• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Debit Puncak dan Aliran Permukaan DAS Ciliwung Hulu pada Bulan Januari 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Debit Puncak dan Aliran Permukaan DAS Ciliwung Hulu pada Bulan Januari 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DEBIT PUNCAK DAN ALIRAN PERMUKAAN

DAS CILIWUNG HULU PADA BULAN JANUARI 2014

(Studi Kasus: Bendung Katulampa)

LINDA KUSWARDINI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Debit Puncak dan Aliran Permukaan DAS Ciliwung Hulu pada Bulan Januari 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015 Linda Kuswardini

(4)

ABSTRAK

LINDA KUSWARDINI. Analisis Debit Puncak dan Aliran Permukaan DAS Ciliwung Hulu pada Bulan Januari 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa). Dibimbing oleh SURIA DARMA TARIGAN dan ENNI DWI WAHJUNIE

DAS Ciliwung Hulu merupakan DAS yang sangat berhubungan dengan banjir yang terjadi di Ibukota. Ketinggian muka air di bendung Katulampa pada tanggal 29 Januari 2014 mencapai 230 cm dengan debit aliran sungai sebesar 552 m3/detik. Hal tersebut disebabkan oleh hujan yang terjadi sepanjang hari dengan intensitas rendah hingga tinggi. Hujan yang turun terus menerus selama beberapa hari telah menyebabkan tanah jenuh sehingga aliran permukaan meningkat. Hubungan antara curah hujan di beberapa stasiun pengamatan hujan yaitu Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa maupun curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu dengan tinggi muka air di bendung Katulampa menunjukkan korelasi sebesar 0.87, 0.87, 0.83, dan 0.87. Hal ini menjelaskan bahwa curah hujan dari ketiga stasiun pengamatan maupun curah hujan wilayah mempengaruhi ketinggian muka air di bendung Katulampa. Semakin tinggi curah hujan DAS Ciliwung Hulu maka semakin tinggi muka air di bendung Katulampa. Nilai koefisien aliran permukaan pada tanggal 12, 17, 21, dan 29 Januari 2014 masing-masing adalah sebesar 20.7%, 32.8%, 37.7%, dan 33.8%.

(5)

ABSTRACT

LINDA KUSWARDINI. Analysis of Peak Discharge and Surface Runoff of Upper Ciliwung Watershed on Januari 2014 (Case: Katulampa Dam). Under supervision by SURIA DARMA TARIGAN dan ENNI DWI WAHJUNIE

Upper Cilliwung Watershed closely related to Jakarta flooding event. Water level in Katulampa dam reached 230 cm equal to discharge of 552 m3/second on 29 January 2014. It presumably because of countinuous rainfall all day with the intensity from low to high. The rain that continuously fell for few days caused the soil saturated so that the number of surface flow significant increased. The relation between the rainfalls in three observation stations which are Citeko, Gunung Mas, and Katulampa as well as average rainfalls and the discharge on Katulampa dam showed a correlation values of 0.87, 0.87, 0.83, and 0.87 respectively. It explains that rainfalls on three observation stations as well as average rainfalls affects the water level on Katulampa dam. The higher the rainfall in Upper Ciliwung Watershed, the higher the water level on Katulampa dam will be. The coefficient value of the surface flow on 12, 17, 21, and 29 of January 2014 are 20.7 %, 32.8 %, 37.7 %, and 33.8 % respectively.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

ANALISIS DEBIT PUNCAK DAN ALIRAN PERMUKAAN

DAS CILIWUNG HULU PADA BULAN JANUARI 2014

(Studi Kasus: Bendung Katulampa)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah banjir, dengan judul Analisis Debit Puncak dan Aliran Permukaan DAS Ciliwung Hulu pada Bulan Januari 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suria Darma Tarigan, M.Sc dan Ibu Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku dosen pembimbing serta Bapak Dr Ir Dwi Putro Tedjo Baskoro M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan serta bimbingannya kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Hendri Antoro dari BMKG Dramaga, Bapak Andi Sudirman selaku petugas di Bendung Katulampa Bogor dan Bapak Andi dan mba Dini selaku staf BPSDA Ciliwung-Cisadane yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak (alm), Mamah, seluruh keluarga, serta Mimi, Uwi, Hani, Onta, Uti, Lidya, Didi, Zarina, Ajeng, Dwi, Nurul, Dea, Fitri, Aulia, Rifki, Irfan, Miftah, Ardiya dan seluruh teman – teman MSL 47 atas segala doa, dukungan dan perhatiannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Keadaan Umum DAS Ciliwung Hulu 2

Curah Hujan 2

Daerah Aliran Sungai 3

Debit Sungai 3

Aliran Permukaan dan Banjir 4

METODE 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Alat dan Bahan 5

Metode Pengumpulan Data 5

Pengolahan Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Karakteristik hubungan antara Curah Hujan dan Tinggi Muka Air bendung

Katulampa 8

Karakteristik Aliran Permukaan 12

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 18

(12)

DAFTAR TABEL

1 Posisi koordinat stasiun curah hujan 5

2 Klasifikasi hujan 6

3 Status tinggi muka air 7

4 Curah hujan wilayah dan di tiga stasiun di wilayah DAS Ciliwung Hulu dan tinggi muka air Katulampa pada bulan Januari 2014 10 5 Nilai korelasi antara tinggi muka air dan curah hujan bulan Januari

2014 11

6 Debit aliran sungai tanggal 29 Januari 2014 11

7 Luas penutupan lahan di kawasan DAS Ciliwung Hulu tahun 1994,

2001, 2005, dan 2010 12

8 Aliran permukaan bulan Januari 2014 13

9 Aliran permukaan bulan Januari 2013 14

10 Tipe perubahan penutupan/penggunaan lahan dominan tahun

2001-2010 15

DAFTAR GAMBAR

1 DAS Ciliwung Hulu 2

2 Curah hujan masing-masing stasiun (Citeko, Gunung Mas, dan

Katulampa) bulan Januari 2014 9

3 Hubungan curah hujan wilayah dengan tinggi muka air di Bendung

Katulampa pada bulan Januari 2014 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan analisis hidrograf tanggal 12 Januari 2014 18

2 Grafik Hidrograf 19

3 Foto dokumentasi fluktuasi debit pada bendung Katulampa 21

4 Curah hujan Katulampa bulan Januari 2014 21

5 Curah hujan Gunung Mas bulan Januari 2014 22

6 Curah hujan wilayah dan di tiga stasiun di wilayah DAS Ciliwung Hulu dan tinggi muka air Katulampa pada bulan Januari 2014 23

7 Curah hujan Citeko bulan Januari 2014 25

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan bagian dari sistem hidrologi yang perlu dijaga kelestariannya karena DAS ikut berperan dalam penyediaan air bersih yang dibutuhan untuk kelangsungan makhluk hidup. Pengaruh langsung yang dapat diketahui yaitu curah hujan dan potensi DAS tersebut. Peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan yang terjadi di DAS tentunya membawa pengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis daerah aliran sungai di antaranya meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien aliran permukaan, serta banjir dan kekeringan.

Secara umum banjir dipengaruhi oleh hujan dan sistem DAS. Hujan meliputi faktor intensitas hujan, lama hujan, dan distribusi hujan, sedangkan sistem DAS meliputi faktor topografi, jenis tanah, penggunaan lahan, dan sistem aliran hujan dalam DAS. Tingginya curah hujan dengan jumlah yang besar dalam waktu yang singkat di musim penghujan yang disertai dengan perubahan penggunaan lahan menyebabkan sebagian kecil curah hujan yang dapat diserap dan ditampung sebagai cadangan air pada musim kemarau oleh tanah melalui infiltrasi. Dampaknya air hujan yang mengalir menjadi aliran permukaan meningkat, sehingga terjadi banjir yang semakin membesar. Kondisi ini akan lebih buruk apabila tanah sudah dalam keadaan jenuh akibat hujan sebelumnya. Banjir terjadi saat debit aliran sungai menjadi sangat tinggi, sehingga melampaui kapasitas sungai. Akibatnya bagian air yang tidak tertampung melimpah melampaui badan/ bibir/ tanggul sungai dan pada akhirnya akan menggenangi daerah sekitar aliran yang lebih rendah. Adapun penyebab terjadinya banjir yang di alami daerah Jakarta dan sekitarnya yakni curah hujan yang tinggi dan tingginya muka air di salah satu outlet yaitu Bendung Katulampa Bogor.

Pengaruh suatu kejadian hujan terhadap debit aliran sungai dapat dipelajari dengan analisis hidrograf aliran, dimana hidrograf aliran merupakan suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal (Asdak, 1995). Dengan mempelajari hidrograf aliran pada beberapa kejadian banjir, maka dapat diprediksi hubungan antara hujan dan aliran permukaan di DAS Ciliwung Hulu.

Tujuan Penelitian

(14)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum DAS Ciliwung Hulu

DAS Ciliwung Hulu berada pada koordinat 6o38’ 15“ LS – 6º 46’ 05” LS dan 106º 49º 40” – 107º 00’ 15” BT. DAS Ciliwung Hulu berasal dari Gunung Mandalawangi, Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Luas total DAS Ciliwung Hulu adalah 150,30 Km2, memiliki panjang sungai ±200 km. Bendung Katulampa memiliki ketinggian ± 367.005 m di atas permukaan laut serta berada pada 6 38’ 0” LS dan 106 50 ’ 13” BT terletak di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur.

Gambar 1. DAS Ciliwung Hulu

Ditinjau dari kondisi geomorfologinya, DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh dataran volkanik tua dengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil merupakan aluvial. Geomorfologi dari daerah ini dibentuk oleh gunung api muda dari Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango, rangkaian pegunungan api tua dari Gunung Malang, Gunung Limo, Gunung Kencana dan Gunung Gedongan (Riyadi 2003).

DAS Ciliwung Hulu terdiri atas 4 Sub DAS meliputi Sub DAS Ciesek, Sub DAS Ciliwung Hulu, Sub DAS Cibogo Cisarua dan Sub DAS Ciseuseupan Cisukabirus. Daerah yang termasuk ke dalam DAS Ciliwung Hulu meliputi Kecamatan Cisarua, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Megamendung dan Kota Bogor Timur.

Curah Hujan

(15)

3 Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses analisis hidrologi. Hal ini disebabkan kedalaman curah hujan (rainfall depth) yang turun dalam suatu DAS akan dikonversi menjadi aliran sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub-surface runoff), maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow) (Harto 1993).

Menurut Lutfi (2002), besarnya curah hujan berbeda-beda disebabkan oleh lamanya hujan turun atau frekuensi terjadinya hujan. Frekuensi menunjukkan besaran hujan yang terjadi pada kurun waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam periode waktu ulang (return period), sedangkan luas daerah penyebaran hujan menunjukan geografis curah hujan yang dapat diwakili oleh suatu titik penakar hujan.

Daerah Aliran Sungai

Menurut Undang-undang No. 7 tahun 2004, daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, dimana batas di darat merupakan pemisah topografis. Suatu daerah aliran sungai terdiri dari bagian hulu, tengah, dan hilir.

Penutupan lahan sangat terkait dengan konservasi hulu DAS sebagai wilayah tangkapan air. Sebagai daerah tangkapan air (catchment area), wilayah hulu sangat diharapkan perannya untuk melakukan infiltrasi dan perkolasi dalam lapisan tanah sehingga mampu menambah persediaan air tanah. Kemampuan yang tinggi dalam infiltrasi dan perkolasi ini juga sangat penting dalam upaya pengendalian banjir di wilayah hilir yang berasal dari wilayah hulu. Curah hujan yang tinggi pada DAS Ciliwung Hulu akan memberikan pilihan berupa ancaman banjir bagi wilayah hilir sekaligus peluang untuk menambah persediaan air tanah berupa aliran bawah tanah (subsurface run-off). Semakin tinggi serapan air ke dalam tanah maka diharapkan mampu memberikan pasokan aliran bawah tanah sehingga debit air sungai dapat dijaga menjadi lebih stabil dan tidak terjadi perbedaan debit yang besar antara aliran pada musim hujan musim kemarau.

Debit Sungai

Debit sungai adalah volume aliran yang terjadi disuatu sungai pada periode waktu tertentu. Periode waktu tersebut biasanya dinyatakan sebagai suatu periode yang singkat (detik, menit, dan jam) (Arsyad 2000). Menurut Asdak (2007), data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelola sumberdaya air.

(16)

4

(pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim kemarau.

Aliran Permukaan dan Banjir

Debit aliran sungai terdiri dari beberapa komponen yaitu aliran permukaan, aliran bawah tanah, aliran air tanah, dan air yang berasal langsung dari hujan. Di antara komponen tersebut, aliran permukaan merupakan penyumbang terbesar kejadian banjir. Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah atau bumi. Bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi. Dalam bahasa Inggris dikenal kata runoff yang berarti bagian air hujan yang mengalir ke sungai atau saluran, danau atau laut, berupa aliran di atas permukaan tanah atau aliran di bawah permukaan tanah (Arsyad 2010).

Faktor hujan yang mempengaruhi distribusi aliran permukaan adalah, a. Intensitas curah hujan

b. Lama hujan

c. Distribusi curah hujan

Menurut Seyhan (1990), banjir adalah luapan air sungai ke daerah alirannya akibat ketidakmampuan sungai menampung air hujan karena adanya pendangkalan sungai ataupun pendangkalan saluran drainase. Menurut Nababan dan Siregar 2012, sedikitnya ada lima faktor penting penyebab banjir antara lain: (a) Curah hujan (b) Karakteristik daerah aliran sungai (DAS) (c) Kemampuan alur sungai mengalirkan air banjir (d) Perubahan tata guna lahan dan (e) Pengelolaan sungai yang meliputi tata wilayah, pembangunan sarana dan prasarana hingga pengaturannya.

Kejadian banjir tidak dapat dihubungkan langsung dengan jumlah curah hujan pada wilayah tersebut, tetapi dapat diperkirakan bahwa banjir akan terjadi bila pada daerah tersebut turun hujan dalam jumlah, intensitas, dan waktu yang cukup lama.

Dalam usaha pengendalian banjir telah ditempuh bermacam cara antara lain membuat bangunan-bangunan pengendali banjir seperti bendungan, waduk, tanggul, saluran pengelak banjir, dan lain-lain. Bangunan-bangunan tersebut merupakan elemen yang penting dalam pengendalian banjir, sehingga untuk pembuatannya diperlukan perencanaan yang matang.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(17)

5 Tabel 1. Posisi Koordinat Stasiun Curah Hujan

Stasiun Posisi

Lintang Bujur

Gunung Mas 06 42’ 34” LS 106 58’ 03” BT

Citeko 06 41’ 53” LS 106 56’ 06” BT

Katulampa 06 38’ 00” LS 106 50’ 07” BT

Keterangan: LS = Lintang selatan; BT = Bujur timur

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian meliputi: 1. Data curah hujan tiap jam wilayah Citeko bulan Januari 2014

2. Data curah hujan harian wilayah Gunung Mas dan Katulampa bulan Januari 2014

3. Data tinggi muka air dan debit aliran sungai Katulampa bulan Januari 2014 4. Peta wilayah DAS Ciliwung Hulu

5. Perangkat lunak Microsoft Word 2007, Microsoft Excel 2007 dan Minitab 15

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi:

1. Curah hujan perjam Citeko bulan Januari 2014 yang berasal dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dramaga

2. Curah hujan harian Gunung Mas dan Katulampa bulan Januari 2014 yang berasal dari Badan Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA) Wilayah Ciliwung Cisadane

3. Tinggi muka air dan debit aliran sungai Katulampa bulan Januari 2014 yang berasal dari SPAS Katulampa Bogor

4. Kondisi umum DAS Ciliwung Hulu yang berasal dari Badan Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA) Wilayah Ciliwung Cisadane

Pengolahan Data

1. Penentuan Curah Hujan Wilayah

Penentuan curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu bulan Januai 2014 dilakukan dengan menetapkan curah hujan harian bulan Januari 2014 dari wilayah Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa yang diolah dengan menggunakan metode poligon Thiessen.

(18)

6

Adapun rumus yang digunakan dalam menghitung curah hujan dengan Poligon Thiessen, yaitu:

P1XA1 + P2XA2 + .... + PxXAx

Selanjutnya curah hujan wilayah maupun curah hujan tiap stasiun dapat diklasifikasikan seperti Tabel 2 sebagai berikut,

Tabel 2. Klasifikasi hujan

Curah Hujan (mm/jam) Curah Hujan (mm/hari) Klasifikasi

0,1 – 5,0 5 – 20 Hujan ringan

5,0 – 10,0 20 – 50 Hujan sedang

10,0 – 20 50 – 100 Hujan Lebat

>20 >100 Hujan sangat lebat

Sumber: www.bmkg.go.id

2. Analisis hidrograf aliran

Analisis hidrograf aliran merupakan suatu respon debit aliran sungai terhadap curah hujan yang jatuh di daerah aliran sungai tersebut. Hidrograf aliran langsung dihasilkan oleh satu satuan hujan lebih (rainfall excess) yang tersebar merata di seluruh DAS dengan intensitas yang tetap selama satu satuan waktu tertentu (Nugroho 2001). Hubungan antara hidrograf aliran dengan kondisi fisik DAS dapat menunjukkan respon DAS terhadap hujan.

Menurut Harto (1993), bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise), debit puncak (peak discharge), dan waktu dasar (time of base). Waktu naik (Tp) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum yang terjadi dalam suatu waktu tertentu. Waktu dasar (Tb) adalah waktu dari awal sampai akhir limpasan permukaan.

(19)

7 Tabel 3. Status tinggi muka air

Tingkat Siaga Tinggi Air di Bendung

Katulampa (cm) Debit (m

Adapun data debit aliran sungai Ciliwung diperoleh dari bendung Katulampa. Data debit aliran sungai sudah dihitung oleh pihak BPSDA Ciliwung-Cisadane dengan menggunakan rumus ambang lebar. Rumus tersebut adalah sebagai berikut:

Apabila seluruh data sudah tersusun, maka selanjutnya penyusunan hidrograf satuan. Berikut merupakan prosedur dari penyusunan hidrograf satuan:

a) Menentukan aliran dasar (base flow), aliran dasar yang dipakai adalah debit minimum (m3/detik) pada saat debit sebelum mengalami kenaikan setelah hujan.

b) Menghitung volume direct runoff (DRO), pemisahan antara base flow dengan direct runoff digunakan Straight Line Method dihitung dengan cara debit (m3/s) dikurangi base flow (m3/detik) yaitu:

DRO = Q – BF Keterangan:

DRO = direct runoff atau debit aliran langsung (m3/detik) Q = debit aliran (m3/detik)

BF = base flow atau aliran dasar (m3/detik) c). Menghitung volume aliran langsung dengan cara:

V DRO = Σ DRO x t Keterangan :

V DRO = volume debit aliran langsung

Σ DRO = jumlah debit aliran langsung (m3/detik) t = selang waktu.

(20)

8

Keterangan :

Tebal DRO = tebal debit aliran langsung (m) A = luas sub DAS (m2)

e) Menghitung Koefisien Runoff (C)

Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Nilai koefisien aliran permukaan dihitung dengan membandingkan aliran permukaan dengan curah hujan dengan persamaan sebagai berikut:

C = Tebal DRO/ CH

Keterangan :

Koefisien limpasan = besarnya air yang menjadi limpasan (%) CH = curah hujan (mm)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik hubungan antara Curah Hujan dan Tinggi Muka Air bendung Katulampa

Wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu mempunyai iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson dan mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim penghujan pada DAS Ciliwung Hulu terjadi antara bulan November hingga bulan April, sedangkan musim kemarau berlangsung antara bulan Juni hingga Oktober (Hamdan 2010). Curah hujan merupakan faktor penting terhadap terjadinya banjir. Menurut Prihatini (2012), curah hujan rata-rata tahunan pada DAS Ciliwung Hulu berkisar antara 3500 mm/tahun sampai 5000 mm/tahun.

Data curah hujan yang dipakai dalam penelitian adalah data yang berasal dari 3 stasiun pengamatan hujan yaitu Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa pada bulan Januari 2014. Citeko dan Gunung Mas merupakan bagian dari Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor sedangkan Katulampa merupakan bagian dari Kota Bogor Timur. Jumlah hujan di masing-masing wilayah pada bulan Januari 2014

adalah 1200.4 mm/bulan di daerah Citeko, Gunung Mas sebesar 1085.5 mm/bulan, dan Katulampa sebesar 862 mm/bulan. Gambar 2 merupakan

(21)

9

Gambar 2. Curah hujan masing-masing stasiun (Gunung Mas, Citeko, dan Katulampa) bulan Januari 2014

Awal bulan Januari sejak tanggal 1 hingga 10 Januari 2014 terlihat bahwa tinggi muka air masih terlihat normal berkisar 10 – 50 cm, tetapi pada hari-hari berikutnya curah hujan dan tinggi muka air cenderung meningkat. Tinggi muka air bendung Katulampa pada tanggal 12 Januari mengalami peningkatan yang cukup drastis hingga mencapai 140 cm pada jam 16.00 (Gambar 3). Hal ini disebabkan oleh hujan sangat lebat yang terjadi pada tanggal 12 Januari dan hari sebelumnya yang cukup tinggi. Pada tanggal 11 Januari curah hujan di DAS Ciliwung Hulu sebesar 39.4 mm dan pada tanggal 12 Januari sebesar 118.3 mm

Keterangan: TMA = Tinggi Muka Air

Gambar 3. Hubungan curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu dengan tinggi muka air di Bendung Katulampa pada Bulan Januari 2014

(22)

10

Karakteristik hujan pada 12 Januari yaitu merata pada hari H di ketiga stasiun pengamatan. Pada tanggal 12 Januari hujan sangat lebat terjadi di ketiga stasiun pengamatan yaitu sebesar 132.2 mm/hari di wilayah Citeko, 120 mm/hari di wilayah Gunung Mas, dan 104 mm/hari di wilayah Katulampa. Hal tersebut yang memicu kenaikan tinggi muka air hingga mencapai 140 cm. Pada tanggal 17 Januari terjadi kenaikan tinggi muka air hingga mencapai 170 cm. Tinggi muka air tersebut serupa dengan tinggi muka air tanggal 12 Januari yaitu disebabkan oleh hujan di DAS Ciliwung Hulu yang merata sebesar 140.6 mm/hari di wilayah Citeko, 152 mm/hari di wilayah Gunung Mas, dan 91 mm/hari di wilayah Katulampa. Tinggi muka air tanggal 21 Januari selain curah hujan yang tinggi pada hari H merupakan akibat dari akumulasi dari hujan di hari sebelumnya yang cukup lebat (Tabel 4).

Tinggi muka air terbesar yaitu pada tanggal 29 Januari 2014 yaitu 230 cm. Tinggi muka air tersebut disebabkan oleh hujan sangat lebat yang terjadi di ketiga stasiun pengamatan hujan. Curah hujan pada tanggal 29 Januari 2014 merupakan hujan tertinggi sepanjang Januari 2014 dengan curah hujan wilayah sebesar 155.8 mm/hari dan curah hujan di wilayah Citeko sebesar 192.8 mm/hari, 165 mm/hari di wilayah Gunung Mas, serta 107 mm/hari di wilayah Katulampa. Hal tersebut yang menyebabkan tinggi muka air di bendung Katulampa sebesar 230 cm pada jam 24.00.

Tabel 4. Curah hujan wilayah dan di tiga stasiun di wilayah DAS Ciliwung hulu dan tinggi muka air bendung Katulampa pada bulan Januari 2014

Tanggal

Keterangan: TMA= Tinggi muka air; CH=Curah hujan; H=Hari kejadian TMA besar; H-1= 1 hari sebelum TMA besar ; H-2= 2 hari sebelum TMA besar

(23)

11 setelah hujan sangat lebat yang terjadi pada tanggal 29 Januari 2014 di DAS Ciliwung Hulu.

Hubungan antara curah hujan wilayah serta curah hujan dari ketiga stasiun pengamatan (Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa) dan tinggi muka air di bendung Katulampa dapat dilihat dari nilai korelasi (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai korelasi antara curah hujan dan tinggi muka air bulan Januari 2014

CH Wilayah (mm) CH Citeko (mm)

Keterangan: CH=Curah hujan; H=Hari kejadian TMA besar ; H-1= 1 hari sebelum TMA besar ; H-2= 2 hari sebelum TMA besar

Nilai korelasi antara curah hujan dan tinggi muka air bendung Katulampa terlihat bahwa curah hujan dari ketiga stasiun pengamatan hujan maupun dari curah hujan wilayah menunjukkan adanya kecenderungan positif. Namun, nilai korelasi paling besar menunjukkan bahwa tinggi muka air cenderung berhubungan dengan hujan pada hari H. Hal tersebut sejalan dengan kenyataan bahwa semakin tinggi curah hujan DAS Ciliwung Hulu pada hari H maka semakin tinggi muka air di bendung Katulampa.

Selain hubungan curah hujan dengan tinggi muka air, terdapat pula hubungan antara tinggi muka air dengan debit aliran sungai. Sebagai contoh terdapat pada Tabel 6 berikut ini,

Tabel 6. Debit aliran sungai tanggal 29 Januari 2014

Waktu (jam) TMA (cm) Debit

(24)

12

menjadi acuan sebagai pemantau adalah tinggi muka air. Nilai tinggi muka air kemudian digunakan untuk menduga besarnya debit yang terjadi pada sungai. Besarnya debit air sungai selain dipengaruhi oleh limpasan permukaan juga dipengaruhi aliran di bawah permukaan tanah dan air tanah.

Tinggi muka air yang semakin meningkat di bendung Katulampa selain disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, faktor fisik DAS Ciliwung mempengaruhi tinggi muka air serta debit aliran sungai yang tinggi juga. Penggunaan lahan di sekitar bantaran sungai sebagai pemukiman dan pemanfaatan lainnya yang tidak sesuai juga dapat menimbulkan terganggunya fungsi dari DAS Ciliwung Hulu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hartanto (2011), bahwa sejak tahun 1994 hingga 2010 ruang terbangun di wilayah DAS Ciliwung Hulu mengalami kenaikan mencapai 30.66% (Tabel 7).

Tabel 7. Luas Penutupan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010

Klasifikasi Luas 1994 Luas 2001 Luas 2005 Luas 2010

Penutupan perhitungkan periode ulangnya sehingga dapat digunakan sebagai usaha antisipasi kejadian banjir di masa yang akan datang. Selain itu perlu dibuat semacam waduk atau situ ataupun bangunan konservasi lainnya yang dapat menampung dan membelokan air sungai agar air tidak langsung menuju ke hilir tetapi dapat ditampung dan perjalanan air menuju hilir tidak sekaligus terjadi dalam waktu yang singkat dan bersamaan

Karakteristik Aliran Permukaan

(25)

13 Tabel 8. Aliran Permukaan Bulan Januari 2014

Tanggal

TMA Maksimum

(cm)

Curah Hujan Tebal Aliran Permukaan

Keterangan: TMA = Tinggi muka air; C= Koefisien aliran permukaan

Curah hujan di DAS Ciliwung Hulu pada tanggal 12 Januari 2014 adalah sebesar 118.3 mm yang termasuk dalam hujan sangat lebat. Tinggi muka air mulai beranjak naik pada jam 06.00 menjadi 70 cm, sebelumnya pada jam 05.00 setinggi 50 cm. Setiap jam ketinggian muka air naik hingga puncaknya pada jam 16.00 dengan ketinggian 140 cm. Volume aliran permukaan langsung pada sungai sebesar 3 650 850 m3. Tebal aliran permukaan sebesar 24.5 mm dan koefisien aliran permukaan adalah sebesar 20.7%.

Tanggal 17 Januari 2014 ketinggan muka air semakin naik hingga mencapai 170 cm dengan debit aliran sungai sebesar 340 m3/detik, curah hujan DAS Ciliwung Hulu semakin tinggi pula sebesar 134.7 mm yang termasuk dalam hujan sangat lebat. Ketebalan aliran permukaan adalah sebesar 44.2 mm dan koefisien aliran permukaan sebesar 32.8%. Pada tanggal 21 Januari memiliki tinggi muka air yang sama dengan tanggal 17 Januari yaitu setinggi 170 cm dengan debit 340 m3/detik, namun terdapat perbedaan curah hujan yaitu sebesar 74.7 mm/hari yang masuk ke dalam hujan lebat. Tebal aliran permukaan maupun volume aliran permukaan langsung pada tanggal 21 Januari pun lebih kecil di bandingkan pada tanggal 17 Januari yaitu sebesar 28.1 mm dan 4 199 040 m3, tetapi koefisien aliran permukaan mengalami kenaikan menjadi 37.7%.

Pada tangal 29 Januari merupakan tinggi muka air terbesar selama bulan Januari 2014, ketinggiannya mencapai 230 cm pada jam 24.00. Berdasarkan hasil analisis volume aliran permukaan langsung sebesar 7 858 800 m3. Koefisien aliran permukaan adalah sebesar 33.8% dengan dengan tebal aliran permukaan sebesar 52.7 mm serta curah hujan sebesar 155.8 mm yang merupakan curah hujan tertinggi pula di DAS Ciliwung Hulu pada bulan Januari 2014.

Berdasarkan hasil pengamatan bahwa tidak selalu curah hujan yang tinggi mengakibatkan koefisien aliran permukaan yang tinggi. Sebagai contoh pada tanggal 17 dan 21 Januari 2014. Tanggal 21 memiliki curah hujan kurang dari tanggal 17 Januari namun nilai C tanggal 21 lebih besar dari tanggal 17 Januari. Hal tersebut disebabkan oleh salah satu faktor yang mempengaruhi nilai C yaitu intensitas hujan. Menurut Arsyad (2010), Koefisien aliran permukaan (C) adalah nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan.

(26)

14

tanggal 21 Januari yaitu sebesar 37.7%. Ketinggian muka air bendung Katulampa dan debit aliran sungai yang tinggi menjadi aliran permukaan disebabkan oleh hujan yang terus menerus di kawasan DAS Ciliwung Hulu dan pengaruh tanah yang sudah jenuh air karena pada hari sebelumnya hujan terus menerus di kawasan Hulu. Koefisien aliran permukaan menunjukkan pengaruh penggunaan lahan, tanah, lereng, dan potensial aliran permukaan. Penggunaan lahan di wilayah urban yang menyebabkan pemadatan tanah dan pembuatan lapisan kedap di permukaan tanah akan menghasilkan koefisien aliran permukaan yang lebih besar (Pratiwi 2012). Berdasarkan penelitian Kholik (2013), nilai koefisien aliran permukaan bulan Januari tahun 2013, seperti terlihat di Tabel 9 berikut:

Tabel 9. Aliran Permukaan Bulan Januari 2013 Tanggal

TMA Maksimum

(cm)

Curah Tebal Aliran Volume Aliran

C (%)

Keterangan: TMA = Tinggi muka air; C= Koefisien aliran permukaan

Pada tanggal 15-16 Januari 2013 merupakan tinggi muka air terbesar tahun 2013. Koefisien aliran permukaan sebesar 43% dan 71%. Tebal aliran permukaan sebesar 49 dan 40 mm. Peningkatan tinggi muka air dan tebal aliran permukaan terjadi, sebagai contoh ketinggian muka air pada 15 Januari 2013 adalah sebesar 200 cm meningkat pada tanggal 29 Januari 2014 menjadi sebesar 230 cm. Tebal aliran permukaan pun mengalami kenaikan dari 49 mm pada tanggal 15 Januari 2013 menjadi 52.7 mm pada tanggal 29 Januari 2014. Volume aliran permukaan pun mengalami kenaikan sebesar 575 640 m3 pada Januari 2014. Namun koefisien aliran permukaan pada tahun 2014 mengalami penurunan, pada tanggal 16 Januari 2013 sebesar 71% dengan curah hujan 56 mm yang masuk dalam kriteria hujan lebat, sedangkan pada tanggal 21 bulan Januari 2014 koefisien aliran permukaan adalah sebesar 37.7% dengan curah hujan 74.7 mm yang masuk dalam kriteria hujan lebat. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa curah hujan sangat mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan. Menurut Afrina (2013), salah satu penyebab semakin meningkatnya nilai C yaitu adanya aktivitas perubahan penggunaan lahan sehingga mengurangi kapasitas resapan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan aliran permukaan sehingga potensi terjadinya banjir akan lebih besar. Menurut Kristianto (2010), faktor-faktor penyebab timbulnya banjir dipengaruhi oleh aktifitas manusia. Aktifitas manusia yang mempengaruhi timbulnya banjir yaitu pembangunan dan perkembangan tempat pemukiman, penggundulan hutan, di daerah pegunungan atau perbukitan untuk penggunaan lahan budidaya, pemanfaatan dataran banjir yang digunakan untuk pemukiman atau industri dan buruknya pengelolaan sampah.

(27)

15 yang semakin dangkal dan pengurangan tajuk vegetasi sehingga laju dan volume aliran permukaan semakin tinggi.

Tabel 10. Tipe Perubahan Penutupan atau Penggunaan Lahan Dominan Tahun 2001-2010

No. Tipe Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan Luas

(Ha) %

tahun 2001-2010

1 Kebun Campuran --> Tegalan 329.5 14.1

2 Sawah --> Pemukiman 231.3 9.9

3 Sawah --> Tegalan 212.8 9.1

4 Tegalan --> Kebun Campuran 177.7 7.6

5 Kebun Campuran --> Pemukiman 176.2 7.5

6 Hutan Semak/ Belukar --> Sawah 144.9 6.2

7 Kebun Teh --> Tegalan 129.9 5.6

8 Tegalan --> Pemukiman 128.9 5.5

9 Hutan Semak/ Belukar --> Tegalan 108.4 4.6

10 Hutan Semak/ Belukar --> Kebun Teh 107.1 4.6

11 Lainnya 592.0 25.3

Aliran permukaan inilah yang menyebabkan debit puncak saat musim hujan menjadi tinggi yang kemudian menimbulkan banjir. Kejadian tersebut memberikan gambaran bahwa perubahan penutupan/penggunaan lahan yang terjadi pada wilayah DAS Ciliwung hulu telah memberikan pengaruh terhadap penurunan kualitas karakteristik hidrologi DAS tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Tinggi muka air maksimum pada tanggal 29 Januari 2014 yaitu sebesar 230 cm dengan debit aliran sungai sebesar 552 m3/detik. Tinggi muka air pada tanggal 29 Januari 2014 tersebut mencapai status siaga 1, disebabkan oleh hujan yang merata pada wilayah Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa masing-masing sebesar 192.8 mm/hari, 165 mm/hari, dan 107 mm/hari serta pengaruh tanah yang sudah jenuh air karena hujan turun terus menerus pada hari sebelumnya. Nilai korelasi antara curah hujan dengan tinggi muka air di bendung Katulampa pada hari yang sama menunjukkan kecenderungan positif. Semakin tinggi curah hujan pada suatu hari maka semakin tinggi muka air di bendung Katulampa pada hari tersebut.

(28)

16

Saran

Perlu dilakukan analisis pemisahan hidrograf aliran mengenai aliran permukaan dari setiap kejadian hujan pada musim penghujan setiap tahun serta melihat pengaruh hujan dari wilayah lain seperti; Ciawi, Megamendung, Empang dan wilayah DAS Ciliwung Hulu lainnya. Analisis mengenai berbagai penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan aliran permukaan di bendung Katulampa.

DAFTAR PUSTAKA

Afrina. D, P. 2013. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Analisis Perubahan Lahan dan Curah Hujan terhadap Aliran Permukaan di DAS Ciliwung. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor : Bogor

Arsyad. S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press: Bogor

Arsyad, W. M. 2000. Pedugaan Limpasan Langsung Dalam Penelusuran Banjir di Daerah Aliran Sungai Ciliwung. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. http://bmkg.go.id/bmkg_pusat/Meteorologi/Prospek_Cuaca_Mingguan.bmk g#ixzz3ALC2i0o3 [14 Agustus 2014]

[BPSDA] Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Ciliwung – Cisadane. 2014

Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Hamdan, M. 2010. Analisis Debit Aliran Sungai Sub Das Ciliwung Hulu

Menggunakan Mw-Swat. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor Hartanto, D. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk terhadap Perubahan

Lanskap di Kawasan Hulu DAS Ciliwung. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Holipah, S, N. 2012. Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Sub Das Ciliwung Hulu. [Skripsi]. Institut Pertaniaan Bogor: Bogor

Kholik, A. 2013. Analisis Curah Hujan, Debit Dan Tutupan Lahan di Sub Das Ciliwung Hulu. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Lutfi, A. 2002. Kajian Pengaruh Curah Hujan Terhadap Limpasan Permukaan (run off) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dengan Metode Regresi. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Mahbub, M. 2010. Penuntun Praktikum Agrohidrologi. Universitas Lampung: Lampung

(29)

17 Nugroho, S,P. 2001. Analisis Hidrograf Satuan Sintetik Metode Snyder Clark dan Scs dengan Menggunakan Model Hec-1di Das Ciliwung Hulu. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca. 1: 57-67

Oktaviana, A. 2012. Analisis Karakteristik Hujan dan Penggunaan Lahan terhadap Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Prihatini, N. 2012. Aplikasi Model HEC WMS untuk Memprediksi Debit Puncak Aliran Permukaan DAS Ciliwung Hulu. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor

Republik Indonesia. 2004. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990, Nomor 42. Sekretariat Negara . Jakarta

Riyadi, D. 2003. Pemetaan Geologi Lingkungan Daerah Bogor dan Sekitarnya. dalam Janudianto. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum-Minimum di Sub DAS Ciliwung Hulu. Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor

Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. UGM Press: Yogyakarta

Sinukaban, N. 2007. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Direkorat Jenderal RLPS: Bogor

[SPAS Katulampa] Stasiun Pengamatan Aliran Sungai Katulampa. 2014

Sularto, E. 2006. Hubungan Penggunaan Lahan dan Kejadian Banjir pada DAS Ciliwung Hulu. Katulampa menggunakan Model Answer. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor

(30)

18

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Analisis Hidrograf Tanggal 12 Januari 2014

Curah

Hujan Waktu

TMA

Maksimum Debit

Aliran

Dasar Aliran Permukaan Langsung (mm) (jam) (cm) (m3/detik) (m3/detik) Jam Volume (m3)

1. Perhitungan aliran dasar (base flow)

Berdasarkan gambar pada Lampiran 2, aliran dasar ditetapkan dengan straight line method. Kenaikan debit terjadi pada mulai jam 04.00 daan berakhir pada jam 20.00, sehingga garis lurus di tarik dari debit jam 04.00 sampai dengan jam 20.00. Besarnya aliran dasar antara jam 04.00 sampai dengan jam 20.00 sebagai berikut:

α = (Q Jam 20.00 – Q Jam 04.00) adalah seperti pada tabel Lampiran 1.

Keterangan: Q = Debit (m3/detik)

2. Perhitungan volume aliran permukaan langsung (direct runoff)

Penetapan volume aliran langsung adalah mengikuti perhitungan luas di atas aliran dasar seperti gambar pada Lampiran 2.

(31)

19 Perhitungan selengkapnya terdapat pada tabel Lampiran 1.

Keterangan: V DRO = Volume direct runoff (m3) 4. Perhitungan koefisien aliran permukaan (C)

(32)
(33)

21

Lampiran 3. Foto Dokumentasi Fluktuasi Debit di Bendung Katulampa

Sumber: BPSDA Ciliwung-Cisadane

0

50

100

150

200 0

100 200 300 400 500 600

Cu

ra

h

h

u

ja

m

(m

m

)

D

eb

it

(m

3/d

et

ik

)

Jam

Hidrograf 29 Januari 2014

(34)

22

Lampiran 4. Curah Hujan Katulampa Bulan Januari 2014

Tanggal CH

(mm) Jam

1 7 19.15-20.05

2 0 ˗

3 0 ˗

4 4 13.10-13.50

5 0 ˗

6 7 12.10-13.00

7 0 ˗

8 7 13.10.14.15

9 0 ˗

10 4 18.10-19.40

11 53 16.50-18.55

12 104 09.35-16.50 dan 19.40-23.25

13 9 08.30-10.20

14 59 14.45-17.40

15 32 14.50-15.40 dan 17.10-17.55

16 28 02.40-07.50

17 91 07.30-14.20 dan 15.55-20.50

18 42 08.00-10.30 dan 22.00-05.30

19 7 12.35-15.55

20 56 11.10-13.50 dan 02.30-04.30

21 60 07.15-12.35

22 25 22.35-05.40

23 16 08.05-12.40

24 37 10.05-11.15 dan 20.50-21.40

25 0 ˗

26 28 13.30-15.40

27 21 03.35-04.20

28 29 10.40-11.40 dan 00.10-06.35

29 107 07.00-11.50 dan 17.55-23.40

30 19 12.20-17.20 dan 21.30-23.40

31 10 15.05-16.00 dan 18.50-19.50

(35)

23 Lampiran 5. Curah Hujan Gunung Mas Bulan Januari 2014

Tanggal Hujan Tanggal Hujan Tanggal Hujan

Penakaran (mm) Penakaran (mm) Penakaran (mm)

(36)

24

Lampiran 6. (Lanjutan)

23 110 54,2 44,4 74,7 54,6 48,8 78,3 71 51,5 80 16 25 60

24 100 27,4 54,2 44,4 25 54,6 48,8 24 71 51,5 37 16 25

25 80 0,9 27,4 54,2 1,6 25 54,6 1 24 71 0 37 16

26 80 12,2 0,9 27,4 17,3 1,6 25 3,5 1 24 28 0 37

27 70 26,3 12,2 0,9 29,7 17,3 1,6 27,5 3,5 1 21 28 0

28 80 44,7 26,3 12,2 52,3 29,7 17,3 49 27,5 3,5 29 21 28

29 230 155,8 44,7 26,3 192,8 52,3 29,7 165 49 27,5 107 29 21

30 100 22,3 155,8 44,7 23,3 192,8 52,3 23,5 165 49 19 107 29

Gambar

Gambar 1. DAS Ciliwung Hulu
Gambar 2. Curah hujan masing-masing stasiun (Gunung Mas, Citeko, dan
Tabel 6. Debit aliran sungai tanggal 29 Januari 2014
Tabel 7. Luas Penutupan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini , seseorang yang memiliki kinerja adalah seseorang yang mencapai tujuan dari pekerjaan yang dilakukannya. Pengertian kinerja ini sejalan

a) Media tradisional tidak menawarkan jalan bagi audiens untuk berkomunikasi dengan pemilik media. b) Media tradisional tidak menawarkan komunikasi antar audiens. c) Participatory

FISIKOKIMIA, FITOKIMIA, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETIL ASETAT BIJI MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L).. Ni Putu Novi Puspitadewi 1 & I Wayan Muderawan

Turner & Helms (1995) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan, antara lain jumlah interaksi yang efektif antara pasangan, kepribadian pasangan

PROSES PENYEMBUHAN LUKA BAKAR PADA MENCIT PUTIH JANTAN 55-59 MENGGUNAKAN MEMBRAN PEMBALUT DARI PATI BENGKUANG.. (Pachyrrhizus erosus (L) Urban) Yufri Aldi, Dedi Nofiandi,

Perencanaan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) rumah sakit ditetapkan berdasarkan analisis beban kerja dan tingkat standar kompetensi meliputi pendidikan, keterampilan, pengetahuan

Analisis aspek seni berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber menjelaskan bahwa karya-karya yang dapat dipamerkan pada galeri terbuka lebih dikhususkan pada karya-karya