• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya dipakai sebagai suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya dipakai sebagai suatu"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan

Menurut Todaro (1998) pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya dipakai sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali seluruh sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen ekonomi dan non ekonomi.

Sukirno (1985) mengemukakan pendapatnya tentang konsep pembangunan mempunyai 3 (tiga) sifat penting yaitu proses terjadinya perubahan secara terus menerus, adanya usaha untuk menaikkan pendapatan masyarakat dan kenaikan pendapatan masyarakat yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang.

Todaro (1998) menambahkan bahwa pembangunan ekonomi telah digariskan kembali dengan dasar mengurangi atau menghapuskan kemisikinan, ketimpangan dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi negara yang sedang berkembang.

Menurut Hanafiah (1982) pengertian pembangunan mengalami perubahan karena pengalaman pada tahun 1950-an sampai 1960-an menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada kenaikan pendapatan nasional tidak bisa memecahkan pemasalahan pembangunan. Hal ini terlihat dari taraf hidup sebahagian

(2)

masyarakat tidak mengalami perbaikan kendatipun target kenaikan pendapatan

nasional pertahun meningkat. Dengan kata lain ada tanda-tanda kesalahan besar dalam mengartikan istilah pembangunan seara sempit. Akhirnya disadari bahwa pengertian pembangunan itu sangat luas bukan sekedar hanya menaikkan pendapatan nasional saja. Pembangunan ekonomi itu tidak bisa hanya diartikan sebagi kegiatan-kegiatan yang dilakukan negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefenisikan sebagai suatu proses menyebabkan pendapatan perkapita penduduk meningkat dalam jangka panjang.

2.2 Keswadayaan Masyarakat

Raharjo (1992) keswadayaan berarti semangat untuk membebaskan diri dari ketergantungan pada sumber daya yang dimiliki. Keswadayan juga dapat dipahami sebagai semangat yakni upaya yang didasarkan kepada kepercayaan kemampuan diri dan berdasarkan sumber daya yang dimiliki.

Swadaya masyarakat merupakan semangat untuk membebaskan diri dari ketergantungan dari pihak luar atau kekuatan diri dengan sumber daya yang mereka miliki. Swadaya masyarakat juga kemampuan untuk memanfaatkan dan mengembangkan fasilitas-fasilitas yang telah tersedia sebagai hasil pembangunan yang dilaksanakan pemerintah (Raharjo, 1992).

Tidak berkembangnya swadaya masyarakat mengakibatkan penduduk miskin tetap terperangkap di dalam kemiskinan. Menurut Chambers (1983), kemiskinan itu

(3)

sendiri bukanlah hal yang sederhana. Kemiskinan berakar dari berbagai faktor internal dan eksternal yang melekat pada masyarakat miskin itu sendiri. Faktor inernal seperti ketidak berdayaan, kerawanan, isolasi, kelemahan fisik dan kemiskinan itu sendiri, sedangkan faktor eksternal seperti kebijaksanaan pembangunan yang lebih mementingkan perkembangan lapisan masyarakat ekonomi kuat ketimbang masyarakat yang ekonomi lemah.

2.3 Pemberdayaan Masyarakat

Shardlow (1998:32) dalam Adi (2003:54) melihat bahwa pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

Pemberdayaan tergantung pada kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, karena kemiskinan mencerminkan ketiadaan pilihan bagi seseorang. Dasar pandangannya adalah bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan rakyat. Bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus ditingkatkan kemampuannya dengan mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya, dengn kata lain memberdayakannya. Mas’oed (1993) menyatakan bahwa pemberdayan masyrakat didefenisikan sebagai upaya memberi daya atau kekuatan kepada rakyat (empowerment). Bentuk, jenis dan cara pemberdayaan masyarakat atau penguatan masyarakat sangat beragam.

(4)

Menurut Adam Malik dalam Alfian (1980) upaya pemberdayaan itu adalah berwujud adanya kemauan untuk mengubah struktur masyarakat yang selama ini belaku. Oleh karena itu upaya mengentaskan orang miskin dari kemiskinannya secara hakiki (bersifat mendasar) sama sulitnya dengan usaha pemberdayaan masyarakat dan bukan merupakan pekerjaan yang mudah dan bersifat instant (segera ada hasilnya).

Oleh karena itu, pemberdayaan bertujuan dua arah. Pertama, melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan. Kedua, memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Kedua-duanya harus ditempuh dan menjadi sasaran dari pada pemberdayaan.

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunannya sendiri.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru

pembangunan, yakni yang bersifat people centered, participatory, empowering dan

sustainable (Chambers dalam Kartasasmita, 1997: 42). Konsep pemberdayaan dalam

wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan (Hikmat, 2001: 3). Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan (Craig dan Mayo dalam Hikmat, 2001: 4).

Pemberdayaan masyarakat pada prinsipnya meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan yang harus diberi kepercayaan untuk berperan dalam

(5)

pembangunan. Kepercayaan diberikan dalam bentuk peran aktif dalam setiap tahap pembangunan. Untuk itu program-program pembangunan harus dapat memperkuat masyarakat dan kelembagaan masyarakat dalam tingkat komunitas agar mereka secara formal dapat melaksanakan pembangunan dengan baik.

Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity), karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri. Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan dan membangun kemampuan untuk memajukan diri kearah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.

Dalam pemberdayaan masyarakat ada beberapa aspek yang dapat dikembangkan sehingga menumbuhkan keberdayaan, aspek ini menurut Ndraha (2000: 80-81) adalah:

1. Pemberdayaan politik, bertujuan meningkatkan bargaining position yang diperintah terhadap pemerintah. Melalui bargaining tersebut, yang diperintah mendapatkan apa yang merupakan haknya dalam bentuk barang, jasa, layanan dan kepedulian tanpa merugikan orang lain.

2. Pemberdayaan ekonomi, dimaksudkan sebagai upaya untuk mening-katkan kemampuan yang diperintah sebagai konsumer untuk berfungsi sebagai penanggung dampak negatif pertumbuhan, pembayar resiko salah urus, pemikul beban pembangunan, kambing hitam kegagalan program, dan penderitaan kerusakan lingkungan.

(6)

3. Pemberdayaan sosial budaya, bertujuan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia (human invesment), penggunaan (human utilization), dan perlakuan seadil-adilnya terhadap manusia.

4. Pemberdayaan lingkungan, dimaksudkan sebagai program perawatan dan pelestarian lingkungan, supaya antara yang diperintah dengan lingkungannya terdapat hubungan saling menguntungkan.

Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Masyarakat miskin harus diberdayakan untuk dapat berpartisipasi lebih efektif dalam proyek dan program pembangunan yang dicanangkan pemerintah. Dasar pandangnya adalah bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya yaitu meningkatkan kemampuan rakyat. Bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus ditingkatkan kemampuannya dengan mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya.

Upaya memberdayakan masyarakat menurut Kartasasmita (1996: 159) harus dilakukan melalui 3 (tiga) cara, yakni:

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). 3. Melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah.

(7)

Pemberdayaan dimaksudkan untuk menciptakan keberdayaan masyarakat. Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat, akan memiliki keberdayaan yang tinggi. Namun selain nilai fisik seperti di atas, ada pula nilai-nilai intrinsik dalam masyarakat yang juga menjadi sumber keberdayaan seperti kekeluargaan, kegotongroyongan dan bagi bangsa Indonesia kebhinekaan.

Menurut Kartasasmita (1996: 144) keberdayaan masyarakat adalah: Unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Keberdayaan masyarakat ini menjadi sumber dari apa yang didalam wawasan politik disebut sebagai ketahanan nasional.

Lebih lanjut Kartasasmita (1996: 159) mengemukakan bahwa: “yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya adalah dengan perkuatan yang meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut berbagai masukan serta pembukaan akses kepada berbagai peluang. Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan dan derajat kesehatan, serta akses kepada sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar”.

(8)

1. Motivasi masyarakat yakni adanya suatu proses penciptaan kondisi yang membangkitkan kesadaran akan potensi yang diiliki masyarakat dan ada usaha untuk mengembangkannya.

2. Empowering yakni memperkuat potensi dan daya yang dimiliki masyarakat dengan memberikan input dan membuka peluang untuk berkembang.

3. Proteksi yakni memberikan perlindungan agar yang lemah tidak semakin lemah. Selanjutnya, Sumodiningrat (1997: 164) mengemukakan bahwa Masyarakat dianggap berdaya bila ia mampu meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan kemampuan permodalan, pengembangan usaha dan pengembangan kelembagaan usaha bersama dengan menerapkan prinsip gotong royong, keswadayaan dan partisipasi.

Selain itu pemberdayaan kepada masyarakat harus diikuti pemberdayaan kepada pemerintah sebagai agen pembangunan yang memberikan arahan, bimbingan dan pembinaan kepada masyarakat dalam melaksanakan setiap program pembangunan. Hal-hal yang perlu diperkuat yaitu kemampuan aparat pemerintah sebagi pembimbing dan pembina masyarakat dan lembaga sosial masyarakat. Penguatan lembaga sosial masyarakat harus diarahkan untuk dapat menumbuhkan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaran pembangunan. Peran serta masyarakat di satu daerah berkaitan erat dengan pemahaman tentang potensi daerah, kemampuan untuk menciptakan dan memanfaatkan peluang dalam pembangunan daerah.

Terdapat 2 (dua) hal yang dilakukan aparat dalam proses pemberdayaan masyarakat yaitu:

(9)

1. Bahwa peran tidak seharusnya berupaya melakukan sendiri, tetapi mengarahkan. Artinya kalau dilakukan masyarakat jangan dilakukan oleh pemerintah.

2. Masyarakat hendaknya diikutsertakan mulai dari proyek survei, perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi pembangunan juga proses pengambilan keputusan (Sumodiningrat, 1997).

Peningkatan peran serta masyarakat juga dapat dilakukan dengan cara medayagunakan perencanaan masyarakat di tingkat kelurahan dengan menghidupkan musyawarah yang diperankan oleh masyarakat kelurahan yang dihimpun dalam wadah LKMD. Kartodirjo (1987) mengemukakan bahwa tokoh masyarakat memegang peran penting dalam mendukung pembangunan masyarakat pada umunya. Hal ini karena tokoh masyarakat dengan otoritas tradisionalnya mempunyai pengaruh yang efektif dalam pelaksanaan berbagai macam program pembangunan di kelurahan.

2.4 Pembangunan Daerah

2.4.1 Perencanaan Pembangunan Daerah

Perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu sistem yang dibentuk dari unsur-unsur perencanaan, pembangunan dan daerah. Menurut Riyadi dan Deddy (2005) unsur-unsur perencanaan meliputi:

1. Adanya asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta, ini berarti bahwa perencanaan hendaknya disusun dengan berdasarkan asumsi yang didukung dengan fakta-fakta atau bukti yang ada. Hal ini menjadi penting karena hasil perencanaan merupakan dasar bagi pelaksanaan suatu kegiatan.

(10)

2. Adanya alternatif atau pilihan sebagai dasar penentuan kegiatan yang akan dilakukan, ini berarti bahwa dalam menyusun rencana perlu memperhatikan berbagai alternatif sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.

3. Adanya tujuan yang ingin dicapai, dalam hal ini perencanaan merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan kegiatan.

4. Bersifat memprediksi sebagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan.

5. Adanya kebijaksanaan sebagai hasil keputusan yang harus dilaksanakan.

Dalam hubungannya dengan suatu daerah sebagai area pembangunan dimana terbentuk konsep perencanaan pembangunan daerah, dapat dinyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungan dalam wilayah tertentu. Melalui pemanfaatan atau pendayagunaan berbagai sumber daya yang ada dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap tetapi tetap berpegang pada azas prioritas. Melakukan perencanaan pembangunan daerah berbeda dengan melakukan perencanaan proyek atau perencanaan kegiatan yang bersifat lebih spesifik dan mikro.

Proses perencanaan pembangunan daerah jauh lebih rumit karena menyangkut perencanaan pembangunan bagi suatu wilayah dengan berbagai komunitas, lingkungan dan kondisi sosial yang didalamnya. Dalam kegiatan perencanaan pembangunan daerah tidak bisa dilakukan secara individual, melainkan harus dilakukan secara tim maupun kerjasama dalam arti institusional. Disamping itu keterlibatan masyarakat

(11)

sangatlah penting, karena masyarakat dapat melakukan pengkajian dan analisis yang akurat dalam rangka perumusan hasil perencanaanya. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah akan sangat mendorong terciptanya suatu hasil perencanaan yang baik, karena masyarakat sebagai salah satu unsur dalam pembangunan, tentunya dapat mengetahui sekaligus memahami apa yang ada diwilayahnya. Perencanaan pembangunan daerah memiliki beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian agar perencanaan pembangunan dapat menghasilkan rencana pembangunan yang baik serta dapat diimplementasikan dilapangan. Menurut Riyadi dan Deddy (2005) ada beberapa aspek-aspek antara lain:

1. Aspek lingkungan

2. Aspek potensi dan masalah 3. Aspek institusi perencana 4. Aspek ruang dan waktu 5. Aspek legalisasi kebijakan

Dalam proses pembangunan daerah dapat dilihat dengan tiga cara pandang yang berbeda, yaitu; pertama, pembangunan bagi suatu kota, daerah, atau wilayah sebagai wujud bebas yang pengembangannya tidak terikat dengan kota, daerah, atau wilayah lain, sehingga penekanan perencanaan pembangunannya mengikuti pola yang lepas dan mandiri; kedua, pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional; ketiga, perencanaan pembangunan daerah sebagai instrumen bagi penentuan alokasi sumber daya pembangunan dan lokasi kegiatan di daerah yang telah

(12)

direncanakan terpusat yang berguna untuk mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi antar daerah.

Pada tanggal 15 Oktober 2004 diundangkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang “PEMERINTAHAN DAERAH” yakni sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang isinya penyempurnaan undang-undang No.22 tahun 1999. Pada waktu yang hampir bersamaan yakni pada tanggal 5 oktober 2004 diundangkan undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional yang isinya meliputi pengaturan Perencanaan Pembangunan Nasional yang didalamnya Mencakup Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional dan Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional dan Daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, perencanaan pembangunan daerah perlu disusun secara berjangka yakni Rencana Pembangunan Jangka Panjang daerah disingkat dengan RPJP daerah untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada RPJP nasional. RPJP daerah kabupaten/kota, dalam hal ini Kabupaten Deli Serdang, disusun dengan tahapan dan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Tahap pertama: Penyiapan Rancangan RPJP daerah Kabupaten/Kota untuk mendapatkan gambaran awal dari visi, misi, dan arah pembangunan Kabupaten Deli Serdang yang merupakan tanggung jawab Kepala Bappeda, dan selanjutnya menjadi bahasan dalam Musrenbang Jangka Panjang Daerah kabupaten/kota. Rancangan RPJP daerah Kabupaten/kota dimaksud dilampiri

(13)

dengan hasil analisis yang menggambarkan kondisi umum daerah dalam periode perencanaan 20 tahun kedepan, sebagai bahan masukan bagi para pemangku kepentingan (stake holder) pembangunan merumuskan dan menyepakati visi, misi, dan arah pembangunan daerah.

b. Tahap kedua: Penyelenggaraan Musrenbang Jangka Panjang Daerah Kabupaten/Kota yakni merupakan forum konsultasi dengan para pemangku-kepentingan pembangunan untuk membahas visi, misi dan arah pembangunan yang telah disusun, dibawah koordinasi Kepala Bappeda; dan untuk mendapatkan komitmen para pemangku-kepentingan pembangunan yang menjadi bahan masukan dalam penyempurnaan rancanagan RPJP daerah Kabupaten/Kota.

c. Tahap ketiga: Penyusunan rancangan akhir RPJP daerah Kabupaten/Kota yakni merupakan tanggung jawab Kepala Bappeda, dengan bahan masukan utama hasil Musrenbang Jangka Panjang daerah. Rancangan akhir ini disampaikan kepada Kepala Daerah, dan selanjutnya diproses untuk ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

d. Tahap keempat: Penetapan Peraturan Daerah Tentang RPJP Daerah. Untuk memenuhi perundang-undangan yang berlaku, maka RPJP daerah Kabupaten/Kota dilakukan, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah penetapan RPJP Daerah provinsi. Dengan demikian RPJP Daerah kabupaten/kota merupakan dokumen perencanaan jangka panjang daerah yang menjadi pedoman dalam penyusunan.

(14)

Penyusunan RPJP dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan disetiap tingkatan pemerintahan terarah dan mempunyai target pencapaian (visi dan misi) yang jelas dalam kurun waktu 20 tahun kedepan. Selanjutnya, tujuan daripada penyusunan RPJP Daerah Kabupaten Deli Serdang adalah untuk dijadikan sebagai arah kebijakan pembangunan Kabupaten Deli Serdang untuk periode 20 tahun kedepan dan sebagai acuan dalam menyusun rencana pembangunan jangka menengah atau RPJM Kabupaten Deli Serdang.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Peraturan Tahapan, Tata Cara Penyusunan Pengendalian Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Bab III, Paragraf satu pasal 11 ayat 3. Rancangan Awal RPJMD berpedoman pada RPJPD dan memperhatikan RPJM Nasional, kondisi lingkungan strategis di daerah serta hasil evaluasi terhadap RPJMD periode sebelumnya. Dalam rangka memenuhi ketentuan yang diamanatkan dalam peraturan tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Deli Serdang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009-2014, yang memuat visi, misi, dan program Kepala Daerah.

Maksud penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Deli Serdang tahun 2009 - 2014 adalah untuk menjabarkan visi, misi dan program Bupati dan wakil bupati Deli Serdang terpilih pada saat kampanye Pilkada 2008, dalam bentuk program dan kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan oleh setiap SKPD di Kabupaten Deli Serdang lima tahun kedepan sebagai bagian dari proses Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Deli Sedang.

(15)

Adapun tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah untuk menggambarkan dan mewujudkan keadaan yang diinginkan dalam waktu 5 (lima) tahun mendatang, sebagai bagian dari Perencanaan Pembangunan Jangka Panjang, untuk mewujudkan cita-cita pembangunan masyarakat Kabupaten Deli Serdang.

2.4.2 Tujuan Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang

Melalui RPJM Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat tujuan dari pembangunan Kabupaten Deli Serdang sebagai berikut:

1. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia.

2. Mewujudkan infrastruktur perhubungan, irigasi dan permukiman yang baik. 3. Meningkatkan perekonomian daerah.

4. Mewujudkan kualitas kehidupan masyarakat berlandaskan nilai nilai sosial, budaya dan agama.

5. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas tata kelola pemerintahan yang berbasis good governance.

2.4.3 Sasaran Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang

Adapun sasaran dari pembangunan Kabupaten Deli Serdang yang tertuang di dalam RPJM Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat sebagai berikut:

1. Terwujudnya peningkatan aksesbilitas pelayanan pendidikan dan kesehatan kepada seluruh masyarakat.

2. Terwujudnya ketersediaan infrastruktur dan permukiman yang memadai baik kuantitas dan kualitas.

(16)

3. Terwujudnya peningkatan ketahanan ekonomi masyarakat.

4. Terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmoni dalam keberagaman. 5. Terwujudnya pemerintahan yang responsif, transparan dan akuntabel.

2.5 Alokasi Dana Kelurahan

2.5.1 Pengertian Alokasi Dana Kelurahan

Alokasi dana kelurahan merupakan salah satu instrumen penting dalam penyelenggaraan otonomi dan desentralisasi di tingkat kelurahan, pelaksanaan kebijakan alokasi dan kelurahan yang sesuai dengan amanat Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang bertujuan untuk mengembangkan pemerintahan kelurahan yang mandiri dan mampu menjalankan fungsi desentralisasi. Dalam Peraturan Bupati Deli Serdang Nomor 757 tahun 2010 alokasi dana kelurahan merupakan bantuan keuangan dari Pemerintah Kabupaten Deli Serdang kepada Pemerintah Kelurahan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Deli Serdang dimaksudkan untuk membiayai program Pemerintah Kelurahan dalam melaksanakan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat.

2.5.2 Tujuan Alokasi Dana Kelurahan

Sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor: 757 tahun 2010 tanggal 27 Juli 2010 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Dana Alokasi Kelurahan Kabupaten Deli Serdang, tujuan alokasi dana kelurahan ialah untuk:

1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan kelurahan dalam melaksanakan pelayanan pe merintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai kewenangan.

(17)

2. Meningkatkan kemampuan Lembaga Kemasyarakatan di kelurahan dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian Pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi kelurahan.

3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat kelurahan.

4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat. 2.5.3 Sasaran Alokasi Dana Kelurahan

Adapaun sasaran alokasi dana kelurahan sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor: 757 tahun 2010 tanggal 27 Juli 2010 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Dana Alokasi Kelurahan Kabupaten Deli Serdang, ialah untuk:

1. Meningkatnya efektifitas penyelenggaraan pemerintahan kelurahan. 2. Meningkatnya pelaksanaan pembangunan kelurahan.

3. Meningkatnya kualitas pelayanan masyarakat.

4. Meningkatnya partisipasi dan pemberdayaan masyarakat kelurahan. 2.5.4 Pengelolaan Alokasi Dana Kelurahan

Secara umum agar pemanfaatan alokasi dana kelurahan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka pengelolaan alokasi dana kelurahan harus berpegang pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Pengelolaan dan pemanfaatan alokasi dana kelurahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan kabupaten dalam APBD.

b. Seluruh kegiatan yang didanai oleh alokasi dana kelurahan

(18)

dilaksanakan serta dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat di kelurahan.

c. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggung jawabkan secara teknis administratif dan hukum.

d. Alokasi dana kelurahan dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah dan terkendali.

e. Alokasi dana kelurahan digunakan untuk menigkatkan pelayanan terhadap masyarakat, menunjang perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatannya tidak diperbolehkan untuk ganti rugi tanah, bangunan-bangunan mercusuar yang tidak memiliki nilai manfaat ekonomis dan sosial, misalnya tugu batas kelurahan/lingkungan, gapura dll, maupun untuk membangun tempat ibadah.

2.6 Persepsi Masyarakat

Menurut Langevelt (Permana, 1992) persepsi adalah pandangan individu terhadap suatu stimulus/obyek sehingga individu tersebut memberi reaksi/respon yang berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. Persepsi juga berhubungan dengan pendapat dan penilaian yang berakibat motivasi, kemauan, tanggapan-tanggapan, perasaan dan fantasi terhadap stimulus.

Thoha (1988) menyatakan persepsi merupakan proses kognitif yang dialami setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Dia juga

(19)

mengemukakan persepsi merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.

Sarwono (1986) mengemukakan kemampuan untuk membedakan, mengelompokkan, memfokuskan dan sebagainya sebagai kemampuan untuk mengorganisasikan persepsi. Organisasi persepsi mengikuti beberapa prinsip yaitu wujud, latar belakang dan pengelompokan.

Memahami persepsi menurut Santoso (Permana, 1992) sangat penting sesuai dengan masyarakat di mana kita mengerjakan sesuatu. Sebab, apapun yang menjadi tujuan kegiatan kita apakah itu di bidang pertanian, tata laksana pemerintahan, pendidikan dan sebagainya, kesemuanya tidak terlepas dari faktor manusiawi.

Dalam hubungannya dengan pemanfaatan dana bantuan kelurahan, persepsi masyarakat terbentuk dari latar belakang, pengelompokan dan wujud kegiatan pembangunan yang dilaksanakan, serta objek yang dilihat oleh masyarakat karena adanya kedekatan dalam ruang tertentu dan berhubungan dengannya.

2.7. Penelitian Terdahulu

Sulistianto (2001), melakukan penelitian yang berjudul "Pengaruh Program dana Bantuan Desa Terhadap Perkembangan Desa Di Kecamatan Stabat". Dalam Penelitian ini menunjukkan bahwa desa-desa di Kecamatan Stabat menyatakan ada hubungan yang positif dan signifikan antara Dana Bantuan Desa dengan indikator Perkembangan Desa dari tahun 1995 sampai dengan tahun 1999.

(20)

Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun" Dalam penelitian ini menyatakan tujuan untuk menggambarkan proses dan peran masyarakat dalam pelaksanaan Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) dan mengetahui manfaat Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) di Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) memberikan Pengaruh yang positif terhadap Pembangunan Desa.

Sinaga (2006), melakukan analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Deli Serdang. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pajak, retribusi dan lain-lain PAD yang sah serta otonomi daerah terhadap PDRB Kabupaten Deli Serdang. Hasil penelitiannya tersebut menyimpulkan bahwa PAD berpengaruh nyata terhadap PDRB sehingga merupakan salah satu aspek Pengembangan Wilayah dalam Bidang Ekonomi di Kabupaten Deli Serdang.

Purba (2007), dengan judul tesis Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Program Bantuan Pembangunan Desa di Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik umur, pendidikan serta pendapatan berpengaruh positif terhadap partisipasi masyarakat, sehingga Partisipasi Masyarakat dapat berpengaruh dalam keberhasilan program bantuan pembangunan Desa.

Simanjuntak (2010), melakukan penelitian yang berjudul Analisis Alokasi Dana Desa APBD Serdang Bedagai Terhadap Pengembangan Desa di Kecamatan Sei

(21)

Rampah. Dalam Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pendapatan rata-rata rumah tangga sebelum dan sesudah pelaksanaan alokasi dana desa di Kecamatan Sei Rampah.

2.8 Kerangka Berpikir

Pemerintah Kabupaten Deli Serdang memberikan alokasi dana kelurahan ke setiap kelurahan sebagai wujud nyata pemenuhan hak kelurahan dalam membiayai program pemerintahan kelurahan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan. Alokasi dana kelurahan tersebut digunakan dalam pembangunan fisik atau non fisik dengan tujuan pengembangan kelurahan. Dalam melakukan pengembangan kelurahan ini ada beberapa indikator yang dijadikan ukuran yaitu dalam hal ini meliputi tingkat pendapatan serta manfaat alokasi dana kelurahan menurut tanggapan pemimpin kelurahan dan masyarakat kelurahan.

(22)

Perubahan Sarana Perhubungan

APBD DELI SERDANG ALOKASI DANA

KELURAHAN

Persepsi Pimpinan dan Masyarakat Kelurahan Perubahan Sarana Kesehatan Perubahan Sarana Pendidikan Perubahan Sarana Peningkatan Produksi Pengembangan Wilayah

(23)

2.9 Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan tanggapan masyarakat kelurahan dan pimpinan kelurahan tentang manfaat alokasi dana kelurahan.

2. Ada perubahan kondisi kelurahan dan masyarakat di Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam setelah dilaksanakan Alokasi Dana Kelurahan.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian Pengembangan Media Kalkulator Ajaib Materi Perkalian Pada Siswa Kelas III MI Al-Azhaar Bandung Tulungagung memenuhi kriteria valid dengan hasil uji ahli

Laju Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia ( Chromobotia macracanthus ) Dengan Pemberian Pakan Cacing Sutera ( Tubifek sp ) Yang Di Kultur Dengan

Paprika adalah salah satu bahan alami yang bagus untuk facial wajah Anda, dengan membuat masker dari olahan paprika Anda bisa memutihkan wajah Anda, dimana masker paprika

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Strategi yang digunakan dalam pelaksanaan Penguatan Pendidikan Karakter di SDIT Mutiara Hati Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara adalah dengan menggunakan

Mahkamah Rayuan Malaysia pada awalnya memutuskan bahawa seksyen 66 Enakmen Jenayah Syariah Negeri Sembilan 1992 ( EJSNS ) sebagai batal dan tidak sah walaupun keputusan

AIDS, infeksi oleh mikobakterium atipikal terlihat dalam peqalanan penyakit HIV lanjut, yang biasanya terjadi pada pasien dengan jumlah sel T CD4+ kurang. dari

Tidak ada ciri – ciri bibir bawah tebal memanjang ke arah belakang dan membentuk celah yang menjadi kantung yang membuka ke belakang;bibir atas berlekuk – lekuk; jari –