MAJALAH KEDOKTERAN
NUSANTARA
The Journal of Medical School
*Corresponding author, Email: [email protected] 79
Hubungan antara Kombinasi Hemodialisis (Hd)/
Hemoperfusi (Hp) dengan Uremic Toxin Β2-
Mikroglobulin pada Pasien Hemodialisis Reguler
Amaluddin Jaya Nasution
*, Abdurrahim Rasyid Lubis
Divisi Nefrologi dan Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran,Universitas Sumatera Utara
Abstract. Introduction: Morbidity and mortality in hemodialysis patients is still quite high. It is
associated with the accumulation of uremic toxins in the body and it is closely related to the level of clearance of uremic toxins. Β2-microglobulin is uremic toxin that can not be dialyzed with conventional hemodialysis. Haemoperfusion effectively remove large-sized molecules toxins but does not effectively remove small molecules toxins, therefore the assessment of the combination clearance Hemodialysis / haemoperfusion on Β2-microglobuline. Aim: To determine the relationship between a combination of hemodialysis (HD) / haemoperfusion (HP) with decreasing levels of B2M in regular hemodialysis patients in Medan, North Sumatra. Result: from 20 subjects who observed, one subject out of the study. Mean Β2-microglobuline before the study 78.26 ± 16.85mg/dl and 62.55 ± 12.35mg/dl after the study, decreasing levels of β2-microglobulin were statistically significant. Conclusion: Combination HD / HP is a good clinical application to remove accumulated uremic toxin-microglobulin Β2 on regular hemodialysis patients.
Keyword:Hemodialysis, haemoperfusion, Uremic Toxins, Β2-mikroglobulin
Abstrak. Pendahuluan: Angka mortalitas dan morbiditas pasien hemodialisis masih cukup tinggi.
Hal ini berhubungan dengan akumulasi uremik toksin dalam tubuh dan berkaitan erat dengan tingkat bersihan (clearance) uremik toksin. Β2-mikroglobulin merupakan uremik toxin yang tidak terdialisis dengan Hemodialisis konvensional. Hemoperfusi efektif membuang toksin atau molekul berukuran sedang besar akan tetapi tidak efektif membuang toksin molekul kecil, oleh karena itu dilakukan penilaian bersihan kombinasi Hemodialisis/ Hemoperfusi terhadap Β2-mikroglobulin.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kombinasi hemodialisis (HD) / hemoperfusi (HP)
dengan penurunan kadar B2M pada pasien hemodialisis reguler di Medan Sumatera Utara.
Metode: Penelitian kohort prospektif dari bulan Desember 2013 hingga Maret 2014 terhadap
pasien hemodialisis reguler dan dilakukan periksaan kadar β2-Mikroglobulin. Hasil: Dari 20 subjek yang diamati 1 subjek keluar dari penelitian. Didapatkan rerata Β2-mikroglobulin sebelum penelitian 78.26±16.85 dan sesudah penelitian 62.55±12.35 mg/dl, didapatkan penurunan kadar β2-Mikroglobulin yang signifikan secara statistik. Kesimpulan: Kombinasi HD/HP merupakan aplikasi klinis yang cukup baik untuk penanganan akumulasi uremik toxin Β2-mikroglobulin pada pasien hemodialisis regular.
Kata Kunci: Hemodialisis, hemoperfusi, uremik toxin, Β2-mikroglobulin
1.
Pendahuluan
Angka morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik tahap akhir yang menjalani hemodialisis reguler sampai saat ini masih tetap tinggi yaitu berkisar 15 - 20% per tahun, meskipun
telah dilakukan perbaikan penatalakasanaan penyakit kardiovaskular, infeksi dan modalitas terapi dialisis.1
Hal ini berhubungan dengan beberapa kondisi seperti kekurangan gizi, gangguan status cairan tubuh, resistensi insulin, perubahan patologis pada sistem saraf perifer, gangguan mineral tulang, hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi refrakter, inflamasi sistemik kronis, dan penurunan cepat fungsi ginjal sisa pada pasien hemodialisis reguler yang insidennya masih cukup tinggi. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan terjadinya komplikasi jangka menengah dan jangka panjang berhubungan dengan akumulasi uremik toksin dalam tubuh dan berkaitan erat dengan tingkat bersihan (clearance) uremik toksin. The European Uremic Toxin Work Group (EUTox), mengidentifikasi uremik toksin dan pengaruh biologisnya terhadap tubuh. Group ini mendapatkan ada 90 jenis uremik toksin dan membaginya menjadi uremik toksin larut air, terikat protein dan uremik toksin berat molekul menengah dan besar (middle molecule).
Salah satu golongan uremik toksin yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas penderita penyakit ginjal tahap akhir adalah golongan low–molecular-weight peptides and proteins and inflammatory cytokines (LMWP), beberapa tulisan menggolongkan LMWP ini masuk pada kategori uremik toksin berat molekul menengah (middle molecules). Molekul-molekul ini tidak terdialisis sempurna dengan tehnik dialisis konvensional. Beta-2 microglobulin (β2M) merupakan molekul yang paling banyak diteliti efeknya terhadap tubuh dan molekul ini berhubungan dengan dialysis-related amyloidosis (DRA).4
Peradangan pada pasien hemodialisis memiliki peran yang cukup besar dalam terjadinya penyakit kardiovaskuler, kekurangan gizi, erythropoietin resistant, anemia, penyakit osteopathic, menjadi rentan akan infeksi dan kanker serta mengurangi kinerja ginjal yang masih tersisa. Dengan demikian, mengurangi peradangan pada hemodialisis pasien dapat memainkan peran penting dalam mencegah komplikasi tersebut. 5,6
Saat ini, lebih dari satu juta pasien di seluruh dunia menjalani hemodialisis atau peritoneal dialsis untuk mempertahankan kehidupan. Namun, dialisis tidak mengembalikan semua fungsi ginjal. Dimana uremic toxin berukuran menengah-besar akan terakumulasi pada pasien hemodialisis.7
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan terjadinya komplikasi jangka menengah dan jangka panjang racun uremik berkaitan dengan tingkat bersihan molekul kecil, sedang dan molekul besar racun uremik saat proses hemodialisis. Terapi hemodialisis yang bertujuan untuk membuang racun uremik telah berkembang untuk meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan mortalitas pasien-pasien hemodialisis. Aplikasi klinis dari berbagai model teknologi hemodialisis extracorporeal menunjukkan tingkat efektifitas pembersihan molekul racun uremik menengah dan besar, sebagai berikut: Hemodialisis (HD)/hemoperfusion ( HP ) > HP > bio-artificial kidney > hemodiafiltration ( HDF ) > hemofiltration ( HF ) > HD.8
Level B2M meningkat pada pasien dengan gagal ginjal, terutama pada pasien yang menjalani dialisis, di antaranya disebabkan hampir absennya filtrasi glomerulus secara penuh. Selain itu, diketahui bahwa konsentrasi tinggi B2M yang beredar merupakan potensi faktor risiko untuk terjadinya dialisis related amyloidosis. Elevasi B2M serum dianggap sebagai prasyarat untuk pembentukan B2M fibril amiloid, yang berhubungan dengan artropati kronis dan spondylarthropathy yang terjadi setelah beberapa tahun menjalani terapi pengganti ginjal.9, 10
Selain itu, B2M dikenal sebagai pengganti penanda (marker) untuk konsentrasi dan pengeluaran middle-molecular-weight uremic toksin pada pasien dialisis. Dalam Hemo study pada 1704 pasien hemodialisis, Cheung et al. melaporkan bahwa B2M serum predialysis dapat memprediksi kematian, dengan peningkatan mortalitas sebesar 11% untuk setiap peningkatan 10 mg/l residual B2M. Oleh karena itu, perbaikan dari B2M clearance selama dialisis mungkin menjadi faktor penting untuk peningkatan outcome dialysis. 11
Di negara Cina dan negara-negara berkembang lainnya, oleh karena rendahnya tingkat ekonomi, hemodialisis umumnya memakai dialiser low flux, metode ini tidak bisa membersihkan molekul racun uremik menengah dan besar dan racun yang terikat protein saat proses hemodialisis, akibatnya muncul komplikasi jangka panjang yang menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan mortalitas pasien hemodialisis. Kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi (HD+HP) sudah banyak dilakukan di pusat-pusat hemodialisis di negara Cina dan sudah dimasukkan dalam program asuransi kesehatan. Rumah Sakit Xinhua merupakan rumah sakit yang pertama melakukan kombinasi HD+HP dan banyak melakukan penelitian-penelitian tentang efikasi dan keamanan HD+HP pada pasien-pasien hemodialisis reguler.8
Salah satu penelitian menunjukkan manfaat kombinasi HD/HP terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dan angka harapan hidup pasien hemodialisis regular.12 Berdasarkan hal
tersebut kami melakukan penelitian ini untuk melihat manfaat kombinasi HD/HP terhadap bersihan molekul sedang dan besar, uremic toxin pada pasien-pasien hemodialisis reguler dan melihat hubungannya dengan bersihan β2M pasien-pasien hemodialisis reguler di Medan.
2.
Metode
Penelitian kohort prospektif dilakukan terhadap penderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dengan hemodialisis (HD) reguler yang memenuhi kriteria inklusi diantaranya. Penderita PGK dengan Hemodialisis reguler (≥ 3 bulan). Pria atau wanita usia ≥ 17 tahun. Sementara pasien yang tidak bersedia dilakukan pemeriksaan, malignancy, autoimmune disorder, HD tidak teratur dikeluarkan dari penelitian.
Subjek penelitian dilakukan pengukuran kadar β2 mikroglobulin sebelum prosedur kombinasi HD/HP dan sesudah tiga bulan kombinasi HD/HP. Ethical clearance penelitian telah disetujui oleh Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Data karakteristik dasar populasi ditampilkan dalam tabulasi dengan deskripsi masing-masing parameter. Dilakukan uji T berpasangan untuk menilai hubungan HD/HP dengan β-2 Microglobulin serum pada pasien.
3.
Hasil
Selama periode penelitian di ruang Instalasi Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan dan jejaringnya diperoleh 20 subjek penelitian dengan hemodialisis reguler ≥ 3 bulan. Subjek berjenis kelamin pria sebanyak 16 pasien (80%), berjenis kelamin wanita sebanyak 4 pasien (20%), dan rentang usia antara 29–79 tahun dengan rerata±SD adalah 47.40±11.58 tahun. Rerata lamanya hemodialisis 2.78±2.24 tahun dengan etiologi terdiri dari DM 3 pasien (15%) dan non DM 17 pasien (85%). Rerata beta 2-mikroglobulin serum adalah 77.69±16.61 mg/L. (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik dasar subjek penelitian
Variabel Jumlah Jenis kelamin Pria 16 (80%) Wanita 4 (20%) Umur (thn) 47.40±11.59 Lama HD (thn) 2.78±2.24 Etiologi DM 3 (15%) Non DM 17 (85%)
β2-microglobulin serum (ug/mL) 77.69±16.61
Pada Tabel 2 dapat kita lihat pengaruh kombinasi HD/HP pada subjek penelitian sebelum kombinasi dan setelah kombinasi. Dari 20 subjek yang diamati 1 subjek keluar dari penelitian. Dilakukan Analisis uji T berpasangan.
Tabel 2. Hubungan kombinasi hemodialisis (hd) / hemoperfusi (hp) dengan β2-microglobulin serum
Variabel N Sebelum Setelah P
HD/HP HD/HP
β2-M (g/dl) 19 78.26±16.85 62.55±12.35 0.002* *Significant (p<0.05)
Dari 19 subjek yang diamati terlihat bahwa rerata β2M sebelum dimulai kombinasi adalah 78.26±16.85 (ug/mL) dan rerata β2M setelah kombinasi sebesar 62.55±12.35 (ug/mL) dijumpai penurunan nilai β2M dan secara statistik signifikan (p<0.05) (Tabel 2).
4.
Pembahasan
Toksin uremik merupakan penyebab utama dari sydroma uremik, gangguan metabolisme, dan komplikasi uremik. Selain urea nitrogen dan kreatinin, substansi molekul menengah dan besar,
molekul kecil yang terikat protein, asam amino rantai pendek dan sitokin berperan dalam proses patologis untuk terjadinya komplikasi pasien hemodialisis regular.
Peradangan pada pasien hemodialisis memiliki peran yang cukup besar dalam terjadinya penyakit kardiovaskuler, kekurangan gizi, erythropoietin resistant, anemia, penyakit osteopathic, menjadi rentan akan infeksi dan kanker serta mengurangi kinerja ginjal yang tersisa. Beta-2 microglobulin (β2M) merupakan salah satu faktor inflamasi yang berperan pada proses peradangan pasien hemodialisis reguler. β2M merupakan salah satu golongan uremik toksin yang mempengaruhi mortalitas dan morbiditas penderita penyakit ginjal tahap akhir, juga merupakan molekul ukuran sedang. Molekul-molekul ini tidak terdialisis sempurna dengan tehnik dialisis konvensional. Beta-2 microglobulin (β2M) merupakan molekul yang banyak diteliti efeknya terhadap tubuh dan molekul ini berhubungan dengan dialysis-related amyloidosis (DRA).
Penelitian ini menilai Beta-2 microglobulin pasien hemodialisis reguler setelah menjalani kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi (HD/HP) selama 3 bulan. Sebelumnya belum pernah ada penelitian yang menilai Beta-2 microglobulin pada pasien hemodialisis reguler yang menjalani kombinasi HD/HP di Indonesia.
Pada penelitian ini, dari 20 subjek yang awalnya ikut dalam penelitian ini, 1 subjek penelitian keluar dari penelitian. Dari 19 subjek yang diamati, pada karakteristik dasar bisa dilihat tinggi nya nilai rerata β2M yaitu 77.69±16.61 ug/mL, dari data dasar tersebut diatas kami dapatkan nilai rerata kadar β2-microglobulin serum meningkat sangat tinggi 25 kali nilai normal (normal 1.5-3 ug/mL) jauh lebih tinggi dari rerata peningkatan β2-microglobuli pasien hemodialisis secara umum. Hal ini kemungkinan ada hubungannya dengan frekuensi dialisis yang dilakukan 2 kali dalam seminggu atau 10 jam dalam seminggu dan penggunaan low-flux dialiser dan reuse dialiser yang mengurangi clearance β2-microglobulin, sementara dinegara lain frekuensi dialisis dilakukan minimal 3 kali dalam seminggu atau minimal 12 jam dalam seminggu dengan dialiser hight-flux dan sistem non reuse.
Pada penelitian ini, dari 19 subjek yang diamati terlihat bahwa rerata β2M sebelum dimulai kombinasi adalah 78.26±16.85 dan rerata β2M setelah kombinasi 62.55±12.35, dijumpai penurunan nilai β2M dan secara statistik signifikan (p<0.05). Hasil ini sesuai dengan yang peneliti harapkan dimana terjadi penurunan nilai β2M setelah kombinasi. Hal ini bisa terjadi karena efektifitas dari hemoperfusi yang efektif terhadap toksin molekul sedang-besar dimana β2M termasuk molekul ukuran sedang. Hasil pada penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Cina oleh Chen dan kawan-kawan. Mereka melakukan penelitian pada 100 pasien hemodialisis reguler, dibagi menjadi dua grup. Grup yang pertama dilakukan kombinasi HD/HP seminggu sekali sementara grup yang kedua hanya dilakukan hemodialisis tiga kali seminggu. Setelah diikuti selama dua tahun, didapatkan penurunan nilai rerata sebesar 13.88% dan jika dibandingkan nilainya dengan grup yang kedua, maka nilainya lebih rendah (58.3±7.9 vs 70.3±10.1, p<0.05). Oleh karena itu hasil penelitian ini menegaskan bahwan kombinasi HD/HP memang efektif dan bisa diterapkan pada praktek sehari-hari.
Nilai rerata β2M setelah penelitian ini lebih tinggi daripada penelitian yang dilakukan oleg Chen dan kawan kawan (62.55±12,30 vs 58.3 ± 7,9) hal ini mungkin disebabkan pada penelitian ini hemoperfusi dilakukan satu kali per dua minggu, dan melakukan follow up selama 3 bulan, sementara Chen dkk dalam penelitiannya melakukan hemoperfusi satu kali perminggu dengan follow up yang cukup lama hingga dua tahun.
Dengan demikian kombinasi HD/HP merupakan metode yang cukup baik untuk penangan proses peradangan pada pasien hemodialisis reguler. Kombinasi HD/HP merupakan penggunaan pelengkap dari dua metode yang berbeda dari pemurnian darah sehingga bisa sepenuhnya mengeliminasi uremik toksin, sehingga dapat memperbaiki kuaitas hidup pasien. Melihat angka mortalitas pasien hemodialisis masih tinggi, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, diharapkan kombinasi HD/HP bisa menjadi protokol terapi yang bisa diterapkan di fasilitas hemodialisis.
Kelemahan penelitian ini adalah jumlah sampel yang tidak terlalu besar dan tidak dilakukan penyesuaian terhadap karakteristik subjek penelitian, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar untuk menilai efektifitas kombinasi HD/HP. Masa study yang relatif pendek, diperlukan study dengan follow up yang lebih lama, mengingat PGK merupakan kondisi yang membutuhkan hemodialisis ataupun modalitas renal replacement therapy lain seumur hidupnya. Kelemahan lainnya penelitian ini juga perlu menambah parameter inflamasi lainnya untuk menilai status inflamasi seperti leptin, hsCRP, iPTH, IL-6, dan TNF-α serta menilai kondisi/ penyakit terkait toksin uremik pada pre dan post HD/HP.
5.
Kesimpulan
Kombinasi Hemodialisis/Hemoperfusi menyebabkan penurunan nilai rerata Beta-2 microglobulin setelah dilakukan kombinasi dua kali seminggu selama 3 bulan. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar dan masa study yang lebih lama serta penambahan parameter status kesehatan/ penyakit sehingga hasilnya menjadi lebih baik.
Ucapan Terima Kasih
Tidak ada conflict of interest untuk laporan tulisan ini.
Daftar Pustaka
1. The United Renal Data System: Overall hospitalization and mortality. AMJ Kidney Dis 2010 ; 55(1): Suppl 1: A7
2. Vanholder R, De Smet R, Glorieux G, et al: Review on uremic toxins: Classification, concentration, and interindividual variability. Kidney International 2003; 63: 1934–43
3. Duranton F, Cohen G, De Smet R, et al: Normal and pathologic concentration of uremic toxins. J am soc nephrol 2012; 24 (12):1258-70
4. Winchester JF, Salsberg JA, Lebin NW: Beta-2 microglobulin in ESRD: an in-depth review. National Kidney Foundation. Elsevier 2003; 10(4): 279-309
5. Kazama JJ, Maruyama H, Gejyo F: Reduction of circulating B2-microglobulin level for treatment of dialysisi-related amyloidosis. Nephrol dial transplant 2001; 16: 31-35
6. Rahbar M, Agabagher M: Effect of Inflammatory Factors on β2-Microglobulin in Hemodialysis Patients, Shiraz E Medical Journal 2012; 13; 59-62
7. Asim M, Muhammad A, Muhammad B, et al: 2010. Beta 2 microglobulin level in hemodialysis patients. Saudi J Kidney Dis Transpl; 2010: 21(4):701-06
8. Chen SJ, Jiang GR, Shan JP, et al: Combination of maintenance hemodialysis with hemoperfusion: A safe and effective model of artificial kidney. International journal artificial organs, 2011; 34(4):339-47.
9. Shopie libeauf, Aureli lenglet, Lucie Desjardnis, et al: Plasma beta-2 microglobulin is associated with cardiovascular disease in uremic patients. Kidney International, 2012: 82:1297–1303. 10. Johansen KL, Shubert T, Doyle J, et al: Muscle atrophy in patient receiving hemodialysis: Effects
on muscle strengh, muscle quality and physical function. Kidney International, 2003; 63:291-7. 11. Cheung AK, Rocco MV, Yan G et al: Serum -2 Microglobulin Levels Predict Mortality in
Dialysis Patients: Results of the HEMO Study. J Am Soc Nephrol 2006; 17: 546 –55
12. Lowrie EG, Zhu X, and lew NL: Primary associates of mortality among dialysis patients. Am J Kidney Dis, 1998; 16-31
13. Suwitra K, Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al : Penyakiy ginjal kronik. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ke-4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2009 Jakartat; 1035-37.
14. Suharjono, Susalit E. Sudoyo AW, Setiyohadi et al: Hemodialisis. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ke-4 Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jakarta Pusat; 1050-52.
15. Winchester JF. Hemoperfusion. Replacement of Renal Function by Dialysis. Edisi ke-3. Holland: Kluwer academis Publishers1989; 439-59
16. Cheung CL, Lam KS, Cheung BM et al: Serum Beta 2 microglobulin predicts mortality in people with diabetes. European society endocrinology. 2013:1-25.
17. Shahjahan, Yasmin R, Mahsud MA, et al: correlation of beta 2 microglobulin with serum creatinine and creatinine clearance in patients with different levels of renal function. Gomal
Journal of Medical Sciences. 2011; vol 9 : 178-81.
18. Amighi J, Hoke M, Mlekusch W, et al: Beta 2 microglobulin and the risk for cardiovascular events in patients with asymptomatic carotid atherosclerosis. Stroke aha journal, 2011: 42: 1826-33
19. Jeloka T, Mathur MD, Kaur R, et al Microglobulin in chronic renal failure and effect of different dialyzer membrane on its clearance, Indian J Nephrol 2001;11: 160-64