur tidak tepat digunakan pada sistem waduk karena adanya pembendungan.

(48)

6. Berdasarkan hasil perhitungan daya listrik, DAS Way Semaka dan Das Way Semung berpotensi untuk dijadikan PLTA.

7. Penggunaan sistem informasi geografis dalam analisis tata guna lahan untuk menghitung debit suatu DAS sangat bermanfaat dan membuat sistem proses analisis menjadi lebih efisien.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan survey lokasi untuk mengetahui kelengkapan data-data yang dibutuhkan untuk analisis.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Dandekar, M.M., dan Sharma, K.N.,1991. PembangkitListrikTenaga Air, Universitas Indonesia (UI-PRESS). Jakarta

Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Mardjikoen, Pragnjono. 1987. KuliahBangunanTenaga Air. Yogyakarta

PT.Wijaya Karya (persero) Tbk. Unit Usaha dan Kerja Sama Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Fakultas Teknik –Universitas Brawijaya.2012. Laporan Studi Potensi PLTM di Provinsi Lampung dan Bengkulu.

Soemarto, CD. 1986. Hidrologi Teknik, Usaha Nasional, Surabaya.

Subarkah, Iman. 1980. HidrologiuntukPerencanaanBangunan Air, Idea Dharma. Bandung.

Tim TeknisNasional. 2007. Modul ArcGIS Dasar. UNDIP. Semarang. Triadmodjo, Bambang. 1996. Hidraulika II. Beta Offset. Yogyakarta. Triatmodjo,Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta.

Gambar

Grafik FDC .................................................................................................
Gambar 1. Siklus Hidrologi
Gambar 2 : perencanaan tenaga air
Gambar 3. Bentuk Hidrograf
+3

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai peningkatan limpasan permukaan akibat dari curah hujan dan perubahan tutupan lahan, sehingga dapat

Bukit Barisan dengan hutan yang masih terjaga dan curah hujan yang cukup tinggi menjadikan Provinsi Sumatera Barat memiliki banyak Daerah Aliran Sungai (DAS) kecil, yang

Karena seperti diketahui hujan akan turun jika matahari berada di sebelah selatan dimana pada saat itu hujan turun, demikian juga posisi DAS tersebut berada di

Sebagian besar debit aliran pada sungai kecil yang masih alamiah adalah debit aliran yang berasal dari air tanah atau mata air dan debit aliran air permukaan

Berdasarkan Tabel 11, yang memberikan estimasi terbaik dalam memodelkan hujan aliran di stasiun Pantai Cermin pada tahap kalibrasi adalah wavelet Haar level 1 untuk

CURAH HUJAN YANG TINGGI MENYEBABKAN TIDAK SEMUA AIR MASUK KE DALAM TANAH, DAN KELEBIHANNYA MENGALIR SBG ALIRAN PERMUKAAN === . MEMBAWA PARTIKEL TANAH HALUS PD

Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengembangkan model infiltrasi Green-Ampt berdasarkan karakateristik kolom tanah untuk menduga besamya limpasan hujan pada cekungan kecil

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai peningkatan limpasan permukaan akibat dari curah hujan dan perubahan tutupan lahan, sehingga dapat