i
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM TRADISI MERTI DUSUN UNTUK
MENUMBUHKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
(Studi kasus di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis
kab. Magelang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
NURUL QOMARIYAH
11111184
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
iv MOTTO
Selama tangan dan kaki masih bisa bergerak
Selama mulut masih bisa bicara
Selama mata masih bisa berkedip
Selama nadi masih berdenyut
“
Hiasilah selalu dengan akhlak yang baik
”
ِرَكْنُمْلاَو ِءاَشْحَفْلا ِنَع ىَهْ نَ يَو َبَْرُقْلا يِذ ِءاَتيِإَو ِناَسْحلإاَو ِلْدَعْلِبِ ُرُمَْيَ ََّللَّا َّنِإ
ْمُكَّلَعَل ْمُكُظِعَي ِيْغَ بْلاَو
َنوُرَّكَذَت
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Skripsi ini untuk. . .
Bapakku Yasak, dan Ibuku Siti Sulimah;
“Yang senantisa mencurahkan kasih sayang, semangat, dukungan,
motivasi dan doa untuk anak-anaknya tanpa henti”
“Jasa-jasa dan pengorbanan kalian tidak akan pernah bisa aku balas, Terimakasih untuk segalanya”
Kakak-ku Latif Sa
’dullah, Adik
-ku Ahmad Kholidun
Naja, Kakak Ipar-ku Ayu Lestari dan Keluarga-ku
semuanya;
“Yang membuatku semangat untuk menuju langkah kesuksesan ”
Teman-teman PAI E (ExcLusive) dan Sahabat”ku
“Untuk teman-teman PAI E angakatan 2011 yang selalu membantu dan memberi semangat hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini, khususnya sahabat-sahabatku yang rela berbagi pengalaman, keceriaan dan melewati bersama setiap suka maupun duka, terimakasih banyak. "
~~~»Dunia tak akan berwarna tanpa kalian semua«~~~
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah, kami ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW., sehingga
penyusunan skripsi yang berjudul IMPLEMENTASI NILAI-NILAI
PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI MERTI DUSUN UNTUK
MENUMBUHKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi kasus di dusun
Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang) di IAIN Salatiga dapat
terselesaikan.
Dalam penyelesaian penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik berupa materi maupun
spiritual. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis hanya bisa mengucapkan
banyak terima kasih dan dengan diiringi doa semoga amal baik yang telah di
berikan, mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT.
Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama
Islam.
3. Bapak Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA. selaku Pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan fikiranya dengan penuh kesabaran dan
kebijaksanaan dalam memberikan bimbingan pengarahan sehingga penulis
vii
4. Bapak, Ibu dan segenap keluarga yang telah memberikan doa restunya kepada
penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
5. Rekan-rekan yang telah membantu penulis hingga terselesainya penelitian ini.
Karena keterbatasan penulis, penulis menyadari dalam penulisan
penelitian ini masih banyak kekurangannya dan penulis berharap saran dan
masukan dari para pembaca demi kebaikan penelitian ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya serta dapat menunjang pengembangan ilmu
pengetahuan.
Salatiga, 15 Maret 2016
viii ABSTRAK
Qomariyah, Nurul. 2016. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM TRADISI MERTI DUSUN UNTUK MENUMBUHKAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi kasus di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang) Dosen Pembimbing: Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA.
Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Islam, Tradisi Merti Dusun, dan Kerukunan Umat yang Berbeda Agama
Tradisi Jawa akan selalu berhubungan dengan ritual. Namun ritual yang dilaksanakan secara Islami akan bermanfaat sebagai penyebaran Islam, dan dapat menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat. Begitu pula dengan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan, diantaranya adalah nilai toleransi, saling membantu, persatuan dan kesatuan. Di dusun Kedakan terdapat keyakinan yang berbeda yaitu Islam dan Kristen, sehingga akan sangat bermanfaat apabila diterapkan nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi Merti Dusun tersebut. Masyarakat dusun Kedakan akan memiliki kehidupan yang tenteram, bebas dari ancaman, konflik antar umat beragama dan terhindar dari terjadinya kekerasan diantara warga muslim dan non-muslim. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah makna tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?, 2) Bagaimana upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?, 3) Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?
Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui makna tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang, upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang, dan implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang.
ix
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN...iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
DAFTAR TABEL...xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Penegasan Istilah ... 6
F. Studi Kepustakaan ... 10
G. Metode Penelitian ... 18
xi
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tradisi Merti Dusun ... 25
B. Pendidikan Islam ... ... 36
C. Kerukunan Umat Beragama ... 40
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Letak Geografis Dusun Kedakan ... . 52
B. Keadaan Sosial Kemasyarakatan Agama ... . 57
C. Kegiatan Bersama Antara Umat Islam dan Kristen ... . 60
D. Kerukunan Umar Beragama di dusun Kedakan ... . 61
E. Temuan Penelitian ... . 64
BAB IV ANALISIS DATA A. Makna Tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan ... . 69
B. Upaya untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat Beragama... 74
C. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat Beragama... 78
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 92
C. Penutup ... 93
DAFTAR PUSTAKA
xii DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara
2. Daftar Riwayat Hidup
3. Daftar Nilai SKK
4. Lembar Konsultasi
5. Surat Pembimbing
6. Surat Ijin Penelitian
7. Data Penduduk dusun Kedakan
xiii DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
2. Tabel 3.2 Data Pemeluk Agama
3. Tabel 3.3 Pendidikan Masyarakat
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki banyak pulau dengan berbagai ragam suku dan
budaya. Masing-masing suku bangsa memiliki tradisi, kebiasaan, adat
istiadat, dan budaya tersendiri yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Budaya itu harus dilestarikan supaya menjadi pribadi yang dapat
menemukan jati diri bangsa. Budaya merupakan bentuk cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang yang diwariskan
dari generasi ke generasi selanjutnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Syam (2009: 68-69) “kebudayaan merupakan produk atau hasil aktifitas
nalar manusia, dimana ia memiliki kesejajaran dengan bahasa yang juga
merupakan produk dari aktifitas nalar manusia tersebut”.
Diantara banyak pulau di Indonesia, Jawa termasuk pulau yang
memiliki berbagai ragam budaya. Kebudayaan Jawa menurut Roqib (2007:
36) “merupakan kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat Jawa
dengan beberapa variasi dan heterogenesis masyarakat yang berkembang
baik di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun Jawa Timur”.
“Kebudayaan akan menjadi sebuah tradisi atau adat istiadat apabila
2
pada suatu tradisi apabila diterapkan di dalam masyarakat akan
memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat. Dalam
pelaksanaan tradisi akan selalu berhubungan dengan ritual atau upacara
tradisional. Namun ritual yang dilaksanakan secara islami akan bermanfaat
sebagai penyebaran Islam, dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan
dalam masyarakat. Dalam pelaksanaan tradisi juga dapat dijadikan sarana
untuk penanaman nilai-nilai pendidikan Islam dalam masyarakat.
“Tradisi berarti suatu tatanan eksistensi manusia dan bagaimana
masyarakat mempresentasikannya di dalam kehidupannya” (Syam, 2009:
71). Tradisi merupakan suatu hal yang tertata sejak zaman dahulu, tinggal
bagaimana masyarakat sekarang melaksanakannya, begitu pula tentang
tradisi Jawa.
Menurut Saksono (2014: 120-121) menyatakan bahwa:
Tradisi Jawa adalah tradisi yang amat kaya dan dihimpun dari kesusastraan yang merentang dari sumber-sumber kuno Sansekerta hingga kisah-kisah babad dan legenda-legenda kerajaan, yang ditafsirkan oleh pementasan wayang kulit. Tradisi Jawa dapat menanamkan hubungan kekerabatan perilaku kehidupan sehari-hari antara diri terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar menjadi lebih dekat.
Tradisi Jawa yang dilaksanakan oleh kebanyakan masyarakat desa
masih kental dengan acara-acara yang dijalankan oleh leluhurnya. Seperti
halnya masyarakat yang ada di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis
kab. Magelang masih menjunjung tinggi tradisi Jawa, misalnya tradisi
3
Kedakan tetap berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama Islam dalam
melaksanakan tradisi tersebut. Tradisi Merti Dusun biasa dikenal oleh
masyarakat sekitar sebagai selametan desa dalam mewujudkan rasa syukur
mereka terhadap rezeki yang telah dilimpahkan oleh Allah SWT. dan
bentuk keselarasan mereka terhadap alam karena alam dan manusia saling
melengkapi satu sama lainnya. Dalam tradisi Merti Dusun terkandung
nilai-nilai pendidikan Islam yang akan menjadikan masyarakat lebih dekat
dengan Allah SWT., dan menjadikan kehidupan bermasyarakat yang
aman, damai, tenteram, dan sejahtera. Tradisi Merti Dusun dilaksanakan
dalam sekali satu tahunnya yang bertepatan pada bulan Safar dalam
kalender Islam yang berdasarkan tahun Qomariyah. Dalam tradisi Merti
Dusun, masyarakat biasanya mengadakan acara-acara kesenian, misalnya
wayangan.
Tradisi Merti Dusun dipimpin oleh tokoh terkemuka di dalam
masyarakat, seperti kepala dusun. Acara merti dusun bisa jadi lebih ramai
dibandingkan pada hari raya Idul Fitri. Keramaian terjadi karena adanya
antusias dari masyarakat sekitar. Masyarakat dusun Kedakan mempercayai
bahwa semakin ramai acara Merti Dusun dan banyaknya saudara,
tetangga, dan teman yang berkunjung ke tempat mereka, akan semakin
bertambah dan berlipat ganda pula rezeki yang akan diberikan Allah SWT.
kepada mereka. Dengan adanya tradisi yang berpengaruh besar bagi
4
pendidikan Islam berupa tatakrama, kerukunan dan keselarasan, tradisi
tersebut memiliki hubungan yang kuat terhadap agama.
Menurut Joachim Wach, “agama adalah problem pemikiran yang
utama, agama adalah perbuatan manusia yang paling mulia dalam
kaitannya dengan Tuhan Maha Pencipta, kepada-Nya lah manusia
memberikan kepercayaan dan membangun keterikatan yang
sesungguhnya” (Fauzi, 2007: 3). Agama adalah suatu kepercayaan yang
dimiliki seseorang terhadap Tuhan Maha Pencipta untuk melakukan
ibadah, sehingga seseorang dapat berhubungan yang lebih dekat dengan
Tuhannya.
“Hubungan agama dan kebudayaan itu dapat terjadi karena adanya
agama yang mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya
adalah agama, tapi simbolnya adalah agama; kebudayaan dapat
mempengaruhi simbol agama; kebudayaan dapat menggantikan sistem
nilai dan simbol agama” (Roqib, 2007: 6). Agama tidak akan tersebar
tanpa adanya budaya. Sehingga kebudayaan tidak akan terlepas
hubungannya dari agama, karena dalam masyarakat Jawa masih
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang sesuai dengan ajaran-ajaran
agama.
Merti Dusun juga merupakan acara yang dapat menumbuhkan
kerukunan, tali silaturrahmi, dan saling menghormati antar umat
5
“Kerukunan adalah cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur
hubungan luar antara orang yang tidak seagama dalam proses sosial
kemasyarakatan”. Dengan begitu, dalam kehidupan bermasyarakat
diperlukan komunikasi antar sesama masyarakat, baik seagama maupun
beda agama. Komunikasi antar masyarakat beragama akan mewujudkan
kehidupan yang tenteram, bebas dari ancaman, konflik antar umat
beragama dan terhindar dari terjadinya kekerasan diantara satu sama lain.
Masyarakat juga akan menjadi kuat atau kokoh dengan tali persaudaraan
dan persatuan yang ada diantara mereka.
Oleh karena itu, berawal dari latar belakang tersebut peneliti
mengajukan sebuah penelitian dengan judul “Implementasi Nilai-nilai
Pendidikan Islam Dalam Tradisi Merti Dusun Untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang).
B.Rumusan Masalah
1. Apakah makna tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan desa Kenalan
kec. Pakis kab. Magelang?
2. Bagaimana upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di
dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?
3. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi
Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun
6 C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang:
1. Makna tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis
kab. Magelang
2. Upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun
Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang
3. Implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun
untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan
desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis, diantaranya sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan manfaat
bagi lembaga IAIN Salatiga berupa ilmu pengetahuan sosial; agama;
dan budaya, serta sebagai mahasiswa dapat menerapkan nilai-nilai
Pendidikan Islam dalam lingkungan masyarakat agar tercipta
kerukunan dan kedamaian pada kehidupan masing-masing.
2. Manfaat praktis
Manfaat penelitian ini dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat
agar lebih taat kepada Tuhannya, tetap menjaga tradisi-tradisi yang
7
Pendidikan Islam, serta menumbuhkan kerukunan baik sesama agama
maupun berbeda agama dalam kehidupan bermasyarakat.
E.Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami pengertian
dari judul tersebut, penulis menjelaskan pengertian istilah-istilah yang
terdapat di dalamnya hingga menjadi pengertian yang utuh sebagai
berikut:
1. Implementasi
“Implementasi adalah suatu proses penerapan ide, konsep,
kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga
memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,
keterampilan maupun nilai, dan sikap” (Kunandar, 2011:233).
Implementasi dapat berarti sebagai suatu pelaksanaan dan penerapan
dalam suatu kegiatan yang terencana dan didasarkan pada acuan norma
untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Nilai
“Nilai merupakan ukuran untuk menentukan apakah sesuatu itu
baik atau buruk” (Ali, 2007: 46). Nilai berarti rujukan yang dapat
menentukan suatu pilihan baik atau buruk.
3. Pendidikan
“Pendidikan merupakan latihan mental, moral, dan fisik yang
8
kewajiban, menumbuhkan kepribadian, dan tanggungjawab dalam
masyarakat selaku hamba Allah” (Uhbiyati, 1997: 12). Pendidikan
adalah suatu proses mendapatkan ilmu yang menjadikan seseorang
lebih berharga dan memiliki pengetahuan lebih luas.
4. Islam
“Islam adalah agama yang berasal dari Allah SWT. yang
diturunkan melalui utusan-Nya, Muhammad saw. Ajaran-ajaran Islam
tertuang dalam Al-Qur’an dan sunnah, berupa petunjuk-petunjuk,
perintah-perintah, dan larangan-larangan demi kebaikan manusia”
(Hamid, 2008: 17). Islam merupakan petunjuk, perintah, dan larangan
bagi penganutnya yang akan menjadikan pribadi yang baik menuju
ridlo-Nya.
5. Pendidikan Islam
“Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang dapat
memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya
sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai
dan mewarnai corak kepribadiannya” (Uhbiyati, 1997: 13). Pendidikan
Islam yaitu sistem pendidikan yang memberikan ilmu pengetahuan
tentang Islam, yang menjadikan seseorang memiliki kepribadian yang
9
6. Tradisi
Menurut Mujib (2006: 42) menyatakan bahwa tradisi atau
‘uruf/adat adalah:
Kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa merasa tenang dalam melakukannya karena sejalan dengan akal dan diterima oleh tabiat yang sejahtera.
Tradisi berarti segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan
masyarakat untuk melakukan suatu hal yang sesuai dengan aturan
dalam masyarakat.
7. Merti Dusun
Menurut Khalil (2008: 292) menyatakan bahwa:
Merti Dusun atau bersih dusun adalah sebuah selametan yang melibatkan seluruh warga dusun dan dilaksanakan sekali dalam setahun. Dalam melaksanakan bersih desa, secara spiritual masyarakat membersihkan diri dari kejahatan, dosa, dan segala yang menyebabkan kesengsaraan.
Tradisi Merti Dusun yaitu bentuk pembersihan diri masyarakat
dari hal-hal buruk yang dilakukan sekali dalam setahun, yaitu pada
bulan Sapar atau Safar dalam kalender Qomariyah.
8. Kerukunan
Berkaitan dengan kerukunan, Hadziq dkk (2009: 379-381)
menyatakan sebagai berikut:
10
dan damai dapat disebut kerukunan sementara, kerukunan politik, dan kerukunan hakiki. Kerukunan sementara adalah kerukunan yang dituntut oleh situasi. .... Kerukunan politis sama dengan kerukunan sementara yang digunakan sebagai taktik atau alat untuk mencapai tujuan tertentu. .... Sedangkan kerukunan hakiki yaitu kerukunan yang didorong oleh kesadaran dan hasrat bersama demi kepentingan bersama. Kerukunan hakiki adalah kerukunan murni mempunyai harga dan nilai yang tinggi dan bebas dari segala pengaruh dan hipokrisi.
9. Umat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 988) kata umat
berarti “para penganut (pemeluk atau pengikut) suatu agama”. Umat
adalah sekelompok orang yang menganut suatu agama dan mengikuti
ajaran agama tersebut yang dibawa oleh Nabi.
10.Agama
“Menurut pernyataan Thomas Luckman, agama merupakan
kapasitas organisme manusia untuk memuliakan hakikat biologisnya
melalui pembangunan semesta-semesta makna yang obyektif,
mengikat secara moral, dan meliputi budaya” (Ilyas, 2012: V). Agama
merupakan pedoman bagi seluruh penganutnya untuk menjalankan
ajaran-ajaran yang ada di dalamnya.
11.Kerukunan Umat Beragama
“Kerukunan umat beragama yaitu kehidupan beragama yang
rukun, tenteram, dan damai antar anggota masyarakat yang berbeda
agama atau keyakinan” (Ilyas, 2012: 221, 242). Kerukunan umat
11
rukun, tenteram, dan sejahtera baik sesama agama maupun berbeda
agama.
F. Studi Kepustakaan
Untuk mengetahui tentang penelitian ini yang lebih jelas, maka perlu
kiranya mengkaji hasil penelitian terdahulu. Ada beberapa studi yang
serupa tentang nilai-nilai pendidikan dalam merti dusun dan kerukunan
antar umat beragama yang dapat dijadikan rujukan oleh penulis,
diantaranya:
Jurnal Ilmiah PPKN IKIP Veteran Semarang yang ditulis oleh
Puniatun, yang berjudul “Pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi Sebagai
Upaya Untuk Memelihara Kebudayaan Nasional”. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga dapat menghasilkan data
deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dihadapi. Berasal dari sumber data yang akurat berdasarkan
informasi dari masyarakat, sehingga menghasilkan data bahwa tradisi
sedekah bumi berarti perwujudan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan
Yang maha Esa dalam rangka sedekah bumi. Dalam pelaksanaan sedekah
bumi dipentaskan sebuah kesenian yang berupa wayang kulit. Dalam
cerita wayang kulit, dapat dijadikan sebagai alat propaganda yang baik
untuk menyampaikan sebuah pendidikan. Misalnya pendidikan anti
korupsi, sifat kesatria yang memiliki kejujuran, tanggung jawab, disiplin
dan kerja keras. Karena pendidikan merupakan sarana untuk mengetahui
12
manusia dalam bermasyarakat. Dalam tradisi sedekah bumi sangat
berperan dalam perkembangan moral karena di dalamnya terkandung
nilai-nilai kepahlawanan, kesetiaan, kejujuran, kerja keras, rela berkorban
dan sebagainya.
Jurnal pengetahuan dan pemikiran seni yang ditulis oleh Wahyu
Lestari sebagai staf pengajar Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri
Semarang, yang berjudul “Ruwatan (Merti Desa) Masyarakat
Gunungkidul Pasca Gempa Bumi Tektonik di Daerah Istimewa
Yogyakarta”. Merti desa merupakan salah satu upacara ritual yang sudah
mentradisi pada masyarakat Jawa khususnya. Merti Desa sebagai bentuk
upacara ritual oleh masyarakat Gunungkidul dilaksanakan pada setiap
tahun sekali, sebagai tradisi dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Merti Desa dilaksanakan dalam berbagai rangkaian acara
seperti upacara yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dipimpin oleh
Pemerintah daerah pada wilayah desa tertentu, diikuti oleh warga
masyarakat setempat, oleh pemerintah atau pamong desa. Upacara Merti
Desa juga sekaligus dapat digunakan sebagai wahana mengajak
masyarakat melestarikan dan nguri-uri tradisi warisan nenek moyang serta
mengajak masyarakat mengambil hikmah dan nilai-nilai yang terkandung
dalam upacara tradisi Merti Desa. Diharapkan masyarakat dapat
menikmati hiburan atau tontonan serta mendapat tuntunan dan mengambil
nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, diantaranya manusia harus
13
kepada Bumi yang telah memberi segalanya untuk kebutuhan kehidupan
manusia. Merti Desa merupakan salah satu tradisi Jawa yang memiliki
nilai-nilai religius, yang dapat dijadikan untuk perantara sebuah harapan,
doa, dan cita-cita agar mendapat kebaikan, keselamatan, dan kesejahteraan
dalam menjalankan hidup.
Jurnal yang ditulis oleh Amalia Septi Puspitasari Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Universitas Muhammadiyah
Purworejo Tahun 2012, yang berjudul “Kajian Folklor Tradisi Merti
Dhusun di Dusun Tugono Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing
Kabupaten Purworejo”. Yang membahas tentang prosesi tradisi merti
dhusun, fungsi tradisi merti dhusun, dan makna simbolik yang terkandung
dalam tradisi merti dhusun di dusun Tugono. Jenis penelitian yang
digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan emik,
dimana peneliti mendasarkan sudut pandang partisipan. Dalam prosesi
merti dhusun hal yang dilakukan adalah membersihkan dusun dan bersih
kubur, ziarah kubur, tayub siang, mengumpulkan jolen, kirab dilanjutkan
hiburan tayub sampai pagi hari. Dan fungsi yang terdapat dalam tradisi
merti dhusun yaitu sebagai fungsi sosial, fungsi ritual, fungsi pelestarian
tradisi, fungsi hiburan, fungsi pendidikan baik pendidikan ketuhanan
maupun budi pekerti, dan fungsi ekonomi. Sedangkan makna yang
terkandung dalam ubarampe meliputi tumpeng robyong, tumpeng tunjung,
tumpeng rasul dan ayam ingkung, boning baning, jenang abang putih, sega
14
Skripsi yang ditulis oleh AA Ihyauddin Al- Mahali Jurusan tarbiyah,
Program Studi Pendidikan Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga Tahun 2012, yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan
Islam yang Terkandung dalam Tradisi Merti Desa (Studi di Dusun
Bawang Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang)”, yang membahas
tentang nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi Merti
Desa di dusun Bawang. Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk
mengetahui nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi
Merti Desa di dusun Bawang. Jenis penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif, dan metode dalam pengumpulan data peneliti
menggunakan studi dokumentasi, wawancara, dan observasi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan merti desa yaitu pada
waktu penduduk tani selesai melaksanakan panen padi raya secara
serentak, yang biasanya bertepatan pada bulan Juni atau Juli pada hari
Rabu Wage, yang diyakini bahwa hari tersebut merupakan hari lahirnya
Dusun Bawang. Merti desa dimaksudkan untuk mengungkapkan rasa
syukur masyarakat terhadap Dewi Sri (Dewi Padi) sebagai penjaga
keamanan para tani, dan wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah mengabulkan panen hasil tanaman padi tersebut. Merti Desa
memberikan nilai-nilai yang baik bagi masyarakat, pertama nilai aqidah
yaitu suatu bentuk keyakinan masyarakat terhadap Allah SWT yang telah
memberikan keselamatan atas hasil panennya. Kedua, nilai ibadah yang
15
dan arwah sebagai wujud ibadah. Ketiga, nilai gotong royong atau
kerjasama yaitu masyarakat secara bersama-sama bekerja bakti
membersihkan makam dan membuat umbul-umbul. Keempat, nilai syukur
yaitu mensyukuri nikmat Tuhan Yang Maha Esa dengan memberikan
sebagian dari apa yang telah diperolehnya, seperti memberikan makanan.
Skripsi yang ditulis Natalia Tri Andyani Jurusan Sosiologi dan
Antropologi, Fakultas Imu Sosial Universitas Negeri Semarang Tahun
2013, yang berjudul “Eksistensi Tradisi Saparan pada Masyarakat Desa
Sumberejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang”, yang membahas
tentang pelaksanaan tradisi saparan dan sebab-sebab masyarakat desa
sumberejo masih melaksanakan tradisi Saparan, serta eksistensi Saparan di
desa Sumberejo. Tradisi Saparan merupakan tradisi yang bermula dari
bentuk merti desa yang dilaksanakan oleh penduduk desa Sumberejo
setiap bulan Sapar. Merti desa merupakan upacara syukuran atau slametan
atas keberkahan dan kelimpahan yang telah di dapat oleh warga.Ada tiga
bentuk perayaan dalam pelaksanaan Saparan yang berupa perayaan
komunal, individu, dan hiburan. Perayaan komunal yaitu doa bersama di
rumah kepala dusun, doa tersebut memiliki tujuan kemakmuran dan
keselamatan desa serta untuk memperkuat solidaritas diantara warga.
Perayaan individu dilaksanakan di rumah masing-masing warga dengan
tujuan untuk mempererat tali kekerabatan. Sedangkan perayaan hiburan
bertujuan untuk meramaikan suasana Saparan. Masyarakat desa
16
ternyata masih sangat fungsional dalam kehidupan sosial masyarakat desa
Sumberejo. Diantaranya adalah berfungsi sebagai pembawa kemakmuran,
menjaga ikatan kekerabatan, menjaga ikatan solidaritas dan kerukunan
warga, hiburan, serta menjaga warisan budaya.
Skripsi yang ditulis oleh Lina Kurniawati Jurusan Tarbiyah, Program
Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga Tahun 2013, yang berjudul “Slametan dalam Perspektif
Pendidikan Islam”, yang membahas tentang nilai yang terkandung dalam
tradisi slametan, konsep pendidikan Islam menurut para tokoh pendidikan
Islam, dan slametan dalam perspektif pendidikan Islam. Skripsi ini
menggunakan metode yang bersifat literatur (kepustakaan), dan observasi
kepustakaan. Membahas tentang nilai-nilai pendidikan Islam yang
terkandung dalam tradisi slametan. Pertama, nilai tauhid yang berarti
bahwa manusia harus mempercayai adanya Tuhan yang Maha Esa dengan
cara beriman dan bertakwa kepadaNya. Kedua, nilai kemanusiaan yang
berarti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia diantara
makhluk-makhluk lainnya yang memiliki akal untuk berfikir, belajar,
memahami, dan merenung. Ketiga, nilai kesatuan umat manusia yang
merupakan prinsip untuk memelihara keutuhan sosial dalam menentukan
nasib umat manusia. Keempat, nilai keseimbangan yang berarti bahwa
umat manusia diajak untuk hidup yang seimbang agar tidak terjebak dalam
17
alamin yaitu Allah mengutus Rasulullah tidak hanya untuk segolongan
umat saja, melainkan seluruh isi semesta alam.
Jurnal At-Tafkir pada tahun 2014 yang ditulis oleh Syamsul Rizal
yang berjudul “Kerukunan Antar Umat Beragama di Desa Sidawangi
Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon”. Dalam penelitian ini membahas
tentang nilai-nilai kearifan lokal yang ada di desa tersebut yang terwujud
dalam sebuah acara, misalnya sedekah bumi. Dalam sedekah bumi sudah
menjadi kegiatan ritual secara turun-temurun yang bertujuan agar tanaman
yang mereka tanam menghasilkan hasil yang melimpah. Dan ada pula
acara sabtuan dan tahlilan, yang dijadikan masyarakat sebagai kontrol
terhadap dampak negatif yang diakibatkan oleh modernisasi dan
globalisasi dalam masyarakat. Dalam acara sedekah bumi mereka saling
menanamkan nilai-nilai dalam bermasyarakat yang baik, maka tidaklah
dibedakan dalam pelaksanaan sedekah bumi antara umat Islam dan
Kristen. Sehingga dapat menumbuhkan sikap bermasyarakat yang rukun
tanpa adanya konflik antar umar berbeda agama.
Dalam hal ini penulis akan membahas tentang Implementasi
nilai-nilai pendidikan Islam dalam Tradisi Merti Dusun untuk Menumbuhkan
Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus di dusun Kedakan desa Kenalan
kec. Pakis kab. Magelang). Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah
metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan antropologi agama.
Menurut penulis penelitian yang lebih lanjut perlu dilakukan, karena
18
pendidikan Islam yang dapat menimbulkan dan menubuhkan kerukunan
dalam masyarakat yang berbeda keyakinan di dusun Kedakan. Dalam
pelaksanaan upacara tradisi merti dusun, masyarakat dapat menjalin
hubungan kehidupan yang rukun, saling menghormati dan orang yang
berbeda agama ikut serta dalam meramaikan upacara tersebut. Dengan
dilakukan penelitian, penulis dapat mengetahui makna tradisi Merti
Dusun, nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun, upaya
untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama, serta cara penerapan
nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun untuk
menumbuhkan kerukunan umat beragama.
G. Metode Penelitian
“Metode penelitian merupakan pisau bedah untuk mengetahui
permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Metode penelitian memuat
tentang metode yang digunakan dalam penelitian secara rinci” (Maslikhah,
2013: 318). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Menurut Emzir (2014: 174) tentang metode tersebut adalah:
19
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan antropologi agama. “Antropologi agama yaitu ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang manusia yang menyangkut
agama dengan pendekatan budaya” (Hadikusuma, 1993: 9).
Pendekatan antropologi agama dilakukan untuk mengetahui berbagai
hal tentang suatu acara dan upacara keagamaan, misalnya untuk
mengetahui kapan acara dan upacara agama dilaksanakan, tempat
pelaksanaan, alat perlengkapan, maksud dan tujuan pelaksanaan,
tata-tertib dan tata-cara pelaksanaan, serta orang-orang yang bertindak
dalam pelaksanaan upacara keagamaan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Kedakan Desa Kenalan
Kec. Pakis Kab.Magelang.
3. Sumber Data
Sumber data yang akan diperoleh dalam penelitian ini
menggunakan subyek sebanyak 10 sampel, yang terdiri dari 2
perangkat desa yaitu kepala dusun dan modin, 3 orang tokoh
masyarakat, dan 5 orang warga. Subyek yang telah dipilih diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai keadaan yang sebenarnya.
4. Metode Pengumpulan Data
“Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh
20
pengumpulan data dapat berupa angket, wawancara, pengamatan atau
observasi, tes, dan dokumentasi (Arikunto: 2010: 203). Dalam
penelitian kualitatif yang memerlukan banyak sumber data agar
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan, maka metode pengumpulan
data yang peneliti gunakan adalah:
a. Wawancara
“Wawancara adalah diskusi antara dua orang atau lebih dengan
tujuan tertentu (Kahn dan Cannel 1957). Wawancara
memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari
para responden dalam berbagai situasi dan konteks” (Sarosa, 2012:
45). Wawancara dilaksanakan menggunakan dua langkah, yang
pertama peneliti melakukan deskripsi dan orientasi awal tentang
masalah dan subyek yang dikaji. Kedua, peneliti melakukan
wawancara mendalam sehingga menemukan informasi yang lebih
banyak dan penting sampai menemukan inti dari permasalahannya.
b. Observasi
“Menurut Hughes (2005), observasi atau studi lapangan yaitu
pengamatan akan mausia pada ‘habitatnya’” (Sarosa, 2012: 56).
Observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap
proses maupun tahapan dalam pelaksanaan tradisi merti dusun di
Dusun Kedakan Desa Kenalan Kecamatan Pakis Kabupaten
21
c. Dokumentasi
“Esterberg (2002) menyatakan bahwa dokumen adalah segala
sesuatu materi dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia”
(Sarosa, 2012: 61). Dokumentasi digunakan sebagai alat untuk
pelengkap data dalam penelitian, bersumber dari manusia baik
berbentuk catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik
(softcopy) yang berupa buku, foto, dan lain-lain. Fokus penelitian
sebagai sumber data yang ada di dokumentasi adalah pelaksanaan
tradisi merti dusun dan kerukunan antar umat beragama.
5. Analisis Data
Moleong (2009: 248) menyatakan bahwa analisis data kualitatif
adalah:
Upaya yang dilakukan dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
“Proses analisis data sebagaimana penelitian kualitatif, maka
digunakan teknik analisis data dengan reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi” (Maslikhah, 2013: 323). Yaitu sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Tahap ini dilakukan proses pemilihan dan pemusatan dengan
22
observasi, maupun dokumentasi. Sehingga dapat memperoleh
hal-hal pokok dari data atau informasi yang diperoleh di lapangan.
b. Penyajian Data
Pada tahap ini, peneliti melakukan pengelompokan atau
merangkum informasi tersusun. Dari pengelompokan dan
rangkuman informasi tersebut, dapat menjadi kesimpulan yang
singkat, padat, dan bermakna. Sehingga penelitiannya dapat
diketahui dengan mudah.
c. Verifikasi Data
Pada tahap ini peneliti melakukan pencarian makna dari setiap
gejala yang diperoleh dari lapangan. Makna yang telah diperoleh
dibandingkan dengan buku penunjang hingga mendapat
kesimpulan. Kemudian dilakukan pengujian terhadap kesimpulan
yang telah diambil. Kesimpulan itu dihubungkan dengan hasil
penelitian dengan teori para ahli dengan cara member-check.
Sehingga peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian untuk
dilaporkan.
6. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mengecek keabsahan data, peneliti menggunakan teknik
triangulasi dengan beberapa langkah pengujian, yaitu uji derajat
kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Dengan
23
hingga memperoleh pembuktian terhadap sesuatu yang diteliti,
membuat uraian laporan berdasarkan data yang diperoleh secara jelas,
menentukan konsultan peneliti yang sesuai bidangnya, dan yang
terakhir adalah mengkonfirmasikan data yang telah diperoleh kepada
para ahli.
7. Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap yang diambil peneliti untuk memulai penelitian
yaitu dengan menentukan judul atau topik penelitian, pengkajian
buku-buku yang berkaitan dengan Pendidikan Islam, tradisi Merti Dusun dan
kerukunan umat beragama, pencarian informasi mengenai topik
penelitian, menentukan lokasi yang akan diteliti, menentukan subyek
yang akan diteliti untuk memperoleh suatu data, pencarian terhadap
prosedur pengumpulan data, dan menganalisis data yang ada, serta
melakukan pengecekan terhadap keabsahan data.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penelitian skripsi ini dipakai sebagai aturan yang saling
terkait dan saling melengkapi, adapun sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan, menjelaskan secara umum tentang arah
penelitian yang dilakukan, yang mengenai latar belakang
24
kegunaan penelitian, penegasan istilah, studi kepustakaan,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Kajian Teori, bab ini membahas tentang tradisi Merti
Dusun, pendidikan Islam, dan kerukunan umat beragama di
dusun Kedakan desa Kenalan kec.Pakis kab.Magelang.
BAB III Laporan Hasil Penelitian, yang berisi letak geografis,
keadaan sosial kemasyarakatan agama, kegiatan bersama
antara umat Islam dan Kristen di dusun Kedakan desa
Kenalan kec. Pakis kab. Magelang, dan temuan penelitian.
BAB IV Analisis Data, berisi analisis tentang makna tradisi Merti
Dusun, upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat
beragama, dan implementasi nilai-nilai pendidikan Islam
dalam tradisi Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan
umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis
kab. Magelang.
BAB V Penutup, bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan,
saran dan penutup.
Diakhiri dengan daftar pustaka, dan lampiran-lampiran yang dapat
25 BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tradisi Merti Dusun
1. Pengertian Tradisi Merti Dusun
Merti Dusun adalah suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat
dusun dengan bergotong-royong tanpa melihat status, baik itu orang
Islam maupun Kristen. Walaupun dalam acara Merti Dusun yang
sangat berperan adalah masyarakat Islam, namun masyarakat Kristen
pun ikut membantu misalnya dengan ikut serta menyiapkan tempat
yang akan dijadikan acara Merti Dusun.
Menurut Koentjaraningrat (1999) dalam skripsi Al-Mahali
(2012: 30) menyatakan bahwa:
Merti Dusun, Memetri Dusun, Kadeso, Tu deso, bersih dusun atau kalau jaman sekarang orang menyebut Ulang Tahun Dusun kesemua kosa kata tersebut mempunyai arti yaitu suatu bentuk syukur masyarakat dusun dimana mereka tinggal dengan suatu rangkaian kegiatan diantaranya; melakukan Merti Dusun, selamatan bersama dan pagelaran wayang semalam suntuk (tradisi) kesemua kegiatan memiliki arti yang signifikan dalam menata system kemasyarakatan ala adat Jawa (salah satu penjabaran ajaran dalam kitab Rojo Niti).
Merti Dusun merupakan sebuah tradisi, budaya, selamatan, dan
bentuk ritual yang telah ada sejak zaman dahulu dan hingga sekarang
26
warga desa, baik laki-laki maupun perempuan, tua muda, bersama
pamong desa dan sesepuh desa, petinggi dan pemangku adat. Dan
bahkan warga tetangga juga ikut meramaikannya. Dengan adanya
gotong royong antar warga biaya yang dihabiskan dalam acara Merti
Dusun, ditanggung bersama berapapun totalnya. Berasal dari arti
sebuah Merti Dusun, maka akan lebih jelas apabila dijelaskan secara
terperinci.
a. Tradisi
“Tradisi merupakan khasanah yang terus hidup dalam
masyarakat secara turun-temurun yang keberadaannya akan selalu
dijaga dari satu generasi ke generasi berikutnya” (Yahya, 2009: 2).
Tradisi merupakan suatu hal yang dilaksanakan dengan meniru dari
generasi sebelumnya, dan sebagai generasi berikutnya harus
melestarikannya dengan baik.
Berkaitan dengan hal itu, Sujamto (1992: 185) menyatakan
bahwa “tradisi atau adat merupakan aturan yang lazim dilakukan
sejak dahulu kala, kebiasaan, cukai, dan wujud gagasan
kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan
aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu
sistem”. Adat merupakan kebiasaan dan wujud gagasan dari
masyarakat yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kebudayaan,
sehingga masyarakat akan lebih banyak bermakna dan hidup
27
b. Kebudayaan
Dalam teori Antropologi, “kebudayaan adalah seluruh sistem
gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia
dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan
belajar” (Koentjaraningrat, 2011: 72). Kebudayaan merupakan
suatu tindakan yang dilakukan manusia sejak zaman dahulu hingga
sekarang masih dijalankan dan dijadikan sebuah pendidikan dalam
kehidupan.
Menurut M.M. Djojodiguno dalam buku Widagdho (1994:
20-21) mengatakan bahwa kebudayaan atau budaya adalah daya
dari budi, yang berupa:
1) Cipta, yaitu kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia
segala hal yang ada dalam pengalamannya, yang meliputi
pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu
pengetahuan.
2) Karsa, yaitu kerinduan manusia untuk menginsyafi tentang hal
“sangkan paran”. Darimana manusia sebelum lahir (sangkan),
dan kemana manusia sesudah mati (paran). Hasilnya berupa
norma-norma keagamaan atau kepercayaan. Timbullah
bermacam-macam agama, karena kesimpulan manusiapun
bermacam-macam pula.
3) Rasa, yaitu kerinduan manusia akan keindhaan, sehingga
28
merindukan keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan.
Buah perkembangan rasa ini terjelma dalam bentuk berbagai
norma keindahan yang kemudian menghasilkan macam
kesenian.
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu buah budi
manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang
merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi
berbagai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat
tertib dan damai. Sedangkan menurut Koentjaraningrat kebudayaan
adalah gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya
dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekertinya
(Widyosiswoyo, 1996: 33-34). Jadi, kebudayaan adalah suatu
kebiasaan yang dilakukan oleh manusia dalam menyampaikan
bentuk kebahagiaan dan rasa syukur terhadap apa yang telah
diberikan oleh Sang Pencipta dengan menanamkan nilai-nilai
pendidikan yang berupa budi pekerti luhur sebagai manusia.
“Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat, dan
berbagai kemampuan maupun kebiasaan yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat” (Khalil, 2008: 130). Dalam
kebudayaan Jawa ada beberapa budaya yang masih dikembangkan
29
lingkaran hidup dan upacara yang berkenaan dengan kekeramatan
bulan-bulan Islam, misalnya pada bulan Safar atau Saparan. Pada
bulan Safar masyarakat menyebut acara tersebut dengan merti
dusun atau bersih desa.
c. Ritual
“Ritual dipandang sebagai konsensus simbolik (secara khas
mencerminkan proses sosial) menuju pengakuan lebih besar atas
improvisasi, atau penggunaan kreatif simbol-simbol dan
fragmentasi makna” (Beatty, 2001: 37). Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Sutrisno (2005: 96) menyatakan bahwa “Ritual
merupakan sebuah bentuk dari perayaan-perayaan, festival, dan
acara-acara budaya dalam masyarakat”.
Ritual berarti sebuah bentuk atau simbol dari pelaksanaan
budaya yang sudah dirancang sedemikian rupa untuk dilaksanakan
oleh masyarakat yang tidak dapat berubah untuk menuju tujuan
tertentu. Simbol-simbol dalam ritual dimaksudkan sebagai sarana
atau media untuk menitipkan pesan-pesan atau nasihat-nasihat bagi
masyarakat.
d. Selametan
“Selametan merupakan bentuk penerapan sosio-religius orang
Jawa, praktek perjamuan yang dilaksanakan bersama-sama dengan
30
47). Selametan dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur
masyarakat dusun terhadap apa yang ada di alam semesta,
disamping itu juga sebagai bentuk permohonan maaf atas
kesalahan dan dosa yang telah mereka lakukan beserta para leluhur
mereka. Selametan juga bermaksud untuk mendekatkan antar
sesama warganya agar semakin mengenal satu sama lainnya,
menjaga silaturrahim, dan menumbuhkan kerukunan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Menurut Koentjaraningrat (2004: 348) menyatakan bahwa
upacara selamatan dapat digolong-golongkan ke dalam empat
macam sesuai dengan peristiwa atau kejadian kehidupan manusia
sehari-hari, yaitu:
a) Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, misalnya
hamil tujuh bulan, kelahiran, upacara potong rambut pertama,
upacara menyentuh tanah untuk pertama kali, upacara menusuk
telinga, sunat, kematian, serta saat-saat setelah kematian.
b) Selamatan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan
tanah pertanian, dan setelah panen padi.
c) Selamatan berhubungan dengan hari-hari serta bulan-bulan
besar Islam.
d) Selamatan pada saat-saat yang tidak tertentu, berkenaan dengan
31
kediaman baru, menolak bahaya (ngruwat), janji kalau sembuh
dari sakit (khaul), dan lain-lain.
2. Tujuan Tradisi Merti Dusun
Merti Dusun dilaksanakan dalam mewujudkan rasa syukur atau
penghormatan terhadap alam semesta dengan diadakannya selametan
dan pagelaran wayang. Tradisi Merti Dusun merupakan tradisi Islam
Jawa, sehingga masyarakat memanfaatkan acara tersebut sebagai
penanaman nilai-nilai pendidikan Islam terhadap generasi penerus
bangsa. Jika nilai-nilai pendidikan Islam itu tertanam dengan baik,
maka masyarakat akan lebih dekat dengan Allah SWT., serta memiliki
sifat dan sikap yang baik terhadap lingkungan sekitar, misalnya
manusia. Masyarakat akan menjadi satu kesatuan dalam kehidupan
bermasyarakat dengan hidup saling rukun, toleransi, menghargai, dan
menghormati kepada siapa saja walaupun berbeda agama.
Merti Dusun memiliki maksud untuk menumbuhkan kerukunan
antar umat manusia baik sesama agama maupun berbeda agama, baik
yang kaya maupun miskin, dan yang memiliki kasta maupun orang
biasa. Sebagai pembelajaran bagi generasi muda agar tidak lupa akan
sejarah budaya Jawa, khususnya budaya yang ada di desa. Tradisi
Merti Dusun berfungsi sebagai proses mendekatkan diri kepada Allah
dan menuju jalan-Nya. Tradisi Merti Dusun juga bertujuan sebagai
sarana silaturrahim antar warga, saudara, dan teman. Agar antar warga,
32
dapat menjalankan suatu tradisi sebagai pelestarian budaya Jawa.
Acara Merti Dusun bertujuan agar dusunnya menjadi tenteram, bersih,
terib, teratur, indah, dan nyaman sehingga tetap terjaga ketahanan dan
kekokohan dusunnya. Tradisi Merti Dusun juga bertujuan agar
lingkungan masyarakatnya mendapat keselamatan dan kebahagiaan di
dunia maupun akhirat.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13 dijelaskan bahwa
manusia diciptakan berbagai bangsa untuk saling kenal, yang
berbunyi:
ُكاَنْقَلَخ َّنَِّإ ُساَّنلا اَهُّ يَأ َيَ
َّنِإ اوُفَراَعَ تِل َلِئاَبَ قَو ابِوُعُش ْمُكاَنْلَعَجَو ىَثْ نُأَو ٍرَكَذ ْنِم ْم
ٌيِبَخ ٌميِلَع ََّللَّا َّنِإ ْمُكاَقْ تَأ َِّللَّا َدْنِع ْمُكَمَرْكَأ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Terjemah surat Al-Hujurat ayat 13)
3. Materi Tradisi Merti Dusun
Materi yang terdapat dalam tradisi Merti Dusun berupa
nilai-nilai pendidikan Islam. Nilai-nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi Merti
Dusun sangatlah bermanfaat bagi masyarakat. Karena dalam tradisi
Merti Dusun merupakan wujud syukur kepada Tuhan yang telah
33
persaudaraan terhadap sesama warga yang dimaksudkan untuk saling
gotong-royong, toleransi, guyup rukun antar masyarakat dusun
Kedakan.
4. Pendidik dalam Tradisi Merti Dusun
Sebagai pendidik yang ada dalam tradisi Merti Dusun ini berasal
dari tokoh masyarakat dan tokoh agama. Sebagai tokoh pemuka dalam
masyarakat akan menjadi panutan bagi warganya. Maka dari itu,
sebagai seorang pemuka berperan penting dalam menanamkan
sikap-sikap positif agar kehidupan dalam masyarakat menjadi damai,
tenteram, dan nyaman.
5. Peserta Didik dalam Tradisi Merti Dusun
Seluruh warga dusun Kedakan merupakan peserta didik yang
akan mentaati dan menghormati semua perintah pendidiknya. Sebagai
warga dusun hanya akan mengikuti hal-hal yang positif, menurut
mereka baik bagi diri mereka sendiri dan bagi warga lainnya. Sebagai
warga dusun yang taat, akan mengikuti dan menghormati
pemimpinnya sebagaimana mengikuti dan menghormati orang tuanya
sendiri.
6. Metode dalam Tradisi Merti Dusun
Menanamkan sikap toleransi, menghormati, dan kerukunan
merupakan bentuk metode dalam tradisi Merti Dusun. Dengan sikap
34
membeda-bedakan antara agama yang satu dengan lainnya.
Menghormati, baik kepada pemimpin maupun kepada rang yang
sederajat, pada bawahan, bahkan menghormati pada orang yang
memiliki keyakinan berbeda akan menumbuhkan sifat saling
mengasihi antar sesama warga. Kerukunan akan menjadikan warganya
hidup secara damai tanpa adanya suatu perselisihan dan permusuhan.
7. Lembaga dalam Tradisi Merti Dusun
Lembaga yang digunakan dalam acara Merti Dusun adalah
masyarakat. Di dalam masyarakat, seluruh warga akan terbentuk
sebuah kebiasan-kebiasaan, pengetahuan sikap, dan keagamaan yang
dimiliki akan terbentuk sesuai dengan keyakinan masing-masing tanpa
adanya suatu paksaan dari luar.
8. Proses dalam Tradisi Merti Dusun
Menurut Bratasiswara dalam skripsi Al-Mahali (2012: 32)
menyatakan bahwa dalam kegiatan merti dusun adalah sebagai berikut:
a. Penataan hunian keluarga, kebersihan lingkungan rumah,
pekarangan, kebun, halaman, selokan, penerangan, dan sebagainya.
b. Kerja bakti atau gotong royong membenahi tempat umum, jalan,
makam, sumber air, sungai, telaga, tempat ibadah, balai desa,
petilasan, dan sebagainya.
c. Kenduri atau selamatan yang disebut juga sedekahan dalam
35
dan berbagai sebutan lain yang berisikan makanan sebagai wujud
rasa syukur.
d. Pentas seni atau hiburan sebagai kegiatan akhir atau hiburan bagi
warga, seperti wayangan, reyog, jatilan, tayub atau hiburan lain
yang lazim diselenggarakan dalam acara merti desa.
Acara Merti Dusun biasanya dimulai dengan bersih-bersih
lingkungan yang dilaksanakan oleh semua warga, dilanjutkan kerja
bakti atau gotong royong untuk membenahi tempat-tempat umum yang
ada di dusun, kemudian selametan diiringi dengan tahlilan, kemudian
makan bersama, yang terakhir adalah pentas atau pagelaran, seperti
wayangan.
Acara yang menjadi puncak kegiatan adalah wayangan. Menurut
Woodward (2004: 329) menyatakan bahwa:
Tradisi wayang adalah salah satu komponen kebudayaan Jawa yang paling kompleks dan canggih. Kebanyakan muslim kejawen menganggap wayang bisa mewujudkan hakikat kebenaran filosofis dan etika. Selain itu, wayang bisa lebih jernih mendefinisikan, dibandingkan hal apapun, apa artinya menjadi orang Jawa.
Tradisi wayangan dilaksanakan sebagai bentuk kesenian yang
harus dilestarikan oleh generasi muda, agar kesenian-kesenian yang
ada di Indonesia tidak hilang begitu saja. Wayangan memberikan
36
terkandung dalam pagelaran wayang memiliki nilai-nilai pendidikan
yang berupa perilaku dan sikap baik yang dimiliki para tokoh wayang.
9. Media dalam Tradisi Merti Dusun
Media dalam tradisi Merti Dusun yaitu seluruh masyarakat,
materi yang berupa nilai-nilai pendidikan Islam, dan kejadian dalam
acara Merti Dusun, misalnya tahlilan bersama, wayangan, serta
gotong-royong. Media yang digunakan bertujuan agar dapat mencapai
suatu tujuan tertentu yaitu menjadi warga yang hidup dalam
kerukunan, tanpa adanya suatu konflik antar sesama warga.
10.Lingkungan dalam Tradisi Merti Dusun
Lingkungan masyarakat merupakan sebuah ruang yang dapat
mempengaruhi seluruh warga baik itu hal baik maupun buruk. Apabila
dalam masyarakat ditanamkan sikap positif, maka seluruh warga akan
memiliki sifat dan sikap yang positif pula. Dalam masyarakat akan
memberikan penyesuaian terhadap sekitar, memperkenalkan
kehidupan bermasyarakat, memberi kebebasan dalam memilih sebuah
prinsip, menanamkan hubungan yang baik antar sesama manusia.
B. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Mengenai hal pendidikan Islam, Achmadi (2010: 26-27)
menyatakan bahwa di dalam Al Qur’an dan Hadits yang menjadi
37
pengertiannya terkait dengan pendidikan, yaitu rabba, ‘allama, dan
addaba. Rabba yang masdarnya tarbiyyatan memiliki arti mengasuh,
mendidik, dan memelihara. Kemudian ‘allama yang masdarnya
ta’liman berarti mengajar yang lebih bersifat pemberian atau
penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan
addaba yang masdarnya ta’diban dapat diartikan mendidik yang secara
sempit mendidik budi pekerti dan secara lebih luas meningkatkan
peradaban.
Pendidikan Islam pada dasarnya adalah proses pembentukan
pribadi manusia sesuai dengan ajaran Islam, yang terwujud dalam amal
perbuatan dan tingkah laku. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Muhammad SA. Ibrahimi bahwa “pendidikan Islam adalah suatu
sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, sehingga dengan mudah
ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam” (Mujib,
2006: 25).
Pendidikan Islam berfungsi sebagai cara untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah dan sumber daya manusia menuju terbentuknya
makhluk Tuhan yang berkualitas sesuai dengan pandangan Islam, agar
tercapainya keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia maupun
38 2. Sejarah Pendidikan Islam
Beberapa kisah Nabi di dalam Al Qur’an yang berkaitan dengan
pendidikan, Mujib (2006: 34) menceritakan tentang kisah Nabi Nuh as.
yang berisi bahwa:
Nabi Nuh as. mampu mendidik dan mengentaskan masyarakat dari banjir kemaksiatan melalui perahu keimanan, tidak membela dengan membabi buta kepada keluarga yang salah, dan menjadi pemula dalam mengembangkan teknologi perkapalan.
Dalam Al Qur’an dijelaskan tentang kisah tersebut dalam surat
Al Ankabut ayat 14 yang berbunyi:
ااماَع َينِسَْخَ لاِإ ٍةَنَس َفْلَأ ْمِهيِف َثِبَلَ ف ِهِمْوَ ق َلَِإ ااحوُن اَنْلَسْرَأ ْدَقَلَو
َنوُمِلاَظ ْمُهَو ُناَفوُّطلا ُمُهَذَخَأَف
Artinya:“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada
kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang dlalim”. (Terjemah surat Al Ankabut ayat 14)
Pendidikan Islam yang terkandung dalam kisah Nabi Nuh as.
berarti mengajarkan kepada manusia untuk berbuat adil, dan memberi
contoh kepada orang lain untuk mengembangkan teknologi
perkapalan, serta menunjukkan bahwa orang yang memiliki keimanan
terhadap Allah SWT. akan diberi keselamatan baik di dunia maupun
akhirat.
39
“Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta
mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal
untuk mencapai tujuan-tujuan lain” (Mujib, 2006: 71). Tujuan
merupakan titik akhir dari proses pencapaian yang dilalui dalam suatu
hal tertentu.
Tujuan pendidikan Islam ditujukan hanya untuk mengabdi
kepada Allah SWT.. Dalam hal ini Zakiyah Daradjat mengemukakan
bahwa “tujuan pendidikan Islam yaitu kepribadian seseorang yang
membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa, insan kamil
artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang
secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT.”
(Uhbiyati, 1997: 41). Ada beberapa pembagian dan tahapan dalam
tujuan pendidikan, yaitu tujuan tertinggi atau terakhir, tujuan umum,
tujuan khusus. Menurut Achmadi (2010: 97-106) menyatakan bahwa:
a. Tujuan tertinggi atau terakhir
Tujuan tertinggi atau terakhir merupakan tujuan mutlak yang tidak
mengalami perubahan pada dasarnya sesuai dengan tujuan hidup
manusia dan peranannya sebagai ciptaan Allah agar menjadi
hamba Allah yang bertakwa, menjadi khalifatullah fil ardl (wakil
Tuhan di bumi) yang mampu memakmurkannya, memperoleh
40
b. Tujuan umum
Tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik yang berfungsi
sebagai arah dalam taraf pencapaiannya dapat diukur karena
menyangkut perubahan sikap, perilaku, dan kepribadian subjek
didik, sehingga mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah
pribadi yang utuh. Tujuan umum yang berasal dari pendekatan
empiris dalam perspektif qur’ani yaitu mengenalkan manusia akan
peranannya diantara makhluk dan tanggungjawab pribadinya
dalam hidup, mengenalkan manusia akan hubungannya dengan
lingkungan sosialnya dan tanggungjawabnya dalam tata hidup
bermasyarakat, mengenalkan manusia dengan alam ini dan
mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptanya serta
memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil
manfaatnya, serta mengenalkan manusia dengan pencipta alam
(Allah) dan memerintahkan beribadah kepada-Nya.
c. Tujuan khusus
Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan atau terakhir
dan tujuan umum. Pengkhususan tersebut dapat didasarkan pada
kultur dan cita-cita suatu bangsa dimana pendidikan itu
diselenggarakan, minat, bakat, dan kesanggupan, tuntunan situasi,
serta kondisi pada kurun waktu lama.
Menurut Uhbiyati (1997: 53-54) menyatakan bahwa tujuan khusus
41
Memperkenalkan akidah-akidah Islam, dasar-dasarnya, asal-usul ibadat, dan cara-cara melaksanakannya; menumbuhkan kesadaran yang betul pada pribadi seseorang terhadap agama; menanamkan keimanan kepada Allah SWT., malaikat-malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, dan hari akhir;
menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Al Qur’an,
membersihkan hati mereka dari rasa dengki, hasad, iri hati, benci, kekasaran, kedzaliman, egoisme, tipuan, khianat, nifak, ragu, perpecahan, dan perselisihan.
C. Kerukunan Umat Beragama
1. Pengertian Kerukunan Umat Beragama
Dalam memahami pengertian tentang kerukunan umat
beragama, Hadziq (2009: 380-381) menyatakan bahwa kerukunan
berarti “tiang, dasar atau sila”. Sedangkan menurut istilah kerukunan
berarti suatu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsur yang berlainan,
dan setiap unsur tersebut saling menguatkan. Rukun atau damai
memiliki penafsiran menurut tujuan, kepentingan dan kebutuhan
masing-masing, sehigga dapat disebut kerukunan sementara,
kerukunan politik, dan kerukunan hakiki. Kerukunan sementara yaitu
kerukunan yang dituntut oleh situasi, seperti menghadapai musuh
bersama. Kerukukunan politik yaitu sebagai taktik atau alat untuk
mencapai tujuan tertentu. Sedangkan kerukunan hakiki yaitu
kerukunan hidup umat beragama yang secara konvensional biasanya
dipakai untuk kerukunan antar umat beragama, yaitu sebagai cara atau
sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang
42
Kerukunan merupakan segala bentuk usaha untuk
mempertemukan hal yang barlainan menuju suatu tujuan tertentu di
dalam masyarakat agar terjadi keselarasan antar sesama umat manusia.
Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas puluhan etnis,
budaya, suku, dan agama, membutuhkan konsep yang memungkinkan
terciptanya masyarakat yang damai dan rukun. Pemerintah Indonesia
menggulirkan konsep yang berupa tri kerukunan umat beragama dalam
menciptakan kehidupan masyarakat atau antar umat beragama yang
rukun. Tri kerukunan ini meliputi; (a) kerukunan intern umat beragama
yang disebut juga ukhuwah Islamiyah dalam Islam (salah satu sarana
mengurangi ketegangan intern umat Islam agar tidak mengarah pada
konflik), (b) kerukunan antar umat beragama (kehidupan beragama
yang rukun, tenteram, dan damai antar anggota masyarakat yang
berbeda agama atau keyakinan), (c) kerukunan antara umat beragama
dan pemerintah (sebuah sarana untuk menciptakan stabilitas, persatuan
dan kesatuan bangsa). Tri kerukunan umat beragama bertujuan agar
masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekali pun
banyak perbedaan (Ilyas, 2012: 241).
Kerukunan ada apabila ada suatu keharmonisan, yang
merupakan sebuah kondisi ideal dalam tatanan masyarakat (Jawa)
dimana setiap individu dituntut untuk menjaga kerukunan (rukun)
dengan sebisa mungkin menghindari adanya konflik terbuka di antara