• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASTER PLAN PENATAAN DAN PENGEMBANGAN PURA DALEM BIAS MUNTIG DI DESA PAKRAMAN NYUH KUKUH, DUSUN PED, DESA PED, KECAMATAN NUSA PENIDA, KLUNGKUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MASTER PLAN PENATAAN DAN PENGEMBANGAN PURA DALEM BIAS MUNTIG DI DESA PAKRAMAN NYUH KUKUH, DUSUN PED, DESA PED, KECAMATAN NUSA PENIDA, KLUNGKUNG"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

17 | P a g e UNDAGI Jurnal Arsitektur Warmadewa, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2017, Hal 17-29

ISSN 2338-0454

MASTER PLAN PENATAAN DAN PENGEMBANGAN PURA DALEM

BIAS MUNTIG DI DESA PAKRAMAN NYUH KUKUH, DUSUN PED,

DESA PED, KECAMATAN NUSA PENIDA, KLUNGKUNG

Oleh:

I Kadek Merta Wijaya

Dosen Jurusan Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik

Universitas Warmadewa, Jl. Terompong No. 24 Denpasar – Bali, Indonesia Email: amritavijaya@gmail.com

A B S T R A K

Kondisi Pura Dalem Bias Muntig dari tahun ketahun mengalami penurunan kualitas fisik dan seiring dengan itu juga, status sebagai Pura Kahyangan Jagad di Nusa Penida semakin tersebar sampai di luar Pulau Nusa Penida. Hal tersebut menuntut adanya pembenahan dan penataan yang lebih baik. Berdasarkan wawancara dengan tokoh masyarakat setempat menyebutkan bahwa diperlukan suatu: (1) penataan dan pengembangkan Pura Dalem; (2) penambahan dua bangunan pelinggih di dalam area Pura Bias Muntig; (3) perencanaan pesraman pemangku; (4) penataan lanskap atau ruang luar seperti tempat parkir, fasilitas MCK dan penataan jalur pedestrian pemedek; serta (5) penataan area tempat melasti. Pengabdian ini bertujuan untuk menyusun rancangan kembali (redesign) Pura Dalem Bias Muntig dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat setempat baik permasalahan keruangan maupun manajemen pembangunannya. Aspek keruangannya yaitu sebagai dasar acuan dalam penataan dan pengembangan kedepannya sedangkan aspek manajemen pembangunan yaitu sebagai dasar dalam mengajukan proposal pendanaan kepada pemerintah maupun swasta. Sasaran dan manfaat kegiatan pengabdian ini mengarah kepada tiga pihak yaitu masyarakat Desa Pakraman Nyuh Kukuh, masyarakat umum dan institusi Universitas Warmadewa sebagai lembaga dalam pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat. Metode kegiatannya yaitu menggali informasi-informasi di masyarakat melalui tokoh-tokoh masyarakat sebagai mitra dialog tentang permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi yaitu penataan dan pengembangan Pura Dalem Bias Muntig, yang selanjutnya diselesaikan melalui solusi-solusi dengan mempertimbangkan keinginan dan kepentingan masyarakat setempat.

Kata kunci : Redesign, Pura Dalem, Pura Bias Muntig

PENDAHULUAN

Pura Dalem Bias Muntig merupakan salah satu Pura Kahyangan Jagad di Kecamatan Nusa Penida yang terdiri dari dua komplek pura yaitu Pura Dalem dan Pura Bias Muntig. Status sebagai salah satu pura terbesar di

Nusa Penida menjadi salah objek wisata spiritual yang dikunjungi oleh para pamedek di luar Pulau Nusa Penida untuk melakukan persembahyangan. Hal tersebut tentunya memerlukan suatu fasilitas penunjang dalam memberikan

(2)

18 | P a g e kenyamanan dalam melaksanakan

dharma yatra ke Pura Dalem Bias Muntig, baik itu fasilitas tempat parkir, fasilitas peristirahatan dan fasilitas penunjang lainnya. Di samping itu juga komplek pura ini berada satu kawasan dengan area malasti masyarakat setempat.

Kondisi Komplek Pura Bias Muntig mengalamai renovasi dan pengembangan pada tahun 2014. Renovasi dan pengembangan berupa mengganti material bangunan pelinggih, dimensi ukuran bangunan pelinggih, dan perluasan area pura. Hal ini dilakukan karena keberadaan fisik pura telah mengalami kerusakan dan daya tampung pura tidak dapat lagi menampung jumlah pemedek yang melakukan persembahyangan di area pura tersebut. Renovasi dan pengembangan Pura Bias Muntig menggunaan pendanaan dari donator pemerintah dan swasta dengan rancangan desain merupakan hasil pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh peneliti. Sedangkan Pura Dalem sampai saat ini belum dilakukan perbaikan karena dana pembangunan belum tersedia.

Informasi yang dikaji dari tokoh-tokoh masyarakat pengempon pura tersebut menyebutkan bahawa: (1) penataan dan pengembangan Pura Dalem, baik itu pada material finishing bangunan pelinggih, dimensi, penambahan bangunan pelinggih dan perluasan area pura; (2) pembangunan pasraman untuk sulinggih; (3) pembangunan wantilan; (4) pembangunan fasilitas MCK; (5) pembangunan tempat parkir; (6) penambahan bangunan pelinggih di dalam area Pura Bias Muntig dan (7) penataan area tempat melasti. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka diperlukan suatu penataan kawasan Pura Dalem

Bias Muntig menjadi lebih baik melalui perencanaan dan perancangan master plan Pura Dalem Bias Muntig.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tata Ruang Arsitektur Pura

Menurut Gelebet (1986) menyatakan bahwa tata orientasi atau arah hadap komplek pura yaitu ke arah Barat sedangkan orientasi persembahyangan pamedek ke arah terbitnya matahari (kangin) yang dipercaya sebagai arah ritual. Dalam satu komplek pura di Bali terdiri dari dua atau tiga mandala yang di dalamnya berisi deretan palinggih yang berada di sisi Timur (kangin) dan Utara (kaja). Arah kaja dan kangin dipercaya oleh masyarakat Bali sebagai arah utama, namun pengertian arah Utara (kaja) untuk Bali bagian Utara berbeda dengan Bali bagian Selatan. Hal ini dikarenakan arah kaja berarti arah ke gunung (Gunung Agung).

Tata ruang bangunan pura di Bali pada umumnya terdiri dari:

a. Jaba sisi. Zone ini merupakan area terluar dari struktur tata ruang pura yang disebut dengan zone nista. Pada zone ini terdiri dari bangunan bale kulkul, bangunan parantenan (dapur) maupun wantilan.

b. Jaba tengah. Zone ini sebagai area transisi antara zone utama dan zone nista yang sering disebut sebagai zone madya. Bangunan-bangunan yang terdapat dalam zone ini adalah bale gong dan bale agung.

c. Jeroan. Area ini merupakan zone utama dari struktur tata ruang bangunan pura di Bali yang terdiri dari bangunan padmasana, meru, prasada, gedong, ratu ngerurah, piyasan dan menjangan seluang.

(3)

19 | P a g e B. Sejarah Pura Dalem Bias Muntig

Diceritakan setelah Dalem Dukut (salah satu tokoh di Nusa Penida) mengalami moksa, seluruh wong samar yang berjumlah 1500 menjadi bala samarnya I Gede Mecaling (salah satu tokoh di Nusa Penida), yang menjadi raja di Nusa pada saat itu dan memiliki pasukan seluruh wong samar dan babutan yang ada di Nusa Penida adalah I Gede Mecaling bergelar Papak Poleng, sedangkan istri dari I Gede Mecaling yang bergelar Sang Ayu Mas Rajeg Bumi dan bergelar Papak Selem. Ida berdua yang menjadi penguasa dan menjaga Pulau Nusa Penida dengan seluruh pasukannya dari bebutan dan wong samar itu sehingga pulau Nusa Penida menjadi keramat sampai sekarang, dan I Gede Mecaling melakukan yoga semedhi di Ped (sekarang disebut Pura dalem Ped di Nusa Penida), Sedangkan Sang Ayu mas Rajeg Bumi meyoga semedhi di Bias Muntig.

METODE PEMECAHAN MASALAH

Metode pemecahan masalah merupakan induksi dan penerjemahan dari informasi-informasi dari tokoh-tokoh masyarakat melalui wawancara secara terstruktur dan mendalam.

a. Penataan dan pengembangan Pura Dalem, yaitu (a) tata ruang dan zonasi bangunan-bangunan pelinggih pada area jaba sisi dan jaba tengah (jeroan) dan (b) perluasan area jaba sisi dan jaba tengah sehingga mampu menampung jumlah pemedek ketika berlangsungnya kegiatan upacara.

b. Perencanaan di area Pura Bias Muntig, yaitu penambahan dua bangunan dan merencanakan pembatas gundukan pasir yang disakralkan.

c. Perencanaan area jaba sisi pada kompleks bangunan Pura Dalem

Bias Muntig yaitu (a) bangunan pasraman pemangku; (b) perencanaan wantilan sebagai tempat pemedek beristirahat sekaligus sebagai tempat pertemuan; (c) perencanaan tempat parkir dan fasilitas MCK untuk pemedek; (d) perencanaan area melasti dan (e) perencanaan tembok penyengker kawasan pura, jalur pedestrian, tata lanskap (taman).

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Eksisting Pura Dalem Bias Muntig 1. Pura Dalem

Luas area jeroan (utama mandala) dari Pura Dalem yaitu tidak mencukupi ketika berlangsungnya kegiatan upacara, terlebih lagi terdapat kegiatan tarian sakral atau masolah sehingga diperlukan ruang yang memadai dalam mewadahi kegiatan ritual tersebut. Ketika kegiatan persembahayangan bersama berlangsung, jeroan pura tidak mencukupi untuk menampung kegiatan persembahyangan sehingga pamedeg menempati jaba sisi untuk melakukan persembahyangan. Di samping itu juga, keberadaan kondisi fisik palinggih-palinggih yang masih relatif lama dan fasilitas penunjang seperti bale gong yang tidak terawat dan tanpa atap dapat dilihat di bawah ini.

Luas area jeroan (utama mandala) dari Pura Dalem yaitu tidak mencukupi ketika berlangsungnya kegiatan upacara, terlebih lagi terdapat kegiatan tarian sakral atau masolah sehingga diperlukan ruang yang memadai dalam mewadahi kegiatan ritual tersebut. Ketika kegiatan persembahayangan bersama berlangsung, jeroan pura tidak mencukupi untuk menampung kegiatan persembahyangan sehingga

(4)

20 | P a g e pamedeg menempati jaba sisi untuk

melakukan persembahyangan. Di samping itu juga, keberadaan kondisi fisik palinggih-palinggih yang masih relatif lama dan fasilitas penunjang seperti bale gong yang tidak terawat dan tanpa atap dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 17. Layout Eksisting Pura Dalem

(Sumber : Hasil survey, 2016)

Gambar 18. Palinggih Padmasana Sumber: hasil survey

Gambar 19. Palinggih Pamaruman Sumber: hasil survey

Gambar 20. Palinggih Gedong Brahma

Sumber: hasil survey

Gambar 21. Palinggih Meru Tumpang 3 Sumber: hasil survey

Gambar 22. Palinggih Sapta Rsi Sumber: hasil survey

Gambar 23. Palinggih Masatu Sumber: hasil survey

(5)

22 | P a g e Gambar 24. Palinggih

Masari Sumber: hasil survey

Gambar 25. Palinggih Gedong Sari Sumber: hasil survey

Gambar 26. Palinggih Sapta Patala

Sumber: hasil survey

Gambar 27. Palinggih Panglurah Sumber: hasil survey

Gambar 28. Piasan Sumber: hasil survey

Gambar 29. Paselang Sumber: hasil survey

Gambar 30. Kori Agung Sumber: hasil survey

Gambar 31. Palinggih Taru Agung Sumber: hasil survey

Gambar 32. Bale Gong Sumber: hasil survey

(6)

23 | P a g e 2. Pura Bias Muntig

Pura Bias Muntig merupakan komplek pura yang telah mengalami penataan di bandingkan dengan Pura Dalem. Penataan pura ini yaitu perluasan area pura dan perwujudan palinggih-palinggih baik ukuran maupun material yang digunakan. Perluasan area pura ini yaitu 750 m2 menjadi 900 m2 dan material pelinggih yang awalnya menggunakan beton cetak diganti dengan menggunakan batu karangasem.

Menurut pamangku Pura Bias Muntig, diperlukan suatu penambahan fungsi penunjang di area tersebut yaitu (1) altar tempat menstanakan tapakan-tapakan yang melakukan upacara petoyan, (2) bale piasan dan pawedan untuk pamangku dan (3) pagar atau panyengker gundukan pasir yang disakralkan dengan wujud dua buah naga.

Gambar 33. Palinggih Padmasana Sumber: hasil survey

Gambar 34.Bias Muntig Sumber: hasil survey

Gambar 35.Kori Agung Sumber: hasil survey

Penataan Ruang Dalam Bias Muntig 1. Pura Dalem

Gambar 36. Layout Penataan dan Pengembangan Pura Dalem

(7)

24 | P a g e Penataan pada aspek tata ruang di

Pura Dalem yaitu (1) memperluas area pura dari 500m2 menjadi 1000 m2 sehingga mampu menampung pamedek yang melakukan persembahyangan yang selama ini daya tampung area ini adalah kurang mencukupi; (2) mempertinggi zone-zone pelinggih terhadap elevasi natah pura dan (3) mendesain kembali atau ulang perkerasan pada zone natah untuk kegiatan persembahyangan.

Konsep tata bangunan pada penataan dan pengembangan Pura Dalem yaitu pada aspek dimensi, material finishing dan orientasi bangunan palinggih. Adapun konsep penataan dan pengembanga tersebut dapat diuraikan di bawah ini:

1) Dimensi bangunan palinggih-palinggih diperbesar dari ukuran pada awalnya, hal ini berdasarkan pada perluasan area kawasan pura tersebut.

2) Material finishing berbeda dengan material sebelumnya yaitu menggunakan batu karangasem yang memiliki karakter warna hitam. Di samping itu juga wujud ornamennya memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik sebelumnya, yang mana perwujudan ornament maupun material finishing palinggih-palinggih tersebut menyesukan dengan konteks wujud palinggih yang terdapat di Pura Bias Muntig. 3) Pengembangan dan penataan pada

wujud kori agung (pintu utama) Pura Dalem yang pada awalnya memiliki wujud berupa lubang pintu utama dan satu lubang pintu di sampingnya dan dimensi yang kecil menjadi perwujudan arsitektur kori agung yang memiliki tiga lubang pintu (satu lubang pintu utama dan dua lubang pintu sebelah kiri dan kanan). Di samping itu juga ornament dan material finishing

tentunya menyesuaikan dengan konteks sekitarnya.

4) Penambahan bangunan bale kulkul di bagian kelod-kauh dari komplek pura ini yang pada awalnya wujud bangunan ini tidak hadir di area ini. 5) Pembangunan kembali bangunan

bale gong pada sisi kaja kauh yang kondisi awalnya hanya berupa babaturan.

6) Orientasi bangunan palinggih padmasana yang pada awalnya ke arah kaja dan kangin berubah orientasi menjadi ke arah kaja.

Gambar 37. Hasil Penataan Zone Utama (Jeroan)

(Sumber : Hasil analisis, 2016)

Gambar 38. Hasil Penataan Jaba Tengah

(8)

25 | P a g e 2. Pura Bias Miring

Tata ruang pada komplek Pura Bias Muntig hanya sebatas penambahan beberapa bangunan dan penataan pada gundukan pasir yang disakralkan serta penataan pekerasan area natah pura. Tidak terdapat perluasan area pura karena sbelumnya telah mengalami penataan dan pengembangan, namun karena keterbatasan dana maka hanya bangunan-bangunan utama yang

mengalami penataan dan

pengembangan. Konsep tata ruang dan tata bangunan tetap mengacu pada konteks wujud penataan dan pengembangan awal serta berdasarkan pada petunjuk tokoh-tokoh masyarakat setempat. Adapun penataan dan pengembangan di komplek pura ini adalah sebagai berikut:

1) Penataan pada area tempat sembahyang dengan pola sesuai dengan arah dan posisi serta konfigurasi pamedek-pamedek

yang melakukan

persembahyangan.

2) Penambahan bangunan pawedan atau piasan yang berada di sisi kaja-kauh sebagai bale tempat pemimpin agama (sulinggih) memimpin jalannya kegiatan upacara keagamaan.

3) Penambahan palinggih dan altar (bebaturan) di sebalah kelod dari palinggih taman. Bangunan ini berfungsi untuk menstanakan sementara perwujudan niskala dalam kegiatan upacara di pura tersebut.

4) Penataan pada bagian pasir yang disakralkan (bias muntig) berupa wujud ornament dua buah naga yang berada padasepanjang bagian kiri dan kanan gundukan pasir sakral tersebut. Bagian ekor ornament naga tersebut melilit palinggih padmasana sedangkan bagian kepala menghadap ke arah kelod-kauh.

Gambar 39. Layout Penataan dan Pengembangan Komplek Pura Bias Muntig (Sumber: Hasil analisis, 2016)

Keterangan: 1. Padmasana

2. Palinggih Papak Selem 3. Palinggih Taman 4. Bias Muntig 5. Altar Tapakan 6. Piasan/Pawedan

(9)

26 | P a g e Gambar 40. Hasil Desain Altar

(Sumber : Hasil analisis, 2016)

Gambar 41. Hasil Desain Figur Sepasang Naga dan Bale

Pewedan

(Sumber : Hasil analisis, 2016) 3. Fasilitas Penunjang

Konsep tata ruang dan tata bangunan pada penataan dan pengembangan fasilitas komplek Pura Dalem Bias Muntig adalah sebagai berikut:

1) Konsep Tata Ruang

Tata ruang untuk fasilitas penunjang pada komplek Pura Dalem Bias Muntig yaitu :

a. Bagian kangin – klod direncanakan pasraman sulinggih. Perencanaan ini bertujuan untuk memberikan fasilitas bagi para sulinggih yang diudang untuk melaksanakan kegiatan upacara di Pura Dalem Bias Muntig.

b. Perencanaan bangunan wantilan (serbaguna) sebagai tempat untuk peristirahatan pamedek-pamedek yang dizonasikan sebelah kauh dari Pura Dalem. Di samping sebagai tempat

peristirahatan juga sebagai tempat pementasan kegiatan kesenian berupa tari-tarian dan sebagai tempat musyawarah. c. Sebelah kauh dari wantilan

direncanakan bangunan pawaregan (dapur) untuk kegiatan memasak ketika berlangsungnya piodalan di Pura Dalem Bias Muntig.

d. Penataan tempat parkir di sepanjang jalan menuju pantai. Perencanaan ini bertujuan memberikan fasilitas tempat parkir yang lebih baik dan teratur bagi pamedek yang menggunakan sepada motor dan mobil.

e. Penataan tempat melasti yang dilengkapi dengan altar (babaturan yang panjang) dan tempat pamangku. Perencanaan ini bertujuan menata area melasti sehingga lebih representative dari sebelumnya dengan merencanakan altar dan pawedan untuk pamangku. f. Penataan jalur pedestrian yang

menghubungkan kedua komplek pura tersebut. Hal ini bertujuan memberikan akses yang jelas dan terarah dan teratur dalam bersirkulasi dari komplek pura satu ke komplek pura yang lainnya.

g. Penataan lanskap yang sifatnya peneduh dan fungsi upacara. Untuk menambah keindahan dan kesejukan kawasan Pura Dalem Bias Muntig, maka diperlukan perencanaan vegetasi dalam mengantisipasi kondisi iklim pesisir pantai.

(10)

27 | P a g e Gambar 42. Layout Penataan dan

Pengembangan Fasilitas Penunjang (Sumber : Hasil analisis, 2016) 2) Konsep Tata Bangunan

Perwujudan pasraman untuk sulinggih berupa bangunan berarsitektur tradisional Bali yaitu bale meten yang dilengkapi dengan ruang tepat tidur dan teras depan serta orientasi bangunan ini menghadap arah kangin. Material finishing yang digunakan pada bangunan ini adalah paras nusa yang memiliki warna putih. Perbedaan warna ini untuk memperjelas fungsi bangunan dengan bangunan-bangunan yang memiliki hubungan langsung dengan masa-masa bangunan di komplek Pura Dalem Bias Muntig. Bagian atas bangunan menggunakan model atap limasan Bali dengan penutup atap adalah genteng yang dilengkapi dengan murdha dan ikut celedu sebagai ornamen pada bagian ujung atap limasan. Pahatan ornamen mewarnai atau hadir pada tampilan babaturan dan dinding dari bangunan untuk sulinggih ini. Di samping itu juga terdapat fasilitas kamar mandi dan toilet di area ini yang terpisah dari bangunan utama. Jadi pekarangan untuk peristirahatan sulinggih terdiri dari dua masa yaitu masa utama dan masa fungsi servis yang disatukan dengan tembok panyengker dengan stil Bali.

Perwujudan bangunan wantilan menggunakan konsep tempat pertunjukan. Hal ini berarti bangunan wantilan dilengkapi dengan stage untuk pertunjukan. Orientasi bangunan ini menghadap ke kangin yang berhadapan dengan orientasi hadap komplek Pura Dalem. Wujud bagian atap bangunan ini menggunakan atap tumpang dengan material penutup atap dari genteng serta dilengkapi ornamen murdha dan ikut celedu pada bagian ujung atap limasan. Bagian tiang (saka) dan babaturan serta ruang stage menggunakan stil Bali dan material finishing dari paras nusa yang memiliki warna putih.

Bangunan pawaregan yang berada di sebelah kauh dari bangunan wantilan memiliki wujud bangunan senderhana layaknya dapur dan tempat menyimpan makanan, namun kehadiran elemen-elemen ataupun ornamen-ornamen stil Bali masih mewarnai bagian dinding dan bebaturannya serta material yang digunakan adalah batu paras nusa. Orientasi bangunan ini ke arah kaja yang didasarkan pada konsep kosala kosali dalam aturan bangunan tradisional Bali.

Masa pada zone melasti berupa bangunan altar atau bangunan babaturan tempat meletakkan benda-benda yang dianggap suci atau sakral ketika berlangsungnya kegiatan upacara melasti. Di samping itu juga terdapat juga tempat pawedan yang dilengkapi dengan atap bangunan. Orientasi kedua masa ini adalah ke arah pantai atau kauh sebagai kiblat kegiatan upacara melasti.

(11)

28 | P a g e Gambar 43. Hasil Penataan Tempat

Parkir dan Jalur Pedestrian (Sumber : Hasil analisis, 2016)

Gambar 44. Desain Pasraman Sulinggih (Sumber : Hasil analisis, 2016)

Gambar 45. Desain Wantilan dan Pawaregan

(Sumber : Hasil analisis, 2016)

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Konsep penataan dan pengembangan komplek Pura Dalem Bias Muntig berdasarkan pada permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Desa Pakraman Nyuh Kukuh yaitu (1) penataan dan pengembangan tata ruang dan bangunan Pura Dalem, (2) panataan dan penambahan fasilitas penunjang di komplek Pura Bias Muntig, (3) perencanaan peristirahatan untuk sulinggih, (4) perencanaan wantilan dan pawaregan (dapur), (5) perencanaan dan penataan tempat melasti dan (6) perencanaan tempat parkir, jalur pedestrian dan lanskap. 2. Konsep tata bangunan dalam

perencanaan penataan dan pengembangan komplek Pura Dalem Bias Muntig yaitu menyesuaikan dengan konsep bentuk, material finishing maupun

(12)

29 | P a g e ornament komplek Pura Bias

Muntig yang terlebih dahulu mengalami renovasi. Bentuk palinggih-palinggih diperbesar dimensinya dengan wujud ornamen yang sederhana dengan menggunakan material finishing berupa batu karang asem (batu hitam). Untuk perencanaan fungsi-fungsi penunjang yaitu peristirahatan sulinggih, wantilan dan pawaregan (dapur) menggunakan material finishing berupa batu paras nusa (paras putih).

3. Hasil desain perencanaan komplek Pura Dalem Bias Muntig merupakan masterplan dalam penataan dan pengembangan ke depannya. B. Saran

1. Hasil akhir dalam pengabdian kepada masyarakat diharapkan dapat menjadi acuan dalam pembangunan komplek Pura Dalem Bias Muntig, baik acuan desain maupun membantu dalam menghitung rencana anggaran biaya pembangunan. Dengan demikian masyarakat setempat memiliki gambaran awal rancangan dan biaya sebelum melakukan pembangunan.

2. Setelah pengabdian ini berakhir, tidak berarti hubungan antara peneliti dan masyarakat berhenti begitu saja namun tetap berlanjut apabila masyarakat setempat memerlukan penjelasan akan gambar desain yang telah dirancang serta dapat pengawalan dalam mengajukan proposal bantuan dana kepada pemerintah setempat. 3. Diharapkan pengabdian-pengabdian

seperti ini dapat dilanjutkan dan dikembangkan ke daerah-daerah yang memerlukan pengabdian dalam konteks desain perencanaan penataan dan pengembangan bangunan tempat suci pura.

DAFTAR PUSTAKA

Gelebet, I Nyoman, dkk. 2002. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar : Badan Pengembangan Kebudayaan dan pariwisata Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Bagian Proyek Pengkajian dan Pemanfaatan Sejarah dan Tradisi Bali.

Gambar

Gambar 33. Palinggih  Padmasana  Sumber: hasil survey
Gambar 39. Layout Penataan dan Pengembangan Komplek Pura Bias Muntig   (Sumber: Hasil analisis, 2016)
Gambar 44. Desain Pasraman Sulinggih  (Sumber : Hasil analisis, 2016)

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan data yang telah diperoleh dari pengambilan data diatas dapat diketahui bahwa respon sistem pengendalian temperature cooling water pada plant ini

Berdasarkan uraian dan tahapan dari metode pengembangan Orientasi Objek yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, dalam merancang sistem informasi Akademik, maka hasil

Pada petak yang menggunakan tanaman pagar Gliricidia, rendahnya hasil tanaman jagung 1 pada baris dekat tanaman pagar disebabkan karena kompetisi cahaya, sedang pada petak

Di Indonesia, adopsi TKT dimulai pada tahun 2005 oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui kegiatan Pengkajian Sistem Difusi dan Pemanfaatan

Penelitian sebelumnya pernah dilakukan di daerah X Ampah dalam kegiatan survey geologi batubara pada tahun 2011 ditemukan adanya singkapan-singkapan batubara di

Pada tanggal 28 Nopember 2007, JI dan Perusahaan, sebagai perusahaan holding pemilik 99,99% kepemilikan di BTR telah menandatangani Perjanjian Opsi Kepemilikan

Peranan guru dalam strategi pembelajaran ini tidak berkurang, meskipun aktivitas pembelajaran lebih banyak pada siswa. Disini guru tidak berperan sebagai

Setelah diketahui data mengikuti distribusi weibull 2 parameter, maka dilakukan estimasi parameter, yaitu mencari estimasi nilai λ (parameter skala) dan k