• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI MERTI DUSUN UNTUK MENUMBUHKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi kasus di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI MERTI DUSUN UNTUK MENUMBUHKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi kasus di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang - Test Repository"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

DALAM TRADISI MERTI DUSUN UNTUK

MENUMBUHKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

(Studi kasus di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis

kab. Magelang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh :

NURUL QOMARIYAH

11111184

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)

iv MOTTO

Selama tangan dan kaki masih bisa bergerak

Selama mulut masih bisa bicara

Selama mata masih bisa berkedip

Selama nadi masih berdenyut

Hiasilah selalu dengan akhlak yang baik

ِرَكْنُمْلاَو ِءاَشْحَفْلا ِنَع ىَهْ نَ يَو َبَْرُقْلا يِذ ِءاَتيِإَو ِناَسْحلإاَو ِلْدَعْلِبِ ُرُمَْيَ ََّللَّا َّنِإ

ْمُكَّلَعَل ْمُكُظِعَي ِيْغَ بْلاَو

َنوُرَّكَذَت

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah

melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan

(5)

v

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Skripsi ini untuk. . .

Bapakku Yasak, dan Ibuku Siti Sulimah;

“Yang senantisa mencurahkan kasih sayang, semangat, dukungan,

motivasi dan doa untuk anak-anaknya tanpa henti

“Jasa-jasa dan pengorbanan kalian tidak akan pernah bisa aku balas, Terimakasih untuk segalanya”

Kakak-ku Latif Sa

’dullah, Adik

-ku Ahmad Kholidun

Naja, Kakak Ipar-ku Ayu Lestari dan Keluarga-ku

semuanya;

“Yang membuatku semangat untuk menuju langkah kesuksesan

Teman-teman PAI E (ExcLusive) dan Sahabat”ku

Untuk teman-teman PAI E angakatan 2011 yang selalu membantu dan memberi semangat hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini, khususnya sahabat-sahabatku yang rela berbagi pengalaman, keceriaan dan melewati bersama setiap suka maupun duka, terimakasih banyak. "

~~~»Dunia tak akan berwarna tanpa kalian semua«~~~

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah, kami ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu

tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW., sehingga

penyusunan skripsi yang berjudul IMPLEMENTASI NILAI-NILAI

PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI MERTI DUSUN UNTUK

MENUMBUHKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi kasus di dusun

Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang) di IAIN Salatiga dapat

terselesaikan.

Dalam penyelesaian penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan,

bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik berupa materi maupun

spiritual. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis hanya bisa mengucapkan

banyak terima kasih dan dengan diiringi doa semoga amal baik yang telah di

berikan, mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT.

Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama

Islam.

3. Bapak Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA. selaku Pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan fikiranya dengan penuh kesabaran dan

kebijaksanaan dalam memberikan bimbingan pengarahan sehingga penulis

(7)

vii

4. Bapak, Ibu dan segenap keluarga yang telah memberikan doa restunya kepada

penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

5. Rekan-rekan yang telah membantu penulis hingga terselesainya penelitian ini.

Karena keterbatasan penulis, penulis menyadari dalam penulisan

penelitian ini masih banyak kekurangannya dan penulis berharap saran dan

masukan dari para pembaca demi kebaikan penelitian ini.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

pembaca pada umumnya serta dapat menunjang pengembangan ilmu

pengetahuan.

Salatiga, 15 Maret 2016

(8)

viii ABSTRAK

Qomariyah, Nurul. 2016. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

DALAM TRADISI MERTI DUSUN UNTUK MENUMBUHKAN

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi kasus di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang) Dosen Pembimbing: Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA.

Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Islam, Tradisi Merti Dusun, dan Kerukunan Umat yang Berbeda Agama

Tradisi Jawa akan selalu berhubungan dengan ritual. Namun ritual yang dilaksanakan secara Islami akan bermanfaat sebagai penyebaran Islam, dan dapat menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat. Begitu pula dengan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan, diantaranya adalah nilai toleransi, saling membantu, persatuan dan kesatuan. Di dusun Kedakan terdapat keyakinan yang berbeda yaitu Islam dan Kristen, sehingga akan sangat bermanfaat apabila diterapkan nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi Merti Dusun tersebut. Masyarakat dusun Kedakan akan memiliki kehidupan yang tenteram, bebas dari ancaman, konflik antar umat beragama dan terhindar dari terjadinya kekerasan diantara warga muslim dan non-muslim. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah makna tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?, 2) Bagaimana upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?, 3) Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?

Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui makna tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang, upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang, dan implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang.

(9)

ix

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN...iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR TABEL...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Penegasan Istilah ... 6

F. Studi Kepustakaan ... 10

G. Metode Penelitian ... 18

(11)

xi

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tradisi Merti Dusun ... 25

B. Pendidikan Islam ... ... 36

C. Kerukunan Umat Beragama ... 40

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Letak Geografis Dusun Kedakan ... . 52

B. Keadaan Sosial Kemasyarakatan Agama ... . 57

C. Kegiatan Bersama Antara Umat Islam dan Kristen ... . 60

D. Kerukunan Umar Beragama di dusun Kedakan ... . 61

E. Temuan Penelitian ... . 64

BAB IV ANALISIS DATA A. Makna Tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan ... . 69

B. Upaya untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat Beragama... 74

C. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat Beragama... 78

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 92

C. Penutup ... 93

DAFTAR PUSTAKA

(12)

xii DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara

2. Daftar Riwayat Hidup

3. Daftar Nilai SKK

4. Lembar Konsultasi

5. Surat Pembimbing

6. Surat Ijin Penelitian

7. Data Penduduk dusun Kedakan

(13)

xiii DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

2. Tabel 3.2 Data Pemeluk Agama

3. Tabel 3.3 Pendidikan Masyarakat

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki banyak pulau dengan berbagai ragam suku dan

budaya. Masing-masing suku bangsa memiliki tradisi, kebiasaan, adat

istiadat, dan budaya tersendiri yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Budaya itu harus dilestarikan supaya menjadi pribadi yang dapat

menemukan jati diri bangsa. Budaya merupakan bentuk cara hidup yang

berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang yang diwariskan

dari generasi ke generasi selanjutnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh

Syam (2009: 68-69) “kebudayaan merupakan produk atau hasil aktifitas

nalar manusia, dimana ia memiliki kesejajaran dengan bahasa yang juga

merupakan produk dari aktifitas nalar manusia tersebut”.

Diantara banyak pulau di Indonesia, Jawa termasuk pulau yang

memiliki berbagai ragam budaya. Kebudayaan Jawa menurut Roqib (2007:

36) “merupakan kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat Jawa

dengan beberapa variasi dan heterogenesis masyarakat yang berkembang

baik di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun Jawa Timur”.

“Kebudayaan akan menjadi sebuah tradisi atau adat istiadat apabila

(15)

2

pada suatu tradisi apabila diterapkan di dalam masyarakat akan

memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat. Dalam

pelaksanaan tradisi akan selalu berhubungan dengan ritual atau upacara

tradisional. Namun ritual yang dilaksanakan secara islami akan bermanfaat

sebagai penyebaran Islam, dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan

dalam masyarakat. Dalam pelaksanaan tradisi juga dapat dijadikan sarana

untuk penanaman nilai-nilai pendidikan Islam dalam masyarakat.

“Tradisi berarti suatu tatanan eksistensi manusia dan bagaimana

masyarakat mempresentasikannya di dalam kehidupannya” (Syam, 2009:

71). Tradisi merupakan suatu hal yang tertata sejak zaman dahulu, tinggal

bagaimana masyarakat sekarang melaksanakannya, begitu pula tentang

tradisi Jawa.

Menurut Saksono (2014: 120-121) menyatakan bahwa:

Tradisi Jawa adalah tradisi yang amat kaya dan dihimpun dari kesusastraan yang merentang dari sumber-sumber kuno Sansekerta hingga kisah-kisah babad dan legenda-legenda kerajaan, yang ditafsirkan oleh pementasan wayang kulit. Tradisi Jawa dapat menanamkan hubungan kekerabatan perilaku kehidupan sehari-hari antara diri terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar menjadi lebih dekat.

Tradisi Jawa yang dilaksanakan oleh kebanyakan masyarakat desa

masih kental dengan acara-acara yang dijalankan oleh leluhurnya. Seperti

halnya masyarakat yang ada di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis

kab. Magelang masih menjunjung tinggi tradisi Jawa, misalnya tradisi

(16)

3

Kedakan tetap berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama Islam dalam

melaksanakan tradisi tersebut. Tradisi Merti Dusun biasa dikenal oleh

masyarakat sekitar sebagai selametan desa dalam mewujudkan rasa syukur

mereka terhadap rezeki yang telah dilimpahkan oleh Allah SWT. dan

bentuk keselarasan mereka terhadap alam karena alam dan manusia saling

melengkapi satu sama lainnya. Dalam tradisi Merti Dusun terkandung

nilai-nilai pendidikan Islam yang akan menjadikan masyarakat lebih dekat

dengan Allah SWT., dan menjadikan kehidupan bermasyarakat yang

aman, damai, tenteram, dan sejahtera. Tradisi Merti Dusun dilaksanakan

dalam sekali satu tahunnya yang bertepatan pada bulan Safar dalam

kalender Islam yang berdasarkan tahun Qomariyah. Dalam tradisi Merti

Dusun, masyarakat biasanya mengadakan acara-acara kesenian, misalnya

wayangan.

Tradisi Merti Dusun dipimpin oleh tokoh terkemuka di dalam

masyarakat, seperti kepala dusun. Acara merti dusun bisa jadi lebih ramai

dibandingkan pada hari raya Idul Fitri. Keramaian terjadi karena adanya

antusias dari masyarakat sekitar. Masyarakat dusun Kedakan mempercayai

bahwa semakin ramai acara Merti Dusun dan banyaknya saudara,

tetangga, dan teman yang berkunjung ke tempat mereka, akan semakin

bertambah dan berlipat ganda pula rezeki yang akan diberikan Allah SWT.

kepada mereka. Dengan adanya tradisi yang berpengaruh besar bagi

(17)

4

pendidikan Islam berupa tatakrama, kerukunan dan keselarasan, tradisi

tersebut memiliki hubungan yang kuat terhadap agama.

Menurut Joachim Wach, “agama adalah problem pemikiran yang

utama, agama adalah perbuatan manusia yang paling mulia dalam

kaitannya dengan Tuhan Maha Pencipta, kepada-Nya lah manusia

memberikan kepercayaan dan membangun keterikatan yang

sesungguhnya” (Fauzi, 2007: 3). Agama adalah suatu kepercayaan yang

dimiliki seseorang terhadap Tuhan Maha Pencipta untuk melakukan

ibadah, sehingga seseorang dapat berhubungan yang lebih dekat dengan

Tuhannya.

“Hubungan agama dan kebudayaan itu dapat terjadi karena adanya

agama yang mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya

adalah agama, tapi simbolnya adalah agama; kebudayaan dapat

mempengaruhi simbol agama; kebudayaan dapat menggantikan sistem

nilai dan simbol agama” (Roqib, 2007: 6). Agama tidak akan tersebar

tanpa adanya budaya. Sehingga kebudayaan tidak akan terlepas

hubungannya dari agama, karena dalam masyarakat Jawa masih

menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang sesuai dengan ajaran-ajaran

agama.

Merti Dusun juga merupakan acara yang dapat menumbuhkan

kerukunan, tali silaturrahmi, dan saling menghormati antar umat

(18)

5

“Kerukunan adalah cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur

hubungan luar antara orang yang tidak seagama dalam proses sosial

kemasyarakatan”. Dengan begitu, dalam kehidupan bermasyarakat

diperlukan komunikasi antar sesama masyarakat, baik seagama maupun

beda agama. Komunikasi antar masyarakat beragama akan mewujudkan

kehidupan yang tenteram, bebas dari ancaman, konflik antar umat

beragama dan terhindar dari terjadinya kekerasan diantara satu sama lain.

Masyarakat juga akan menjadi kuat atau kokoh dengan tali persaudaraan

dan persatuan yang ada diantara mereka.

Oleh karena itu, berawal dari latar belakang tersebut peneliti

mengajukan sebuah penelitian dengan judul “Implementasi Nilai-nilai

Pendidikan Islam Dalam Tradisi Merti Dusun Untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang).

B.Rumusan Masalah

1. Apakah makna tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan desa Kenalan

kec. Pakis kab. Magelang?

2. Bagaimana upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di

dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?

3. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi

Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun

(19)

6 C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang:

1. Makna tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis

kab. Magelang

2. Upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun

Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang

3. Implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun

untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan

desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis, diantaranya sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan manfaat

bagi lembaga IAIN Salatiga berupa ilmu pengetahuan sosial; agama;

dan budaya, serta sebagai mahasiswa dapat menerapkan nilai-nilai

Pendidikan Islam dalam lingkungan masyarakat agar tercipta

kerukunan dan kedamaian pada kehidupan masing-masing.

2. Manfaat praktis

Manfaat penelitian ini dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat

agar lebih taat kepada Tuhannya, tetap menjaga tradisi-tradisi yang

(20)

7

Pendidikan Islam, serta menumbuhkan kerukunan baik sesama agama

maupun berbeda agama dalam kehidupan bermasyarakat.

E.Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami pengertian

dari judul tersebut, penulis menjelaskan pengertian istilah-istilah yang

terdapat di dalamnya hingga menjadi pengertian yang utuh sebagai

berikut:

1. Implementasi

“Implementasi adalah suatu proses penerapan ide, konsep,

kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga

memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,

keterampilan maupun nilai, dan sikap” (Kunandar, 2011:233).

Implementasi dapat berarti sebagai suatu pelaksanaan dan penerapan

dalam suatu kegiatan yang terencana dan didasarkan pada acuan norma

untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Nilai

“Nilai merupakan ukuran untuk menentukan apakah sesuatu itu

baik atau buruk” (Ali, 2007: 46). Nilai berarti rujukan yang dapat

menentukan suatu pilihan baik atau buruk.

3. Pendidikan

“Pendidikan merupakan latihan mental, moral, dan fisik yang

(21)

8

kewajiban, menumbuhkan kepribadian, dan tanggungjawab dalam

masyarakat selaku hamba Allah” (Uhbiyati, 1997: 12). Pendidikan

adalah suatu proses mendapatkan ilmu yang menjadikan seseorang

lebih berharga dan memiliki pengetahuan lebih luas.

4. Islam

“Islam adalah agama yang berasal dari Allah SWT. yang

diturunkan melalui utusan-Nya, Muhammad saw. Ajaran-ajaran Islam

tertuang dalam Al-Qur’an dan sunnah, berupa petunjuk-petunjuk,

perintah-perintah, dan larangan-larangan demi kebaikan manusia”

(Hamid, 2008: 17). Islam merupakan petunjuk, perintah, dan larangan

bagi penganutnya yang akan menjadikan pribadi yang baik menuju

ridlo-Nya.

5. Pendidikan Islam

“Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang dapat

memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya

sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai

dan mewarnai corak kepribadiannya” (Uhbiyati, 1997: 13). Pendidikan

Islam yaitu sistem pendidikan yang memberikan ilmu pengetahuan

tentang Islam, yang menjadikan seseorang memiliki kepribadian yang

(22)

9

6. Tradisi

Menurut Mujib (2006: 42) menyatakan bahwa tradisi atau

‘uruf/adat adalah:

Kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa merasa tenang dalam melakukannya karena sejalan dengan akal dan diterima oleh tabiat yang sejahtera.

Tradisi berarti segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan

masyarakat untuk melakukan suatu hal yang sesuai dengan aturan

dalam masyarakat.

7. Merti Dusun

Menurut Khalil (2008: 292) menyatakan bahwa:

Merti Dusun atau bersih dusun adalah sebuah selametan yang melibatkan seluruh warga dusun dan dilaksanakan sekali dalam setahun. Dalam melaksanakan bersih desa, secara spiritual masyarakat membersihkan diri dari kejahatan, dosa, dan segala yang menyebabkan kesengsaraan.

Tradisi Merti Dusun yaitu bentuk pembersihan diri masyarakat

dari hal-hal buruk yang dilakukan sekali dalam setahun, yaitu pada

bulan Sapar atau Safar dalam kalender Qomariyah.

8. Kerukunan

Berkaitan dengan kerukunan, Hadziq dkk (2009: 379-381)

menyatakan sebagai berikut:

(23)

10

dan damai dapat disebut kerukunan sementara, kerukunan politik, dan kerukunan hakiki. Kerukunan sementara adalah kerukunan yang dituntut oleh situasi. .... Kerukunan politis sama dengan kerukunan sementara yang digunakan sebagai taktik atau alat untuk mencapai tujuan tertentu. .... Sedangkan kerukunan hakiki yaitu kerukunan yang didorong oleh kesadaran dan hasrat bersama demi kepentingan bersama. Kerukunan hakiki adalah kerukunan murni mempunyai harga dan nilai yang tinggi dan bebas dari segala pengaruh dan hipokrisi.

9. Umat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 988) kata umat

berarti “para penganut (pemeluk atau pengikut) suatu agama”. Umat

adalah sekelompok orang yang menganut suatu agama dan mengikuti

ajaran agama tersebut yang dibawa oleh Nabi.

10.Agama

“Menurut pernyataan Thomas Luckman, agama merupakan

kapasitas organisme manusia untuk memuliakan hakikat biologisnya

melalui pembangunan semesta-semesta makna yang obyektif,

mengikat secara moral, dan meliputi budaya” (Ilyas, 2012: V). Agama

merupakan pedoman bagi seluruh penganutnya untuk menjalankan

ajaran-ajaran yang ada di dalamnya.

11.Kerukunan Umat Beragama

“Kerukunan umat beragama yaitu kehidupan beragama yang

rukun, tenteram, dan damai antar anggota masyarakat yang berbeda

agama atau keyakinan” (Ilyas, 2012: 221, 242). Kerukunan umat

(24)

11

rukun, tenteram, dan sejahtera baik sesama agama maupun berbeda

agama.

F. Studi Kepustakaan

Untuk mengetahui tentang penelitian ini yang lebih jelas, maka perlu

kiranya mengkaji hasil penelitian terdahulu. Ada beberapa studi yang

serupa tentang nilai-nilai pendidikan dalam merti dusun dan kerukunan

antar umat beragama yang dapat dijadikan rujukan oleh penulis,

diantaranya:

Jurnal Ilmiah PPKN IKIP Veteran Semarang yang ditulis oleh

Puniatun, yang berjudul “Pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi Sebagai

Upaya Untuk Memelihara Kebudayaan Nasional”. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga dapat menghasilkan data

deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dihadapi. Berasal dari sumber data yang akurat berdasarkan

informasi dari masyarakat, sehingga menghasilkan data bahwa tradisi

sedekah bumi berarti perwujudan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan

Yang maha Esa dalam rangka sedekah bumi. Dalam pelaksanaan sedekah

bumi dipentaskan sebuah kesenian yang berupa wayang kulit. Dalam

cerita wayang kulit, dapat dijadikan sebagai alat propaganda yang baik

untuk menyampaikan sebuah pendidikan. Misalnya pendidikan anti

korupsi, sifat kesatria yang memiliki kejujuran, tanggung jawab, disiplin

dan kerja keras. Karena pendidikan merupakan sarana untuk mengetahui

(25)

12

manusia dalam bermasyarakat. Dalam tradisi sedekah bumi sangat

berperan dalam perkembangan moral karena di dalamnya terkandung

nilai-nilai kepahlawanan, kesetiaan, kejujuran, kerja keras, rela berkorban

dan sebagainya.

Jurnal pengetahuan dan pemikiran seni yang ditulis oleh Wahyu

Lestari sebagai staf pengajar Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri

Semarang, yang berjudul “Ruwatan (Merti Desa) Masyarakat

Gunungkidul Pasca Gempa Bumi Tektonik di Daerah Istimewa

Yogyakarta”. Merti desa merupakan salah satu upacara ritual yang sudah

mentradisi pada masyarakat Jawa khususnya. Merti Desa sebagai bentuk

upacara ritual oleh masyarakat Gunungkidul dilaksanakan pada setiap

tahun sekali, sebagai tradisi dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa. Merti Desa dilaksanakan dalam berbagai rangkaian acara

seperti upacara yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dipimpin oleh

Pemerintah daerah pada wilayah desa tertentu, diikuti oleh warga

masyarakat setempat, oleh pemerintah atau pamong desa. Upacara Merti

Desa juga sekaligus dapat digunakan sebagai wahana mengajak

masyarakat melestarikan dan nguri-uri tradisi warisan nenek moyang serta

mengajak masyarakat mengambil hikmah dan nilai-nilai yang terkandung

dalam upacara tradisi Merti Desa. Diharapkan masyarakat dapat

menikmati hiburan atau tontonan serta mendapat tuntunan dan mengambil

nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, diantaranya manusia harus

(26)

13

kepada Bumi yang telah memberi segalanya untuk kebutuhan kehidupan

manusia. Merti Desa merupakan salah satu tradisi Jawa yang memiliki

nilai-nilai religius, yang dapat dijadikan untuk perantara sebuah harapan,

doa, dan cita-cita agar mendapat kebaikan, keselamatan, dan kesejahteraan

dalam menjalankan hidup.

Jurnal yang ditulis oleh Amalia Septi Puspitasari Fakultas

Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Universitas Muhammadiyah

Purworejo Tahun 2012, yang berjudul “Kajian Folklor Tradisi Merti

Dhusun di Dusun Tugono Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing

Kabupaten Purworejo”. Yang membahas tentang prosesi tradisi merti

dhusun, fungsi tradisi merti dhusun, dan makna simbolik yang terkandung

dalam tradisi merti dhusun di dusun Tugono. Jenis penelitian yang

digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan emik,

dimana peneliti mendasarkan sudut pandang partisipan. Dalam prosesi

merti dhusun hal yang dilakukan adalah membersihkan dusun dan bersih

kubur, ziarah kubur, tayub siang, mengumpulkan jolen, kirab dilanjutkan

hiburan tayub sampai pagi hari. Dan fungsi yang terdapat dalam tradisi

merti dhusun yaitu sebagai fungsi sosial, fungsi ritual, fungsi pelestarian

tradisi, fungsi hiburan, fungsi pendidikan baik pendidikan ketuhanan

maupun budi pekerti, dan fungsi ekonomi. Sedangkan makna yang

terkandung dalam ubarampe meliputi tumpeng robyong, tumpeng tunjung,

tumpeng rasul dan ayam ingkung, boning baning, jenang abang putih, sega

(27)

14

Skripsi yang ditulis oleh AA Ihyauddin Al- Mahali Jurusan tarbiyah,

Program Studi Pendidikan Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

(STAIN) Salatiga Tahun 2012, yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan

Islam yang Terkandung dalam Tradisi Merti Desa (Studi di Dusun

Bawang Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang)”, yang membahas

tentang nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi Merti

Desa di dusun Bawang. Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk

mengetahui nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi

Merti Desa di dusun Bawang. Jenis penelitian yang digunakan adalah

deskriptif kualitatif, dan metode dalam pengumpulan data peneliti

menggunakan studi dokumentasi, wawancara, dan observasi. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan merti desa yaitu pada

waktu penduduk tani selesai melaksanakan panen padi raya secara

serentak, yang biasanya bertepatan pada bulan Juni atau Juli pada hari

Rabu Wage, yang diyakini bahwa hari tersebut merupakan hari lahirnya

Dusun Bawang. Merti desa dimaksudkan untuk mengungkapkan rasa

syukur masyarakat terhadap Dewi Sri (Dewi Padi) sebagai penjaga

keamanan para tani, dan wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

yang telah mengabulkan panen hasil tanaman padi tersebut. Merti Desa

memberikan nilai-nilai yang baik bagi masyarakat, pertama nilai aqidah

yaitu suatu bentuk keyakinan masyarakat terhadap Allah SWT yang telah

memberikan keselamatan atas hasil panennya. Kedua, nilai ibadah yang

(28)

15

dan arwah sebagai wujud ibadah. Ketiga, nilai gotong royong atau

kerjasama yaitu masyarakat secara bersama-sama bekerja bakti

membersihkan makam dan membuat umbul-umbul. Keempat, nilai syukur

yaitu mensyukuri nikmat Tuhan Yang Maha Esa dengan memberikan

sebagian dari apa yang telah diperolehnya, seperti memberikan makanan.

Skripsi yang ditulis Natalia Tri Andyani Jurusan Sosiologi dan

Antropologi, Fakultas Imu Sosial Universitas Negeri Semarang Tahun

2013, yang berjudul “Eksistensi Tradisi Saparan pada Masyarakat Desa

Sumberejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang”, yang membahas

tentang pelaksanaan tradisi saparan dan sebab-sebab masyarakat desa

sumberejo masih melaksanakan tradisi Saparan, serta eksistensi Saparan di

desa Sumberejo. Tradisi Saparan merupakan tradisi yang bermula dari

bentuk merti desa yang dilaksanakan oleh penduduk desa Sumberejo

setiap bulan Sapar. Merti desa merupakan upacara syukuran atau slametan

atas keberkahan dan kelimpahan yang telah di dapat oleh warga.Ada tiga

bentuk perayaan dalam pelaksanaan Saparan yang berupa perayaan

komunal, individu, dan hiburan. Perayaan komunal yaitu doa bersama di

rumah kepala dusun, doa tersebut memiliki tujuan kemakmuran dan

keselamatan desa serta untuk memperkuat solidaritas diantara warga.

Perayaan individu dilaksanakan di rumah masing-masing warga dengan

tujuan untuk mempererat tali kekerabatan. Sedangkan perayaan hiburan

bertujuan untuk meramaikan suasana Saparan. Masyarakat desa

(29)

16

ternyata masih sangat fungsional dalam kehidupan sosial masyarakat desa

Sumberejo. Diantaranya adalah berfungsi sebagai pembawa kemakmuran,

menjaga ikatan kekerabatan, menjaga ikatan solidaritas dan kerukunan

warga, hiburan, serta menjaga warisan budaya.

Skripsi yang ditulis oleh Lina Kurniawati Jurusan Tarbiyah, Program

Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

(STAIN) Salatiga Tahun 2013, yang berjudul “Slametan dalam Perspektif

Pendidikan Islam”, yang membahas tentang nilai yang terkandung dalam

tradisi slametan, konsep pendidikan Islam menurut para tokoh pendidikan

Islam, dan slametan dalam perspektif pendidikan Islam. Skripsi ini

menggunakan metode yang bersifat literatur (kepustakaan), dan observasi

kepustakaan. Membahas tentang nilai-nilai pendidikan Islam yang

terkandung dalam tradisi slametan. Pertama, nilai tauhid yang berarti

bahwa manusia harus mempercayai adanya Tuhan yang Maha Esa dengan

cara beriman dan bertakwa kepadaNya. Kedua, nilai kemanusiaan yang

berarti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia diantara

makhluk-makhluk lainnya yang memiliki akal untuk berfikir, belajar,

memahami, dan merenung. Ketiga, nilai kesatuan umat manusia yang

merupakan prinsip untuk memelihara keutuhan sosial dalam menentukan

nasib umat manusia. Keempat, nilai keseimbangan yang berarti bahwa

umat manusia diajak untuk hidup yang seimbang agar tidak terjebak dalam

(30)

17

alamin yaitu Allah mengutus Rasulullah tidak hanya untuk segolongan

umat saja, melainkan seluruh isi semesta alam.

Jurnal At-Tafkir pada tahun 2014 yang ditulis oleh Syamsul Rizal

yang berjudul “Kerukunan Antar Umat Beragama di Desa Sidawangi

Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon”. Dalam penelitian ini membahas

tentang nilai-nilai kearifan lokal yang ada di desa tersebut yang terwujud

dalam sebuah acara, misalnya sedekah bumi. Dalam sedekah bumi sudah

menjadi kegiatan ritual secara turun-temurun yang bertujuan agar tanaman

yang mereka tanam menghasilkan hasil yang melimpah. Dan ada pula

acara sabtuan dan tahlilan, yang dijadikan masyarakat sebagai kontrol

terhadap dampak negatif yang diakibatkan oleh modernisasi dan

globalisasi dalam masyarakat. Dalam acara sedekah bumi mereka saling

menanamkan nilai-nilai dalam bermasyarakat yang baik, maka tidaklah

dibedakan dalam pelaksanaan sedekah bumi antara umat Islam dan

Kristen. Sehingga dapat menumbuhkan sikap bermasyarakat yang rukun

tanpa adanya konflik antar umar berbeda agama.

Dalam hal ini penulis akan membahas tentang Implementasi

nilai-nilai pendidikan Islam dalam Tradisi Merti Dusun untuk Menumbuhkan

Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus di dusun Kedakan desa Kenalan

kec. Pakis kab. Magelang). Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah

metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan antropologi agama.

Menurut penulis penelitian yang lebih lanjut perlu dilakukan, karena

(31)

18

pendidikan Islam yang dapat menimbulkan dan menubuhkan kerukunan

dalam masyarakat yang berbeda keyakinan di dusun Kedakan. Dalam

pelaksanaan upacara tradisi merti dusun, masyarakat dapat menjalin

hubungan kehidupan yang rukun, saling menghormati dan orang yang

berbeda agama ikut serta dalam meramaikan upacara tersebut. Dengan

dilakukan penelitian, penulis dapat mengetahui makna tradisi Merti

Dusun, nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun, upaya

untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama, serta cara penerapan

nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun untuk

menumbuhkan kerukunan umat beragama.

G. Metode Penelitian

“Metode penelitian merupakan pisau bedah untuk mengetahui

permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Metode penelitian memuat

tentang metode yang digunakan dalam penelitian secara rinci” (Maslikhah,

2013: 318). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Menurut Emzir (2014: 174) tentang metode tersebut adalah:

(32)

19

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan antropologi agama. “Antropologi agama yaitu ilmu

pengetahuan yang mempelajari tentang manusia yang menyangkut

agama dengan pendekatan budaya” (Hadikusuma, 1993: 9).

Pendekatan antropologi agama dilakukan untuk mengetahui berbagai

hal tentang suatu acara dan upacara keagamaan, misalnya untuk

mengetahui kapan acara dan upacara agama dilaksanakan, tempat

pelaksanaan, alat perlengkapan, maksud dan tujuan pelaksanaan,

tata-tertib dan tata-cara pelaksanaan, serta orang-orang yang bertindak

dalam pelaksanaan upacara keagamaan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Kedakan Desa Kenalan

Kec. Pakis Kab.Magelang.

3. Sumber Data

Sumber data yang akan diperoleh dalam penelitian ini

menggunakan subyek sebanyak 10 sampel, yang terdiri dari 2

perangkat desa yaitu kepala dusun dan modin, 3 orang tokoh

masyarakat, dan 5 orang warga. Subyek yang telah dipilih diharapkan

dapat memberikan informasi mengenai keadaan yang sebenarnya.

4. Metode Pengumpulan Data

“Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh

(33)

20

pengumpulan data dapat berupa angket, wawancara, pengamatan atau

observasi, tes, dan dokumentasi (Arikunto: 2010: 203). Dalam

penelitian kualitatif yang memerlukan banyak sumber data agar

hasilnya dapat dipertanggungjawabkan, maka metode pengumpulan

data yang peneliti gunakan adalah:

a. Wawancara

“Wawancara adalah diskusi antara dua orang atau lebih dengan

tujuan tertentu (Kahn dan Cannel 1957). Wawancara

memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari

para responden dalam berbagai situasi dan konteks” (Sarosa, 2012:

45). Wawancara dilaksanakan menggunakan dua langkah, yang

pertama peneliti melakukan deskripsi dan orientasi awal tentang

masalah dan subyek yang dikaji. Kedua, peneliti melakukan

wawancara mendalam sehingga menemukan informasi yang lebih

banyak dan penting sampai menemukan inti dari permasalahannya.

b. Observasi

“Menurut Hughes (2005), observasi atau studi lapangan yaitu

pengamatan akan mausia pada ‘habitatnya’” (Sarosa, 2012: 56).

Observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap

proses maupun tahapan dalam pelaksanaan tradisi merti dusun di

Dusun Kedakan Desa Kenalan Kecamatan Pakis Kabupaten

(34)

21

c. Dokumentasi

“Esterberg (2002) menyatakan bahwa dokumen adalah segala

sesuatu materi dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia”

(Sarosa, 2012: 61). Dokumentasi digunakan sebagai alat untuk

pelengkap data dalam penelitian, bersumber dari manusia baik

berbentuk catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik

(softcopy) yang berupa buku, foto, dan lain-lain. Fokus penelitian

sebagai sumber data yang ada di dokumentasi adalah pelaksanaan

tradisi merti dusun dan kerukunan antar umat beragama.

5. Analisis Data

Moleong (2009: 248) menyatakan bahwa analisis data kualitatif

adalah:

Upaya yang dilakukan dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

“Proses analisis data sebagaimana penelitian kualitatif, maka

digunakan teknik analisis data dengan reduksi data, penyajian data, dan

verifikasi” (Maslikhah, 2013: 323). Yaitu sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Tahap ini dilakukan proses pemilihan dan pemusatan dengan

(35)

22

observasi, maupun dokumentasi. Sehingga dapat memperoleh

hal-hal pokok dari data atau informasi yang diperoleh di lapangan.

b. Penyajian Data

Pada tahap ini, peneliti melakukan pengelompokan atau

merangkum informasi tersusun. Dari pengelompokan dan

rangkuman informasi tersebut, dapat menjadi kesimpulan yang

singkat, padat, dan bermakna. Sehingga penelitiannya dapat

diketahui dengan mudah.

c. Verifikasi Data

Pada tahap ini peneliti melakukan pencarian makna dari setiap

gejala yang diperoleh dari lapangan. Makna yang telah diperoleh

dibandingkan dengan buku penunjang hingga mendapat

kesimpulan. Kemudian dilakukan pengujian terhadap kesimpulan

yang telah diambil. Kesimpulan itu dihubungkan dengan hasil

penelitian dengan teori para ahli dengan cara member-check.

Sehingga peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian untuk

dilaporkan.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Untuk mengecek keabsahan data, peneliti menggunakan teknik

triangulasi dengan beberapa langkah pengujian, yaitu uji derajat

kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Dengan

(36)

23

hingga memperoleh pembuktian terhadap sesuatu yang diteliti,

membuat uraian laporan berdasarkan data yang diperoleh secara jelas,

menentukan konsultan peneliti yang sesuai bidangnya, dan yang

terakhir adalah mengkonfirmasikan data yang telah diperoleh kepada

para ahli.

7. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap yang diambil peneliti untuk memulai penelitian

yaitu dengan menentukan judul atau topik penelitian, pengkajian

buku-buku yang berkaitan dengan Pendidikan Islam, tradisi Merti Dusun dan

kerukunan umat beragama, pencarian informasi mengenai topik

penelitian, menentukan lokasi yang akan diteliti, menentukan subyek

yang akan diteliti untuk memperoleh suatu data, pencarian terhadap

prosedur pengumpulan data, dan menganalisis data yang ada, serta

melakukan pengecekan terhadap keabsahan data.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian skripsi ini dipakai sebagai aturan yang saling

terkait dan saling melengkapi, adapun sistematika penulisan sebagai

berikut:

BAB I Pendahuluan, menjelaskan secara umum tentang arah

penelitian yang dilakukan, yang mengenai latar belakang

(37)

24

kegunaan penelitian, penegasan istilah, studi kepustakaan,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Teori, bab ini membahas tentang tradisi Merti

Dusun, pendidikan Islam, dan kerukunan umat beragama di

dusun Kedakan desa Kenalan kec.Pakis kab.Magelang.

BAB III Laporan Hasil Penelitian, yang berisi letak geografis,

keadaan sosial kemasyarakatan agama, kegiatan bersama

antara umat Islam dan Kristen di dusun Kedakan desa

Kenalan kec. Pakis kab. Magelang, dan temuan penelitian.

BAB IV Analisis Data, berisi analisis tentang makna tradisi Merti

Dusun, upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat

beragama, dan implementasi nilai-nilai pendidikan Islam

dalam tradisi Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan

umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis

kab. Magelang.

BAB V Penutup, bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan,

saran dan penutup.

Diakhiri dengan daftar pustaka, dan lampiran-lampiran yang dapat

(38)

25 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tradisi Merti Dusun

1. Pengertian Tradisi Merti Dusun

Merti Dusun adalah suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat

dusun dengan bergotong-royong tanpa melihat status, baik itu orang

Islam maupun Kristen. Walaupun dalam acara Merti Dusun yang

sangat berperan adalah masyarakat Islam, namun masyarakat Kristen

pun ikut membantu misalnya dengan ikut serta menyiapkan tempat

yang akan dijadikan acara Merti Dusun.

Menurut Koentjaraningrat (1999) dalam skripsi Al-Mahali

(2012: 30) menyatakan bahwa:

Merti Dusun, Memetri Dusun, Kadeso, Tu deso, bersih dusun atau kalau jaman sekarang orang menyebut Ulang Tahun Dusun kesemua kosa kata tersebut mempunyai arti yaitu suatu bentuk syukur masyarakat dusun dimana mereka tinggal dengan suatu rangkaian kegiatan diantaranya; melakukan Merti Dusun, selamatan bersama dan pagelaran wayang semalam suntuk (tradisi) kesemua kegiatan memiliki arti yang signifikan dalam menata system kemasyarakatan ala adat Jawa (salah satu penjabaran ajaran dalam kitab Rojo Niti).

Merti Dusun merupakan sebuah tradisi, budaya, selamatan, dan

bentuk ritual yang telah ada sejak zaman dahulu dan hingga sekarang

(39)

26

warga desa, baik laki-laki maupun perempuan, tua muda, bersama

pamong desa dan sesepuh desa, petinggi dan pemangku adat. Dan

bahkan warga tetangga juga ikut meramaikannya. Dengan adanya

gotong royong antar warga biaya yang dihabiskan dalam acara Merti

Dusun, ditanggung bersama berapapun totalnya. Berasal dari arti

sebuah Merti Dusun, maka akan lebih jelas apabila dijelaskan secara

terperinci.

a. Tradisi

“Tradisi merupakan khasanah yang terus hidup dalam

masyarakat secara turun-temurun yang keberadaannya akan selalu

dijaga dari satu generasi ke generasi berikutnya” (Yahya, 2009: 2).

Tradisi merupakan suatu hal yang dilaksanakan dengan meniru dari

generasi sebelumnya, dan sebagai generasi berikutnya harus

melestarikannya dengan baik.

Berkaitan dengan hal itu, Sujamto (1992: 185) menyatakan

bahwa “tradisi atau adat merupakan aturan yang lazim dilakukan

sejak dahulu kala, kebiasaan, cukai, dan wujud gagasan

kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan

aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu

sistem”. Adat merupakan kebiasaan dan wujud gagasan dari

masyarakat yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kebudayaan,

sehingga masyarakat akan lebih banyak bermakna dan hidup

(40)

27

b. Kebudayaan

Dalam teori Antropologi, “kebudayaan adalah seluruh sistem

gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia

dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan

belajar” (Koentjaraningrat, 2011: 72). Kebudayaan merupakan

suatu tindakan yang dilakukan manusia sejak zaman dahulu hingga

sekarang masih dijalankan dan dijadikan sebuah pendidikan dalam

kehidupan.

Menurut M.M. Djojodiguno dalam buku Widagdho (1994:

20-21) mengatakan bahwa kebudayaan atau budaya adalah daya

dari budi, yang berupa:

1) Cipta, yaitu kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia

segala hal yang ada dalam pengalamannya, yang meliputi

pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu

pengetahuan.

2) Karsa, yaitu kerinduan manusia untuk menginsyafi tentang hal

“sangkan paran”. Darimana manusia sebelum lahir (sangkan),

dan kemana manusia sesudah mati (paran). Hasilnya berupa

norma-norma keagamaan atau kepercayaan. Timbullah

bermacam-macam agama, karena kesimpulan manusiapun

bermacam-macam pula.

3) Rasa, yaitu kerinduan manusia akan keindhaan, sehingga

(41)

28

merindukan keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan.

Buah perkembangan rasa ini terjelma dalam bentuk berbagai

norma keindahan yang kemudian menghasilkan macam

kesenian.

Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu buah budi

manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh

kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang

merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi

berbagai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat

tertib dan damai. Sedangkan menurut Koentjaraningrat kebudayaan

adalah gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya

dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekertinya

(Widyosiswoyo, 1996: 33-34). Jadi, kebudayaan adalah suatu

kebiasaan yang dilakukan oleh manusia dalam menyampaikan

bentuk kebahagiaan dan rasa syukur terhadap apa yang telah

diberikan oleh Sang Pencipta dengan menanamkan nilai-nilai

pendidikan yang berupa budi pekerti luhur sebagai manusia.

“Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks meliputi

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat, dan

berbagai kemampuan maupun kebiasaan yang diperoleh manusia

sebagai anggota masyarakat” (Khalil, 2008: 130). Dalam

kebudayaan Jawa ada beberapa budaya yang masih dikembangkan

(42)

29

lingkaran hidup dan upacara yang berkenaan dengan kekeramatan

bulan-bulan Islam, misalnya pada bulan Safar atau Saparan. Pada

bulan Safar masyarakat menyebut acara tersebut dengan merti

dusun atau bersih desa.

c. Ritual

“Ritual dipandang sebagai konsensus simbolik (secara khas

mencerminkan proses sosial) menuju pengakuan lebih besar atas

improvisasi, atau penggunaan kreatif simbol-simbol dan

fragmentasi makna” (Beatty, 2001: 37). Sebagaimana yang

dijelaskan oleh Sutrisno (2005: 96) menyatakan bahwa “Ritual

merupakan sebuah bentuk dari perayaan-perayaan, festival, dan

acara-acara budaya dalam masyarakat”.

Ritual berarti sebuah bentuk atau simbol dari pelaksanaan

budaya yang sudah dirancang sedemikian rupa untuk dilaksanakan

oleh masyarakat yang tidak dapat berubah untuk menuju tujuan

tertentu. Simbol-simbol dalam ritual dimaksudkan sebagai sarana

atau media untuk menitipkan pesan-pesan atau nasihat-nasihat bagi

masyarakat.

d. Selametan

“Selametan merupakan bentuk penerapan sosio-religius orang

Jawa, praktek perjamuan yang dilaksanakan bersama-sama dengan

(43)

30

47). Selametan dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur

masyarakat dusun terhadap apa yang ada di alam semesta,

disamping itu juga sebagai bentuk permohonan maaf atas

kesalahan dan dosa yang telah mereka lakukan beserta para leluhur

mereka. Selametan juga bermaksud untuk mendekatkan antar

sesama warganya agar semakin mengenal satu sama lainnya,

menjaga silaturrahim, dan menumbuhkan kerukunan dalam

kehidupan bermasyarakat.

Menurut Koentjaraningrat (2004: 348) menyatakan bahwa

upacara selamatan dapat digolong-golongkan ke dalam empat

macam sesuai dengan peristiwa atau kejadian kehidupan manusia

sehari-hari, yaitu:

a) Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, misalnya

hamil tujuh bulan, kelahiran, upacara potong rambut pertama,

upacara menyentuh tanah untuk pertama kali, upacara menusuk

telinga, sunat, kematian, serta saat-saat setelah kematian.

b) Selamatan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan

tanah pertanian, dan setelah panen padi.

c) Selamatan berhubungan dengan hari-hari serta bulan-bulan

besar Islam.

d) Selamatan pada saat-saat yang tidak tertentu, berkenaan dengan

(44)

31

kediaman baru, menolak bahaya (ngruwat), janji kalau sembuh

dari sakit (khaul), dan lain-lain.

2. Tujuan Tradisi Merti Dusun

Merti Dusun dilaksanakan dalam mewujudkan rasa syukur atau

penghormatan terhadap alam semesta dengan diadakannya selametan

dan pagelaran wayang. Tradisi Merti Dusun merupakan tradisi Islam

Jawa, sehingga masyarakat memanfaatkan acara tersebut sebagai

penanaman nilai-nilai pendidikan Islam terhadap generasi penerus

bangsa. Jika nilai-nilai pendidikan Islam itu tertanam dengan baik,

maka masyarakat akan lebih dekat dengan Allah SWT., serta memiliki

sifat dan sikap yang baik terhadap lingkungan sekitar, misalnya

manusia. Masyarakat akan menjadi satu kesatuan dalam kehidupan

bermasyarakat dengan hidup saling rukun, toleransi, menghargai, dan

menghormati kepada siapa saja walaupun berbeda agama.

Merti Dusun memiliki maksud untuk menumbuhkan kerukunan

antar umat manusia baik sesama agama maupun berbeda agama, baik

yang kaya maupun miskin, dan yang memiliki kasta maupun orang

biasa. Sebagai pembelajaran bagi generasi muda agar tidak lupa akan

sejarah budaya Jawa, khususnya budaya yang ada di desa. Tradisi

Merti Dusun berfungsi sebagai proses mendekatkan diri kepada Allah

dan menuju jalan-Nya. Tradisi Merti Dusun juga bertujuan sebagai

sarana silaturrahim antar warga, saudara, dan teman. Agar antar warga,

(45)

32

dapat menjalankan suatu tradisi sebagai pelestarian budaya Jawa.

Acara Merti Dusun bertujuan agar dusunnya menjadi tenteram, bersih,

terib, teratur, indah, dan nyaman sehingga tetap terjaga ketahanan dan

kekokohan dusunnya. Tradisi Merti Dusun juga bertujuan agar

lingkungan masyarakatnya mendapat keselamatan dan kebahagiaan di

dunia maupun akhirat.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13 dijelaskan bahwa

manusia diciptakan berbagai bangsa untuk saling kenal, yang

berbunyi:

ُكاَنْقَلَخ َّنَِّإ ُساَّنلا اَهُّ يَأ َيَ

َّنِإ اوُفَراَعَ تِل َلِئاَبَ قَو ابِوُعُش ْمُكاَنْلَعَجَو ىَثْ نُأَو ٍرَكَذ ْنِم ْم

ٌيِبَخ ٌميِلَع ََّللَّا َّنِإ ْمُكاَقْ تَأ َِّللَّا َدْنِع ْمُكَمَرْكَأ

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Terjemah surat Al-Hujurat ayat 13)

3. Materi Tradisi Merti Dusun

Materi yang terdapat dalam tradisi Merti Dusun berupa

nilai-nilai pendidikan Islam. Nilai-nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi Merti

Dusun sangatlah bermanfaat bagi masyarakat. Karena dalam tradisi

Merti Dusun merupakan wujud syukur kepada Tuhan yang telah

(46)

33

persaudaraan terhadap sesama warga yang dimaksudkan untuk saling

gotong-royong, toleransi, guyup rukun antar masyarakat dusun

Kedakan.

4. Pendidik dalam Tradisi Merti Dusun

Sebagai pendidik yang ada dalam tradisi Merti Dusun ini berasal

dari tokoh masyarakat dan tokoh agama. Sebagai tokoh pemuka dalam

masyarakat akan menjadi panutan bagi warganya. Maka dari itu,

sebagai seorang pemuka berperan penting dalam menanamkan

sikap-sikap positif agar kehidupan dalam masyarakat menjadi damai,

tenteram, dan nyaman.

5. Peserta Didik dalam Tradisi Merti Dusun

Seluruh warga dusun Kedakan merupakan peserta didik yang

akan mentaati dan menghormati semua perintah pendidiknya. Sebagai

warga dusun hanya akan mengikuti hal-hal yang positif, menurut

mereka baik bagi diri mereka sendiri dan bagi warga lainnya. Sebagai

warga dusun yang taat, akan mengikuti dan menghormati

pemimpinnya sebagaimana mengikuti dan menghormati orang tuanya

sendiri.

6. Metode dalam Tradisi Merti Dusun

Menanamkan sikap toleransi, menghormati, dan kerukunan

merupakan bentuk metode dalam tradisi Merti Dusun. Dengan sikap

(47)

34

membeda-bedakan antara agama yang satu dengan lainnya.

Menghormati, baik kepada pemimpin maupun kepada rang yang

sederajat, pada bawahan, bahkan menghormati pada orang yang

memiliki keyakinan berbeda akan menumbuhkan sifat saling

mengasihi antar sesama warga. Kerukunan akan menjadikan warganya

hidup secara damai tanpa adanya suatu perselisihan dan permusuhan.

7. Lembaga dalam Tradisi Merti Dusun

Lembaga yang digunakan dalam acara Merti Dusun adalah

masyarakat. Di dalam masyarakat, seluruh warga akan terbentuk

sebuah kebiasan-kebiasaan, pengetahuan sikap, dan keagamaan yang

dimiliki akan terbentuk sesuai dengan keyakinan masing-masing tanpa

adanya suatu paksaan dari luar.

8. Proses dalam Tradisi Merti Dusun

Menurut Bratasiswara dalam skripsi Al-Mahali (2012: 32)

menyatakan bahwa dalam kegiatan merti dusun adalah sebagai berikut:

a. Penataan hunian keluarga, kebersihan lingkungan rumah,

pekarangan, kebun, halaman, selokan, penerangan, dan sebagainya.

b. Kerja bakti atau gotong royong membenahi tempat umum, jalan,

makam, sumber air, sungai, telaga, tempat ibadah, balai desa,

petilasan, dan sebagainya.

c. Kenduri atau selamatan yang disebut juga sedekahan dalam

(48)

35

dan berbagai sebutan lain yang berisikan makanan sebagai wujud

rasa syukur.

d. Pentas seni atau hiburan sebagai kegiatan akhir atau hiburan bagi

warga, seperti wayangan, reyog, jatilan, tayub atau hiburan lain

yang lazim diselenggarakan dalam acara merti desa.

Acara Merti Dusun biasanya dimulai dengan bersih-bersih

lingkungan yang dilaksanakan oleh semua warga, dilanjutkan kerja

bakti atau gotong royong untuk membenahi tempat-tempat umum yang

ada di dusun, kemudian selametan diiringi dengan tahlilan, kemudian

makan bersama, yang terakhir adalah pentas atau pagelaran, seperti

wayangan.

Acara yang menjadi puncak kegiatan adalah wayangan. Menurut

Woodward (2004: 329) menyatakan bahwa:

Tradisi wayang adalah salah satu komponen kebudayaan Jawa yang paling kompleks dan canggih. Kebanyakan muslim kejawen menganggap wayang bisa mewujudkan hakikat kebenaran filosofis dan etika. Selain itu, wayang bisa lebih jernih mendefinisikan, dibandingkan hal apapun, apa artinya menjadi orang Jawa.

Tradisi wayangan dilaksanakan sebagai bentuk kesenian yang

harus dilestarikan oleh generasi muda, agar kesenian-kesenian yang

ada di Indonesia tidak hilang begitu saja. Wayangan memberikan

(49)

36

terkandung dalam pagelaran wayang memiliki nilai-nilai pendidikan

yang berupa perilaku dan sikap baik yang dimiliki para tokoh wayang.

9. Media dalam Tradisi Merti Dusun

Media dalam tradisi Merti Dusun yaitu seluruh masyarakat,

materi yang berupa nilai-nilai pendidikan Islam, dan kejadian dalam

acara Merti Dusun, misalnya tahlilan bersama, wayangan, serta

gotong-royong. Media yang digunakan bertujuan agar dapat mencapai

suatu tujuan tertentu yaitu menjadi warga yang hidup dalam

kerukunan, tanpa adanya suatu konflik antar sesama warga.

10.Lingkungan dalam Tradisi Merti Dusun

Lingkungan masyarakat merupakan sebuah ruang yang dapat

mempengaruhi seluruh warga baik itu hal baik maupun buruk. Apabila

dalam masyarakat ditanamkan sikap positif, maka seluruh warga akan

memiliki sifat dan sikap yang positif pula. Dalam masyarakat akan

memberikan penyesuaian terhadap sekitar, memperkenalkan

kehidupan bermasyarakat, memberi kebebasan dalam memilih sebuah

prinsip, menanamkan hubungan yang baik antar sesama manusia.

B. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Mengenai hal pendidikan Islam, Achmadi (2010: 26-27)

menyatakan bahwa di dalam Al Qur’an dan Hadits yang menjadi

(50)

37

pengertiannya terkait dengan pendidikan, yaitu rabba, ‘allama, dan

addaba. Rabba yang masdarnya tarbiyyatan memiliki arti mengasuh,

mendidik, dan memelihara. Kemudian ‘allama yang masdarnya

ta’liman berarti mengajar yang lebih bersifat pemberian atau

penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan

addaba yang masdarnya ta’diban dapat diartikan mendidik yang secara

sempit mendidik budi pekerti dan secara lebih luas meningkatkan

peradaban.

Pendidikan Islam pada dasarnya adalah proses pembentukan

pribadi manusia sesuai dengan ajaran Islam, yang terwujud dalam amal

perbuatan dan tingkah laku. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Muhammad SA. Ibrahimi bahwa “pendidikan Islam adalah suatu

sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan

kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, sehingga dengan mudah

ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam” (Mujib,

2006: 25).

Pendidikan Islam berfungsi sebagai cara untuk memelihara dan

mengembangkan fitrah dan sumber daya manusia menuju terbentuknya

makhluk Tuhan yang berkualitas sesuai dengan pandangan Islam, agar

tercapainya keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia maupun

(51)

38 2. Sejarah Pendidikan Islam

Beberapa kisah Nabi di dalam Al Qur’an yang berkaitan dengan

pendidikan, Mujib (2006: 34) menceritakan tentang kisah Nabi Nuh as.

yang berisi bahwa:

Nabi Nuh as. mampu mendidik dan mengentaskan masyarakat dari banjir kemaksiatan melalui perahu keimanan, tidak membela dengan membabi buta kepada keluarga yang salah, dan menjadi pemula dalam mengembangkan teknologi perkapalan.

Dalam Al Qur’an dijelaskan tentang kisah tersebut dalam surat

Al Ankabut ayat 14 yang berbunyi:

ااماَع َينِسَْخَ لاِإ ٍةَنَس َفْلَأ ْمِهيِف َثِبَلَ ف ِهِمْوَ ق َلَِإ ااحوُن اَنْلَسْرَأ ْدَقَلَو

َنوُمِلاَظ ْمُهَو ُناَفوُّطلا ُمُهَذَخَأَف

Artinya:“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada

kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang dlalim”. (Terjemah surat Al Ankabut ayat 14)

Pendidikan Islam yang terkandung dalam kisah Nabi Nuh as.

berarti mengajarkan kepada manusia untuk berbuat adil, dan memberi

contoh kepada orang lain untuk mengembangkan teknologi

perkapalan, serta menunjukkan bahwa orang yang memiliki keimanan

terhadap Allah SWT. akan diberi keselamatan baik di dunia maupun

akhirat.

(52)

39

“Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta

mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal

untuk mencapai tujuan-tujuan lain” (Mujib, 2006: 71). Tujuan

merupakan titik akhir dari proses pencapaian yang dilalui dalam suatu

hal tertentu.

Tujuan pendidikan Islam ditujukan hanya untuk mengabdi

kepada Allah SWT.. Dalam hal ini Zakiyah Daradjat mengemukakan

bahwa “tujuan pendidikan Islam yaitu kepribadian seseorang yang

membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa, insan kamil

artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang

secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT.”

(Uhbiyati, 1997: 41). Ada beberapa pembagian dan tahapan dalam

tujuan pendidikan, yaitu tujuan tertinggi atau terakhir, tujuan umum,

tujuan khusus. Menurut Achmadi (2010: 97-106) menyatakan bahwa:

a. Tujuan tertinggi atau terakhir

Tujuan tertinggi atau terakhir merupakan tujuan mutlak yang tidak

mengalami perubahan pada dasarnya sesuai dengan tujuan hidup

manusia dan peranannya sebagai ciptaan Allah agar menjadi

hamba Allah yang bertakwa, menjadi khalifatullah fil ardl (wakil

Tuhan di bumi) yang mampu memakmurkannya, memperoleh

(53)

40

b. Tujuan umum

Tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik yang berfungsi

sebagai arah dalam taraf pencapaiannya dapat diukur karena

menyangkut perubahan sikap, perilaku, dan kepribadian subjek

didik, sehingga mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah

pribadi yang utuh. Tujuan umum yang berasal dari pendekatan

empiris dalam perspektif qur’ani yaitu mengenalkan manusia akan

peranannya diantara makhluk dan tanggungjawab pribadinya

dalam hidup, mengenalkan manusia akan hubungannya dengan

lingkungan sosialnya dan tanggungjawabnya dalam tata hidup

bermasyarakat, mengenalkan manusia dengan alam ini dan

mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptanya serta

memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil

manfaatnya, serta mengenalkan manusia dengan pencipta alam

(Allah) dan memerintahkan beribadah kepada-Nya.

c. Tujuan khusus

Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan atau terakhir

dan tujuan umum. Pengkhususan tersebut dapat didasarkan pada

kultur dan cita-cita suatu bangsa dimana pendidikan itu

diselenggarakan, minat, bakat, dan kesanggupan, tuntunan situasi,

serta kondisi pada kurun waktu lama.

Menurut Uhbiyati (1997: 53-54) menyatakan bahwa tujuan khusus

(54)

41

Memperkenalkan akidah-akidah Islam, dasar-dasarnya, asal-usul ibadat, dan cara-cara melaksanakannya; menumbuhkan kesadaran yang betul pada pribadi seseorang terhadap agama; menanamkan keimanan kepada Allah SWT., malaikat-malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, dan hari akhir;

menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Al Qur’an,

membersihkan hati mereka dari rasa dengki, hasad, iri hati, benci, kekasaran, kedzaliman, egoisme, tipuan, khianat, nifak, ragu, perpecahan, dan perselisihan.

C. Kerukunan Umat Beragama

1. Pengertian Kerukunan Umat Beragama

Dalam memahami pengertian tentang kerukunan umat

beragama, Hadziq (2009: 380-381) menyatakan bahwa kerukunan

berarti “tiang, dasar atau sila”. Sedangkan menurut istilah kerukunan

berarti suatu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsur yang berlainan,

dan setiap unsur tersebut saling menguatkan. Rukun atau damai

memiliki penafsiran menurut tujuan, kepentingan dan kebutuhan

masing-masing, sehigga dapat disebut kerukunan sementara,

kerukunan politik, dan kerukunan hakiki. Kerukunan sementara yaitu

kerukunan yang dituntut oleh situasi, seperti menghadapai musuh

bersama. Kerukukunan politik yaitu sebagai taktik atau alat untuk

mencapai tujuan tertentu. Sedangkan kerukunan hakiki yaitu

kerukunan hidup umat beragama yang secara konvensional biasanya

dipakai untuk kerukunan antar umat beragama, yaitu sebagai cara atau

sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang

(55)

42

Kerukunan merupakan segala bentuk usaha untuk

mempertemukan hal yang barlainan menuju suatu tujuan tertentu di

dalam masyarakat agar terjadi keselarasan antar sesama umat manusia.

Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas puluhan etnis,

budaya, suku, dan agama, membutuhkan konsep yang memungkinkan

terciptanya masyarakat yang damai dan rukun. Pemerintah Indonesia

menggulirkan konsep yang berupa tri kerukunan umat beragama dalam

menciptakan kehidupan masyarakat atau antar umat beragama yang

rukun. Tri kerukunan ini meliputi; (a) kerukunan intern umat beragama

yang disebut juga ukhuwah Islamiyah dalam Islam (salah satu sarana

mengurangi ketegangan intern umat Islam agar tidak mengarah pada

konflik), (b) kerukunan antar umat beragama (kehidupan beragama

yang rukun, tenteram, dan damai antar anggota masyarakat yang

berbeda agama atau keyakinan), (c) kerukunan antara umat beragama

dan pemerintah (sebuah sarana untuk menciptakan stabilitas, persatuan

dan kesatuan bangsa). Tri kerukunan umat beragama bertujuan agar

masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekali pun

banyak perbedaan (Ilyas, 2012: 241).

Kerukunan ada apabila ada suatu keharmonisan, yang

merupakan sebuah kondisi ideal dalam tatanan masyarakat (Jawa)

dimana setiap individu dituntut untuk menjaga kerukunan (rukun)

dengan sebisa mungkin menghindari adanya konflik terbuka di antara

Gambar

Tabel 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa tari merupakan sebuah seni atau kesenian yang berupa gerakan badan yang ritmis sebagai ekspresi jiwa

Kepala Desa memberhentikan Perangkat Desa yang tidak menindaklanjuti teguran dan membuat pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf d

penting yaitu beras, tebu, jagung, jeruk, kedele, kopi, rempah-rempah, susu, teh dan tepung terigu untuk SSM serta coklat, sawit, dan kopi untuk NTB. Adapun hasil dari kajian ini

menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam diri peserta didik melalui. pengetahuan dan pemahaman Pancasila yang khususnya

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Speaker Identification Dengan Menggunakan

Tuhan membrikan sesuatu bukan karena apa yang kamu inginkan, tetapi Tuhan memberikan sesuatu padamu karena Dia tahu kamu membutuhkan itu.. Cobaan bukan yang kamu inginkan tetapi

Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, kendala-kendala dan upaya yang dilakukan untuk

We’ll be using three main tools when we program: a text editor (to write your programs), the Ruby interpreter (to run your programs), and your command line (which is how you tell