• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data inventarisasi tegakan hutan Agathis lorantifolia (agathis), Pinus merkusii (pinus), Schima

wallichii (puspa), Maesopsis eminii (kayu afrika), dan tegakan campuran yang ada

di HPGW yang terletak di Kecamatan Cicantayan dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.

Peralatan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah peta rancangan sampling HPGW, pita ukur, tambang plastik, kompas, GPS (Global

Potisioning System), alat tulis, tally sheet, range finder, parang, kalkulator,

komputer (yang dilengkapi dengan software MS Word, MS Excel) dan software

Arc View 3.2.

Data penunjang yang digunakan dalam penelitian terdiri dari:

1. Peta HPGW berupa peta letak dan luas areal, peta tutupan dan penggunaan lahan, serta peta sebaran potensi tegakan.

2. Data informasi iklim, tanah dan geologi, keadaan lapangan serta keadaan hutan di HPGW.

3.3 Tahapan Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan dengan tahapan seperti diilustrasikan dalam Gambar 1. Tahapan dalam kegiatan penelitian ini secara umum terdiri dari persiapan dan pengambilan data lapangan, pengolahan data lapangan, serta pendugaan biomassa dan karbon di atas tanah.

(2)

Gambar 1 Diagram alir penelitian.

Selesai

Stratifikasi berdasarkan jenis vegetasi

Pendugaan potensi volume, biomassa,

dan karbon Stratifikasi berdasarkan nilai

potensi Pendugaan tanpa

stratifikasi

Pendugaan dengan stratifikasi

Nilai potensi biomassa dan karbon Mulai

Persiapan dan pembuatan rancangan sampling Persamaan alometrik penduga biomassa Pendugaan volume Persamaan ketterings penduga biomassa Diameter batang (Dbh) pohon (cm) Tinggi total pohon (m) Pengukuran di lapangan

(3)

Secara rinci, metode yang diterapkan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

3.3.1 Persiapan dan Pengambilan Data Lapangan

Persiapan yang dilakukan sebelum melaksanakan penelitian ini diantaranya adalah perencanaan rancangan sampling untuk inventarisasi hutan di HPGW oleh divisi penelitian dan pengembangan HPGW. Pengambilan data lapangan direncanakan di atas peta kerja HPGW. Pengambilan data dilakukan dengan membuat plot contoh di lapangan dengan teknik systematic sampling with random

start (penarikan contoh sistematik dengan pengacakan awal). Plot contoh diambil

secara sitematik menurut aturan atau pola tertentu dengan plot contoh pertama dipilih secara acak dari populasi. Pola yang digunakan berupa grid berbentuk bujur sangkar yang dirancang pada peta HPGW dengan jarak antar plot 150 m untuk memperoleh keterwakilan yang tinggi. Plot contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 142 plot. Total plot contoh yang dibuat langsung dilapangan adalah sebanyak 48 plot sedangkan sisanya diperoleh dari data hasil inventarisasi hutan di HPGW tahun 2011 sebanyak 94 plot. Sebaran plot penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

(4)

Pengambilan data lapangan dilakukan pada tegakan Agathis lorantifolia (agathis), Pinus merkusii (pinus), Schima wallichii (puspa), Maesopsis eminii (kayu afrika), dan tegakan campuran yang ada di HPGW. Plot contoh yang digunakan berbentuk lingkaran karena mudah dibuat dan mudah menentukan pohon batas. Sutaraharja (1999) diacu dalam Noronhae (2007) menyatakan bahwa ukuran satuan contoh untuk bentuk circular dan rectangular plot dinyatakan dalam luasan tertentu dalam satuan hektar, misalnya 0,02 ha; 0,004 ha; 0,005 ha; 0,10 ha, dsb. Pada penelitian ini, plot contoh yang digunakan adalah plot contoh dengan jari-jari 17,8 m yang mewakili luas 0,1 ha.

Pemilihan titik pengukuran lapangan dilakukan berdasarkan peta areal HPGW. Pemilihan titik dilakukan dengan metode systematic sampling with

random start. Koordinat titik pengamatan di lapangan ditentukan dengan

menggunakan GPS (Global Positioning System) sesuai dengan rancangan sampling yang telah dibuat pada peta kerja.

Parameter tegakan yang diukur pada plot-plot contoh berupa diameter pohon setinggi dada (Dbh) ≥ 10 cm, tinggi total pohon (Tt), jenis pohon, kondisi pohon (mati pucuk, kurus, berpenyakit), kondisi batang (bercabang, lurus, rusak, dan jumlah koakan /sadapan). Diameter batang (Dbh) pohon dan tinggi total (Tt) diukur untuk menduga volume. Sedangkan untuk menduga potensi biomassanya hanya digunakan data diameter melalui persamaan alometrik.

3.3.2 Pengolahan Data 3.3.2.1 Pendugaan Volume

Pendugaan volume pohon dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara tergantung pada jenis pohonnya (hardwood atau conifer), dimensi tinggi (pohon berdiri atau log), dan bentuk geometris batang (silinder, neiloid, parabola, kerucut). Rumus-rumus yang umum digunakan untuk menghitung volume pohon adalah rumus Huber, Smalian, dan Newton. Selain rumus-rumus tersebut juga dapat digunakan tabel volume baik tabel volume lokal maupun tabel volume standar dan tabel volume kelas bentuk. Pada penelitian ini, menggunakan persamaan tabel volume yang telah dikembangkan oleh peneliti terdahulu di

(5)

HPGW untuk menduga volume pohon. Persamaan penduga volume tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Persamaan penduga volume pohon di HPGW

Jenis Persamaan Sumber

Puspa V = -0,9344 + 5,4816 D + 0,0080 H (LPIPB 1985) Mahoni V = -1,0330 + 5,4816 D + 0,0080 H (LPIPB 1985) Pinus V = 10,3265 * –ee^(1,9928-0,0339D) (Wardasanti 2011) Agathis V = 0,00008872 D2,658 (Siagian 2011) Jenis lainnya V = 0,0000091 D 1,54 H 1,64 (LPIPB 1985) Keterangan:

Untuk puspa dan mahoni: D = dbh (m), T = tinggi total (m) Untuk jenis lainnya : D = dbh (cm), T = tinggi total (m) V = volume tegakan (m3)

D = diameter setinggi dada (cm) H = tinggi total pohon (m)

e = eksponensial

3.3.2.2 Model Pendugaan Biomassa Tegakan

Pendugaan potensi biomassa dalam penelitian ini menggunakan persamaan alometrik karena dalam pembuatan model penduga biomassa memerlukan tenaga, waktu, dan biaya yang besar. Selain itu, persamaan alometrik bersifat universal sehingga akan memudahkan dalam pengestimasian biomassa tanaman yang tumbuh pada beberapa daerah berbeda. Persamaan alometrik pada masing-masing jenis pohon berbeda satu sama lain. Persamaan-persamaan alometrik yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari penelitian terdahulu tentang pendugaan biomassa masing-masing jenis pohon sehingga memberikan hasil dugaan yang akurasinya dapat diuji dan dipertanggungjawabkan. Adapun persamaan alometrik yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

(6)

Tabel 4 Berbagai model persamaan alometrik untuk menduga biomassa tegakan di HPGW

No Jenis pohon Model persamaan

alometrik Sumber

1 Mangium

(Acacia mangium) W = 0,0528 (D

2)1,3612 (Heriansyah et al. 2003 diacu

dalam Masripatin et al. 2010) 2 Agathis

(Agathis lorantifolia) W = 0,3406 D

2,0467 (Siregar & Dharmawan 2007)

3 Pinus (Pinus merkusii) W = 0,206 D2,26 W = 0,066 D2,13 H0,257 (Hendra 2002) 4 Mahoni (Swietenia macrophylla) W = 0,048 D 2,68 (Adinogroho 2002) 5 Meranti (Shorea leprosula) W = 0,058 D 2,62 (Handayani 2003) 6 Puspa (Schima wallichii) W = 0,4594 D1,9978 W = 0,0727 (D2H)0,8993 (Salim 2005) 7 Jati (Tectona grandis) W = 0.2759 D

2.2227 (Hendri 2001 diacu dalam

Tiryana et al. 2011) 8 Sengon

(Paraserianthers falcataria) W = 0.1479 D

2.2989

(Hairiyah & Rahayu 2007)

Biomassa yang diukur dalam penelitian ini merupakan biomassa di atas permukaan tanah (above-ground biomass) dari berbagai tegakan yang ada di HPGW. Persamaan alometrik untuk menaksir biomassa di atas permukaan tanah untuk jenis-jenis pohon yang ada di HPGW sangat terbatas sehingga untuk jenis pohon yang tidak ada persamaan alometriknya digunakan persamaan alometrik yang bersifat universal seperti yang dikemukakan oleh Ketterings et al. (2001) yaitu sebagai berikut:

W = 0,11 ρ D 2,62 ... (3) Keterangan :

W = biomassa (kg/pohon)

ρ = massa jenis pohon (kg/cm3)

D = diameter setinggi dada (1,3 m)

Persamaan tersebut menggunakan variabel diameter dan kerapatan kayu masing-masing jenis secara spesifik sehingga bisa meminimalkan kesalahan pengukuran. Tabel 5 menyajikan kerapatan kayu jenis-jenis pohon yang ada di HPGW.

(7)

Tabel 5 Kerapatan kayu berbagai jenis pohon di HPGW

Nama lokal Nama botani Wood density

(g/cm3) Sumber

Ampelas (Ficus ampelas) 0,48 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Beringin (Ficus benjamina) 0,52 (Anonim 1981)

Ficus (Ficus sp.) 0,47 Prosea 5(3) p:233

Jambu (Syzygium sp) 0,73 Prosea 5(2) p:442

Jengkol (Pithecelobium

rosulatum) 0,73 (Anonim 1981)

Jenis lain - 0,57 Brown (data from reyes et al. 1992)

Kayu afrika (Maesopsis eminii) 0,42 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Kayu manis (Cinnamomum

burmani) 0,57

(Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)

Kenanga (Cananga ordorata) 0,38 (Ginoga 1978)

Kepuh (Sterculia foetida) 0,64 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Keruing (Dipterocarpus

elongatus) 0,67 (Martawijaya et al. 1992)

Ketapang (Terminalia catappa) 0,65 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Ki huru (Macaranga

rhizinoides) 0,39

(Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)

Ki sireum (Eugenia cymosa) 0,73 prosea 5(2)p:442

Ki teja (Machilus rimosa) 0,59 (http://www.thewoodexchange.info)

Laban (Vitex pubescens) 0,88 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Sonokeling (Dalbergia latifolia) 0,83 (Martawijaya et al. 1992)

Macaranga (Macaranga sp) 0,5 Prosea 5(3) p:340

Mangga (Mangifera indica) 0,67 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Mindi (Melia azedarach) 0,53 (Martawijaya et al. 1992)

Nyamplung (Callophyllum

inophyllum) 0,69 (Martawijaya et al. 1992)

Pasang (Quercus sundaicus) 0,58 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Petai cina (Leucaena leucephala) 0,82 (Anonim 1981)

Pulai (Alstonia scholaris) 0,30 (Martawijaya et al. 1992)

Rambutan (Nephelium lappaceum) 0,91 (Anonim 1981)

Rasamala (Altingia exelsa) 0,81 (Anonim 1981)

Resak (Vatica rassak) 0,6 (Martawijaya et al. 1992)

Sempur (Dillenia aurea) 0,76 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Sukun (Artocarpus communis) 0,40 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Sungkai (Peronema canescens) 0,52 (Martawijaya et al. 1992)

Tangkalak (Litsea sebifera) 0,72 Prospect: The Wood Database Version 2.1

Teureup (Artocarpus elastica) 0,44 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Waru laut (Hibiscus tiliaceus) 0,54 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

(8)

Terdapat beberapa jenis pohon yang tidak diketahui kerapatan kayu lokalnya seperti apus, dara uncal, ramu giling, harendong dan jenis lainnya sehingga digunakan kerapatan pohon di Asia seperti yang dikemukakan Brown (1997) diacu dalam Ketterings et al. (2001) yaitu 0,57 g/cm3.

3.3.2.3 Pendugaan Karbon Hutan

Nilai biomassa yang diperoleh dari hasil perhitungan dapat digunakan untuk menduga potensi karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan. Karbon merupakan produk dari produksi biomassa yang terbentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, cabang, dan daun serta penyakit, sisanya tergabung di dalam struktur yang tersimpan dalam pohon (Johnson et al. 2001 diacu dalam Onrizal 2004). Karbon merupakan komponen penyusun biomassa tanaman, kandungannya sekitar 45–50% bahan kering dari tanaman. Berdasarkan hasil konferensi IPCC (2006), fraksi karbon dari biomassa hutan yaitu 0,47 sehingga untuk mengetahui potensi karbon (ton C/ha) dalam hutan dapat diduga dengan mengalikan biomassa hutan dengan fraksi karbon tersebut.

C = W * 0,47 ... (4) Keterangan : C = karbon W = biomassa (kg/pohon) 0,47 = fraksi karbon 3.3.2.4 Analisis Data

Pendugaan potensi volume, biomassa, dan cadangan karbon pada penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode pendugaan tanpa stratifikasi dan metode pendugaan dengan strafitikasi. Metode pendugaan tanpa stratifikasi menggunakan systematic sampling with random start seperti dalam pengambilan plot contoh. Pada metode tersebut pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus simple random sampling (SRS) (Shiver & Borders 1996) yaitu sebagai berikut:

a. Penduga nilai tengah/rata-rata populasi (μ) :

(9)

b. Ragam dugaan bagi ( ) :

= ; dimana : =

... (6)

c. Selang kepercayaan (1-α).100% bagi nilai tengah/rata-rata populasi : = sy ... (7)

d. Penduga total populasi ( ) :

= N. ... (8) e. Ragam dugaan bagi total populasi ( )

=

= N

2.

=> = N

2 ... (9)

f. Selang kepercayaan (1-α).100% bagi total populasi :

Y = ± ... (10) atau dapat dihitung dari selang kepercayaan bagi rata-rata : N. ... (11) g. Kesalahan penarikan contoh (sampling error, SE)

SE =

... (12)

Keterangan:

yi = nilai pada plot contoh ke-i = ragam contoh

n = ukuran contoh

N = ukuran populasi

Selain menduga tanpa stratifikasi, juga dilakukan metode dengan stratifikasi setelah semua data hasil penelitian dilapangan terkumpul (poststratification). Poststratification dilakukan karena kondisi tegakan di HPGW yang cenderung heterogen, yaitu bervariasi dalam hal umur, komposisi jenis, kualitas tempat tumbuh (bonita), topografi dan lain sebagainya. Pada metode ini, terlebih dahulu dilakukan stratifikasi populasi yang akan diduga potensi volume, biomassa, dan cadangan karbonnya menjadi beberapa stratum yang kondisinya relatif homogen dan tidak saling tumpang tindih (overlap). Stratifikasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu stratifikasi berdasarkan sebaran nilai volume dan biomassa tegakan serta berdasarkan jenis vegetasi. Stratifikasi tersebut dipilih

(10)

untuk mengurangi keragaman sehingga menghasilkan nilai dugaan yang lebih akurat.

Pada stratifikasi berdasarkan nilai potensi, stratifikasi dilakukan dengan terlebih dahulu menduga sediaan tegakan pada lokasi-lokasi yang tidak terwakili oleh plot contoh menggunakan teknik interpolasi permukaan (surface

interpolation). Interpolasi permukaan adalah suatu teknik untuk menghitung nilai

diantara dua atu lebih titik yang secara spasial berdekatan (Jaya et al. 2010). Data dari plot-plot contoh yang telah diukur kemudian ditransformasikan menjadi informasi petak. Metode interpolasi permukaan umumnya dilakukan dengan dua metode yaitu metode Inverse Distance Weighted (IDW) atau Invers Jarak Tertimbang dan spline. Akan tetapi, pada penelitian ini digunakan metode IDW karena metode ini menghasilkan kisaran estimasi sediaan yang mendekati kondisi aktualnya di lapangan dengan kesalahan relatif rendah (Jaya et al. 2010).

Berdasarkan hasil interpolasi tersebut kemudian dilakukan stratifikasi. Untuk stratifikasi berdasarkan nilai potensi volume, areal dengan kisaran nilai volume yang sama dijadikan sebagai satu stratum begitu pula pada stratifikasi berdasarkan biomassa. Areal dengan kisaran nilai biomassa yang sama dijadikan sebagai satu stratum. Sedangkan untuk pendugaan cadangan karbonnya, digunakan stratifikasi berdasarkan nilai potensi biomassa. Hal ini dikarenakan hasil pendugaan cadangan karbon pada tegakan merupakan hasil pengolahan data biomassa. Sehingga setiap penambahan kandungan biomassa akan diikuti oleh penambahan kandungan karbon dan apapun yang menyebabkan peningkatan ataupun penurunan biomassa maka akan menyebabkan peningkatan ataupun penurunan kandungan karbon. Selain dilakukan stratifikasi berdasarkan nilai volume dan biomassa, juga dilakukan stratifikasi berdasarkan jenis vegetasi yang ada di lokasi penelitian. Untuk stratifikasi berdasarkan jenis vegetasi, areal dengan jenis vegetasi yang sama dijadikan sebagai satu stratum.

Nilai-nilai dugaan bagi rata-rata per hektar dan total potensi biomassa dan karbon dihitung berdasarkan potensi pada setiap stratum serta keseluruhan populasi tegakan HPGW dengan menggunakan metode stratified systematic

sampling with random start. Menurut Cochran (1997), Shiver and Borders (1996),

(11)

digunakan dalam metode pendugaan biomassa dan karbon dengan metode

stratified systematic sampling with random start adalah sebagai berikut:

1. Pendugaan pada setiap stratum

a. Rata-rata potensi pada stratum ke-h:

h = ... (13) b. Ragam rata-rata potensi pada stratum ke-h:

= ... (14) dimana : = ... (15)

2. Pendugaan pada keseluruhan populasi tegakan: a. Rata-rata potensi pada populasi:

= ... (16) b. Ragam rata-rata potensi pada populasi:

= ... (17)

c. Taksiran selang bagi rata-rata potensi pada populasi:

± . ... (18)

d. Total potensi pada populasi:

= N. ... (19)

e. Ragam bagi total potensi pada populasi:

= . ... (20)

f. Taksiran selang bagi total potensi pada populasi:

± ... (21)

atau N. ... (22)

g. Kesalahan penarikan contoh (sampling error) SE =

(12)

Keterangan:

yh,i = nilai potensi pada stratum ke-h dan plot contoh ke-i

= ragam contoh pada stratum ke-h nh = ukuran contoh pada stratum ke-h

Nh = ukuran stratum ke-h

N = ukuran populasi L = jumlah stratum

Gambar

Gambar 1  Diagram alir penelitian.
Gambar 2  Peta sebaran plot penelitian.
Tabel 3  Persamaan penduga volume pohon di HPGW
Tabel 4  Berbagai model persamaan alometrik untuk  menduga biomassa tegakan  di HPGW
+2

Referensi

Dokumen terkait

a) Jika dalam senarai pesanan yang dibuka pada akaun dagangan terdapat dua atau lebih posisi dikunci, maka semasa menjana permintaan atau arahan untuk menutup mana-mana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor pada dimensi kesehatan fisik secara garis besar dari keseluruhan pertisipan mendekati

Namun jika APN yang dimasukan tidak sesuai, maka terjadi kondisi dimana terjadi kegagalan pada proses aktivasi PDP dari RNC ke arah SGSN karena penggunaan APN

WEKA memuat berbagai alat untuk data pra- pengolahan (pre-processing), classification, regresi, clustering, aturan asosiasi, dan visualisasi. WEKA juga pantas untuk

This study aims at describing the violations of the politeness principles committed by the South Celebes governor candidates in 2013 and their factors. This is

Adapun permasalahan yang muncul berdasarkan latar belakang di atas ialah: 1) Masih kurangnya minat baca mahasiswa. 2) Pengaplikasian warna dan furniture yang monoton pada

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud

Sebagaimana kita tau pasar adalah sebuah tempat bertemunya pembeli dengan penjual guna melakukan transaksi ekonomi yaitu untuk menjual atau membeli suatu barang