• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR NOVEL AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG KARYA TERE LIYE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS STRUKTUR NOVEL AYAHKU (BUKAN) PEMBOHONG KARYA TERE LIYE"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS STRUKTUR NOVEL AYAHKU (BUKAN)

PEMBOHONG KARYA TERE LIYE

Norma Febianti Permana, Christanto Syam, Agus Wartiningsih

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Untan Email: normafebianti@ymail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur intrinisik yang

terdapat dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye dan pengimplementasian pembelajaran unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripstif. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye terdapat unsur intrinsik yang terdiri dari tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pengajaran bahsa Indonesia di sekolah khususnya untuk mengajar siswa menganalisis unsur-unsur intrinsik pada sebuah novel.

Kata Kunci: analisis, struktur, novel

Abstract: This research aimed to describe the intrinsic elements contained in the

novel Ayahku (Bukan) Pembohong by Tere Liye and implementing learning intrinsic elements contained in the novel Ayahku (Bukan) Pembohong by Tere Liye against Indonesian subjects at school. The method used in this study is descriptive method. Based on the analysis of data can be concluded that the novel Ayahku (Bukan) Pembohong by Tere Liye there is an intrinsic element consisting of theme, plot, background, characterizations,viewpoint, language style, and mandate. Results from this study are expected to be used as the teaching of Indonesian in schools, especially to teach students to analyze the elements intrinsic to a novel.

Keyword: analysis, structure, novel

nsur Intrinsik merupakan unsur pembangun yang terdapat di dalam karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik mencakup tema, latar, alur, penokohan, gaya bahasa dan amanat. Unsur ini berfungsi sebagai pembeda faktor-faktor kebahasaan, penulis dapat menjadikan unsur ini sebagai pengatur alur cerita atau tulisannya.

Fungsi unsur intrinsik adalah sebagai parameter setiap tulisan yang bersifat naratif, eksposif, deskriptif, dan seterusnya. Setiap novel memunyai struktur yang berbeda-beda. Misalnya, struktur novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya tere Liye akan berbeda dengan novel lain yang diciptakan oleh Tere Liye, meskipun diciptakan oleh satu pengarang. Berbicara mengenai struktur, dalam

(2)

2

sebuah novel terdapat struktur yang membangun novel tersebut menjadi novel yang baik dan utuh.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini memfokuskan pada unsur intrinsik dalam karya sastra dengan pendekatan struktural yaitu menelaah karya sastra yang terlepas dari pengarang dan pembacanya dan dilakukan secara intrinsik atau dari dalam karya sastra itu sendiri. Dengan pertimbangan bahwa di dalam karya sastra terdapat unsur intrinsik sehingga penulis dapat melakukan penelitian terhadap novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye karena peneliti ingin mengetahui bagaimana tema, latar, perwatakan, amanat, gaya bahasa dan sudut pandang yang merupakan unsur yang membangun dari novel tersebut.

Dalam penelitian ini, pertama penulis menganalisis tema yang merupakan bagian dasar cerita dan hal yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Menurut Scharbach (dalam Aminuddin, 2013:91) tema berasal dari bahasa latin yang berarti “tempat meletakkan suatu perangkat”. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakan.

Kedua, alur merupakan jalan cerita untuk mengetahui secara mendalam mengenai tahapan-tahapan cerita. Menurut Aminuddin (2013:83) bahwa alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Nurgiyantoro (2013:209) menyatakan bahwa yang membedakan tahapan plot menjadi lima bagian yaitu tahap situation, tahap Generating Circumstances, tahap Rising Action, tahap Climax, dan tahap Denouement.

Ketiga, latar atau setting meliputi tempat, waktu, dan sosial budaya yang digunakan dalam suatu cerita. Menurut Kosasih (2012:38) latar atau setting adalah tempat dan waktu berlangsungnya kejadian dalam cerita. Latar berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya cerita ataupun pada karakter tokoh. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca atau penikmat hasil karya sastra dapat menikmati karya sastra tersebut secara realistis.

Keempat, penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Menurut Aminuddin (2013:79-80) bahwa para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peran yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama di sebut tambahan atau pemantu.

Kelima, sudut pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Menurut Aminuddin (2013:90) bahwa sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Sudut pandnag dibagi menjadi tiga bagian yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang ketiga, dan sudut pandang serba tahu.

Keenam, gaya bahasa merupakan cara bagaimana pengarang cerita mengungkapkan isi pemikirannya melalui bahasa-bahasa yang khas dalam uraian ceritanya sehingga dapat menimbulkan kesan tertentu. Aminuddin (2013:72)

(3)

3

mengatakan bahwa gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Tarigan (1985:6) mengatakan bahwa gaya bahasa dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa perulangan.

Ketujuh, amanat merupakan pesan moral yang terkandung dalam karya sastra. Menurut Kosasih (2012:71) amanat adalah ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Untuk menemukan amanat tersebut tidak cukup dengan membaca dua atau tiga paragraf, melainkan harus menghabiskan sampai tuntas. Karena amanat itu tersirat dibalik kata-kata yang disusun dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Menurut Nurgiyantoro (2013:429) bahwa moral adalah sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita.

Banyak novel yang ditulis oleh Tere Liye diantaranya Kisah Sang Penandai, ELIANA (Serial Anak-Anak Mamak), Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, PUKAT (Serial Anak Mamak), BURLIAN (Serial Anak-Anak), Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, Bidadari-Bidadari Surga, Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, Senja Bersama Rosie, Mimpi-Mimpi Si Patah Hati, Cintaku Antara Jakarta & Kuala Lumpur, dan The Gogons Series 1. Dari beberapa novel tersebut penulis memilih novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye karena novel ini merupakan novel inspiratif. Menurut penulis banyak hal yang dapat dijadikan inspirasi dan motivasi dari novel tersebut. Novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye mengajarkan bagaimana hidup bersyukur dalam keadaan apapun, bekerja keras, tidak mudah putus asa, bersikap sabar, menghormati kedua orang tua, dan lain sebagainya.

Penelitian tentang unsur intrinsik ini berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pembelajaran novel mengenai unsur intrinsik pada siswa disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran bahasa Indonesia kelas XII SMA semester 1. Standar kompetensi mendengarkan, 5. Memahami pembacaan novel. Kompetensi dasar 5.2 Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel. Dari standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas, guru dapat menerapkan pembelajaran dengan menggunakan hasil penelitian ini sebagai sumber belajar di dalam kelas.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif karena sebagian besar laporan penelitian dilakukan dengan menggambarkan suatu objek sesuai dengan kenyataan yang ada tanpa dilebih-lebihkan. Menurut Suryabrata (2013:75) bahwa tujuan dari metode deskriptif adalah untuk membuat pecandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Bentuk penelitian kualitatif digunakan karena data dianalisis satu persatu, apa adanya sesuai dengan sifat data yang alamiah. Unsur intrinsik dikaji

(4)

4

dan diuraikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat dan tidak berbentuk angka maupun mengadakan perhitungan. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural. Karena kajian pendekatan struktural menitikberatkan pada unsur intrinsik karya sastra.

Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama di Jakarta, pada April 2011. Novel ini berjumlah 298 halaman. Data dalam penelitian ini adalah unsur-unsur intrinsik yang terdiri dari tema, alur, latar, penokohan, gaya bahasa, dan amanat yang berupa kalimat-kalimat dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye.

Teknik pengumpul data dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumenter. Karena penulis menggunakan novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye sebagai sumber data yang dijadikan dokumen dalam penelitian. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam teknik pengumpul data yaitu membaca novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye secara intensif, mengidentifikasi data berdasarkan permasalahan penelitian,mengklasifikasikan data berdasarkan permasalahan penelitian, menguji keabsahan data berdasarkan permasalahan penelitian. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah penulis sendiri sebagai instrumen kunci. Kedudukan penulis sebagai instrumen kunci dalam penelitian ini yaitu sebagai perencanaan, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsiran data, dan sebagai pelopor hasil penelitian. Selain itu, digunakan juga kartu pencatat data yang bersisi catatan-catatan dari hasil membaca Novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye.

Setelah data terkumpul, perlu diuji keabsahannya. Adapun langkah-langkah dalam menguji keabsahan data yaitu ketekunan pengamatan, triangulasi, kecukupan referensi,dan pemeriksaan teman sejawat. Setelah data diuji keabsahannya, penulis melakukan teknik analisis data dengan langkah-langkah yaitu membaca data yang telah diuji keabsahannya, mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang mencerminkan unsur-unsur intrinsik, dan menyimpulkan hasil penelitian sehingga diperoleh deskripsi tentang unsur-unsur intrinisik pada novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tema

Contoh kutipan.

Sejak kecil, bahkan sejak aku belum bisa diajak berbicara, Ayah sudah suka bercerita. Ia menghabiskan banyak waktu untuk menemaniku, membaca buku-buku (Liye, 2011:12).

Kutipan di atas menggambarkan peristiwa bahwa sejak kecil bahkan sejak tokoh Aku belum dapat diajak berbicara, Ayah sudah suka bercerita. Ayah selalu menemani dan menghabiskan waktu untuk bercerita dengan membaca berbagai buku yang dimilikinya.

(5)

5

Kasih sayang dalam kutipan tersebut tampak dari sosok seorang Ayah yang selalu menemani tokoh Aku dengan bercerita meskipun tokoh Aku masih kecil bahkan belum dapat berbicara. Ayah tidak pernah kehabisan akal untuk dapat bercerita. Selalu ada cara yang ia lakukan agar dapat bercerita dan menemani anaknya.

Ketika halaman buku-buku itu habis, meski sudah membeli buku-buku terbaru dari toko dan meminjam seluruh tumpukkan buku di perpustakaan, Ayah mulai mencomot begitu saja dongeng dari langit-langit kamar. (Liye,2011:12).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa ketika Ayah telah habis membaca buku-buku cerita yang dimilikinya dari membeli di toko buku dan meminjam di perpustakaan, Ayah tidak kehabisan akal untuk dapat bercerita. Ayah mulai memanfaatkan situasi yang ada di sekitar misalnya membuat cerita dari langit-langit kamar.

Kasih sayang dalam kutipan tersebut tampak pada sosok seorang Ayah yang tidak ingin berhenti bercerita agar selalu dapat menemani anaknya. Ketika buku-buku yang dimilikinya telah habis dibaca, ia memanfaatkan keadaan sekitar agar selalu dapat bercerita dan menemani anaknya.

Alur

Contoh kutipan.

1. Tahap Penyituasian (Situation)

Aku berhenti memercayai cerita-cerita Ayah ketika umurku dua puluh tahun. Maka malam ini, ketika Ayah dengan riang menemani anak-anakku, Zas dan Qon, menceritakan kisah-kisah hebatnya pada masa mudanya, aku hanya bisa menghela napas tidak suka (Liye,2011:5). Kutipan di atas menggambarkan pengenalan situasi awal cerita yaitu tokoh aku mulai tidak percaya kepada cerita ayahnya ketika dewasa berumur dua puluh tahun. Ketika itu tokoh aku telah memunyai dua orang anak bernama Zas Dan Qon. Pada suatu malam Ayah dengan riang menemani kedua anaknya untuk bercerita pengalamannya. Namun, tokoh aku tidak menginginkan kedua anaknya mendengarkan cerita-cerita Ayah.

2. Tahap Pemunculan Konflik (generating circumstance)

Tiga puluh tahun lalu. “Kau sudah mengantuk Dam?” Ayah tertawa menatapku. Aku menggelek kuat-kuat. Tidak. Aku pasti bertahan menunggu siaran langsung ini. Tadi pagi, seluruh teman di sekolah sibuk meributkan pertandingan ini, bertengkar membela klub kesayangan masing-masing. (Liye, 2011:8).

(6)

6

Kutipan di atas menggambarkan bahwa tiga puluh tahun lalu Dam berusia remaja dan akan menyaksikan pertandingan sepak bola di layar kaca yang menayangkan klub kesayangannya. Berita tentang pertandingan tersebut telah membuat teman-teman di sekolahnya ribut dan bertengkar untuk membela klub kesayangan masing-masing.

3. Tahap Peningkatan Konflik (rising action)

Isi surat itu pendek saja, orang tua Zas dan Qon dipanggil kepala sekolah. Sudah dua hari berturut-turut anak itu bolos sekolah. Hari pertama mereka pulang lebih cepat sebelum lonceng berbunyi. Hari kedua bahkan mereka sejak pagi tidak masuk. (Liye, 2011:218).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Dam yang merupakan orang tua dari Zas dan Qon mendapat surat panggilan dari kepala sekolah. Yang isinya menyatakan bahwa sudah dua hari berturut-turut kedua anaknya bolos sekolah. Hari pertama mereka pulang sebelum waktunya pulang sekolah. Dan hari kedua mereka tidak masuk sekolah. Ketika Dam membaca surat itu ia sangat marah kepada kedua anaknya dan Ayah. Ia menganggap bahwa gara-gara tertarik mendengarkan cerita-cerita Ayah kedua anaknya sampai bolos sekolah. 4. Tahap Konflik (climax)

Eman bulan Ayah tinggal bersama kami. Malam ini semua harus berakhir. Masih segar dalam ingatanku, aku mengancam dua bulan lalu setalah Zas dan Qon bolos tiga hari berturut-turut, agar ia berhenti bercerita di bawah atap rumahku. Malam ini, saat penat lepas pulang dari perjalanan jauh, mendapati anak-anakku sedang mencari tahu kata “Akademi Gajah” di dunia maya, aku akan membuat keputusan tegas. (Liye, 2011:277).

Kutipan di atas menggambarkan kemarahan Dam yang tidak dapat lagi menahan rasa sabarnya untuk menghadapi Ayah yang terus bercerita hingga membuat kedua anaknya bolos sekolah. Ketika pulang dari perjalanan jauh, tanpa sengaja ia melihat kedua anaknya sedang mengakses Akademi Gajah. Ia tidak ingin kedua anaknya sibuk dengan cerita-cerita Ayah, padahal usia mereka baru delapan tahun. Dam hanya ingin kedua anaknya sibuk dengan pendidikannya, bukan sibuk mencari tahu kebenaran cerita Ayah. Keputusan malam itu ialah keputusan Dam mengusir Ayahnya dari rumah meskipun sang istri Taani tidak menyetujui. Dengan perginya Ayah dari rumah membuat Zas dan Qon mulai terbiasa tanpa kehadiran kakek mereka dan juga cerita-cerita bohongnya. Meskipun ayah tidak lagi tinggal satu atap bersama keluarga Dam, namun Taani dan kedua anaknya dapat mengunjungi Ayah kapan saja, memberi makanan, dan mengurus Ayah di rumah kecilnya.

(7)

7

Aku melangkah di atas keramik putih. Tiba di ranjang operasi. Kondisi Ayah menyedihkan. Tubuh kurus tua itu terkulai lemah di atas tempat tidur. Matanya redup. Napasnya tidak teratur. “Maafkan ayah,” Ayah berkata lirih, menatap gerakan tanganku. (Liye, 2011:286-287).

Kutipan di atats menggambarkan kondisi kesehatan Ayah yang sudah tidak baik lagi dan terbaring lemas di temapat tidur. Dengan suara yang pelan ia meminta maaf kepada Dam sambil menatap gerakan tangannya. Dengan keadaan seperti itu, membuat Dam merasakan kesedihan dan seketika itu kebenciannya kepada Ayah berangsur hilang. Sakit yang diderita Ayah membuat ia harus menghembuskan nafas terakhirnya. Hingga pada pagi hari proses pemakan Ayah dilaksanakan.

Latar

Contoh kutipan. 1. Latar Tempat

Aku semakin tersengal memperhatikan dari ujung ruangan. Dan di rumah ini, aku tidak akan membesarkan Zas dan Qon dengan dusta seperti yang dilakukan Ayah dulu kepadaku. (Liye, 2011:7).

Teks di atas mencerminkan peristiwa tokoh aku yang tidak menyukai sang ayah berada di rumahnya dan ia juga tidak menginginkan kedua anaknya tumbuh besar bersama-sama dengan ayahnya karena ia telah menganggap sang ayah adalah seorang pendusta. Latar tempat pada kalimat di atas digunakan oleh pengarang untuk menggambarkan suasana di ujung ruangan, dimana tokoh aku merasakan kekesalannya melihat kedua anaknya bercengkrama dengan ayahnya. Bahkan, ia tidak mengizinkan kedua anaknya tumbuh besar bersama ayahnya yang telah dianggap seorang pemdusta olehnya.

2. Latar Waktu

Esok harinya sekolah libur. Latihan klub renang dimulai sejak pagi. “Apa yang kau inginkan?” aku bertanya dingin. “Kau mengakui kalau kau memang pengecut.” Jarjit juga tidak kalah dingin. (Liye, 2011:65).

Teks di atas menggambarkan keesokan harinya ketika sekolah libur. Latihan klub renang dimulai sejak pagi hari. Latar waktu dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong digunakan pengarang untuk menunjukan peristiwa keesokan harinya ketika sekolah libur. Latihan klub renang dimulai sejak pagi hari.

(8)

8

Perkelahianku dengan Jarjit pagi itu terhitung serius. Kami berkelahi di belakang gedung sekolah (jadi tidak ada teman yang bergegas melapor pada guru). Ia dan kameradnya mengeroyokku. Lima lawan satu. Tubuhku jadi sansak, pelipisku berdarah. (Liye, 2011:63).

Teks di atas menggambarkan terjadinya perkelahian antara tokoh aku dengan Jarjit dan teman-temannya di belakang gedung sekolah. Jarjit dan teman-teman mengeroyok tubuhnya hingga tokoh aku mengalami luka di pelipis. Latar sosial dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong digunakan pengarang untuk menunjukan tidak baiknya hubungan kekerabatan antar teman sekolah. Hal ini dapat dilihat dengan terjadinya perkelahian yang melibatkan siswa-siswa yang masih duduk di bangku sekolah. Mereka memunyai masing-masing kelompok berteman, bahkan ada yang tidak memunyai teman sama sekali sehingga dirinya terbiasa mendapat ejekan dari teman-teman lainnya.

Penokohan

Contoh kutipan. 1. Tokoh Utama

a. Dam

“Apakah apel emas itu sungguhan, Yah?” Aku menimang-nimang salah satu apel di piring. Ayah terbatuk, menoleh. “Kau bertanya apa, Dam?”. “Eh, apel emas Lembah Bukhara. Yah. Apakah Ayah pernah membaca buku tentang cerita itu? Maksudku, apakah cerita itu ada di buku-buku dongeng?” Aku buru-buru memperbaiki, yang justru semakin merusaknya. “Kau tidak menuduh Ayah berbohong, kan?” Ayah bertanya tajam. “Bukan itu maksudku, Yah.” Aku menelan ludah. (Liye, 2011:191-192).

Kutipan di atas menggambarkan Dam yang bertanya kepada Ayah tentang cerita Lembah Bukhara. Ia meragukan cerita Ayah setelah membaca buku yang ditemukannya di perpustakaan Akademi Gajah. Namun, pertanyaannya itu telah membuat Ayah tersinggung. Dengan kejadian tersebut ada banyak pertanyaan dalam pikirannya, dugaan hatinya, tetapi ia memutuskan untuk menjawab secara sederhana. Menurutnya cerita-cerita Ayah merupakan cara Ayah untuk memdidiknya.

2. Tokoh Tambahan a. Ayah

Sejak kecil, bahkan sejak aku belum bisa diajak berbicara, Ayah sudah suka bercerita. Ia menghabiskan banyak waktu untuk menemaniku, membaca buku-buku. Ketika halaman buku-buku itu habis, meski sudah membeli buku-buku terbaru dari toko dan meminjam seluruh tumpukkan buku di perpustakaan, Ayah mulai mencomot begitu saja dongeng dari langit-langit kamar. (Liye, 2011:12).

(9)

9

Kutipan di atas menggambarkan sejak kecil bahkan sejak tokoh Aku belum bisa diajak berbicara, Ayah sudah suka bercerita. Ia selalu menemani dan menghabiskan waktu untuk bercerita dengan membaca berbagai buku yang dimilikinya. Ia selalu menemani tokoh Aku dengan membaca berbagai buku. Jika Ayah telah habis membaca semua buku-buku yang dimilikinya, Ayah tidak pernah kehabisan akal untuk tetap bercerita. Ayah memanfaatkan situasi yang berada di sekitar untuk memulai ceritanya. Ketika ia telah habis membaca buku-buku cerita yang dimilikinya dari membeli di toko buku dan meminjam di perpustakaan, Ayah tidak kehabisan akal untuk dapat bercerita. Ayah mulai memanfaatkan situasi yang ada di sekitar misalnya membuat cerita dari langit-langit kamar.

b. Ibu

Bergegas Dam, kau sudah terlambat. Sambil mengomel Ibu memasukan celana dan kacamata renangku ke dalam kantong plastik, mencari sepatu, sekaligus meneriakiku yang masih berkutat memasang seragam sekolah. (Liye, 2011:19).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Dam terlambat ke sekolah. Sehingga Ibu mengomel sambil memasukan celana dan kacamata renangnya ke dalam kantong plastik, mencari sepatu, sekaligus meneriakinya yang masih berkutat memasang seragam sekolah. Hal ini Ibu lakukan karena ia peduli dengan Dam. Ia tidak ingin anaknya terlambat sekolah. Dan selepas pulang sekolah anaknya harus latihan renang. Sehingga ia membantu memasukkan celana dan kacamata renangnya ke dalam kantong plastik, dan mencari sepatu.

c. Jarjit

“Jelas sudah, Jarjit membenci kau karena setiap hari dia dibanding-bandingkan dengan kau. Belum lagi papa Jarjit selalu bilang keluarga kau keluarga terhormat, keluarga yang baik, menyuruh Jarjit menghargai kau, ayah, dan ibu kau seperti menghargai keluarga sendiri.” (Liye, 2011:67).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa seseorang menceritakan kepada tokoh utama mengapa Jarjit membencinya. Menurutnya Jarjit begitu membencinya karena ia dibanding-bandingkan dengan tokoh utama oleh papanya yang mengatakan bahwa keluarga tokoh utama merupakan keluarga terhormat dan baik. Jarjit harus menghormatinya seperti menghormati ayah, ibu dan tokoh utama yang bernama Dam.

(10)

10

Hanya Taani yang tahu semua-semua cerita Ayah tentang sang Kapten. Aku dengan bangga menunjukkan surat hebat bersampul biru itu, sambil wanti-wanti agar ia tidak bilang ke siapa-siapa. (Liye, 2011:76). Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh aku hanya menceritakan semua cerita Ayah kepada Taani. Ia percaya bahwa Taani tidak akan menceritakan ke siapa-siapa lagi. Namun, semua cerita tersebut diketahui oleh teman tokoh utama yang lainnya. Sehingga ia menganggap Taani yang menceritakan kembali kepada teman yang lain. Meskipun Taani mengaku tidak melakukannya namun tokoh utama tetap tidak percaya.

e. Retro

“Ayahku pernah ke lembah ini.” Aku membaca lagi beberapa paragfar, benar, meski hanya membaca sekilas, repot menghalau tangan Retro. Semua detail cerita yang ada dalam buku tua ini cocok dengan cerita Ayah. Ini cerita Ayah: Apel Emas Lembah Bukhara. (Liye, 2011:133). Kutipan di atas menjelaskan bahwa Ketika itu Retro membaca buku yang dipinjamnya dari perpustakaan sekolah. Tiba-tiba tokoh utama menanyakan buku apa yang dibaca Retro. Ketika ia melihat judul bukunya, ia mengatakan kepada Retro bahwa Ayahnya pernah pergi ke lembah yang ada di cerita buku itu.

f. Johan

“Benarkah sang Kapten nanti akan menemui Ayah kau, Dam?” katanya ayah kau teman baik dia? Benarkah itu kawan? Wajah Johan penasaran bercampur antusiasme. (Liye, 2011:88).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Johan bertanya kepada tokoh utama tentang sang Kapten. Menurut informasi yang diterimanya bahwa sang Kapten akan menemui ayah dan merupakan teman baiknya juga. Namum pertanyaan Johan tidak dijawab oleh tokoh utama.

g. Sang Kapten

Ayah benar, sang Kapten menjadi inspirasi terbesarku. Aku berlatih dua kali lebih bersemangat dibanding anggota klub lain, datang lebih awal pulang paling akhir. Aku tidak pernah lagi datang terlambat ke sekolah, semangat mengayuh sepeda, selalu mengerjakan tugas rumah yang diberikan Ibu, bah aku mengiyakan ide Ayah agar mengisi waktu senggang dengan bekerja. (Liye, 2011:51).

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa dengan menjadikan sang Kapten sebagai inspirasi tokoh aku, ia menjadi anak yang rajin. Ia tidak lagi datang terlambat latihan renang, tidak pernah lagi datang terlambat ke sekolah,

(11)

11

semangat mengayuh sepeda, selalu mengerjakan tugas rumah yang diberikan Ibu, bah ia mengiyakan ide Ayah agar mengisi waktu senggang dengan bekerja.

h. Zas

“Apakah cerita-cerita kakek itu benar, Pa?” Zas bertanya , matanya bekerjap-kerjap ingin tahu. (Liye, 2011:188).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Zas bertanya kepada papanya tentang kebenaran cerita kakek. Zas bertanya demikian karena ia tidak menemukan cerita-cerita kakek dimanapun.

i. Qon

“Qon tahu, Qon tahu,” bungsuku beringsut menyikut kakaknya,” yang jago melewati tiga bek lawan sekaligus kan, Kek?. (Liye, 2011:6). Kutipan di atas menjelas bahwa kegembiraan Qon mendengarkan cerita kakeknya. Ia mengetahui bahwa yang diceritakan kakeknya adalah pemain sepak bola. Sehingga ia mengatakan bahwa pemain sepak bola itu dapat bermain dengan baik yaitu dengan melewati tiga bek lawan sekaligus.

Sudut Pandang

Contoh kutipan

1. Sudut Pandang Orang Pertama

Aku berhenti memercayai cerita-cerita Ayah ketika umurku dua puluh tahun.“Maka malam ini, ketika Ayah dengan riang menemani anak-anakku, Zas dan Qon, menceritakan kisah-kisah hebatnya pada masa mudanya, aku hanya bisa menghela napas tidak suka. (Liye, 2011:5).” Pengarang menggunakan kata “aku” sebagai sudut pandang orang pertama dalam cerita. Teks di atas menggambarkan aku yang mulai tidak memercayai semua cerita ayah. Ketika ayah bercerita bersama kedua anaknya, tokoh aku di sini menunjukan bahwa tidak menyukai cerita-cerita ayah dengan menghela napas penuh kekesalan.

2. Sudut Pandang Orang Ketiga

Drama setengah jam itu berakhir. Zas dan Qon akan terbiasa. Mulai besok saat bangun mereka akan terbiasa tanpa kehadiran Kakek di meja makan. Taani akan mengerti. Aku hanya mengembalikan situasi seperti enam bulan sebelumnya. Ayah kembali ke rumah kecil itu. Taani tetap bisa mengunjungi Ayah kapan saja, mengirim makanan, mengurus Ayah, membawa Zas dan Qon. Aku tidak keberatan dengan itu. (Liye, 2011:281).

(12)

12

Pengarang menggunakan kata ganti “Ayah” sebagai sudut pandang orang ketiga. Teks di atas menampilkan cerita tokoh “Ayah”. Berdasarkan teks di atas pengarang menampilkan tokoh Ayah yang harus pergi dari rumah anaknya karena tidak ingin kedua cucunya selalu mendengar cerita-cerita darinya. Ayah kembali ke rumahnya ketika ia masih tinggal bersama istri dan anaknya. Meskipun demikian, sang anak tetap mengizinkan istri dan kedua anaknya untuk mengunjungi Ayah kapan saja, mengirim makanan, mengurus Ayah, membawa kedua anaknya Zas dan Qon.

3. Sudut Pandang Serba Tahu

Ayah beranjak dari kursi dengan perasaan jengkel. Pelayan restoran yang menerima pesanan Ayah tidak menjanjikan maksimal tiga puluh menit sup hangat itu sudah sampai, tapi ini sudah satu jam. Terlalu. (Liye, 2011:14). Pengarang menggunakan kata “Ayah” sebagai sudut pandang serba tahu. Berdasarkan teks di atas, pengarang menunjukkan bahwa seolah-olah mengetahui apa yang dirasakan atau perasaan tokoh Ayah ketika sup pesanannya terlambat datang hingga satu jam.

Gaya Bahasa

Contoh kutipan

1. Gaya Bahasa Perbandingan

Kerongkonganku tercekat, dadaku menyempit, seperti ada yang terenggutkan. (Liye, 2011:11).

Teks di atas merupakan gaya bahasa perumpamaan karena terdapat terdapat kata-kata yang dibandingkan dengan kata “seperti”. Hal tersebut dapat dilihat pada kalimat “Kerongkonganku tercekat, dadaku menyempit, seperti ada yang terenggutkan”. Pada kalimat tersebut kata “seperti” digunakan untuk menyatakan bahwa kerongkongan tercakat, dada menyempit itu diperbandingkan dengan kata “terenggutkan” seolah-olah kerongkongan tercakat dan dada menyempit karena terkena sesuatu.

2. Gaya Bahasa Pertentangan

Bulu kudukku ikut berdiri, ikut merasakan atmosfer teriakan yang membahana di kangit-langit stadion. Sang kapten tersenyum. (Liye, 2011:10).

Teks tersebut termasuk gaya bahasa hiperbola karena terlalu melebih-lebihkan sesuatu hal. Terlihat pada kata kalimat “Bulu kudukku ikut berdiri, ikut merasakan atmosfer teriakan yang membahana di kangit-langit stadion.”

(13)

13

Kalimat tersebut menggambarkan bahwa tokoh Aku merasakan bulu kuduknya merinding karena mendengar teriakan suara penonton di stadion yang begitu ramai dan nyaring.

3. Gaya Bahasa Pertautan

“Hanya bilang, selamat malam, dua monster kecil di rumah ini ingin berkenalan dengan Anda, namanya Zas dan Qon. (Liye, 2011:62).

Teks di atas merupakan gaya bahasa eponim karena menggunakan nama yang biasa dihubungkan denagan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Hal tersebut dapat dilihat pada kata “monster” dimaksudkan untuk menyatakan keberanian yang dimiliki dua anak kecil tersebut untuk berkenalan dengan seseorang.

4. Gaya Bahasa Perulangan

Dua puluh tahun akademi ini berdiri. Dua puluh tahun menjadi kepala sekolah, belum pernah ada murid yang berani berbohong kepadaku. (Liye, 2011:119).

Teks di atas merupakan gaya bahasa repetisi karena terdapat perulangan kata yang dianggap penting yang memberikan penekanan pada sebuah konteks yang nyata yang terlihat pada kata “dua puluh tahun”. Pengulangan kata tersebut untuk menegaskan bahwa pada saat itu sudah dua puluh tahun akademi berdiri. Sudah dua puluh tahun juga tokoh Aku menjabat sebagai kepala sekolah akademi

Amanat

Contoh kutipan.

Aku hendak mendorong dada Jarjit yang sengaja menusuk-nusukkan tongkatnya kedadaku. Angin kencang. Aku menelan ludah, mendongak menatap bendera yang berbunyi kelepak-kelepak. Terkadang cara membalas terbaik justru dengan tidak membalas. Aku hanya menyegir tipis menatap Jarjit. Aku tidak akan tergoda menanggapinya. (Liye, 2011:24).

Kutipan di atas menggambarkan bahwa dengan sengaja Jarjit menusuk-nusukkan tongkatnya kedada tokoh Aku. Tetapi, tokoh Aku tidak memperdulikan perlakuan Jarjit kepadanya. Ia hanya tersenyum dan tidak menanggapi perlakuan Jarjit. Amanat pada kutipan di atas menjelaskan bahwa tidak perlu membalas perlakuan buruk seseorang dengan perlakuan yang sama. Karena manusia yang baik dan berhati sabar tidak akan pernah membalas perlakuan jahat yang diberikan kepadanya. Bahkan untuk menanggapinya pun tidak sama sekali.

(14)

14 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye adalah sebagai berikut.(1) Tema, yaitu rasa sayang yang tulus seorang ayah kepada anaknya yang terpendam. (2) Alur yang dibagi menjadi lima bagian, meliputi situation, Dam berhenti memercayai cerita Ayah ketika berumur dua puluh tahun. Generating circumstances, tiga puluh tahun lalu Dam berusia remaja dan akan menyaksikan pertandingan sepak bola di layar kaca. Rising action, Dam yang merupakan orang tua dari Zas dan Qon mendapat surat panggilan dari kepala sekolah. Climax kemarahan Dam kepada Ayah yang terus bercerita hingga membuat kedua anaknya bolos sekolah. Denouement kondisi Ayah terbaring lemas di tempat tidur. (3) Latar yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu latar tempat (teras rumah, Lembah Bukhara, Akademi Gajah, sekolah, halaman sekolah, kolam renang, perpustakaan, rumah sakit, pemakaman, stadion, kamar tidur, rumah, ruang keluarga, dan stasiun). Latar waktu (malam hari, satu jam, minggu depan, dini hari, setelah berbulan-bulan, lima belas detik, pukul tiga dini hari, esok hari, semalam, setengah jam, dua hari lalu, dua minggu lalu, sore hari, sebulan terakhir, pagi hari, sepuluh detik, enam bulan berlalu, dua hari lalu, seminggu kemudian, tiga tahun, setahun, dan dua tahun). Latar sosial yaitu kehidupan masyarakat di kota yang masih memerhatikan dan peduli terhadap sesama. kepedulian dan sikap tenggang rasa antar sesama masayarakat. Hal ini dapat dilihat ketika Ayah meninggal dunia banyak pelayat yang datang sambil memberikan kalimat pujian untuk Ayah dan mengucapkan kalimat ikut berdukacita atas meninggalnya Ayah. (4) Penokohan yang terbagi menjadi dua bagian yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama (Dam). Tokoh tambahan (Ayah, Ibu, Taani, Jarjit, Retro, Johan, sang Kapten, Zas, dan Qon). (5) Sudut Pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang ketiga, dan sudut pandang serba tahu. (6) Gaya Bahasa yang terdiri dari gaya bahasa perbandingan (perumpamaan, personifikasi, dan depersonifikasi). Gaya bahasa pertentangan (hiperbola, sarkasme, sinimisme, ironi, klimaks). Gaya bahasa pertautan (eponim). Gaya bahasa perulangan (repetisi). (7) Amanat yang terdapat dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye adalah tidak perlu membalas perlakuan buruk seseorang dengan perlakuan yang sama. Karena manusia yang baik dan berhati sabar tidak akan pernah membalas perlakuan jahat yang diberikan kepadanya.

Pembelajaran novel mengenai unsur intrinsik pada siswa disesuaikan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran bahasa Indonesia kelas XII SMA semester 1. Standar kompetensi mendengarkan, 5. Memahami pembacaan novel. Kompetensi dasar 5.2 Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel. Dari standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas, guru dapat menerapkan pembelajaran dengan menggunakan hasil penelitian ini sebagai sumber belajar di dalam kelas.

(15)

15 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah untuk guru.Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan oleh guru bahasa Indonesia untuk mengajarkan materi pembelajaran. Karena dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP) mata pelajaran bahasa Indonesia pada kelas XII semester 1 terdapat aspek mendengarkan. Dengan standar kompetensi memahami pembacaan novel. Dan kompetensi dasar menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel. Dan juga penelitian ini dapat digunakan sebagai perbandingan untuk peneliti-peneliti lain. Selain itu, peneliti lain dapat menjadikan novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye sebagai suatu objek penelitian lebih lanjut atau berkaitan dengan aspek yang berbeda.

DAFTAR RUJUKAN

Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Kosasih, E. 2012. Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya.

Liye Tere. 2011. Ayahku (Bukan) Pembohong. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Referensi

Dokumen terkait

sebagai reaksi atau adanya akibat transaksi lain yang tercatat pada current account dana. long term capital

[r]

Adapun ruang lingkup Sistem Manajemen Mutu (SMM) di Jurusan Teknik Industri adalah proses penerimaan mahasiswa, rekruitmen sumber daya manusia, pembelian atau

We hypothesized that compared with healthy volunteers, children with a parent with bipolar disorder (high- risk) would exhibit abnormalities in brain regions that regulate

Teknik Industri adalah disiplin keilmuan teknik yang berkonsentrasi pada perancangan, perbaikan dan instalasi sistem terintegrasi yang meliputi manusia, mesin, material,

We hypothesized that compared with healthy volunteers, children with a parent with bipolar disorder (high- risk) would exhibit abnormalities in brain regions that regulate

Mampu melakukan proses estimasi yang dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah perancangan, perbaikan, pemasangan dan pengoperasian sistem terintegrasi.. Mampu mengenali

We hypothesized that compared with healthy volunteers, children with a parent with bipolar disorder (high- risk) would exhibit abnormalities in brain regions that regulate