Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
1
Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan
Propilen Glikol
Heri Purwoto
1), Siti Gustini
2)dan Sri Istini
3)1,3)
BPP Teknologi, Jl. MH. Thamrin 8, Jakarta
2)
Institut Pertanian Bogor, Bogor e-mail: prwt@telkom.net
Abstrak
Agar-agar berbentuk bubuk dan berwarna putih merupakan ekstrak alga merah jenis Gracilaria dan Gelidium. Struktur utama agar-agar terdiri dari dua komponen utama yaitu agarosa dan agaropektin. Penelitian ini bertujuan untuk memisahkan agarosa berdasarkan sifat kelarutannya dengan menggunakan pelarut organik propilen glikol dan isopropanol untuk mengendapkan agarosa. Parameter yang digunakan adalah perlakuan suhu dan penambahan bahan aditif berupa aquades atau amonium clorida untuk proses isolasi agarosa. Mutu agarose ditentukan dengan mengukur kadar abu, kadar sulfat dan kekuatan gel agarosa. Secara deskriptif perlakuan suhu
105oC menghasilkan mutu agarosa yang lebih baik dengan penambahan aquades dibandingkan
dengan penambahan amonium clorida. Sedangkan secara statistik perlakuan suhu 135oC tanpa
penambahan aquades atau amonium clorida adalah perlakuan terbaik dengan memberikan hasil yang tinggi pada rendemen yaitu sekitar 88 % dan kekuatan gel 911 g/cm2, sedangkan kadar sulfat memberikan hasil yang cukup rendah yaitu 0,81 %.
Kata kunci: Agar-agar, Agarosa, Propilen glikol.
1. Pendahuluan
Agar-agar merupakan senyawa polisakarida yang merupakan ekstrak dari beberapa jenis alga merah seperti: Gracilaria dan Gelidium. Struktur agar-agar terdiri dari dua komponen utama yaitu: agarose dan agaropektin dalam jumlah yang bervariasi (Glicksman, 1983). Agarose merupakan komponen pembentuk gel yang netral dan tidak mengandung sulfat (Furia 1975), sedangkan agaropektin adalah polisakarida sulfat yang tersusun dari agarose dengan variasi ester sulfat, adam D-glukoronat dan sejumlah kecil asam piruvirat (Peterson dan Johnson, 1978).
Agarose dikenal sebagai fraksi pembentuk gel dari agar-agar karena sifat-sifat yang dihasilkannya mendekati sifat-sifat gel ideal, yaitu mengandung kadar abu dan kadar sulfat yang rendah serta memiliki kekuatan gel yang tinggi pada konsentrasi rendah (Provonchee dan Richard, 1987). Selain itu agarose sebagai produk lanjut agar-agar dengan nilai jual yang tinggi dibanding produk-produk isolasi rumput laut lainnya.
Pemanfatan agarose sebagian besar digunakan dalam bidang bioteknologi, antara lain dalam proses elektroforesis, kultur mikroorganisme, imunologi, kromatografi dan teknik imobilisasi.
Pemisahan agarose dari agaropektin ada berberapa cara, salah satunya adalah berdasarkan sifat kelarutannya, seperti dilakukan oleh Russel, Mead dan Polson dengan menggunakan polietilen glikol. Polietilen glikol berinteraksi dengan larutan yang mengandung agarosa tidak murni pada suhu tinggi untuk mengendapkan produk agarose murni. Penelitian ini perlu disempurnakan untuk mendapatkan agarose dengan kemurnian tinggi. Untuk itulah dilakukan modifikasi dengan menggunakan propilen glikol untuk mengendapan agarose di dalam campuran larutan propilen glikol dan propanol.
2. Bahan dan Metoda
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung agar-agar grade 1 hasil ekstraksi dari Gracilaria sp. yang berasal dari PT Agarindo Bogatama.
Peralatan yang dipakai yaitu: hot plate, termometer, magnetic stirrer, saringan vakum, kain saring, oven, spektrofotometer, dll.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah modifikasi dari provonchee dan Richard (1991) dengan
perlakuan penambahan aquades dan penambahan NH4Cl atau tanpa penambahan keduanya. Selanjutnya
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
2
NH4Cl. Sedangkan variabel suhu pemanasan dilakukan dengan tiga variabel yaitu 80
o
C, 105 oC dan 135 oC, atau
disebut sebagai faktor suhu A untuk A1 = 80 oC, A2 = 105 oC dan A3 = 135 oC.
Pemurniannya agarose dilakukan dengan menambahkan aquades, NH4Cl 8,4 %, atau tanpa penambahan
aquades dan NH4Cl, pada 10 g tepung agar-agar kemudian dilarutkan ke dalam 1 liter propilen glikol. Larutan
dipanaskan dengan variabel suhu 80 oC, 105 oC atau 135 oC sambil dilakukan pengadukan dengan stirer. Larutan
didinginkan sampai suhu 70 oC kemudian ditambahkan 1 liter isopropanol sambil diaduk sampai larutan tersebut
menjadi homogen. Larutan didinginkan sampai suhu kamar kemudian diendapkan selama 1 malam agar terjadi pengendapan sempurna. Endapan dipisahkan dengan melakukan penyaringan, kemudian direndam dalam isopropanol 250 ml selama 1 jam. Endapan yang diperoleh dikeringkan dalam oven, setelah kering dilakukan proses penghalusan, untuk memperoleh tepung agarose yang halus.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Hasil Penelitian
3.1.1. Analisa deskriptif
Dari proses pemurnian agar-agar diperoleh ekstrak dengan rendemen berkisar antara 69,1 % ~ 88,8 %,
kadar abu sekitar 1,07 % ~ 1,33 % dan kekuatan gel sekitar 519 g/cm2 ~ 977 g/cm2. Hasil analisa agorose secara
rinci dapat dilihat dalam berikut:
Tabel 1. Hasil analisa deskriptif agarose
Perlakuan Rendemen % Kadar abu % Kadar sulfat Kekuatan gel Agar-agar 100 1,56 1,05 652 A1B1 A2B1 A3B1 77,6 69,1 70,2 1,53 1,81 1,91 1,10 0,76 0,90 943 977 866 A1B2 A2B2 A3B2 74,1 77,2 82,9 1,42 1,32 1,07 1,05 1,17 1,34 642 919 519 A1B3 A2B3 A3B3 76,5 81,9 88,8 1,42 1,47 1,83 1,16 1,28 0,81 521 890 911
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa perlakuan penambahan akuades, NH4Cl atau tanpa penambahan
keduanya, yang memberikan kekuatan gel tertinggi ternyata dilakukan dengan penambahan akuades baik pada
suhu 80 oC maupun 105 oC. Sedangkan pada suhu 135 oC perlakuan terbaik untuk mendapatkan kekuatan gel
yang tinggi dilakukan tanpa penambahan akuades maupun NH4Cl.
Pada tabel 1 tampak bahwa perlakuan suhu 105 OC dengan perlakuan penambahan akuades menghasilkan
kekuatan gel tertinggi dengan kadar sulfat terendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Cho et. al. (1975) yang menyatakan adanya hubungan terbalik antara kadar sulfat dengan kekuatan gel, yaitu dengan menurunnya kadar sulfat akan menyebabkan peningkatan kekuatan gel. Hal ini disebabkan pada penambahan akuades pada suhu
105 oC dapat mempermudah pemisahan agarosa dengan agaropektin oleh propilen glikol karena dengan
penambahan akuades berarti konsentrasi sol agar-agar menjadi lebih besar sehingga ikatan polimer antara agarosa dan agaropektin menjadi lemah dan mudah terputus dengan adanya panas.
Dari segi efisiensi proses yang terbaik untuk menghasilkan agarosa, maka dari perlakuan tersebut diatas
perlakuan interaksi suhu 104 oC dengan penambahan akuades dapat dikatakan sebagai perlakuan terbaik karena
selain dihasilkan kekuatan gel yang dtinggi, kadar sulfatnya juga lebih rendah dari pada perlakuan lainnya. Gambar 1 menunjukkan pengaruh suhu terhadap rendemen agarosa yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu terlihat bahwa rendemen agarosa yang dihasilkan semakin meningkat untuk penambahan aditif NH4Cl dan tanpa penambahan, sedangkan pada penambahan aditif akuades menunjukkan penurunan rendemen.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
3
Gambar 1. Pengaruh suhu terhadap rendemen agarosa3.1.2. Kadar abu
Kadar abu merupakan garam anorganik yang terdapat dalam agar-agar setelah proses produksi. Kadar abu dari agarosa yang dihasilkan harus mempunyai kadar yang rendah. Menurut Chapman dan Chapman (1980) kadar abu agarosa sebaiknya berkisar antara 0,04 ~ 0,06 %. Gambar 2 menunjukkan pengaruh suhu terhadap kadar abu dari agarosa hasil purifikasi.
Gambar 2. Pengaruh suhu terhadap kadar abu
Dari hasil analisa keragaman ternyata perlakuan suhu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu agarose yang dihasilkan. Kadar abu merupakan sisa pembakaran karbohidrat maupun mineral yang terkandung dalam bahan baku rumput laut seperti Na, Ca, Cl, Mg, Fe, S (Winarno, 1990). Mineral akan terbakar dalam proses pengabuan sehingga dapat dikatakan bahwa kadar abu agarose yang dihasilkan tergantung pada kondisi awal tepung agar-agar sebelum diolah. Hal ini seperti ditunjukkan pada tabel 1 dimana kadar abu yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh perlakuan suhu karena penggunaan bahan baku tepung agar-agar yang sama. 3.1.3. Kadar Sulfat
Salah satu indikator agarose adalah kandungan kadar sulfat yang rendah. Chapman dan Chapman (1980) menyatakan bahwa kadar sulfat dalam agarose berkisar antara 0,03 – 0,04 %, sedangkan menurut Guiseley dan
0
20
40
60
80
100
75
105
135
Suhu (
oC)
R
e
nde
m
e
n (
%
)
Akuades NH4Cl Tanpa aditif0
1
2
3
75
105
135
Suhu (
oC)
K
ada
r A
bu (
%
)
Akuades NH4Cl Tanpa aditifPeningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
4
Renn (1975) kadar sulfat sampai 0,7 % masih dapat diterima. Jadi dalam pemisahan agarose diupayakan untuk menekan kadar sulfat sampai serendah-rendahnya.Hasil analisa kadar sulfat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 3. Pengaruh suhu terhadap kadar sulfat
Dari hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa perlakuan suhu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar sulfat agarosa yang dihasilkan. Hal ini diduga bahwa kadar sulfat yang dihasilkan dipengaruhi oleh kandungan mineral bahan baku, perbedaan jenis dan asal rumput laut serat umur panennya. Dalam penelitian ini digunakan agar-agar yang sama sehingga kadar sulfat yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh perlakuan suhu.
3.1.4. Kekuatan gel
Kekuatan gel merupakan suatu beban maksimum yang dibutuhkan untuk memecah matrik polimer pada daerah yang dibebani (Whyte dan Englar, 1980). Kekuatan gel yang tinggi merupakan salah satu kriteri yang penting sehubngan dengan penggunaan agarose dalam bidang bioteknologi. Hasil pengukuran kekuatan gel dapat dilihat dalam gambar berikut ini:
Gambar 4. Pengaruh suhu terhadap kekuatan gel
0
400
800
1200
75
105
135
Suhu (
oC)
K
e
kuat
an ge
l (
g
/c
m
2)
Akuades NH4Cl Tanpa aditif0
1
2
3
75
105
135
Suhu (
oC)
K
a
d
ar S
u
lfa
t (%)
Akuades NH4Cl Tanpa aditifPeningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
5
Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa perlakuan suhu memberikan pengaruh yang nyata terhadapkekuatan gel agarosa. Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan suhu 105oC memebrikan hasil yang terbaik
dibandingkan dengan perlakuan pada suhu lainnya. Hal ini diduga pada suhu 105oC ikatan agarosa dan
agaropektin telah terputus tetapi pada suhu 135oC agaropektin yang telah terikat dengan propilen glikol terputus
dan ikut mengendap bersama endapan agarosa yang dihasilkan.
4. Kesimpulan
Perlakuan suhu tidak memberikan pengaruh pengaruh yang nyata terhadap kadar abu dan kadar sulfat agarosa yang dihasilkan, tetapi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan gel. Tetapi apabila perlakuan suhu diinteraksikan dengan penambahan bahan aditif tertentu maka interaksi perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu maupun kadar sulfat dari agarosa yang dihasilkan.
Penambahan akuades, NH4Cl dan interaksinya dengan suhu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu, kadar sulfat, dan kekuatan gel agarosa yang dihasilkan. Penambahan akuades dalam proses isolasi memberikan mutu agarosa yang lebih baik dibanding dengan penambahan NH4Cl.
Secara deskriptif perlakuan suhu 105oC menghasilkan mutu agarosa yang lebih baik dengan penambahan
aquades dibandingkan dengan penambahan amonium clorida. Sedangkan secara statistik perlakuan suhu 135oC
tanpa penambahan aquades atau amonium clorida adalah perlakuan terbaik dengan memberikan hasil yang tinggi pada rendemen yaitu sekitar 88 % dan kekuatan gel 911 g/cm2, sedangkan kadar sulfat memberikan hasil yang cukup rendah yaitu 0,81 %. Kelemahan dari perlakuan ini adalah kadar abu yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 1,81 % dibandingkan pada perlakuan lain, walaupun mutu agarosa yang dihasilkan pada perlakuan tersebut tergolong cukup baik dengan warna tepung lebih putih dan lebih halus.
Daftar Pustaka
1. Chapman, V.J. and D.J. Chapman, (1980), “Seaweed and Their Uses”, Chapman and Hall, London.
2. Cho, H.O., M.J. Chung dan S.R. Lee, (1975), “Extraction yield and quantity attributes of agar from import
seaweed according to various pretreatments”, Korean Journal Food Science and Technology 7, 3 hal 115 – 119
3. Furia, T.E., (1975), “Handbook of Food Technology”, 2nd, CRC Press, Inc, Boca Raton, Florida, hal 295 –
359
4. Glicksman, M., (1969), Gum Technology in the Food Industry, Academic Press, Inc, Boca-Raton, Florida.
5. Peterson, M.S. dan A.H. Johnson, (1978), “Encyclopedia of Food Science”, The AVI Publishing Company,
Inc., Wesport, Connecticut.
6. Provonchee dan Richard, (FMC Corporation), (February 5), US Patent 4,990,611