• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI CALON PEJANTAN MELALUI PERFORMAN TEST

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI CALON PEJANTAN MELALUI PERFORMAN TEST"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II Th . 199912000

EVALUASI CALON PEJANTAN MELALUI PERFORMAN TEST

CHALID TALLB1, A. ANGGRAENI1, K. DIWYANT02andKUSWAND1 1

'Balai penelitian Ternak P. O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia 1Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Man Raya Pajajaran Kav. E.59, Bogor 16151

ABSTRAK

TALIB CHALID, A. ANGGRAENI, K. DIwYANTo danKUSWANDI . 1999/2000. Evaluasi calon pejantan melalui performan test.

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II:289-295.

Kesenjangan produksi susu dari produsen dalam negeri dan kemampuan penyerapan konsumen yang semakin besar menunjukkan masih rendahnya kinerja berbagai pihak yang terkait dalam persusuan nasional yang meliputi pemerintah, produsen, industri maupun temak itu sendiri. Rangkaian penelitian ini diharapkan dapat berlangsung secara berkesinambungan dirancang untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi oleh persusuan nasional khususnya melalui perbaikan teknis produksi yang meliputi breeding, feeding dan manajemen. Adapun target dari rangkaian penelitian ini adalah untuk menghasilkan kelompok sapi unggul FH Indonesia (Indonesian Holstein Elite Herd). Dalam sequences awal dari penelitian adalah menghasilkan proven bulls secara berkesinambungan minimal 5 ekor setiap tahun melalui performan dan progeny test. Mulai tahun 2000 penelitian juga ditujukan untuk menghasilkan induk-induk unggulan yang akan berjalan seiring dengan perbaikan manajemen disamping performan dan progeny test pejantan. Diharapkan pada ujung rangkaian penelitian ini akan dapat menghasilkan kelompok awal Indonesian Holstein Breed pada tahun 2005. Penelitian tahap ini menggunakan 20 ekor anak sapi jantan FH. Sepuluh ekor dari padanya adalah dari Bapak dan Induk yang teruji yang dimiliki Puslitbangnak disebut Kelompok 1. Sepuluh ekor lainnya adalah milik pihak lain sebagai pembanding dengan umur yang sama dengan kelompok pertama yang diambil secara acak dari herd yang sama disebut Kelompok 2. Temak-temak ini memiliki umur yang berkisar dari 1 - 7 bulan dengan rataan umur 3 bulan pada saat memulai penelitian. Ternak-temak penelitian mendapatkan pakan yang sama sampai saat perlakuan pakan diterapkan. Temak teruji secara tersirat dikelompokkan atas dua kategori yaitu kapasitas produksi tinggi (5500 - 6000 ltr per laktasi) dan kapasitas produksi sedang (4500 - <5500 Itr per laktasi) yang dalam perlakuan pakan tidak dibedakan. Pengamatan ditujukan pada sifat-sifat yang khas calon pejantan baik secara visual maupun uji kesuburan pada calon pejantan yang telah cukup umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran tubuh yang terbawa lahir yaitu bobot lahir dan ukuran-ukuran linier tubuh lingkar dada, tinggi pundak dan panjang badan antara kedua kelompok 1 dan 2 tidak berbeda secara statistik. Ternyata ukuran-ukuran linier tubuh terbawa lahir tidak' berhubungan dengan bobot lahir. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa4utensi genetik produksi susu yang dibawa oleh ternak pilihan tidak dapat terbaca dengan hanya melalaui ukuran-ukuran tubuh iahhir. Rataan bobot lahir 41 +_ 2 kg. Kelompok temak tidak mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan ukuran-ukuran tubuh pada berbagai tingkat umur. Tetapi umur Trnak mempengaruhi semua ukuran-ukuran tubuh termasuk bobot badan dan pertambahan bobot badan (P<0.01). Semakin bertambah umur semakin besar ukuran-ukuran tubuh temak. Umur dan lingkar dada secara jelas memberikan kontribusi terbesar terhadap bobot badan pedet (P<0.01) dan pertambahan bobot badan harian (P<0.05) dengan koefisient determinant masing-masing sebesar 0.99 dan 0.86. Semakin bertambah umur pertambahan bobot badan hanan yang ditampilkan juga semakin besar. Semua temak penelitian memberikan respon yang baik terhadap pakan berkualitas dengan pertambahan bobot badan harian berkisar antara 0.6 - 0.9 kg. Uji kesuburan belum dapat dilakukan karena temak belum cukup umur. Kapasitas (potential) produksi susu pedet tidak dapat dideteksi melalui berbagai ukuran tubuh. Pedet-pedet calon pejantan ini mernang diseleksi juga untuk responsif terhadap pakan baik dan terbukti menunjukkan pertumbuhan yang baik. Dengan demikian dapat diharapkan bahwa anak-anak jantan yang kelak akan dihasilkan oleh pedet-pedet calon pejantan juga akan responsif terhadap pakan bagus sehingga sangat idel bila dijadikan hewan potong kualitas tinggi bagi anak-anakjantan afidran.

Kata kunci: sapi perah, uji zuriat, pejantan, FH

ABSTRACT

TALIB CHALID,A. ANGGRAENI, K. DIWYANTo andKUSWANDI . 1999/2000. Evaluation ofcandidate bulls through progeny testing.

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II:289-295.

Increasing gaps between amount of milk produced by Indonesian dairy farmers and that is consumed show a low performance of related institutions ie. the government, producers, industries and animal production capacity to national milk production. The series of experiments reported here was hoped to keep going continuesly to solve various national milk problems, particularly through improvement of production techniques including breeding nutrition/feeding and management.

(2)

Key words: Dairy cattle, progeny test, bull, holstein.

CHALmTALIBet al. : Evaluasi Calon Pejantan Melalui Performan Test

continuesly proven bulls, at least five bulls per year, trough performance and progeny tests. Experiment commenced since 2000 would also be planned to produce elite heifers along with management improvement, and performance and progeny test ofbulls. Thiswillproduce the pioneer ofIndonesian Holstein Elite Herds in 2005. Twenty young FH males, 10 calves are selected based-on parents productivities (Puslitnak group as group based-one) and 10 calves with similar ages (group two) were randomly .

PENDAHULUAN

Kesenjangan produksi susu dari produsen dalam negeri dan kemampuan penyerapan konsumen yang semakin besar menunjukkan masih rendahnya kinerja berbagai pihak yang terkait dalam persusuan nasional baik pemerintah, produsen, industri maupun ternaknya. Rangkaian penelitian yang diharapkan dapat berlangsung secara berkesinambungan dirancang untuk menjawab berbagai tantangan- yang dihadapi oleh persusuan nasional khususnya melalui perbaikan koefisien teknis produksi yang meliputi breeding feeding dan manajemen. Adapun target rangkaian penelitian ini adalah menghasilkan kelompok sapi unggul FH Indonesia (Indonesian Holstein breed). Hal ini dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain:

1. Walaupun pelaksanaan IB pada sapi perah di Indonesia sudah berlangsung lama sejak dekade 1970an dengan menggunakan pejantan unggul Luar Negeri namun karena belum diikuti dengan evaluasi yang memadai pada kondisi daerah tropis (Indonesia) maka hasilnya belum sebaik sebagaimanayang diharapkan.

2. Kurangnya perhatian pada induk penggand baik dari segi kualitas genetik maupun managemen pemeliharaan dara penggand mengakibatkan hampir semua anak betina yang dihasilkan untuk menjadi dara pengganti bergantung sepenuhnya kepada phenotipe individu ternak yang bersangkutan . Kapasitas produksi individu ini ditentukan oleh seberapa besar potensi genetik yang dibawanya dapat terealisasikan oleh faktor lingkungan sebagai penunjang kehidupannya.

3. Peluang menghasilkan sendiri pejantan FH Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap pejantan impor perlu dilakukan oleh berbagai pihak dengan disertai penulisan kriteria-kriteria pemeliharaan yang transparan sehingga pengguna menjadi lebih paham terhadap temak pelihamannya.

4. Penggunaan pejantan Luar Negeri sebagai sumber semen untuk IB secara langsung sejak tahun 1970 - 1996 tidak menunjukkan peningkatan produktivitas individu sapi perah secara signifikan. Penngkatan produksi yang tedadi adalah akibat peningkatan populasi dan bukan peningkatan produktivitas per individu.

5. Perbaikan kapasitas produksi pejantan FH Indonesia teruji dapat dilakukan setiap tahun sehingga calon pejantan penggand senantiasa tersedia pada pusat-pusat penghasil semen/embrio seperti BIB Lembang, BIB Singowri, BET Cipelang, dan lain-lain institusi yang berminat secara berkesinambungan dan tedamin baik.

Dalam sequences awal dari penelitian ini (1998 -2003) adalah menghasilkan Indonesian proven bulls secara berkesinambungan minimal 5 ekor setiap tahun melalui performance dan progeny tests. Mulai tahun 2000 penelitian yang ditujukan untuk menghasilkan induk-induk unggulan yang berjalan seiring dengan perbaikan manajemen disamping perfroman dan progeny test pejantan. Diharapkan pada ujung rangkaian penelitian ini akan dapat menghasilkan kelompok awal Indonesian holstein breed pada tahun 2005.

Untuk mewuudkan tujuan di atas maka langkah pertama yang ditempuh adalah evaluasi genetik sapi perah yang ada di Indonsia . Penelitian ini menghasilkan ranking pejantan dan induk. Langkah lanjutan dalam penelitian ini adalah mendapatkan anak-anak dari pejantan dan induk terbaik untuk dibesarkan dan kelak bila telah cukup umurnya akan mengalami uji perfroman dan uji zuriat untuk menghasilkan proven bull FH Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi FH selain sebagai sapi penghasil susu terbaik juga adalah adalah salah satu sapi penghasil daging yang potensial. Kurang lebih 23% dari populasi sapi di Amerika Serikat adalah sapi perah (USDA, 1989). Populasi sapi perah di Indonesia berjumlah sekitar 353 ribu ekor dimana 98% terdapat di pulau Jawa. Lebih spesifik lagi, sapi perah di Jawa terkonsentrasi pada daerah dataran tinggi beriklim sejuk dengan pengecualian di Grati - JawA Timur yang adalah dataran rendah. Serupa dengan di Amerika anakjantan sapi perah di Indonesia juga digunakan untuk penggemukan sebagai sapi konsumsi.

(3)

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-H Th. 199912000

RAYBURN andFOX (1990) membangun suatu model matematik yang khusus bagi anak jantan sapi perah, dimana mereka menunjukkan bahwa kebutuhan sapi perah berbeda dengan sapi potong terutama dalam meningkatkan efisiensi penggunaan energy. Sehingga dalam menyeleksi sapi perah tentu saja faktor pakan harus

mendapatkan perhatian yang selayaknya.

Kemampuan produksi setiap individu sapi perah tergantung pada kemampuan produksi Sire dan Dam serta faktor lingkungan yang menunjang tertampilnya kemampuan genetik yang dibawa temak tersebut dengan baik. Kemudian diikuti oleh persistensi produksi yang baik yaitu mempertahankan produksi tinggi selama mungkin dengan penurunan produksi yang perlahan-lahan sampai dihentikan pada laktasi ke 305 hari merupakan salah satu hal yang penting dalam produktivitas sapi perah. Demikian pula fungsi-fungsi reproduksi yang dapat berjalan baik sangat diharapkan agar birahi kembali sedini mungkin dapat terjadi sehingga dalam waktu kurang dari 90 hari teinak induk sudah seharusnya bunting kembali. Dengan demikian secara keseluruhan efisiensi produksi dapat dicapai dengan baik pula.

Berbagai pihak telah melaporkan bahwa perbaikan kapasitas produksi susu per individu ternak belum mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan untuk menekan ratio susu impor dan produk lokal. Penyebabnya antara lain karena belum adanya seleksi pejantan, seleksi induk penghasil bibit baik calon pejantan maupun calon induk pengganti dengan baik dan pemeliharaan dara pengganti secara tepat sehingga pada saatnya dapat menampilkan kapasitas produksi yang sesuai dengan potensi genetik yang dikandungnya.

Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya terlihat bahwa beberapa kekurangan pada sapi perah di Indonesia adalah berproduksi rendah, persistensi produksi rendah dan fluktuasi produksi yang cukup besar bergantung pada kualitas dan jumlah pakan yang selalu berfluktuasi pada tingkat petemak rakyat maupun perusahaan.

SUBANDRIYO, (1996) melaporkan bahwa sapi perah di Indonesia berproduksi rendah dengan persistensi produksi yang kurang baik. TALIB

et al.

(1999) dimana sebanyak 20 - 25% dari sapi perah yang ada baik di perusahaan maupun pada peternak rakyat yang berproduksi sekitar 3500 liter per tahun; 5% berproduksi 4250 liter dan hanya sekitar 2% yang berproduksi minimum 5000 liter per laktasi. Juga ditunjukkan bahwa persistensi produksi baik pada perusahaan maupun peternak rakyat masih rendah dimana produksi tinggi hanya mampu dipertahankan dalam 2 bulan yaitu bulan kedua dan ketiga dalam satu laktasi dan produksi tertinggi ditunjukkan pada laktasi pertama pada petemakan rakyat dan pada laktasi ketiga apada perusahaan petemakan (TALIB

et aL .,

1999; ANGGRAENI

et aL,

1999 dan KURmATIN, 2000). Perlu dicatat bahwa dengan alasan manajemen dan mastitis ada kecendrungan perusahaan petemakan sapi perah untuk mempertahankan produksi hanya pada kapasitas 3500 liter per 305 hari laktasi (TALIB

et aL,

1999; KURNIATIN, 2000).

Diduga bahwa rendahnya produktivitas sapi perah yang ditampilkan ini sebagiannya disebabkan karena penerapan program pakan yang tidak sesuai dengan kapasitas genetik temak yang ada. Karena selama ini sapi-sapi perah yang dilahirkan di Indonesia adalah merupakan hasil IB dengan pejantan luar (proven bull) yang berpotensi genetik tinggi. Apakah ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang kurang menunjang karena rbedaan lingkungan Indonesai dengan pejantannya yang berasal dari Luar Negeri. Walaupun demikian tidak-menutup kemungkinan disebabkan juga oleh pengaruh genetik dengan persistensi rendah akibat ketidak mampuan beradaptasi dengan manajemen pemeliharaan yang kurang baik dari penyapihan sampai bunting pertama. Tentulah dugaan-dugaan ini perlu dibuktikan untuk mengetahui yang mana yang benar. Walaupun demikian, apapun jawabnya satu hal yang penting bahwa keturunan hasil IB yang telah berlangsung dalam hampir tiga dekade dengan semen impor langsung maupun melalui semen dari pejantan impor yang dipelihara di Indonesia ini belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam menaikkan jumlah produksi air susu induk per ekor sapi perah. Hasil pemantauan dengan menggunakan data statistika petemakan sejak tahun 1969 - 1999 menunjukkan bahwa kapasitas produksi per ekor tidak mengalami kenaikan yang berarti kecuali dalam tiga tahun terakhir (1997 - 1999) yang menunjukkan kelainan (TALIB, 1999).

Oleh karenanya perbaikan terhadap genetik seharusnya dilakukan pada suatu tatanan feed and feeding tertentu dengan manajemen terbaik yang dapat diterapkan adalah sesuai dengan kapasitas genetik yang dimiliki. Ini adalah suatu usaha besar yang membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit.

Untuk mewuudkan hal ini maka yang paling baik dilakukan adalah bilamana memonitor secara langsung perkembangan calon pejantan maupun calon induk atau induk berproduksi tinggi yang dinilai terbaik untuk menghasilkan calon proven bull sapi perah holstein Indonesia.

Dengan mempertimbangan hasil sitasi pustaka inilah maka serangkaian penelitian yang dilakukan. Langkah pertama yang dibenahi dari rangkaian penelitian ini adalah genetic improvement yang telah dilakukan pada tahun 1998 dan telah terpublikasin (TALIB

et al .,

1999a; TALIB

et aL,

1999b; ANGGRAENI

et aL,

1999; dan TALIB, 1999--dan KURNIATIN, 2000). Kegiatan evaluasi genetik sapi perah di Indonesia tahap sekarang merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yaitu mengevaluasi kapasitas produksi sapi perah di Indonesia yang diteruskan dengan penentuan ranking pejantan dan induk terbaik yang meliputi keunggulannya terhadap kelompoknya serta besaran parameter

(4)

genetiknya. Sebagai tindak lanjut dari penentuan ranking tersebut adalah usaha mewujudkan kelompok sapi perah

unggul Indonesia (Indonesian Holstein breed) melalui rangkaian penelitian yang tertata baik.

Maka langkah lanjutannya adalah membangun basis pejantan unggul lokal yang dihasilkan dari induk dan

pejantan terbaik berdasarkan sumber-sumber genetik yang dimiliki Indonesia saat ini. Tahapan penelitian ini mencakup

dua kegiatan yaitu usaha membangun faktor koreksi terhadap produksi susu yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia

dan performance test bagi candidate bulls terseleksi yang berlangsung dengan independent culling level pada setiap

tahapan kehidupannya.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini menggunakan 20 ekom anak sapi jantan FH. Sepuluh ekor dari padanya adalah dari Bapak dan

Induk yang teruji (Balitnak) disebut kelompok 1 dan 10 ekom lainnya adalah milik pihak lain sebagai pembanding

dengan umur yang sama dengan kelompok pertama yang diambil secara acak yang disebut kelompok 2 (BPT).

Temak-temak ini memiliki umur yang berkisar dari I - 7 bulan dengan rataan 3 bulan pada saat memulai

penelitian. Temak-temak penelitian memperoleh pakan yang sama sampai saat perlakuan pakan diterapkan.

Temak teruji (kelompok 1) secama tersirat diklasifikasikan atas 2 kategomi yaitu kapasitas produksi tinggi

(5500 - >6000 liter per laktasi) dan kapasitas produksi sedang (4500 - < 5500 liter per laktasi) (lihat Gambar 1)

yang dalam pemberian pakan tidak dibedakan. Pengelompokkan ini berdasarkan kapasitas produksi induknya

masing-masing dan bukan berdasarkan kapasitas potential individu yang bersangkutan. Kelompok temak lainnya

adalah ternak kontrol dengan pakan yang sedikit lebih rendah.

Pengamatan ditujukan pada sifat-sifat yang khas yang seharusnya dimiliki oleh calon pejantan baik secara

visual dan pengujian kesuburan pada calon pejantan yang telah cukup umur.

Performans test yang dapat dilakukan meliputi penimbangan dan pengukuran ukuran-ukuran tubuh dan

sifat-sifat khas calon pejantan yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui perkembangannya pada tahapan umur

tertentu. Diharapkan pada akhir penelitian umur calon-calon pejantan ini telah ada yang mencapai 14 bulan atau

lebih. Ternyata sampai penelitian berakhir pada Maret 2000 belum ada calon pejantan yang dapat diuji dengan

layak karena membutuhkan waktu kurang lebih 1 bulan khusus untuk melatih ternak bersangkutan sebelum

memasuki uji kesuburan.

Perlu diingat bahwa yang terbaik untuk menghasilkan pejantan adalah melakukan pengujian secara kontinu

setiap tahun dan pada akhimya dalam setiap tahun dapat direkomendasikan sekitar 3 - 5 ekor pejantan teruji

(proven bull). Tetapi tentunya penelitian ini hanyalah akan dapat berjalan sesuai dengan ketersediaan dana yang

ada.

Pedet-pedet calon pejantan teruji dihasilkan dari pejantan dengan kapasitas potential produksi berkisar dari

9000 - 16.000 liter per laktasi dan induk-induk dengan kapasitas produksi 4500 - 6500 Iiter per laktasi . Persistensi

produksi induk-induk terpilih juga termasuk baik demikian pula ketahanan produksi tinggi dari laktasi-ke laktasi

juga sangat baik untuk Indonesia (Lihat Gambar 1).

CHALID TALIB et al. : Evaluasi Calon Pejantan Melalui Perjorman Test

5600 5200

4400 4000

Ratsan produkal susu Induk dari t:alon psjantan tarpilih

Laktul ka

O 20000 ,

Kapasitas produksi sins dart anak Jantan terpilih

(5)

Ukuran tubuh lahir

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran tubuh terbawa lahir baik bobot lahir dan tinggi pundak, panjang

badan dan lingkar dada dari kedua kelompok temak, tidak berbeda secara statistik. Demikian pula ukuran-ukuran

tubuh tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada dan umur tidak berpengaruh terhadap bobot lahir. Hal ini

menunjukkan bahwa potensi genetik produksi susu yang dibawa oleh temak terpilih tidak terbaca melalui

penampilan ukuran-ukuran tubuh lahir. Rataan bobot lahir 41 ± 2 kg.

Ukuran-ukuran tubuh selanjutnya

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi PeternakanARMP-II Th. 199912000

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelompok temak tidak mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan ukuran-ukuran tubuh pada berbagai

tingkat umur. Tetapi umur temak mempengaruhi semua ukuran-ukuran tubuh termasuk bobot badan dan

pertambahan bobot badan (P<0,01). Semakin bertambah umur semakin besar ukuran-ukuran tubuh temak. Umur

dan lingkar dada (P<0,01) secara jelas memberikan kontribusi terbesar terhadap bobot badan pedet dengan R square

sebesar 0,99.

Semakin bertambah umur semakin bertambah juga pertambahan bobot badan anak sapi FH jantan. Demikian

pula umur dan lingkar dada memberikan kontribusi yang terbesar terhadap pertambahan bobot badan pedet

dibanding ukuran-ukuran tubuh lainnya (P<0,05 R square = 0,86). Halinitidak mengherankan karena pedet-pedet

tersebut berada dalam phase pertumbuhan. Hal yang baik juga ditunjukkan oleh calon-calon pejantan muda ini yaitu

responsif terhadap pakan berkualitas. Perkembangan bobot badan dan pertambahan bobotbadan seiring dengan

bertambahnya umur dapat dilihat pada Gambar 2 dsn Gambar 3.

Pertambahan bobot badan

Terjadi peningkatan pertambahan bobot badan yang baik sejak penerapan perlakuan pakan diaplikasikan.

Peningkatan terjadi dari 0,6 psda rataan umur 3 bulsn ketika penelitian dimulai sampai mencapai 0,89 kg per hari

dalam bulan Maret 2000. Diharapkan pertambahan bobot badan akan terus meningkat dan berada dalam kisaran 0,9

- 1 kg per hari dalam periode lanjutan sehingga target bobot badan kurang lebih 400 kg pada usia setahun dapat

dicapai. Hanya sayang hal ini sulit dibuktikan karena pendanaan bagi penelitian ini hanya sampai pada Maret 2000

dimana rataan usia pedet-pedet ini baru berkisar dari 7 - 14 bulan.

Rataan bobot badan dan pertambahan bobot badan harian pedet jantan FH terseleksi (s) dan kontrol (k)

-E--BBs -"-BBk At DGs )- DGk BW 92 122 152 182 212 Umur (hari)

(6)

Uji kesuburan

CHALID TALIBet al. : Evaluasi Calon Pejantan Melalui Performan Test

Gambar 3. Hubungan antara perkembangan bobot badan dan umur ternak yang diteliti pada kelompok 1 (Balitnak) dan kelompok 2 (BPT) dari lahir sampai umur 200 hari (setelah ternak yang ketika terpilih berumur >4 bulan dikeluarkan).

Pertumbuhan pedet-pedet dalam penelitian ini jauh lebih baik dari yang ditampilkan oleh pedet-pedet FE betina yang mengkonsumsi pakan yang hampir serupa kadar nutriennya yang hanya mendapatkan pertambahan bobot badan yang sekitar 0,4 kg per ekor per hari (TALIB et al., . 2000a; danTALIB et al., 2000b). Perbedaan ini dapat disebabkan karena perbedaan sex dan juga karena perbedaan dalam manajemen, dimana pada kelompok heifer pemeliharaannya adalah secara berkelompok. Dibandingkan dengan standard pertumbuhan yang dikemukakan pada pertumbuhan pedet di Holland hanya sedikit lebih kecil(RAYBURNdan Fox, 1990).

Variable terakhir ini belum dilakukan pencatatan data karena umur ternak belum dicapai. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan:

1 . Sapi-sapi yang berpotensi produksi tinggi dan sedang tidak dapat dibedakan dengan ternak lain dalam kelompoknya hanya berdasarkan ukuran-ukuran tubuh, baik ukuran tubuh yang terbawa lahir maupun ukuran tubuh dalam pertumbuhan selanjutnya.

2. Pertumbuhan pedet-pedet yang diteliti menunjukkan bahwa secara genetik mereka hampir memenuhi standard pertumbuhan untuk pedet FH yang baik di Belanda.

DAFTAR PUSTAKA

ANGGRAEM, A., C. TALIB, K. DIWYANTO, DAN L. PRAHARANI. 1999. Pengaruh lingkungan pada produksi susu sapi Fries Holland. Proc. Seminar Persada 6 Desember 1999. Unpublished.

KURNIATIN, E. 2000. Performans Produksi dan Reproduksi Sapi Fries Holland di PT Taurus Dairy Farm. Thesis 1, IPB. RAYBURN, E.B . and D.G. Fox. 1990. Predicting growth and performance ofholstein steers. J ofAnim Sci. 68: 788-798. SUBANDRIYO, 1996. Seleksi pada induk sapi perah berdasarkan nilai pemuliaan. Wartazoa 3: 9-12.

TALIB, C. 1999. Aspek Teknis Pengembangan Usaha Sapi Perah di Indonesia. Paper di presentasikan dalam "Perkembangan sapi perah di Indonesia". Puslitbangnak. Unpublished.

TALIB, C., A. ANGGRAEM dan K. DiwYANTO. 1999a. Evaluasi potensi genetik sapiperah FH sebagai temak penghasil bibit. Proc. Seminar Persada 6 Desember 1999. Unpublished.

(7)

Laporan Bagian ProyekRekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II Th. 199912000

TALIB, C., E. KuRNIATIN, A.ANGGRAENI, K. DIWYANTo, 1999b. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas sapi perah FH di bawah manajemen perusahaan komersial, Sukabumi, PT Taurus dairy Farm. Proc. Seminar Persada 6 Desember 1999. Unpublished.

TALIB, C. dan KusWANDI . 2000a. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pra-sapih sapi FH dara terseleksi dari lahir sampai umur 120 hari. Proc. Seminar Nasional Biology XVI, Bandung, 25 - 27 Juli 2000. Unpublished.

TALIB, C., A. ANGGRAENI, K. DWIVANTo dan KuSWANDL 2000a. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pra-sapih sapi FH dara terseleksi dari umur 120 - 240 hari. Proc. Seminar Nasional Petemakan dan Veteriner, Bogor, 2000.Puslitbangnak. Unpublished .

Gambar

Gambar 1. Rataan produksi susu induk dan potensi produksi pejantan dari anak-anakjantan terpilih
Gambar 2. Perbsndingan pertumbuhan bobot badan (BB) dsn pertambahan bobot badan (DG) pedetjantan terseleksi (s) dsn kontrol (k).
Gambar 3. Hubungan antara perkembangan bobot badan dan umur ternak yang diteliti pada kelompok 1 (Balitnak) dan kelompok 2 (BPT) dari lahir sampai umur 200 hari (setelah ternak yang ketika terpilih berumur &gt;4 bulan dikeluarkan).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari kajian luasan perubahan fisik spasial Kecamatan Ampenan dari tahun 2010 sampai tahun 2017 adalah +80,49 Ha atau 8,59% dari total luas wilayahnya, dimana

Pembunuh unta itu tidak banyak, boleh jadi hanya satu atau dua orang, akan tetapi, karena perbuatan tersebut disepakati oleh yang lain, maka mereka juga

Pada tabel diskripsi dari variabel Y dapat disimpulkan bahwa nasabah Bank Muamalat Kediri setuju dengan loyalitas nasabah sebanyak 195 suara atau 59% responden. Setelah

menumbangkan image tradisional perempuan versi Orde Baru yang pasif dan apolitik sebagaimana direpresentasikan oleh Suara Ibu Peduli SIP Dekonstruksi juga terlihat pada ranah

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) menerapkan pola tarif rumah sakit yang dapat disesuaikan berdasarkan pada pedoman nasional, yaitu dengan mengisi

Dari 55 senyawa turunan flavonoid yang digunakan sebagai amatan, dengan 45 variabel bebas, yaitu posisi atom dalam ruang dimensi 3 dan besarnya nilai panjang

Penelitian ini difokuskan pada kajian ilmiah tentang Kepekaan Pastoral Konseling bagi Pelayan Gereja Kontemporer di GMIST Filadelfia Manado. Peneliti melihat masih kurangnya

Aplikasi zeolit pada tanaman kelapa sawit yang diikuti pemberian pupuk anorganik maupun organik dapat meningkatkan efesiensi sarapan hara pupuk, memperbaiki