JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010 1 PERBEDAAN LAMA DAN WAKTU KOSONG PASCA BERANAK PARITAS KESATU, KEDUA DAN KETIGA PADA SAPI PERANAKAN FRIES HOLLAND DI PERUSAHAAN SAPI PERAH SUMBER SUSU INDONESIA KOTA MADYA BATU
MALANG JAWA TIMUR Afif Muhammad
Dosen Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53A Lamongan Jawa Timur
Abstrak
Umur pertama kali hewan dikawinkan serta lama anestrus dan waktu kosong setelah beranak sangat berperan sekali dalam memperpendek interval kelahiran. Hal ini mempunyai pengaruh penting terhadap peningkatan produktivitas ternak tersebut, derajat respon seleksi, sifat genetik, dan peningkatan nilai ekonomis. Oleh sebab itu perlu adanya penelitian mengenai perbedaan lama anestrus dan waktu kosong pasca beranak paritas kesatu, kedua dan ketiga pada sapi Peranakan Fries Holland (PFH). Penelitian ini dilaksanakan di Perusahaan Sapi Perah Sumber Susu Indonesia Kota Madya Batu. Penelitian ini dapat digolongkan dalam penelitian kausal-komparativ, Penentuan sampel secara Purposive
sampling dengan ketentuan data yang diambil adalah dari catatan aktivitas reproduksi
bangsa sapi perah yang sama yaitu PFH khususnya pada paritas I, II dan III. Dari hasil penelitian lama anestrus dan waktu kosong sapi Peranakan Fries Holland dapat disimpulkan bahwa rata – rata lama anestrus dan waktu kosong keseluruhan pada paritas I, II dan III adalah 58,4 hari dan 93 hari. Perkawinan sebaiknya dilakukan setelah 54 hari pasca beranak untuk menghasilkan konsepsi yang baik.
JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010 2 PENDAHULUAN
Keadaan gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal dalam rangka meningkatkan mutu hidup bangsa Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut maka manusia memerlukan zat – zat makanan pokok seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Dari zat – zat makanan tersebut protein merupakan salah satu faktor yang sangat penting khususnya protein hewani, dimana jika dipandang dari sudut peranan hayatinya dapat dianggap sebagai “Agent of
development” bagi pembangunan bangsa baik untuk masa sekarang maupun masa
mendatang (Anonymous, 1984 : 20).
Untuk dapat memenuhi protein hewani khususnya yang berasal dari air susu maka pengembangan sumber yang dapat menghasilkan air susu perlu digalakkan misalnya yang berasal dari sapi perah. Target pemerintah Indonesia tentang prosentase kelahiran sapi perah dalam pelita IV yaitu mulai tahun 1984 sampai tahun 1988 adalah 50,5 persen, 51,5 persen, 52,5 persen, 52,7 persen, dan 53,7 persen. Sedangkan persentase sapi laktasinya adalah 55,0 persen, 56,0 persen, 57,0 persen, 58 persen dan 59 persen (Anonymous, 1984 : 38).
Peningkatan populasi sapi perah dapat dilaksanakan dengan berbagai usaha, salah satu yaitu dengan meningkatkan kelahiran, dimana untuk meningkatkan kelahiran dilakukan berbagai usaha yaitu perluasan usaha, inseminasi buatan, peningkatan angka konsepsi, pengorganisasian peternak peserta IB, dan meperpendak jarak beranak. Sedangkan untuk meningkatkan kesuburan ternak betina maka perlu diintensifkan penanganan penyakit reproduksi dan aktivitasnya, perbaikan kualitas dan kuantitas pakan, sedangkan penyebaran ternak pejantan atau betina dari daerah yang padat ternak ke daerah yang yang jarang ternak diharapkan akan berpengaruh terhadap peningkatan kelahiran. (Anonymous, 1984 : 27) Dalam peningkatan kelahiran dan kesuburan ternak perah betina, aktivitas reproduksi sangat besar sekali peranannya, dimana proses reproduksinya ditandai dengan pergantian periode – periode aktif dan tidak aktif yang diatur dalam sejumlah kerangka waktu yang terpisah. Dalam periode – periode tresebut dikenal dua fase yaitu fase siklus fase berahi yang terdiri dari proestrus, estrus, metestrus, diestrus, dan fase anestrus yaitu anestrus setelah beranak atau periode anestrus laktasi.
Periode anestrus laktasi adalah periode dimana ternak tidak menunjukkan berahi setelah beranak sampai minta kawin untuk pertama kali. Pada hampir semua golongan hewan betina pada masa laktasi aktifitas siklus berahi amat mundur, pada sapi perah walaupun menjadi bunting selama laktasi tetapi pada awal laktasi hewan – hewan tersebut tidak menunjukkan spontanitas dalam aktivitas perkawinan. Hal ini terutama terjadi pada sapi perah produksi tinggi dan ketiadaan berahi pertama pada saat laktasi ini sering menimbulkan masalah dalam pengelolaan hewan tersebut (Lindsay, Entwistle, dan Winantea, 1982 : 51 – 52).
Jarak beranak adalah periode antar dua waktu beranak yang berturut – turut dan ini merupakan penjumlahan dari periode kebuntingan dan waktu beranak sampai bunting kembali atau waktu kosong (Vandeplassche, 1982 : 9).
Umur pertama kali dimana hewan dikawinkan mempunyai dua kepentingan yaitu perkawinan pada umur muda dapat memperpendek interval generasi, dan perpendekan ini mempunyai pengaruh penting terhadap derajat respon seleksi terhadap sifat genetis tertentu. Sedangkan jika induk yang diseleksi untuk keperluan tertentu jarang sekali beranak, maka hal ini akan merugikan. Semakin cepat mereka dapat berproduksi semakin ekonomis ternak tersebut (Lindsay et al, 1982 : 51)
Panjang pendeknya lama anestrus dan waktu kosong dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu fertilitas hewan betina dan pejantan (semen), kelainan hormonal, produksi susu dan
JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010 3
frekuensi pemerahan induk, pendeteksian berahi, service per conception (S/C), repeat
breeders (kawin ulang), perkawinan yang terlalu dini, kualitas dan kuantitas pakan, kelainan
atau cacat anatomis pada saluran genital, dan faktor genetik.
Dengan latar belakang tersebut diatas maka umur pertama kali hewan dikawinkan serta lama
anestrus dan waktu kosong setelah beranak sangat berperan sekali dalam memperpendek interval kelahiran. Hal ini mempunyai pengaruh penting terhadap peningkatan produktivitas
ternak tersebut, derajat respon seleksi, sifat genetik, dan peningkatan nilai ekonomis. Oleh sebab itu perlu adanya penelitian mengenai perbedaan lama anestrus dan waktu kosong pasca beranak paritas kesatu, kedua dan ketiga pada sapi Peranakan Fries Holland.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Perusahaan Sapi Perah Sumber Susu Indonesia Kota Madya Batu Malang Jawa Timur. Lama penelitian adalah satu bulan, yaitu mulai tanggal 1 Juni 2009 sampai tanggal 1 Juli 2009.
Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan aktivitas reproduksi dari sapi perah PFH betina paritas I, II dan III yang meliputi : catatan tanggal lahir, tanggal beranak pertama sampai ketiga, tanggal beranak tersebut kawin pertama pasca beranak dan kawin yang terakhir pasca beranak, banyaknya perkawinan yang menghasilkan kebuntingan. Sedangkan rincian datanya adalah sebagai berikut : lama anestrus diperoleh 68 ekor paritas pertama, 71 ekor paritas kedua dan 58 ekor paritas ketiga. Sedangkan lama waktu kosong diperoleh 57 ekor paritas pertama, 59 ekor paritas kedua dan 51 ekor paritas ketiga. Data tersebut diperoleh dari tahun 1998 sampai 2008.
Metode Penelitian
Penelitian ini dapat digolongkan dalam penelitian kausal-komparativ, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara berdasarkan atas pengamatan terhadap akibat yang ada, kemudian mencari kembali faktor yang menjadi penyebab melalui data tertentu (Anonymous, 1981 b : 20).
Penentuan sampel secara Purposive sampling (Singarimbun dan Effendi, 1981 : 122) dengan ketentuan sebagai berikut : Data yang diambil adalah dari catatan aktivitas reproduksi bangsa sapi perah yang sama yaitu PFH khususnya pada paritas I, II dan III yang dipelihara di perusahaan sapi perah Sumber Susu Indonesia (SSI) Kota Madya Batu.
Data yang diperoleh masing – masing paritas adalah > 30, oleh sebab itu distribusi sampling harga mean dianggap mendekati penyebaran normal (Sastrosupadi, 1977 : 15) dan (Djarwanto dan Subagyo, 1983 : 90). Dalam pengujian penelitian ini digunakan uji t (t-test) secara tidak berpasangan atau Unpaired Comparison (Sastrosupadi, 1977 : 15 – 23) dengan rumus sebagai berikut :
t hitung = A – B
Se (A-B)
JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010 4 SeA = SdA NA SeB = SdB NB ∑ XA2 - ( ∑ XA )2 SdA = NA NA ∑ XB2 - ( ∑ XB )2 SdB = NB NB Db ( A + B ) = ( NA + NB ) – 2 Dimana :
t hitung = t hasil perhitungan perbedaan dua paritas yang berbeda pada lama anestrus
dan waktu kosong.
A dan B = Paritas yang dibedakan baik paritas pada lama anestrus maupun paritas untuk waktu kosong.
SdA = Standart deviasi paritas A
SdB = Standart deviasi paritas B
SeA = Standart error paritas A
SeB = Standart error paritas B
Se (A – B ) = Standard error selisih dari masing – masing paritas A dan paritas B.
NA dan NB = banyaknya sampel paritas A dan paritas B pada lama anestrus dan waktu
kosong.
Db (A + B ) = Jumlah derajat bebas paritas A dan paritas B
A – B = Harga mutlak selisih rata – rata pada paritas A dan paritas B pada lama anestrus dan waktu kosong.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data – data yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa rata – rata dan simpangan baku dari lama anestrus dan waktu kosong keseluruhan adalah 58,4 + 19,7 hari dan 93 + 38,7 hari, sedangkan rata – rata dan simpangan baku lama anestrus dan waktu kosong untuk masing – masing paritas adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Rata – rata dan simpangan baku lama anestrus dan waktu kosong pada paritas I, II dan III. Paritas Lama Anestrus ( hari ) Lama Waktu Kosong ( hari ) I II III 63,3 + 20,9 55,8 + 19,8 55,7 + 16,9 99,2 + 35,1 91,9 + 42,5 87,5 + 36,9
JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010 5
Dari hasil perhitungan dengan uji t didapatkan perbedaan lama anestrus dan waktu kosong seperti pada tabel 2. Ternyata dari hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata lama anestrus pada paritas I dan II, demikian juga terdapat perbedaan yang nyata pada paritas I dan III ( P < 0,05 ). Sedangkan untuk lama anestrus pada paritas II dan III tidak terdapat perbedaan yang nyata ( P > 0,05 ).
Untuk lama waktu kosong didapatkan bahwa dari ketiga paritas yang dibandingkan (Paritas I dan II, Paritas I dan III, dan paritas II dan III) ternyata tidak didapatkan perbedaan yang nyata ( P > 0,05 ).
Tabel 2. Perbedaan lama anestrus dan waktu kosong paritas I, II dan III dengan uji t
SK t hitung Db t tabel 5 % 1 % Lama Anestrus Paritas I dan II Paritas I dan III Paritas II dan III Lama Waktu Kosong Paritas I dan II Paritas I dan III Paritas II dan III 2,1873 2,2487 0,0099 1,0065 1,6913 0,5916 137 124 127 114 106 108 1,96 1,96 1,96 1,99 1,99 1,99 2,58 2,58 2,58 2,63 2,63 2,63 Keterangan : SK = Sumber keragaman Db = Derajat bebas Lama Anestrus
Dari hasil perhitungan dengan uji t didapatkan bahwa rata – rata lama anestrus yang dibandingkan antara paritas I dan paritas II, paritas I dan paritas III menunjukkan perbedaan yang nyata ( P < 0,05 ). Sedangkan rata – rata umur beranak pertama dan standard deviasi pada sapi PFH di lokasi penelitian adalah 869,5 + 162 hari. Dengan adanya hasil tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa pada umur tersebut sapi PFH masih dalam periode pertumbuhan, sebagaimana pendapat Benedictus (1966 : 16), Muijs (1983 : 9), Syarief dan Sumoprastowo (1984 : 80), yang masing – masing menyatakan bahwa sapi perah dara yang melahirkan pada umur 2 tahun akan mempunyai pertumbuhan rata – rata 283,33 gram per hari, sapi perah yang berumur 18 sampai 24 bulan rata – rata pertambahan berat badan per harinya 451,5 gram, dan sapi bangsa Holstein yang berumur 2 sampai 2,5 tahun mengalami pertambahan berat badan sebesar 23 Kg.
JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010 6
Dari hasil penelitian lama anestrus tersebut ternyata paritas I dengan paritas II dan III terdapat perbedaan yang nyata, oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa lama anestrus paritas I lebih panjang daripada paritas II dan III, hal ini disebabkan sapi PFH paritas I masih dalam periode pertumbuhan yag lebih tinggi jika dibandingkan dengan paritas II (setelah beranak kedua) dan paritas III (setelah beranak ketiga), sehingga terjadi kompetisi makanan yaitu untuk pertumbuhan badan dan organ tubuh lainnya dengan aktivitas reproduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Vandeplassche (1982 : 9) yang menyatakan bahwa periode anestrus pascaberanak akan lebih panjang pascaberanak pertama dibandingkan pascaberanak kedua dan berikutnya, hal ini disebabkan pengalihan bahan makanan yang seharusnya untuk pertumbuhan kerangka juga digunakan untuk reproduksi susu, akibatnya adalah suatu penundaan dari ovulasi pertama dan berahi pertama pascaberanak. Sedangkan Benedictus (1966 : 16) menyatakan bahwa kebutuhan makanan sapi perah selain untuk produksi daging dan lemak juga digunakan untuk pertumbuhan produksi susu, menghasilkan kebuntingan (anak), dan untuk aktivitas reproduksi lainnya.
Untuk paritas II dan III tidak didapatkan perbedaan yang nyata ( P > 0,05 ) hal ini disebabkan umur pada saat beranak kedua dan ketiga sapi PFH tersebut sudah mencapai dewasa tubuh, sehingga pertambahan berat badan dan organ tubuh lainnya tidak begitu besar jika dibandingkan dengan pada saat beranak pertama. Dengan demikian kurang didapatkan kompetisi yang menyolok antara saat zat makanan yang digunakan untuk pertumbuhan dengan zat makanan yang digunakan untuk aktivitas reproduksi.
Lawa Waktu Kosong
Dari hasil pengujian secara statistik dengan uji t ternyata rata – rata lama waktu kosong pada sapi PFH untuk paritas I, II dan III tidak menunjukkan perbedaan yang nyata ( P > 0,05 ). Hal ini menunjukkan bahwa fertilitas dari sapi PFH tersebut relatif sama. bila dilihat dari S/C maka didapatkan rata – rata S/C dan simpangan baku pada masing – masing paritas I, II dan III adalah 2,1 + 1,1 ; 2,3 + 1,7 dan 2,3 + 1,3. Sedangkan menurut Esslemant et al (1985 : 75) bahwa S/C yang baik adalah 1,6 pada sapi perah jika dikawinkan 111 hari pascaberanak dan S/C 2,7 jika sapi perah tersebut dikawinkan kurang dari 35 hari pascaberanak.
Dari hasil S/C diatas maka paritas I, II dan III besarnya adalah berbeda dan fertilitas sapi berpengaruh terhadap besarnya S/C, sehingga akan berpengaruh pula terhadap lama waktu kosong dari sapi tersebut.
Pada sapi PFH hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa besarnya S/C paritas I lebih kecil dibandingkan paritas II dan III. Hal ini disebabkan karena lama anestrus rata – rata paritas I lebih panjang daripada paritas II dan III, dengan lama anestrus yang lebih panjang maka kemungkinan pemulihan organ reproduksi khususnya involusi uterus telah sempurna yang menyebabkan peluang perkawinan untuk menghasilkan kebuntingan lebih besar.
Dengan bervariasinya S/C antara paritas I, II dan III selain dipengaruhi oleh fertilitas sapi betina juga oleh faktor fertilitas pejantan, faktor managemen, kualitas dan kuantitas pakan, sistem perkawinan IB atau alam, dan faktor manusia sebagai pengamat berahi (Partodihardjo, 1989 : 382). Selain itu juga dipengaruhi oleh inseminasi sapi yang tidak dalam keadaan berahi, kegagalan pembuahan ovum, faktor genetik, gangguan hormonal (Rice et al, 1971 : 66) dan Hawk (1978 : 19).
Dari hasil penghitungan rata – rata dan standard deviasi keseluruhan lama waktu kosong paritas I, II dan III adalah 93 + 38,7 hari. Hal ini berarti lama waktu kosong adalah antara 54,3 hari sampai 131,7 hari. Karena itu untuk memperoleh kebuntingan kembali pascaberanak, maka perkawinan dapat dilakukan pada hari setelah ke 54 pascaberanak.
JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010 7 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian lama anestrus dan waktu kosong sapi Peranakan Fries Holland dapat disimpulkan bahwa :
1. Lama anestrus pada paritas I lebih panjang dibandingkan dengan paritas II dan paritas III, dengan rata – rata hasilnya masing – masing paritas I, II dan III adalah 63,3 hari, 55,8 hari, dan 55,7 hari.
2. Lama waktu kosong masing – masing paritas I, II dan III adalah relatif sama dengan rata – rata hasilnya adalah 99,2 hari, 91,9 hari, dan 87,5 hari.
3. Rata – rata lama anestrus dan waktu kosong keseluruhan pada paritas I, II dan III adalah 58,4 hari dan 93 hari.
Disarankan agar perkawinan pada sapi Peranakan Fries Holland pasca beranak dapat menghasilkan konsepsi yang baik, maka perkawinan sebaiknya dilakukan setelah 54 hari pasca beranak.
REFERENSI
Anonymous. 1981 a. Beternak Sapi Perah. Aksi Agraris Kanisius. Jakarta.
Anonymous. 1981 b. Metodologi Penelitian. Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi. Jakarta.
Anonymous, 1984. Laporan Masalah Gizi dan Pokok – Pokok Kebijaksanaan Pemenuhan Protein Hewani Asal Ternak dalam PELITA IV. Direktur Jendral Peternakan. Jakarta. Bath, D.L. 1985. Dairy Cattle. Lea and Febiger Philadelphia.
Bearden, H.J. and Fuquay, J. 1984. Apllied Animal Reproduction. Second Edition. Reston Publishing Company. Inc. Virginia.
Benedictus, N. 1996. Dairy Cow Nutrition. International Course on Dairy Cattle Husbandry. Britt, J. H. 1978. New Concepts in Managing Dairy Cattle Reproduction. Pp (68-70) in Beltsville Symphosia in Agricultural Research. New York Chichester Brisbane. Toronto.
Djarwanto dan Subagyo, P. 1983. Statistik Induktif. Edisi Revisi. BPFE. Yogyakarta.
Esslemant, R.J., Bailie, J.H. and cooper, M.J. 1985. Fertility Management in Dairy Cattle. Collins. 8 Graffon Street. London.
Foley, R.C., Bath, D.L., Dickinson, F.N. and Tucker, H.A. 1972. Dairy Cattle Principles, Problems, Profits. Lea and Febiger. Philadelphia.
Hafs, H.D. and Boyd. L.D. 1976. Dairy Cattle Fertility and Sterility. Hoard’s Dairyman The National Dairy Farm Magazine Fort Atkinson. Wisconsin.
Hawk, H.W. and Bellows. R.A. 1976. Beef and Dairy Cattle. pp(337-345). In E.S.E.Hafez. E.D. Reproduction in Farm Animals 4 th Edition. Lea and Febiger. Philadelphia. Hawk, H.W. 1978. Infertility in Dairy Cattle. pp(19-27) in Beltsville Symphosia in
Agricultural Research. Animal Reproduction. New York Chichester Brisbane. Toronto.
Hunter, R.H.F. 1982. Reproduction of Farm Animal. School of Agriculture University of Edinburge. Longman. London. New York.
JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010 8
Inskeep, E.K. and lishman, A.W. 1978. Factors Effecting post Partum Anestrus in Beef Cattle. pp(280-285) in Beltsville Symphosia in Agricultural Research. Animal Reproduction. New York Chichester Brisbone. Toronto.
Jainudeen, M.R and Hafez, E.S.E.1980. Reproduction Failure in Females. pp (449 – 469) in E.S.E. Hafez. E.D. Reproduction in Farm Animals. 4 th Edition. Lea and Febiger. Philadelphia.
Jainudeen, M.R. and Hafez, E.S.E. 1980. Gestation, Prenatal Physiology and Parturition. pp (247 – 283) in E.S.E. Hafez. E.D. Reproduction in Farm Animals. 4 th Edition. Lea and Febiger. Philadelphia.
Kiddy, C.A. 1978. Estrus Detection in Dairy Cattle. pp (79-85) in Beltsiville Symphosia in Agricultural Research. Animal Reproduction. New York Chichester Bribone. Toronto. Laing, J.A. 1979. Fertility and Infertility in Domestic Animal. Third Edition. The English Language Book Society and Bailliere Tindall Courtauland. Royal Veterinary College. London.
Lindsay, D.R., Entwistle, K.W. dan Winantea, A. 1982. Reproduksi Ternak di Indonesia. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.
Muijs. D.J. 1983. Calf Rearing and Growth of Youngstock at The BLPPBatu Dairy Farm. Tecnical Cooperation Project Indonesia / The Netherlands.
Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.
Rice, V.A., Andrew. F.N., Warwick, E.J., and Legates, J.E. 1971. Breeding and Improvement of Animals. TMH Edition Tata Mc Graw-Hill Publishing. C.O. LTD. New Delhi.
Salisbury, G.W. and Van Demark. (Alih bahasa oleh Djanuar. R. 1985). Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gajah Mada University Press.
Sastrosupadi, A. 1977. Statistik Percobaan (Experimental Design). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Lembaga Penelitian Tanaman Industri Cabang Wilayah II. Malang.
Schmidt, G. H. And Van Vleck, L.D. 1974. Principles of Dairy Science Cornell University. W.H. Freeman and Company. San Francisco.
Singarimbun, M. Dan Effendi, S. 1981. Metodologi Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. Sitorus, P. Basya dan Nuraini. M. 1980. Daya Produksi Susu Sapi Perah di Daerah – Daerah
Bogor. Cianjur dan Sukabumi. Bulletin Lembaga Penelitian Peternakan Bogor ( 24 : 1 ).
Subandriyo. Sitorus, P. Dan Triwulaningsih, E. 1981. Penampilan Prestasi Produksi dan Reproduksi Sapi Perah Friesian di Beberapa Perusahaan di Daerah Lembang Kabupaten Bandung. Bulletin Lembaga Penelitian Peternakan Bogor (31 : 51).
Sudono, A. 1985. Produksi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Reproduksi Ternak. Institut Pertanian Bogor.
Surjowardoyo, P., Sarwiyono. Soejoseputro, B. Dan Setyowati. E. 1985. Managemen Sapi Perah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Syarief, M.Z., dan Sumoprastowo, R.M. 1984. Ternak Perah. Yusaguna. Jakarta. Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa. Bandung.
JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010 9
Vandeplassche, M. 1982. Reproduksi Effeciency in Cattle. A. Guideline for Projects. In Developing Countries Food and Agriculture Organization of The United Nation. Rome.